BAB II PENGATURAN TENTANG PELAYANAN UMUM YANG DILAKUKAN OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) SEBAGAI BUMN PERSERO
A. Pengertian dan Sejarah Singkat Badan Usaha Milik Negara Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan modal secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.15 Pemerintah sebagai inverstor mewakili negara dalam menyediakan berbagai prasarana dan sarana yang dibutuhkan masyarakat luas (publik). Dengan demikian motivasinya tentu berbeda dengan investor swasta yang mencari keuntungan, sementara pemerintah untuk kesejahteraan
masyarakat berupa
pelayanan bagi rakyatnya. Berbagai prasarana dan sarana yang dibutuhkan publik, seperti jalan raya, jembatan, taman, pelabuhan, lapangan terbang, pasar, rumah sakit,
dan
lainnya,
pada
hakikatnya
adalah
kewajiban
negara
untuk
menyediakannya. Pemerintah sebagai penyelenggara negara perlu melakukan investasi untuk pengadaan prasarana dan sarana publik tersebut, untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau rakyatnya (publik).16 Berdasarkan hasil studi tentang BUMN yang dilakukan oleh United Nation and Development Organization (UNI-DO), organisasi di bawah naungan PBB untuk pengembangan industri, bersama ICPE (International Center For 15
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN. Henry Faizal Noor, Ekonomi Publik “Ekonomi untuk Kesejahteraan Rakyat”, (Padang : Akademia Permata, 2013), hlm. 70. 16
Universitas Sumatera Utara
Public Enterprise) yang berpusat di Ljubljana, Yugoslavia, di mana dikemukakan bahwa pada umumnya negara-negara yang mempunyai usaha negara atau BUMN mencantumkan hasrat dan latar belakang penguasaan negara pada bidang kehidupan yang vital dan strategis oleh karena bidang itu menyangkut kepentingan umum atau masyarakat banyak.17 BUMN dalam perkembangannya hingga kini melewati proses yang sangat panjang. Secara historis kehadiran BUMN di Indonesia sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Perusahaan negara atau Badan Usaha Milik Negara telah lama dikenal sejak masuknya Belanda di Indonesia, adanya VOC (Verenigde Dost lndische Companie) dapat dijadikan bukti keterlibatan negara dalam kegiatan ekonomi. VOC adalah suatu Trust yang dibentuk pemerintah Belanda untuk melaksanakan usaha dagang di Indonesia.18 Secara garis besar, perkembangan BUMN, termasuk perusahaan negara di Indonesia dapat dibagi dalam lima periode, pertama periode sebelum kemerdekaan. Dalam periode sebelum kemerdekaan ini, pelbagai jenis badan usaha termaksud diatur oleh ketentuan Indische Bedrijfen Wets (IBW) dan Indische Comptabiliteit Wets (ICW).19 Periode kedua adalah masa antara tahun 1945-1960. Mengingat pentingnya keberadaan badan usaha milik negara dalam pembangunan dan dalam rangka perjuangan untuk mengembalikan Irian Barat ke wilayah Republik Indonesia, pada periode ini terjadi gerakan nasionalisasi terhadap semua 17
Aminuddin Ilmar, Hak Menguasai Negara dalam Privatisasi BUMN, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 72-72. 18 Syamsul Rizal, ”Analisis Juridis dari Badan Usaha Milik Negara”, http://digilib.usu.ac.id/ diakses pada tanggal 16 Juli 2014. 19 Pariata Westra, Op.Cit., hlm.4.
Universitas Sumatera Utara
perusahaan negara milik asing/bekas milik Belanda. Pengambilalihan ini diatur dalam PP No.27 Tahun 1957 jo. UU No. 26 Tahun 1959 tentang Nasionalisasi Perusahaan Belanda. Perusahaan-perusahaan yang dinasionalisasikan tersebut pada mulanya berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dan yang beroperasi dalam hampir semua sektor perekonomian negara yang mencakup lapangan perbankan, perkebunan, perdagangan dan jasa.20 Periode ketiga berlangsung tahun 1960-1969. Dalam perkebangan selanjutnya, berbagai bentuk badan usaha dalam periode ini telah diseragamkan dengan berdasarkan UU No. 19 Tahun 1960 menjadi satu bentuk, yaitu perusahaan negara.21 Perusahaan Negara adalah semua perusahaan dalam bentuk apapun yang modal seluruhnya merupakan kekayaan negara Republik Indonesia, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan undang-undang.22 Periode keempat berlangsung mulai tahun 1969-1998. Dalam periode ini, peranan perusahaan negara dalam menunjang pembangunan nasional semakin meningkat, sejalan dengan pelaksanaan pembangunan sejak Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I sampai berakhirnya masa Orde Baru, yang merupakan kelanjutan dan peningkatan dari periode pembangunan sebelumnya.23 Periode kelima berlangsung pada tahun 1998 sampai sekarang. Dalam periode ini, terjadi perubahan penguasaan atau wewenang atas perusahaanperusahaan negara, yang ditandai oleh dibentuknya Kabinet Reformasi Pembangunan oleh B.J.Habibie. Sejak masa pemerintahan itu dan selanjutnya, 20
Ibid. Ibid. 22 Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, (Jakarta : PT Grasindo, 2005), hlm. 68. 23 Pariata Westra, Op.Cit., hlm.5. 21
Universitas Sumatera Utara
semua
perusahaan
negara,
kecuali
Pertamina,
ditempatkan
wewenang
pengelolaannya, yang semula di bawah menteri atau direktur jenderal masingmasing departemen, disatukan di bawah Kementerian Negara BUMN yang dipimpin oleh seorang menteri negara.24 Dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea 4 secara jelas menyebutkan citacita bangsa Indonesia yang mendasar, yaitu dapat dijelaskan sebagai berikut, “...Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejaheraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,...” Cita-cita bangsa tersebut secara lebih jelas diuraikan sebagai berikut :25 (4) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas kekeluargaan. (5) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (6) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Filosofi dibentuknya BUMN dapat dilihat khususnya dalam ayat (2) dan (3) Pasal 33 UUD 1945 yang menerangkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting yang menguasai hajat hidup orang banyak serta bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dalam bentuk BUMN. Dalam pengertian di atas secara jelas Indonesia menyatakan dirinya sebagai negara
24 25
Ibid. Pasal 33 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Universitas Sumatera Utara
kesejahteraan (welfare state)26, oleh karena itu kesejahteraan rakyat merupakan tujuan utama dari pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam teori Negara Kesejahteraan, tujuan negara tidak lain untuk mewujudkan kesejahteraan setiap warga negaranya. Konsep keterlibatan negara dalam bidang ekonomi untuk pertama kali dikemukakan oleh Beveridge.27 Dalam negara kesejahteraan, untuk mencapai tujuan kesejahteraan masyarakat, negara dituntut ikut campur dalam segala aspek kehidupan sosial, mulai dari buaian ibu sampai masuk liang kubur (from the craddle to the grave). Dengan demikian, tidak satupun aspek kehidupan masyarakat yang lepas dari campur tangan pemerintah.28 Sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaan hingga sekarang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah memainkan peranan yang penting dalam pembangunan dan perekonomian negara. Negara melakukan kegiatan ekonomi dalam bentuk perusahaan dalam rangka pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945.29 Sebenarnya Pasal 33 UUD 1945 dan selanjutnya semua perundangundangan yang didasarkan kepada Pasal 33 UUD 1945 tersebut adalah suatu 26
Menurut J.M. Keyness dan Smith (2006), ide dasar negara kesejahteraan beranjak dari abad ke-18 ketika Jeremy Bentham (1748-1832) mempromosikan gagasan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin the greatest happiness (atau welfare) of the greatest number of their citizens. Bentham menggunakan istilah ‘utility’ (kegunaan) untuk menjelaskan konsep kebahagiaan atau kesejahteraan. Berdasarkan prinsip utilitarianisme yang ia kembangkan, Bentham berpendapat bahwa sesuatu yang dapat menimbulkan kebahagiaan ekstra adalah sesuatu yang baik. Sebaliknya, sesuatu yang menimbulkan sakit adalah buruk. Menurutnya, aksi-aksi pemerintah harus selalu diarahkan untuk meningkatkan kebahagian sebanyak mungkin orang. Gagasan Bentham mengenai reformasi hukum, peranan konstitusi dan penelitian sosial bagi pengembangan kebijakan sosial membuat ia dikenal sebagai “bapak kesejahteraan negara” (father of welfare states). 27 Muchsan, Peradilan Administrasi Negara, (Yogyakarta : Liberty, 1981), hlm. 1. 28 Ibrahim, BUMN dan Kepentingan Umum, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 1997), hlm.9. 29 Moch. Faisal Salam, Pemberdayaan BUMN di Indonesia, (Bandung : Pustaka, 2005) hlm.1.
Universitas Sumatera Utara
amanat dari Proklamasi dan UUD 1945 mengenai perekonomian nasional Pancasila. Yang dimaksudkan dengan ini adalah suatu susunan perekonomian Indonesia yang pusatnya adalah kemakmuran rakyat.30 Secara politik-ekonomi, pendirian BUMN di Indonesia mempunyai tiga alasan pokok. Pertama, sebagai wadah bisnis aset yang dinasionalisasi. Alasan ini terjadi di tahun 1950-an ketika pemerintah menasionalisasi perusahaanperusahaan asing. Peristiwanya dimulai pada tahun 1957, ketika kabinet Ali Satroamidjojo II jatuh disertai krisis ekonomi yang parah. Kejatuhan kabinet ini seakan memperkuat sinyal bahwa pemerintahan parlementer akan membawa Indonesia ke dalam keterpurukan.31 Kedua, membangun industri yang diperlukan masyarakat, namun masyarakat sendiri (atau swasta) tidak mampu memasukinya, baik karena alasan investasi yang sangat besar maupun risiko usaha yang sangat besar. Pada pertengahan tahun 1960-an pemerintah mulai mendirikan pabrik-pabrik pupuk urea, mulai di Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Jawa Timur, dan Aceh. Pemerintah mengambil alih Indosat sebagai home-base pemilikan dan pengelolaan Satelit Palapa. Pemerintah juga mendirikan industri-industri kelistrikan sebagai bahan bakar energi nasional. Pemerintah juga mendirikan industri-industri kelistrikan sebagai bahan bakar energi nasional. Pemerintah mendirikan industri pesawat terbang, IPTN, dengan tujuan menjadi pelaku bisnis regional di bidang pesawat angkut jenis menengah dan kecil.32 30
Sumantoro, Hukum Ekonomi, (Jakarta : Universitas IndonesiaPress, 1986), hlm. 259. Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo, Manajemen Privatisasi BUMN, (Jakarta: PT Gramedia, 2008), hlm. 15. 32 Ibid. 31
Universitas Sumatera Utara
Ketiga, membangun industri yang sangat strategis karena berkenaan dengan keamanan negara. Oleh karena itu pemerintah membangun industri persenjataan Pindad, bahan peledak, Dahana, pencetakan uang, Peruri, hingga pengelolaan stok pangan, Bulog.33 Jika diteliti lebih jauh, alasan yang dikemukakan di atas cukup akurat mengingat BUMN di Indonesia sebenarnya telah muncul sebelum Indonesia merdeka yaitu ketika pemerintah Hindia Belanda mendirikan diantaranya Gomeenschappelike Mijnbow maatschapij (GMB) yang merupakan perusahaan timah di Belitung, Pegadaian Spoorswagen (SS). Perusahaan inilah yang kemudian setelah Indonesia merdeka dinasionalisasi pemerintah menjadi perusahaan milik negara yang saat itu berstatus jawatan, yaitu Jawatan Angkutan Motor RI, Jawatan Kereta Api, Jawatan Pegadaian dan lainnya. Namun, alasan pendirian BUMN saat itu juga dirasa tidak terlepas dari cita-cita pemerintah Indonesia dalam mewujudkan Pasal 33 UUD 1945. Kehadiran BUMN seperti PT Pupuk Sriwijaya dan PT Semen Gresik (sektor manufaktur), Jakarta Llyod, Garuda, Pelni (sektor transportasi), BIM dan BNI di sektor perbankan adalah bukti usaha pemerintah dalam mengaplikasikan semangat UUD 1945 dalam perekonomian nasional. Perkembangan jumlah BUMN yang dinasionalisasi bahkan terbilang fantastis pada periode 1958-1965 yang mencapai 630 BUMN sebagi dampak pelaksanaan nasionalisasi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1958 sehubungan dengan pembebasan Irian Barat. Momentum penting lainnya adalah ketika pemerintah juga melakukan nasionalisasi terhadap 33
Ibid., hlm.16.
Universitas Sumatera Utara
perusahaan asing selain yang dimiliki oleh Hindia Belanda sebagai akibat konfrontasi Indonesia terhadap Malaysia. Perusahaan-perusahaan asing tersebut adalah perusahaan milik Singapura, Inggris, dan Malaysia. 34 Keberadaan BUMN yang dulu dikenal dengan PN, dalam perjalanan sejarah, tidak dapat dipisahkan dari PN zaman Hindia Belanda, serta kebijaksanaan
Pemerintah
Indonesia
mengenai
nasionalisasi
perusahaan-
perusahaan milik Belanda.35 Seiring dengan konfrontasi politik di Indonesia pada tahun 1959, Pemerintah telah mengambil alih perusahaan-perusahaan asing termasuk perusahaan Belanda. Ketika itu pemerintah menginginkan dan berharap agar perusahaan-perusahaan Belanda yang telah diambil-alih dapat dikelola dan dikembangkan oleh para pengusaha swasta pribumi, akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa para pengusaha swasta pribumi saat itu belum memiliki kemampuan untuk menanganinya karena keterbatasan modal usaha dan sumber daya manusia. Sejumlah pengusaha etnis Tionghoa yang bersedia membeli dan mengelola bekas perusahaan-perusahaan Belanda tersebut ditolak Pemerintah dengan alasan pengusaha etnis Tionghoa tidak boleh lagi mendominasi dunia usaha di bidang perdagangan, industri dan pertanian seperti pada jaman pemerintahan kolonial Belanda. Karena itu Pemerintah akhirnya mengambil
34
Lammindo Jelita, Analisis Pengaruh Kebijakan Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN dan Penerapan Good Corporate Governance (GCG) Terhadap Kinerja Keuangan PTPN, Skripsi, (Jakarta, Fakultas Ekonomi, 2007), hlm. 46. 35 Undang-Undang No. 86 Tahun 1958 Tentang Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda, LN No.162 Tahun 1958.
Universitas Sumatera Utara
keputusan mendirikan sejumlah perusahaan negara untuk mengelola eks perusahaan-perusahaan Belanda dimaksud.36 Tentu ada juga perusahaan BUMN yang tidak berasal dari nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing yang memang merupakan badan usaha yang didirikan oleh pengusaha pribumi untuk menjawab tantangan zaman. Pabrik baja PT. Krakatau Steel yang didirikan tahun 1970, salah satu BUMN yang tidak berasal dari nasionalisasi. Contoh lainnya adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang didirikan oleh kalangan pedagang Muslim pribumi di Solo pada 1895 untuk menyelamatkan rakyat dari rentenir Tionghoa. Bank ini sampai sekarang masih eksis bahkan berkembang menjadi salah satu bank terbesar di Tanah Air.37 Posisi dan peranan negara dalam perekonomian nasional pasca kemerdekaan sangatlah dominan. Argumentasi paling mendasar diperlukannya dominasi dan intervensi pemerintah adalah: (1) situasi negara yang baru lepas dari penjajahan tidak memiliki social overhead capital 38 (SOC) sebagai modal pembangunan; (2) Besarnya kerugian dan kerusakan public utilities sebagai akibat perang; dan (3) terpinggirkannya pengusaha pribumi sebagai kelas ketiga (setalah Eropa dan Keturunan Arab dan China). Berbagai permasalahan tersebut mendorong pemerintah untuk berperan besar dan melakukan beberapa intervensi untuk mendorong tumbuhnya perekonomian nasional. Usaha menstimulasi 36
Parluhutan Sagala, Penyebaran Kepemilikan Saham Pemerintah Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk Menciptakan Perusahaan yang Efektif dan Efisien, Disertasi, (Medan: Sekolah Pascasarjana, 2009), hlm. 44. 37 Ishak Rafick dan Baso Amir, BUMN Expose “Menguak Pengelolaan Aset Negara Senilai 2.000 Triliun Lebih”, (Jakarta : Ufuk Press, 2010), hlm. 2-3. 38 Social overhead capital, adalah barang-barang modal yang menjadi dasar atau sarana penting bagi keperluan masyarakat yang secara tidak langsung bermanfaat dalam usaha menghasilkan atau meningkatkan produksi. Misalnya perumahan, sekolah, rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
perekonomian dalam masa Demokrasi Parlementer diimplementasikan melalui Rencana Urgensi Perekonomian (RUP dan Program Benteng yang ditujukan untuk membantu pengusaha pribumi (Sutter, 1959).39 Pendirian BUMN pada masa itu dipilih sebagai suatu alternatif terbaik guna mengembangkan roda perekonomian nasional, di samping belum adanya minat dan kemampuan usaha swasta nasional maupun koperasi untuk memasuki bidang-bidang usaha tertentu. Padahal kegiatan penyelenggaraan pada bidang usaha tertentu itu sangat diperlukan dan vital dalam mendukung pembangunan nasional. Kondisi tersebut dapatlah dipahami dengan mengingat kemampuan usaha swasta nasional pada masa itu, apalagi usaha koperasi belum memadai untuk menyelenggarakan atau mengusahakan cabang produksi tersebut.40 Dalam kaitan dengan pengelolaan BUMN, pada awal orde baru pemerintah menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan BUMN, yang terdiri atas dekonsentrasi, debirokratisasi, dan desentralisasi 41 . Hal ini ditujukan untuk membuka kesempatan bagi pihak swasta agar terlibat dalam proses pembangunan. Upaya perbaikan kinerja BUMN dilakukan melalui ditetapkannya Peraturan 39
Roziq M. Kaelani, Landasan Hukum dan Sejarah BUMN di Indonesia, http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=11&ved=0CB4QFjAAOA o&url=http%3A%2F%2Fketawanggede.tripod.com%2Fedisi1.pdf&ei=FZWQU_nIJMG8ugTe44J I&usg=AFQjCNGVMBpFylSTq3fQlExXaMQlNO7R9g&bvm=bv.68235269,d.c2E, diakses 5 Juni 2014. 40 Aminuddin Ilmar, Op.cit., hlm. 74. 41 Dekonsentrasi merupakan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada aparat pemerintah pusat yang ada di daerah untuk melaksanakan tugas pemerintah pusat di daerah. dengan kata lain, dekonsentrasi adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah. Debirokratisasi merupakan penghapusan atau pengurangan hambatan yg terdapat dl sistem birokrasi. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurus urusan yang ada di daerah, wujud nyata dari desentralisasi adalah adanya otonomi daerah. Otonomi daerah itu akan mengakibatkan daerah melalui DPRD dapat membuat kebijakan sendiri dalam lingkup wilayahnya untuk mengurus sendiri urusannya dan daerah dapat memilih sendiri kepala daerah yang dipilih oleh masyarakat daerah tsb melalui pemilihan kepala daerah (pilkada / pemilukada).
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Bentuk Badan Usaha Negara. Dalam peraturan ini BUMN dipisahkan berdasarkan fungsi dan peran sosial ekonomisnya, yakni Perusahaan Jawatan, Perusahaan Umum, dan Perusahaan Perseroan. Dalam perkembangan selanjutnya BUMN di Indonesia mengalami beberapa perubahan, yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan kebijakan pemerintah.42 Pasca-reformasi, pengelolaan BUMN diatur dalam ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 mengenai : (1) penataan BUMN secara efisien, transparan, dan profesional; (2) penyehatan BUMN yang berkaitan dengan kepentingan umum; dan (3) mendorong BUMN yang tidak berkaitan dengan kepentingan umum untuk melakukan privatisasi di pasar modal. Untuk melaksanakan TAP MPR tersebut, diterbitkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, yang peraturan pelaksanaannya diatur melalui Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Keputusan Menteri.43 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 ini mengganti tiga undang-undang sebelumnya, yaitu Indonesische Berdrijvenwet (Stb. No. 419 Tahun 1927) sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan UndangUndnag Nomor 12 Tahun 1955; Undang-Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara; dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang
Bentuk-Bentuk
Usaha
Negara
menjadi
undang-undang.
Sejak
42 43
Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo, Op. cit., hlm. 11. Ibid., hlm. 13.
Universitas Sumatera Utara
diundangkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, ketiga undang-undang tersebut dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.44 Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, bentuk BUMN terbagi atas 3 (tiga), yaitu:45 1. Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. 2. Perusahaan Perseroan Terbuka, yang selanjutnya disebut Persero Terbuka, adalah Persero yang modal dan jumlah pemegang sahaamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. 3. Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Setelah dikeluarkannya Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, pada tahun 2005 diterbitkan 2 (dua) Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan BUMN yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan dan Perubahan Badan Hukum dan 44
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2010), hlm. 169. 45 Lihat Pasal 1 angka 1-3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN.
Universitas Sumatera Utara
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas (PT). Pada tahun yang sama, Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Privatisasi Perseroan (Persero) yang merupakan kebijakan tentang privatisasi BUMN. Pada tanggal 23 September 2009, pemerintah menetapkan kebijakan tentang privatisasi BUMN melalui penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perusahaan Perseroan (Persero).
B. Maksud dan Tujuan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero Keikutsertaan negara dalam aktifitas ekonomi publik diwujudkan melalui pembentukan badan usaha, salah satunya Badan Usaha Milik Negara. Maksud dan tujuan pendirian BUMN diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.19 Tahun 2003. Pertama, tujuan pendiriran BUMN adalah untuk memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya. BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonominasional dan membantu penerimaan keuangan negara.46
46
Lihat Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN beserta pejelasannya.
Universitas Sumatera Utara
Kedua, tujuan pendirian BUMN adalah untuk mengejar keuntungan. Meskipun maksud dan tujuan persero adalah untuk mengejar keuntungan, dalam hal-hal tertentu adalah untuk adalah untuk melakukan pelayanan umum. 47 Ketiga, tujuan pendirian BUMN adalah menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha dari BUMN, baik barang maupun jasa, dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.48 Keempat, tujuan pendirian BUMN adalah menjadi perintis kegiatankegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi. Kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan usaha untuk menyediakan barag dan/atau jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, namun kegiatan tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta dan koperasi karena secara komersial tidak menguntungkan.49 Kelima, tujuan pendirian BUMN adalah turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.50 Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai 47
Lihat Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN beserta pejelasannya. 48 Lihat Pasal 2 ayat (1) huruf c Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN beserta pejelasannya. 49 Lihat Pasal 2 ayat (1) huruf d Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN beserta pejelasannya. 50 Lihat Pasal 2 ayat (1) huruf e Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
Universitas Sumatera Utara
pelopor dan perintis dalam sektor usaha yang belum diminati swasta. Di samping itu, BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang
kekuatan-kekuatan
swasta
besar,
dan
turut
membantu
pengembangan usaha kecil atau koperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, deviden, dan hasil privatisasi.51 Kehadiran BUMN di Indonesia diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional, BUMN diharapkan mampu memberikan kontribusi yang signifikan pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 52 . APBN merupakan salah satu wujud dari upaya penyelenggaran kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui APBN inilah pemerintah mengalokasikan penerimaan yang diperolehnya untuk pengeluaran dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara selama satu tahun. Tidak hanya diharapkan menjadi salah satu sumber penerimaan negara, BUMN juga diharapkan mampu melayani kebutuhan masyarakat dalam kaitannya dengan posisi Public Service Obligation (PSO) yang dipikulnya. Pada pertengahan Juli 2003 pemerintah dengan persetujuan bersama dengan DPR RI menerbitkan Undang-undnag No. 19 Tahun 2003 tentang Badan
51
Yusuf Wibisono, Membedah Konsep & Aplikasi Corporate Social Responsibility (CSR), (Gresik:Fascho Publishing, 2007), hlm. 81. 52 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember)
Universitas Sumatera Utara
Usaha Milik Negara. Dalam UU ini bentuk BUMN hanya ada 2 (dua), yakni Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero).53 Maksud dan tujuan BUMN Persero disebutkan antara lain :54 a. menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat; b. mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan. Persero sebagai salah satu pelaku ekonomi nasional dituntut untuk memenuhi permintaan pasar melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat baik di pasar dalam negeri maupun internasional. Dengan demikian dapat meningkatkan keuntungan dan nilai Persero yang bersangkutan sehingga akan memberikan manfaat yang optimal bagi pihakpihak yang terkait.55 Adapun tujuan BUMN Persero untuk menjawab kebutuhan masyarakat melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat seperti yang dimaksud sebelumnya adalah untuk memperoleh keuntungan bagi perusahaan. Dengan demikian dapatlah kita katakan bahwa pada dasarnya tujuan yang lebih dominan dari BUMN Persero adalah mengejar keuntungan, dibandingkan dengan tujuan-tujuan BUMN Persero yang lainnya. BUMN Persero dapat pula menerima penugasan khusus untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
53
Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Dalam Peraturan Perundang-Undangan, (Bandung : Penerbit Nuansa Aulia, 2005), hlm.17. 54 Pasal 12 Undang-Undang No.19 tahun 2003 tentang BUMN. 55 Penjelasan Pasal 12 Undang-Undang No.19 tahun 2003 tentang BUMN.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 12 tersebut di atas.
56
Dalam bagian penjelasan ketentuan tersebut
dikemukakan, bahwa pemerintah dapat pula menugaskan suatu BUMN Persero untuk melaksanakan fungsi pelayanan kemanfaatan umum, termasuk dalam fungsi tersebut adalah pelaksanaan program kemitraan dan pembinaan usaha kecil dan kpoerasi.57 Maka dari itu fungsi BUMN tidak hanya melaksanakan fungsi komersial semata dengan mengedepankan orientasi keuntungan akan tetapi harus pula melaksanakan fungsi sosial. Hal itu dikarenakan sifat, maksud dan tujuan pendirian BUMN Persero yang khas. Berbeda dengan Persero, maksud dan tujuan dari Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.58 Perum dibedakan dengan Perusahaan Perseroan karena sifat usahanya. Perum dalam usahanya lebih berat pada pelayanan demi kemanfaatan umum, baik pelayanan maupun penyediaan barang dan jasa. Namun demikian, sebagai badan usaha diupayakan untuk tetap mandiri dan untuk itu Perum perlu mendapat laba agar dapat hidup berkelanjutan.59 Perum diarahkan sebagai perusahaan yang dapat menutup operasinya dengan memperoleh keuntungan, tetapi memperoleh keuntungan bukan menjadi tujuan utamanya.
56
Lihat Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. Aminuddin Ilmar, Op.cit., hlm.87. 58 Lihat Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. 59 Penjelasan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. 57
Universitas Sumatera Utara
C. Sejarah Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Salah satu alat transportasi publik yang masih disukai oleh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera adalah kereta api. Bepergian dengan menggunakan moda kereta api dirasa lebih aman dan tidak terkena dampak kemacetan seperti angkutan jalan, selain biayanya lebih murah, kepastian waktu perjalanan juga lebih terjamin di bandingkan dengan moda transportasi lainnya. Ditambah lagi pada saat ini pelayanan angkutan rel massal ini sudah lebih baik dibandingkan dengan kondisi di masa lalu. Untuk mencapai kondisi seperti sekarang, perkeretaapian Indonesia mengalami sejarah yang sangat panjang. Kereta api adalah salah satu alat atau saran transportasi yang diciptakan dan digunakan oleh manusia sebagai media perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain, baik perpindahan orang maupun perpindahan barang. Lahirnya kereta api sebagai sarana transportasi mempunyai kaitan erat dengan upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan mengatasi kesulitan hidup yang dihadapi oleh mereka yang kesemuanya merupakan upaya untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Keunggulan moda transportasi kereta api (KA) antara lain mampu mengangkut penumpang dan barang dalam jumlah besar dan massal, hemat energi, hemat lahan, ramah lingkungan, tingkat keselamatan tinggi, adaptif terhadap perkembangan teknologi.60
60
Taufik Hidayat, Regulasi, Keselamatan dan Pelayanan Perkeretaapian Indonesia, (Jakarta : Indonesian Railway Watch, 2011), hlm.2.
Universitas Sumatera Utara
Sejarah kelahiran PT. Kereta Api Indonesia (Persero) bermula dari ditemukannya lokomotif oleh George Stephenson di Inggris tahun 1814. Pada waktu itu masyarakat menamakannya “kuda besi”. Dari penemuan lokomotif tersebut membawa angin baru terhadap pertumbuhan alat transportasi mekanis.61 Kehadiran kereta api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api di desa Kemijen, Jumat tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867.62 Dilihat dari sudut waktu, sesungguhnya penggunaan kereta api sebagai alat transportasi umum di Indonesia tidaklah begitu terlambat, bila dibandingkan dengan penggunaan kereta api sebagai alat transportasi umum di Eropa, apalagi bila dibandingkan dengan negeri Belanda yang mulai menggunakannya baru pada tahun 1939, jadi hanya terpaut waktu 28 tahun. Hal itu dapat dipahami, karena pada masa itu tanah air kita sedang dalam cengkraman penguasa kolonial dari negeri Belanda.63 Selain di Jawa, pembangunan jalan kereta api juga dilakukan di Sumatera Selatan (1914), Sumatera Barat (1891), Sumatera Utara (1886), Aceh (1874), 61
Sugeng Harsoyo, Kedudukan Hukum PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Skripsi, (Medan, Fakultas Hukum, 2003), hlm. 73. 62 PT. Kereta Api Indonesia, Sejarah Perkeretaapian, http://www.kereta-api.co.id/, diakses 6 Juni 2014. 63 Tim Telaga Bakti Nusantara, Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid I, (Bandung : Penerbit Angkasa, 1997), hlm.155.
Universitas Sumatera Utara
bahkan tahun 1922 di Sulawesi juga telah dibangun jalan kereta api sepanjang 47 km antara Makassar-Takalar, yang pengoperasiannya dilakukan tanggal 1 Juli 1923, sisanya Ujungpandang-Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun, studi jalan kereta api PontianakSambas (220 km) sudah diselesaikan. Demikian juga pulau Bali dan Lombok juga pernah dilakukan studi pembangunan jalan kereta api.64 Pada zaman penjajahan Belanda, perkeretaapian benar-benar mengalami kejayaan akibat melimpahnya barang komoditas hasil produksi perkebunan dan pabrik yang saat itu diangkut oleh kereta api, sebagai satu-satunya alat transportasi darat yang mampu mengangkut dalam jumlah besar dengan biaya yang relatif murah dan waktu yang relatif lebih cepat, selain agar dapat mengangkut hasil bumi, kereta api juga bermanfaat bagi kepentingan pertahanan pada waktu itu. Belanda memang memiliki pandangan jauh ke depan soal masa depan transportasi Indonesia. Kesuksesan pembangunan dan pemanfaatan jaringan transportasi kereta api yang dirasakan pemerintah kolonial Belanda maupun pihak-pihak swasta terpaksa berakhir setelah Jepang masuk ke Indonesia. Setelah pemerintahan Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang pada tahun 1942, sejak saat itulah sarana-sarana yang telah dibangun oleh pemerintah Belanda juga dikuasi oleh Jepang termasuk sarana perkeretaapian.
Pada masa pendudukan Jepang (1 Maret 1942 - 17 Agustus 1945) semua perkeretaapian di Jawa dikuasai oleh pemerintah angkatan darat (Rikuyun). Pada 64
Wikipedia, Sejarah Perkeretaapian di Indonesia, http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_perkeretaapian_di_Indonesia, diakses 6 Juni 2014.
Universitas Sumatera Utara
masa ini perkeretaapian lebih difungsikan sebagai perangkat perang. Dimana terjadilah pembongkaran jalan rel, sarana dan prasarana berkurang, pekerjaan perawatan terabaikan, sehingga kondisi operasi perkeretaapian sangat merosot. Semua perusahaan kereta api disatukan dengan nama Rikuyu Kyoku. Sedangkan perkeretaapian di Sumatera di bawah pemerintahan angkatan laut Jepang (Kaigun) dengan nama Tetsudo Tai dengan pusat di Bukit Tinggi.65 Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, karyawan kereta api yang tergabung dalam "Angkatan Moeda Kereta Api" (AMKA) mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang. Peristiwa bersejarah yang terjadi pada tanggal 28 September 1945, pembacaan pernyataan sikap oleh sejumlah anggota AMKA, menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945 kekuasaan perkeretaapian berada ditangan bangsa Indonesia. Orang Jepang tidak diperkenankan lagi campur tangan dengan urusan perkeretaapian di Indonesia. Inilah yang melandasi ditetapkannya 28 September 1945 sebagai Hari Kereta Api di Indonesia, serta dibentuknya "Djawatan Kereta Api Republik Indonesia" (DKARI).66 Setelah negara Republik Indonesia menjadi negara kesatuan pada Januari 1950, DKARI berubah menjadi DKA. Berdasarkan UU No. 19 dengan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1963, terhitung 22 Mei 1963 status perusahaan kereta api di Indonesia berubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA). Sedangkan di Sumatera, Deli Spoorweg My terhitung 1957 dinasionalisasi dan
65
Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, Sejarah Panjang Perkeretaapian di Indonesia, http://dishub.jabarprov.go.id/content.php?id=299, diakses 6 Juni 2014. 66 Wikipedia, Loc.cit.
Universitas Sumatera Utara
masuk di bawah perusahaaan kereta api pemerintah pada saat itu dan kemudian bergabung menjadi PNKA.67 Masih dalam rangka pembenahan BUMN, Pemerintah mengeluarkan UU No. 9 Tahun 1969 Tentang BUMN tanggal 1 Agustus 1969, yang menetapkan BUMN menjadi tiga, yaitu Perseroan, Perusahaan Umum dan Perusahaan Jawatan. Sejalan dengan UU dimaksud berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 1971 tanggal 15 September 1971, bentuk Perusahaan PNKA dikembalikan ke dalam bentuk perusahaan Jawatan menjadi “Perusahaan Jawatan Kereta Api” (PJKA). Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 1990 Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan (Perjan) Kereta Api Menjadi Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api, pada 2 Januari 1991, Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) mengalami perubahan menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka). Bentuk Perum digunakan hingga menjelang akhir pemerintahan Orde Baru. Tujuan Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi, sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Sifat usaha Perum lebih menitikberatkan pada pelayanan umum baik pelayanan maupun penyediaan barang dan jasa. Perum memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dengan kekayaan negara.68
67 68
Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, Loc.cit. Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, Op.cit., hlm.69.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian diikuti dengan diterbitkannya Undang-Undang No 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian, dengan tujuan agar lebih otonom dan berorientasi komersial. Dokumen tersebut juga menyatakan komitmen pemerintah tentang hal spesifik yang hendak dilaksanakan, yaitu korporatisasi dan komersialisasi subsektor perkeretaapian.69 Berikutnya, dalam rangka “Loan Agreement” No. 4106-IND tanggal 15 Januari 1997 berupa bantuan proyek dari Bank Dunia, yang kemudian lebih dikenal dengan Proyek efisiensi perkeretaapian atau “Railway Efficiency Project” (REP), diarahkan pada peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan yang ditempuh melalui delapan kebijakan, yaitu: 70 a. Memperjelas peranan antara pemilik (owner), pengaturan (regulator), dan pengelola (operator); b. Melakukan restrukturisasi Perumka, termasuk merubah status Perusahaan Umum menjadi Perseroan Terbatas; c. Kebijakan pentarifan dengan pemberian kompensasi dari pemerintah kepada Perumka atas penyediaan KA non komersial, yaitu tarifnya ditetapkan oleh pemerintah; d. Rencana jangka panjang dituangkan dalam Perencanaan Perusahaan (Corpoorate Planning), yang dijabarkan ke dalam rencana kerja anggaran perusahaan secara tahunan; e. Penggunaan peraturan dan prosedur dalam setiap kegiatan; f. Pengingkatan peran serta sektor swasta; g. Peningkatan SDM; h. Pengelolaan lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja. Sejalan dengan maksud REP (Railway Efficiency Project) tersebut, langkah berikut menuju korporatisasi dan komersialisasi subsektor perkeretaapian adalah perubahan status dari bentuk Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 69
Taufik Hidayat (1), Jalan Panjang Menuju Kebangkitan Perkeretaapian Indonesia Reformasi dan Restrukturisasi Perkeretaapian, (Bandung : Indonesian Railway Watch, 2012), hlm. 83. 70 Ibid., hlm. 83-84.
Universitas Sumatera Utara
19 Tahun 1998 Tentang pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero), tanggal 3 Februari 1998, Keppres No. 39 Tahun 1999, dan Akta Notaris Imas Fatimah No. 2 Tahun 1999, menjadi PT. Kereta Api (Persero). Perubahan ini menegaskan bahwa pengalihan status tersebut memberi konsekuensi harus mampu menghidupi dan mengembangkan diri (mandiri), fleksibel dalam pengelolaan, serta peningkatan pelayanan, pendapatan dan efisiensi biaya (profit oriented).71 Bentuk Perseroan Terbatas dipertahankan hingga kini. Ada perubahan nama ketika pada 2010 direksi menganggap penting untuk memasukkan kata ‘Indonesia’ pada nama perseroan. Melalui Instruksi Direksi No. 16/OT.203/KA 2010, nama resmi perseroan menjadi PT. Kereta Api Indonesia (Persero).72 Dilihat dari perubahan demi perubahan regulasi yang mengatur perkeretaapian Indonesia, dapatlah disimpulkan sarana angkutan massal itu sejak diambil alih dari Belanda hingga kini telah mengalami perubahan status yang luar biasa. Pada mulanya perusahaan Negara melalui tiga bentuk badan usaha, yaitu perusahaan jawatan (Perjan), kemudian berubah menjadi perusahaan umum (Perum) dan pada akhirnya berubah menjadi perusahaan perseroan (Persero). Tabel 2.1 Ringkasan Sejarah Perkeretaapian Indonesia Status Dasar Hukum Pertama kali dibangun Jalan Rel sepanjang 26 km antara Kemijen Tanggung oleh Pemerintah Hindia Belanda 1864 s.d 1945 Staat Spoorwegen (SS) Verenigde IBW Periode Th. 1864
71
Taufik Hidayat (1), Op.Cit., hlm. 85. Hadi M. Djuraid, Jonan & Evolusi Kereta Api Indonesia, (Jakarta : PT Mediasuara Shakti-BUMN Track, 2013), hlm. 158. 72
Universitas Sumatera Utara
Spoorwegenbedrifj (VS) Deli Spoorwegen Maatschappij (DSM) 1945 s.d 1950 DKA IBW 1950 s.d 1963 DKA - RI IBW 1963 s.d 1971 PNKA PP. No. 22 Th.1963 1971 s.d.1991 PJKA PP. No. 61 Th.1971 1991 s.d 1998 PERUMKA PP. No. 57 Th.1990 1998 s.d. 2010 PT. KERETA API (Persero) PP. No. 19 Th.1998 Keppres No. 39 Th.1999 Akte Notaris Imas Fatimah Mei 2010 s.d PT. KERETA API INDONESIA Instruksi Direksi sekarang (PERSERO) No. 16/OT.203/KA 2010 Sumber: Website Resmi PT. Kereta Api Indonesia (Persero), http://www.keretaapi.co.id/ Restrukturisasi perkeretaapian merupakan kebijakan yang cukup besar dan penting dalam sejarah perkeretaapian di Indonesia. Berbagai faktor yang melatarbelakangi retrukturisasi perkeretapian antara lain adalah :73 1. Kegagalan perkeretaapian dalam memberikan kualitas pelayanan bagi masyarakat, baik yang menyangkut kenyamanan (comfort), kemudahan (convenience), ketepatan waktu (punctuality) dan keandalan (reliability); 2. Kegagalan perkeretaapian untuk beradaptasi dengan pasar; 3. Kegagalan perkeretaapian mengenal demand bagi pelayanan baru dan mengembangkan produk-produk baru; 4. Model organisasi perkeretaapian yang masih bercorak tradisional, termasuk di dalamnya adalah kurangnya independensi manajemen terhadap campur tangan negara; 5. Terjadinya kemunduran kualitas prasarana (track) dan peningkatan subsidi, kinerja finansial yang lemah sebagai akibat peningkatan biaya-biaya operasi dan pemeliharaan, ketidaksesuaian peningkatan volume terhadap peningkatan pendapatan baru. Rencana restrukturisasi PT. Kereta Api Indonesia dimulai dengan adanya Railway Efficency Project yang didukung oleh Bank Dunia.74 Target utama dari 73 74
Taufik Hidayat (1) ,Op.cit., hlm. 47. Ibid., hlm. 48.
Universitas Sumatera Utara
restrukturisasi perkeretaapian sesungguhnya tidak terlepas dari sasaran pokok untuk melindungi kepentingan publik, yang berorientasi penuh kepada penugasan jasa kereta api, peningkatan efisiensi pencapaian kinerja yang lebih baik, serta peningkatan pangsa pasar dan kualitas pelayanan. Satu lagi perubahan yang cukup besar dalam sejarah perkeretaapian di Indonesia adalah menyangkut penyelenggara perkeretaapian itu sendiri. Sejak berlakunya Undang-Undang No. 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian, kondisi perkeretaapian nasional dapat dikatakan masih bersifat monopoli. Sebagaimana disebutkan bahwa badan penyelenggara adalah badan usaha milik negara yang melaksanakan penyelenggaraan angkutan kereta api, yaitu Perumka 75 (sekarang PT. KAI). Kondisi tersebut dihadapkan pada berbagai masalah, antara lain kontribusi perkeretaapian terhadap transportasi nasional masih rendah, sarana dan prasarana belum memadai, jaringan masih terbatas, kemampuan pembiayaan terbatas, tingkat kecelakaan masih tinggi, dan tingkat pelayanan masih jauh dari harapan. Dengan pertimbangan yang ada maka terjadi perubahan dalam undangundang yang baru yaitu Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Dalam undang-undang ini perkeretaapian tetap diselenggarakan oleh suatu badan usaha yaitu Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah,
atau
badan
hukum
Indonesia
yang
khusus
didirikan
untuk
perkeretaapian.76
75 76
Lihat Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian. Lihat Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
Universitas Sumatera Utara
Perubahan itu berarti bahwa berdasarkan undang-undang perkeretaapian yang baru, maka penyelenggara perkeretaapian tidak lagi dimonopoli oleh negara dalam bentuk BUMN, melainkan telah terbuka kesempatan bagi pihak lain seperti Badan usaha Milik Daerah (BUMD) termasuk badan hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk perkeretaapian (swasta).
D. Pengaturan tentang Public Service Obligation sebagai Bentuk Pelayanan Umum oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai BUMN Persero PT. Kereta Api Indonesia (Persero) adalah perusahaan milik negara yang bergerak dalam bidang transportasi penumpang dan barang menggunakan kereta api. 77 PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebelum menjadi Perusahaan Perseroan seperti sekarang ini mengalami beberapa kali pergantian bentuk badan hukum. Pergantian bentuk badan hukum itu bukanlah sekedar pergantian nama dan status. Hal itu membawa implikasi pada pengelolaan perusahaan secara mendasar. Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara hanya mengenal 2 (dua) jenis perusahaan milik negara, yaitu Perusahaan Umum dan Persero. Undang-undang tersebut membedakan secara jelas maksud dan tujuan dua bentuk badan usaha itu. Pasal 36 ayat (1) menyebutkan, maksud dan tujuan Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa 77
Tim Penulis PPM Manajemen, Inovasi Perusahaan Indonesia, (Jakarta : Penerbit PPM, 2014), hlm. 79.
Universitas Sumatera Utara
penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Dengan kata lain, penekanan fungsi Perum adalah pada kegiatan usaha untuk pelayanan kepada masyarakat, tanpa keharusan untuk memperoleh keuntungan.78 Sedangkan Persero secara tegas disebutkan tujuannya adalah untuk memperoleh keuntungan. Pasal 12 mencantumkan maksud dan tujuan pendirian persero adalah: a) menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat; b) mengejar keuntungan guna meningkakan nilai perusahaan. Maka perubahan dari status Perum menjadi Persero pada tahun 1998 membawa konsekuensi kereta api harus dikelola sebagai sebuah perusahaan dengan orientasi untuk memberikan jasa pelayanan publik yang berkualitas dan mengejar keuntungan.79 Salah satu sumber pendapatan yang kemudian diharapkan akan menjadi keuntungan (profit) adalah melalui penjualan tiket penumpang dengan tarif yang proporsional.
Proses
penentuan
tarif
pada
dasarnya
didesain
untuk
mempertahankan keseimbangan antara persyaratan finansial perkeretaapian dan kepentingan umum, seperti kemampuan penyediaan layanan dan keselamatan dengan memperhatikan aspek lingkungan. Permasalahan penyesuaian tarif telah menjadi permasalahan klasik. Untuk kereta api komersial, tarif ditentukan sendiri oleh PT. Kereta Api Indonesia
78 79
Hadi M. Djuraid, Loc.cit. Ibid., hlm.158-159.
Universitas Sumatera Utara
(Persero). Namun untuk tarif kereta api non-komersial (kelas ekonomi) tarif ditentukan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR.80 Keterlibatan pemerintah sangat tinggi dalam proses penentuan tarif, terutama tarif angkutan pelayanan kelas ekonomi. Negosiasi biasanya dilakukan antara entitas politik (legislatif) dengan manajemen perkeretaapian. Permintaan manajemen bagi kenaikan tarif pun harus melewati proses review yang panjang dan dipengaruhi oleh berbagai faktor-faktor eksternal. Ketidakpastian ini menyebabkan manajemen tidak dapat menentukan pendapatan dan rencana program investasi jangka panjang secara akurat. Inefisiensi pada proses penentuan tarif telah melipatgandakan subsidi. Kenaikan tarif yang tidak mencukupi merupakan penyebab pendapatan rendah dan pelayanan kurang maksimal yang memperlemah kinerja perkeretaapian.81 Mengingat sebagian besar penumpang kereta api adalah masyarakat bawah yang menggunakan kereta api kelas ekonomi, maka sesungguhnya tanggung jawab terhadap kualitas pelayanan terhadap konsumen pada dasarnya secara substansial berada di pundak pemerintah sebagai owner perkeretaapian Indonesia, sesuai dengan Undang-Undang No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Undang-undang tersebut secara eksplisit memberikan penugasan khusus kepada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dalam pengelolaan kereta api kelas ekonomi dengan tarif sepenuhnya ditentukan oleh pemerintah, namun PT. KAI (Persero)
80
Taufik Hidayat (2), Perkeretaapian Indonesia di Persimpangan Jalan, (Jakarta : YLKI, IRW, dan Ford Foundation, 2004), hlm.31. 81 Ibid., hlm.48.
Universitas Sumatera Utara
memperoleh kompensasi dalam bentuk subsidi yang diatur dalam skema PSO (Public Service Obligation).82 Ada 2 (dua) hal yang menjadi latar belakang yang mendasari diberikannya PSO kepada perkeretaapian. Pertama, kebijakan Pemerintah pada Desember 1995 tentang pengembangan perkeretaapian sebagai policy framework yang tertuang dalam Goal and Policies for Development of the Railway Transport Sub Sector, yang memuat antara lain peran Pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan peraturan perundang-undangan perkeretaapian, pemilik perusahaan, pemilik prasarana pokok, dan sebagai rgulator. Pemerintah sebagai regulator dapat menugaskan badan penyelenggara untuk mengoperasikan kereta api dengan tarif di bawah normal dengan pemberian kompenasi.83 Kedua, Staff Appraisal Report Bank Dunia yang tercantum dalam Railway Efficiency Project Report 15646-IND, tanggal 17 Oktober 1996 yang memuat antara lain pentarifan dan kompensasi atas angkutan Kelas Ekonomi (PSO). Staff Appraisal Report merekomendasikan penerapan PSO dengan prinsip-prinsip utama PSO.84 PSO (Public Service Obligation) merupakan salah satu bentuk realisasi dari Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan : “Negara bertanggung jawab atas fasilitas kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”. Banyak peraturan perundang-undangan yang melandasi pelaksanaan PSO (Public Service Obligation) dalam penyelenggaraan perkeretaapian oleh PT.
82
Ibid., hlm. 4-5. Taufik Hidayat, Op.Cit., hlm.61. 84 Ibid. 83
Universitas Sumatera Utara
Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai penyelenggara perkeretaapian di indoneisa. Pertama, Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Pasal 66 ayat (1) dan (2) beserta penjelasannya menyatakan bahwa Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa meskipun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) didirikan dengan maksud dan tujuan untuk mengejar keuntungan, tidak tertutup kemungkinan untuk hal-hal yang mendesak, BUMN diberikan penugasan khusus oleh pemerintah. Apabila penugasan tersebut menurut kajian secara finansial tidak fisibel, pemerintah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut termasuk margin yang diharapkan. Kedua, dalam Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN, dalam bab tentang Kewajiban Pelayanan Umum, disebutkan bahwa :85 (1) Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha BUMN. (2) Rencana penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikaji bersama antara BUMN yang bersangkutan, Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Teknis yang memberikan penugasan tersebut yang dikoordinasikan oleh Menteri Teknis yang memberikan penugasan. 85
Lihat Pasal 65 ayat (1) sampai dengan ayat (6) Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN
Universitas Sumatera Utara
(3) Apabila penugasan tersebut secara finansial tidak menguntungkan, Pemerintah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut, termasuk margin yang diharapkan sepanjang dalam tingkat kewajaran sesuai dengan penugasan yang diberikan. (4) Setiap penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan RUPS untuk Persero dan Menteri untuk Perum. (5) BUMN yang melaksanakan penugasan khusus Pemerintah, harus secara tegas melakukan pemisahan pembukuan mengenai penugasan tersebut dengan pembukuan dalam rangka pencapaian sasaran usaha perusahaan. (6) Setelah pelaksanaan kewajiban pelayanan umum, Direksi wajib memberikan laporan kepada RUPS/Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Teknis yang memberikan penugasan. Dalam penjelasan Pasal 65 PP No. 45 Tahun 2005 ini menyatakan bahwa fungsi kemanfaatan umum adalah penugasan yang diberikan Pemerintah dalam rangka memberikan kewajiban pelayanan umu (PSO) yaitu berupa kewajiban Pemerintah untuk menyediakan barang dan jasa tertentu yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas. Ketiga, dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian disebutkan bahwa untuk pelayanan kelas ekonomi, dalam hal tarif angkutan yang ditetapkan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah lebih rendah daripada tarif yang dihitung oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian berdasarkan pedoman penetapan tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah, selisihnya menjadi tanggung jawab Pemerintah atau Pemerintah Daerah dalam bentuk kewajiban pelayanan publik atau yang dikenal dengan PSO (Public Service Obligation).86 Keempat, SKB 3 Menteri : Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan, dan Menteri PPN/Kepala Bappenas No. KM.19 Tahun 1999, No. 83/KMK.03/1999, 86
Lihat Pasal 153 ayat (1) Undang-Undang No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
Universitas Sumatera Utara
No. KEP.024/K/03/1999, tentang Pembiayaan atas Pelayanan Umum Angkutan Kereta Api Penumpang Kelas Ekonomi, Pembiayaan atas Perawatan dan Pengoperasian Prasarana Kereta Api serta Biaya atas Penggunaan Prasarana Kereta Api (PSO,IMO dan TAC).87 Kelima, SKB 3 Dirjen : Dirjen Perhubungan Darat, Dirjen Anggaran, dan Deputi Kepala Bappenas Bidang Prasarana No. SK.95/HK.101/DRJD/1999, No.KEP-37/A/1999, No.3998/D.VI/06/1999, tentang Kriteria, Tolok Ukur, Prosedur dan Mekanisme Pembiayaan atas Pelayanan Umum Kereta Api Kelas Ekonomi, Biaya Perawatan dan Pengoperasian serta Biaya penggunaan Prasarana Kereta Api.88 Keenam, dasar PSO (Public Service Obligation) dalam penyelenggaraan perkeretaapian adalah Perpres No. 53 Tahun 2012 tentang Kewajiban Pelayanan Publik dan Subsidi Angkutan Perintis Bidang Perkeretaapian, Biaya Penggunaan Prasarana Perkeretaapian Milik Negara, serta Perawatan dan Pengoperasian Perkeretaapian Milik Negara. Dalam Perpres No.53 Tahun 2012 ini yang dimaksud dengan kewajiban pelayanan publik (Public Service Obligation) adalah kewajiban pemerintah untuk memberikan pelayanan angkutan kereta api kepada masyarakat dengan tarif yang terjangkau.89 Pelayanan angkutan kereta api yang digunakan untuk menyelenggarakan kewajiban pelayanan publik harus memenuhi standar pelayanan minimum yang 87
Taufik Hidayat, Op.Cit., hlm. 65. Ibid., hlm. 65-66. 89 Lihat Pasal 1 angka 2 Perpres No.53 Tahun 2012 tentang Kewajiban Pelayanan Publik dan Subsidi Angkutan Perintis Bidang Perkeretaapian, Biaya Penggunaan Prasarana Perkeretaapian Milik Negara, serta Perawatan dan Pengoperasian Perkeretaapian Milik Negara. 88
Universitas Sumatera Utara
ditetapkan oleh Menteri, yang sebelumnya telah ditetentukan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 9 Tahun 2011 Tentang Standar Pelayanan Minimum untuk Angkutan Orang dengan Kereta Api. Standar pelayanan minimal tersebut meliputi :90 a. standar pelayanan minimal di stasiun kereta api; b. standar pelayanan minimal dalam perjalanan, baik pada perjalanan kereta api antar kota, maupun pada perjalanan kereta api perkotaan. Standar pelayanan minimal merupakan acuan bagi penyelenggara perkeretaapian yang mengoperasikan stasiun dalam memberikan pelayanan kepada pengguna jasa stasiun dan dalam melaksanakan kegiatan angkutan dalam memberikan pelayanan kepada pengguna jasa kereta api.91 Dalam rangka penyelenggaran PSO, Pemerintah mengalokasikan anggaran dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan atau APBN-P (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan) sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Alokasi anggaran untuk penyelenggaraan PSO yang sudah ditetapkan dalam APBN digunakan sebagai dasar untuk membuat kontrak dengan badan usaha penyelenggara perkeretaapian yang akan melaksanakan PSO. Seperti Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor : KP. 1389 Tahun 2013 Tentang Penugasan kepada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) untuk Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligation) 90
Lihat Pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 9 Tahun 2011 Tentang Standar Pelayanan Minimum untuk Angkutan Orang dengan Kereta Api. 91 Lihat Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 9 Tahun 2011 Tentang Standar Pelayanan Minimum untuk Angkutan Orang dengan Kereta Api.
Universitas Sumatera Utara
Angkutan Orang dengan Kereta Api Kelas Ekonomi Tahun Anggaran 2014, yang ditetapkan di akhir tahun 2013 untuk dilaksanakan di awal tahun berikutnya, dimulai sejak tanggal 1 Januari 2014 sampai dengan tanggal 31 Desember 2014. Pelaksanaan penyelenggaraan PSO Angkutan Orang Dengan Kereta Api Kelas Ekonomi Tahun Anggaran 2014 dituangkan dalam Kontrak antara Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Republik Indonesia dengan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Tentang Penyelenggaraan Kewajian Pelayanan Publik (Public Service Obligation/PSO) Bidang Angkutan Kereta Api Pelayanan
Kelas
Ekonomi
Tahun
Anggaran
2014
Nomor
:
PL.102/A.41/DJKA/3/14 dan Nomor : HK.221/III/1/KA-2014. Kontrak PSO tersebut paling kurang memuat :92 a. kinerja angkutan; b. tata cara pembayaran jasa pelaksanaan penugasan; c. kelengkapan administrasi yang diperlukan untuk penagihan dari badan usaha; d. jangka waktu pelaksanaan penugasan; e. mekanisme verifikasi pelaksanaan penugasan; f. hak dan kewajiban para pihak; g. penyelesaian perselisihan dan sanksi; dan h. ketentuan mengenai keadaan memaksa. Kontrak PSO dilakukan antara Direktur Jenderal Perkeretaapian sebagai Pihak I dengan Direktur PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai Pihak II. Kontrak PSO Tahun Anggaran 2014 sudah dibuat lebih lengkap dan terperinci. Dalam kontrak tersebut memuat :93 92
Pasal 6 ayat (3) Perpres No. 53 Tahun 2012 tentang Kewajiban Pelayanan Publik dan Subsidi Angkutan Perintis Bidang Perkeretaapian, Biaya Penggunaan Prasarana Perkeretaapian Milik Negara, serta Perawatan dan Pengoperasian Perkeretaapian Milik Negara. 93 Kontrak Penyelenggaraan Kewajian Pelayanan Publik (Public Service Obligation/PSO) Bidang Angkutan Kereta Api Pelayanan Kelas Ekonomi Tahun Anggaran 2014 Nomor : PL.102/A.41/DJKA/3/14 dan Nomor : HK.221/III/1/KA-2014.
Universitas Sumatera Utara
a.
Dasar Kontrak Meliputi semua peraturan perundang-undangan yang mendasari dibuatnya kontrak.
b.
Lingkup Pekerjaan Lingkup penyelenggaraan PSO adalah angkutan kereta api pelayanan kelas ekonomi dengan menggunakan kereta api antarkota dan kereta api perkotaan.
c.
Persyaratan dan Fasilitas Pelayanan Untuk penyelenggaraan PSO, sarana perkeretaapian harus memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 81 Tahun 2000 tentang Sarana Kereta Api, Nomor KM 8 Tahun 2011 tentang Angkutan Kereta Api, Nomor KM 22 Tahun 2003 tentang Pengoperasian Kereta Api dan Peraturan Menteri Nomor PM 9 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimum Untuk Angkutan Orang Dengan Kereta Api, serta persyaratan yang diatur dalam kontrak PSO.
d.
Penilaian dan Kriteria Fasilitas Pelayanan Tata cara penilaian kondisi fasilitas pelayanan dan kriteria penilaian diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Perkeretaapian Nomor HK.207/SK.1/DJKA/12/13
tentang
Standar
Prosedur
Operasi
Verifikasi Untuk Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligation/PSO) Angkutan Kereta Api Kelas Ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
e.
Jangka Waktu Jangka waktu pelaksanaan PSO adalah 1 tahun anggaran, dari tanggal 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Desember 2014.
f.
Nilai Kontrak Nilai Kontrak penyelenggaraan PSO yang disepakati para pihak sebesar Rp 1.224.306.800.000,- (satu triliun dua ratus dua puluh empat juta tiga ratus enam juta delapan ratus ribu rupiah)
g.
Perhitungan PSO Merupakan kewajiban Pemerintah untuk membiayai Penyelenggaraan Penugasan
Pelayanan
Umum
Bidang
Angkutan
Kereta
Api
Penumpang Kelas Ekonomi yang dihitung berdasarkan selisih antara tarif yang ditetapkan oleh Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) berdasarkan pedoman tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah. h.
Hak dan Kewajiban Para Pihak PIHAK PERTAMA berhak atas : 1) terselenggaranya PSO yang pelaksanaannya dilakukan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero); 2) laporan penyelenggaraan PSO triwulanan dan laporan tahunan dari PT. Kereta Api Indonesia (Persero); 3) pemantauan, pengawasan, evaluasi dan verifikasi pelaksanaan penyelenggaraan PSO.
Universitas Sumatera Utara
PIHAK PERTAMA berkewajiban untuk : 1) melakukan
pemantauan,
pengawasan,
dan
evaluasi
penyelenggaraan PSO yang pelaksanaannya dilakukan oleh Tim yang dibentuk oleh PIHAK PERTAMA; 2) melakukan
verifikasi
administrasi
dan
lapangan
atas
penyelenggaraan PSO yang pelaksanaannya dilakukan oleh Tim yang dibentuk oleh PIHAK PERTAMA; 3) meneliti, menganalisa, mengawasi, dan mengevaluasi hasil kerja PIHAK KEDUA; 4) melakukan administrasi guna proses pencairan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah seluruh persyaratan pembayaran penyelenggaraan PSO terpenuhi dan diterima oleh PIHAK PERTAMA; 5) membayar biaya penyelenggaraan PSO; 6) memberikan
sanksi
sesuai
ketentuan
apabila
terjadi
penyimpangan terhadap penyelenggaraan PSO. PIHAK KEDUA berhak : 1) menerima pembayaran atas penyelenggaraan PSO. PIHAK KEDUA berkewajiban untuk : 1) menjalankan
kereta
api
sesuai
frekuensi,
tarif,
lintas
pelayanan/relasi/trayek, stamformasi dan tempat duduk secara berjadwal dan teratur;
Universitas Sumatera Utara
2) menyampaikan jadwal kereta api, frekuensi, tarif, lintas pelayanan/relasi/ trayek dan stamformasi yang dijalankan kepada PIHAK PERTAMA; 3) meminta persetujuan kepada PIHAK PERTAMA apabila akan melakukan perubahan terhadap jadwal, frekuensi, tarif, lintas pelayanan/relasi/ trayek dan stamformasi; 4) menjalankan kereta api dengan persyaratan dan fasilitas pelayanan yang telah ditentukan; 5) melakukan perawatan sarana sesuai dengan siklus dan biaya yang ditetapkan; 6) menyampaikan laporan Penyelenggaraan PSO termasuk jaduak kereta api, frekuensi, tarif, lintas pelayanan/relasi/ trayek dan stamformasi yang dijalankan; 7) melakukan pemisahan pembukuan antara PSO dan non PSO; 8) menyediakan perangkat teknologi informasi kepada PIHAK PERTAMA untuk memudahkan pemantauan realisasi kinerja kereta api secara real time. i.
Cara Pembayaran Pencairan dana Penyelenggaraan PSO dilaksanakan secara bulanan.
j.
Verifikasi dan Audit
k.
Pelaporan PIHAK KEDUA wajib menyampaikan laporan bulanan dan laporan triwulanan PSO kepada PIHAK PERTAMA.
Universitas Sumatera Utara
l.
Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Anggaran; PIHAK KEDUA wajib membuat laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran sebagai pelaksanaan kontrak.
m. Pemantauan, Pengawasan, Evaluasi, dan Verifikasi Dalam rangka menjamin kebenaran Penyelenggaraan PSO, maka PIHAK PERTAMA melakukan pemantauan, pengawasan, evaluasi dan verifikasi. n.
Penyimpangan dan Sanksi Dalam hal PIHAK PERTAMA menemukan penyimpangan berupa tidak dipenuhinya syarat-syarat yang diperjanjikan pada saan melakukan pemantauan, pengawasan, evaluasi dan verifikasi, maka penyimpangan tersebut dicantumkan dalam Berita Acara dan dikenakan sanksi administrasi sesuai ketentuan yang diatur dalam kontrak.
o.
Keadaan Kahar (Force Majeure) PIHAK KEDUA dibebaskan dari tanggung jawab atas penyelesaian pelaksanaan kewajiban penyelenggaraan PSO yang disebabkan oleh keadaan kahar.
p.
Pajak dan Bea Biaya meterai untuk pekerjaan ini dan pajak-pajak yang mungkin aada atau timbul setelah dibuatnya kontrak menjadi tanggung jawab PIHAK KEDUA.
Universitas Sumatera Utara
q.
Penyelesaian Perselisihan Apabila
terjadi
perselisihan
maka
PARA
PIHAK
berusaha
menyelesaikannya dengan cara musyawarah, apabila gagal maka PARA PIHAK sepakat menyelesaikan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. r.
Amandemen Apabila terjadi perubahan-perubahan dalam kontrak akan dilakukan perubahan kontrak dalam bentuk Amandemen yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari kontrak.
Dalam pasal 9 kontrak ini diatur mengenai perhitungan PSO. Adapun formulasi perhitungan PSO secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut :94 1. Formulasi perhitungan PSO berdasarkan SKB 3 Dirjen : PSO = C (HPP – HP pem) HPP = BPP + Margin + Pajak Keterangan : C : Kapasitas yang disediakan oleh Pemerintah HPP : Harga Poko Penjualan HP : Harga Penjualan yang ditetapkan oleh Pemerintah BPP : Biaya Pokok Produksi 2. Formulasi perhitungan PSO berdasarkan UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian : PSO = Tarif ps – Tarif pem Tarif = BPP + Margin + Pajak Keterangan : Tarif ps : Tarif yang ditetapkan oleh Penyelenggara Sarana Tarif pem : Tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah BPP : Biaya Pokok Produksi Sebagai
contoh
dalam
Lampiran
1A
Kontrak
Nomor
:
PL.
102/A.41/DJKA/3/14 dan Nomor : HK.221/III/1/KA-2014, secara garis besar
94
Taufik Hidayat, Op.Cit., hlm. 66.
Universitas Sumatera Utara
diuraikan Rekapitulasi Perhitungan Kontrak PSO Kereta Api Ekonomi Tahun Anggaran 2014 : Tabel 2.2 Rekapitulasi Perhitungan Kontrak PSO Kereta Api Ekonomi Tahun Anggaran 2014 NO URAIAN PSO 1 KA Ekonomi Jarak Jauh 167.918.332.735 2 KA Ekonomi Jarak Sedang 94.502.399.158 3 KA Ekonomi Jarak Dekat 284.158.020.709 4 KRD Ekonomi 29.782.318.391 5 Kereta Rel Listrik (KRL) 641.457.109.764 6 KA Lebaran 6.488.619.243 TOTAL 1.224.306.800.000 Sumber : Kementerian Perhubungan Dirjen Perkeretaapian
Universitas Sumatera Utara