BAB II PERSEPSI DAN EKSISTENSI PRAMUKA DI PERGURUAN TINGGI
A. Persepsi 1. Pengertian persepsi Persepsi berasal dari kata percept, hasil proses penghayatan apa yang dihayati seseorang menjadi sabar adanya benda, sifat atau hubungan melalui alat indera. Walaupun isi sensorik selalu ada dalam persepsi, apa yang dihayati akan terpengaruh oleh pengalaman yang telah terbentuk dan pengetahuan masa lalu, sehingga perspsi tidak hanya sekedar penekanan pasif dan stimulus yang mengenai alat indra.1 Dalam kamus besa bahasa Indonesia, istilah persepsi diartikan sama dengan tanggapan. W. J. S. Poerwadarminto, menjelaskan istilah persepsi diartikan sebagai sesuatu yang diserap, diterima dengan cara panca indra seperti melihat, mendengar, merasa ataupun sering diterjemahkan
sebagai
bayangan
dalam
angan-angan,
pendapat,
pemandangan, sebutan atau reaksi yang pad hakikatnya mengarah kepada apa yang ditanggapinya melalui pancaindra dan terbayang pada anganangannya.2 Definisi lain menyebutkan bahwa persepsi adalah kemampuan membeda-bedakan, mengelompokan, memfokuskan perhatian terhadap
1
Rita Richard Atkinson dan Ernest R. Hilgard, Pengantar Psikologi (Jakarta: Erlangga, 2002), hlm. 452. 2 W.J.S. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: PN Balai Pustaka, 2006), hlm. 675.
21
22
suatu objek rangsangan. Dalam proses pengelompokan dan membedakan ini persepsi melibatkan proses interpretasi berdasarkan pengalaman terhadap satu peristiwa objek.3 Bimo
Walgito
mengungkapkan
dalam
bahwa
buku
persepsi
Pengantar merupakan
Psikologi suatu
Umum proses
pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu dengan berbagai macam bentuk. Stimulus mana yang akan mendapatkan respon dari individu tergantung pada perhatian individu yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut, perasaan, kemampuan berfikir, pengalaman-pengalaman yang dimiliki individu tidak sama, maka dalam mempersepsi sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antar individu satu dengan individu lain.4 Jalaludin Rakhmat dalm buku Psikologi Komunikasi menyatakan bahwa persepsi adalah pengamatan tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.5 Sedangkan, Suharman dalam buku Psikologi Kognitif menyatakan: “persepsi merupakan suatu proses menginterpretasikan atau menafsir informasi yang diperoleh melalui sistem alat indera manusia”. 3
Abdul Rahman Saleh dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam (Jakarta: PT. Kencana, 2004), hlm. 88-89. 4 Bimo Walgito, Pengantar Psikologo Umum (Yogyakarta: Andi Ofset, 2003), hlm. 70 5 Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hlm: 50
23
Menurutnya ada tiga aspek di dalam persepsi yang dianggap relevan dengan kognisi manusia, yaitu pencatatan indera, pengenalan pola, dan perhatian.6 Dari penjelasan di atas dapat ditarik suatu kesamaan pendapat bahwa persepsi merupakan suatu proses yang dimulai dari penglihatan hingga terbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri individu sehingga individu sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui inderaindera yang dimilikinya. 2. Faktor yang mempengaruhi persepsi Menurut Miftah Toha faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut : a.
Faktor internal: perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi.
b.
Faktor eksternal: latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidak asingan suatu objek.7
3. Syarat terjadinya perspsi Untuk mengadakan persepsi terdapat beberapa faktor yang berperan yang merupakan syarat agar terjadi persepsi yaitu: 6
Suharman, Psikologi Kognitif (Surabaya: Srikandi, 2005), hlm. 23 Miftah Toha, Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya, (Jakarta: Grafindo Persada, 2003), hlm. 154. 7
24
a. Objek/stimulus yang dipersepsi Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. b. Alat indera, syaraf dan pusat susunan syaraf sebagai syaraf fisiologis. Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus, di samping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untukmeneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan motoris yang dapat membentuk persepsi seseorang. c. Perhatian, sebagai syaraf psikologis, perhatian ialah pemusatan atau konsentrasidari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekelompok objek.8 Carol
Wade
da
Carol
Tauris
menambahakan
kebutuhan,
kepercayaan, emosi dan ekspektasi sebagai faktor psikologis yang berpengaruh pada persepsi. a. Kebutuhan, ketika individu membutuhkan sesuatu atau memiliki ketertarikan akan suatu hal, maka ia akan dengan mudah mempersepsikan sesuatu berdasarkan kebutuhan ini.
8
Bimo Walgito, Op.Cit., hlm. 89-90.
25
b. Kepercayaan, apa yang dianggap oleh individu sebagai kebenaran dapat mempengaruhi interpretasinya terhadap sinyal sensorik yang ambigu. c. Emosi, dapat mempengaruhi interpretasi individu mengenai suatu informasi sensorik. d. Ekspektasi, pengalaman masa lalu sering mempengaruhi cara individu mempersepsikan sesuatu. Kecenderungan untuk mempersepsikan sesuatu sesuai dengan harapan disebut set persepsi.9 4. Proses terjadinya persepsi Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensori. Stimulus yang diindera itu kemudian diteruskan oleh syaraf sensorik ke dalam otak sebagai pusat kesadaran, kemudian di dalam otak diproses sehingga individu akan menyadari apa yang dilihat, didengar, dan diraba yaitu stimulus yang diterima melalui alat indra.10 Stimulus dapat datang dari luar, tetapi juga dapat datang dari dalam individu itu sendiri, tetapi tidak semua akan diperhatikan atau tidak akan diberikan respon. Proses persepsi secara skematis dapat dikemukakan sebagai berikut: L–S–O–R L = Lingkaran 9
Carole Wade dan Carol Tavris, Psikologi, edisi ke-9, alih bahasa Nurdjannah Taufiq dan Rukmini Burhana (Jakarta: Erlangga, 2007), hlm. 228. 10 Bimo Walgito, Op.Cit., hlm. 87-88.
26
S = Stimulus O = Organisme/individu R = Respon/reaksi Dalam mempersepsikan suatu stimulus, hasil persepsi antara individu satu dengan individu yang lainya akan berbeda apabila perasaan, kemampuan berpikir, penglaman-pengalaman individu tersebut tidak sama.11 5. Pengukuran persepsi Mengukur persepsi hampir sama dengan mengukur sikap. Walaupun materi yang diukur bersifat abstrak, tetapi secara ilmiah sikap dan persepsi dapat diukur, dimana sikap terhadap obyek diterjemahkan dalam sistem angka. Dua metode pengukuran sikap terdiri dari metode Self Report dan pengukuran Involuntary Behavior. a. Self Report merupakan suatu metode dimana jawaban yang diberikan dapat menjadi indikator sikap seseorang. Namun kelemahannya adalah bila individu tidak menjawab pertanyaan yang diajukan maka tidak dapat mengetahui pendapat atau sikapnya. b. Involuntary Behaviour dilakukan jika memang diinginkan atau dapat dilakukan oleh responden, dalam banyak situasi akurasi pengukuran sikap dipengaruhi kerelaan responden.12 Jika merujuk pada pernyataan diatas, bahwa mengukur persepsi hampir sama dengan mengukur sikap, maka skala sikap dapat dipakai atau 11
Ibid., hlm. Saifudin Azwar, Sikap Manusia Teori Skala dan Pengukurannya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 76. 12
27
dimodifikasi untuk mengungkap persepsi sehingga dapat diketahui apakah persepsi seseorang positif, atau negatif terhadap suatu hal atau obyek.
B. Eksistensi Racana 1. Pengertian eksistensi Eksistensi dalam bahasa Inggris berasal dari kata exist artinya berada.13 Dalam hal ini, eksistensi menunjukkan keunikan dan kekhasan individu atau kelompok tertentu. Bereksistensi bukan berarti hidup menurut pola-pola abstrak dan mekanis, melainkan terus menerus mengadakan pilihan-pilihan baru secara personal dan subjektif. Eksistensi bukanlah sesuatu yang sudah selesaai, melainkan suatu cara beradab gerak hidup yang sedang dilaksanakan. Sedangangkan menurut Louis O. Kattsoffeksistensi merupakan keadaan tertentuyang lebih khusus dari sesuatu, dalam arti bahwa apapun juaga yang bereksistensi tentu nyata ada, tetapi tidak sebaliknya.14 Menurut M. Samsul Hady dalam buku Islam Spiritual yang dikutip dari buku sufi Terminology (Al-Qamus As-Sufi: The Mystical Language Of Islam) terjemahan indonesia oleh M.S Nasrullah dan Ahmad Baiquni dengan judul Khazanah Istilah Sufi: Kunci Memasuki Dunia Tasawuf bahwa eksistensi, istilah yang tepat dalam bahasa Arabnya adalah alwujud, yakni eksistensi (wujud menunjuk kepada sesuatu di dalam alam semesta), atau keberadaan, atau penemuan (wujud 13
menunjuk pada
John Surjadi, S. Koentjoro, dan Manaf Asmoro Saputro, Kamus Besar Bahasa Inggris (Surabaya: Penerbit Indah, 1986), hlm. 194. 14 Lois O. kattsoff, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1995), hlm. 50.
28
pengalama “menemukan” Allah).15 Dengan demikian eksistensi sesuatu berati wujud, atau keberadaan. dia hidup atau keberadaan penuh dengan berbagai pilihan. Manusia memiliki kehendak bebas untuk memutuskan segala sesuatu. Keutusan itu diambil setelah pergulatan diri sendiri, sehingga keputusan tersebut benar-benar autentik atau asli dari dirinya. Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia tidak dapat hidup sendirian tanpa bantuan dari orang lain. Namun, untuk menunjukkan bahwa manusia itu berada maka ia harus mengambil keputusan mengenai hidupnya tanpa ada intervensi dari orang lain atau sekelompok lainnya. Oleh karena itu, berada menjadi lebih tegas sebagai seorang individu dan semakin kurang sebagai sekedar anggota semata-mata dari suatu kelompok; berarti, mentransenden universalitas demi individualitas. Dari uraian tersebut, eksistensi hanya ditujukan kepada manusia saja atau individu yang nyata. Manusia hidup di dunia ini tidak bisa hidup tanpa orang lain. Dalam eksistensi ada beberapa ruang lingkup, yaitu tahap estetis, tahap etis, dan tapah religius. 2. Tahap eksistensi a. Tahap estetis Tahap estetis merupakan tahap yang paling awal dari proses eksistensi. eksistensi tahap pertama sebagai eksistensi tahap estetis (the aesthetic stage). Adapun eksistensi ini memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan dua tahap yang lain. Pada bagian ini karakteristik
15
M. Samsul Hady, Islam Spiritual (Malang: UIN Malang Press, 2007), hlm. 11
29
dari eksistensi tahap estetis dengan situasi keputusasaan sebagai situasi batas dari eksistensi tahap ini. Manusia selalu terbuka untuk segala pengalaman emosi dan nafsu, serta akan membenci segala batasan yang memaksanya memilih. Individu bertindak atas dorongandorongan naluriah dan perasaan-perasaannya yang bersifat langsung dan spontan (immediate). Artinya, apa yang ia inginkan, itulah yang akan ia lakukan. Ia menuruti begitu saja keinginannya yang spontan dan berusaha memenuhinya seketika itu juga. Pernyataan ini tidak dimaksudkan bahwa ia bukanlah makhluk arasional pada tahap ini akan tetapi sebagian besar perilakunya ditentukan oleh inderanya.16 Namun pada akhirnya manusia akan sampai juga kepada keputusan, dan kemudian akan melompat ke tahap berikutnya, yaitu tahap etis. Oleh karenanya jika manusia tetap berada ditahap estetis ini, mereka akan terus berada dalam keadaan keputusasaan. b. Tahap etis Dalam
eksistensi
tahap
etis,
seorang
individu
mulai
memperhitungkan standar-standar universal yang harus dipertahankan dan dilaksanakan daripada menuruti keinginan naluriah yang hanya sesaat atau bercorak momental. Individu mulai menggunakan atau menghayati kehidupan dengan merujuk pada kategori yang baik (good) dan yang jahat (evil).17 Tahap ini merupakan tahap transisi, yaitu
16
Bdk. J. Ohoitimur, “Aliran-aliran Utama Filsafat Barat Kontemporer” (Catatan Kuliah Mahasiswa STF Seminari Pineleng, 2003), hlm. 9 17 Søren Kierkegaard, The Present Age and of The Difference Between A Genius and Apostle alih bahasa Alexander Dru (New York: Harper Tochbooks, 1962), hlm. 43
30
peralihan dari tahap estetis ke taha religius. Dalam eksistensi tahap kedua ini yang dilihat lebih tinggi dan lebih menjanjikan suatu kehidupan yang lebih baik dan bermakna bagi manusia daripada eksistensi tahap estetis. Manusia akan bertemu dengen norma-norma moral dan universal yang berlaku dalam masyarakat. Dalam tahap ini gerak-gerik
manusia
lebih
dibatasi
karena
manusia
mulai
menyesuaikan perbuatanya dengan nilai-ailai moral yang universial. Namun, manusia pada akhirnya akan tetap menemukan keputusasaan, karena dalam tahap etis ini persoalan-persoalan manusia tidak terselesaikan dengan kepastian. Maka, manusia perlu menuju ke tahap berikutnya, yaitu tahap religious. Tahap ini merupakan tahap transisi, yaitu peralihan dari tahap estetis ke tahap religius. c. Tahap religius Telah diuraikan bahwa baik eksistensi tahap estetis maupun eksistensi tahap etis sama-sama berakhir dalam keputusasaan. Menurut Kierkegaard, bila keputusasaan itu disadari oleh setiap individu, maka jalan menuju usaha untuk memahami dimensi religius akan terbuka. Eksistensi tahap religius (The Religious Stage) yang merupakan tahap yang paling penting dan menjadi puncak dari perkembangan eksistensi manusia, dimana manusia mulai mengakui kesalahan dan sadar bahwa mereka telah berdosa, sehingga butuh pengampunan Tuhannya. Tahap ini adalah tahap terkhir dari eksistensi, karena hanya Tuhan-lah satusatunya yang dapat meniadakan keputusan mereka. Secara sederhana
31
dapat dikatakan bahwa kesadaran akan keputusasaan membuat individu insaf bahwa ia tidak dapat mengandalkan diri sendiri dan kekuatannya sendiri. Individu merasa dirinya kecil dan tak berdaya sambil mendambakan topangan dan bantuan dari kekuatan adimanusiaw.18 3. Eksistensi pramuka di Perguruan Tinggi Dalam UU Republik Indonesia No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka pasal 1 dijelasakan bahwa Gerakan Pramuka adalah organisasi yang dibentuk oleh pramuka untuk menyelenggarakan pendidikan kepramukaan. Sedangkan pramuka adalah warga negara Indonesia yang aktif dalam pendidikan kepramukaan serta mengamalkan Satya Pramuka dan Darma Pramuka. Pendidikan Kepramukaan merupakan proses pembentukan kepribadian, kecakapan hidup, dan akhlak mulia pramuka melalui penghayatan dan pengamalan nilai-nilai kepramukaan. Sedangkan
satuan
pendidikan
dan
satuan
organisasi
terdepan
penyelenggara pendidikan kepramukaan disebut Gugus Depan. Kemudian dalam pasal 11 UU Republik Indonesia No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka juga menyebutkan bahwa Pendidikan kepramukaan dalam Sistem Pendidikan Nasional termasuk dalam jalur pendidikan nonformal yang diperkaya dengan pendidikan nilai-nilai gerakan pramuka dalam pembentukan kepribadian yang berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur 18
P. A. van der Weij, Filsuf-filsuf Besar tentang Manusia, terj. K. Bertens (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hlm. 138
32
bangsa, dan memiliki kecakapan hidup. Serta pasal 12 menyebutkan bahwa jenjang pendidikan kepramukaan terdiri atas jenjang pendidikan: a. Siaga b. Penggalang c. Penegak d. Pandega Gerakan Pramuka saat ini dikenal luas dikalangan masyarakat. Tidak terkecuali di lingkungan mahasiswa. Pramuka ditingkat Sekolah Dasar masuk pada jenjang golongan siaga, siaga merupakan anggota muda Gerakan Pramuka yang berusia 07-10 tahun.19 Pada usia tersebut anakanak mempunyai sifat unik yang merupakan kepolosan seorang anak yang belum tahu resiko dan belum dapat diberikan tugas dan tanggung jawab secara penuh. Kemudian ditingkat Sekolah Menegah Pertama masuk pada golongan penggalang, yatiu anggota muda Gerakan Pramuka usia 11-15 tahun. Usia penggalang memilik sifat keingintahuan yang kuat, semangat yang kuat, dan suka berkelomok. Oleh karenanya tata cara pendidikan di dalam kepramukaan disesuaikan dengan golongan masing-masing.20 Penegak adalah anggota muda Gerakan Pramuka yang berusia 1620 tahun. Secara umum usia penegak disebut masa sosial atau masa remaja awal yang mempunyai kemauan yang kuat, suka berdebat, ada kecenderungan agresif dan sudah mulai menyukai dengan lawan jenis.21
19
Kwarnas, Bahan Serahan Kursus Pembina Mahir Tingkat dasar (KMD) (Jakarta : Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, 2012), hlm. 33. 20 Ibid., hlm. 36 21 Ibid.,hlm. 40
33
Oleh karenanya kegiatan golongan penegak berorientasi pada penegakan prinsip dan karya nyata sehingga berbeda dengan golongan penggalang dan siaga. Sedangkan ditingkat Perguruan Tinggi masuk pada golongan pandega, yaitu anggota Gerakan Pramuka yang berusia 21-25 tahun dan disebut dengan Senior Rover.22 Dalam Keputusan kwarnas Gerakan Pramuka No. 180 A tahun 2011 BAB I disebutkan bahwa “Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan dapat membentuk gugus depan yang berbasis satuan pendidikan, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 21 Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, dijelaskan bahwa gugus depan berbasis satuan pendidikan dan gugus depan berbasis komunitas.”23 Dengan adanya Pasal 21 Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka dan keputusan kwarnas Gerakan Pramuka No. 180 A tahun 2011 dengan segala isinya semakin memantabkan keberadaan pramuka di Perguruan Tinggi. Kemudian
dalam menjalankan kinerja pramuka di Perguruan
Tinggi, sebagai pramuka muda dewasa tentunya mempunyai semangat memandegani, pergerakan pelopor bhakti yang secra filosofis sebagai penggerak pembangunan dan perubahan (agent of change) ke arah pembangunan dalam menegakan dan mengisi kemerdekaan bangsa.24
22
Ibid., hlm. 44 Kwarnas, “Petunjuk Pelaksanaan gugus Depan Gerakan Pramukayang Berpangkalandi Kampus Peguruan Tinggi: Keputusan Kwartir Nasional gerakan pramuka Nomor: 180 A Tahun 2011” (Jakarta : Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, 2011), hlm. 1. 24 Kwarnas, Op.Cit., hlm. 44. 23
34
Banyak juga yang memandang sebelah mata pada Gerakan Pramuka dan sebagian besar ada di tingkat Perguruan Tinggi se-Indonesia. Padahal kalau dilihat hakikat dari kepramukaan itu sendiri adalah sebuah pendidikan non formal yang berfungsi mencetak kepribadian bangsa Indonesia. Masalah yang melanda di lingkungan kemahasiswaan adalah pramuka mulai tidak menarik. Pramuka dianggap hanya seperti bermainmain belaka, kuno, bahkan tidak gaul. a. Motode Pendidikan kepramukaan Metode ialah cara/teknik untuk melaksanakan kegiatan yang efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan kegiatan. Metode Kepramukaan merupakan cara
penyelenggaraan
pendidikan watak
kepada Pramuka Pandega melalui kegiatan kepramukaan yang menarik, menyenangkan dan menantang. Metode Kepramukaan tidak dapat dilepaskan dari Prinsip Dasar Kepramukaan, keduanya diterapkan secara terpadu terutama pada pelaksanaan Kode Kehormatan Pramuka. Metode Kepramukaan merupakan cara belajar progresif melalui proses pendidikan praktis yang berkesinambungan sepanjang hayat, melalui :25 1) Pengenalan Kode Kehormatan Kode Kehormatan Pramuka sebagai salah satu unsur Metode Kepramukaan merupakan unsur sentral yang berfungsi sebagai pengendali penerapan unsur-unsur lain dalam setiap 25
Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Kursus Pembina Pramuka Mahir Tingkat Lanjutan Golongan Pandega (Jakarta: Kwartir Nasional Gerakan Pramuka,2011), hlm. 23-26.
35
kegiatan yang diikuti Pramuka Pandega. Kode Kehormatan Pramuka yang terdiri atas janji (Satya) dan ketentuan moral (Darma) merupakan satu unsur dari Metode Kepramukaan dan alat pelaksananaan Prinsip Dasar kepramukaan. 2) Belajar Sambil Melakukan (Learning by doing) Metode ini digunakan untuk memberi kesempatan kepada Pramuka Pandega dalam setiap kegiatan berkreasi, berinovasi, berpraktek, bereksperimen, sebagai cara membantu Pramuka Pandega mengembangkan diri secara mandiri baik spiritual, emosional, sosial, intelektual maupun fisiknya. 3) Sistem Beregu (Patrol System) Metode ini merupakan cara memberdayakan kecenderungan alamiah kaum muda untuk berkelompok dan menciptakan suasana lingkungan yang mereka senangi. Kecenderungan ini dalam
kepramukaan
digunakan
sebagai
alat
untuk
menyalurkan pengaruh-pengaruh penting atas kaum muda ke arah yang konstruktif. 4) Kegiatan di alam terbuka yang mengandung pendidikan sesuai perkembangan rohani dan jasmani Pramuka Pandega. Merupakan metode yang efektif dalam proses pembentukan watak/kepribadian, spiritual, emosional, sosial, intelektual dan fisik Pramuka Pandega. Kegiatan di alam terbuka memberi
36
pengalaman adanya saling ketergantungan antara unsur-unsur alam dan kebutuhan untuk melestarikannya. 5) Kemitraan dengan anggota dewasa dalam setiap kegiatan. 6) Sistem Tanda Kecakapan 7) Sistem Satuan Terpisah untuk Putra dan Putri 8) Kiasan Dasar Metode Kepramukaan merupakan suatu sistem, yang saling kait mengkait antara unsur yang satu dengan lainnya, di mana setiap unsurnya mempunyai fungsi pendidikan yang spesifik dan saling memperkuat serta menunjang tercapainya tujuan pendidikan Gerakan Pramuka. Diagram Metde Kepramukaan dalam Sebuah Sistem
37
b. Alat pendidikan Alat pendidikan dalam gerakan pramuka khususnya tingkat pandega adalah sebagai berikut: 1) Permainan, nyanyian, tarian, wisata, upacara dan pertemuan 2) Diskusi sebagai alat pendidikan 26 3) SKU sebagai alat pendidikan merupakan rangsangan dan dorongan bagi para peserta didik untuk memperoleh kecakapan-kecakapan yang berguna, dalam usahanya mencapai kemajuan, dan untuk memenuhi persyaratan sebagai anggota Gerakan Pramuka.27 c. Kegiatan pembelajaran Melihat Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka No. 180 A tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Gugus Depan Gerakan Pramuka yang Berpangkalan di Perguruan Tinggi, bahwa kegiatan gugus depan yang berpangkalan di Perguruan Tinggi disusun secara terpadu dengan kegiatan akademis dan sesuai dengan kwartir yang bersangkutan. Adapun jenis kegiatanya aalah sebagai berikut: 1) Anggota Dewasa a) Mengikuti kursus kepramukaan (1) Orentasi bagi dosen dan anggota majelis pembimbing serta karyawan di kampus perguruan tinggi. (2) Kursus Pembina Pramuka Mahir. (3) Kursus Pelatih Pembina Pramuka. 26 27
Ibid., hlm. 79 Ibid., hlm. 105
38
(4) Kursus Pembina Profesional. (5) Kursus Pamong Saka. (6) Kursus Instruktur Saka. (7) Kursus Kepemimpinan. (8) Kursus Pendidikan Bela Negara. b) Memberikan kursus penunjang pengembang kepramukaan (1) Latihan Kepemimpinan. (2) Latihan Pendidikan Bela Negara. (3) Pelatihan Instruktur Kegiatan Alam Terbuka (PIKAT) (4) Pelatihan Scouting Technique (rope course, diving course, rafting, climbing, mountenering) dll. (5) Kursus Koperasi. (6) Kependudukan dan Keluarga Berencana. (7) Kursus Apiari. (8) Perbaikan Mutu Makanan Rakyat. (9) Pelatihan/Workshop Perindustrian. (10) Penyediaan Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. (11) Penyuluhan yang berkaitan dengan program studi/disiplin ilmu tertentu. (12) Kursus Kewirausahaan. (13) Kursus Ekonomi Mikro.
39
2) Peserta didik a) Kegiatan
Pramuka
Siaga
(latihan
rutin,
pencapaian
SKU/SKK/SPG, Pengetahuan Kesakaan, Bazar Siaga, Persari, Pesta Siaga). b) Kegiatan Pramuka Penggalang (latihan rutin, pencapaian SKU/SKK/SPG, Pengetahuan Kesakaan, Dianpinru, LT, Jambore). c) Kegiatan
Pramuka
SKU/SKK/SPG,
Penegak
(latihan
Kesakaan,
rutin,
pencapaian
Dianpinsat,
Raimuna,
Musppanitera, Perkemahan Wirakarya, Perkemahan Pertisaka, LPK, KPDK, Pertisaka dan Penyuluhan). d) Kegiatan
Pramuka
SKU/SKK/SPG, Musppanitera,
Pandega
(latihan
Kesakaan, Perkemahan
rutin,
pencapaian
Dianpinsat, Wirakarya,
Raimuna,
LPK,
KPDK,
Pertisaka, Kemah Bakti Racana/Kembara, Pengembaraan, Penyuluhan dan Kewirausahaan). Adapun untuk jenis-jenis kegiatan keterampilan dan kegiatan bakti antara lain: 1) Gerakan tunas 2) Pelestarian lingkungan hidup 3) Penghijauan Pendidikan bela negara 4) Search and rescue (SAR) 5) Sebagai panitia Jambore di udara/ internet (JOTA/JOTI)
40
6) Napak tilas 7) Seni budaya 8) Olah raga 9) Lomba drum band 10) Petugas haji 11) Pelayanan kesehatan 12) Kemah kerja nyata 13) Ikutserta dalam pencegahan dan penanggulangan musibah/ bencana alam dan penyalahgunaan narkoba 14) Pelatihan tanggap bencana 15) Pelatihan pemadam kebakaran 16) Dan lain-lain.28 d. Pola pembinaan Pembinaan di dalam Gerakan Pramuka adalah usaha pendidikan yang dilakukan secara terus menerus oleh anggota dewasa terhadap anak didik, dengan menggunakan Prinsip Dasar Kepramukaan, Metode Kepramukaan, dan sistem among, yang pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan, perkembangan dan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Pembinaan ini dapat dikelompokkan menjadi : 1) Kegiatan Bina Diri : pembinaan pribadi, baik jasmani maupun rohani; Bina diri adalah untuk kepentingan pribadi dari Pramuka 28
Kwarnas, “Petunjuk Pelaksanaan gugus Depan Gerakan Pramukayang Berpangkalandi Kampus Peguruan Tinggi: Keputusan Kwartir Nasional gerakan pramuka Nomor: 180 A Tahun 2011” (Jakarta : Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, 2011), hlm. 13-14.
41
Pandega. Pendidikan Pramuka Penegak merupakan kelanjutan dari proses yang telah dipersiapkan sejak dari masa Siaga dan diteruskan dengan pengembangan pada masa Penggalang secara berkesinambungan, mendewasakan mental, spiritual, mengarahkan keterampilan, pengarahan dan pengembangan bakat menjadi profesi,
sehingga
mengembangkan
menemukan kewiraswastaan.
jalan
kearah
Pada
mandiri
Pramuka
dan
Pandega
merupakan tahap pengabdian untuk memperdalam dedikasi dengan pemantapan kepemimpinan dalam praktek pembinaan. 2) Kegiatan
Bina
Satuan
:
pembinaan
kepemimpinan
dan
keterampilan pengelolaan satuan/kwartir dalam Gerakan Pramuka, serta darma baktinya kepada Gerakan Pramuka. Bina satuan untuk kepentingan Gerakan Pramuka. Dalam rangka pengembangan kepemimpinan dibentuklah Dewan Kerja yang bertugas membantu Kwartir.
Untuk
itu
diperlukan
kemampuan
merencanakan,
melaksanakan, dan mengadakan evaluasi kegiatan yang sesuai dengan aspirasi mudanya. Di samping itu Pramuka Penegak dan Pramuka Pandega juga diberi kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya kepada Pramuka Siaga, Pramuka Penggalang dan Pramuka Penegak, melalui kegiatannya sebagai instruktur yang membantu para Pembina Pramuka dan Pamong Saka.
42
3) Kegiatan Bina Masyarakat : pembinaan kepemimpinan dan keterampilan pembangunan masyarakat, serta darma baktinya kepada masyarakat, bangsa dan negara. Pola Pembinaan adalah kerangka kegiatan pembinaan, agar pelaksanaan pembinaan tersebut dapat berdayaguna dan tepatguna, serta mencapai tujuannya. Pola pembinaan Pramuka Penegak dan Pramuka Pandega adalah kerangka kegiatan pembinaan Pramuka Penegak dan
Pramuka
Pandega,
yang
meliputi
perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan kegiatan, dan bahan kegiatannya, sehingga pembinaan itu terarah dan teratur, berdayaguna, dan tepatguna, dalam rangka mencapai tujuan Gerakan Pramuka.29
29
Ibid., hlm. 9.