BAB II PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENGGUNA NARKOTIKA A. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pengguna Narkotika Penggunaan hukum pidana sebagai sarana penanggulangan penyalahgunaan narkotika pada akhirnya akan bermuara pada persoalan bagaimana hakim dalam menjatuhkan putusan. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana akan sangat menentukan apakah putusan seorang hakim dianggap adil atau menentukan apakah putusannya dapat dipertanggungjawabkan atau tidak. 44 Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dapat digunakan sebagai bahan analisis tentang orientasi yang dimiliki hakim dalam menjatuhkan putusan juga sangat penting untuk melihat bagaimana putusan yang dijatuhkan itu relevan dengan tujuan pemidanaan yang telah ditentukan. Secara umum dapat
44
Kusno Adi, Op. Cit., hlm. 90.
dikatakan, bahwa putusan hakim yang tidak didasarkan pada orientasi yang benar, dalam arti tidak sesuai dengan tujuan pemidanaan yang telah ditentukan, justru akan berdampak negatif terhadap proses penanggulangan kejahatan itu sendiri dan tidak akan membawa manfaat bagi terpidana. 45 Penjatuhan putusan terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan anak, hakim membuat pertimbangan-pertimbangan. Menurut pengamatan dari 5 (Lima) putusan yang berasal dari Pengadilan Negeri Medan, hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana narkotika cenderung menggunakan pertimbangan yang bersifat yudiris dibandingkan yang bersifat nonyudiris. 1. Pertimbangan yuridis Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh undangundang
telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan.
Pertimbangan yang bersifat yuridis di antaranya: 46 a. Dakwaan jaksa penuntut umum. b. Tuntutan pidana. c. Keterangan saksi. d. Keterangan terdakwa. e. Barang-barang bukti. 45
Ibid. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/4748/1/09E01948.pdf, September 2012. 46
diakses
Rabu,
12
f. Pasal-pasal dalam Undang-Undang Narkotika. ad.a. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Dakwaan adalah surat atau akte yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemerikasaan penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan dimuka pengadilan. 47 Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasarkan itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan (Pasal 143 ayat (1) KUHAP). Dalam menyusun sebuah surat dakwaan, hal-hal yang harus diperhatikan adalah syarat-syarat formil dan materilnya. 48 Dakwaan berisi identitas terdakwa juga memuat uraian tindak pidana serta waktu dilakukannya tindak pidana dan memuat pasal yang dilanggar (Pasal 143 ayat (2) KUHAP). Perumusan dakwaan didasarkan 47
Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 65. 48 Syarat Formil telah diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang diantaranya terdiri dari: a. Nama lengkap, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka. b. Uraian secara cermat jelas dan lengkap mengenai Tindak Pidana yang didakwakan dengan waktu dan tempat Tindak Pidana dilakukan. Sedangkan untuk syarat materil diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana, yang menyebutkan surat dakwaan agar: a. Disusun secara cermat didasarkan kepada ketentuan pidana terkait, tanpa adanya kekurangan / kekeliruan yang menyebabkan surat dakwaan batal demi hukum atau dapat dibatalkan / dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard). b. Jelas, didasarkan pada uraian yang jelas dan mudah dimengerti dengan cara menyusun redaksi yang mempertemukan fakta-fakta perbuatan terdakwa dengan unsur tindak pidana yang didakwakan. c. Disusun secara lengkap, berdasarkan uraian yang bulat dan utuh yang mampu menggambarkan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan beserta waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan, diantaranya: 1. Merumuskan lebih dahulu unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan yang kemudian disusul dengan uraian-uraian fakta-fakta perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana tersebut. 2. Dirumuskan unsur-unsur tindak pidana dan fakta-fakta perbuatan secara langsung dan bertautan satu sama lain sehingga tergambar bahwa semua unsur tindak pidana tersebut terpenuhi oleh fakta perbuatan terdakwa.
dari hasil pemeriksaan pendahuluan yang dapat disusun tunggal, kumulatif, alternatif maupun subsidair. 49 Dakwaan disusun secara tunggal apabila seseorang atau lebih mungkin melakukan satu perbuatan saja, misalnya hanya sebagai pemakai. Namun, kalau lebih dari satu perbuatan misalnya ketika tertangkap memakai narkotika ditemukan pula senjata api dalam hal ini dakwaan disusun secara kumulatif. Oleh karena itu dalam penyusunan dakwaan ini disusun sebagai dakwaan kesatu, kedua, ketiga dan seterusnya. Selanjutnya dakwaan alternatif disusun apabila penuntut umum ragu untuk menentukan peraturan hukum pidana yang akan diterapkan atas suatu perbuatan yang menurut pertimbangannya telah terbukti, surat dakwaan yang tindak pidananya masing-masing dirumuskan secara saling mengecualikan dan memberikan pilihan kepada pengadilan untuk menentukan dakwaan mana yang paling tepat untuk dipertanggungjawabkan oleh terdakwa sehubungan dengan tindak pidana. Biasanya dalam surat dakwaan ada kata “atau”. 50 Surat dakwaan subsideritas ialah surat dakwaan yang terdiri atas atau beberapa pasal dakwaan atau berjenjangjenjang berurutan mulai dari ancaman hukuman terberat sampai kepada tindak pidana yang paling ringan. Subsidair disini dimaksudkan sebagai susunan dakwaan pengganti (Whit the alternative of) dengan maksud dakwaan subsidair menggantikan yang primair itu tidak terbukti dipersidangan pengadilan. Jadi, jika dalam suatu
49
Rusli Muhammad, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 125. 50 http://anggara.org/2007/12/24/beragam-bentuk-surat-dakwaan/, diakses Rabu, 12 September 2012.
dakwaan terdapat hanya 2 (dua) saja pasal yang didakwakan, maka yang pertama disebut primair dan kedua disebut subsidair. 51 Lima Putusan Pengadilan Negeri Medan yang diteliti dalam penulisan tesis ini, semuanya menyebutkan bahwa dakwaan penuntut umum sebagai bahan pertimbangan pengadilan dalam menjatuhkan putusan terhadap anak pelaku tindak pidana pengguna narkotika .
Ad.b. Tuntutan pidana. Tuntutan pidana biasanya menyebutkan jenis-jenis dan beratnya pidana atau jenis-jenis tindakan yang dituntut oleh jaksa penuntut umum untuk dijatuhkan oleh pengadilan kepada terdakwa, dengan menjelaskan karena telah terbukti melakukan tindak pidana yang mana, jaksa penuntut umum telah mengajukan tuntutan pidana tersebut di atas. 52 Penyusunan surat tuntutan oleh jaksa penuntut umum disesuaikan dengan dakwaan jaksa penuntut umum dengan melihat proses pembuktian dalam persidangan, yang disesuaikan pula dengan bentuk dakwaan yang digunakan oleh jaksa penuntut umum. 53 sebelum sampai pada tuntutannya didalam requisitoir itu biasanya penuntut umum menjelaskan satu demi satu tentang unsur-unsur tindak
51
Nikolas Simanjuntak, Acara Pidana Indonesia dalam Sirkus Hukum, (Ghalia, Jakarta,2009),
hal. 142. 52
Tambah Sembiring, Proses Pemeriksaan Perkara Pidana Di Pengadilan Negeri, (Medan: USU Press, 1993), hlm. 59. 53 elib.unikom.ac.id/download.php?id=142865, diakses Selasa, 16 Oktober 2012.
pidana yang ia dakwakan kepada terdakwa, dengan memberikan alasan tentang anggapannya tersebut. 54 ad.c. Keterangan Saksi keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang merupakan keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. 55 Keterangan saksi merupakan alat bukti seperti yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP huruf a. Sepanjang keterangan itu mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri ia lihat sendiri dan alami sendiri, dan harus disampaikan dalam sidang pengadilan dengan mengangkat sumpah. Keterangan saksi yang disampaikan di muka sidang pengadilan yang merupakan hasil pemikiran saja atau hasil rekaan yang diperoleh dari kesaksian orang lain tidak dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah. Kesaksian semacam ini dalam hukum acara pidana disebut dengan istilah de auditu testimonium. 56 Kesaksian de auditu dimungkinkan dapat terjadi di persidangan. Oleh karena itu hakim harus cermat jangan sampai kesaksian demikian itu menjadi pertimbangan dalam putusannya. Untuk itu sedini mungkin harus diambil langkah-langkah pencegahan. Yakni dengan bertanya langsung kepada saksi bahwa apakah yang dia terangkan itu merupakan suatu peristiwa pidana yang dia dengar, dia lihat dan dia alami sendiri. Apabila ternyata yang diterangkan itu 54
Tambah sembiring, Op. Cit., hlm. 60. Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoretis, Praktik, Dan Permasalahannya, (Bandung: PT. Alumni, 2007), hlm. 169. 56 SM. Amin, Hukum acara pengadilan negeri : pelajaran untuk mahasiswa pedoman untuk pengacara dan hakim, (Jakarta: Pradnya Paramita,1976), hal. 75. 55
suatu peristiwa pidana yang tidak dia lihat, tidak dia dengar, dan tidak di alaminya sendiri sebaiknya hakim membatalkan status kesaksiannya dan keterangannya tidak perlu lagi didengar untuk menghindarkan kesaksian de auditu. Keterangan saksi tampaknya menjadi pertimbangan utama dan selalu dipertimbangkan hakim dalam putusannya. Dari lima putusan hakim yang diteliti pada penulisan tesis ini semuanya mempertimbangkan keterangan saksi. Ad.d. Keterangan Terdakwa Berdasarkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP huruf e. keterangan terdakwa digolongkan sebagai alat bukti. Keterangan terdakwa adalah apa yang dinyatakan terdakwa di sidang tentang perbuatan yang dia lakukan atau yang dia ketahui sendiri atau yang dia alami sendiri, ini diatur dalam Pasal 189 KUHAP. 57 Dalam praktek keterangan terdakwa sering dinyatakan dalam bentuk pengakuan dan penolakan, baik sebagian maupun keseluruhan terhadap dakwaan penuntut umum dan keterangan yang disampaikan oleh para saksi. Keterangan terdakwa juga merupakan jawaban atas pertanyaan baik yang diajukan oleh penuntut umum, hakim maupun penasehat hukum. Keterangan terdakwa dapat meliputi keterangan yang berupa penolakan dan keterangan yang berupa pengakuan atas semua yang didakwakan kepadanya. Dengan demikian, keterangan terdakwa yang dinyatakan dalam bentuk penolakan atau penyangkalan sebagaimana sering dijumpai dalam praktek persidangan, boleh juga dinilai sebagai alat bukti. 58
57
Kuffal, Penerapan KUHAP Dalam Praktik Hukum, (Malang: UMM Press, 2008), hlm. 25. Agustina Wati Nainggolan, Op. Cit., hlm. 78.
58
Ad.e. Barang-barang Bukti Barang bukti adalah barang yang dipergunakan oleh terdakwa untuk melakukan suatu tindak pidana atau barang sebagai hasil dari suatu tindak pidana. 59 barang-barang ini disita oleh penyidik untuk dijadikan sebagai bukti dalam sidang pengadilan. Barang yang digunakan sebagai bukti yang diajukan dalam sidang pengadilan bertujuan untuk menguatkan keterangan saksi, keterangan ahli, dan keterangan terdakwa untuk membuktikan kesalahan terdakwa. 60 Barang-barang bukti yang dibicarakan di sini adalah semua benda yang dapat dikenakan penyitaan dan yang diajukan oleh penuntut umum di persidangan yang meliputi: 61 1. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga atau diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana. 2. Benda yang dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkan tindak pidana. 3. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana. 4. Benda khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana. 5. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana. Barang-barang bukti yang dimaksud di atas tidak termasuk dalam alat bukti karena menurut KUHAP menetapkan hanya lima macam alat bukti yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Walaupun barang bukti bukan sebagai alat bukti namun penuntut umum menyebutkan barang bukti itu didalam surat dakwaannya yang kemudian mengajukannya kepada hakim dalam pemeriksaan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi bahkan bila perlu hakim 59
Ansori Sabuan, dkk, Hukum Acara Pidana, (Bandung: Angkasa, 1990), hlm. 182. Jur Andi Hamzah, Terminologi Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 20. 61 Lihat Pasal 39 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. 60
membuktikannya dengan membacakannya atau memperlihatkan surat atau berita acara kepada terdakwa atau saksi dan selanjutnya minta keterangan seperlunya tentang hal itu. 62 Adanya barang bukti yang diperlihatkan pada persidangan akan menambah keyakinan hakim dalam menilai benar tidaknya perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa dan sudah barang tentu hakim akan lebih yakin apabila barang bukti itu dikenal dan diakui oleh terdakwa maupun para saksi. Ad.f. Pasal-Pasal dalam Undang-Undang Narkotika Hal yang sering terungkap di persidangan adalah pasal-pasal yang dikenakan untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Pasal-pasal ini bermula dan terlihat dalam surat dakwaan yang diformulasikan oleh penuntut umum sebagai ketentuan hukum narkotika yang dilanggar oleh terdakwa. Dalam persidangan, pasal-pasal dalam undang-undang narkotika itu selalu dihubungkan dengan perbuatan terdakwa. 63Penuntut umum dan hakim berusaha untuk membuktikan dan memeriksa melalui alat-alat bukti tentang apakah perbuatan terdakwa telah atau tidak memenuhi unsur-unsur yang dirumuskan dalam pasal undang-undang tentang narkotika. Apabila ternyata perbuatan terdakwa memenuhi unsur-unsur dari setiap pasal yang dilanggar, berarti terbuktilah menurut hukum kesalahan terdakwa melakukan perbuatan seperti dalam pasal yang didakwakan kepadanya. 64
62
Lihat Pasal 181 ayat (13) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/4748/1/09E01948.pdf, diakses September 2012. 64 Ibid. 63
Rabu,
12
Menurut Pasal 197 huruf e KUHAP salah satu yang harus dimuat dalam surat putusan pemidanaan adalah pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan. Pasal-pasal yang didakwakan oleh penuntut umum menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. Keseluruhan putusan hakim yang diteliti dalam penulisan tesis ini, memuat pertimbangan tentang pasal-pasal dalam undang-undang narkotika yang dilanggar oleh terdakwa. Tidak ada satu putusanpun yang mengabaikannya. Hal ini dikarenakan pada setiap dakwaan penuntut umum, pasti menyebutkan pasal-pasal yang dilanggar oleh terdakwa, yang berarti fakta tersebut terungkap di persidangan menjadi fakta hukum. 2. Pertimbangan non yuridis Di samping pertimbangan yang bersifat yuridis hakim dalam menjatuhkan putusan membuat pertimbangan yang bersifat non yuridis. Pertimbangan yuridis saja tidaklah cukup untuk menentukan nilai keadilan dalam pemidanaan anak dibawah umur, tanpa ditopang dengan pertimbangan non yuridis yang bersifat sosiologis, psikologis, kriminologis dan filosofis. 65 Pertimbangan non-yuridis oleh hakim dibutuhkan oleh karena itu, masalah tanggung jawab hukum yang dilakukan oleh anak dibawah umur tidaklah cukup kalau hanya didasarkan pada segi normatif, visi kerugiannya saja, tetapi faktor intern dan ekstern anak yang melatarbelakangi anak dalam melakukan kenakalan atau kejahatan juga harus ikut dipertimbangkan secara arif oleh hakim yang mengadili anak. Aspek sosiologis berguna untuk mengkaji latar 65
Bunadi Hidayat, Pemidanaan Anak Di Bawah Umur, (Bandung: PT. Alumni, 2009), hlm.
93.
belakang social mengapa seorang anak melakukan suatu tindak pidana, aspek psikologis berguna untuk mengkaji kondisi psikologis anak pada saat anak melakukan suatu tindak pidana dan setelah menjalani pidana sedangkan aspek kriminologi diperlukan untuk mengkaji sebab-sebab seorang anak melakukan tindak pidana dan bagaimana sikap serta prilaku anak yang melakukan tindak pidana, dengan demikian hakim diharapkan dapat memberikan putusan yang adil sesuai dengan kebutuhan anak. 66 Masalah perilaku, kejiwaan dan kondisi sosial seseorang sangatlah sulit diukur secara eksak dan diselesaikan secara zakelijk. Untuk itu, sebagai profil hukum pidana anak yang arif harus mampu mengadakan pendekatan sosial (sosiological approach) yang sesuai terhadap anak yang telah melakukan tindak pidana untuk mengetahui kondisi anak yang sebenarnya, misalnya: kelabilan jiwanya, tingkat pendidikan, sosial ekonominya, sosial budayanya di rumah, di sekolah, dan di masyarakat. Langkah ini perlu diambil agar hakim dapat membuat keputusan yang sesuai, tidak merugikan perkembangan jiwa dan masa depan anak. 67 Jika hakim dalam putusannya hanya mendasarkan pada pertimbangan yuridis saja dapat menyebabkan kerugian terhadap kehidupan anak, 68 tetapi juga tindakan hakim itu
66
http://aweygaul.wordpress.com/2012/06/10/efektifitas-pidana-penjara-bagi-pelaku-tindakpidana-anak/, diakses Sabtu, 30 Juni 2012. 67 Bunadi Hidayat, Op.Cit., hlm. 94. 68 Hakim dalam memberikan pertimbangan terhadap anak, berupa pertimbangan yuridis saja berarti hakim hanya memandang dari segi normatif saja. Satjipto Rahardjo dalam sebuah diskusi mengemukakan bahwa, hakim tidak boleh hanya berlindung di belakang undang-undang, ia harus tampil dalam totalitas termasuk dengan nurani. Hukum, undang-undang hanya kertas dengan tulisan umum dan abstrak. Di tangan para hakim, ia menjadi keadilan yang hidup. Pemidanaan terhadap anak
dapat disebut sebagai stigmatic maker's decision for children (pembuat stigma keputusan untuk anak-anak). 69 Sejak adanya sangkaan atau diadakan penyidikan sampai diputuskan pidananya dan menjalani putusan tersebut, anak harus didampingi oleh petugas sosial yang membuat Case Study tentang anak dalam sidang. Pembuatan laporan sosial yang dilakukan oleh sosial worker ini merupakan yang terpenting dalam sidang anak, yang sudah berjalan ialah pembuatan Case Study oleh petugas Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak. 70 Peran BAPAS yang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarkatan (PK) juga dapat ditemukan pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Bab IV Pasal 34 ayat 1 yang menyatakan bahwa Pembimbing Kemasyarakatan bertugas: a. Membantu memperlancar tugas penyidik, penuntut umum dan Hakim dalam perkara anak nakal, baik didalam maupun di luar siding anak dengan membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan (LITMAS). b. Membimbing, membantu dan mengurus anak nakal berdasarkan putusan pengadilan yang menjatuhi pidana bersyarat, pidana pengawasan, pidana denda diserahkan kepada Negara dan harus mengikuti latihan kerja atau yang memperoleh pembebasan bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan.
tidak cukup didasarkan pada pertimbangan yuridis, tetapi lebih bijaksana apabila didasarkan pada pertimbangan non yuridis, seperti pertumbuhan fisik, mental dan spiritual anak. 69 Op.Cit. 70 Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), hlm.45.
Adapun yang tercantum dalam case study ialah gambaran keadaan si anak, berupa: 71 a. Masalah sosialnya; b. Kepribadiannya; c. Latar belakang kehidupannya, misalnya: 1) Riwayat sejak kecil; 2) Pergaulannya diluar dan di dalam rumah; 3) Keadaan rumah tangga si anak; 4) Hubungan antara bapak, ibu dan si anak; 5) Latar belakang saat dilakukannya tindak pidana tersebut. Laporan hasil penelitian kemasyarakatan tersebut sebagai salah satu bahan pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara anak. Dalam Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan. Bunyi Pasal 52 ayat (2), yaitu: “Putusan
sebagaiman
yang
dimaksud
dengan
ayat
(1)
wajib
mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan” Hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan tersebut karena dalam menetukan sanksi yang akan dijatuhkan kepada anak nakal, hakim mempunyai pilihan antara lain menjatuhkan sanksi (Pasal 23) atau mengambil tindakan (Pasal 24).Secara teoritis pilihan-pilihan sanksi yang dapat dijatuhakan kepada anak adalah untuk mengambil keputusan yang terbaik untuk anak. Anak yang berkonflik dengan hukum secara sosiologis tidak dapat dinyatakan salah sendiri
71
Ibid, hlm. 46.
karena ia belum menyadari akibat dari tindakannya dan belum dapat memilih mana tindakan yang baik dan mana tindakan yang tidak baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. 72 Pelanggaran pidana oleh anak lebih merupakan kegagalan proses sosialisasi dan lemahnya pengendalian sosial terhadap anak. Oleh karena itu keputusan hakim dalam perkara anak harus mempertimbangkan keadaan anak yang sesungguhnya atau realitas sosial anak tersebut, bukan hanya melihat aspek pidananya saja. 73 Meskipun
Hakim
wajib
mempertimbangkan
Laporan
Penelitian
Kemasyarakatan, namun dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tidak menjelaskan alasan Laporan pembimbing Kemasyarakatan ini diwajibkan untuk dipertimbangkan Hakim dalam mengambil keputusannya. Hakim tidak terikat penuh pada laporan penelitian tersebut, hanya merupakan bahan pertimbangan bagi Hakim untuk mengetahui latar belakang anak melakukan kenakalan. Hakim pengadilan dalam mengambil keputusan lebih terfokus pada hasil pemeriksaan di depan sidang pengadilan. Akan tetapi, pada Pasal 60 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menggantikan Udang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak menjelaskan bahwa hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan apabila laporan penelitian
72
http://bangopick.wordpress.com/2008/02/09/peranan-bapas-dalam-perkara-anak/, Sabtu, 11 Agustus 2012. 73 Ibid.
diakses
kemasyarakatan tidak dipertimbangan dalam putusan hakim, putusan batal demi hukum. 74 Hakim yang menangani perkara pidana anak sedapat mungkin mengambil tindakan yang tidak memisahkan anak dari orangtuanya, atas pertimbangan bahwa rumah yang jelek lebih baik dari Lembaga Pemasyarakatan Anak yang baik (a bad home is better than a good institution/prison). Hakim seyogianya benar-benar teliti dan mengetahui segala latar belakang anak sebelum sidang dilakukan. Dalam mengambil putusan, hakim harus benar-benar memperhatikan kedewasaan emosional, mental, dan intelektual anak. Dihindarkan putusan hakim yang mengakibatkan penderitaan batin seumur hidup atau dendam pada anak, atas kesadaran bahwa putusan hakim bermotif perlindungan. 75 3. Pertimbangan yang memberatkan dan meringankan Penjatuhan pidana terhadap anak pelaku tindak pidana pengguna narkotika di Pengadilan Negeri Medan yang dilakukan oleh hakim memuat hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hal ini memang sudah ditentukan dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP yang menyebutkan putusan pemidanaan memuat keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa. a. Hal-hal yang Memberatkan Pidana dalam KUHP
74
Lihat Pasal 60 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 75 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2008), hlm.120.
KUHP hanya mengatur hal-hal yang dijadikan alasan memberatkan pidana, yaitu sedang memangku suatu jabatan (Pasal 52 KUHP), recidive atau pengulangan, dan Gabungan atau samenloop (Titel 6 Buku 1 KUHP). 1) Jabatan Pemberatan karena jabatan ditentukan dalam Pasal 52 KUHP yang rumusannya sebagai berikut: “ bilamana seseorang pejabat karena melakukan tindakan pidana, melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya atau pada waktu melakukan tindak pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya dapat ditambah sepertiganya.” Dasar pemberatan pidana tersebut dalam Pasal 52 KUHP adalah terletak pada keadaan jabatan dari kualitas si pembuat (pejabat atau pegawai negeri) mengenai 4 (empat) hal, ialah: 76 a) Melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya. Dalam hal ini yang dilanggar oleh pegawai negeri dalam melakukan tindak pidana itu adalah kewajiban khusus dari jabatan dan bukan kewajiban umum. Suatu jabatan public yang dipangku oleh seorang pegawai negeri terdapat satu kewajiban khusus yang merupakan suatu kewajiban yang berhubungan erat dengan tugas pekerjaan tertentu dari suatu jabatan. b) Melakukan tindak pidana dengan menggunakan kekuasaan dari jabatnnya. Suatu jabatan, in casu jabatan public di samping membebankan kewajiban khususnya dari kewajiban umum dari jabatannya, juga memiliki status kekuasaan jabatan, suatu kekuasaan yang melekat yang timbul dari jabatan yang dipangku. Kekuasaan yang dimilikinya ini dapat disalahgunakan pemangkunya untuk melakukan suatu kejahatan tertentu yang berhubungan dengan kekuasaan itu. c) Menggubakan kesempatan karena jabatannya. Pegawai negeri dalam melaksanakan tugas pekerjaannya berdasarkan hak dan kewajiban jabatan yang dipangkunya, manakala memiliki suatu waktu (timing) yang tepat untuk melakukan perbuatan yang melanggar undang76
Marlina,Hukum Penitensier, Op.Cit., hlm. 150.
undang, apabila kesempatan ini disalahgunakan untuk melakukan tindak pidana itu, maka ia dipidana dengan dapat diperberat 1/3 nya dari ancaman pidana maksimum yang ditentukan dalam pidana yang dilakukannya tersebut. d) Menggunakan sarana yang diberikan karena jabatannya. Seorang pegawai negeri dalam menjalankan kewajiban dan tugas jabatannya diberikan sarana-sarana tertentu, dan sarana mana dapat digunakan untuk melakukan tindak pidana tertentu. Di sini dapat diartikan menyalahgunakan sarana dari jabatannya untuk melakukan suatu tindak pidana. 77 2) Pengulangan (Recidive) Pengulangan tindak pidana dalam KUHP tidak diatur secara umum dalam “Aturan Umum” Buku I, tetapi diatur secara khusus untuk sekelompok tindak pidana tertentu baik yang berupa kejahatan didalam Buku II maupun yang berupa pelanggaran didalam Buku III. Disamping itu KUHP juga mensyaratkan tenggang waktu pengulangan yang tertentu. Dengan demikian KUHP menganut sistem Recidive Khusus artinya pemberatan pidana hanya dikenakan pada pengulangan jenis-jenis tindak pidana (kejahatan/pelanggaran) tertentu saja dan yang dilakukan dalam tenggang waktu tertentu. 78 Seseorang yang sering melakukan perbuatan pidana dan karena dengan perbuatan-perbuatannya itu telah dijatuhi pidana bahkan telah sering dijatuhi pidana disebut recidivist. Istilah residive itu menunjuk kepada orang yang melakukan pengulangan perbuatan pidana.
77
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26173/3/Chapter%20II.pdf, diakses 24 Februari 2012. 78 http://www.blogger.com/feeds/5318635580496833874/posts/default, diakses 24 Februari 2012.
Menurut doktrin yang menganut ajaran recidive dilihat dari sudut sifat pemberatan pidana, itu dapat digolongkan sebagai berikut: 79 a) General recidive atau recidive umum, yaitu apabila seseorang melakukan kejahatan dan kejahatan tersebut telah dijatuhi pidana, maka apabila setelah bebas menjalani pidananya, kemudian ia melakukan kejahatan lagi yang dapat merupakan bentuk kejahatan, semacam apa pun. b) Speciale recidive atau recidive khusus, yaitu apabila seseorang melakukan kejahatan dan terhadap kejahatan itu telah dijatuhi pidana ileh hakim, kemudian pelaku melakukan kejahatan yang sama atau sejenis. c) Tuksen stelsel, yaitu apabila seseorang melakukan kejahatan, misalnya pencurian, setelah diputus dengan dijatuhi pidana dan bebas menjalani pidananya, pelaku mengulangi perbuatan pidana, yang merupakan golongan tertentu menurut undang-undang, misalnya penggelapan atau penipuan.
3) Penggabungan (Concursus) Gabungan melakukan tindak pidana sering diistilahkan dengan concursus atau samenloop. Samenloop adalah satu orang melakukan satu perbuatan pidana. satu satu orang melakukan beberapa perbuatan kejahatan dan atau pelanggaran dan bbeberapa delik itu belum dijatuhi hukuman dan keputusan hakim dan beberapa delik itu akan diadili sekaligus. Titel 6 Buku I mengatur tentang gabungan atau samenloop atau keebalikan dari deelneming (turut serta). gabungan (samenloop) adalah orang yang melakukan beberapa peristiwa pidana. 80 b. Hal-hal yang memberatkan pada Putusan Pengadilan Hal-hal yang memberatkan yang dipertimbangkan oleh hakim untuk menjatuhkan pidana dari lima putusan yang diteliti dalam penulisan tesis ini. Terhadap anak pelaku tindak pidana pengguna narkotika, yaitu: 79
Marlina, Op.Cit., hlm. 150. E. Utrecht, Hukum Pidana II, (Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1994), hlm. 137.
80
1) Meresahkan mayarakat 1 (satu) dari 5 (lima) putusan yang diteliti dalam penulisan tesis ini memuat hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat, yaitu terdapat pada putusan dengan nomor register 357/Pid.B/2010/PN.Mdn. 2) Bertentangan dengan program pemerintah memberantas narkotika Pada 4 (empat) Putusan Pengadilan yang memberatkan terdakwa adalah perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah untuk memeberantas narkotika,
yaitu:
Perkara
2.513/Pid.B/2010/PN.Mdn,
Nomor Nomor
2.278/Pid.B/2010/PN.Mdn,
Nomor
827/Pid.B/2011/PN.Mdn,
Nomor
1.101/Pid.B/2011. c. Hal-hal yang meringankan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) alasan-alasan yang meringankan pidana adalah: 1) Percobaan (Pasal 53 ayat (2 dan 3). 2) Membantu atau medeplichgqheid (Pasal 57 ayat (1 dan 2)). 3) Belum dewasa atau minderjarigheid (Pasal 47). Menurut J. E. Sahetapy, hal-hal meringankan dalam persidangan adalah: 81 1) Sikap correct dan hormat terdakwa terhadap pengadilan, dan pengakuan terus terang sehingga memperlancar jalannya persidangan. 2) Pada kejahatannya tersebut tidak ada motif yang berhubungan dengan latar belakang publik. 3) Dalam persidangan, terdakwa telah menyatakan penyesalan atas perbuatannya 81
J. E. Sahetapy, Ancaman Pidana Mati Terhadap Pembunuhan Berencana, (Malang: Setara Press, 2009), hlm. 302.
4) Terdakwa tidak terbukti ikut usaha percobaan beberapa oknum yang akan dengan kekerasan melarikan diri dari penjara. 5) Terdakwa belum pernah dihukum tersangkut perkara kriminal. Pada 5 (lima) putusan hakim terhadap anak pelaku tindak pidana pengguna narkotika hal-hal yang meringankan adalah sebagai berikut: 1) Belum pernah dihukum. 2) Menyesali perbuatannya. 3) Mengakui perbuatannya. 4) Usia Muda. 5) Bersikap sopan di pengadilan.
B. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap anak pelaku tindak pidana narkotika Pengadilan Negeri Medan 1. Putusan Pengadilan a. Putusan Nomor 357/Pid.B/2010/PN.Mdn 1) Menimbang bahwa Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutan pidana terhadap terdakwa pada pokoknya sebagai berikut: a) Terdakwa I Masriza Fitrano, Terdakwa II Agus Sofyan dan Terdakwa III Alin Mukdin Mekis terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “penyalahgunaan narkotika Golongan I bagi diri sendiri secara bersama-sama” melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika jo Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Tentang Narkotika dalam dakwaan kedua. b) Menghukum Terdakwa I Masriza Fitrano, Terdakwa II Agus Sofyan dan Terdakwa III Alin Mukdin Mekis dengan pidana penjara masingmasing selama 10 (sepuluh) bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan. c) Menetapkan Barang bukti berupa 1 (satu) tumpukan kecil terdiri dari daun biji dan batang diduga ganja dan 1 (satu) batang puntungan rokok Ten Mild berlapis kertas tiktak diduga bercampur ganja seberat 1,10 (satu koma sepuluh) gram dirampas untuk dimusnahkan. d) Menghukum Terdakwa I Masriza Fitrano, Terdakwa II Agus Sofyan dan Terdakwa III Alin Mukdin Mekis membayar biaya perkara sebesar Rp. 1000,- (seribu rupiah). 2) Menimbang, bahwa atas tuntutan pidana tersebut para terdakwa telah mengajukan permohonan yang pada pokoknya mohon agar dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya; 3) Menimbang bahwa para terdakwa didakwa Jaksa Penuntut Umum berdasarkan surat dakwaan tanggal 28 Januari 2010 No. Reg. Perkara : PDM: 187/ Ep.2/01/2010 yang bunyinya sebagai berikut: a) Bahwa benar para terdakwa melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
4) Menimbang bahwa untuk menguatkan dakwaan tersebut, Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan saksi, yaitu: a) Zulkarnain. b) Roto Agustono. c) Roky Sirait. Saksi tersebut memberikan keterangan dibawah sumpah yang pada pokoknya sama dengan keterangan dalam Berita Acara yang dibuat oleh Penyidik; 5) Menimbang, bahwa para terdakwa dipersidangan telah memberikan keterangan yang pada pokoknya sama dengan keterangan dalam Berita Acara yang dibuat oleh Penyidik; 6) Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi dan keterangan para terdakwa dihubungkan dengan barang bukti, hakim berpendapat bahwa para terdakwa telah melakukan perbuatan yang memenuhi semua unsur dari Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Jo. Pasal 55 (1) ke-1 KUHP. 7) Menimbang bahwa oleh karena itu para terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, oleh karenanya harus dijatuhi pidana sebagaimana disebutkan dalam amar putusan ini. 8) Menimbang, bahwa hakim dalam persidangan tidak menemukan alasan pemaaf
atau
alasan
pembenar
dan
para
terdakwa
dapat
dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukan, karena itu terdakwa harus dijatuhi pidana; 9) Menimbang, bahwa karena terdakwa berada dalam tahanan, maka masa penahanan yang telah dijalani para terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan dan memerintahkan pula agar terdakwa tetap berada dalam tahanan. 10) Menimbang, bahwa mengenai barang bukti yang diajukan oleh Jaksa Penutut Umum dipersidangan akan ditetapkan dalam amar putusan ini. 11) Menimbang, bahwa oleh karena para terdakwa dinyatakan bersalah, maka para terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara ini. 12) Menimbang, bahwa sebelum para terdakwa dijatuhi pidana perlu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan: Hal-hal yang memberatkan: a) Perbuatan para terdakwa dapat meresahkan masyarakat; b) Perbuatan para terdakwa menghambat program pemerintah dalam memberantas narkotika. Hal-hal yang meringankan: a) Para terdakwa mengaku terus terang dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya dan menyesal. 13) Menimbang, bahwa dengan mempertimbangkan segala sesuatu yang termuat dalam berita acara persidangan ini dianggap merupakan bagian yang tidak terlepas dari putusan ini.
b. Putusan Nomor 2.278/Pid.B/2010/PN.Mdn 1) Menimbang bahwa Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutan pidana terhadap terdakwa pada pokoknya sebagai berikut: a) Menyatakan Hilman Bahari Pranata Ginting terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “secara tanpa hak dan melawan hukum menggunakan narkotika Golongan I bagi diri sendiri” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika b) Menghukum terdakwa Hilman Bahari Pranata Ginting selama 9 (sembilan) bulan dikurangi selama masa tahanan. c) Menetapkan Barang bukti berupa 1 (satu) bungkus plastik klip kecil berisikan Narkotika jenis shabu-shabu seberat 0.3 (nol koma tiga) gram dirampas untuk dimusnahkan. d) Menetapkan agar terdakwa Hilman Bahari Pranata Ginting membayar biaya perkara sebesar Rp. 1000,- (seribu rupiah). 2) Menimbang, bahwa atas tuntutan pidana tersebut terdakwa telah mengajukan permohonan yang pada pokoknya mohon agar dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya; 3) Menimbang bahwa terdakwa didakwa Jaksa Penuntut Umum berdasarkan surat dakwaan tanggal 14 Juli 2010 No. Reg. Perkara : PDM: 1124/ Ep.2//Mdn/07/2010 yang bunyinya sebagai berikut:
a) Bahwa benar terdakwa melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum. 4) Menimbang bahwa untuk menguatkan dakwaan tersebut, Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan saksi-saksi, yaitu: a) Suherman. b) Heryadi. Saksi-saksi tersebut memberikan keterangan dibawah sumpah yang pada pokoknya sama dengan keterangan dalam Berita Acara yang dibuat oleh Penyidik; 5) Menimbang,
bahwa
terdakwa
dipersidangan
telah
memberikan
keterangan yang pada pokoknya sama dengan keterangan dalam Berita Acara yang dibuat oleh Penyidik; 6) Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa dihubungkan dengan barang bukti, hakim berpendapat bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang memenuhi semua unsur dari Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009; 7) Menimbang bahwa oleh karena itu terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, oleh karenanya harus dijatuhi pidana sebagaimana disebutkan dalam amar putusan ini. 8) Menimbang, bahwa hakim dalam persidangan tidak menemukan alasan pemaaf atau alasan pembenar dan terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukan, karena itu terdakwa harus dijatuhi pidana;
9) Menimbang, bahwa karena terdakwa berada dalam tahanan, maka masa penahanan yang telah dijalani para terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan dan memerintahkan pula agar terdakwa tetap berada dalam tahanan. 10) Menimbang, bahwa mengenai barang bukti yang diajukan oleh Jaksa Penutut Umum dipersidangan akan ditetapkan dalam amar putusan ini. 11) Menimbang bahwa oleh karena para terdakwa dinyatakan bersalah, maka terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara ini. 12) Menimbang, bahwa sebelum terdakwa dijatuhi pidana perlu pertimbangan hal-hal yang memberatkan dan meringankan; Hal yang memberatkan: a) Bahwa perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas peredaran narkotika. Hal yang meringankan a) Terdakwa
mengakui
perbuatannya
secara
terus
terang
dan
menyesalinya. 13) Menimbang, bahwa dengan mempertimbangkan segala sesuatu yang termuat dalam berita acara persidangan ini dianggap merupakan bagian yang tidak terlepas dari putusan ini.
c. Putusan Nomor 2.513/Pid.B/2010/PN.Mdn
1) Menimbang bahwa Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutan pidana terhadap terdakwa pada pokoknya sebagai berikut: a) Menyatakan terdakwa Hamdani als Budiarto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “penyalahgunaan narkotika Golongan I bagi diri sendiri” sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. b) Menghukum terdakwa Hamdani als Budiarto selama 10 (sepuluh) bulan dikurangi selama masa tahanan. c) Menetapkan Barang bukti berupa 1 (satu) puntung yang bercampur ganja yang telah dibakar, dirampas untuk dimusnahkan. d) Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 1000’, (seribu rupiah). 2) Menimbang, bahwa atas tuntutan pidana tersebut terdakwa telah mengajukan permohonan yang pada pokoknya mohon agar dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya; 3) Menimbang bahwa terdakwa didakwa Jaksa Penuntut Umum berdasarkan surat dakwaan tanggal 5 Agustus 2010 No. Reg. Perkara : PDM: 503/RP.9/Ep.1/08/2010 yang bunyinya sebagai berikut: a) Bahwa benar para terdakwa melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
4) Menimbang bahwa untuk menguatkan dakwaan tersebut, Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan saksi-saksi, yaitu: a) F. Sitanggang. b) M. Yahya. c) Azmi Kurnia. d) A. Butar-Butar. Saksi-saksi tersebut memberikan keterangan dibawah sumpah yang pada pokoknya sama dengan keterangan dalam Berita Acara yang dibuat oleh Penyidik; 5) Menimbang,
bahwa
terdakwa
dipersidangan
telah
memberikan
keterangan yang pada pokoknya sama dengan keterangan dalam Berita Acara yang dibuat oleh Penyidik; 6) Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa dihubungkan dengan barang bukti, hakim berpendapat bahwa para terdakwa telah melakukan perbuatan yang memenuhi semua unsur dari Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. 7) Menimbang bahwa oleh karena itu terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, oleh karenanya harus dijatuhi pidana sebagaimana disebutkan dalam amar putusan ini.
8) Menimbang, bahwa hakim dalam persidangan tidak menemukan alasan pemaaf atau alasan pembenar dan terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukan, karena itu terdakwa harus dijatuhi pidana; 9) Menimbang, bahwa karena terdakwa berada dalam tahanan, maka masa penahanan yang telah dijalani para terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan dan memerintahkan pula agar terdakwa tetap berada dalam tahanan. 10) Menimbang, bahwa mengenai barang bukti yang diajukan oleh Jaksa Penutut Umum dipersidangan akan ditetapkan dalam amar putusan ini. 11) Menimbang bahwa oleh karena para terdakwa dinyatakan bersalah, maka terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara ini. 12) Menimbang, bahwa sebelum terdakwa dijatuhi pidana perlu pertimbangan hal-hal yang memberatkan dan meringankan; Hal yang memberatkan: a) Perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas peredaran narkotika. Hal yang meringankan a) Terdakwa masih anak-anak; b) Terdakwa mengakui perbuatannya secara terus terang dan tidak mempersulit persidangan.
13) Menimbang, bahwa dengan mempertimbangkan segala sesuatu yang termuat dalam berita acara persidangan ini dianggap merupakan bagian yang tidak terlepas dari putusan ini.
d. Putusan Nomor 827/Pid.B/2011/PN.Mdn 1) Setelah mendengar
pembacaan tuntutan pidana dari Penuntut Umum
tertanggal 13 April 2011 yang pada pokoknya adalah sebagai berikut: a) Menyatakan terdakwa Terdakwa I Rudi Hartono Nainggolangan dan terdakwa II Agung Prabowo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “penyalahgunaan narkotika Golongan I bagi diri sendiri turut serta” sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. b) Menghukum Terdakwa I Rudi Hartono Nainggolangan dan terdakwa II Agung Prabowo dengan pidana penjara masing-masing 4 (empat) tahun. c) Menetapkan penahanan yang dijalani para terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. d) Menetapkan agar terdakwa ditahan.
e) Menyatakan Barang bukti berupa ganja seberat 1,4 (satu koma empat) gram sisa hasil penelitian labkrim POLDA Sumatera Utara (dari 2 (dua) bungkus kecil yang disita) yang dikembalikan kepada penyidik untuk dijadikan barang bukti dalam perkara ini dirampas untuk dimusnahkan. f) Menetapkan agar para membayar biaya perkara masing-masing sebesar Rp. 1000,- (seribu rupiah). 2) Setelah mendengarkan pembelaan Penasehat Hukum terdakwa yang disampaikan dipersidangan pada tanggal 20 April 2011 yang pada pokoknya memohon: a) Menjatuhkan pidana bersyarat dalam sistem pemidanaan yang terdapat dalam Pasal 14 huruf a sampai dengan huruf f KUHP Jo Pasal 29 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak kepada terdakwa Agung Prabowo. b) Mengembalikan terdakwa Agung Prabowo kepada orang tuanya sesuai dengan ketentuan Pasal 24 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. c) Memulihkan hak-hak terdakwa dan atau setidaknya terdakwa menjalani pemidanaan rehabilitasi. d) Membebankan biaya perkara kepada Negara. e) Atau apabila majelis hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
3) Setelah memperhatikan replik dari penuntut umum serta secara lisan dan duplik dari penasihat hukum terdakwa, yang pada pokonya masingmasing pada pendiriannya semula. 4) Menimbang, bahwa para terdakwa diajukan ke persidangan dengan dakwaan Penuntut Umum pada tanggal 23 Maret 2011 No. Reg. Perkara : PDM: 467/Ep.2/Mdn/03/2011, sebagai berikut: KESATU: Bahwa mereka terdakwa yaitu Terdakwa I Rudi Hartono Nainggolan dan Terdakwa II Agung Prabowo pada hari jumat tanggal 11 Pebruari 2011 sekira pukul 13.00 Wib atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain didalam tahun 2011 bertempat dijalan Mesjid Taufik Medan atau setidaktidaknya disuatu tempat yang termasuk dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri
Medan,
terdakwa
–terdakwa
melakukan
percobaan
atau
pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana narkotika dan prekusor narkotika sebagaimana dimaksud dalam Padal 111 dan tanpa hak atau melawan
hukum
menanam,
memelihara,
memiliki,
menyimpan,
menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, perbuatan mana dilakukan terdakwa sebagai berikut: Pada hari jumat tanggal 11 Februari 2011 sekira pukul 13.00 Wib bertempat dijalan Mesjid Taufik Medan terdakwa I Rudi Hartono Nainggolangan baru pulang dari sekolah lalu terdakwa I memanggil terdakwa II Agung Prabowo dan terdakwa II menghampiri terdakwa I,
kemudian Rudi Hartono Nainggolangan mengajak
Agung Prabowo
menggunakan ganja sebelumnya kedua terdakwa membeli ganja terlebih dulu dimana terdakwa I mengatakan pada terdakwa II bahwa uangnya ada sebesar Rp.8.000,- (delapan ribu rupiah) kemudian meminta uang terdakwa II sebesar Rp.5.000,- (lima ribu rupiah) dan terdakwa II memberi uang Rp.5.000,- kepada terdakwa I, selanjutnya Terdakwa I dan Terdakwa II bersama-sama pergi membeli ganja kepada seseorang yang terdakwa-terdakwa tidak dikenal (dan dikenal oleh masyarakat adalah Bandar kecil ganja) lalu membeli ganja sebanyak 2 amp atau bungkus kecil dengan seharga Rp.13.000,- (tiga belas ribu rupiah) di Jl. Mesjid Taufik Kec. Medan Perjuangan. Setelah selesai membeli ganja lalu terdakwa I menggenggam bungkusan ganja tersebut dan berjalan bersama, terdakwa II dipinggir jalan. Pada saat terdakwa-terdakwa sedang berjalan tiba-tiba sebuah mobil berhenti disamping terdakwa-terdakwa lalu 3 orang lelaki petugas polisi berpakaian preman turun dari mobil kemudian mengatakan kepada terdakwa-terdakwa bahwa mereka adalah petugas dan mendapat informasi dari masyarakat bahwa terdakwaterdakwa baru saja membeli ganja kemudian petugas polisi tersebut mengatakan kepada terdakwa I supaya segera membuka bungkusan yang ada genggaman tangannya lalu terdakwa I membuka genggaman tangannya terus membuka kedua bungkusan adalah ganja yang yang terdiri dari daun, batang dan biji seberat 1,92 (satu koma Sembilan dua),
kemudian ketiga petugas piolisi tersebut menangkap terdakwa-terdakwa dan membawanya ke Polsekta Medan Timur. Barang bukti yang disita dari terdakwa-terdakwa adalah 2 bungkus ganja dengan berat bruto 1,92 (satu koma Sembilan dua) gram, kemudian diserahkan penyidik kepada ke laboratorium untuk penelitian, lalu petugas laboratorium melakukan penelitian dan setelah dilakukan penelitian maka dibuat Berita Acara Analisis Laboratorium dan hasilnya menerangkan bahwa barang bukti ganja dengan berat 1,92 (satu koma Sembilan puluh dua) gram, setelah dianalisis ternyata mengandung Metamfetamina dan terdaftar dalam golongan I nomor urut 8 pada Lampiran Undang-Undang. No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Perbuatan terdakwa-terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 111 ayat (1) Jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang. No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika. ATAU KEDUA: Bahwa mereka terdakwa yaitu Terdakwa I Rudi Hartono Nainggolan dan Terdakwa II Agung Prabowo pada hari jumat tanggal 11 Pebruari 2011 sekira pukul 13.00 Wib atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain didalam tahun 2011 bertempat dijalan Mesjid Taufik Medan atau setidaktidaknya disuatu tempat yang termasuk dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri Medan, terdakwa –terdakwa turut serta melakukan perbuatan
menyalahgunakan narkotika golongan I bagi diri sendiri, perbuatan mana dilakukan terdakwa dengan cara sebagaimana diuraikan sebelumnya. Sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 5) Menimbang, bahwa untuk membuktikan surat dakwaannya Penuntut Umum telah mengajukan beberapa orang saksi yang telah disumpah menurut keyakinan agamanya masing-masing pada pokoknya adalah sebagai berikut: a) Saksi Sudarso (1)Bahwa saksi adalah petugas Kepolisian Sektor Medan Timur (2)Bahwa saksi menangkap terdakwa oleh karena kami patroli, melihat terdakwa mencurigakan lalu kami pepet. (3)Bahwa terdakwa ditangkap pada tanggal 11 Februari 2011 sekitar pukul 15.00 Wib, tepat hari jumat di Jalan Taufik, Gang Saudara. (4)Bahwa saksi memepet terdakwa dengan menggunakan mobil dan menemukan 2 (dua) amplop ganja dari terdakwa. (5)Bahwa terdakwa membeli ganja itu untuk diisap, dan uang Rudi Hartono Nainggolan Rp.8.000,- dan Agung Prabowo Rp.5.000,- dan berjumlah Rp. 13.000,(6)Bahwa setelah uang tersebut terkumpul dibelikan ganja dua bungkus.
6) Menimbang bahwa terdakwa memberikan keterangan pada pokonya: a) Rudi Hartono Nainggolan (1)Terdakwa menerangkan bahwa pada hari Jumat tanggal 11 Februari 2011, sekitar pukul 15.00 Wib, bertempat di Jalan Mesjid Taufik, Kec. Medan Perjuangan, bersama saudara Agung Prabowo, ditangkap polisi karena memiliki 2 (dua) bungkus ganja. (2)Bahwa benar terdakwa sepulang sekolah memanggil Agung Prabowo, kemudian mengajak mengisap ganja dengan cara terlebih dahulu membeli secara patungan, terdakwa memiliki uang Rp. 8.000,- dan Agung Prabowo Rp. 5000,- digabung menjadi Rp. 13.000,-. (3)Bahwa setelah membeli ganja, dan mendapatkan dua bungkus kecil, tiba-tiba terdakwa disergap oleh polisi. Terdakwa ditangkap dan dibawa ke Polsek Medan Timur. (4)Bahwa benar terdakwa mengakui sebelumnya juga pernah menghisap ganja. b) Agung Prabowo (1)Terdakwa menerangkan bahwa pada hari Jumat tanggal 11 Februari 2011, sekitar pukul 15.00 Wib, bertempat di Jalan Mesjid Taufik, Kec. Medan Perjuangan, bersama saudara Rudi Hartono Nainggolan, ditangkap polisi karena memiliki 2 (dua) bungkus ganja.
(2)Bahwa benar sepulang sekolah terdakwa dipanggil Rudi Hartono Nainggolan, (3)kemudian mengajak mengisap ganja dengan cara terlebih dahulu membeli secara patungan, terdakwa memiliki uang Rp. 8.000,- dan Agung Prabowo Rp. 5000,- digabung menjadi Rp. 13.000,-. (4)Bahwa setelah membeli ganja, dan mendapatkan dua bungkus kecil, tiba-tiba terdakwa disergap oleh polisi. Terdakwa ditangkap dan dibawa ke Polsek Medan Timur. (5)Bahwa benar terdakwa mengakui sebelumnya juga pernah menghisap ganja. 7) Menimbang, bahwa dipersidangan telah diperhatikan barang bukti berupa: a) Hasil
Penelitian
Kemayarakatan
yang
dilakukan
oleh
Balai
Pemasyarakatan Klas I Medan tanggal 21 Februari 2011 atas nama terdakwa: Rudi Hartono Nainggolan dan Agung Prabowo, yang dilakukan oleh Restiana telah dibacakan dipersidangan. b) Berita Acara Pemeriksaan Laboratorium No. 742 /knf/II/201 tanggal 16 pebruari 2011 dan Hasil Laboratorium memeriksa urine atas nama Rudi Hartono Nainggolan dan Agung Prabowo mengandung positif Cannabinoid. c) 2 (dua) bungkus kecil ganja dengan berat 1,4 (satu koma empat) gram.
8) Menimbang, bahwa selanjutnya akan mempertimbangkan mengenai fakta hukum tersebut diatas yang selanjutnya akan dihubungkan dengan unsurunsur tindak pidana yang didakwakan terhadap diri terdakwa sejauhmana dapat dipertanggungjawabkan kepada terdakwa. 9) Menimbang, bahwa terdakwa diajukan kepersidangan dengan dakwaan alternatif, pertama melanggar 111 ayat (1) Jo. Pasal 132 ayat (1) UndangUndang. No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Kedua melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 10) Menimbang bahwa selanjtnya majelis hakim sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum bahwa berdasarkan fakta-fakta dipersidangan perbuatan terdakwa memenuhi unsur dakwaan alternatif kedua oleh karena itu akan dipertimbangkan alternatif kedua dari dakwaan Jaksa Penuntu Umum tersebut. 11) Menimbang bahwa unsur-unsur Pasal 127 ayat (1) huruf a UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP adalah: a) Unsur setiap penyalah guna Bahwa yang dimaksud dengan unsur setiap penyalah guna adalah orang sebagai subjek hukum yang menyalahgunakan narkotika/ganja dan kepadanya dapat perseorangan
dipertanggungjawabkan perbuatannya baik orang
maupun
korporasi.
Bahwa
terdakwa-terdakwa
dari
pengamatan
dipersidangan
secara
objektif
telah
menunjukkan
kemampuan mempunyai fisik dan psikis yang sehat, tidak terbukti adanya alasan pemaaf untuk dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum, dengan demikian unsur sebagai penyalahguna telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. b) Unsur secara bersama-sama menyalahgunakan narkotika golongan I (ganja) bagi diri sendiri. Bahwa terdakwa I Rudi Hartono Nainggolangan dan terdakwa II Agung Prabowo secara bersama-sama Pada hari jumat tanggal 11 Februari 2011 sekira pukul 13.00 Wib sepulang sekolah, bertempat dijalan Mesjid Taufik Kec. Medan Perjuangan Kodya Medan, secara patungan membeli narkotika jenis ganja 2 (dua) linting seberat 1,92 (satu koma Sembilan puluh dua) seharga Rp.13.000,- (tiga belas ribu rupiah). Bahwa tujuannya narkotika/ganja tersebut akan dijadikan rokok kemudian dihisap bersama antara kedua terdakwa. Selanjutnya pada saat kedua terdakwa telah membeli ganja tersebut, kedua terdakwa ditangkap oleh saksi Sudarso, Toner Siahaan dan Hv. Nababan yang merupakan petugas polisi dari polsek Medan Timur. Bahwa hasil penelitian Laboratorium No. Lab. : 742 /knf/II/201 tanggal 16 pebruari 2011 narkotika atau ganja yang dibawa oleh terdakwa tersebut mengandung cannaboid yang terdaftar dalam lampiran UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika nomor urut 8.
12) Menimbang bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur dari dakwaan alternatif kedua, dan oleh karena itu harus dipidana. 13) Menimbang bahwa hakim sependapat dengan penasihat hukum tentang pemidanaan terhadap yang masih dibawah umur atau anak-anak yaitu sesuai Pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, dan buku II Pedoman Tekhnis Administrasi dan Tekhnis Peradilan Umum dan Pidana Khusus yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Tahun 2007, halaman 86, bahwa penjatuhan pidana terhadap anak adalah paling lama setengah dari maksimum ancaman penjara bagi orang dewasa. 14) Menimbang, bahwa hakim tidak sependapat dengan penasihat hukum agar para terdakwa dijatuhi hukuman bersyarat sebagaimana tersebut dalam Pasal 14 huruf a sampai huruf f KUHP, tetapi tidak juga sependapat dengan tuntutan jaksa penuntut umum tentang lama pemidanaan yang tidak memperhatikan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. 15) Menimbang, bahwa tidak ada maksud hakim untuk mengadili dan mempidana anak-anak i.c para terdakwa ataupun mengekang kebebasan anak-anak i.c para terdakwa, oleh karena itu hakim sangat apresiatif terhadap saran-saran dari Balai Pemasayarakatan Klas I Medan yang telah melakukan Penelitian Kemasyarakatan.
16) Menimbang bahwa hakim menyatakan bahwa substansi peradilan tidak terletak pada apa yang dijatuhkan, akan tetapi ketertiban hukum masyarakat itulah yang menjadi tujuan akhir, mengungkapkan perbuatan terlarang bagi masyarakat merupakan tugas peradilan, untuk dijadikan pedoman bagi masyarakat dalam berbuat dan bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat. 17) Menimbang bahwa oleh karena para terdakwa dinyatakan bersalah, maka terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara ini. 18) Menimbang, bahwa sebelum terdakwa dijatuhi pidana perlu pertimbangan hal-hal yang memberatkan dan meringankan; Hal yang memberatkan: a) Bahwa perbuatan terdakwa tidak memperhatikan larangan pemerintah tentang penyalahgunaan narkotika atau ganja. Hal yang meringankan a) Belum pernah dihukum karena melakukan suatu tindak pidana. b) Terdakwa dipersidangan mengakui kesalahannya dan tidak akan mengulanginya. 19) Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal tersebut, maka pidana yang dijatuhkan dipandang cukup pantas dan memenuhi rasa keadilan. Menginagat
e. Putusan Nomor 1.101/Pid.B/2011/PN.Mdn
1) Menimbang bahwa Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutan pidana terhadap terdakwa pada pokoknya sebagai berikut: a) Menyatakan Terdakwa I Angelina Rosmawaty Manalu dan Terdakwa II Siti Aisyah bersalah melakukan tindak pidana “secara bersama-sama tanpa hak dan melawan hukum, penyalahgunaan narkotika Golongan I bagi diri sendiri” sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. b) Menjatuhkan
pidana
penjara
terhadap
Terdakwa
I
Angelina
Rosmawaty Manalu dan Terdakwa II Siti Aisyah dengan pidana penjara masing-masing 2 (dua) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan. c) Menyatakan Barang bukti berupa 1 (satu) buah plastik obat kecil yang berisi shabu-shabu dengan berat 0,2 (nol koma dua) dan 1 (satu) buah alat
untuk
menggunakan
narkotika
(bong)
dirampas
untuk
dimusnahkan. d) Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara masing-masing sebesar Rp. 1000,- (seribu rupiah). 2) Menimbang, bahwa terdakwa dalam persidangan telah mengaku bersalah melakukan
perbuatan
sebagaimana
didakwakan
kepadanya,
dan
pengakuannya tersebut disertai pula dengan keterangan yang cukup jelas,
kapan, dimana, dan bagaimana ia melakukan perbuatan-perbuatan tersebut; 3) Menimbang bahwa terdakwa didakwa Penuntut Umum berdasarkan surat dakwaan tertanggal 21 April 2011, No. Reg. Perkara : PDM: 622/ Ep.2/Mdn/04/2010, dimana terdakwa melanggar Pasal 127 (1) huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. 4) Menimbang, bahwa berdasarkan pada pengakuan terdakwa atas kesalahannya dihubungkan dengan keterangan saksi-saksi. Saksi I Mori Purba, saksi II S. SP. Hutabarat, saksi III Herry Cristian sebagaimana ternyata di dalam Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan, satu sama lain duhubungkan maka terdapat cukup bukti, bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan kepadanya; 5) Menimbang, bahwa Jaksa Penuntut Umum dalam surat tuntutannya pada akhirnya menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana sebagaiman dimaksud dalam Pasal 127 (1) huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika sedangkan dalam pembelaannya terdakwa mengaku bersalah dan hanya memohon keringanan terhadap pidana yang hendak dijatuhkan. 6) Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa didakwa dengan dakwaan alternatif maka majelis akan memilih dakwaan mana yang terbukti;
7) Menimbang bahwa berdasarkan pada perbuatan terdakwa yang terbukti tersebut bila dihubungkan dengan pasal-pasal yang didakwakan, maka majelis berpendapat: Bahwa uraian yuridis Penuntut Umum dalam tuntutannya sudah benar maka majelis ambil sebagai pertimbangan majelis. Bahwa perbuatan terdakwa yang terbukti tersebut telah memenuhi unsur-unsur pasal yang didakwakan kepadanya sebagaimana yang tersebut dalam dakwaan kedua dengan alasan sebagai berikut: Bahwa benar terdakwa telah melakukan penyalahgunaan narkotika dan karenanya terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang akan disebutkan dalam amar putusan ini; 8) Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa terbukti melakukan tindak pidana dan tidak ada alasan pembenar atau pemaaf, maka berdasarkan Pasal 127 (1) huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, terdakwa harus dijatuhi pidana dan memerintahkan terdakwa tetap dalam tahanan; 9) Menimbang bahwa Pasal 127 (1) huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika masa penahanan terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. 10) Menimbang bahwa oleh karena para terdakwa dinyatakan bersalah, maka terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara ini, yang besarnya sebagaiman tersebut dalam amar putusan ini;
11) Menimbang, bahwa sebelum terdakwa dijatuhi pidana perlu pertimbangan hal-hal yang memberatkan dan meringankan; Hal yang memberatkan: a) Bahwa perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas penyalahgunaan narkotika. Hal yang meringankan a) Terdakwa mengakui perbuatannya dan menyesalinya. b) Belum pernah dihukum karena melakukan suatu tindak pidana. c) Terdakwa masih anak-anak.
2. Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Pengadilan Negeri Medan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa pada lima kasus dalam penelitian tesis ini disusun secara alternatif. Surat dakwaan alternatif ialah surat dakwaan yang tindak pidananya masing-masing dirumuskan secara saling mengecualikan dan memberikan pilihan kepada pengadilan untuk menentukan dakwaan mana yang paling tepat untuk dipertanggungjawabkan oleh terdakwa sehubungan dengan tindak pidana. Biasanya dalam surat dakwaan ada kata “atau”. Dalam menyusun sebuah surat dakwaan, hal-hal yang harus diperhatikan adalah syarat-syarat formil dan materilnya. Jaksa Penuntut umum dalam kasus tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh terdakwa pada lima kasus yang diteliti ini memenuhi persyaratan, dimana
rumusan syarat formil telah terpenuhi dan rumusan syarat materil juga telah disusun dan menguraikan secara cermat dan jelas tentang uraian peristiwa pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa dalam melakukan tindak pidana narkotika. Tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa adalah tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Unsur dalam Pasal ini adalah: 1. Barang siapa Bahwa yang dimaksud dengan unsur setiap penyalahgunaan adalah sebagai subjek hukum yang menyalahgunakan narkotika/ganja. subyek tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pidana atas perbuatan yang dilakukannya (tidak termasuk kategori pasal 44 KUHP), yakni barang siapa mengerjakan suatu perbuatan, yang tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban kepadanya karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal tidak boleh dihukum. Terdakwa pada 5 (lima) kasus yang menjadi penelitian dalam penulisan tesis ini tertangkap tangan menggunakan narkotika golongan I baik yang berupa tanaman (ganja) dan bukan tanaman (shabu-shabu). Hal ini dikuatkan dengan keterangan saksi dan keterangan terdakwa sendiri, serta ditempat kejadian ditemukan barang bukti berupa ganja maupun shabu-shabu. 2. Secara tanpa hak dan melawan hukum menyalahgunakan narkotika golongan I bagi diri sendiri. Pembuktian unsur ke-2 (dua) dalam Delik menyalahgunakan Narkotika yaitu unsur tanpa hak atau melawan hukum, yang akan diawali dengan pembahasan
mengenai pengertian tanpa hak dan melawan hukum. Dalam ajaran ilmu hukum (doktrin), wederrechtelitjk dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu melawan hukum dalam arti formil dan melawan hukum dalam arti materiil. Tanpa hak pada umumnya merupakan bagian dari melawan hukum yaitu setiap perbuatan yang melanggar hukum tertulis (peraturan perundang-undangan) dan atau asas-asas hukum umum dari hukum tidak tertulis. Lebih khusus yang dimaksud dengan tanpa hak dalam kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah tanpa izin dan atau persetujuan dari pihak yang berwenang untuk itu, yaitu Menteri atas rekomendasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan atau pejabat lain yang berwenang berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan. 82 Walaupun tanpa hak pada umumnya merupakan bagian dari melawan hukum namun sebagaimana simpulan di atas yang dimaksud tanpa hak dalam kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 adalah tanpa izin dan atau persetujuan dari Menteri yang berarti elemen tanpa hak dalam unsur ini bersifat melawan hukum formil sedangkan elemen melawan hukum dapat berarti melawan hukum formil dan melawan hukum materiil. 83 Pada lima kasus yang telah diuraikan sebelumnya, berdasarkan keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa dan barang bukti maka unsur Secara tanpa hak dan melawan hukum menyalahgunakan narkotika golongan I bagi diri sendiri telah 82
http://catatansangpengadil.blogspot.com/2010/06/kerangka-pikir-pembuktian-unsur tanpa.html, diakses 11 Agustus 2012. 83 Ibid.
terpenuhi. Terdakwa pada lima kasus yang menjadi penelitian dalam penulisan tesis ini tertangkap tangan menggunakan narkotika golongan I baik yang berupa tanaman (ganja) dan bukan tanaman (shabu-shabu). Hal ini dikuatkan dengan keterangan saksi dan keterangan terdakwa sendiri, serta ditempat kejadian ditemukan barang bukti berupa ganja maupun shabu-shabu. Kedudukan pengguna/pecandu sebagai korban peredaran gelap narkotika dalam sistem penegakan hukum pidana melalui criminal justice system saat ini belum ditempatkan secara adil bahkan cenderung terlupakan, hal ini dapat dilihat dari beberapa vonis hakim yang menjatuhkan pemidanaan kepada korban peredaran gelap narkotika dimana vonis yang diperintahkan bukan merehabilitasi akan tetapi lebih cenderung menjatuhkan pidana penjara. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap anak pelaku tindak pidana pengguna narkotika lebih cenderung kepada pertimbangan yuridis. Dalam pertimbangan hakim tidak ada mengurai mengenai pertimbangan non yuridis, hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian kemasyarakatan. Dimana dalam laporan tersebut menguraikan mengenai latar belakang anak, kepribadiannya, serta latar belakang kehidupannya.Pada lima putusan pengadilan hanya satu putusan yang dalam pertimbangannya hakim meyebutkan mengenai penelitian kemasyarakatan. Proses penegakan hukum pidana penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang muaranya berupa putusan hakim dipengadilan sebagaimana terjadi saat ini, cenderung melupakan dan meninggalkan pandangan pengguna/pecandu
sebagai korban peredaran gelap narkotika terutama anak sebagai pelaku tindak pidana pengguna narkotika. Para pihak terkait antara lain jaksa penuntut umum dan hakim melalui alat bukti yang cenderung berfokuskan pada pembuktian atas tuduhan jaksa penuntut umum terhadap terdakwa. Proses peradilan lebih berkutat pada perbuatan terdakwa memenuhi rumusan pasal hukum pidana yang dilanggar atau tidak. Dalam proses seperti ini menunjukkan hukum acara pidana sebagai landasan beracara dengan tujuan untuk mencari kebenaran materiil sebagai kebenaran yang selengkaplengkapnya dan perlindungan hak asasi manusia tidak seluruhnya tercapai. Putusan hakim menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa pada lima kasus tersebut bukan merupakan hukuman rehabilitasi walaupun telah memenuhi beberapa syarat yang tercantum dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2010, walaupun terdakwa telah menunjukkan Surat Keterangan dan saksi ahli yang menerangkan bahwa terdakwa dalam tahap pengobatan di Klinik Ketergantungan Narkotika atau surat yang menyatakan bahwa terdakwa adalah seorang pencandu narkotika dalam keadaan ketergantungan. Terdakwa tetap dinyatakan bukan seorang pencandu yang harus direhabilitasi. Fakta diatas menunjukkan bahwa penyalahgunaan narkotika dapat dihukum pidana jika dalam proses persidangan walaupun dia dapat menunjukkan alat bukti yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan hakim sesuai dengan apa yang disyaratkan oleh SEMA Nomor 4 Tahun 2010, maka dapat dikatakan bahwa penghukuman pada penyalahgunaan ini masih sesuai dengan teori tujuan pemidanaan yaitu teori relatif.
Teori relatif ini melihat punishment sebagai sarana untuk mencegah atau mengurangi kejahatan. Menurut pandangan tersebut bahwa pemidanaan sebagai tindakan yang menyebabkan derita bagi si terpidana hanya dianggap sah apabila terbukti bahwa dijatuhkannya pidana penderitaan itu menimbulkan akibat lebih baik dari pada tidak dijatuhkannya pidana, khususnya dalam rangka menimbulkan efek pencegahan terhadap pihak-pihak terkait. 84 Tujuan menakuti atau deterrence dalam pemidanaan adalah untuk menimbulkan rasa takut melakukan kejahatan. 85 Pada putusan-putusan tersebut dapat menjauhkan tujuan dari adanya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang mengutamakan rehabilitasi bagi para penyalahgunaan narkotika baik bagi pengguna/pecandu narkotika. Jika terdakwa secara nyata (de facto) adalah seorang pengguna/pecandu dan dalam persidangan dia dapat memenuhi syarat yang diamanatkan dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2010 tersebut kemudian tetap dijatuhi sanksi pidana, oleh karena itu tidak akan menyelesaikan masalah. Karena seperti di ketahui bahwa kecanduan tidak akan sembuh dengan penjatuhan pidana, seorang pengguna/pecandu adalah orang yang sakit maka dia harus di obati. Seharusnya pemerintah bersama penegak hukum harus lebih arif untuk mengeluarkan sebuah aturan yang jelas dan tegas sehingga dapat mengkoordinir hal ini. Pada kasus ini yang menjadi terdakwa adalah anak yang masih berada dibawah umur dimana mereka merupakan korban dari maraknya peredaran narkotika,
84
Marlina, Hkukum Penitensier, Op.Cit., hlm.78 M. Sholehuddin, Op.Cit., hlm. 41
85
dimana seharusnya terdakwa selaku korban dari penyalahgunaan narkotika, mendapatkan perlindungan berupa rehabilitasi bukan sebaliknya mendapatkan hukuman penjara. Sebagai pemula tindakan rehabilitasi sejak dini akan sangat membantu terdakwa untuk mendapatkan hak kesehatan dan hak pendidikannya, dimana hukuman justru akan menghilangkan kesempatan para terdakwa untuk mendapat rehabilitasi.