Kepemimpinan Transformasional Ignasius Jonan di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Wahyu Rizmi Paripurno, Muh Azis Muslim Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
[email protected]
Abstrak Skripsi ini membahas bagaimana cara Ignasius Jonan dalam mempraktikkan gaya kepemimpinan transformasional di lingkungan PT Kereta Api Indonesia sehingga pada akhirnya mampu membawa perubahan di PT KAI, baik internal maupun eksternal. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan positivis melalui teknik pengumpulan data kualitatif, yaitu wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ignasius Jonan mampu mempraktikkan komponen kepemimpinan transformasional yang dikemukakan oleh Bernard Bass. Komponen tersebut adalah idealize influence, inspirational motivation, intellectual stimulation dan individualized consideration. Namun, komponen intellectual stimulation kurang menonjol. Cara yang ditempuh dalam mempraktikkan komponen tersebut, diantaranya melalui penggunaan milis internal, mekanisme reward and punishment, dan leading by example.
Transformational Leadership of Ignasius Jonan at PT Kereta Api Indonesia (Persero) Abstract This thesis discusses about how Ignasius Jonan implement his transformational leadership style at PT Kereta Api Indonesia so that in the end was able to bring changes at PT KAI, both internally and externally. The research is done by positivist approach through qualitative data collection technique, which is in-depth interview. The result showed that Ignasius Jonan is capable to implement transformational leadership’s component that presented by Bernard Bass. These component are idealize influence, inspirational motivation, intellectual stimulation and individualized consideration. However, the intellectual stimulation component is less prominent. The way in which the component were being practiced through the use of internal mailing list, reward and punishment mechanism, and leading by example.
Keywords: leadership style, state owned enterprise leadership, transformational leadership
Pendahuluan Di antara sejumlah pemikiran tentang konsep kepemimpinan yang saat ini sedang banyak dibicarakan, adalah kepemimpinan transformasional yang dinilai sebagai model kepemimpinan yang dianggap baik dan ideal untuk diterapkan dalam masa kini dan beberapa waktu mendatang. Sejumlah prinsip dan aspek dasar kepemimpinan transformasional
Kepemimpinan transformasional..., Wahyu Rizmi Paripurno, FISIP UI, 2014
sebagaimana dikemukakan sejumlah ahli manajemen dan administrasi publik sejalan dengan nilai-nilai demokrasi dan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (Good Corporate Governance) (Ali, 2012: 124). Oleh karena itu, dapat dikatakan saat ini bahwa model kepemimpinan transformasional merupakan model kepemimpinan yang dibutuhkan khususnya bagi organisasi publik sehingga adanya kajian mengenai kepemimpinan transformasional dapat memberikan manfaat. Di Indonesia, beberapa contoh praktik kepemimpinan transformasional pada birokrasi pemerintah dapat dilihat pada kepemimpinan Tri Rismaharini sebagai walikota Surabaya. Di bawah kepemimpin Tri Rismaharini, Surabaya yang dalam istilah Lewis Mumford bisa dilukiskan sebagai kota ”heterogenik” (penuh ambiguitas, kekumuhan, kekerasan, kemiskinan,
disintegrasi,
dan
anarki)
bisa
disulap
menjadi
kota
”ortogenetik”
(mengekspresikan tatanan keindahan, keadaban, dan keadilan) (Gatra, 2014). Pada bidang BUMN, kepemimpinan transformasional yang paling menonjol dapat dilihat pada kepemimpinan Ignasius Jonan di PT KAI. Melalui kepemimpinannya, PT KAI yang pada awal 2009 rugi Rp 83,4 miliar, pada akhir 2009 mampu mengantongi keuntungan Rp 153,8 miliar (tempo.co, 2014). Ignasius Jonan dapat dikatakan memiliki model kepemimpinan transformasional yang paling menonjol dibandingkan kepemimpina BUMN lainnya. Hal pertama yang menunjukkan adanya karakteristik kepemimpinan transformasional adalah dengan adanya upaya pembenahan SDM PT KA. Karakteristik kepemimpinan transformasional lainnya, Ignasius Jonan tunjukkan melalui cara yang ia sebut sebagai leading by example atau memimpin dengan keteladanan (Ajeng, 2013: 2). Model kepemimpinan leading by example tersebut ia contohkan, misalnya dalam pengadaan barang dan jadwal piket (Ajeng, 2013: 2). Kepemimpinan yang memosisikan Jonan sebagai contoh keteladanan tersebut menjadi model mengubah pola pikir 27.000 karyawan PT KAI agar mereka berorientasi melayani (Pribadi, 2013). Karakteristik kepemimpinan transformasional lainnya dari seorang Ignasius jonan juga dapat dilihat melalui sikap Ignasius Jonan yang memberikan bawahan kebebasan untuk berinovasi. Tidak hanya itu, visi yang Jonan bawa, yakni mengubah PT KAI dari product oriented menjadi customer oriented juga menandakan adanya sikap kepemimpinan transformasional.. Meskipun pada beberapa media terdapat gambaran mengenai karakteristik kepemimpinan transformasional yang Ignasius Jonan
bawa, akan tetapi hal ini tidak
menjamin bahwa karakter kepemimpinan tersebut dipraktikkan secara efektif. Sebagai contoh, kepemimpinan
transformasional
merupakan
model
kepemimpinan
yang
Kepemimpinan transformasional..., Wahyu Rizmi Paripurno, FISIP UI, 2014
mampu
memberdayakan pengikut. Menurut keterangan dari Bapak Marzuki dan Bapak Heri (pegawai dengan jabatan Executive Vice President yang berada di bawah komando Ignasius Jonan), terkait dengan kenal atau tidaknya dengan bawahan, Bapak Marzuki dan Bapak Heri mengaku terkadang tidak hafal atau tidak mengenal bawahan sebagai individu yang berbeda, padahal Jonan sebagai pimpinan tertinggi mewajibkan agar para pemimpin unit mampu untuk mengenali bawahannya. Selain itu, berdasarkan pernyataan Bapak Marzuki yang mengatakan bahwa pada dasarnya Jonan itu sebenernya menerima gagasan-gagasan yang inovatif, akan tetapi kadang-kadang teman-teman Bapak Marzuki di jajaran kereta api takut dan segan dalam menyampaikan gagasan, menggambarkan adanya praktik karakteristik kepemimpinan transformasional yang belum dipraktikkan secara maksimal. Berdasarkan
penjabaran-penjabaran
tersebut,
tulisan
ini
berupaya
untuk
menggambarkan bagaimana komponen kepemimpinan transformasional yang dikemukakan oleh Bernard Bass dipraktikkan oleh Ignasius Jonan di PT KAI. Adanya tulisan
ini
diharapkan pada akhirnya mampu memberikan gambaran mengenai langkah-langkah yang Ignasius Jonan lakukan dalam upaya mentransformasi PT KAI.
Tinjauan Teoritis Salah satu gaya kepemimpinan yang dikembangkan di tengah perubahan lingkungan organisasi adalah gaya kepemimpinan transformasional. Koehler dan Pankowski (1997: 16) dalam Ali
(2012:
97) secara eksplisit mengatakan definisi
dari kepemimpinan
transformasional sebagai “….a process of inspiring change and empowering followers to achieve greater height, to improve themselves and to improve organization processes. It is can enabling process causing followers to accept responsibility and accountability for themselves and processes to which they are assigned.” Lebih lanjut, Ali (2012: 97) menjabarkan definisi tersebut melalui adanya kata kunci mengenai pentingnya suatu proses perubahan inspirasi (inspirasing change) pengikut, pemberdayaan (empowering) pengikut, pencapaian (achieving) hasil yang lebih besar, kebersamaan dan tanggung jawab (shared responsibility and shared accountability) di dalam merefleksikan kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional bersifat “mengubah”, yaitu mengubah budaya dan strategi organisasi menjadi lebih sehat dan memiliki interaksi yang baik dengan lingkungan. Pemimpin transformasional merupakan agen
Kepemimpinan transformasional..., Wahyu Rizmi Paripurno, FISIP UI, 2014
perubahan yang memberi energi dan membimbing karyawan menuju serangkaian niai dan perilaku yang baru di dalam organisasi (Ali, 2012: 93). Pemimpin transformasional membantu pengikut untuk tumbuh dan berkembang menjadi pemimpin dengan merespon kebutuhan individual pengikut dengan memberdayakan mereka dan membariskan sasaran dan tujuan dari pengikut sebagai individu, pemimpin, kelompok, dan organisasi yang lebih besar. Dengan kepemimpinan transformasional, para pengikut merasakan kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan penghormatan terhadap pemimpin, dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang awalnya diharapkan dari mereka. Pemimpin transformasional memberdayakan pengikut dan memberi perhatian terhadap kebutuhan individual mereka dan pengembangan personal. Hal tersebut tentu membantu pengikut untuk mengembangkan potensi kepemimpinan mereka (Bass. 2006: 4). Menurut Bass dalam Yukl (2005: 305), pemimpin mengubah dan memotivasi para pengikut dengan: 1) Membuat mereka lebih menyadari pentingnya hasil tugas; 2) Membujuk mereka untuk mementingkan kepentingan tim atau organisasi mereka dibandingkan dengan kepentingan pribadi; dan 3) Mengaktifkan kebutuhan mereka yang lebih tinggi. Sebaliknya, kepemimpinan transaksional melibatkan sebuah proses pertukaran yang dapat menghasilkan kepatuhan pengikut akan permintaan pemimpin, tetapi tidak mungkin menghasilkan antusiasme dan komitmen terhadap sasaran tugas. Bagi Bass, kepemimpinan transformasional dan transaksional itu berbeda, tetapi bukan proses yang sama-sama eksklusifnya. Kepemimpinan transformasional lebih meningkatkan motivasi dan kinerja pengikut dibandingkan dengan kepemimpinan transaksional, tetapi pemimpin yang efektif menggunakan kombinasi dari kedua jenis kepemimpinan tersebut. Kepemimpinan transformasional dalam beberapa hal merupakan pengembangan dari kepemimpinan transaksional. Adapun komponen dari kepemimpinan transformasional adalah sebagai berikut (Bass, 2006: 6-7): 1) Idealized Influence (II). Idealized influence atau pengaruh ideal merupakan elemen karisma dalam kepemimipnan transformasional dimana pemimpin dikagumi, dihormati, dan ditiru oleh pengikutnya. Kepemimpinan transformasional berperilaku dengan cara mereka bertindak sebagai role model atau panutan untuk para bawahannya. Pemimpin dikagumi, dihormati, dan dipercaya. Para bawahan mengenali
Kepemimpinan transformasional..., Wahyu Rizmi Paripurno, FISIP UI, 2014
pemimpinnya dan ingin menirukan pemimpin tersebut; pemimpin diuntungkan oleh bawahannya yang memiliki kemampuan yang luar biasa, ketekunan, dan determinasi. 2) Inspirational Motivation (IM). Pemimpin transformasional berperilaku dengan cara memotivasi dan menginspirasi pengikutnya dengan menghadirkan arti serta tantangan terhadap pekerjaan pengikutnya. Selain itu, pemimpin juga mengkomunikasikan ekspektasi
yang
tinggi,
menggunakan
simbol
untuk
memfokuskan
upaya,
mengekspresikan tujuan dengan cara-cara yang sederhana. Perilaku pemimpin transformasional dapat merangsang semangat tim, antusiasme, dan optimisme pengikutnya terhadap tugas dan dapat menumbuhkan kepercayaan bawahan terhadap kemampuan untuk menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan. Pemimpin mengajak pengikut untuk terlibat dalam membayangkan masa depan yang menarik; mereka saling mengkomunikasikan harapan yang jelas yang ingin dicapai oleh pengikut dan juga menunjukkan komitmen terhadap tujuan dan visi bersama. Pemimpin transformasional membangun hubungan dengan pengikut melalui komunikasi interaktif, yang membentuk ikatan budaya antara keduanya dan mengarah pada pergeseran nilai oleh kedua belah pihak terhadap kesamaan visi (Stone et al., 2003). 3) Intelectual Stimulation (IS). Pemimpin yang transformasional memberikan stimulus upaya pengikut mereka untuk inovatif dan kreatif dengan mempertanyakan asumsi, menemukan permasalahan, dan mendorong pengikutnya untuk memikirkan kembali cara-cara lama mereka dalam melakukan sesuatu atau untuk merubah masa lalunya dengan ide-ide dan pemikirannya. Pada dimensi ini, kreatifitas didorong. Tidak ada kritik publik dari kesalahan yang dibuat individu anggota. Ide-ide baru dan penyelesaian masalah yang kreatif diminta dari pengikut yang dilibatkan dalam proses merumuskan masalah dan menemukan solusinya. Pengikut didorong untuk mencooba pendekatan baru dan ide mereka tidak dikritisi hanya karena berbeda dengan ide pemimpinnya 4) Individualized Consideration (IC). Pemimpin yang transformasional memberikan perhatian khusus kepada setiap kebutuhan individu dalam rangka pengembangan dengan bertindak sebagai pelatih atau mentor. Dimensi ini mewakili pemimpin yang memberikan iklim yang mendukung, di mana mereka mendengarkan dengan seksama kebutuhan masing-masing pengikut (Northouse, 2010: 183). Pemimpin memberikan perhatian pribadi, menghargai perbedaan setiap individu, memberi nasehat dan pengarahan sambil mencoba untuk membantu pengikut benar-benar mewujudkan apa yang diinginkan. Komunikasi dua arah juga didorong, dan “management by walking
Kepemimpinan transformasional..., Wahyu Rizmi Paripurno, FISIP UI, 2014
around” tempat kerja juga dipraktikkan. Interaksi dengan pengikut bersifat secara pribadi
Metode Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan postpositivist. Pendekatan ini digunakan untuk mendapatkan pemahaman mendalam mengenai praktik komponen kepemimpinan transformasional oleh Ignasius Jonan di PT KAI. Jenis penelitian dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan penelitian, manfaat penelitian, dimensi waktu penelitian, dan
teknik pengumpulan data dari penelitian yang bersangkutan.
Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian ini termasuk kedalam penelitian deskriptif. Berdasarkan manfaat, penelitian ini merupakan penelitian murni karena penelitian ini tidak bertujuan untuk menyelesaikan suatu permasalahan, melainkan bertujuan untuk memberikan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan. Berdasarkan aspek dimensi waktu, penelitian ini termasuk dalam cross-sectional, yaitu pada bulan April sampai Mei 2014. Berdasarkan teknik pengumpulan data, penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data kualitatif. Peneliti menggunakan wawancara mendalam dan studi kepustakaan sebagai instrumen pengumpulan data. Data primer diperoleh melalui teknik wawancara secara mendalam (in-depth interview) menggunakan
pedoman
wawancara.
Peneliti
memperoleh
data
sekunder
dengan
menggunakan studi kepustakaan dan dokumen untuk mendukung data primer yang diperoleh di lapangan. Dalam melakukan analisis, peneliti menggunakan teknik analisis data yang disebut sebagai illustrative method. Teknik ini berusaha mengisi ruang-ruang kosong yang didasarkan pada teori dengan data-data primer yang diperoleh peneliti melalui wawancara mendalam. Informan dalam penelitian ini adalah pegawai dengan jabatan Executive Vice President Executive Vice President yang berada langsung di bawah komando Ignasius Jonan, yaitu Ibu Wiwik Widayanti, Bapak Ernesto, Bapak Heriyanto Wibowo serta Bapak Ahmad Marzuki. Informan tersebut dipilih karena memiliki hubungan kerja yang dekat dengan Jonan sehingga mengetahui karakteristik kepemimpinan Ignasius Jonan. Selain itu, informan tambahan adalah Ibu Muni Lestari, selaku penggiat komunitas KRL Mania, Bapak Djoko selaku ketua fórum perkeretaapian MTI juga orang yang selama ini mrngikuti perkembangan perkeretaapian di Indonesia. Bapak Djoko sendiri sudah beberapa kali ikut rapat internal PT KAI dan
Kepemimpinan transformasional..., Wahyu Rizmi Paripurno, FISIP UI, 2014
berbincang-bincang dengan Ignasius Jonan dan Bapak Muhammad Said Didu sebagai orang yang ahli dalam bidang BUMN.
Hasil Penelitian Dalam mempraktikkan model kepemimpinan transformasional, Ignasius Jonan melakukan dengan beberapa cara. Pada komponen idealized influence, Jonan mempraktikkan dengan apa yang disebut sebagai leading by example. Sebagai contoh, setiap sabtu minggu diadakan piket Sabtu Minggu. Hal tersebut diwajibkan untuk seluruh jajaran top manager. Namun, Jonan terlebih dahulu memberikan contoh lewat penugasan jadwal piket tersebut, seperti menjaga boarding pass KA jarak jauh. Hal tersebut dapat dilihat melalui pernyataan Bapak Heri dan Ibu Wiwik, dua dari lima EVP yang secara struktural berada langsung di bawah direktur utama, sebagai berikut. “Jadi misalkan dia memberi contoh misalkan untuk di lapangan ya dia datang. Dia lebih banyak datang di lapangan, di lintas, memberikan arahan langsung. Terus kemudian juga sistem boarding misalkan ya dia ngasih contoh boarding. Terus misalkan emm kalo memimpin suatu mengkomando seperti apa itu dia langsung contohkan.” (Wawancara dengan Bapak Heri, 16 Mei 2014). “Wahyu kadang-kadang hari Minggu mau naik kereta ya di stasiun, itu yang jaga di boarding itu bisa-bisa tingkatnya tingkat manajer. Iya bisa-bisa malah direkturnya jaga disitu gitu. Karena semua digilir, digilir sama. Kalau kita tidak melakukan itu gitu “Loh orang saya aja melakukan kok, kenapa anda ngga mau?”, dan beliau ngga suka orang di kantor terus ngga suka. Beliau maunya 70 persen itu harus di lintas, harus kita lihat gitu yang terjadi seperti apa gitu.” (Wawancara dengan Ibu Wiwik, 16 Mei 2014). “Terus ini juga nah ini kalo lebaran nanti akan sering liat nanti kalo pas lebaran. Kita nanti jadi gini, di kami itu ada piket sabtu minggu ya jadi itu yang setiap sebulan sekali itu semua digilir sabtu minggu terus nanti kalo menjelang lebaran atau natal ada posko. Itu kami full di lintas ngikutin apa namanya ngarahin penumpang, periksa tiket.” (Wawancara dengan Ibu Wiwik, 16 Mei 2014). Memimpin dengan contoh tersebut juga dipraktikkan melalui kepatuhan pada tata tertib. Sebagai contoh, terdapat aturan dilarang merokok, tentunya Jonan juga mengikuti aturan tersebut dengan tidak merokok di area stasiun atau di rangkaian KA, padahal Jonan sendiri adalah seorang perokok berat. Hal tersebut berdasarkan keterangan dari Bapak Marzuki, salah satu EVP yang berada di bawah komando langsung Ignasius Jonan. “Ya contohnya sederhananya gini lah, emm dia misalkan bikin aturan, tidak boleh merokok di atas KA, dia ngga ngerokok. Kemudian dia menyuruh kita mengenakan seragam di atas KA, ya dia ngasih contoh juga. Jadi bukan cuma nyuruh-nyuruh aja
Kepemimpinan transformasional..., Wahyu Rizmi Paripurno, FISIP UI, 2014
gitu ngga, jadi juga diawasi. Artinya kalo sampe ada yang melanggar ya hukumannya berat.” (Wawancara dengan Bapak Marzuki, 16 Mei 2014) Kemudian dalam rangka membangun kepercayaan dengan bawahan, langkah yang diambil adalah dengan membentuk executive committee. Executive committee ini terdiri atas direksi, EVP satu tingkat di bawah dirut, Kadaop, serta SPKA. Executive committee setiap bulannya mengadakan rapat. Adanya sarana tersebut membuat Jonan dapat agar dapat mengenal perkereteaapian terlebih dahulu juga sebagai media agar tidak berkonflik dengan SPKA. “Serikat pekerja ini dulu kuat sekali. Dulu melawan kepada manajemen iya kan karena juga sebagai pengontrol kerjanya juga mengawasi manajemen gitu. Nah kalo jaman Pak Jonan ini, ya di ajak. “Ayo, kamu ikut saya”, gitu di ajak. Jadi serikat pekerja ini pada saat emm ada rapat gitu ya, di kami ada rapat namanya executive meeting. Executive committee ya, executive committee meeting. Itu isinya dari seluruh kepala daerah, kepala-kepala unit, direksi, ditambah serikat pekerja karena serikat pekerja kan nanti yang nguasain ya yang maksudnya jadi perwakilan pegawaipegawai di PT KAI ini kan. Dia di ajak serta ikut rapat gitu. Jadi, pada saat memutuskan, eksekutif committee itu ada keputusan-keputusan yang dihasilkan di situ gitu. Dia ikut memutuskan juga gitu. Nah pada saat itu kan berarti, emm dia dia ngga bisa lagi untuk-untuk misalnya merasa “wah saya ngga setuju”, gitu dengan manajemen karena dia sudah ada.” (Wawancara dengan Ibu Wiwik, 16 Mei 2014). Pada komponen inspirational motivation, terdapat karakteristik kepemimpinan transaksional yang dilaukkan oleh Jonan. Karaktersitik tersebut terkait dengan kesejahteraan pegawai yang dinaikkan, tetapi juga dituntut untuk memberikan kinerja yang lebih serta adanya mekanisme reward and punishment yang jelas. “Pak Jonan yang memutuskan “kesejahteraan saya tingkatkan dulu supaya orang bisa bekerja dengan tenang” gitu. Dengan maksimal. Nah akhirnya semua dinaikkan semua pendapatannya. Jadi jauhlah kalo sama PNS. Sekarang udah jauh lagi dan setara sesuai dengan harga pasar. Jadi kalo misalnya kita nanti duduk bersama gitu ya jadi setara dengan BUMN yang lain jadi kita pun juga jadi merasa percaya diri bahwa kita merasa sama dengan mereka. Saya sudah ga ada beda dengan mereka. Dan dulu itu kereta api di cap, ya dengan BUMN BUMN lain ya, maksudnya korupsi ya KKN gitu lah ya. Nah ya gimana kalo misalnya kesejahteraan itu belum dinaikkan gimana orang mau bekerja dengan baik, ngga mikir-mikir seperti itu gitu loh. Akhirnya dinaikkan semua. Tapi setelah naik semua ya orang dituntut kerja yang bener gitu loh. Kalo misalnya ketauan dia masih main-main seperti itu yaudah gitu seperti itu.” (Wawancara dengan Ibu Wiwik, 16 Mei 2014). “Emm pertama kali beliau datang itu kan langsung perubahan skala gaji dan remunerasi, kemudian itu jadi pertama kali bukan punishmentnya yang dibesarkan, tapi rewardnya dulu. Perbaikan emm perbaikan remunerasi karyawan, pejabat maupun karyawan itu perbaikannya dulu, baru punishmentnya jalan.” (Wawancara dengan Bapak Heri, 16 Mei 2014). “Jadi yang pertama sekali yang ia buat itu adalah kesejahteraan. Jadi dia punya kiat kereta api tidak akan bisa jalan dengan benar kalo kesejahteraannya belom benar. Jadi pondasi awalnya itu kesejahteraan dibenerin sesuai dengan level yang ada,
Kepemimpinan transformasional..., Wahyu Rizmi Paripurno, FISIP UI, 2014
sesuai dengan mungkin dengan perusahaan BUMN lain, bahkan sekarang lebih lah kalo dibilang karena effort nya makin tinggi.” (Wawancara dengan Bapak Heri, 16 Mei 2014). Terkait dengan karakteristik kepemimpinan transformasional, Jonan praktikkan dengan adanya pujian-pujian atau cerita inspiratif. Pujian serta cerita inspiratif . Pujian serta cerita inspiratif tersebut disampaikan kepada bawahan melalui media komunikasi milis internal. Sebagai contoh di bawah ini merupakan kiriman berupa pujian dari Ignasius Jonan atas prestasi yang dicapai oleh bawahannya di lapangan tepatnya di daerah operasional. Gambar 1. Contoh Kiriman Email Berupa Pujian dari Ignasius Jonan ke Milis Broadcast
Terkadang juga melalui media milis internal, Jonan menyampaikan ungkapan untuk tetap semangat bekerja dan mengucapkan selamat bekerja. Hal tersebut dapat dilihat pada contoh kiriman dari Jonan ke milis broadcast.
Kepemimpinan transformasional..., Wahyu Rizmi Paripurno, FISIP UI, 2014
Gambar 2. Kiriman Email Berupa Semangat dari Ignasius Jonan di Milis Broadcast
Selain memberikan motivasi melalui media milis internal, motivasi juga dilakukan secara langsung. Motivasi-motivasi tersebut Jonan sendiri yang melakukannya dengan cara membentuk suatu training motivasi secara rutin dan bergantian ke setiap unit di kantor pusat PT KAI, Bandung, Jawa Barat. “Dia itu ya talentanya kuat ya, kemudian dia membangkitkan semangat termasuk juga ada suatu kaya training motivasi ya. Dia sendiri yang membuat, dia yang membuat tayangannya, dia yang membuat materinya. Dari level atas sampe level bawah yang di daerah, itu dia kelola sendiri, dia presentasi sendiri. Dia yang menyampaikan visi sendiri. Iya. Dan menggambarkan lah perusahaan seperti apa, masih ada lah kemungkinan yang bagus dan apa yang sudah dikerjakan sekarang, dulu yang tidak bisa sekarang bisa. Jadi kadang season tertentu dan misalkan sekarang bagian ini level apa, bagian ini level apa terus nanti diulang-ulang lagi kan, ada materi lain lagi.” (Wawancara dengan Bapak Heri, 16 Mei 2014). Kemudian pada komponen ini juga terdapat langkah dalam menyampiakn visi yang jelas kepada bawahan. Visi yang jelas ini terkait peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Kejelasan visi dari pimpinan ditandai dengan mampu terinternalisasinya visi tersebut ke seluruh jajaran organisasi. Visi yang jonan bawa diakui memang ternyata mampu menjadi kultur perusahaan sampai ke tingkat operasional. Hal tersebut diakui oleh Bapak Said Didu berdasarkan keterangan berikut. “Saya melihat Jonan ini yang menonjol di dia adalah dia konsisten dengan visi misinya dan mengajak orang lain utnuk bergabung untuk mewujudkan visi misinya
Kepemimpinan transformasional..., Wahyu Rizmi Paripurno, FISIP UI, 2014
sampai ke tingkat bawah, yang lain nggak. Dan yang lain itu lebih banyak, Jonan ini jarang pake konsultan dia sendiri yang berpikir, kalo yang lain itu pake konsultan akhirnya dia kurang menghayati. Nah yang lain itu kurang mengajak ke bawah. Yang kedua, Jonan ini kan visi misinya dijadikan kultur ke bawah. Bukan dihafal loh, kultur perusahaan. Jadi membangun kultur perusahaan, yang lain belum, saya ngga tau kalo kedepan akan terjadi. Jadi menurut saya yang menonjol dari dia adalah dia mengajak sampai ke tingkat bawah untuk menjalankan visi misinya, yang kedua adalah dia mengkulturkan visi misinya menjadi budaya perusahaan. sampai ke tingkat bawah, bahkan sampai pada penjual tiket sekalipun.” (Wawancara dengan Bapak Said, 2 Juni 2014). Sebagai contoh terkait dengan kejelasan visi beserta penyampaiannya dapat dilihat melalui kiriman Email dari Jonan ke milis broadcast. Kiriman email tersebut terkait dengan penyampaian serta penekanan visi pada seluruh jajaran PT KAI. Hal yang dapat menunjukkan bahwa visi yang disampaikan jelas dan mampu terinternalisasi dapat dilihat contohnya melalui hubungan antara penekanan visi pada gambar 3 dengan penurunan angka kecelakaan kereta sejak tahun 2009 pada gambar 4. Gambar 3. Kiriman Email dari Ignasius Jonan ke Milis Broadcast
Data berupa penurunan angka kecelakaan KA dapat dilihat melalui gambar 4 berikut
Kepemimpinan transformasional..., Wahyu Rizmi Paripurno, FISIP UI, 2014
Gambar 4. Data Kecelakaan Kereta Api
Dari segi komunikasi interaktif, upaya tersebut dilakukan melalui sarana milis internal. Diakui oleh Bapak Heri, milis internal merupakan suatu sarana komunikasi yang membantu, bukan hanya dengan Jonan, tetapi juga antar pegawai di KAI. Melalui milis internal, bawahan mampu untuk melaporkan kondisi-kondisi di lapangan untuk kemudian Jonan tanggapi terkait permasalahan yang ada. Hal tersebut dapat dilihat melalui gambar 5 dan gambar 6 sebagai berikut Gambar 5. Laporan Temuan Lapangan
Kepemimpinan transformasional..., Wahyu Rizmi Paripurno, FISIP UI, 2014
Gambar 6 Email Tanggapan dari Jonan terkait Temuan di Lapangan
Milis broadcast sendiri terbagi atas beberapa peruntukkan. Ada yang diperuntukkan bagi seluruh jajaran KAI, yaitu milis broadcast, ada juga yang hanya diperuntukkan bagi jajaran direksi saja. Milis internal memang baru diterapkan saat era kepemimpinan Ignasius Jonan. Pada komponen intellectual stimulation, langkah kepemimpinan transformasional dipraktikkan dengan cara mempertanyakan pendapat bawahan-bawahan pada saat rapat. Hal tersebut didasarkan pada pernyataan Bapak Heri dan Bapak Ernesto. “Jadi kalo kita rapat ini emm sebetulnya banyak kita ada masalah di masing masing bagian. Bagaimana penyelsesaiannya terus kita di tanya maunya seperti apa. Dia itu sebenernya tidak memaksakan “Kamu harus gini” itu ngga. Jadi kalo saya misalkan, saya ada masalah, ngga ngerti kan. Itu lapor ke dirut ke beliau, beliau “kamu kondisinya seperti apa, maunya kamu seperti apa” nah dia ngasih “oh kamu kalo gini seperti ini, terserah mau pake ini, sebaiknya gini saja” gitu.” (Wawancara dengan Bapak Heri, 16 Mei 2014). “Ho iya. Pada saat rapat itu misalnya, setiap minggu kan ditanya progress nya bagaimana. Kemudian kalo ada masalah ditanya pendapatnya terlebih dahulu “Anda, pendapatnya seperti apa? kemudian anda, gimana menurut anda?”(Wawancara dengan Bapak Ernesto, 16 Mei 2014). Terkadang memang juga terjadi diskusi di email broadcast. Akan tetapi, komponen ini kurang maksimal diberikan stimulusnya oleh Ignasius Jonan. Hal tersebut dapat dilihat melalui pernyataan Bapak Marzuki yang mengatkan bahwa pada dasarnya Jonan terbuka pada kebebasan berpendapat, tetapi pegawai di KAI segan untuk menyampaikan pendapat. “Ya sebenernya, jadi gini, pada dasarnya beliau itu sebenernya menerima gagasangagasan yang inovatif cuma masalahnya kadang-kadang teman-teman saya di jajaran
Kepemimpinan transformasional..., Wahyu Rizmi Paripurno, FISIP UI, 2014
kereta api itu emm ya baik itu apa takut apakah segan menyampaikan gagasan walaupun sebenernya beliau terbuka. Sebenernya selama itu masuk akal kan tidak masalah gitu kan.” (Wawancara dengan Bapak Marzuki, 16 Mei 2014). Pada komponen individualized consideration, dipraktikkan dengan adanya pengiriman pegawai ke luar negeri secara rutin. Negara yang dipilih , diantaranya China, Perancis, dan Spanyol. China merupakan tujuan favorit untuk dilakukan studi banding dikarenakan China mampu dengan cepat mengembangkan perkeretaapian (Djuraid, 2013). Gambar 7. Sejumlah Karyawan PT Kereta Api Indonesia Belajar Mengenai Perkeretaapian di SNCF Perancis
Pengembangan diri bawahan juga dilakukan melalui pelatihan kepemimpinan untuk tingkatan manajer dan VP. Pada pelatihan tersebut, Jonan sendiri yang bertindak sebagai narasumber pelatihan (Djuraid, 2013). Selain itu, Jonan juga mampu mengenal bawahannya secara personal dan hal tersebut juga diwajibkan bagi pimpinan unit lainnya untuk dapat juga menghafal secara personal bawahannya. Namun, diakui oleh beberapa EVP, meskipun Jonan hafal, tetapi EVP sendiri mengaku tidak hafal dengan bawahannya, padahal hal tersebut sudah diwajibkan. Hal ini dapat dilihat melalui pernyataan Bapak Heri dan Bapak Marzuki sebagai berikut “Oooh iya. Dia itu ingatannya tajam. Jadi dia lebih mengenal pegawainya daripada saya. Waktu itu pernah suatu saat dia menegor saya bertanya “ini siapa”, ya ngga tau, tapi dia hafal. Khususnya ya hampir seluruh pegawai di jajaran dirut dia hafal, nama-nama lengkapnya, memang dia daya ingatnya tajam sih”. (Wawancara dengan Bapak Marzuki, 16 Mei 2014).
Kepemimpinan transformasional..., Wahyu Rizmi Paripurno, FISIP UI, 2014
“Jadi sebagai contoh aja misalkan gini, waktu saya mau ke Perancis. Ke Perancis itu kan mungkin tiap tahun ada empat gelombang ya, empat atau lima. Itu ada sekitar ada 25 orang ya, 25 orang ada orang kantor pusat ada orang daerah. Orang daerah bagian macem-macem. Pada waktu mau memberangkatkan ini kan ada komisaris. Pak Jonan itu memperkenalkan kita satu per satu sampai posisinya kedudukannya dimana. Level yang di bawah manajer pun dia hafal, saya sendiri ndak keneng. “Wah si ini nih ada di mana tuh saya ngga tau”, tapi beliau tau dan tepat.” (Wawancara dengan Bapak Heri, 16 Mei 2014). Artinya, ada permberdayaan pengikut yang kurang efektif bila dilihat melalui contoh kasus tersebut.
Pembahasan Langkah-langkah yang dipraktikkan oleh Ignasius Jonan beberapa memang sudah sesuai dengan teori serta penjelasan pada komponen kepemimpinan transformasional yang dikemukakan oleh Bernard Bass. Pada komponen idealized influence, dijelaskan pada teori bahwa pemimpin mampu bertindak sebagai role model sehingga bawahan memiliki keinginan untuk menjadi seperti pimpinannya. Hal ini dapat dilihat melalui leading by example yang Jonan contohkan. Keteladanan yang dicontohkan misalnya pada saat turun ke lapangan dalam rangka jadwal piket Sabtu Minggu. Hal tersebut juga dilakukan oleh pegawai pada tingkatan top manager sampai setingkat manajer. Dalam angka minimal seminggu sekali memiliki jadwal untuk piket Sabtu Minggu di stasiun-stasiun. Pada komponen inspirational motivation, adanya upaya memotivasi bawahan melalui media ilis internal juga diadakannya training motivasi secara rutin merupakan langkah yang sesuai pada penjelasan teori. Kesesuaian ini dapat dilihat melalui penjelasan teori yang menyatakan bahwa pemimpin transformasional berperilaku dengan cara memotivasi dan menginspirasi pengikutnya. Kemudian berdasarkan pernyataan Bapak Heri, motivasi yang dilakukan seperti memberikan gambaran bahwa masih ada harapan yang lebih baik bagi perusahaan juga merupakan hal yang memiliki kesamaan dengan penjelasan pada teori. adanya upaya menggambarkan perusahaan seperti apa beserta prestasi yang sudah dicapai juga kemungkinan yang bagus di masa depan sesuai dengan penjelasan teori pada komponen idealized influence yang menyatakan bahwa pimpinan mengajak bawahan untuk membayangkan masa depan yang menarik. Pada komponen ini, terlihat adanya karakteristik kepemimpinan transaksional yang dilakukan oleh Ignasius Jonan. Karakteristik tersebut
Kepemimpinan transformasional..., Wahyu Rizmi Paripurno, FISIP UI, 2014
ditunjukkan melalui adanya mekanisme reward and punishment serta transaksi kesejahteraan dengan kinerja yang dituntut untuk lebih baik. Upaya Ignasius Jonan yang juga dianggap memiliki kesamaan dengan penjelasan pada teori kepemimpinan transformasional Bass adalah pada saat menghadirkan tantangan pada tugas-tugas bawahannya. Tantangan tersebut dicontohkan oleh Bapak Djoko ketika membuat PT Reska hraus berpikir dan bekerja keras terkait bagaimana menyajikan makanan agar menarik. Hal tersebut dilakukan supaya penumpang lebih tertarik dan pada akhirnya membeli makanan yang disiapkan Reska. Pada akhirnya PT Reska justru tumbuh berkembang. Kemudian terkait dengan visi, visi yang Ignasius Jonan bawa, tentunya juga dikomunikasikan melalui media milis internal maupun saat rapat rutin. Hal ini pun sesuai dengan penjelasan pada komponen inspirational motivation bahwa pemimpin mengkomunikasikan ekspektasi yang tinggi, dalam hal ini ekspektasi tersebut merupakan tujuan atau sasaran organisasi. Kejelasan visi yang dikomunikasikan misalnya terkait dengan keselamatan pengguna KA senada dengan penjelasan teori, yakni pada komponen inspirational motivation yang menyebutkan bahwa karakter pemimpin transformasional saling mengkomunikasikan harapan yang jelas yang akan dicapai oleh pengikut dan juga menunjukkan komitmen terhadap tujuan dan visi bersama serta membentuk ikatan budaya. Pembentukan ikatan budaya ditunjukkan melalui penuruan angka kecelakaan perjalanan kereta api. . Kemudian pada komponen intellectual stimulation, berdasarkan pernyataan Bapak Heri dan Bapak Ernesto tersebut, apa yang dilakukan oleh Ignasius Jonan sudah sesuai dengan penjelasan mengenai komponen intelectual stimulation. Penjelasan yang dimaksud adalah
bahwa
pemimpin
yang
transformasional
memberikan
stimulus
dengan
mempertanyakan asumsi dan menemukan permasalahan. Mempertanyakan asumsi dilihat pada keterangan Bapak Ernesto yang pada intinya menanyakan pendapat bawahan seperti apa dan bagaimana. Kemudian terkait menemukan permasalahan dan ide kreatif dalam rangka memecahkan masalah dapat dilihat melalui keterangan Bapak Heri yang pada intinya menanyakan kondisi yang dialami seperti apa dan yang diinginkan oleh bawahan yang bersangkutan seperti apa. Ignasius Jonan juga merupakan orang yang dekat dengan bawahan secara personal. Hal tersebut dapat dilihat melalui sebuha kisah ketika Jonan masih hafal kejadian pertemuan dengan Bapak Heri ketika Bapak Heri mengantar Jonan ke rumah dinas, padahal sudah seminggu berselang. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan pada teori bahwa pemimpin transformasional ingat akan perbincangan ketika terakhir kali bertemu dengan bawahan.
Kepemimpinan transformasional..., Wahyu Rizmi Paripurno, FISIP UI, 2014
Terdapat upaya dari Ignasius Jonan dalam memberdayakan bawahannya. Hal tersebut dapat dilihat melalui adanya leadership training yang dicetuskan oleh Jonan sejak Juni 2013. Adanya pelatihan tersebut merupakan suatu bentuk pemberdayaan bawahannya agar pada waktunya siap untuk menjadi pemimpin masa depan PT KAI. Namun, terdapat perilaku kepemimpinan transaksional yang dipraktikkan oleh Ignasius Jonan. Perilaku tersebut terkait dengan pemberian reward and punishment dan menaikkan kesejahteraan pegawai bersamaan dengan menuntut kinerja yang lebih baik lagi dari sebelumnya.
Kesimpulan Berdasarkan karakteristik kepemimpinan transformasional yang dikemukakan oleh Bernard M. Bass yang memuat empat dimensi, secara garis besar karakteristik kepemimimpinan Ignasius Jonan sudah sesuai. Bila dicermati per dimensinya, dimensi idealized influence, inspirational motivation, dan individualized consideration dari karakteristik kepemimpinan Ignasius Jonan kurang lebih memiliki porsi yang berimbang. Dimensi atau komponen idealized influence dipraktikkan melalui pembubaran kerajaankerajaan kecil di PT KAI, keteladanan, dan leading by example. Komponen inspirational motivation dipraktikkan melalui motivasi dengan kisah-kisah inspiratif, penggunaan sarana milis internal, dan rapat rutin seminggu sekali serta executive committee meeting sebulan sekali. Komponen individualized consideration dipraktikkan dengan pengiriman secara rutin ke luar negeri diantaranya ke Perancis dan China, pengarahan langsung secara berkala dan bergantian ke setiap unit. Pada komponen intellectual stimulation, dipraktikkan dengan cara menanyakan pendapat dan ide pemecahan masalah pada saat rapat serta melalui milis. Kemudian ada beberapa karakteristik kepemimpinan transaksional yang dilakukan oleh Ignasius Jonan. Karakteristik kepemimpinan transaksional tersebut dapat dilihat melaui adanya mekanisme reward and punishment yang kuat. Selain itu terdapat juga upaya menaikkan kesejahteraan yang kemudian atas adanya reward serta meningkatnya kesejahteraan, muncul tuntutan untuk bekerja lebih baik lagi dari sebelumnya. Karakteristik kepemimpinan transaksional tersebut berpengaruh pada komponen inspirational motivation, yaitu dalam rangka membangkitkan antusiasme pegawai.
Kepemimpinan transformasional..., Wahyu Rizmi Paripurno, FISIP UI, 2014
Saran Adapun saran-saran terkait kepemimpinan transformasional Ignasius Jonan di PT KAI adalah sebagai berikut: 1. Perlu adanya upaya untuk mendorong bawahan agar tidak takut atau segan dalam memberikan gagasan. Hal ini dapat diwujudkan melalui penambahan sarana dalam mengekspresikan gagasan, seperti idea box di lingkungan perusahaan atau menanyakan langsung pendapat bawahan saat menerapkan management by walking around. 2. Selama ini ada image yang melekat kuat bahwa kereta api adalah Ignasius Jonan sehingga dapat memunculkan opini bahwa jika Ignasius Jonan tidak lagi memimpin, PT KAI tidak lagi mampu sebaik sekarang, tidak sustainable. Oleh karena itu, berdasarkan pernyataan Bapak Said Didu, Ignasius Jonan harus menunjukkan pertumbuhan dan perbaikan yang dihasilkan itu sustainable. Hingga pada akhirnya image yang muncul bukanlah PT KAI adalah Jonan, melainkan PT KAI adalah sistem yang dibangun oleh Jonan. 3. Ignasius Jonan seharusnya tidak muncul sendirian di media. Jonan perlu menunjuk orang yang memang ditugaskan untuk meng handle komunikasi dengan pihak eksternal seperti media. Langkah yang dapat dilakukan adalah memperkuat peranan humas PT KAI.
DAFTAR REFERENSI Buku: Ali, Eko Maulana. 2012. Kepemimpinan Transformasional dalam Birokrasi Pemerintahan. Jakarta: PT Multicerdas Publishing. Bass, Bernard M. 1985. Leadership and Performance Beyond Expectations. New York: Free Press. _________ & Riggio, Ronald E. 2006. Transformational Leadership (2nd ed.). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates. Djuraid, Hadi M. 2013. Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia. Jakarta: Media Suara Shakti. Koehler, J.W., and J.M. Pankowski. 1997. Transformational Leadership in Government. Delray Beach, FL: St. Lucie Press. Northouse, Peter G. 2010. Leadership: Theory and Practice (5th ed.). Thousand Oaks, CA: Sage. Yukl, Gary. 2005. Kepemimpinan dalam Organisasi (5th ed.) (Budi Suprianto, Penerjemah). Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia.
Kepemimpinan transformasional..., Wahyu Rizmi Paripurno, FISIP UI, 2014
Jurnal: Stone, A. Gregory, Robert F. Russel, and Kathleen Patterson. 2003. Transformational versus Servant Leadership: A Difference in Leader Focus. Leadership and Organization Journal. Bass, Bernard M., & Avolio, B.J. 1990. Developing Transformational Leadership: 1992 and Beyond. Journal of European Industrial Training, 14, 21-27.
Sumber Lainnya: Ajeng, Birgitta. 2013. Ignasius Jonan (2): Benahi Dulu Orangnya. http://intisari-online.com/read/ignasiusjonan-2-benahi-dulu-orangnya. (20 Maret 2014, pukul 12.59 WIB). __________. 2013. Ignasius Jonan (3): Membuka Keran Inovasi. http://intisari-online.com/read/ignasius-jonan3-membuka-keran-inovasi. (20 Maret 2014, pukul 12.59 WIB). Gatra,
Sandro. 2014. Rismaharini Sebagai Politik Harapan. http://nasional.kompas.com/read/2014/03/04/0922133/Rismaharini.sebagai.Politik.Harapan. (30 Juni 2014, pukul 12.18 WIB).
Pribadi,
Andy. 2013. Transformasi Manajemen Kereta http://wartakota.tribunnews.com/2013/11/04/transformasi-manajemen-kereta-api. (20 Maret pukul 13.16 WIB).
Kepemimpinan transformasional..., Wahyu Rizmi Paripurno, FISIP UI, 2014
Api. 2014,