ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB II KUALIFIKASI TAX EVASION YANG TERKAIT DENGAN PAJAK PENGHASILAN KURANG BAYAR
2.1. Kebijakan hukum pidana dalam undang undang perpajakan Telah diketahui bahwa pajak merupakan salah sumber pembiayaan pembangunan nasional yang sangat penting. Apalagi pada masa belakangan ini, yakni semenjak pelita kelima (pada masa orde baru) sampai saat ini sektor pajak memberi kontribusi yang paling besar sendiri dibandingkan dengan sektor lain dalam setiap anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Mengingat peranannya yang begitu besar, maka pengamanan dari sektor pajak ini sangat diperlukan. Salah satu cara penanganan di bidang pajak adalah adanya ketentuan-ketentuan pidana di dalam peraturan peundang-undangan di bidang perpajakan. Adanya ketentuan ini pada hakekatnya untuk memberi penekanan kepada siapa saja yang melakukan kejahatan di bidang perpajakan. Adanya hukum pidana dalam perundang-undangan dapat bersifat otonom dan dapat bersifat komplementer.28 Bersifat otonom dapat diartikan bersifat murni dalam perundang-undangan hukum pidana sendiri, baik dalam merumuskan perbuatan yang dianggap bersifat melawan hukum, dalam menentukan pertanggungjawaban pidananya, maupun dalam penggunaan sanksi pidana dan tindakan yang diperlukan. Bersifat komplementer dapat diartikan kedudukan hukum pidana bersifat menunjang penegakan norma yang berada di bidang 28
Muladi, Proyeksi Hukum Pidana Materiil Indonesia di Masa Datang, Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Hukum Universiitas Dipenogoro Semarang, Sabtu 24 Februari 1990, h. 6-7.
30 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
hukum lain, misalnya di bidang perpajakan, hak cipta, hak paten, dan sebagainya. Penggunaan hukum pidana atau ketentuan pidana ini merupakan suatu sarana pendukung ditegakkannya peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Menurut Soehardjo Sastrosoehardjo dinyatakan bahwa sifat hukum pidana adalah sebagai hukum pengiring, yakni mengiringi, mengawal norma-norma yang ada dalam hukum pidana yang lain, baik dalam hukum administrasi negara maupun tata negara.29 Hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik.30 Dan hal ini adalah bagian dari tata tertib hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dengan warganya. Yang termasuk ke dalam hukum publik adalah hukum tata negara, hukum pidana dan hukum administrasi. Hukum membuat kaidah-kaidah baru, tidak mengadakan kewajiban-kewajiban hukum baru. Kaidah-kaidah yang telah ada di bagian-bagian hukum lain seperti hukum administrasi negara (termasuk hukum pajak), hukum perburuhan, hukum tata negara dan sebagainya dipertahankan dengan ancaman hukuman atau dengan penjatuhan hukuman yang lebih berat. Atau dapat dikatakan kewajiban-kewajiban hukum yang telah ada di bagian lain dari hukum-hukum itu telah ditegaskan kembali dengan suatu paksaan istimewa, yakni paksaan yang lebih keras dari paksaan-paksaan yang ada di bagian-bagian lain dari hukum tersebut. Pada hakekatnya hukum pidana adalah hukum sanksi, yang menyebabkan beberapa petunjuk hidup dapat ditegaskan lebih keras, tetapi hukum pidana sendiri 29
Soehardjo Sastrosoehardjo, Politik Hukum dan Pelaksanaannya dalam Negara Republik Indonesia, Alumni, Bandung, 2007, h. 13. 30
Ibid., h. 10.
31 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
tidak memuat petunjuk-petunjuk hidup itu.31 Dalam perundang-undangan di bidang administrasi banyak ditemukan sanksi-sanksi pidana untuk memperkuat sanksi administratif (administrative penal law). Logikanya adalah hendaknya sanksi pidana tersebut didayagunakan bila sanksi administratif sudah tidak mempan. Dengan kata lain penggunaan hukum pidana dipertimbangkan sebagai upaya terakhir (the last effort).32 Adanya hukum pidana dalam peraturan perundang-undangan dapat dipandang sebagai bahan pembantu atau hulprecht bagi hukum tata pemerintahan, karena penetapan sanksi pidana merupakan suatu sarana untuk menegakkan hukum tata pemerintahan,33 termasuk dalam hal ini adalah penegakan peraturan perpajakan, karena sanksi pidana adalah merupakan salah satu bentuk upaya pemaksa. Namun demikian penegakan peraturan di bidang perpajakan tidak terlepas dari keadaan masyarakat. Hal ini ditegaskan oleh Satjipto Rahardjo yang mengatakan bahwa penegakan hukum bukanlah merupakan suatu kegiatan yang berdiri sendiri, melainkan mempunyai hubungan timbal balik yang erat dengan masyarakatnya. 34 Penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi tindak pidana atau kejahatan merupakan bagian dari kebijakan criminal adalah the rational
31
Victor Situmorang dan Purbo Pranoto, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Admnistrasi Negara, Alumni, Bandung, 1981, h. 26. 32
Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1995, h. 42 33
Victor Situmorang dan Purbo Pranoto, Op.Cit., h. 26.
34
Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Rajawali, Bandung, 1983, h. 5.
32 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
organization of the control of crime by society,35 yakni usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan atau tindak pidana. Sedangkan G. Peter Hoefnagels mengemukakan kebijakan kriminal sebagai the rational organization of the social reaction of crime, yang juga dikemukakan dengan berbagai rumusan seperti the science of response, the science of crime prevention, a policy of designating human behavior as crime dan a rational total of the responses to crime. 36 Berdasarkan pendapat dari Mark Ancel mengenai kebijakan kriminal, Sudarto mengemukakan definisi singkat mengenai politik kriminal sebagai suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan.37 Di samping itu Sudarto pernah mengemukakan tiga pengertian kebijakan kriminal, yaitu : 38 a. Dalam arti sempit politik kriminal atau kebijakan kriminal atau kebijakan kriminal digambarkan sebagai keseluruhan azas dan metode, yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana; b. Dalam arti yang lebih luas kebijakan kriminal merupakan keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum, termasuk di dalamnya cara kerja dari pengadilan dan politik; c. Dalam arti yang paling luas, kebijakan kriminal merupakan keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi, yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat. Sebagai suatu kebijakan atau usaha yang rasional untuk menanggulangi kejahatan, maka tujuan akhir dari politik kriminal adalah perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan 35
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, 1995, h. 7. 36
Ibid., h. 23.
37
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986, h. 30.
38
Ibid., h. 113-114.
33 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
bahwa penegakan hukum pidana yang merupakan bagian dari politik kriminal pada hakekatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan uapaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare). Dan masing-masing kebijakan itu (social welfare policy, social defence policy, criminal policy) merupakan bagian dari kebijakan social (social policy).39 Untuk lebih memperjelas pemahaman mengenai penggunaan hukum pidana atau fungsionalisasi hukum pidana sebagai bagian dari politik kriminal, secara skematis digambarkan di bawah ini : Sosial Welfare Policy
Goal
Social policy Sosial defence Policy Penal Criminal Policy Non Penal
Sehubungan dengan uraian di atas G. Peter Hoefnagels mengatakan bahwa upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan : 40 a. Penerapan hukum pidana (criminal law application); b. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment);
39
Barda Nawawi Arief, Op.Cit., h. 8.
40
Ibid., h. 48.
34 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
c. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa (influencing views of society on crime and punishment or mass media). Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu lewat jalur penal (criminal law application) dan lewat jalur non penal (prevention without punishment dan influencing views of society on crime and punishment or mass media). Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal lebih dititikberatkan pada sifat represif sesudah kejahatan terjadi, sedangkan lewat jalur non penal lebih dititikberatkan pada sifat preventif, walaupun pada hakikatnya tindakan represif juga dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas. Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal lebih bersifat tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan. Mengingat hal tersebut, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan atau tindak pidana. Faktor-faktor kondusif itu antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung dapat menimbulkan atau mempersubur kejahatan. Ini berarti dilihat dari sudut politik kriminal, penggarapan masalah-masalah ini (upaya non penal) menduduki posisi kunci dan strategis. Selanjutnya
Barda
Nawawi
Arief
menyatakan
bahwa
upaya
penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pendekatan kebijakan, dalam arti :41
41
Ibid., h. 48.
35 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
a. Ada keterpaduan (integralitas) antara politik kriminal dan politik sosial; b. Ada keterpaduan (integralitas) antara upaya penanggulangan kejahatan dengan penal dan non penal; Senada dengan pendapat di atas Muladi menyatakan bahwa politik kriminal merupakan bagian dari politik penegakan hukum dalam arti luas (law enforcement policy). Semuanya merupakan bagian dari politik sosial (sosial policy), yakni usaha dari masyarakat atau negara untuk meningkatkan kesejahteraan warganya.42 Penegasan perlunya usaha penanggulangan kejahatan diintegrasikan dengan keseluruhan kebijakan sosial dan perencanaan pembangunan dinyatakan oleh Sudarto, bahwa bila hukum pidana hendak dilibatkan dalam usaha mengatasi segi-segi negatif dari perkembangan masyarakat atau modernisasi, maka hendaknya dilihat dalam hubungan keseluruhan politik kiminal atau sosial defence planning, dan inipun harus merupakan bagian dari rencana pembangunan nasional.43 Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui dengan jelas, bahwa penggunaan hukum pidana atau kebijakan hukum pidana bukan merupakan satusatunya tumpuan harapan untuk dapat menyelesaikan atau menanggulangi kejahatan dengan tuntas. Sebaba pada hakekatnya kejahatan itu merupakan “masalah kemanusiaan” dan “masalah sosial”, yang tidak dapat diatasi sematamata dengan hukum pidana.
42
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana, Badan Penerbit Universiats Diponegoro Semarang, 2005, h. 6. 43
Sudarto, Op.Cit., h. 96.
36 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Walaupun penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana bukan merupakan satu-satunya tumpuan harapan, namun keberhasilannya sangat diharapkan, sebab pada bidang penegakan hukum ini dipertaruhkan makna dari “Negara berdasarkan atas hukum”. Bertolak dari hal di atas, maka yang perlu dijelaskan lebih lanjut adalah masalah kebijakan hukum pidana (penal policy). Menurut Sudarto kebijakan hukum pidana adalah usaha mewujudkan peraturan perundang-undangan pidana sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang.44 Selanjutnya Marc Ancel mengemukakan pengertian kebijakan hukum pidana adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya kepada pebuatan undangundang, tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan undang-undang dan juga kepada para penyelenggara atau pelaksana putusan bermanfaat dalam upaya penanggulangan dan pengendalian kejahatan. Sedangkan di pihak lain justru menghendaki hukum pidana digunakan untuk penanggulangan kejahatan. Adanya perbedaan tersebut di atas ditandai dengan adanya beberapa pendapat para sarjana. Gagasan atau ide yang tidak setuju digunakannya hukum pidana dalam rangka penanggulangan kejahatan antara lain : dari Olof Kinberg yang mengatakan bahwa kejahatan pada umumnya merupakan perwujudan ketidaknormalan atau ketidakmatangan si pelanggar (the expression of an
44
Sudarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru, Bandung, 1990, h.
93.
37 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
offenders abnormality or immaturity) yang lebih memerlukan tindakan perawatan (treatment) dari pada pidana.45 Kemudian kriminolog lain yang bernama Karl Menninger, menyatakan bahwa sikap memidana (punitive attitude) harus diganti dengan sikap mengobati (therapeutic attitude).46 Selanjutnya ide penghapusan pidana itu dikemukakan pula oleh Filippo Gramatica, yang menyatakan hukum perlindungan sosial harus menggantikan hukum pidana yang ada sekarang. Tujuan utama dari hukum perlindungan sosial adalah mengintegrasikan individu ke dalam tertib sosial dan bukan
pemidanaan
terhadap
perbuatannya.
Hukum
perlindungan
sosial
mensyaratkan pengahapusan pertanggungjawaban pidana (kesalahan) dan digantikan tempatnya oleh pandangan tentang perbuatan anti sosial.47 Sementara itu pihak yang tidak menyetujui gagasan di dalam penaggulangan kejahatan, antara lain dikemukakan oleh Roeslan Saleh, sebagaimana yang dikutip Barda Nawawi Arief : 48 a. Perlu tidaknya hukum pidana, tidak terletak pada persoalan tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Tetapi terletak pada persoalan seberapa jauh untuk mencapai tujuan itu boleh menggunakan paksaan : peroalannya bukan terletak pada hasil paksaan, tetapi dalam pertimbangan antara lain dari hasil itu dan nilai dari batas-batas kebebasan pribadi masing-masing; b. Ada usaha-usaha perbaikan atau perawatan yang tidak mempunyai arti sama sekali bagi si terhukum : dan disamping itu harus tetap ada suatu reaksi atas pelanggaran-pelanggaran norma yang telah dilakukannya itu dan tidaklah dapat dibiarkan begitu saja; 45
Ibid., h. 20.
46
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, 1992, h. 151. 47
Ibid., h. 38.
48
Ibid., h. 153.
38 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
c. Pengaruh pidana atau hukum pidana bukan semata-maat ditujukan pada si penjahat, tetapi juga untuk mempengaruhi orang yang tidak jahat yaitu warga masyarakat yang menaati norma-norma masyarakat. Marc Ancel juga tidak sependapat dengan dihapuskannya hukum pidana dalam penanggulangan kejahatan. Menurut beliau tiap masyarakat mensyaratkan adanya tertib sosial, yaitu seperangkat peraturan yang tidak hanya sesuai dengan kebutuhan untuk kehidupan bersama tetapi juga sesuai dengan aspirasi warga masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, peranan yang besar dari hukum pidana merupakan kebutuhan yang tak dapat dielakkna bagi suatu sistem hukum. Perlindungan individu maupun masyarakat tergantung pada perumusan yang tepat dari kehidupan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu sistem hukum pidana, tindak pidana, penilaian hakim terhadap si pelanggar dalam hubungannya dengan hukum secara murni maupun pidana merupakan lembaga-lembaga (instansi) yang harus dipertahankan.49 Berkaitan dengan perlunya atau pentingnya hukum pidana dalam rangka penanggulangan kejahatan atau tindak pidana, Barda Nawawi Arief mengatakan bahwa dilihat dari sudut politik kriminal, pengunaan suatu sarana hukum tidak dapat secara apriori atau secara absolut dinyatakan sebagai suatu keharusan atau sebaliknya dinyatakan sebagai sesuatu yang harus ditolak atau dihapuskan sama sekali. Ini berarti, dilihat dari sudut politik kriminal, pokok persoalannya tidak terletak pada masalah pro dan kontra terhadap penggunaan hukum pidana atau sanksi,50 termasuk di Indonesia nampaknya penggunaan hukum pidana dalam upaya penanggulangan kejahatan atau tindak pidana tidak menjadi persoalan. Hal 49
Barda Nawawi Arief, Op.Cit., h. 29-30.
50
Ibid., h. 32.
39 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ini dapat dilihat dari praktik perundang-undangan selama ini yang menunjukkan bahwa penggunaan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan atau politik hukum yang dianut di Indonesia. Penggunaan hukum pidana dianggap sebagai suatu yang wajar dan normal, seolah-oleh keberadaannya tidak lagi dipersoalkan. Yang
menjadi
masalah
adalah
garis-garis
kebijakan
atau
pendekatan
bagaimanakah yang sebaiknya ditempuh dalam menggunakan hukum pidana itu. Sudarto mengemukakan bahwa bila hukum pidana akan digunakan hendaknya dilihat dalam hubungann keseluruhan politik kriminal atau sosial defence planning yang inipun harus merupakan bagian integral dari rencana pembangunan nasional.51 Telah diuraikan bahwa kebijakan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan kriminal (criminal policy), yang pada hakekatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (sosisal defence) dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (sosial welfare). Senada dengan hal tersebut Muladi mengemukakan bahwa hukum pidana dan penegakan hukum pidana merupakan bagian dari politik kriminal. Politik kriminal merupakan bagian dari politik penegakan hukum yang mencakup pula penegakan hukum perdata dan penegakan hukum administrasi. Dan politik penegakan hukum merupakan bagian dari politik sosial yang merupakan usaha dari setiap masyarakat dan negara untuk meningkatkan kesejahteraan warganya.52 Bila melihat uraian di atas, keberadaan kebijakan hukum pidana yang merupakan bagian dari kebijakan kriminal dan selanjutnya merupakan bagian dari 51
Ibid., h. 48.
52
Muladi. Op.Cit., h. 6.
40 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
kebijakan sosial, maka mengharapkan hukum pidana atau sanksi sebagai obat atau sarana yang sangat mujarab dalam rangka penanggulangan kejahatan atau tindak pidana merupakan pendangan yang berlebihan
2.2. Perbedaan Tax Evasion dengan Tax Avoidance Apabila kita melihat definisi pajak itu sendiri, dimana pajak dianggap sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian harta kekayaan kas negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.53 Dari definisi di atas, kemungkinan yang membuat wajib pajak melakukan usaha-usaha untuk menghindarkan diri dari pajak, bahwa dalam pembayaran pajak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individu secara langsung dari pemerintah. Pengeluaran uang untuk pembayaran pajak akan disenangi apabila ketika wajib pajak mengeluarkan uang untuk membayar pajak, pemerintah dianggap harus memberikan kontraprestasi yang seimbang dengan uang yang dibayarkannya. Pengeluaran uang untuk pembayaran pajak akan disenang apabila ketika wajib pajak mengeluarkan uang untuk membayar pajak, pemerintah memberikan kontraprestasi yang seimbang dengan uang yang dibayarkan untuk pajak tersebut. Tapi tentunya hal ini akan sangat sulit, karena jumlah wajib pajak sangat banyak
53
Sudarto, Loc.Cit.
41 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
dan dengan jumlah yang berbeda pula antara satu wajib pajak dengan wajib pajak yang lain. Kesimpulannya agar wajib pajak tidak berkeberatan membayar pajak, prinsip pemungutan pajak harus sesuai dengan prinsip cost dan benefit. Masalahnya bukan pada tidak adanya usaha wajib pajak untuk mengatur jumlah pajak yang harus dibayarnya. Apabila ditinjau dari wajib pajak, berupa badan usaha, pajak penghasilan dapat dianggap sebagai beban yang mengurangi laba pemegang saham yang juga menjadi pemilik dari badan usaha tersebut. Sesuai dengan definisi di atas, pajak dipungut berdasarkan undang-undang, meskipun demikian tidak semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk dibayarkan pada pajak. Karena menganggap pajak itu sebagai beban, maka timbul keinginan untuk mengurai pajak tersebut, sama halnya keinginan untuk mengurangi beban-beban yang lain. Atas dasar inilah banyak wajib pajak, pribadi atau badan, melakukan usaha-usaha untuk mengatur jumlah pajak yang harus dibayar dengan melakukan perencanaan pajak (tax planning).
2.2.1 Perencanaan pajak perusahaan Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui manajemen pajak, namun perlu diingat bahwa legalitas dari Tax management tergantung dari instrumen yang dipakai, legalitas baru dapat diketahui secara pasti setelah ada putusan pengadilan.
42 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan.54 Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan, dengan maksud dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya penekanan perencanaan pajak adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak. hal
ini
dapat kita lihat dari dua defenisi
perencanaan pajak di bawah ini : 55 Tax Planning is the systematic analysis of deferring me options aimed at the minimization of tax liability in current and future tax periods. Tax Planning is arrangements of a person's business and / or private affairs in order to minimize tax liability. Jika tujuan perencanaan pajak adalah untuk merekayasa agar beban pajak serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan pembuat undang-undang maka tax planning disini sama dengan tax avoidance karena secara hakikat ekonomis keduanya berusaha untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak
(after
tax return)
karena pajak
merupakan unsur pengurang laba yang tersedia baik untuk dibagikan kepada pemegang saham maupun untuk diinvestasikan kembali. Untuk meminimumkan kewajiban pajak dapat dilakukan dngan berbagai cara baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) ataupun yang 54
Shopar Lumbantoruan, Akuntansi Pajak, Grasindo, Jakarta, 2004, h. 354.
55
Crumbley D. Larry, Friedman Jack P., Dictionary of Business Terms, 2004, h. 300.
43 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
melanggar peraturan perpajakan (unlawful). Istilah yang sering digunakan adalah tax avoidance dan tax evasion. Pengertian dari kedua istilah tersebut adalah sebagai berikut :56 Tax avoidance Is a term used to describe the legal arrangements of tax payer's affairs so as to reduce his tax liability. It's often to pejorative overtones, for example it is use to describe avoidance achieved by artificial arrangements of personal or business affair to take advantage of loopholes, ambiguities, anomalies or other deficiencies of tax law. Legislation designed to counter avoidance has become more commonplace and often involves highly complex “Tax evasion is the reduction of law by ilegal means”. The distinction, however is not atways easy. Some example of tax evoidance schemes include locating assets in offshore jurisdictions, delaying repatrilation of profit earn in low~tax foreign jurisdictions, ensuring that gains are capital rather than income so the gains are not subject to tax (or a subject at a lower rate), spreading of income to other tax payers with lower marginal tax rates and taking advantages of tax incentives’’ Jadi, dapat dibuat pengertian perencanaan pajak sebagai berikut : Perencanaan pajak merupakan tindakan penstrukturan yang dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendali setiap transaksi yang ada konsekuensi pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana pengendalian tersebut dapat mengefisiensikan jumlah pajak yang akan ditransfer ke pemerintah, melalui apa yang disebut sebagai penghindaran pajak (tax avoidance) dan bukan penyelundupan pajak (tax evasion) yang merupakan tindak pidana fiskal yang tidak akan ditoleransikan walaupun kedua cara tersebut kedengarannya mempunyai konotasi yang sama sebagai tindak kriminal, namun satu hal yang jelas berbeda di sini bahwa penghindaran pajak adalah perbuatan legal yang masih dalam ruang lingkup pemajakan dan tidak melanggar ketentuan peraturan
56
Lyions Susan M, International Tax Glossary, 2006, h. 303.
44 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
perundang-undangan perpajakan, sedang penyelundupan pajak jelas-jelas merupakan perbuatan ilegal yang melanggar ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. Menurut Erly Suandi dalam Perencanaan Pajak, jenis perencanaan pajak bisa dibagi menjadi dua : 57 a. Perencanaan pajak domestik nasional (national taxplanning); b. Perencanaan pajak Internasional (international tax planning). Dalam melakukan perencanaan pajak baik untuk nasional maupun untuk Internasional yang sering dilakukan adalah dengan :58 a. Avoid to top bracket baik dengan memanfaatkan interest, investment, maupun losses arbitrage; b. Income recognation acceleration (terutama untuk PPN); c. Income spreading (baik untuk beberapa Wajib Pajak maupun tahun pajak); d. Tax payment deferral; e. Tax exclusive Maximazation (misalnya dengan pengaturan tempat jasa); f. Transformasi taxable ke non taxable income; g. Transformasi non-deductible ke deductible expense; h. Penciptaan maupun percepatan deductible tax expenses. Tahapan perencanaan pajak Dalam arus globalisasi dan tingkat persaingan yang semakin tajam seorang manajer dalam membuat suatu perencanaan pajak sebagaimana strategi perencanaan perusahaan secara keseluruhan juga harus memperhitungkan adanya kegiatan yang bersifat lokal maupun internasional, maka agar tax planning dapat
57
Erly Suandy, Perencanaan Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2003, h. 67.
58
Mohammad Zain, Bisnis, Manajemen dan Keuangan, Salemba Empat, Jakarta, 2003, h.
68.
45 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
berhasil sesuai dengan yang diharapkan, maka perencanaan itu seharusnya dilakukan melalui berbagai urutan tahap-tahap berikut :59 a. Analysis of the existing data base (analisis informasi yang ada); b. Design of one or more possible tax plans (buat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak); c. Evaluating a tax plan (evaluasi pelaksanaan rencana pajak); d. Debugging the tax plan (mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak); e. Updating fhe tax plan (mutakhirkan rencana pajak); a. Analysis of the existing data base (analisis informasi yang ada) Tahap pertama dari proses pembuatan tax planning adalah menganalisis komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan menghitung seakurat mungkin beban pajak yang harus ditanggung. Ini hanya bisa dilakukan dengan mempertimbangkan masing-masing elemen dari pajak baik secara sendiri-sendiri maupun secara total pajak yang harus dapat dirumuskan sebagai tax planning yang paling efisien. Adalah juga penting untuk memperhitungkan kemungkinan besarnya penghasilan dari suatu proyek dan pengeluaran-pengeluaran lain diluar pajak yang mungkin terjadi. Untuk itu seorang manajer perpajakan harus memperhatikan faktor-faktor baikdari segi internal maupun eksternal yaitu: 1. Fakta yang relevan; 2. Faktor pajak; 3. Faktor non pajak lainnya. b. Design of one or more possible tax plans (buat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak)
59
Erly Suandy, Op.Cit., h. 14.
46 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Model perjanjian internasional dapat melibatkan satu atau lebih tidakan berikut : 1. Pemilihan bentuk transaksi operasi atau hubungan internasional; 2. Pemilihan dari negara asing sebagai tempat melakukan investasi atau menjadi residen dari negara tersebut; 3. Penggunaan satu atau lebih negara tambahan. c. Evaluating a tax plan (evaluasi pelaksanaan rencana pajak) Perencanaan pajak sebagai suatu perencanaan merupakan bagian kecil dariseluruh perencanaan strategik perusahaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban pajak, perbedaan laba kotor dan pengeluaran selain pajak atas berbagai alternatif perencanaan. Variabel-variabel tersebut akan dihitung seakurat mungkin dengan hipotesis sebagai berikut : 1. Bagaimana jika rencana tersebut tidak dilaksanakan; 2. Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan dan berhasil degan baik; 3. Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan tetap gagal. Dari ketiga hipotesis tersebut akan mengeluarkan basil yang berbeda. Kernudian berdasarkan hasil tersebut barulah dapat ditentukan apakah perencanaan pajak tersebut layak untuk dilaksanakan atau tidak. d. Debugging the tax plan (mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak). Hasil suatu perencanaan pajak harus dievaluasi melalui berbagai rencana yang dibuat. Keputusan terbaik perencanaan pajak harus sesuai dengan bentuk
47 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
transaksi dan tujuan operasi. Perbandingan berbagai rencana harus dibuat sebanyak mungkin sesuai bentuk perencanaan pajak yang diinginkan. Kadang suatu rencana harus diubah mengingat adanya perubahan peraturan perpajakan. Tindakan perubahan harus tetap dijalankan. Walaupun diperlukan penambahan biaya atau kemungkinan keberhasilan sangat kecil. Sepanjang masih besar penghematan pajak (tax saving) yang bisa diperoleh, rencana tersebut harus tetap dijalankan. Karena bagaimanapun juga kerugian yang ditanggung merupakan kerugian minimal. e. Updating the plan (mutakhirkan rencana pajak). Meskipun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga telah berjalan, namun masih perlu juga memperhitungkan setiap perubahan yang terjadi baik dari undang-undang maupun pelaksanaannya di negara dimana aktivitas tersebut dilakukan yang mungkin mempunyai dampak terhadap komponen dari suatu perjanjian, yang berkenan dengan perubahan yang terjadi diluar negeri atas berbagai macam pajak maupun aktivitas informasi bisnis yang tersedia sangat terbatas. Pemutakhiran dari suatu rencana adalah konsekuensi yang perlu dilakukan sebagaimana dilakukan oleh masyarakat yang dinamis. Dengan memberikan perhatian terhadap perkembangan yang akan datang maupun situasi yang terjadi saat ini, seorang manajer akan mampu mengurangi akibat yang merugikan dengan adanya perubahan, dan pada saat yang bersamaan mampu mengambil kesempatan untuk memperoleh manfaaat yang potensial. Penetapan penghasilan sangat penting bagi manajemen dan aparat perpajakan. Kekeliruan dalam menentukan penghasilan akan mengakibatkan
48 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
informasi yang salah, Penetapan jumlah yang terlalu kecil (understated) atau terlalu tinggi (overstated) akan mengakibatkan kesalahan dalam membuat keputusan. Penyampaian jumlah Penghasilan Kena Pajak yang salah misalnya lebih rendah dari yang semestinya merupakan suatu sesalahan yang dapat dikenakan sanksi perpajakan. Atas dasar ini maka dasar-dasar penentuan penetapan penghasilan perlu dipahami. Ketentuan perpajakan tidak mengatur secara rinci saat pengakuan pendapatan (untuk keperluan perhitungan objek pajak). Tindakan yang harus diambil dalam rangka perencanaan pajak tersebut berupa tindakan penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi pajak, maka langkah-langkah yang harus mendapat perhatian dalam penyusunan perencanaan pajak dan merupakan komponen-komponen sistem manajemen, adalah : 1. Menetapkan sasaran atau tujuan manajemen pajak, yang meliputi : a. Usaha-usaha mengefisiensikan beban pajak yang masih dalam ruang lingkup pemajakan dan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; b. Mematuhi segala ketentuan administratif, sehingga terhindar dari pengenaan sanksi-sanksi, baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana, seperti bunga, kenaikan denda,dan hukuman kurungan atau penjara; c. Melaksanakan secara efektif segala ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang terkait dengan pelaksanaan pemasaran, pembelian dan fungsi keuangan, seperti pemotongan dan pemungutan pajak (PPh Pasal 21, pasal 22, dan pasal 23).
49 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
2. Situasi sekarang dan identifikasi pendukung dan penghambat tujuan, yang terdiri dari : a. Identifikasi faktor lingkungan perencanaan pajak jangka panjang faktor ini umumnya memiliki sifat yang permanen yang secara eksplisit terdapat dan melekat pada ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, Faktor tersebut
merupakan
parameter-parameter
yang berpengaruh
terhadap
perencanaan jangka panjang; b. Etika
kebijakan
perusahaan
dan
ketentuan
yang
jelas
mengenai
fungsitanggung jawab manajemen perpajakan serta memiliki manual tentang ketentuan dan tata cara manajemen perpajakan yang berlaku bagi seluruh personil perusahaan; c. Strategi dan perencanaan pajak yang berintegrasi dengan perencanaan perusahaan, baik perencanaan perusahaan jangka pendek maupun jangka panjang; 3. Pengembangan rencana atau perangkat tindakan untuk mencapai tujuan, dilakukan antara lain dengan cara mengadakan : a. Sistem informasi yang memadai dalam kaitannya dengan penyampaian perencanaan pajak kepada para petugas yang memonitor perpajakan dan kepastian keefektifan penyelesaian pajak. Pengendalian pajak penghasilan dan pajak-pajak lainnya yang terkait, seperti pencantuman masalah-masalah perpajakan dalam setiap kontrak bisnis, sehingga tidak terjadi pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Hal-hal tersebut sangat erat kaitannya dengan akuntansi perusahaan
50 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
b. Mekanisme monitor, pengendalian, dan penyesuaian sedemikian rupa sehingga setiap modifikasi rencana dan tiadakan dapat dilakukan tepat waktu. Hasrat untuk melakukan perencanaan pajak pada dasarnya didorong oleh dua ketentuan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yaitu : 1. Ketentuan pertama menyangkut masalah Pajak Penghasilan itu sendiri yang bukan merupakan biaya fiskal yang dapat diterangkan dalam menentukan Penghasilan Kena Pajak (Pasal 9 ayat (5) huruf UU PPh). Sebagai konsekuensinya, apabila terdapat pengurangan pembayaran PPh, maka tidak akan terjadi penurunan dalam jumlah biaya fiskal yang dapat dikurangkan dan oleh karena itu juga tidak akan menimbulkan kenaikan Penghasilan Kena Pajak. Pengurangan pembayaran PPh tersebut, yang juga merupakan jumlah pajak yang dapat dihemat hanya akan meningkatkan laba setelah pajak. Berbeda dengan aktivitas mencari laba/ menambah penghasilan, suatu perencanaan pajak hanya akan memberikan keuntungan yang sama sekali tidak termasuk dalam ruang lingkup pengenaan PPh; 2. Ketentuan kedua menyangkut kemungkinan dapat dikurangkannya biaya yang ada kaitannya dengan penentuan besarnya pajak yang terutang, yang dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan disebut sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan (Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang Undang PPh) oleh karena perencanaan pajak terkait dengan penentuan besarnya pajak yang terutang, maka biaya yang dikeluarkan untuk perencanaan pajak tersebut, merupakan biaya yang fiskal
51 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
dapat dikurangkan. Cara menghitung Pajak Penghasilan adalah dengan mengalikan tarif pajak dengan Penghasilan Kena Pajak : 60 Pajak Terutang = Tarif Pajak X Penghasilan Kena Pajak
Dalam menghitung Pajak Penghasilan yang terutang, dibedakan antara Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri. Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri pada dasarnya terdapat dua cara untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu : 1. Penghitungan dengan PPh dengan dasar pembukuan; 2. Penghitungan dengan PPh dengan dasar pencatatan. Bagi Wajib Pajak Luar Negeri, Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penghitungan Pajak Penghasilan adalah sebesar penghasilan bruto, sehingga Pajak Penghasilan yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan penghasilan bruto. Khususnya bagi proyek perencanaan pajak, hasilnya akan bebas dari pengenaan pajak, sehingga dengan demikian untuk kegiatan perencanaan pajak tersebut yang dibandingkan adalah antara keuntungan sebelum pajak (pre-tax benefits) dan biaya setelah pajak (after tax cost). Kebijakan dalam perencanaan pajak Untuk dapat melaksanakan kewajiban perpajakan berdasarkan self assessment itu, pembukuan mempunyai peranan penting dalam perpajakan. Wajib Pajak yang belum mampu melaksanakan pembukuan untuk tujuan perhitungan
60
Waluyo, Perpajakan Indonesia jilid 1 edisi 4, Salemba Empat, Jakarta, 2006, h. 94.
52 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
pajak, penghasilan netonya akan dinitung berdasarkan norma perhitungan, dimana dalam norma perhitungan itu tanpa memperhatikan realistis bisnis, norma perhitungan selalu memberi hasil usaha yang positif (laba). Karena tidak merefleksikan keadaan yang sebenarnya dari Wajib Pajak pemakai norma perhitungan, dapat terjadi bahwa persentase penghasilan neto yang dihitung berdasarkan norma itu lebih tinggi daripada jumlah yang dapat dicapai oleh Wajib Pajak. Selain itu, karena norma perhitungan selalu memberikan angka penghasilan positif
maka Wajib Pajak tidak mungkin
menikmati kompensasi kerugian, walaupun secara teknis proses penyajian laporan tidak teratur secara rinci dalam ketentuan perpajakan, pengukuran dan penilaian suatu fakta sangat dipengaruhi oleh ketentuan perpajakan. Dengan demikian apabila terjadi kekurangsesuaian antara ketentuan perpajakan dan praktik atau standar akuntansi yang berlaku umum, undang-undang mempunyai prioritas untuk dipatuhi di atas praktik dan kelaziman akuntansi.
2.2.2 Konsep tax evasion dan tax avoidance Perencanaan pajak adalah merupakan tindakan penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian setiap transaksi yang ada konsekuensi pajaknya.
61
Tujuannya adalah bagaimana
pengendalian tersebut dapat mengefisienkan jumlah pajak yang akan ditransfer ke pemerintah, melalui apa yang disebut sebagai penghindaran pajak (tax avoidance)
61
Mohammad Zain, Op.Cit., h. 67.
53 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
yang merupakan perbuatan legal yang masih dalam ruang lingkup peraturan perundang-undangan perpajakan, dan bukan penggelapan pajak (tax evasion). Penghindaran pajak sering dianalogikan dengan upaya perencanaan pajak (tax planning) yang merupakan proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga hutang pajak baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya berada dalam posisi yang paling minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan baik oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan maupun secara komersial. Suatu perencanaan pajak yang tepat akan menghasilkan beban pajak minimal yang merupakan hasil dari perbuatan penghematan pajak dan/ atau penghindaran pajak yang dapat diterima oleh fiskus. Menurut Bernard P. Herber, pengertian evasion dan avoidance adalah sebagai berikut : 62 Tax evasion involves a fraudulent or deceitful effort by a taxpayer to escape his legal tax obligation. This is a direct violation of both the “spirit” or “intent” and the “letter” of the tax. On the other hand, tax avoidance may involve a violation of the spirit of tax law, but it does not violate the letter of the law. Tax avoidance is lawful, while tax evasion is unlawful. Dari kutipan di atas, dapat dipahami bahwa tax avoidance adalah upaya wajib pajak dalam memanfaatkan peluang-peluang (loopholes) yang ada dalam undang-undang perpajakan, sehingga dapat membayar pajak lebih rendah. Perbuatan ini secara harfiah tidak melanggar undang-undang perpajakan, perbuatan tersebut dikategorikan sebagai perbuatan yang melanggar jiwa undang-
62
Safri Nurmantu, Pengantar Perpajakan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2003, h. 54.
54 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
undang. Tax evasion merupakan perbuatan yang melanggar undang-undang, baik secara harfiah maupun secara jiwa dan moral undang-undang perpajakan. Sedangkan Tax evasion merupakan perencanaan pajak dengan upaya mengefisienkan beban pajak dengan menghindari pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan objek pajak. Misalnya, perusahaan yang masih mengalami kerugian, perlu mengubah tunjangan karyawan dalam bentuk uang menjadi pemberian. Perbedaan tindakan antara tax avoidance dan tax evasion adalah pada karakter legalitasnya. Meskipun kerugian yang ditimbulkan terhadap pemungutan pajak adalah sama, tindakan tax evasion adalah cenderung melawan hukum. Hal ini seperti dijelaskan oleh Holmes : 63 “When the law draws a line, a case is on one side of it or the other, and if on the safe side is none the worse legally thet party has availed himself to the full of what the law permits. When an act is condemned as evasion, what is meant is that it is on the wrong side of the line…” Berdasarkan uraian di atas, tax avoidance jelas mempunyai karakter yang bersifat legal dan tidak bermaksud menghindari pajak, misalnya, ketika peraturan perpajakan berubah dan seorang wajib pajak merespon pilihan konsumsi lebih menguntungkan dari segi pajak yang harus dibayar. Cara-cara yang dilakukan oleh wajib pajak untuk menghindari pajak dengan cara legal adalah dengan menemukan celah-celah hukum pada peraturanperaturan perpajakan, yang memungkinkan jumlah pajak yang harus dibayar lebih 63
Oliver Wendell Holmes dalam J. Slemrod and Yitzaki Shlomo, Tax Avoidance, Evasion, and Administration”, Working paper (Nation Bureau of Econimic Research), 2000, h. 43.
55 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
kecil daripada yang seharusnya seperti pilihan untuk menggunakan metode pencatatan persediaan dan metode penyusutan aktiva tetap. Menurut Stiglitz, untuk menghindari pajak, wajib pajak dapat menempuh tiga cara :64 (1) menunda pembayaran, (2) arbitrase pajak, individu-individu yang sama dengan tarif marjinal yang berbeda pada waktu yang berbeda, dan (3) arbitrase pajak melalui aliran pemasukan yang mendapat perlakuan pajak yang berbeda. Adapun, arbitrase pajak dilakukan jika secara ekonomis wajib pajak memperoleh tax saving dari pilihan kegiatan yang dilakukan. Meskipun pada hakikatnya penghindaran pajak adalah perbuatan yang sifatnya mengurangi hutang pajak dan bukan mengurangi kesanggupan/ kewajiban wajib pajak dalam melunasi pajak-pajaknya sebagaimana pengertian penyelundupan pajak, akan tetapi seringkali hal tersebut menimbulkan beda persepsi atau bahkan sengketa antara wajib pajak dan fiskus. Pengertian penggelapan pajak tidak hanya terbatas pada kecurangan dan penggelapan dalam segala bentuknya, tetapi juga meliputi kelalaian memenuhi kewajiban perpajakan yang disebabkan oleh : 65 1. Ketidaktahuan (ignorance), yaitu wajib pajak tidak sadar atau tidak tahu akan adanya ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut; 2. Kesalahan (error), yaitu wajib pajak tidak sadar atau tidak tahu akan adanya ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, tetapi salah dalam menghitung datanya; 3. Kesalahpahaman (misunderstanding), yaitu wajib pajak salah menafsirkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; 4. Kealpaan (negligence), yaitu wajib pajak alpa untuk menyimpan buku beserta bukti-buktinya secara lengkap.
64
Joseph Stiglitz, The General Theory of Tax avoidance, National Tax Journal vol. 38, 2006, h. 325-337. 65
Mohammad Zain, Op.Cit., h. 51.
56 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Dengan demikian penggelapan pajak dapat pula didefinisikan sebagai suatu tindakan atau sejumlah tindakan yang merupakan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan seperti : 66 1. Tidak dapat memenuhi pengisisan SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) tepat pada waktunya; 2. Tidak dapat memenuhi pembayaran pajak tepat pada waktunya; 3. Tidak dapat memenuhi pelaporan penghasilan dan penguranganya secara lengkap dan benar; 4. Tidak dapat memenuhi kewajiban memelihara pembukuan; 5. Tidak dapat memenuhi kewajiban menyetorkan pajak penghasilan karyawan yang dipotong dan pajak-pajak lainnya yang telah dipungut; 6. Tidak dapat memenuhi kewajiban membayar taksiran utang pajak; 7. Tidak dapat memenuhi permintaan fiskus akan informasi pihak ketiga; 8. Pembayaran cek kosong; 9. Melakukan penyuapan terhadap aparat pajak. Berbeda dengan tax evasion, istilah penghindaran pajak (tax avoidance) dapat diartikan sebagai upaya wajib pajak untuk mengurangi beban pajaknya dengan tidak melakukan tindak pidana seperti diatur dalam undang-undang di bidang perpajakan. Dalam hal ini, Merks mengasosiasikan tax avoidance dengan konsep Abuse of Law dalam sistem hukum Eropa Kontinental (Civil Law) yang merupakan upaya “using claiming a right in a manner that conflicts with the aims of the provision granting it”. Konsep hukum continental lain yang relevan adalah azas kebebasan berkontrak (freedom of contract) dan azas kepastian hukum (legal certainty). Merks berpendapat bahwa : 67 In addition to the principle of freedom of contract (i.e. taxpayers are free to arrange their affairs as they wish in order to save taxes) there is a second principle to be taken into account. Under the principle of legal certainty, taxpayers shoul also be able to trust thet the transactions, they 66
Ibid.
67
Paulus Merks, Defining International Tax Planning, Avoidance and Evasion, Amsterdam, 2007, h. 49.
57 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
have legally (from a private law perspective) entered into, will be respected by the tax authorities and the courts. Selain itu, Merks juga mengemukakan elemen-elemen tax avoidance yang disepakati negara-negara OECD dan dituangkan dalam OECD Report yang disebutkan di atas, yaitu : 68 1. Almost invariability there is present an element of artificiality to it or, to put this another way, the various arrangements in a scheme do not have a business or economic aims as their primary purpose; 2. Secrecy may also be a feature of modern avoidance; 3. Tax avoidance often takes advantage of loopholes in the law or of applying legal provisions, for purpose for which they were not intended. Sementara itu, IBFD mendefinisikan tax avoidance sebagai : “….While the expressions may be used to refer to ‘acceptable’ forms of behavior, such as tax planning, or even the abstention from consumptions, it is more often used in pejorative sense to refer to something considered “unacceptable”, or “illegitimate” (but not in general’illegal’). In the other words, tax avoidance is often within the letter of the law but against the spirit of the law. It generally contains elements of artificiality….” Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan beberapa karakteristik tax avoidance yang membedakannya dengan tax evasion. Pertama, dalam tax avoidance, hutang pajak (tax liability) belum timbul, karena kewajiban subjektif dan/ atau kewajiban objektifnya belum terpenuhi. Kedua, tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban tersebut dilakukan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan (abusive) dari peraturan-peraturan di bidang perpajakan namun tidak dikategorikan sebagai tindak pidana. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan celah-celah hukum yang terdapat dalam peraturanperaturan tersebut atau bahkan yang terdapat dalam konsep dan rasionalisasi adanya kebijakan-kebijakan di bidang perpajakan. Ketiga, pemanfaatan celahcelah hukum tersebut memuat elemen artificiality atau buatan. Dengan kata lain, 68
Ibid, h. 52.
58 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
upaya-upaya yang dilakukan oleh wajib pajak tidak mencerminkan keadaan ekonomis yang sebenarnya atau seharusnya terjadi.
2.3. Pajak Penghasilan Kurang Bayar Tarif pajak penghasilan Secara teoritis dikenal berbagai macam tarif pajak yang dapat diterapkan, yaitu :69 a. Tarif tetap; Tarif tetap adalah suatu tarif yang berupa suatu jumlah tertentu yang sifatnya tetap dan tidak dipengaruhi oleh besarnya jumlah dasar pengenaan pajak (tax base), obyek pajak maupun subyek pajak. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya pemikiran bahwa keadilan akan ada apabila terhadap semua pihak diberikan secara sama. Jadi semua dikenakan dalam jumlah yang sama. Contoh tarif ini adalah tarif pajak yang diterapkan terhadap bea materai berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai. b. Tarif proporsional (sebanding/ sepadan); Tarif proporsional adalah merupakan sebuah persentase tunggal yang dikenakan terhadap semua obyek pajak berapapun nilainya. Adanya tarif ini dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa untuk mencapai keadilan maka harus dikenakan beban yang sebanding dengan kemampuan mereka masing-masing.
69
Sri Pudyatmoko, Pengadilan dan Penyelesaian Sengketa di bidang Pajak, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010, h. 82.
59 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Jadi besar kecilnya beban pajak ditentukan oleh besar kecilnya obyek yang dikenai pajak (tax base) tetapi dikenakan pajak dengan tarif yang sama. Contoh tarif proporsional ini adalah tarif yang diterapkan terhadap PPN sebesar 10%. c. Tarif progresif (persentase meningkat); Tarif progresif adalah tarif yang dikenakan dengan persentase yang meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah yang dikenai pajak atau tax base. Contoh tarif progresif ini adalah tarif yang diterapkan terhadap Pajak Penghasilan (PPh). Semakin tinggi penghasilan seseorang akan semakin dikenakan pajak yang lebih besar, sehingga akhirnya kesenjangan antara yang berpenghasilan besar (kaya) dengan mereka yang berpenghasilan kecil (miskin) semakin berkurang. d. Tarif degresif (persentase menurun); Tarif degresif ini adalah merupakan kebalikan dari tarif progresif, yaitu tarif yang dikenakan dengan persentase yang semakin menurun seiring dengan meningkatnya jumlah yang dikenai pajak atau tax base. Tarif ini tidak diterapkan dalam UU perpajakan kita karena tidak mencerminkan keadilan dan dikuatirkan dapat memperlebar jurang antara si kaya dan si miskin. Tarif ini juga tidak selaras dengan salah fungsi pajak yaitu sebagai instrumen untuk pemerataan penghasilan. Sebagai bagian dari sistem self assessment, wajib pajak diberikan kepercayaan untuk membayar atau menyetor sendiri serta melaporkan sendiri pajak yang terutang sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan. Sesuai Pasal 9 ayat (2) UU KUP ditentukan bahwa untuk kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan harus dibayar lunas paling lambat tanggal 25 (dua puluh lima) bulan ketiga setelah tahun pajak atau
60 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
bagian tahun pajak berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan itu disampaikan. Sedangkan untuk pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau masa pajak bagi masing-masing jenis pajak sesuai amanat Pasal 9 ayat (1) UU KUP ditentukan oleh Menteri Keuangan paling lambat 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau masa pajak berakhir. Apabila pembayaran atau penyetoran pajak telah selesai dilakukan maka kewajiban berikutnya adalah melaporkan pajak yang telah dibayar atau disetor tersebut ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat wajib pajak terdaftar dengan sarana berupa Surat Pemberitahuan (SPT). Menurut ketentuan Pasal 3 ayat (3) Undang Undang KUP batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan sebelum tahun pajak 2008 adalah : a. Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah akhir masa pajak; b. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak. Dengan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 184/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007 telah ditentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak serta pelaporan pajak. Peraturan Menteri Keuangan ini sebagai penyempurnaan dan sekaligus mencabut ketentuan sebelumnya sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 541/KMK.04/2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 326/KMK.03/2003.
61 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Pemeriksaan Pajak Pemeriksaan pajak sebagai salah satu fungsi pengawasan sekaligus mengemban fungsi pelayanan adalah merupakan bagian dari self assessment sistem. Dalam hubungannya dengan fungsi pengawasan maka pemeriksaan diharapkan sebagai kontrol terhadap kewajiban perpajakan yang telah dilakukan oleh wajib pajak apakah telah dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan. Apabila dalam pemeriksaan masih ditemukan adanya penyimpangan atau belum atau tidak sepenuhnya kewajiban perpajakan itu dilakukan oleh wajib pajak, maka pemeriksa akan melakukan koreksi-koreksi dan diharapkan untuk masa-masa berikutnya kesalahan atau penyimpangan tersebut tidak terulang kembali. Dalam hubungannya dengan fungsi pelayanan maka dalam proses pemeriksaan juga sekaligus memberikan edukasi kepada wajib pajak dan memberikan jaminan kepada wajib pajak yang lain bahwa semua wajib pajak akan diberlakukan sama untuk melakukan kewajiban perpajakannya sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dengan demikian tidak ada kesenjangan antar wajib pajak dan pajak akan netral dalam persaingan bisnis. Pengertian pemeriksaan dirumuskan dalam Pasal 1 butir 25 UU KUP : “Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/ atau bukti yang dilaksanakan secara obyektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/ atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”. Sebagai dasar hukum atas wewenang Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan pemeriksaan pajak adalah Pasal 29 ayat (1) Undang Undang KUP. Sedangkan tata cara pemeriksaan menurut Pasal 31 ayat (1) Undang Undang KUP
62 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Untuk itu telah dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : PMK-199/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007 sebagai pengganti Peraturan Menteri Keuangan sebelumnya yang mengatur hal tentang tata cara pemeriksaan. Dalam hubungannya dengan pemeriksaan, menimbulkan hak dan kewajiban baik sebagai pemeriksa pajak maupun sebagai wajib pajak. Sesuai Pasal 11 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : PMK199/PMK.03/2007, sebagai pemeriksa pajak dalam melaksanakan tugasnya melakukan pemeriksaan lapangan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan mempunyai kewajiban : a. Menyampaikan pemberitahuan secara tertulis tentang akan dilakukan pemeriksaan kepada wajib pajak; b. Memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan kepada wajib pajak pada waktu melakukan pemeriksaan; c. Menjelaskan alasan dan tujuan pemeriksaan kepada wajib pajak; d. Memperlihatkan Surat Tugas kepada wajib pajak apabila susunan Tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan; e. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan kepada wajib pajak; f. Memberikan hak hadir kepada wajib pajak dalam rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam batas waktu yeng telah ditentukan; g. Melakukan pembinaan kepada wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; h. Mengembalikan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lainnya yang dipinjam dari wajib pajak paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan; dan i. Merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh wajib pajak dalam rangka pemeriksaan. Sedangkan dalam hal pemeriksaan kantor mempunyai kewajiban : a. Memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan kepada wajib pajak pada waktu pemeriksaan; b. Menjelaskan alasan dan tujuan pemeriksaan kepada wajib pajak yang akan diperiksa;
63 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
c. Memperlihatkan Surat Tugas kepada wajib pajak apabila susunan Tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan; d. Memberitahukan secara tertulis hasil pemeriksaan kepada wajib pajak; e. Melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan apabila wajib pajak hadir dalam batas waktu yang telah ditentukan; f. Memberi petunjuk kepada wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya agar pemenuhan kewajiban perpajakan dalam tahun-tahun selanjutnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan; g. Mengembalikan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lainnya yang dipinjam dari wajib pajak paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan; dan h. Merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh wajib pajak dalam rangka pemeriksaan. Dalam kaitannya dengan pemeriksaan tersebut sesuai Pasal 12 ayat (1) dan (2). Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : PMK-199/PMK.03/2007 dalam hal pemeriksaan lapangan, pemeriksa pajak berwenang : a. Melihat dan/atau meminjam buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau obyek yang terutang pajak; b. Mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik; c. Memasuki dan memeriksa tempat atau ruangan, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk meyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang dan/atau barang yang dapat member petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau obyek pajak yang terutang; d. Meminta kepada wajib pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, antara lain berupa : 1) Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya wajib pajak apabila dalam mengakses data angka dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus; 2) Memberi kesempatan kepada pemeriksa pajak untuk membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak; 3) Menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya pemeriksaan lapangan dalam hal jumlah buku, catatan, dan dokumen sangat banyak sehingga sulit untuk dibawa ke kantor Direktorat Jenderal Pajak; e. Melakukan penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/ atau tidak bergerak; f. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari wajib pajak;
64 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
g. Meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana pemeriksaan. Sedangkan dalam hal pemeriksaan kantor, pemeriksa berwenang : a. Memanggil wajib pajak untuk datang ke kantor Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan surat panggilan; b. Melihat dan/atau meminjam buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau obyek pajak yang terutang; c. Meminta kepada wajib pajak untuk member bantuan guna kelancaran pemeriksaan; d. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari wajib pajak; e. Meminjam kertas kertas pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik melalui wajib pajak;dan h. Meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana pemeriksaan. i. yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana pemeriksaan. Dasar pengenaan pajak Dasar pengenaan pajak aset adalah jumlah yang dapat dikurangkan, untuk tujuan pajak, terhadap setiap manfaat ekonomi kena pajak yang akan diterima entitas pada saat memulihkan jumlah tercatat aset tersebut. Apabila manfaat ekonomi tersebut tidak akan dikenakan pajak, maka dasar pengenaan pajak aset tersebut sama dengan jumlah tercatat aset. Untuk menghitung besarnya pajak yang akan dibayar oleh Wajib Pajak, tentunya harus diketahui besarnya laba yang dihasilkan oleh Wajib Pajak. Besarnya laba Wajib Pajak dapat diketahui dengan cara mengurangkan antara besarnya pendapatan yang diperoleh selama periode tertentu dikurangkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan selama periode tersebut yang dikenal dengan konsep “matching cost with revenue”. Berdasarkan laba yang dihasilkan ini, maka
65 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
dapat dihitung berapakah besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Dasar pengenaan pajak (tax base) adalah merupakan nilai atau jumlah yang dipakai sebagai dasar dalam menerapkan tarif pajak (tax rates). Nilai mana yang dipakai sebagai dasar pengenaan pajak penghasilan sangat tergantung dari jenis PPh sebagaimana diuraikan pada bagian 2.2.3. di atas. Dalam hubungannya dengan PPh atas penghasilan dari suatu badan usaha sebagai wajib pajak dalam negeri, maka sebagai dasar pengenaan pajak adalah penghasilan kena pajak yang tidak lain adalah laba usaha termasuk penghasilan lain dari luar usaha yang merupakan obyek PPh. Berdasarkan UU PPh, apabila dibuatkan formula dalam menghitung penghasilan kena pajak sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang pada akhir tahun pajak dapat dirumuskan sebagai berikut : Penghasilan Kena Pajak (PKP) atau Dasar Pengenaan Pajak (DPP) = Penghasilan yang merupakan obyek pajak ((Pasal 4 ayat (1) – Pasal 4 ayat (2) – Pasal 4 ayat (3)). Biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena pajak ((Pasal 6 ayat (1) + Pasal 6 ayat (2) – Pasal 9 ayat (1)).
2.4. Bentuk-bentuk Pajak Penghasilan Kurang Bayar Sebelum menginjak pembahasan mengenai pajak penghasilan kurang bayar, perlu dijelaskan terlebih dahulu mengenai Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT). Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak yang
66 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun sudah lewat, SKPKB tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. DJP dapat menerbitkan SKPKB dalam hal-hal sebagai berikut: 1. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar; 2.
Apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan;
3. Kewajiban pembukuan atau saat pemeriksaan tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang. Atas kekurangan bayar di SKPKB ditambah dengan sanksi administrasi sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian tahun pajak, dan/atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB;
67 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
4. Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran; 5. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen). Atas kekurangan bayar di SKPKB ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan : 1. 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun pajak; 2. 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor; 3. 100% (seratus persen) dari PPN dan Jasa dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. SKPKBT merupakan tambahan pajak yang telah ditetapkan. Penerbitan SKPKBT bisa dilakukan apabila sebelumnya telah terbit ketetapan pajak (SKPKB, SLPN atau SKPLB) untuk tahun atau Masa Pajak yang sama. Sanksi Administrasi dalam SKPKBT berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak, kecuali SKPKBT diterbitkan
68 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
berdasarkan keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri, dengan syarat Direktorat Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKPKBT. Apabila jangka waktu 5 (lima) tahun telah tewat, SKPKBT tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan peraturan perundang-undangan pajak. Sedangkan penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan,
melaksanakan
penagihan
seketika
dan
sekaligus,
memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita. Penanggung Pajak dimaksud disini adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut peraturan perundang-undangan.70
70
www.layananpajak.com/faq.php?id=344, diunduh tanggal 17 Juni 2011.
69 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Undang-Undang perpajakan kita membagi tindak pidana yang dilakukan oleh wajib pajak dalam dua jenis yaitu tindak pidana pelanggaran dan tindak pidana kejahatan. 1) Tindak Pidana Pelanggaran Pelanggaran sering dipadankan dengan kejahatan yang ringan, ancaman pidana bagi pelaku pelanggaran lebih ringan bila dibanding dengan pelaku kejahatan. Ancaman yang dapat dikenakan terhadap wajib pajak yang melakukan pelanggaran kewajiban perpajakan adalah pidana kurungan selama-lamanya satu tahun atau denda sebesar dua kali jumlah pajak yang terhutang. Dalam Undang Undang Nomor 16 Tahun 2000 perubahan kedua dari Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 dan Undang Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan prinsip-prinsip ancaman pidana pelanggaran ini pun dengan nyata-nyata dimuat dalam Pasal 38 : “setiap orang yang karena kealpaannya; tidak menyampaikan surat pemberitahuan; atau menyampaikan surat pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar; sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara , dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 ( satu ) tahun dan atau denda paling lama 2 ( dua ) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar . 2) Tindak Pidana Kejahatan Jika pelanggaran merupakan kejahatan ringan maka kejahatan dapat dipadankan sebagai pelanggaran yang berat. Pelanggaran berat karena ancaman pidananya memang jauh lebih berat dibandingkan dengan pelanggaran. Ancaman pidana untuk pelaku kejahatan ini adalah pidana penjara selama-lamanya tiga tahun dan atau denda setinggi-tingginya empat kali jumlah pajak yang terhutang
70 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
yang kurang atau tidak dibayar, serta bagi pelaku pengulangan kejahatan ancaman pidana dilipatkan dua, dengan ketentuan belum lewat waktu satu tahun. Adapun ketentuan tersebut ada dalam : Pasal 39 tentang Tindak Pidana Kejahatan 1) Setiap orang yang dengan sengaja : tidak mendaftarkan diri, atau menyalah gunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 2; atau tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; dan menyampaikan surat Pemberitahuan dan atau Keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau, menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29; dan memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar; atau tidak menyelenggarakan pembukuan, atau pencatatan tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipunggut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar; 2) Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilipat dua apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan; 3) Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau NPPK sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf (a), atau menyampaikan SP dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huru (c) dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Pasal 41 tentang Sanksi bagi Pejabat Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimna dimaksud dalam pasal 34, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 4.000.000,- (empat juta rupiah); pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebgaimana dimaksud dalam pasal 34, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
71 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Pasal 41A tentang Sanksi bagi Pihak ke tiga Setiap orang yang menurut pasal 35 undang-undang ini wajib memberi keterangan atau bukti yang diminta tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000,- ( sepuluh juta rupiah ). Pasal 41B tentang Sanksi Bagi Pihak ke tiga Setiap orang yang dengan sengaja menhalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan , dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Dari semua ketentuan peraturan itu dapat disimpulkan bahwa perbuatan yang diancam dengan sanksi pidana adalah tindak pidana : a. Yang dilakukan oleh wajib pajak; b. Yang dilakukan oleh pejabat pajak (fiskus); c. Yang dilakukan oleh pihak ketiga, yang bukan wajib pajak dan bukan pejabat pajak. Sedangkan untuk materi yang diancam dengan sanksi pidana adalah : a. Dengan sengaja memasukkan surat pemberitahuan yang tidak benar, atau memberikan data-data yang tidak benar, palsu atau dipalsukan; b. Memperlihatkan atau menyerahkan pembukuan atau dokumen yang tidak benar, palsu atau dipalsukan; c. Tidak memberikan atau menolak memberikan keterangan yang diperlukan oleh Kantor Inspeksi Pajak untuk menetapkan pajak; d. Tidak memperlihatkan pembukuan, dokkumen, dan catatan lain kepada pejabat pajak;
72 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
e. Tidak memberikan kesempatan kepada pejabat pajak untuk melakukan pemeriksaan setempat; f. Tidak menyampaikan surat pemberitahuan; g. Tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan NPWP atau NPPKP tanpa hak; dan h. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut. Baik
tax
(penyelundupan
avoidance pajak)
(penghindaran
sama-sama
pajak)
bertujuan
maupun
untuk
tax
evasion
mengurangi
atau
meminimalisir hutang pajak. Dalam hal ini tax avoidance dilakukan dengan caracara yang tidak melanggar ketentuan yang berlaku yakni dengan cara memanfaatkan kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam ketentuan yang berlaku, sedangkan tax evasion dilakukan dengan cara-cara yang bersifat ilegal (melanggar ketentuan yang berlaku). Walaupun secara legal tax avoidance dan tax evasion dapat dibedakan, namun secara ekonomis baik perencanaan pajak melalui tax avoidance maupun tax evasion sama-sama berakibat berkurangnya penerimaan pajak. Menurut Gunadi penghindaran (avoidance) terutama melibatkan komersialisasi dan pemanfaatan secara efektif kebijakan pajak yang legitimate dan defiasi teknis dan ambiguitas dalam peraturan perundang-undangan. Sementara itu, penyelundupan atau penggelapan pajak dan sejenisnya (tax evasion) terutama terjadi dengan penghilangan atau kurang melaporkan objek pajak yang kadangkala didukung dengan rekayasa legal, akuntansi dan administratif lainnya.71
71
Gunadi, Op.Cit., h. 276.
73 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Prasetyo mengutip pendapat Prebble dalam tulisannya menyebutkan bahwa tax avoidance mempunyai beberapa karakteristik, antara lain : Transaksinya seringkali semu, transaksi yang dilaksanakan tidak mempunyai makna secara ekonomis yang berarti, tidak terdapatnya unsur resiko dan adanya usaha-usaha untuk mengeksploitasi celah-celah dalam peraturan perpajakan.72 Selanjutnya komite urusan fiskal OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) menambahkan bahwa karakteristik lain dari tax avoidance adalah bahwa kerahasiaan juga merupakan bentuk skema ini yang pada umumnya para konsulen menunjukkan alat atau cara avoidance dengan syarat Wajib Pajak menjaga serahasia mungkin. Rohatgi menyebutkan bahwa di banyak negara
penghindaran
pajak
dibedakan
atas
penghindaran
pajak
yang
diperbolehkan (acceptable tax avoidance/ tax planning/ tax mitigation) dan yang tidak diperbolehkan (unacceptable tax avoidance).73 Artinya, penghindaran pajak dapat saja ilegal apabila transaksi yang dilakukan semata-mata untuk tujuan penghindaran pajak atau tidak mempunyai tujuan bisnis yang baik (bonafide business purpose). Antara satu negara dengan negara lain dapat saja mempunyai pandangan yang berbeda tentang skema apa saja yang dapat dikategorikan sebagai acceptable tax avoidance atau unacceptable tax avoidance. Suatu transaksi akan disebut sebagai unacceptable tax avoidance atau aggressive tax avoidance apabila memiliki ciri-ciri : tidak memiliki tujuan usaha yang baik, semata-mata untuk menghindari pajak, tidak sesuai dengan spirit and
72
Kristian Agung Prasetyo, Pengaruh Transfer pricing dan Tax Haven terhadap Penerimaan Negara, Majalah Inside Tax edisi 04 Februari, 2008, h. 44. 73
Roy Rohatgi, International Taxation, London, 2002, h. 342.
74 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
intention of parliament dan adanya transaksi yang direkayasa agar menimbulkan biaya-biaya atau kerugian. Sebaliknya suatu transaksi digolongkan sebagai acceptable tax avoidance apabila memenuhi karakteristik : memiliki tujuan usaha yang baik, bukan semata-mata untuk menghindari pajak, sesuai dengan spirit and intention of parliament dan tidak melakukan transaksi yang direkayasa. Senada dengan hal di atas Kessler menyatakan bahwa bentuk tax avoidance yang dilarang adalah jika tindakan wajib pajak benar menurut “letter of the law” tapi tidak benar atau tidak sesuai dengan maksud dari pembuat undang-undang (spirit and intension of parliament).74 Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa istilah tax avoidance lebih kompleks daripada istilah tax evasion. Bagi banyak negara masalah tax avoidance dan tax evasion ini menjadi perhatian pemerintah, karena praktiknya yang bertentangan dengan prinsip keadilan dalam perpajakan, memberikan dampak yang serius terhadap penerimaan negara dari sektor pajak serta mendistorsi kompetisi internasional dan arus modal. Dari beberapa literatur perpajakan internasional diketahui bahwa ada beberapa skema penghindaran pajak yang sering dilakukan oleh perusahaan multinasional yakni : 1). transfer pricing, 2). pemanfaaatan negara tax haven, 3). thin capitalization, 4). treaty shopping, dan 5). Pembahasan mengenai bentuk-bentuk skema penghindaran tersebut di atas akan dijabarkan pada bab selanjutnya.
74
Ibid., h. 387.
75 Tesis
Tax Evasion terkait pajak .......
Robert Jabbar Syahansyah