BAB II PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA PERBUATAN CABUL TERHADAP ANAK DI KOTA MEDAN
A. Pengertian Tindak Pidana Perbuatan Cabul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia membuat pembedaan atas tindakan masyarakat yang digolongkan dan dibrumuskan dalam tiga buku, yakni Buku Kesatu mengatur mengenai Aturan Umum, Buku Kedua mengatur Kejahatan, dan buku Ketiga mengatur tentang Pelanggaran. Setiap perbuatan yang melanggar isi pasal-pasal dalam buku kedua disebut sebagai kejahatan, sedangkan setiap perbuatan yang melanggar buku ketiga disebut sebagai pelanggaran. Perbedaan kejahatan dan pelanggaran sebagaimana ditegaskan dalam Memorie van Toelichting, kejahatan adalah “delik hukum”, yakni peristiwa yang berlawanan atau bertentangan dengan asas-asas hukum yang hidup dalam keyakinan manusia dan terlepas dari undang-undang, sedangkan pelanggaran adalah “delik undang-undang”, yakni peristiwa yang untuk kepentingan umum dinyatakan oleh undang-undang sebagai hal yang terlarang”. 44 Sebagai contoh,
pembunuhan, pencurian, pemerkosaan,
penganiayaan dan sebagainya, sebelum menjelma ke dalam KUHP telah lama ada, yaitu sebagaimana tersebut dalam 10 perintah Tuhan yang diterima oleh Nabi Musa. Perbuatan-perbuatan
44
tersebut
selain
dicap
sebagai
sebuah
kejahatan
juga
G.W. Bawengan. Pengantar Psikologi Kriminil. (Jakarta: Pradnya Paramita, 1971), hlm. 9
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan reaksi masyarakat terhadap pelakunya. Contoh tersebut sebenarnya hanya sebuah norma agama, namun keyakinan untuk jangan membunuh atau mencuri bukan saja dimiliki oleh sebuah agama tertentu, tetapi hidup juga dalam keyakinan setiap orang. 45 Sedangkan, contoh lain, pengemisan sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 504 KUHP ditetapkan undang-undang sebagai sebuah pelanggaran, padahal reaksi orang lain tidak selalu negatif terhadap orang yang mengemis, namun karena pengemisan dianggap dapat menggangu ketertiban umum, maka undangundang melarang tindakan pengemisan di muka umum dan menetapkannya sebagai pelanggaran. Hukuman yang diterima orang yang melakukan kejahatan dan pelanggaran tentu saja berbeda, kejahatan diancam dengan ancaman hukuman yang jauh lebih berat daripada pelanggaran. Semua tindak pidana yang bertentangan dengan kehormatan kesusilaan disebut dengan kejahatan. Salah satunya adalah perbuatan cabul yang diatur dalam Buku Ketiga KUHP yang dirumuskan dari Pasal 289 sampai dengan Pasal 296, namun yang menjadi fokus di sini adalah Pasal 290 yakni perbuatan cabul yang dilakukan terhadap anak, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, merupakan makhluk yang lemah dan sangat lugu dan perlu untuk dilindungi kepentingan dan hak-haknya. Perbuatan cabul selalu terkait dengan perbuatan yang berhubungan dengan tubuh atau bagian tubuh, terutama bagian-bagian tubuh yang dapat merangsang nafsu seksual, seperti alat kelamin, buah dada, mulut dan sebagainya
45
Ibid. hlm. 10
Universitas Sumatera Utara
yang dipandang
melanggar rasa kesusilaan umum. 46 Banyak juga orang yang
berpendapat bahwa perbuatan cabul sama dengan pemerkosaan. Pendapat tersebut ada benarnya juga jika kita bertolak dari pendapat seorang ahli hukum bernama Made Darma Weda. Beliau berpendapat bahwa perbuatan cabul tersebut dapat dogolongkan sebagai perkosaan karena perkosaan tidak selalu harus masuknya penis ke dalam vagina, bisa saja yang dimasukkan kedalam vagina bukan penis pelaku, tetapi jari, kayu, botol atau apa saja baik ke dalam vagina maupun mulut atau anus.47 Selanjutnya
Made
Darma
Werda
mengutip
pendapat
Steven
Box
yang
mengklasifikasikan pemerkosaan ke dalam beberapa jenis, yaitu: 1. Sadist rape, yaitu pemerkosaan yang dilakukan secara sadistik. Si pelaku mendapat kepuasan bukan karena bersetubuh tetapi karena perbuatan kekerasan terhadap “genitalia” dan tubuh si korban. 2. Anger rape, merupakan ungkapan pemerkosaan yang karena kemarahan dilakukan dengan sifat brutal secara fisik. Seks menjadi senjatanya dan dalam hal ini tidak diperolehnya kenikmatan seksual, yang dituju acapkali keinginan untuk mempermalukan si korban. 3. Domination rape, pemerkosaan yang dilakukan oleh mereka yang ingin menunjukkan kekuasaannya, misalnya, majikan yang memperkosa bawahannya. Tidak ada maksud untuk menyakitinya. Keinginannya yaitu bagaimana memilikinya secara seksual.
82
46
Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm.
47
Made Darma Weda, Kriminologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm.72
Universitas Sumatera Utara
4. Seduction-turned-into-rape, yaitu pemerkosaan yang ditandai dengan adalanya relasi antara pelaku dengan si korban. Jarang digunakan kekerasan fisik dan tidak ada maksud mempermalukan. Yang dituju adalah kepuasan si pelaku dan si korban menyesali dirinya, karena sikapnya yang kurang tegas. 5. Exploitation rape, merupakan jenis pemerkosaan dimana si wanita sangat bergantung dari si pelaku, baik dari sosial maupun ekonomi. Acapkali terjadi dimana istri dipaksa oleh suami. Kalaupun ada persetujuan, itu bukan karena ada keinginan seksual dari si istri, melainkan demi kedamaian tumah tangga. 48 Berbagai jenis perkosaan si atas menunjukkan bahwa perkosaan tersebut terjadi lebih dominan karena pelaku melakukan pemaksaan dengan kekerasan terhadap korban atau korban merasa terspaksa untuk melakukan permintaan tersangka. Beranjak dari pernyataan di atas, jika dicermati modus operandi para pelaku perbuatan cabul dalam Data Polresta Medan, memang sebagian besar pelaku memasukkan penis ke dalam vagina korban, ada juga yang memasukkan jari, memegang dan mencium alat kelamin korban, namun pelaku tidak melakukannya dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, melainkan hanya dengan bujuk rayu saja. Jika kita menerapkan pendapat Made Darma Werda yang menggolongkan perbuatan cabul ke dalam perkosaan, maka akan sulit untuk membuktikan unsur-unsur perbuatan cabul tersebut. Pasal 285 yang mengatur tentang perkosaan, yang berbunyi 48
Made Darma Weda, Ibid., hlm. 72
Universitas Sumatera Utara
“barang siapa dengan kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun” jika diuraikan unsur-unsurnya adalah sebagai berikut: a. Perbuatannya: memaksa; b. Caranya: 1) Dengan kekerasan; 2) Ancaman kekerasan; c. Objek: seorang perempuan bukan istrinya; d. Bersetubuh dengan dia. 49 Mengenai perbuatan cabul diatur dalam Pasal 289 KUHP yang berbunyi “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan melakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun”, jika diuraikan unsur-unsurnya: a. Perbuatannya: memaksa; b. Caranya dengan: 1) kekerasan; 2) ancaman kekerasan; c. Objeknya: seseorang untuk:
1) melakukan; atau 2) membiarkan melakukan
d. Perbuatan cabul. 50
49 50
Adami Chazawi, Ibid., Hlm. 63 Ibid., hlm. 78
Universitas Sumatera Utara
Unsur-unsur di atas menunjukkan bahwa perkosaan lebih sempit daripada perumusan perbuatan cabul yang cakupannya lebih luas menyentuh perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dimana perumusan pasalnya tidak menyebutkan pembedaan jenis kelamin, hanya disebut “seseorang” yang tentunya lebih luas pengertiannya. Dapat disimpulkan bahwa dalam tindakan perkosaan, korban sudah pasti perempuan, sedangkan dalam perbuatan cabul korban bisa laki-laki atau pun perempuan dan biasanya dalam kasus pemerkosaan, korban tidak mengenal pelaku 51 . Perbuatan Cabul yang dikaitkan dengan anak sebagai korban, Pasal 285 dan 289 di atas tampaknya belum cukup untuk dapat menjerat pelaku perbuatan cabul terhadap anak, karena si pelaku tidak selalu melakukan pemaksaan terhadap si anak, tetapi lebih memanfaatkan ketidaktahuan dan kelemahan si anak untuk dapat melakukan perbuatannya terhadap si anak, karena itulah Pasal 290 KUHP tidak menyebutkan kalimat “dengan kekerasan atau ancaman kekerasan” karena pelaku perbuatan cabul terhadap anak tidak selalu melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap anak, tetapi kondisi anak yang tidak berdaya dan tidak mengerti apa-apa akan sangat menguntungkan tersangka sehingga anak sebagai makhluk yang lemah lebih banyak menjadi korban perbuatan ini. Hal ini disebabkan karena anak merupakan makhluk yang tidak berdaya dan tidak mengerti atau tidak mengetahui mengenai segala perbuatan yang dilakukan terhadapnya. Keberadaan anak yang lemah dan belum mengerti atas apa yang sedang menimpa dirinya inilah yang harus
51
Wawancara dengan Bripka Betti Suriati (Penyidik Pembantu pada Unit Perlindungan Perempuan dan Anak/Unit PPA Polresta Medan, tanggal 24 Juni 2011 di Unit PPA Polresta Medan.
Universitas Sumatera Utara
dilindungi dan perlu diperhatikan secara khusus kepentingannnya agar tidak lagi menjadi korban perbuatan yang dapat merusak kehormatan kesusilaannya. B. Tindak Pidana Pebuatan Cabul sebagai Kejahatan 1.
Sebab-sebab Terjadinya Kejahatan Sebelum membahas mengenai sebab-sebab terjadinya tindak pidana perbuatan
cabul terhadap anak, terlebih dahulu kita akan membahas mengenai sebab-sebab terjadinya kejahatan. J.C.T. Simorangkir mengutip pendapat W.A. Bonger yang mengartikan kejahatan sebagai perbuatan yang sangat anti sosial yang oleh negara ditentang dengan sadar dengan penjatuhan hukuman. 52 Beliau juga mengutip pendapat Paul Moedikno Moeliono yang mengartikan kejahatan sebagai perbuatan pelanggaran norma hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan masyarakat sebagai perbuatan yang merugikan, menjengkelkan sehingga tidak boleh dibiarkan. 53 Banyak hal yang dapat memicu terjadinya kejahatan dalam masyarakat, namun setiap kejahatan yang dilakukan bukanlah tanpa sebab, seperti kata pepatah “tidak mungkin ada asap bila tidak ada api”. Hanya orang yang memiliki kelainan kejiwaan yang melakukan kejahatan tanpa sebab. Kriminologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang sebab-sebab terjadinya kejahatan merumuskan tentang sebab terjadinya kejahatan, sebagai berikut 54 : 1) Perspeftif Biologis.
52
J.C.T. Somorangkir, et.al., Op. Cit., hlm. 81‐82 Ibid., hlm. 82 54 Topo Santoso & Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), hlm. 53
35‐58
Universitas Sumatera Utara
Tokoh biologis mengikuti tradisi Cesare Lambrosso, Rafaelle Garofalo serta Charles Goring dalam upaya penelusuran mereka guna menjawab tentang tingkah laku kriminal. Para tokoh genetika berargumen bahwa kecenderungan untuk melakukan kejahatan kemungkinan dapat diwariskan. Sarjana lain tertarik kepada kromosom, ketidaknormalan kromosom, kerusakan otak dana sebagainya terhadap tingkah laku kriminal. 2) Perpektif Psikologis Para tokoh psikologis mempertimbangkan suatu variasi dari kemungkinancacat dalam kesadaran, ketidakmatangan emosi, sosialisasi yang tidak memadai di masa kecil, kehilangan hubungan dengan ibu, perkembangan moral yang lemah. 3) Teori sosiologis Berbeda dengan teori sebelumnya, teori sosiologis ini mencari alasan-alasan perbedaan dalam hal angka kejahatan di dalam lingkungan sosial. Teori ini dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: a) Teori Strain Teori strain beranggapan bahwa anggota masyarakat mengikuti satu set nilai-nilai budaya dari kelas menengah. Satu budaya paling penting adalah ekonomi, karena orang yang memiliki ekonomi lemah tidak memiliki sarana-sarana untuk mencapai tujuannya, sehingga mereka menjadi frustrasi dan beralih menggunakan sarana-sarana yang tidak sah dalam mencapi tujuan itu.
Universitas Sumatera Utara
b) Cultural Deviance (Penyimpangan Budaya) Teori ini beranggapan bahwa orang-orang dari kelas bawah memiliki satu set nilai-nilai yang berbeda, yang cenderung konflik dengan nilai-nilai kelas menengah, sebagai konsekuensinya, manakala orang kelas bawah mengikuti sistem nilai mereka sendiri, mereka mungkin telah melangar norma-norma konvensional. c) Social Control (Kontrol Sosial) Teori Social Control
berdasar pada satu asumsi bahwa motivasi
melakukan kejahatan merupakan bagian dari umat manusia. Teori konrol sosial mengkaji kemampuan kelompok-kelompok dan lembaga-lembaga sosial membuat aturan-aturan yang efektif. Sebab-sebab terjadinya kejahatan dapat diklasifikasikan menjadi faktor internal dan faktor internal sebagai berikut: a. Faktor Internal Faktor internal terjadinya kejahatan dilihat dari dalam diri si pelaku 1) Kejahatan merupakan bakat manusia yang dibawa sejak lahir, ebagaimana yang diungkapkan Lambroso bahwa, yang ditandai dengan beberapa ciriciri fisik. 55 2) Goddard berpendapat bahwa penjahat adalah orang yang memiliki otak yang lemah (Feeble Mindness). Hasil penelitian Goddard semua pelaku kejahatan memiliki otak yang lemah (IQ rendah). 56 55
Made Darma Weda, Op. Cit., hlm. 16
Universitas Sumatera Utara
3) Aspek-aspek psikiatrik, yakni das es atau id yang merupakan alam tak sadar, dimana segala nafsu, keinginan dan naluri berada di dalamnya. Das es inilah yang mendorong das ich atau alam sadar untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga das ich ini berusaha untuk melakukan hal-hal untuk memenuhi kebutuhannya. Berbeda dengan das uber ich, yakni super ego yang merupakan aspek moral, artinya semua norma-norma yang hidup dalam masyarakat sehingga melakukan penilaian keinginan dari ego itu sendiri, super ego inilah yang akan menentukan cara seseorang dalam memenuhi kebutuhannya, apakah dengan cara yang baik atau harus melakukan pelanggaran terhadap norma-norma yang ada. 57 4) Permasalahan hidup, misalnya orang melakukan pencurian karena kemiskinan. Hal tersebut telah lama dikemukakan para ahli sebagai salah satu penyebab terjadinya kejahatan, khususnya kejahatan pencurian, sebagaimana pendapat Beccaria yan dikutip oleh Bonger bahwa pencurian adalah kejahatan yang biasanya timbul karena kemiskinan dan keputusasaan. 58 Ada juga orang melakukan pembunuhan karena merasa kesal ditagih hutang dengan nominal yang sangat kecil 59 , dan kasus yang
56
G.W., Bawengan, Op. Cit., hlm. 41 Ibid., hlm 19‐20 58 W.A. Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1977), hlm. 51 59 http://m.poskota.co.id/berita‐terkini/2011/06/07/kesal‐ditagih‐utang‐rp70‐ribu‐tetangga‐ dogorok, diakses tanggal 28 Juni 2011. 57
Universitas Sumatera Utara
banyak terjadi adalah orang melakukan perbuatan cabul terhadap anak sehabis menonton video porno. 60 Dikaitkan dengan tindak pidana percabulan, para pelaku melakukan perbuatannya karena didorong oleh kebutuhan biologis yang bergejolak di dalam dirinya,
namun
dalam
pemenuhannya
pelaku
melakukan
perbuatan
yang
menyimpang, artinya pelaku melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang hidup dalam masyarakat. Pelaku tidak dapat mengendalikan super egonya untuk membedakan hal yang baik dan yang buruk, dalam hal ini akal sehatnya dikalahkan oleh dorongan pemenuhan kebutuhan biologisnya, disini dapat disimpulkan bahwa kurangnya moral yang merupakan aspek dari super ego yang menyebabkan pelaku melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan umum. b. Faktor Eksternal Faktor yang berasal dari luar diri si pelaku merupakan sebab-sebab orang melakukan kejahatan yang berasal dari luar dirinya, antara lain: 1) Lingkungan, dimana si pelaku melakukan kejahatan karena meniru dari orang yang pernah melakukan hal yang serupa atau mengikuti pengaruh dari teman-temannya. 61 Faktor lingkungan ini merupakan suatu faktor yang potensial mempengaruhi perkembangan karakter seseorang, dimana jika seseorang tinggal dalam suatu lingkungan dalam kurun waktu
60 61
http://202.146.4.121/read/artikel/69543, diakses tanggal 28 Juni 2011. G.W. Bawengan. Op. Cit., hlm.42
Universitas Sumatera Utara
62
Contohnya, seorang anak yang tinggal
dalam lingkungan perumahan elit yang diasuh oleh pembantu (baby sitter) akan berbeda kepribadian dan pembawaannya dengan anak yang tinggal di daerah padat penduduk seperti lorong atau gang, dimana semua anak berbaur dan bermain bersama ketika dia dewasa kelak. Sebuah gerombolan yang terdiri dari beberapa anak yang tinggal di sebuah gang kecil, Gang Ajarib Jl. Djamin Ginting di Kota Medan memiliki sifat dan pembawaan yang sama dalam menghadapi seseorang, dimana semua anak dalam gerombolan tersebut memiliki sifat “menantang” kepada orang yang lebih tua sekalipun dan cenderung sering melakukan pengancaman kepada anak-anak sebaya lain yang tinggal di daerah Pasar I Padang Bulan Medan untuk melakukan pemerasan dengan kekerasan dan ancaman kekerasan secara bersama-sama. 63 Mereka tumbuh bersama-sama dalam lingkungan yang sama, bermain bersama, mendapatkan pengalaman yang cenderung sama sehingga menyebabkan prilaku dan kepribadian mereka tidak jauh berbeda satu dengan lain. Contoh tersebut merupakan suatu contoh nyata yang menunjukkan betapa sebuah lingkungan sangat mempengaruhi kepribadian seseorang, seperti 62
Stephan Hurwitz, Kriminologi, (Jakarta: Bina Aksara, 1986), hlm.38 Berdasarkan Observasi Peneliti (Minggu, 05 Juni 2011) di Kawasan Kampus Universitas Sumatera Utara, dimana setelah diwawancara beberapa masyarakat sekitar gang, mereka mengatakan bahwa anak‐anak tersebut memang sering melakukan pemerasan kepada anak‐anak sebaya dengan melakukan pengancaman. 63
Universitas Sumatera Utara
yang dikemukakan oleh Stephen Hurwitz bahwa faktor-faktor ingkungan dan pembawaan selalu mempengaruhi timbal balik, dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. 64 Mau tidak mau, manusia harus bertinteraksi dengan lingkungannya karena manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon), artinya manusia tidak dapat hidup sendiri namun harus berinteraksi dengan manusia lainnya sebagai anggota masyarakat. Selain faktor lingkungan, seperti contoh kasus di atas, orang yang melakukan perbuatan cabul juga dapat dipengaruhi oleh peranan teknologi yang digunakan sebagai fasilitas untuk menyaksikan adegan-adegan yang dapat merangsang nafsu seksual. 2.
Sebab-Sebab Terjadinya Tindak Pidana Perbuatan Cabul Terhadap Anak di Kota Medan Setiap orang di muka bumi ini tidak pernah menghendaki dirinya menjadi
korban kejahatan, begitu juga dengan anak, sebagian besar dari mereka, khususnya anak yang masih balita, bahkan belum mengerti apa artinya kejahatan apalagi sampai membayangkan dirinya menjadi korban kejahatan. Mereka seringkali menjadi korban pelecehan seksual yang sama sekali tidak mereka pahami, sementara dampak yang dialaminya kemungkinan bisa mengganggu kejiwaaannya, berdampak negative pada pertumbuhannya, bahkan dapat menjadi beban mental seumur hidupnya. 65 Peneliti menyimpulkan bahwa perbuatan cabul terhadap anak (khususnya anak balita) adalah
64 65
Stephan Hurwitz. Ibid., hlm. 38 Mien Rukmini, Aspek Hukum Pidana dan Kriminologi, (Bandung: Alumni, 2006), hlm. 1‐2
Universitas Sumatera Utara
perbuatan yang sangat keji, bahkan lebih keji dari kejahatan perang, karena di dunia peperangan, orang yang terlibat di dalamnya adalah orang yang sama-sama mengerti atas perbuatannya dan jika mereka mau, mereka dapat menghindari ancaman yang datang kepadanya, sedangkan seorang anak kecil sama sekali tidak dapat menghindari kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa terhadapnya karena ketidaktahuannya, dia hanya bisa menerima perlakukan yang dihadapkan kepadanya tanpa mengerti apa yang sedang dialami olehnya. Anak mudah percaya kepada orang yang pernah dikenalnya, walaupun hanya bertemu sekali saja yang membuat mereka tidak takut berkomunikasi dengan yang bersangkutan, sehingga peluang orang berbuat jahat terhadapnya akan semakin terbuka, apalagi anak mudah dibujuk dan diming-imingi akan diberikan sesuatu seperti permen, mainan, dan sebagainya tanpa menaruh kecurigaan sama sekali.66 Orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap anak tidak perlu mengeluarkan tenaga lebih, beban pikiran untuk menyusun taktik, materi yang banyak, serta tidak memakan waktu yang lama untuk mencabuli anak kecil bila dibandingkan dengan melakukan pelecehan seksual terhadap orang dewasa, apalagi perbuatan cabul terhadap anak ini cukup sulit untuk diungkap karena dibutuhkan keterampilan, pengetahuan dan keahlian khusus untuk berkomunikasi dengan si anak untuk
66
Wawancara dengan Brigadir S.P.W. Tarigan, anggota Kepolisian Sektor Medan Baru yang pernah bertugas di Polresta Medan dalam menangani kasus tindak pidana percabulan terhadap anak, pada tanggal 27 Juni 2011
Universitas Sumatera Utara
menceritakan apa yang dialaminya, di samping itu saksi dalam kasus seperti ini adalah anak juga. 67 Perbuatan cabul yang dilakukan oleh pelaku awalnya bukanlah perbuatan yang direncanakan tetapi secara spontan terjadi karena pelaku dalam keadaan terdesak nafsu seksualnya, dan pada saat ia ingin melampiaskan nafsunya tersebut, tanpa disengaja beberapa anak muncul di hadapannya atau pelaku tidak sengaja melihat anak yang bermain di dekitar lingkungan tempat tinggalnya, sehingga timbullah niat pelaku untuk melampiaskannya terhadap anak tersebut walaupun hanya sebatas memegang alat kelamin korban. Kasus lain yang terjadi, si anak sering bermain ke rumah pelaku, namun ada masanya si pelaku khilaf ketika keluarga (istri dan anak-anak) tidak ada di rumah dan nafsu seksualnya memuncak, sehingga timbul niat jahat si pelaku untuk mencabuli korban yang sedang berada di rumahnya tersebut. 68 Bahayanya, apabila tindakan ini berhasil, maka besar kemungkinan pelaku akan mengulangi perbuatannya setiap ada kesempatan sampai perbuatan tersebut terbongkar. Tidak tertutup kemungkinan, pelaku juga melakukan hal yang sama terhadap teman-teman korban setiap ada kesempatan. Sekali pelaku melakukan perbuatan cabul terhadap anak, besar kemungkinan si pelaku akan mengalami penyimpangan seksual yang berkepanjangan dan akan sulit baginya untuk merubah
67
Ibid. Wawancara dengan Bripka Betti Suriati (Penyidik Pembantu pada Unit Perlindungan Perempuan dan Anak/Unit PPA Polresta Medan, tanggal 24 Juni 2011 di Unit PPA Polresta Medan. 68
Universitas Sumatera Utara
prilaku seks yang menyimpang ini. 69 Peneliti menyimpulkan bahwa prilaku seks yang seperti ini hampir sama dengan pengguna narkoba, yakni akan menjadi candu pada pelaku yang membutuhkan waktu lama dan pengobatan khusus untuk merubahnya karena sudah mempengaruhi psikologis pelaku. Tragisnya lagi, ada juga kejadian dimana ayah melakukan percabulan terhadap anak kandungnya, yang sering disebut dengan hubungan sumbang atau incest (dalam Bahasa Inggris). Wikipedia Indonesia mengartikan hubungan sumbang atau incest sebagai hubungan saling mencintai yang bersifat seksual yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki ikatan keluarga (kekerabatan) yang dekat, biasanya antara ayah dan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama saudara kandung atau saudara tiri. 70 Incest yang pernah terjadi di wilayah Polresta Medan adalah antara ayah dengan anak perempuannya, dimana kejadiannya berawal dari percabulan yang dilakukan sang ayah sejak anak masih balita, pada masa dimana si anak percaya kepada orang-orang dewasa yang setiap hari bertemu dengannya, yaitu orang yang sesungguhnya memilki kewajiban untuk melindunginya dari berbagai bahaya yang dapat mengganggu pertumbuhan psikis dan fisiknya. Ironisnya, justru perlakuan yang merusak dirinya diterima dari orang yang dianggapnya paling melindunginya. Perbuatan incest ini biasanya diakukan berulang-ulang sejak anak masih balita sampai menginjak usia remaja. Incest ini terjadi tidak memandang
69
Wawancara dengan Brigadir S.P.W. Tarigan, anggota Kepolisian Sektor Medan Baru yang pernah bertugas di Polresta Medan dalam menangani kasus tindak pidana percabulan terhadap anak. Pada tanggal 29 Juni 2011 70 http://id.m.wikipedia.org/wiki/Hubungan_sedarah di akses tanggal 28 Juni 2011
Universitas Sumatera Utara
tempat, biasanya sang ayah akan memanfaatkan berbagai situasi untuk melakukan aksinya terhadap sang anak. Contohnya jika kondisi rumah sedang ramai, sang ayah membawa anak tersebut ke luar rumah dan mencari sunyi untuk melakukan perbuatannya atau mencabuli anaknya ketika rumah sedang sepi dimana anggota keluarga yang lain sedang tidak ada di rumah dimana sang ayah hanya berdua dengan anaknya. Setelah melakukan perbuatannya, biasanya anak diiming-imingi hadiah agar tidak melapor kepada siapapun, terutama ibunya atas perbuatan yang dilakukannya. Ketika si anak menginjak usia remaja dimana si anak sudah semakin memahami penyimpangan perbuatan yang dilakukannya bersama sang ayah, iming-iming tersebut dapat berubah menjadi ancaman keras seperti ancaman si anak akan dibunuh atau si ayah akan menceraikan ibunya, dan rasa takut di anak terhadap ayahnya membuat si anak tidak melaporkan perbuatan yang dialaminya kepada siapapun. Perbuatan tersebut terbongkar disaat sang anak sudah remaja dan mulai bercerita kepada teman-temannya tentang hubungan gelapnya dengan ayahnya atau lebih fatalnya, perbuatan sang ayah terbongkar ketika anak mengalami kehamilan. 71 Faktor spesifik terjadinya tindak pidana percabulan yang terjadi di Kota Medan lebih banyak di daerah pemukiman padat penduduk dengan keadaan ekonomi menengah ke bawah, dimana anak-anak tidak memilki penjaga, dan bebas berkeliaran dan bermain bersama teman-temannya di lingkungan tempat tinggalnya. Pelaku
71
Wawancara dengan Bripka Betti Suriati (Penyidik Pembantu pada Unit Perlindungan Perempuan dan Anak/Unit PPA Polresta Medan, tanggal 24 Juni 2011 di Unit PPA Polresta Medan.
Universitas Sumatera Utara
biasanya adalah orang yang kenal dan dekat dengan kehidupan sehari-hari korban. 72 Sehingga pelaku dapat dengan mudah membujuk korban untuk melakukan perbuatan cabul terhadapnya. Berbeda halnya dengan ekonomi atas yang sulit untuk dijangkau untuk melakukan perbuatan cabul karena biasaya untuk menembus pagar rumahnya saja pelaku kesulitan, apalagi sampai mencabuli anaknya, maka dapat dipastikan bahwa korban perbuatan cabul ini berasal dari keluarga menengah ke bawah. Beberapa kasus perbuatan cabul terhadap anak, anak seringkali diancam agar tidak memberitahukan perbuatan yang telah dilakukan terhadapnya kepada siapa saja, dan si anak pun pasti akan menurut saja karena rasa takut akan ancaman yang dihadapkan padanya sehingga si anak tidak melaporkan kepada ayah atau ibunya atau kepada siapa saja yang ada di dekatnya. a.
Pelaku Anak Faktor-faktor penyebab perbuatan cabul terhadap anak Pelaku anak dalam perbuatan cabul tersebut, dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini: 1) Faktor Internal a) Meningkatnya Libido Seksualitas pada Anak Peningkatan hasrat seksual pada anak akan mendorong anak melakukan aktivitas tertentu untuk memenuhi kebutuhan seksualnya. b) Rasa Ingin Tahu yang Besar Usia remaja merupakan usia rentan dimana anak selalu ingin tahu tentang segala sesuatu dan selalu ingin mencoba hal-hal yang baru, termasuk 72
Mien Rukmini, Ibid., hlm. 3
Universitas Sumatera Utara
seksualitas, jika anak tidak diawasi maka akan dapat menyebabkan si anak mencari sendiri mengenai hal tersebut dan akhirnya melakukan aktivitas seksual tertentu untuk memenuhi rasa keingintahuannya yang berpeluang pada prilaku menyimpang yang dilakukan oleh anak. 2) Faktor Eksternal a) Video Porno Video porno yang kian mudah untuk memperolehnya menjadi faktor penting yang menyebabkan terjadinya perbuatan cabul di kalangan anak. Kemajuan teknologi dewasa ini semakin menciptakan peluang untuk mengakses video porno, baik melalui warung internet (warnet), bahkan dapat diakses dan dikoleksi dengan ponsel pribadi. Sebagai seorang anak di masa pubertas yang memilki rasa ingin tahu yang sangat besar, tentu saja video porno akan sangat mempengaruhi tindakannya. 73 Tayangan-tayangan di media juga sarat dengan pornografi, dimana banyak sekali public figure yang memberikan contoh berpakaian dan berprilaku tidak baik yang dapat mempengaruhi pikiran orang lain, khususnya remaja. b) Gaya Pacaran Anak Kehidupan modern ini tentunya menimbulkan berbagai dampak terhadap perkembangan psikologis anak. Anak usia remaja antara 11 (sebelas) sampai 18 (delapan belas tahun) memiliki kecenderungan untuk meniru 73
Wawancara dengan Iptu Parulian Lubis, Perwira Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Panit PPA) Polresta Medan, tanggal 26 Juni 2011 ( hal serupa juga diungkapkan oleh Bripka Betti Suriati dan Brigadir S.P.W. Tarigan)
Universitas Sumatera Utara
beragam aktivitas yang tidak sesuai untuk usianya, apalagi jika anak memiliki tokoh idola, maka anak tersebut sangat mudah terstimulasi untuk melakukan hal-hal seperti yang dilakukan idolanya tersebut, serta memilki rasa penasaran yang tinggi terhadap objek yang baru, termasuk berita yang sedang
hangat
dalam
masyarakat. 74
Berbagai
film-film
produksi
Hollywood tersebar luas dalam masayarakat, baik dalam kualitas original maupun bajakan dan hampir setiap film menampilkan gaya pacaran yang berujung pada hubungan seksual. Hal ini tentu saja sangat mempengaruhi gaya pacaran anak remaja sehingga hal-hal yang dahulu diangap tabu kini menjadi hal yang biasa di kalangan remaja masa kini, mereka menonton film tersebut bersama-sama dan melakukan adegan tersebut bersamasama. 75 c) Perkembangan Teknologi Informasi Perkembangan teknologi informasi dewasa ini tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu penyebab anak melakukan perbuatan cabul terhadap sesama anak akibat pengaruh video prono yang dapat dengan mudah diakses bahkan dikoleksi di ponsel pribadi yang semakin canggih sehingga dapat mempengaruhi prilaku anak untuk melakukan tindakan yang menyimpang. d) Faktor Keluarga 74
http://m.inilah.com/read/detail/611661/banjir‐video‐porno‐bikin‐abg‐candu‐seks, diakses pada tanggal 26 Juni 2011. 75 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Kondisi rumah yang tidak nyaman bagi anak dapat merubah pola prilakunya, apalagi ketidaknyamanan itu disebabkan oleh adanya masalah antara ke dua orang tua, seperti orang tua yang sering bertengkar akan menyebabkan anak tidak betah di rumah, atau bahkan orang tua yang bercerai dapat menyebabkan anak merasa sedih dan tidak tahu harus berbuat apa sehingga mereka mencari pelarian dan sering terjerumus ke dalam pergaulan yang salah. 76 Permasalahan yang terjadi antara orang tua juga kerap kali membuat anak merasa kurang diperhatikan dan terabaikan kepentingannya sehingga menyebabkan si ana lebih bebas bertindak. Selain itu orang tua yang sakit, meninggal dunia, hubungan keluarga tidak harmonis antara sesame anggota keluarga, maupun karena kesulitan ekonomi yang mengakibatkan kesulitan pengasuhan terhadap anak. 77 e) Meniru Prilaku Seks Orang yang Signifikan Hal ini terjadi biasanya dalam keluarga dengan kondisi rumah yang hanya memilik satu kamar tidur dan orang tua dan anak-anak tidur dalam ruangan yang sama. Kasus terjadi seringkali orang tua melakukan hubungan suami istri dalam ruangan dimana si anak berada, dalam hal ini terdapat kecerobohan orang tua tersebut yang menganggap anaknya sudah tertidur namun besar kemungkinan sang anak hanya berbaring saja namun tidak benar-benar tidur sehingga si anak menyaksikan aktivitas seksual orang 76 77
Wawancara dengan Panit PPA Polresta Medan, Iptu Parulian Lubis, Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi remaja, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hlm.
209
Universitas Sumatera Utara
tuanya. Rasa ingin tahu sang anak terhadap aktivitas tersebut dapat mendorong si anak untuk melakukan hal yang sama seperti yang disaksikannya. 78 f) Lingkungan, lingkungan tempat beraktivitas anak merupakan suatu faktor yang sangat berpengaruh dalam perbuatan cabul terhadap anak. Seperti yang terlah dijelaskan sebelumnya bahwa lingkungan merupakan suatu faktor yang potensial mempengaruhi perkembangan karakter seseorang. Pergaulan anak yang semakin bebas akan menimbulkan pengaruh buruk bagi si anak untuk mengikuti kebiasaan dan tingkah laku orang-orang yang ada di dalam pergaulan tersebut. 79 Terjadi sebagai contoh dapat dikemukakan faka hukum kasus perbuatan cabul terhadap anak dengan pelaku anak yang pernah diputus oleh Pengadilan Negeri Medan (PN Medan) antara lain adalah perbuatan cabul yang dilakukan oleg Miftah Rasidi (16 tahun) yang mencabuli seorang anak berusia 9 (Sembilan) tahun, dimana perbuatan tersebut dilakukan oleh Miftah disaat korban dititip oleh orang tuanya di rumah pelaku karena orang tua korban bekerja jaga malam. Pelaku melakukan perbuatan cabul tersebut karena terangsang ketika melihat korban sedang tidur sehingga pelaku melakukan perbuatan cabul dengan meraba-raba tubuh korban dan memasukkan jari pelaku ke kemaluan korban. Perbuatan tersebut didakwa oleh Penuntut Umum selama 6 (enam) tahun penjara, dan denda Rp. 60.000.000 78
Wawancara dengan Brigadir Devi O.S Depari, Penyidik Pembantu pada Unit PPA Polresta Medan, tanggal 24 Juni 2011 di Unit PPA Polresta Medan. 79 Ibid
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Fakta yang timbul di persidangan adalah bahwa terdakwa benar telah melakukan sebagaimana dalam dakwaan penuntut umum sehingga Hakim PN Medan memutus perkara tersebut dengan nomor putusan NO.787/PID.B/2006/PN.Mdn dengan menghukum pelaku selama 3 (tiga) tahun dan denda Rp. 60.000.000 (enam puluh juta rupiah) dengan ketentuan jika denda tidak dibayar harus diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan. b. Pelaku Dewasa Pelaku orang dewasa dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini: 1) Faktor Internal a) Adanya kelainan pada diri si pelaku, artinya bahwa pelaku memiliki sebuah kelainan seksual yang gemar melakukan hubungan seksual atau mencabuli anak kecil atau sering kita sebut dengan pedofilia. Pedofilia merupakan suatu pelanggaran seksual yang sangat serius yang biasanya dilakukan oleh kaum menengah ke atas. Kaum pedofilis (orang yang melakukan pedofilia) ini melakukan pedofilia menurut Guttmacher dapat disebabkan oleh tiga hal, yaitu: (a) Memasuki masa second child dan karena itu merasakan kepuasan jika melakukan hubungan seksual dengan anak-anak. Second child disini dapat diartikan bahwa si pelaku mengalami pubertas ke dua yang menyebabkan pelaku cenderung lebih menyukai dan mendapatkan kepuasan jika melakukan hubungan seksual dengan anak-anak.
Universitas Sumatera Utara
(b) Kehilangan teman hidup dan tidak berhasrat untuk kawin lagi sehingga anak-anak menjadi pelampiasan seksualnya. (c) Kepuasan yang diperoleh dari kesadisan dan kebrutalan terhadap anakanak yang berinteraksi seksual dengan anak-anak dengan kekerasan. Kebanyakan dari para pedofilis ini adalah penderita-penderita psikosis. 80 Hal yang keempat bisa jadi disebakan karena pelaku pernah juga menjadi korban pelecehan seksual pada masa kecil sehingga menyebabkan prilaku seks menyimpang dalam diri si pelaku. 81 b) Moral Pelaku, hal ini sangat erat kaitannya dengan sikap batin si pelaku. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa manusia memiliki das es, das ich, dan super ego. Das es merupakan temoat berkumpulnya segala keinginan dan kebutuhan yang mendorong das ich dalam pemenuhannya, namun semua tergantung super ego bagaimana cara atau tindakan mana yang dipilih untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pelaku perbuatan cabul juga merupakan manusia yang memiliki hasrat seksual yang membutuhkan pemenuhannya, namun yang menjadi permasalahannya adalah si pelaku tidak mempedulikan dampak yang akan diterima oleh korban dan bagaimana pandangan masyarakat terhadap tindakan tersebut. Pelaku tidak
80
G.W. Bawengan, Op. Cit., hlm. 158 Wawancara dengan Brigadir S.P.W. Tarigan, anggota Kepolisian Sektor Medan Baru yang pernah bertugas di Polresta Medan dalam menangani kasus tindak pidana percabulan terhadap anak. Pada tanggal 29 Juni 2011 81
Universitas Sumatera Utara
memiliki moral, artinya pelaku tidak mempertimbangkan tindakan mana yang baik dan tindakan mana yang buruk dan bagaimana dampak ke depannya sehingga pelaku tetap saja melakukan perbuatan cabul terhadap anak sekalipun pelaku tahu bahwa perbuatan itu adalah salah karena tidak memiliki pertimbangan moral tersebut. c) Benci atau dendam pada keluarga korban, jadi ingin mempermalukan keluarga. Kasus ini dapat bermula pada perseteruan antara pelaku dengan ayah korban, dan pelaku tidak dapat membalaskan dendamnya terhadap ayah korban sehingga pelaku menjadikan korban sebagai tumbal untuk menghancurkan hati ayah korban, tetapi kejadian seperti ini hanya sebagian kecil saja, yang pernah terjadi di lingkungan Polresta Medan adalah di kalangan penguasaha. 82 2) Faktor Eksternal a) Video Porno Film porno merupakan salah satu pemicu terjadinya perbuatan cabul terhadap anak. Para pelaku sebelumnya menonton film porno yang menyebabkan hasrat seksualnya memuncak dan tidak memiliki istri sebagai tempat pelampiasan nafsunya, sehingga dapat menyebabkan anak menjadi korban pemuasan hasrat seksual pelaku. Berbeda dengan pelaku anak seperti yang dijelaskan di atas, biasanya pelaku menonton video 82
Wawancara dengan Brigadir S.P.W. Tarigan, anggota Kepolisian Sektor Medan Baru yang pernah bertugas di Polresta Medan dalam menangani kasus tindak pidana percabulan terhadap anak. Pada tanggal 29 Juni 2011
Universitas Sumatera Utara
porno ini di warung kopi bersama dengan sesama pengunjung warung tersebut atau pelaku menonton video tersebut sendirian di warnet. Bisa juga pelaku dengan sengaja mempertunjukkannya kepada korban dan sekaligus melakukan percabulan terhadap korban atau dengan ajakan dan bujukan kepada korban untuk menonton video porno bersama pelaku, baik dilakukan di tempat tertutup seperti warnet, bahkan ada yang sampai dibawa ke penginapan, dan disanalah pelaku melakukan aksinya. 83 Beberapa korban sempat juga melakukan penolakan terhadap ajakan pelaku, namun pelaku mengiming-imingi korban dengan ungkapan “jika kamu tidak mau tidur denganku, berarti kamu tidak cinta aku”, dan dengan ungkapan tersebut korban yang masih remaja tersebut terhanyut ke dalam rayuan pelaku yang akhirnya berujung dengan tercorengnya kehormatan korban. 84 Biasanya, jika korban sudah memulai perbuatan tersebut dengan kekasihnya, maka besar kemungkinan korban akan diajak berulang kali dan akhirnya korban juga semakin sering berbohong kepada orang tuanya jika keluar rumah, dengan alasan kursus dan korban juga sering bolos sekolah jika diajak oleh kekasihnya, Kejadian ini akan terbongkar setelah anak merasa bingung dan ketakutan yang ditandai dengan perubahan tingkah lakunya, misalnya anak yang selama ini periang berubah menjadi
83
Wawancara dengan Bripka Betti Suriati (Penyidik Pembantu pada Unit Perlindungan Perempuan dan Anak/Unit PPA Polresta Medan, tanggal 24 Juni 2011 di Unit PPA Polresta Medan. 84 Wawancara dengan Iptu Parulian Lubis, Perwira Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Panit PPA) Polresta Medan, tanggal 26 juni 2011 di Polresta Medan.
Universitas Sumatera Utara
pendiam dan murung atau sering mengurung diri di kamar yang tentu saja mengundang pertanyaan dalam benak orang tuanya, sehingga akhirnya orang tuanya melakukan pendekatan dan menanyakan masalah apa yang sedang dihadapi oleh si anak. Bahkan ada juga kejadian yang terbongkar karena si anak telah hamil. b) Lingkungan Lingkungan memberikan pengaruh bagi perbuatan cabul terhadap anak. Selain akibat bergaul dengan orang-orang yang memiliki kecenderungan negatif, lingkungan yang sepi juga dapat menciptakan kesempatan bagi pelaku untuk melakukan perbuatan cabul terhadap anak, khususnya anak yang masih balita. c) Pengangguran
dan
Kemiskinan,
tidak
memiliki
pekerjaan
atau
menganggur menyebabkan pelaku hampir tidak memiliki kesibukan untuk menghabiskan waktu luang, sehingga seringkali dapat menyebabkan timbulnya pengaruh-pengaruh negatif dalam diri si pelaku untuk melakukan hal-hal yang negatif, seperti menonton video porno dan menghayalkan hal-hal yang dapat mengundang birahi sehingga dapat menyebabkan pelaku berniat untuk melakukan percabulan terhadap anak, baik anak yang masih balita, maupun anak yang dijadikan sebagai kekasih pelaku. Selain itu, hal ini juga dapat mendorong pelaku untuk melalukan tindakan kriminal lain seperti pemerkosaan, pencurian, perampokan, pembunuhan dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Contoh lain perbuatan cabul terhadap anak dengan pelaku dewasa dilakukan oleh Robby Darwis (19 Tahun) yang mencabuli korban yang berusia 13 Tahun sampai 7 (tujuh) kali. Pebuatan ini dilakukan oleh pelaku dengan motif berpacaran dengan korban, sehingga korban dengan mudah diajak oleh pelaku berdua di kamar tidur pelaku dan mencabuli korban di tempat tersebut dengan mengiming-imingi korban bahwa korban akan dijadikan sebagai istrinya. Penuntut Umum menuntut pelaku berdasarkan Pasal 82 UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Kasus tersebut diputus di Pengadilan Negeri Medan dengan Putusan No. 4368/Pid.B/2007/PN.Mdn dengan hukuman penjara selama 8 (delapan) tahun, dan denda sebesar Rp. 60.000.000 (enam puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan kurungan 1 (satu) bulan. Selain faktor-faktor di atas, pengalaman seksual yang menyenangkan di masa kecil dapat juga menjadi faktor penyebab yang ada dalam diri pelaku, baik pelaku anak maupun pelaku dewasa. Artinya, si pelaku merupakan korban tindak pidana percabulan juga pada masa kecilnya dan pengalaman yang dia alami tersebut merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi dirinya sehingga pelaku mengulangi perbuatan tersebut terhadap anak kecil. 85 John W. Santrock menyebutkan bahwa penggunaan alkohol dan obat-obatan, maupun prestasi akademik yang rendah, berkaitan dengan inisiatif untuk melakukan hubungan seksual di kalangan remaja. 86
85 86
Wawancara dengan Raras Sutatminingsih, M.Si., Psikolog, pada tanggal 3 Juli 2011 John. W. Santrock, Remaja Edisi Kesebelas Jilid 1, (Jakarta: Erlangga, 2007), hlm. 261
Universitas Sumatera Utara
c.
Peranan Korban Korban perbuatan cabul juga memilki peranan yang menyebabkan perbuatan itu terjadi, antara lain: 1. Anak yang berpacaran, baik dengan sesama anak maupun dengan orang dewasa. Usia remaja merupakan usia yang rentan bagi anak untuk meniru orang-orang yang ada disekitarnya, termasuk tokoh-tokoh idola mereka, baik dari cara bersikap, berbicara, maupun cara berpakaian. Remaja putri seringkali berpakaian meniru artis-artis idolanya yang sering ditampilkan di dalam media, dimana cara berpakaian itu adalah cara berpakaian yang mempertunjukkan aurat dengan pakaian yang minim yang dapat mengundang nafsu laki-laki. Peniruan yang dilakukan biasanya karena orang yang ditiru mendapatkan reward, pujian, respon positif dari lawan jenisnya akan perbuatan yang dilakukannya, sehingga remaja putri juga ingin mendapatkan pujian yang sama dan meniru perbuatan itu. 87 Sebagai contoh, orang yang berpakaian seksi selalu mendapat respon dari lawan jenisnya, sehingga remaja putri ingin mendapatkan respon yang sama dan berpakaian seksi juga yang dapat mengundang niat jahat orang lain terhadapnya. 2. Anak usia balita, hal ini bisa terjadi bila anak balita tidak dididik bagaimana cara berpakaian yang benar ataupun cara duduk yang benar. Seringkali anak usia balita berkeliaran tanpa menggunakan busana lengkap, sehingga dapat menimbulkan birahi pada orang yang melihatnya. Seringkali juga anak yang 87
Wawancara dengan Raras Sutatminingsih, M.Si., Psikolog, pada tanggal 3 Juli 2011
Universitas Sumatera Utara
memakai rok duduk sembarangan sehingga bagian genitalnya terlihat oleh orang lain. 88
88
Wawancara dengan Brigadir S.P.W. Tarigan, anggota Kepolisian Sektor Medan Baru yang pernah bertugas di Polresta Medan dalam menangani kasus tindak pidana percabulan terhadap anak. Pada tanggal 3 Juli 2011
Universitas Sumatera Utara