BAB II PERSEPSI, PERGAULAN BEBAS DAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
A. Perspesi 1. Pengertian Persepsi Sejak individu dilahirkan, maka sejak itu pula individu secara langsung berhubungan dengan dunia luarnya. Mulai saat itu individu secara langsung menerima stimulus atau rangsangan dari luar di samping dari dalam dirinya sendiri. Ia mulai merasa kedinginan, sakit, senang dan sebagainya. Individu mengenal dunia luarnya dengan menggunakan alat indranya. Bagaimana individu dapat mengenali dirinya sendiri maupun keadaan sekitarnya. Hal ini berkaitan dengan persepsi (perception). Melalui stimulus yang diterimanya, individu akan mengalami persepsi. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh pengindraan, yaitu merupakan suatu proses yang berwujud yang diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya. Namun proses itu tidak berhenti sampai di situ saja, melainkan stimulus itu diteruskan ke pusat susunan syaraf, yaitu otak dan terjadilah proses psikologis, sehingga individu menyadari apa yang ia lihat, apa yang ia dengar dan sebagainya. Dengan kata lain, individu tersebut mengalami persepsi. Karena proses penginderaan akan selalu terjadi setiap saat pada waktu individu menerima stimulus melalui
16
17 alat indera-indera melalui reseptornya. Karena alat indera merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya (Walgito, 1989: 53). Stimulus yang diindera oleh individu diorganisasikan kemudian diinterpretasikan, sehingga individu menyadari, mengerti apa yang diindera itu. Inilah yang menurut Davidoftf sebagaimana dikutip oleh Walgito (1989: 53) disebut persepsi. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwa persepsi merupakan keadaan yang integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya, karena persepsi merupakan keadaan yang integrated dari yang bersangkutan, maka apa yang ada dalam diri individu, pengalamanpengalaman individu akan ikut aktif dalam persepsi individu. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarlito Wirawan Sarwono (1996: 39) yang mengatakan, bahwa persepsi adalah kemampuan untuk membeda-bedakan, mengelompokkan,
memfokuskan
atau
kemampuan
untuk
mengorganisasikan pengamatan. Dari definisi di atas dapat diambil pengertian, bahwa persepsi adalah aktivitas yang terintegrasi yang mencakup perasaan, pengalaman, kemampuan berfikir individu terhadap suatu hal yang dipersepsikan.
2. Syarat dan Proses Terjadinya Persepsi Agar individu dapat menyadari dan mengadakan persepsi, maka harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
18 a. Adanya objek yang dipersepsikan Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar langsung mengenai alat indera (reseptor), dapat datang dari dalam yang langsung mengenai syaraf penerimaan (sensoris) yang bekerja sebagai reseptor. b. Alat indera atau reseptor Alat indera atau reseptor adalah merupakan alat untuk menerima stimulus. Di samping itu, harus ada pula syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran dan sebagai alat untuk mengadakan respons yang diperlukan syaraf motoris. c. Menyadari pentingkan perhatian Untuk menyadari atau mengadakan persepsi sesuatu diperlukan pula adanya perhatian. Perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi. Tanpa perhatian tidak akan terjadi persepsi. Dari hal tersebut di atas dapat disimpulkan, bahwa untuk mengadakan persepsi harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1) Fisik atau kealaman 2) Fisiologis 3) Psikologis Sehubungan dengan syarat-syarat di atas, maka proses terjadinya persepsi adalah sebagai berikut:
19 a. Diawali dengan objek yang menimbulkan persepsi dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Proses ini dinamakan proses kealaman (fisik). b. Stimulus yang diterima oleh alat indera dilanjutkan oleh syaraf sensoris ke otak. Proses ini dinamakan proses fisiologis. c. Kemudian terjadilah suatu proses ke otak, sehingga individu dapat menyadari apa yang ia terima dengan reseptor itu, sebagai suatu akibat dari stimulus yang diterimanya. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat kesadaran itulah yang dinamakan proses psikologis. Dengan taraf terakhir dari proses persepsi adalah individu menyadari tentang apa yang diterima melalui alat indera atau reseptor. Proses persepsi psikologis adalah proses terakhir dari persepsi dan merupakan persepsi yang sebenarnya. Respons sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu dalam berbagai macam bentuk. Keadan menunjukkan, bahwa individu tidak hanya dikenal satu stimulus saja, melainkan individu dikenal berbagai macama stimulus yang ditimbulkan oleh keadaan sekitar, tetapi tidak semua stimulus itu mendapatkan respon individu. Secara skematis proses terjadinya persepsi dapat dikemukakan sebagai berikut: St St
St
St
St Sp
Respon
Fi
Fi Fi
Fi Fi
20 St
= stimulus (faktor luar)
Fi
= faktor intern (dalam)
Sp
= struktur pribadi (organisme) Skema tersebut memberikan gambaran, bahwa individu menerima
bermacam-macam stimuli yang datang dari lingkungannya. Tetapi tidak semua stimulus akan diberikan responsnya. Hanya beberapa stimulus yang menarik individu yang akan diberikan respons. Individu mengadakan seleksi stimulus mana yang akan diberikan respons. Sebagai akibat dari stimulus yang dipilih dan diterima oleh individu, individu menyadari dan memberikan respons sebagai reaksi terhadap stimulus tersebut. Skema di atas dapat dilanjutkan sebagai berikut: L
S
O
R
L
L
= Lingkungan
S
= Stimulus
O
= Organisme atau individu
R
= Respons atau reaksi Dari skema di atas dapat dipahami, bahwa tidak semua stimulus
akan direspon oleh individu. Respons diberikan oleh individu terhadap stimulus yang ada persesuaian atau yang menarik individu. Dengan demikian, maka yang dipersepsikan oleh individu selain tergantung pada stimulusnya juga tergantung kepada keadaan individu itu sendiri. (Bimo: 56)
21 3. Prinsip-prinsip Persepsi Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa persepsi adalah organisasi pengamatan. Oleh karena itu, dalam persepsi mengikuti beberapa prinsip sebagai berikut: a. Wujud dan latar Wujud dan latar adalah objek-objek yang diamati di sekitar individu sebagai wujud (figure) dengan hal-hal lainnya sebagai latar (ground). Misalnya, ketika seseorang melihat sebuah meja dalam kamar, maka meja itu akan tampil sebagai wujud, sedangkan bendabenda lain yang ada dalam kamar itu akan menjadi latar. b. Pola Pengelompokan Pola pengelompokkan adalah hal-hal tertentu yang cenderung dikelompok-kelompokkan dalam persepsi itu (Sarwono, 1996: 39)
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Di depan telah dipaparkan bahwa apa yang ada dalam diri individu akan mempengaruhi dalam individu mengadakan persepsi, ini merupakan faktor internal. Di samping itu masih ada faktor lain yang dapat mempengaruhi dalam proses persepsi, yaitu faktor stimulus itu sendiri dan faktor lingkungan di mana persepsi itu berlangsung, dan ini merupakan faktor eksternal. Stimulus dan lingkngan sebagai faktor eksternal dan individu sebagai faktor internal saling berinteraksi dalam individu mengadakan persepsi.
22 Agar stimulus dapat dipersepsikan, maka stimulus harus cukup kuat, stimulus harus melampaui ambang stimulus, yaitu kekuatan stimulus yang minimal tetapi sudah dapat menimbulkan kesadaran, sudah dapat dipersepsi oleh individu. Kejelasan stimulus akan banyak berpengaruh dalam persepsi. Stimulus yang kurang jelas, stimulus yang berwayuh arti, akan berpengaruh dalam ketepatan persepsi lebih terletak pada individu yang mengadakan persepsi, karena benda-benda yang dipersepsi tersebut tidak ada usaha untuk mempengaruhi yang mempersepsi. Hal tersebut akan berbeda bila yang dipersepsi itu manusia. Mengenai keadaan individu yang dapat mempengaruhi hasil persepsi datang dari dua sumber, yaitu yang berhubungan dengan segi kejasmanian, dan yang berhubungan dengan segi psikologis. Bila sistem fisiologisnya terganggu, hal tersebut akan berpengaruh dalam persepsi seseorang, sedangkan segi psikologis seperti telah dipaparkan di depan, yaitu antara lain mengenai pengalaman, perasaan, kemampuan berpikir, kerangka acuan, motivasi akan berpengaruh pada seseorang dalam mengadakan persepsi. Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi stimulus juga akan berpengaruh dalam persepsi, lebih-lebih bila objek persepsi adalah manusia. Objek dan lingkungan yang melatarbelakangi objek merupakan kebulatan atau kesatuan yang sulit dipisahkan. Objek yang sama dengan situasi sosial yang berbeda, dapat menghasilkan persepsi yang berbeda (Walgito, 2002: 46-47).
23 Sementara itu menurut Sarwono (1996 : 43-44) faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut: a. Perhatian. Biasanya kita tidak menangkap seluruh rangsang yang ada di sekitar kita sekaligus, tetapi kita memfokuskan perhatian kita pada satu dua obyek saja. b. Set. Set adalah harapan seseorang akan rangsang yang akan timbul. c. Kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan sesaat maupun yang menetap pada diri seseorang, akan mempengaruhi persepsi orang tersebut. Dengan demikian, kebutuhan-kebutuhan yang berbeda, akan menyebabkan pula perbedaan persepsi. d. Sistem Nilai. Sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat berpengaruh pula terhadap persepsi. e. Ciri Kepribadian. Ciri kepribadian akan mempengaruhi pula persepsi. f. Gangguan
Kejiwaan.
Gangguan
kejiwaan dapat
menimbulkan
kesalahan persepsi yang disebut halusinasi. Berbeda dari ilusi, halusinasi bersifat individual, jadi hanya dialami oleh penderita yang bersangkutan saja.
B. Pergaulan Bebas 1. Pengertian Pergaulan Bebas Pergaulan bebas berasal dari dua kata yang berdiri sendiri, yaitu pergaulan dan bebas. “Pergaulan” berasal dari kata dasar “gaul” yang berarti “hidup berteman (bersahabat)”. “Pergaulan” diartikan: “1) hal
24 bergaul;
2)
kehidupan
bermasyarakat”
(Depdikbud,
1996:
197).
Sedangkan “bebas” berarti 1) lepas sama sekali (tidak terhalang, terganggu dan sebagainya, sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat dan sebagainya dengan leluasa); 2) lepas dari (kewajiban, tuntutan, perasaan takut dan sebagainya); 3) tidak dikenakan (pajak, hukuman dan sebagainya); 4) tidak terikat atau terbatas ol.eh aturan-aturan dan sebagainya; 5) merdeka (tidak dijajah, diperintah atau tidak dipengaruhi oleh negara lain atau kekuatan asing) (Depdikbud, 1996: 103-105). Jadi, pergaulan bebas adalah berteman tanpa batas, baik dalam berbicara dan berperilaku dan sebagainya. Menurut Paryati Sudarman, bahwa pergaulan bebas terjadi karena ketidakmampuan seseorang dalam mengendalikan diri juga minimnya kontrol sosial masyarakat terhadap pergaulan muda-mudi. Selain itu juga disebabkan dangkalnya pemahaman akan arti cinta itu sendiri. Cinta yang dapat diatrikan kenikmatan jiwa, sebenarnya tidak hanya terbatas pada cinta erotis, yang mendatangkan nafsu seks, tetapi mempunyai makna yang lebih luas. Misalnya cinta orang tua kepada anak, cinta makhluk kepada Tuhannya, cinta Tuhan kepada makhluk-Nya, cinta kepada sahabat, cinta kepada saudara, cinta ilmu, cinta pekerjaan, cinta seorang guru kepada murid, cinta seorang murid kepada guru, cinta suami pada istrinya dan bentuk cinta lainnya (Sudarman, 2004: 124-125).
25 2. Faktor-faktor yang Menyebabkan Pergaulan Bebas Problematika yang paling krusial yang dialami oleh banyak orang, khususnya pelajar dan mahasiswa adalah berkaitan dengan cinta. Jatuh cinta, pacaran, patah hati adalah siklus klasik, yang hampir semua oarang mengalaminya termasuk mahasiswa. Namun dalam kenyataannya, banyak juga mahasiswa yang mengalami hambatan belajar di perguruan tinggi hanya karena masalah cinta. Belajar di Perguruan Tinggi, boleh bergaul, boleh dekat dengan siapa saja untuk memperoleh pendewasaan diri. Tidak hanya di dalam ruang kuliah yang sempit, tetapi di ruang yang jauh lebih luas yaitu ruang kehidupan nyata. Tidak hanya untuk kematangan intelektual, tetapi juga kematangan sosial. Namun yang perlu diwaspadai dalam proses pencarian ini jangan sampai terjebak dalam pergaulan bebas. Menurut Paryati Sudarman (2004: 123-124), bahwa faktor-faktor yang mempengarui pergaulan bebas di kalangan pelajar dan mahasiswa adalah sebagai berikut: a. Terjadinya pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan biasanya dimulai dari adanya ketertarikan pria dan wanita dalam perjumpaan. Penelitian Kartini Kartono mengungkapkan bahwa “wanita lebih tertarik pada kelebihan-kelebihan inteligensi pria”, sedangkan menurut Osborne pria mencintai wanita karena sifat-sifat kehangatan dan kasih sayang, tanggap, kewanitaan yang sejati, kemampuan yang kuat untuk mencintai serta kecerdasan. Setelah itu terjalinlah suatu pertemuan
26 yang bersifat spesial, yang di dalamnya sering terjadi berbagai pengejawantahan cinta. Setelah mengenal cinta, mereka selalu berusaha memberikan yang terbaik dan berkorban untuk pasangannya, baik itu pengorbanan yang berupa finansial, perhatian, dan lain-lain. Lambat laun mereka mengartikan sendiri apa yang diberikan pasangannya adalah bukti dari mencintai. b. Timbulnya rasa ingin memiliki pada pasangan yang sedang bercinta. Masing-masing
akan
membuktikannya,
sampai
mereka
mengesampingkan norma agama, hukum, adat, budaya, dan susila. Gelora cinta yang tidak terkendali akan cenderung mengarah pada pergaulan bebas. Semula masih dalam hubungan yang wajar, saling senyum,
saling
cerita,
kemudian
berkencan,
berdua-duaan,
bermesraan, bercumbu rayu, sampai pada akhirnya melakukan hubungan layaknya suami istri. c. Setelah lepas kendali, muncul rasa menyesal dalam diri masingmasing, merasa berdosa. Dan ketakutan akan terjadinya kehamilan selalu menghantui keduanya. Ketakutan yang sangat mendalam, biasanya dialami perempuan. Keadaan semakin buruk ketika hubungan keduanya mengalami keretakan yang mengakibatkan perempuan menanggung beban derita yang sangat dalam. Dari uraian di atas jelas, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pergalan bebas sangat kompleks. Namun demikian, faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor
27 internal berasal dari dalam individu yang meliputi emosi individu itu sendiri, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu, misalnya pengaruh lingkungan sekitar.
3. Dampak Negatif Pergaulan Bebas Arus globalisasi ternyata semakin kompleks dan semakin intensif pengaruhnya dalam kehidupan manusia. Ini akibat dari berkembangnya media yang menyebabkan informasi budaya dengan cepat, sehingga budaya tidak lagi bersifat lokal, akan tetapi bersifat nasional dan internasional. Kondisi ini akan sangat wawan bagi umat manusia, khususnya peserta didik yang sedang berkembang. Di samping itu kemajuan zaman juga ditandai oleh kemajuan IPTEK, implikasinya adalah perubahan pesat dalam banyak bidang kehidupan masyarakat. Salah satu hal yang menggelisahkan adalah masalah moral. Banyak orang merasa tidak punya pegangan lagi tentang norma kebaikan, terutama di bidangbidang yang paling dilanda perubahan pesat. Norma-norma lama terasa tidak meyakinkan lagi atau bahkan dirasa usang dan tidak dapat dijadikan pegangan sama sekali. Dalam situasi ini dibutuhkan sikap yang jelas arahnya. Dalam waktu yang bersamaan umat manusia juga mendapat tantangan berat dengan berkembangnya perilaku dalam masyarakat yang mengindikasikan adanya kemerosotan penghayatan dan pengamalan nilai moral, akhlak dan budi pekerti. Bila kemerosotan akhlak dan budi pekerti
28 merambah di berbagai kalangan dalam masyarakat, maka pendidikan yang dijadikan sebagai sasaran kesalahan utama. Padahal jika telusuri, menurunnya nilai moral, akhlak, budi pekerti memiliki sebab dan latar belakang yang komplek. Di samping, pada kenyataannya masalah pendidikan akhlak, moral dan budi pekerti juga menghadapi banyak tantangan makin serius di era global dewasa ini. Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang memang dapat diakses bebas oleh masyarakat misalnya, justru memperparah keadaan keterpurukan moral masyarakat. Banyak ayat-ayat al-Qur’an yang memberikan informasi dan petunjuk tentang anjuran dalam bergaul, khususnya dalam memilih teman. Hal ini sebagaimana Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 118 sebagai berikut:
ﻢ ﺘﻋِﻨ ﺎﻭﺍ ﻣﻭﺩ ﺎ ﹰﻻﺧﺒ ﻢ ﻧ ﹸﻜﻳ ﹾﺄﻟﹸﻮﻢ ﹶﻻ ﻭِﻧ ﹸﻜﻦ ﺩ ﻧ ﹰﺔ ِﻣﺨﺬﹸﻭﺍ ِﺑﻄﹶﺎ ِ ﺘﺗ ﺍ ﹶﻻﻨﻮﻣ ﻦ ﹶﺃ ﺎ ﺍﱠﻟﺬِﻳﻳﻬﺎﹶﺃﻳ ﺎ ﹶﻟﻜﹸﻢﻴﻨﺑ ﺪ ﹶﻗﺒﺮﻢ ﹶﺃ ﹾﻛ ﻫ ﺭ ﻭﺻﺪ ﺨﻔِﻲ ﺗ ﺎﻭﻣ ﻢ ﺍ ِﻫ ِﻬﻦ ﹶﺃ ﹾﻓﻮ ﺎ ُﺀ ِﻣﻐﻀ ﺒﺕ ﺍﹾﻟ ِ ﺪ ﺑ ﺪ ﹶﻗ (118 : ﻋﻤﺮﺍﻥ- )ﺍﻝ.ﻌ ِﻘﻠﹸﻮ ﹶﻥ ﺗ ﻢ ﺘﻨ ﺕ ِﺇ ﹾﻥ ﹸﻛ ِ ﺎﺍﻵﻳ Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemadharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebenaran dari mulut mereka, dan apa yang mereka sembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sesungguhnya telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami) jika kamu memahaminya (QS. Ali Imran: 118) (Soenarjo, dkk., 1989 : 95). Dari ayat di atas dapat dipahami, bahwa tidaklah semua orang itu bisa dijadikan sebagai teman karena terdapat larangan untuk menjadikan
29 orang-orang kafir dan Yahudi yang munafik sebagai teman jika memiliki sifat-sifat yang terdapat dalam ayat tersebut, yaitu jika mereka selalu merusak dan mengharapkan urusan umat Islam berada dalam kesulitan besar dan mereka menampakkan kebencian mereka secara terang-terangan dengan mendustakan para nabi dan kitab serta menganggap orang Islam sebagai orang yang bodoh (Al-Maraghi, 1989 : 74). Berkaitan dengan hal ini, maka dalam bergaul dan berteman harus memperhatikan siapa yang diajak berteman, bagaimana perilakunya, sehingga anak remaja yang sedang dalam pertumbuhan banyak mengalami perubahan fisik dan psikisnya. Terjadinya perubahan tersebut telah banyak menimbulkan kebingungan di kalangan remaja itu sendiri, sebab pada situasi yang demikian mereka mengalami gejolak emosi dan tekanan jiwa, sehingga mudah menyimpang dari aturan dan norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat (Zulki, t.th. : 63). Dengan demikian, pada masa remaja ini, ia telah dibawa untuk melakukan hal-hal yang negatif, misalnya pergaulan bebas, seks bebas, narkoba dan lain sebagainya. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Hasan Basri yang mengatakan bahwa “teman memiliki kedudukan penting dalam kehidupan seseorang, kadangkala dapat memberikan ketenangan dan kebahagiaan, tetapi tidak jarang pula menjadi sumber penderitaan dan malapetaka dalam kehidupan seseorang” (Basri, 2000 : 56). Jadi, dari sini bisa diketahui bahwa seseorang harus hati-hati dalam memilih teman bergaul karena pergaulan antara teman inilah yang banyak menentukan corak kepribadian seseorang
30 dengan mengubah akhlak seseorang dari baik menjadi buruk atau sebaliknya. Akan tetapi memilih teman bergaul itu tidak mudah. Dalam membina persahabatan yang saling menguntungkan, maka memilih teman itu sangat sulit. Memang akan mudah mencari teman bila seseorang tidak peduli dengan siapa teman itu, tidak peduli dengan bagaimana tingkah lakunya, tidak peduli dengan konsekuensi-konsekuensi yang akan diterima dan tidak peduli apakah natinya akan berakibat baik atau akan buruk terhadap diri sendiri. Jadi, mencari teman itu mudah, sebagaimana mudahnya mencari teman dalam suka tetapi sulit mencari teman dalam duka. Tetapi bila seseorang memperhatikan dan mempertimbangkan siapa teman itu, bagaimana
sifat
dan
karakter-karakter
kepribadiannya,
apa-apa
konsekuensinya yang akan diterima, menguntungkan atau tidaknya bila berteman dengannya, maka mencari teman atau sahabat itu sulit karena setiap orang menghendaki persahabatan yang baik, tidak buruk sangka, saling memahami, saling merasakan suka, duka dan gembira. Oleh karena itu, tidak semua orang dapat dijadikan teman dan janganlah berteman kecuali dengan orang yang sekiranya ada kecocokan dan pantas dijadikan teman atau sahabat karena ia akan memberikan pengaruh pada sifat, sikap dan tingkah laku seseorang.
31 C. Bimbingan Konseling Islam 1. Pengertian Bimbingan Konseling Islam Bimbingan dan Penyuluhan Islam pada dasarnya berangkat dari konsep Bimbingan dan Penyuluhan. Sehingga untuk memahami Bimbingan dan Penyuluhan Islam harus mengetahui pengertian bimbingan dan penyuluhan. Kata “bimbingan” dalam istilah bahasa Inggris guidance bentuk kata kerja yaitu to guide yang berarti menunjukkan. Dengan demikian, bimbingan adalah menunjukkan, memberi jalan, atau menuntun orang lain ke arah tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya, di masa kini dan masa mendatang (Arifin, 1998: 1). Sedangkan menurut Hamalik (1993 : 151), bimbingan merupakan suatu pemberian bantuan kepada individu agar individu itu dapat mengenal dirinya dan dapat menikmati kebahagiaan hidup. Senada dengannya Djumhur dan Surya (1975 : 26-28) mengatakan bahwa bimbingan adalah: a. Proses yang berkelanjutan b. Proses membantu individu c. Diberikan kepada individu yang memerlukan dalam memecahkan masalah yang dihadapi. d. Agar individu dapat mengembangkan dirinya secara maksimal sesuai dengan potensi dan kemampuannya. e. Bertujuan agar individu menyesuaikan diri dengan lingkungan sesuai dengan profesinya. f. Perlunya personil (petugas) yang memiliki keahlian dan pengalaman khusus dalam bimbingan dan penyuluhan. Ahli lain mengatakan bahwa bimbingan sebagai suatu proses membantu individu dengan memahami dirinya dan dunianya (Sukardi, 1988 : 9). Juga seperti yang dikutip oleh Sa’diyah (1990 : 2) dari pendapat
32 Miller, bahwa bimbingan ialah proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimal kepada sekolah, keluarga serta masyarakat. Dari pengertian di atas, titik tekan bimbingan adalah pada proses bantuan terhadap individu agar keluar dari masalahnya dan tidak menimbulkan masalah yang baru. Menurut Echols dan Saddily (1993: 150) penyuluhan dalam bahasa Inggrisnya adalah counseling yang berarti pemberian nasihat, asal kata counsel. Konseling juga didefinisikan sebagai pemberian bantuan yang bersifat permissive (memberi kelonggaran) dan personalisasi dalam individualisasi dalam upaya mengembangkan skill untuk mendapatkan atau meraih kembali pemahaman dan pengertian terhadap dirinya sendiri yang menerangi kehidupan sosialnya (Arifin, 1996 : 96). Hawari (1997: 19) mengutip perkataan Smith (1955) berpendapat bahwa konseling adalah suatu proses yag terjadi dalam hubungan pribadi antara seseorang yang mengalami kesulitan dengan seorang yang professional,
yang
latihan
dan
pengalamannya
mungkin
dapat
dipergunakan untuk membantu orang lain memecahkan persoalan pribadinya. Pakar lain, yaitu Sukardi (1995 : 5) mengutip pendapat Rohman Natawijaya mengatakan bahwa: Penyuluhan merupakan suatu jenis layanan yang merupakan bagian terpadu dari bimbingan. Penyuluhan dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua orang individu, di mana yang seorang (penyuluh) berusaha membantu yang lain (klien) untuk mencapai pengertian tentang dirinya pada waktu yang akan datang.
33 Dari pengertian di atas bimbingan dan penyuluhan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Bimbingan dan Penyuluhan adalah proses pemberian bantuan oleh konselor kepada orang yang membutuhkan bantuan
(klien)
untuk
membantu
menyelesaikan
masalah
yang
dihadapinya. Bimbingan Konseling Islam adalah suatu aktivitas memberikan bimbingan, pelajaran dan pedoman kepada individu yang meminta bantuan (klien) dalam hal bagaimana seharusnya seorang klien dapat mengembangkan potensi akal pikirannya, kejiwaannya, keimanan dan keyakinannya serta dapat menanggulangi problematika hidup dengan baik dan benar secara mandiri yang berpandangan pada al-Qur’an dan sunah Rasul saw. (adz-Dzaki, 2001: 189). Sementara itu, Murtadho (2002: 91) mendefinisikan Bimbingan Konseling Islam sebagai suatu proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Ahli lain berpendapat, bahwa Bimbingan Konseling Islam diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. (Faqih, 2001: 4). Bimbingan Konseling Islam juga dapat diartikan sebagai suatu aktivitas memberikan bimbingan, pelajaran dan pedoman kepada individu yang meminta bimbingan (klien) yang mengalami penyimpangan
34 perkembangan fitrah beragama, dengan mengembangkan potensi akal pikiran kepribadian, keimanan dan keyakinan yang dimiliknya, sehingga klien dapat menanggulangi problematika hidup secara mandiri yang berpandangan pada al-Qur’an dan sunah Rasul, demi tercapainya kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. (Mustahidin, 2004: 57). Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa Bimbingan Konseling Islam merupakan proses pemberian bantuan kepada individu, baik yang mengalami suatu masalah ataupun tidak dengan cara mengembangkan potensi fitrah yang dimilikinya, agar senantiasa selaras dengan petunjuk Allah. Sehingga dengan cara yang mandiri, individu mampu memecahkan masalah yang dihadapinya serta dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
2. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Konseling Islam Tujuan bimbingan sebagaimana dirumuskan oleh Sukardi (1998: 11) adalah untuk memperlancar dan mempermudah perkembangan dan pertumbuhan psikologis terhadap kematangan kliennya secara sosial. Untuk dapat memperlancar dan mempermudah perkembangan dan pertumbuhan psikologis klien, Helper (konselor) harus memiliki kegairahan produktif dan ingin menghibur orang lainnya. Sedangkan tujuan konseling menurut Gunarso (1996: 23), yaitu membantu pertumbuhan dan dalam situasi sesat, membantu seseorang agar bisa berfungsi untuk menyesuaikan diri dengan peran yang tepat. Dengan
35 demikian, Bimbingan Konseling Islam bersifat bantuan saja, sedangkan tanggung jawab dan penyelesaian masalah terletak pada diri klien (individu) yang bersangkutan. Secara garis besar, Bimbingan dan Konseling Islam berusaha membantu individu agar bisa hidup bahagia, bukan saja di dunia, malainkan juga di akhirat (Faqih, 2001: 36). Hasanah (2004: 54) menyebutkan, bahwa fungsi Bimbingan Konseling Islam meliputi empat hal, yaitu: fungsi pencegahan, pengentasan, pemahaman dan pemeliharaan, pengembangan. Untuk dapat menguasai “jantung hati” Bimbingan dan Konseling Islam sebagaimana dijabarkan di atas, konselor perlu mempelajari, menerapkan dan berpengalaman luas dalam layanan Konseling itu. Karena konseling merupakan
layanan
teratur,
terarah
dan
terkontrol
serta
tidak
diselenggarakan secara acak atau seadanya. Oleh karenanya, pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam, perlu memperhatikan layanan-layanan lainnya. Sedangkan adz-Dzaky (2001: 217) menggolongkan fungsi Bimbingan Konseling Islam terbagi dalam tiga fungsi, yakni remidial, educatif dan preventif. Fungsi remedial (rehabilitatif) terfokus pada penyesuaian diri, menyembuhkan masalah psikologis yang dihadapi dan mengembalikan kesehatan mental dan mengatasi gangguan emosional. Fungsi edukatif (pengembangan) memfokuskan untuk membantu individu meningkatkan ketrampilan dalam kehidupan, mengidentifikasi masalah, meningkatkan kemampuan menghadapi kondisi dalam kehidupan dan untuk keperluan
36 jangka pendek, menjelaskan nilai-nilai menjadi tegas dan terampil dalam berkomunikasi antar pribadi. Sehingga Bimbingan Konseling Islam dapat mengembalikan individu ke jalan al-Qur’an dan sunah guna mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Bimbingan Konseling Islam dilakukan oleh, terhadap dan bagi kepentingan manusia. Oleh karena itu, pandangan mengenai manusia atau pandangan mengenai hakikat manusia akan menjadi landasan operasional Bimbingan Konseling Islam, sebab pandangan mengenai hakikat manusia akan mempengaruhi segala tindakan bimbingan tersebut. Berangkat dari hal inilah, maka tujuan Bimbingan Konseling Islam menurut Faqih (2001: 4) adalah sebagai berikut: a. Hidup selaras dengan ketentuan Allah artinya sesuai kodrat-Nya yang ditentukan Allah sesuai dengan sunatullah sesuai dengan hakekatnya sebagai makhluk Allah. b. Hidup selaras dengan petunjuk Allah artinya sesuai dengan pedoman yang ditentukan Allah melalui Rosulnya (ajaran Islam). c. Hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah berarti menyadari eksistensi diri sebagai makhluk Allah untuk mengabdi kepadanya dalam arti seluas-luasnya. Dengan menyadari eksistensinya sebagai makhluk Allah, yang bersangkutan akan berperilaku yang tidak keluar dari ketentuan, petunjuk Allah, dengan hidup serupa itu maka akan tercapai kehidupan bahagia di
37 dunia dan akhirat yang menjadi idaman setiap muslim. Sedangkan fungsi Bimbingan Konseling Islam menurut Arifin dan Etik (1995: 7) adalah: a. Menjadi pendorong (motivasi) bagi yang dibimbing sehingga timbul semangat dalam memempuh kehidupan. b. Menjadi pemantap (stabilisator) dan penggerak (dinamisator) bagi yang teruluh untuk mencapai tujuan yang dikehendaki dengan motivasi ajaran agama, segala tugas dilaksanakan dengan dasar ibadah kepada Tuhan. c. Menjadi pengarah (direktif) bagi pelaksanaan program Bimbingan Konseling Islam. Sehingga wadah pelaksanaan program kemungkinan menyimpang dapat dihindari. Menurut Arifin (1992: 14) berpendapat bahwa pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam agar dapat bejalan dengan baik ada beberapa fungsi yaitu: a. Fungsi umum 1) Mengusahakan agar klien terhindar dari segi gagasan yang mengancam kelancaran proses perkembangan dan pertumbuhan. 2) Membantu mencegah kesulitan yang dialami setiap klien. 3) Mengungkap tentang psikologis klien yang berangkutan mengenai kemampuan diri sendiri, minat perhatianya terhadap bukti yang dimilikinya yang berhubungan dengan cita-cita yang ingin dicapainya.
38 4) Melakukan pengarahan terhadap pertumbuhan dan perkembangan klien sesuai dengan kenyataan bakat, minat, dan kemampuan sampai titik optimal. b. Fungsi khusus 1) Fungsi penyaluran Menyangkut bantuan kepada klien dalam memilih sesuatu yang sesuai dengan keinginan klien baik nmasakah pendidikan, pekerjaan, sesuai bakat, kemampuan yang dimilikinya. 2) Fungsi penyesuaian Fungsi
penyesuaian
klien
dengan
kemajuan
dalam
perkembangan secara optimal, agar memperoleh kesesuaian, klien dibantu untuk mengenal dan memahami permasalahan yang dihadapi serta mampu memecahkanya. 3) Fungsi adaptasi Fungsi adaptasi ini sesuai dengan program pengajaran sesuai bakat, minat, kemampuan serta kebutuhan klien. Menurut Musnamar dkk. (1992: 34), bahwa dengan memperhatikan tujuan umum dan tujuan khusus di atas, maka Bimbingan Konseling Islam memiliki fungsi sebagai berikut: a. Fungsi preventif Fungsi preventif untuk membantu individu menjaga atau mencegah timbulnya masalah bagi klien.
39 b. Fungsi kuratif dan korektif Fungsi kuratif dan korektif untuk membantu individu memecahkan masalah yang sedang dihadapi atau dialami klien. c. Fungsi persevatif Fungsi persevatif untuk membantu individu menjaga agar situasi dan kondisi yang semula tidak baik (mengandung masalah) yang telah menjadi baik (terpecahkan) dan tidak menimbulkan masalah kembali. d. Fungsi developmental Fungsi developmental untuk membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak memungkinkan menjadi sebab muncul masalah bagi klien. Fungsi di atas dapat disimpulkan bahwa Bimbingan Konseling Islam mempunyai fungsi sebagai pendorong, mantap, penggerak untuk mencapai pengarahan bagi pelaksanaan bimbingan supaya sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan klien serta melihat bakat dan minat yang dimilikinya secara optimal yang berhubungan dengan cita-cita yang ingin dicapainya.
3. Metode Bimbingan Konseling Islam Metode Bimbingan Konseling Islam Islam secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
40 a. Metode langsung Metode langsung (metode komunikasi langsung) adalah metode di mana pembimbing melakukan komunikasi langsung (bertatap muka) dengan yang dibimbing. Metode ini meliputi metode individual dan kelompok. Metode langsung secara individual dilakukan oleh pembimbing dengan melakukan komunikasi langsung secara dengan pihak yang dibimbingnya. Metode kelompok dilakukan pembimbing dengan melakukan komunikasi langsung dengan klien dalam kelompok. b. Metode tidak langsung Metode tidak langsung (komunikasi tidak langsung) adalah metode Bimbingan Konseling Islam yang dilakukan melalui media komunikasi masa. Hal ini dapat dilakukan secara individula dan kelompok (Faqih, 2001: 54-55).