BAB II PENGATURAN STANDAR NASIONAL INDONESIA
Standar sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Kata standar berasal dari bahasa Inggris “standard”, dapat merupakan terjemahan dari bahasa Perancis “norme” dan “etalon”. Istilah “norme” dapat didefinisikan sebagai standar dalam bentuk dokumen, sedangkan “etalon” adalah standar fisis atau standar pengukuran. Standar merupakan salah satu fokus ilmu yang dipelajari dan dikembangkan oleh para ahli dalam memilih, menguji, atau mensertifikasi sebuah produk. 35 Peningkatan kesejahteraan rakyat yang berlandaskan pengembangan usaha berkeunggulan kompetitif, termasuk usaha kecil, menengah dan koperasi, perlu diarahkan untuk kemandirian perekonomian nasional, meningkatkan efisiensi, produktivitas masyarakat, dan daya saing dalam menghasilkan barang dan/atau jasa yang makin bernilai tambah tinggi. Salah satu alat pendorong untuk menciptakan keunggulan kompetitif adalah peningkatan mutu dan efisiensi perindustrian nasional dengan memfokuskan pada kegiatan standardisasi. Oleh karena itu, kegiatan standardisasi di Indonesia perlu disempurnakan dan disosialisasikan agar yang berkepentingan dengan standardisasi (stakeholders) dan masyarakat lebih menyadari arti penting standardisasi.
35
Febi Amanda, Skripsi, “Analisis Formulasi Kebijakan Pemberlakuan Helm SNI (Standar Nasional Indonesia) Secara Wajib Bagi Pengendara Motor”, (Depok, Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2012), hlm. 37.
Universitas Sumatera Utara
Standar membantu untuk menyelaraskan spesifikasi teknis produk dan jasa yang membuat industri lebih efisien dan meningkatkan daya saingnya untuk perdagangan Internasional. 36 Penerapan standar di Indonesia adalah kegiatan penggunaan SNI oleh pelaku usaha. Kegiatan penggunaan SNI sangat erat kaitannya dengan kegiatan pemberlakuan standar, akreditasi, sertifikasi dan metrologi. SNI pada dasarnya merupakan standar sukarela, yaitu penerapannya bersifat sukarela. SNI yang berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan, kelestarian, fungsi lingkungan hidup atau atas dasar pertimbangan tertentu dapat diberlakukan secara wajib oleh instansi teknis, inilah yang disebut SNI wajib.
A. Latar Belakang Berlakunya Standar Nasional Indonesia Indonesia merupakan salah satu pendiri World Trade Organization (yang selanjutnya disebut WTO) dan telah meratifikasi persetujuan pembentukan WTO melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Establishing The
World
Trade
Organization
(Persetujuan
Pembentukan
Organisasi
Perdagangan Dunia) 37 Persetujuan pembentukan WTO merupakan salah satu hasil dari perundingan perdagangan multilateral Putaran Uruguay. Sebagaimana telah diketahui bahwa perundingan ini mempunyai prinsip a single undertaking, dengan demikian maka Indonesia sebagai salah satu anggota WTO harus menerima dan
36
Sejarah Kegiatan Standardisasi di Indonesia,http://www.akari-corp.com/artikel/sejarahkegiatan-standardisasi-di-indonesia/, diakses pada tanggal l0 November 2016. 37 Direktorat Perdagangan dan Perindustrian Multilateral dan Departemen Luar Negeri, “Sekilas World Trade Organization (WTO)” (Jakarta : 2002), hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan semua isi persetujuan yang telah dihasilkan dalam Putaran Uruguay. World Trade Organization merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur perdagangan antar negara. Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui persetujuan yang berisikan aturan-aturan dasar perdagangan internasional yang dihasilkan oleh para negara anggota 38 melalui proses negosiasi. Persetujuan tersebut merupakan perjanjian antar negara anggota yang mengikat pemerintah negara anggota untuk mematuhinya dalam melaksanakan kebijakan perdagangan mereka. 39 Akibat hukum dari ratifikasi perjanjian Multilateral tersebut berarti pengaturan Standardisasi di Indonesia harus sesuai dengan persetujuan tentang hambatan teknis dalam bidang perdagangan (Agreement on Technical Barriers to Trade selanjutnya disebut TBT). 40 Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional. 41 Ketentuan mengenai standar barang dan/atau jasa di Indonesia diatur dengan UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, yang sebelumnya diatur dengan PP Standardisasi Nasional,
38
Penyebutan istilah Negara anggota atau negara anggota WTO digunakan untuk mempermudah pemahaman mengenai anggota WTO. Anggota WTO sebenarnya tidak sebatas pada negara karena didalamnya juga terdapat separate customs territory seperti Hongkong, China; Macau, China; dan Chinese Taipe. Dengan menggunakan istilah negara anggota atau negara anggota WTO, dianggap anggota-anggota WTO tersebut telah tercakup didalamnya dan penulis tidak mengesampingkan keberadaan mereka. 39 Departemen Luar Negeri, “Sekilas WTO (World Trade Organization)” ed. 4 (Jakarta: Direktorat Perdagangan, Perindustrian, Investasi dan Hak Kekayaan Intelektual, 2007), hlm. 1. 40 Badan Standardisasi Nasional, “Pedoman Standardisasi Nasional, Pengembangan Standar Nasional Indonesia”, (Jakarta: Badan Standardisasi Nasional, 2007), hlm. 7. 41 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, Bab I, Pasal 1angka 3.
Universitas Sumatera Utara
juga diatur dengan beberapa undang-undang yang telah berlaku sebelum PP tersebut berlaku. Adapun undang-undang tersebut antara lain : 1.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, yang terdapat dalam : Pasal 19 ; Pemerintah menetapkan standar untuk bahan baku dan hasil barang industri dengan tujuan untuk menjamin mutu hasil industri serta untuk mencapai daya guna produksi.
2.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, terdapat dalam : a. Pasal 21 ayat (1) : Pengamanan makanan dan minuman diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar dan atau persyaratan kesehatan. b. Pasal 21 ayat (3) : Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar dan atau persyaratan kesehatan dan atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Pasal 40 ayat (2) : Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta alat kesehatan harus memenuhi standar dan atau persyaratan yang ditentukan. d. Pasal 44 ayat (2) : Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif harus memenuhi standar dan atau persyaratan yang ditentukan.
3.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, terdapat dalam : a. Pasal 24 ayat (1) : Pemerintah menetapkan standar dan mutu pangan.
Universitas Sumatera Utara
b. Pasal 24 ayat (2) : Terhadap pangan tertentu yang diperdagangkan, Pemerintah dapat memberlakukan dan mewajibkan pemenuhan standar mutu pangan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 4.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, terdapat dalam : a. Pasal 7 huruf d : Kewajiban Pelaku Usaha adalah menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; b. Pasal 8 ayat (1) huruf a : Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Agar SNI memperoleh keberterimaan yang luas antara para stakeholder,
maka SNI dirumuskan dengan memenuhi WTO Code of good practice, yaitu : 42 1.
Openness (keterbukaan) : Terbuka bagi agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat berpartisipasi dalam pengembangan SNI;
2.
Transparency (transparansi) : Transparan agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat mengikuti perkembangan SNI mulai dari tahap pemrograman dan perumusan sampai ke tahap penetapannya. Dan dapat dengan mudah memperoleh semua informasi yang berkaitan dengan pengembangan SNI; 42
Apa Itu SNI, http://www.bsn.go.id/sni/about_sni.php, diakses pada tanggal 6 November 2016.
Universitas Sumatera Utara
3.
Consensus and impartiality (konsensus dan tidak memihak) : Tidak memihak dan konsensus agar semua stakeholder dapat menyalurkan kepentingannya dan diperlakukan secara adil;
4.
Effectiveness and relevance : Efektif dan relevan agar dapat memfasilitasi perdagangan karena memperhatikan kebutuhan pasar dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
5.
Coherence : Koheren dengan pengembangan standar Internasional agar perkembangan pasar negara kita tidak terisolasi dari perkembangan pasar global dan memperlancar perdagangan Internasional;
6.
Development
dimension
(berdimensi
pembangunan)
:
Berdimensi
pembangunan agar memperhatikan kepentingan publik dan kepentingan nasional dalam meningkatkan daya saing perekonomian nasional. Dalam standardisasi terdapat beberapa Prinsip yaitu : 43 1.
Standardisasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan sadar dengan tujuan penyederhanaan oleh suatu masyarakat tertentu. Hal ini akan mencegah
timbulnya
keanekaragaman
produk
yang
tidak
perlu.
Keanekaragaman berlebih ini tidak menghasilkan suatu manfaat baru atau jasa tertentu yang lebih bermutu. 2.
Standardisasi adalah suatu sosial, politis, dan ekonomi dan sejogjanya digalakkan oleh berbagai pemangku kepentingan secara konsensus.
43
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
3.
Standar hanya bermanfaat bila digunakan dan diterapkan dengan benar. Ada kemungkinan bahwa penerapannya merupakan suatu “kerugian” bagi pihak tertentu tetapi memberikan keuntungan bagi masyarakat secara menyeluruh.
4.
Standar merupakan kompromi antara berbagai alternatif yang ada, dan mencakup ketetapan terbaik serta penerapan yang bijaksana selama kurun waktu tertentu.
5.
Standar perlu ditinjau ulang dalam periode tertentu dan direvisi atau bila perlu dinyatakan tidak berlaku lagi agar standar yang berlaku selalu sesuai dengan perkembangan di masyarakat.
6.
Bila karakteristik produk di spesifikasi, maka harus didesain pula metode pengujiannya. Bila diperlukan metode pengambilan contoh (sampling), maka jumlah contoh dan frekuensi pengambilan harus dicantumkan dengan jelas.
7.
Bila suatu standar harus ditetapkan secara wajib, maka hal ini harus didukung oleh regulasi teknis pihak berwajib dan memenuhi peraturan perundangundangan yang berlaku. Dalam menetapkan penerapan secara wajib perlu dipertimbangkan jenis standar, tingkat perkembangan industri dan sarana pendukung lainnya seperti LPK, lembaga penguji dan lembaga kalibrasi.
B. Tujuan dan Manfaat Penerapan Standar Nasional Indonesia Standar Nasional Indonesia adalah satu-satunya standar yang berlaku secara nasional di Indonesia. SNI dirumuskan oleh Panitia Teknis dan ditetapkan oleh BSN. Definisi standar dan standardisasi terdapat dalam UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Dalam UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Pasal 1 poin 1 disebutkan bahwa Standardisasi adalah proses merencanakan, merumuskan, menetapkan, menerapkan, memberlakukan, memelihara, dan mengawasi Standar yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua Pemangku kepentingan. 44 Serta dijelaskan juga dalam Pasal 1 poin 3 UU tersebut Standar adalah persyaratan teknis atau sesuatu yang dibakukan, termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak/Pemerintah/keputusan internasional yang terkait dengan memperhatikan syarat, keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengalaman, serta perkembangan masa kini dan masa depan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. 45 Standar mengalami perkembangan di semua negara dari jumlahnya maupun kualitasnya, jumlah pihak yang ikut berperan, serta kegiatan yang semakin beragam yang memerlukan pengaturan dalam bentuk standar. Standar dirumuskan untuk berbagai kegiatan misalnya manufacturing, pertanian, perdagangan,
pemerintah,
perkotaan,
kantor
administrasi,
konsultan,
pertambangan, dan sebagainya. Tujuan Standardisasi secara umum menurut buku “The aims and principles of Standarization” yang diterbitkan oleh ISO 46 maka tujuan Standardisasi dapat dijabarkan sebagai berikut : 47
44
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Pasal 1 poin 1, bagian Ketentuan Umum 45 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Pasal 1 poin 3, bagian Ketentuan Umum. 46 Tahun 1946 Komite Koordinasi PBB mendirikan International Organization for Standardization (ISO) di Genewa, Swiss, dan berkantor pusat di kota tersebut. ISO adalah organisasi non-treaty internasional yang mengembangkan, mengkoordinir dan menetapkan standar voluntary untuk mendukung perdagangan global, meningkatkan mutu, melindungi kesehatan dan keselamatan/keamanan konsumen dan masyarakat luas, melestarikan lingkungan serta mendesiminasi informasi dan memberikan bantuan teknis di bidang standardisasi. 47 Bambang Purwanggono, dkk., “Pengantar Standardisasi Edisi Pertama” (Jakarta: Badan Standardisasi Nasional, 2009), hlm. 18.
Universitas Sumatera Utara
1.
Kesesuaian untuk Penggunaan Tertentu (fitness for purpose) Kemampuan proses, produk atau jasa untuk memenuhi kegunaan yang ditetapkan
dalam
kondisi
spesifik
tertentu.
Standar
dapat
pula
mempersyaratkan kondisi penggunaan proses, produk atau jasa, untuk mencegah terjadinya kegagalan proses produk atau jasa akibat pemakaian yang tidak tepat oleh pengguna atau akibat tidak terpenuhinya persyaratan mutu proses, produk atau jasa. 2.
Mampu Tukar (interchangeability) Kesesuaian bahwa suatu produk atau jasa dapat digunakan untuk mengganti dan memenuhi persyaratan relevan yang disebut mampu tukar. Melalui penetapan standar proses, produk atau jasa dapat saling dipertukarkan. Contoh : masalah isi ulang, kecap merk lain bisa dimasukkan pada botol kecap merk lain.
3.
Pengendalian keanekaragaman (variety reduction) Salah satu tujuan pengendalian keanekaragaman adalah untuk menentukan jumlah ukuran optimum, grade, komposisi, rating, dan cara kerja untuk memenuhi kebuuhan tertentu. Jumlah ragam yang berlebihan akan menyulitkan konsumen dalam memilih produk yang sesuai dengan keinginannya serta dari segi produsen akan meningkatkan biaya produksi.
4.
Komunikasi dan Pemahaman yang lebih baik Salah satu fungsi penting dari standar adalah untuk memperlancar komunikasi
antara
produsen
dan
pemakai/konsumen
dengan
menspesifikasikan subjek yang ada dan memberikan kepercayaan bahwa
Universitas Sumatera Utara
produk yang dipesan memenuhi persyaratan yang tercantum dalam standar. Dalam standar nasional/internasional telah ditetapkan berbagai lambang dan dengan demikian kesimpangsiuran akibat perbedaan bahasa dapat ditiadakan, setidaknya dikurangi. 5.
Menjaga Keamanan, Keselamatan, dan Kesehatan Standardisasi produk untuk menjamin keamanan, keselamatan, dan kesehatan bagi pemakainya. Contoh : sabuk pengaman, helm, sarung tangan; penetapan batas keamanan penggunaan bahan zat warna atau bahan pengawet dalam pangan, penetapan persyaratan isolasi listrik pada peralatan listrik rumah tangga, desain seterika listrik harus sedemikian rupa sehingga pengguna bebas dari kejutan listrik dan sebagainya.
6.
Pelestarian Lingkungan Pelestarian lingkungan kini merupakan tujuan penting Standardisasi; dengan fokus pada perlindungan alam dari kerusakan yang mungkin timbul. Contoh : Pencemaran akibat produksi oleh industri, penggunaan material yang sulit mengalami pelapukan (misalnya plastik), pengaturan mengenai gas emisi kendaraan bermotor dan sebagainya. Pelestarian lingkungan hidup umumnya ditetapkan dalam aturan, regulasi dan peraturan atau persyaratan tertentu.
7.
Menjamin Kepentingan Konsumen dan Masyarakat Konsumen kini sangat krisis terhadap masalah keawetan, kehandalan, konsumsi energi, ketahanan terhadap bahaya kebakaran dan lain sebagainya. Hal-hal seperti ini dipersyaratkan dalam suatu standar dan informasi
Universitas Sumatera Utara
mengenai hal ini dapat dicantumkan pada label dan merupakan hasil pengujian suatu laboraturium yang telah diakreditasi. 8.
Mengurangi Hambatan Perdagangan Dalam masa globalisasi ini masyarakat internasional berusaha keras untuk mengurangi hambatan perdagangan yang dilakukan oleh negara tertentu untuk membatasi akses pasar terhadap masuknya produk negara lain misalnya dengan menetapkan bea masuk atau menetapkan standar secara sepihak. Standar mencegah adanya hambatan perdagangan non-tarif melalui harmonisasi persyaratan (standar yang sama setidaknya setara dan membatasi standar yang berbeda) sedemikian, sehingga memungkinkan terjadi kompetisi sehat. Pembeli atau konsumen yakin bahwa level mutu suatu produk, proses atau jasa yang telah diproduksi atau tersedia sesuai dengan standar yang diakui. Kebijakan SNI dikeluarkan dengan tujuan agar SNI bisa memberikan
manfaat kepada masyarakat baik sebagai konsumen maupun produsen. Sebagai konsumen, SNI diharapkan mampu melindungi mereka menyangkut keamanan, kesehatan, keselamatan serta lingkungan hidup bagi masyarakat. Sementara bagi perusahaan/dunia usaha, keberadaan SNI bisa meningkatkan daya saing mereka baik di pasar lokal maupun global. 48 Sesuai dengan yang tertuang dalam
48
Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan , “Laporan Akhir Kajian Peranan SNI Untuk Penguatan Pasar Dalam Negeri dan Daya Saing Produk Ekspor” (Jakarta: Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, 2015), hlm. 19.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 3 UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian disebutkan bahwa Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian bertujuan : 49 1.
Meningkatkan jaminan mutu, efisiensi produksi, daya saing nasional, persaingan usaha yang sehat dan transparan dalam perdagangan, kepastian usaha, dan kemampuan Pelaku Usaha, serta kemampuan inovasi teknologi.
2.
Meningkatkan perlindungan kepada konsumen, Pelaku Usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya, serta negara, baik dari aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup.
3.
Meningkatkan kepastian, kelancaran, dan efisiensi transaksi perdagangan Barang dan/atau Jasa di dalam negeri dan luar negeri. Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian diperlukan dalam berbagai sektor kehidupan termasuk perdagangan, industri, pertanian, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta lingkungan hidup. Pada dasarnya, semua bentuk kegiatan, jasa dan produk yang tidak
memenuhi ketentuan SNI diperbolehkan dan tidak dilarang. Meskipun begitu, produk dalam negeri harus mampu bersaing secara sehat di dunia Internasional maka sangatlah diperlukan penerapan SNI tersebut. Apabila SNI diterapkan oleh semua bentuk kegiatan dan produk maka sangatlah mendukung percepatan kemajuan di negeri ini. Seperti halnya di negara-negara Eropa yang produkproduknya memenuhi standar nasional bahkan Internasional. Dengan adanya standardisasi nasional maka akan ada acuan tunggal dalam mengukur mutu produk dan/atau jasa di dalam perdagangan. 49
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Pasal 3.
Universitas Sumatera Utara
Standardisasi adalah alat untuk rasionalisasi, adaptasi kelangsungan produksi yang hemat energi, distribusi dan penggunaan barang, sistem, proses dan jasa. Standardisasi adalah suatu penghubung dalam rantai perkembangan, dan alat untuk memfasilitasi kerja sama teknis dan transfer teknologi. Standardisasi dapat terjadi di berbagai kegiatan dan dapat mempengaruhi semua jenis susunan obyeknya. Standardisasi dapat dilaksanakan di berbagai level perusahaan (kecil, menengah, multinasional) atau berbagai instansi, dalam lingkup nasional, dan internasional (standardisasi regional dan global). 50 Penerapan SNI sangat bermanfaat bagi semua pihak, termasuk dalam hal ini produsen, konsumen dan lingkungan hidup. Beberapa keuntungan dan manfaat penerapan SNI sebagai berikut: 51 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7. 8.
Adanya kepuasan pelanggan karena selalu mendapatkan produk dengan mutu konsisten; Efisiensi biaya operasional dan peningkatan kesinambungan produk; Kenyamanan karyawan karena adanya standar yang menjadi target produksi; Memperkuat daya saing nasional, meningkatkan transparansi dan efisiensi pasar; Upaya perlindungan terhadap produsen nasional dari persaingan usaha tidak sehat (kalau produknya standart meminimalkan adanya perang harga); Persyaratan pematuhan hukum dengan pemahaman bagaimana persyaratan suatu peraturan dan perundang-undangan tersebut mempunyai pengaruh tertentu pada suatu organisasi dan para pelanggan; Peningkatan terhadap pengendalian manajemen resiko dengan konsistensi secara terus menerus; Bermanfaat dari sisi ekonomi (quality not quantity), kesehatan (quality control) dan keselamatan (safety procedure), maupun lingkungan hidup (syarat kandungan tertentu).
50
Robertus Maylando Siahaya, Skripsi, “Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Helm Yang Tidak Sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI)” (Depok, Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2012), hlm. 57 51 Bambang Purwanggono, dkk,. Op. Cit., hlm. 17.
Universitas Sumatera Utara
C. Pengaturan Standar Nasional Indonesia Menurut Peraturan PerundangUndangan Peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia saat ini, yaitu PP Standardisasi Nasional belum memadai untuk mengatur Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. Peraturan tersebut belum selaras sebagai landasan hukum bagi penyelenggaraan kegiatan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian yang telah berkembang dengan pesat. Oleh karena itu, kegiatan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian perlu diatur dalam suatu undang-undang, yang dapat mewujudkan koordinasi, sinkronisasi, dan harmonisasi kegiatan, sehingga pelaksanaan kegiatan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian di Indonesia dapat dilakukan secara efektif, efisien, terpadu, serta terorganisasi dengan baik dan pada akhirnya dapat meningkatkan efektivitas, efisiensi, daya saing, dan perekonomian nasional. 52 Pengaturan dalam UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian ini bertujuan melindungi kepentingan nasional dan meningkatkan daya saing nasional dengan berdasarkan asas mafaat, konsensus dan tidak memihak, transparansi dan keterbukaan, efektif, dan relevan, koheren, dimensi pembangunan nasional, serta kompeten dan tertelusur. 53 1.
Perumusan Standar Nasional Indonesia dan Penetapan Standar Nasional Indonesia Secara Wajib
52
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian , Bagian Umum paragraf 4, Penjelasan. 53 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian , Bagian Umum paragraf 5, Penjelasan.
Universitas Sumatera Utara
a. Peraturan Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Secara Wajib 54 Penyusunan peraturan teknis yang berkaitan dengan pemberlakuan SNI secara wajib dan untuk menyesuaikan dengan perkembangan penerapan standar serta pemberlakuan regulasi teknis berbasis standar di tingkat nasional, regional, dan internasional membutuhkan pedoman yang dapat dijadikan sebagai acuan. Oleh karena itu BSN menerbitkan Peraturan Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberlakuan SNI secara Wajib. Standar Nasional Indonesia dapat diimplementasikan dengan baik apabila proses perumusan dan penetapannya dilakukan secara konsensus oleh pemangku kepentingan seperti produsen, konsumen, pemerintah, pakar, dan pihak lain sehingga pemberlakuan SNI secara wajib diharapkan lebih mudah dimengerti oleh pemangku kepentingan. Selain pemberlakuan SNI secara wajib, intervensi pasar dapat dilakukan melalui penerapan regulasi teknis berbasis SNI oleh instansi teknis. Penetapan regulasi teknis sebaiknya memperhatikan faktor-faktor seperti kesiapan pelaku usaha, kesiapan lembaga penilai kesesuaian, validitas SNI, pengawasan, dan perjanjian internasional atau regional. b. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 86/MIND/PER/9/2009 Tentang Standar Nasional Indonesia Bidang Industri 55 Dalam rangka mewujudkan persaingan usaha yang sehat, perlindungan konsumen dan meningkatkan mutu dan daya saing industri dalam negeri telah 54
Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia., Op. Cit., hlm. 13 55 Ibid., hlm. 14.
Universitas Sumatera Utara
disusun Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 86/MIND/PER/9/2009 Tentang Standar Nasional Indonesia (SNI) di bidang industri. Peraturan ini mengatur ketentuan mengenai perumusan SNI, penerapan SNI, pemberlakuan SNI secara wajib, penunjukan Lembaga Penilaian Kesesuaian (selanjutnya disebut LPK), pemmbinaan SNI, dan pengawasan SNI bagi barang dan atau jasa di bidang industri. Perumusan SNI, kaji ulang SNI dan revisi SNI di bidang industri dilakukan oleh panitia teknis atau sub panitia teknis yang diusulkan oleh BPPI dengan mempertimbangkan masukan Direktorat Jenderal Pembina Industri kepada BSN. Pelaksanaan kegiatan tersebut mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh BSN dan perjanjian yang telah diratifikasi oleh pemerintah dan menghasilkan rancangan SNI disampaikan kepada BSN untuk ditetapkan menjadi SNI. Penerapan SNI dilakukan SNI dilakukan secara sukarela dan wajib. Untuk produsen yang telah memiliki SPPT SNI dan menerapkan SNI sukarela dapat memproduksi dan memperdagangkan produk dengan tanda SNI sedangkan yang tidak mengacu persyaratan SNI tidak boleh mencantumkan tanda SNI dan jika melanggar dapat dikenakan sanksi administarsi.. c. Pedoman Standardisasi Nasional (PSN01:2007) Tentang Pengembangan SNI56 Pedoman ini dirumuskan bertujuan untuk menciptakan mekanisme yang seragam dalam mengembangkan SNI, keteraturan dengan praktek dunia internasional, dan acuan pelaksanaan pengembangan SNI. Ruang lingkup
56
Ibid., hlm. 15
Universitas Sumatera Utara
pedoman ini meliputi program nasional perumusan SNI (selanjutnya disebut PNPS), pelaksanaan perumusan, penetapan, publikasi, dan pemeliharaan SNI. PNPS adalah rencana kegiatan untuk merumuskan SNI dalam periode tertentu yang dipublikasikan agar dapat diketahui semua pihak yang berkepentingan. UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian menyebutkan PNPS adalah usulan rancangan SNI dari Pemangku Kepentingan yang akan dirumuskan secara terencana, terpadu, dan sistematis. Perkiraan waktu yang digunakan acuan dalam PNPS minimal 19 bulan tanpa mengurangi mutu dari standar yang dirumuskan. Prinsip dasar dalam proses perumusan SNI adalah transparansi, konsensus, efektif dan relevan, koheren, dan dimensi pengembangan. Selain itu perumusan tidak berpotensi menimbulkan hambatan perdagangan dan sedapat mungkin harmonis dengan standar internasional (jika tidak mengacu harus dilakukan validasi). Tahapan perumusan SNI dimulai dengan penyusunan konsep dilanjutkan dengan rapat teknis, rapat konsensus, jajak pendapat kemudian perbaikan akhir disusul dengan pemungutan suara dan penetapan. Untuk publikasi SNI harus dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah penetapan. Sementara pemeliharan SNI dilakukan melalui kaji ulang sekurang-kurangnya satu kali dalam 5 (lima) tahun setelah ditetapkan. Dalam merumuskan SNI harus melakukan tahapan penerapan berdasarkan falsafah sebagai berikut : 57 a. Mengambil pendekatan pragmatis yaitu bila ada standar yang cocok meskipun berasal dari standar negara lain atau standar internasional, maka
57
“Penerpan SNI”, http://ppmb.depdag.go.id/contents/page/impor, diakses pada tanggal 10 November 2016.
Universitas Sumatera Utara
standar tersebut dapat diadopsi menjadi SNI, diadaptasi atau diambil sebagian sebagai acuan; b. Mengusahakan agar SNI yang dirumuskan selaras dengan standar regional atau internasional; c. Sejauh mungkin mengambil manfaat dari pengalaman negara lain yang mempunyai tingkat pembangunan dan kondisi sosio ekonomi yang sama; d. Memenuhi persyaratan notifikasi yang telah disepakati Indonesia di dunia internasional. 2.
Penerapan Standar Nasional Indonesia Penerapan standar adalah kegiatan mmenggunakan standar sebagai acuan
(spesifikasi teknis, aturan, pedoman) untuk satu kegiatan atau hasilnya, yang pada dasarnya bersifat voluntary. 58 Pengertian penerapan SNI tidak disebutkan secara eksplisit di dalam UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, tetapi hanya disebutkan secara umum dalam Pasal 20 UU tersebut, yaitu penerapan SNI dilakukan dengan cara menerapkan persyaratan SNI terhadap Barang, Jasa, Sistem, Proses, atau Personal. 59 Penerapan yang dimaksud, dilaksanakan secara sukarela atau diberlakukan secara wajib. 60 Dan dibuktikan melalui pemilikan sertifikat dan/atau pembubuhan Tanda SNI dan/atau Tanda Kesesuaian. 61 Standar yang berkaitan dengan kepentingan keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumen, atau kelestarian lingkungan hidup diberlakukan secara 58
Bambang Purwanggono, dkk,. Op. Cit., hlm. 40. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian , Pasal 20 ayat (1), Bagian Keempat. 60 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian , Pasal 20 ayat (2), Bagian Keempat. 61 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian , Pasal 20 ayat (3), Bagian Keempat. 59
Universitas Sumatera Utara
wajib. Suatu standar dikatakan berkualitas apabila SNI tersebut dibutuhkan oleh pasar dan didukung persyaratan teknis yang sesuai dengan keinginan konsumen dan kemampuan produsen dan disetujui oleh semua pemangku kepentingan. Tata cara pemberlakuan SNI yang diberlakukan wajib, diatur lebih lanjut dengan keputusan pimpinan instansi teknis sesuai dengan bidang tugasnya. Terhadap barang yang telah ditetapkan sebagai wajib SNI pembubuhan tanda SNI pada barang wajib dilakukan, namun demikian dalam hal karakter atas barang tidak memungkinkan untuk dibubuhi tanda SNI maka dapat dilakukan dalam media lain yaitu pada kemasan atau dokumen dari barang tersebut. Kebijakan Penerapan SNI antara lain mencakup : 62 a. Untuk standar voluntari 1) Kesiapan pelaku usaha atau industri dalam negeri; 2) Pengawasan dilakukan oleh LPK (Lembaga Penilai Kesesuaian); 3) Penerapan SNI dilakukan dengan menggunakan tanda SNI; dan 4) Pembinaan dilakukan oleh instansi teknis. b. Untuk standar yang diberlakukan secara wajib 1) Penerapan wajib adalah bila SNI diacu dalam regulasi teknis; 2) Penerapan SNI dilakukan dengan menggunakan tanda SNI; 3) Diperlukan mempersiapkan regulasi teknis agar dapat diterapkan dengan efektif melalui koordinasi yang baik antara BSN, Regulator, KAN, LPK, otoritas pengawasan dan industri; 4) Pengawasan dilakukan oleh LPK dan Otoritas Pengawasan (bagian dari instansi teknis); 5) Pelaksanaan penerapan SNI yang diberlakukan wajib harus mengacu pada prinsip TBT WTO yaitu transparan, non diskriminatif, mendorong saling pengakuan sah dan harus jelas serta dimengerti benar oleh semua pihak terkait;
62
Bambang Purwanggono, dkk,. Op, Cit., hlm. 41.
Universitas Sumatera Utara
6) Standar yang diacu harus harmonis dengan standar internasional, kecuali bila terdapat alasan iklim, geografis dan teknologi yang mendasar; 7) Infrastruktur teknis harus menjamin kelancaran pelaksanaan penerapan; 8) Pembinaan dilakukan oleh instansi teknis/pihak berwenang. Pemberlakuan SNI wajib dilakukan melalui penerbitan regulasi teknis oleh instansi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk meregulasi kegiatan dan peredaran produk (regulator). Prosedur perjanjian SNI terhadap barang dan/atau jasa produksi dalam negeri maupun impor adalah sebagai berikut : a. Penerapan SNI terhadap barang dan/atau jasa produksi dalam negeri 1) Pengawasan pra pasar terhadap barang produksi dalam negeri yang diperdagangkan, dikecualikan terhadap pangan olahan, obat, kosmetik, dan alat kesehatan, dilakukan melalui Nomor Registrasi Produk (NRP) yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri c.q. Direktur Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang. 63 2) Salah satu syarat untuk memperoleh NRP adalah adanya sertifikasi Kesesuaian (SPPT SNI) yang dikeluarkan oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian dalam hal ini Lembaga Sertifikasi Produk (selanjutnya disebut LSPro). 3) Produsen yang memproduksi barang dan/atau jasa wajib memiliki SPPT SNI yang diterbitkan oleh LSPro dan wajib membubuhkan tanda SNI pada setiap barang, kemasan dan atau label pada hasil produksinya, sedangkan yang tidak memungkinkan untuk dilakukan pembubuhan wajib disertakan salinan SPPT SNI. 64 b. Penerapan SNI terhadap barang dan/atau jasa berasal dari impor 1) Pengawasan pra pasar terhadap barang impor dilakukan melalui Surat Pendaftaran Barang (selanjutnya disebut SPB) yang didalamnya terdapat Nomor Pendaftaran Barang (selanjutnya disebut NPB) yang diterbitkan oleh Direktoral Jenderal Perdagangan Luar Negeri c.q.
63
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan No.14 Tahun 2007 Tentang Standardisasi Jasa Bidang Pedagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan, Pasal 8. 64 Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 86 Tahun 2009 Tentang Standar Nasional Indonesia di Bidang Industri, Pasal 9 Jo. Pasal 8.
Universitas Sumatera Utara
2)
3)
4)
5)
6)
3.
Direktorat Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang. 65 Barang impor yang telah diberlakukan SNI wajib dan akan memasuki daerah pabean untuk memperoleh NPB wajib dilengkapi dengan sertifikat kesesuaian yang diterbitkan oleh LPK yang telah diakreditasi oleh KAN. 66 LPK yang belum diakreditasi oleh KAN sesuai dengan ruang lingkupnya apabila ditunjuk oleh Pimpinan Instansi Teknis sesuai ketentuan yang berlaku, dapat melakukan Penilaian Kesesuaian. 67 LPK dari luar negeri dapat melakukan penilaian kesesuaian terhadap barang impor yang telah diberlakukan SNI wajib, apabila telah terakrediasi oleh KAN atau Badan Akreditasi di negara yang bersangkutan yang memiliki perjanjian saling pengakuan (Mutual Recognition Agreement/MRA) dengan KAN. Barang impor yang telah diberlakukan SNI Wajib dan berada di Kawasan Pabean tidak dapat memasuki Daerah Pabean apabila tidak dilengkapi dengan SPB. 68 Barang impor yang telah diberlakuakan SNI wajib yang berada di Kawasan Pabean wajib di reekspor atau dimusnahkan oleh Pelaku Usaha, apabila permohonan SPB ditolak atau tidak memiliki Sertifikat Kesesuaian. 69
Standar Nasional Indonesia di Bidang Pertanian Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 58 Tahun 2007 Tentang
Pelaksanaan Sistem Standardisasi Nasional di Bidang Pertanian, bahwa Sistem Standardisasi Nasional di bidang Pertanian (selanjutnya disebut SSP) adalah tatanan jaringan sarana dan kegiatan standardisasi yang serasi, selaras dan terpadu serta berwawasan nasional di bidang pertanian, yang meliputi penelitian dan 65
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2007 Tentang Standardisasi Jasa Bidang Pedagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan, Pasal 16 ayat (1). 66 Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2007 Tentang Standardisasi Jasa Bidang Pedagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan, Pasal 16 ayat (2) jo. Pasal 22 ayat (1). 67 Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2007 Tentang Standardisasi Jasa Bidang Pedagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan, Pasal 22 ayat (2) jo. Pasal 22 ayat (1). 68 Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2007 Tentang Standardisasi Jasa Bidang Pedagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan, Pasal 19 ayat (3). 69 Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2007 Tentang Standardisasi Jasa Bidang Pedagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan, Pasal 19 ayat (4).
Universitas Sumatera Utara
pengembangan
standardisasi,
perumusan
standar,
penetapan
standar,
pemberlakuan standar, penerapan standar, persiapan akreditasi, verifikasi, sertifikasi, pembinaan dan pengawasan standardisasi, kerjasama, informasi dan dokumentasi, pemasyarakatan, serta pendidikan dan pelatihan standardisasi. Standardisasi bidang pertanian adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merivisi standar di bidang pertanian, yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak. Standar bidang pertanian adalah SNI diartikan sebagai Persyaratan Teknis Minimal (selanjutnya disebut PTM). PTM adalah batasan terendah dari spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, termasuk tatacara dan metoda yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait, dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, dan/atau pertimbangan ekonomis, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya, yang ketentuannya ditetapkan oleh Menteri Pertanian. 70 Standardisasi bidang pertanian dimaksudkan sebagai acuan dalam mengukur mutu produk dan/atau jasa di dalam perdagangan, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan pada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup, meningkatkan daya saing dan kelancaran perdagangan. Adapun ruang lingkup pengaturannya meliputi perumusan dan penetapan
standar,
penerapan
standar,
kerjasama
dan
pemasyarakatan
70
“Pemanfaatan Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam Peningkatan Mutu Produk Perkebunan”, http://disbun.jabarprov.go.id/index.php/artikel/detailartikel/59 , diakses pada tanggal 18 November 2016.
Universitas Sumatera Utara
standardisasi, pembinaan dan pengawasan, penelitian dan pengembangan standardisasi serta pemberian sanksi. 71 Produk pertanian yang dapat disertifikasi SNI adalah berupa: (1) Barang, adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen; (2) Jasa, adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. Adapun yang dimaksud dengan barang pertanian adalah setiap produk yang berbentuk benda pertanian baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat diedarkan. Jasa pertanian adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi di bidang pertanian yang disediakan bagi masyarakat untuk dapat melakukan sertifikasi. Penerapan SNI di bidang pertanian ada yang bersifat sukarela ada juga yang bersifat wajib. Persyaratan Teknis Minimal (PTM) yang telah ditetapkan oleh Menteri Pertanian diberlakukan secara wajib. Barang pertanian dan/atau jasa pertanian, proses, sistem, dan/atau personel yang telah memenuhi spesifikasi teknis standar di bidang pertanian diberikan sertifikat mutu dan/atau dibubuhi tanda SNI atau PTM. Untuk mendapatkan sertifikat sistem mutu, pelaku usaha di bidang pertanian wajib memenuhi persyaratan sistem manajemen mutu produk pangan
71
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
segar atau non pangan yang ditetapkan pada standar di bidang pertanian sebagai berikut : 72 a. Jaminan mutu pangan produk pertanian memenuhi sistem mutu berdasar konsepsi HACCP atau SNI 01-4852-1998, atau Sistem Pangan Organik atau SNI 01-6729-2002; b. Jaminan mutu non pangan produk pertanian memenuhi ISO 9001-2000 atau SNI 19-9001-2000. Untuk melengkapi persyaratan diterapkan persyaratan Sistem Manajemen Lingkungan yaitu ISO 14001-1996. Jaminan mutu LPK harus memenuhi standar yang ditetapkan sesuai ruang lingkup sebagai berikut : 73 a. Laboratorium penguji memenuhi ISO/IEC Guide 17025-2005; b. Lembaga inspeksi memenuhi; ISO 17020-2005; c. Lembaga sertifikasi produk memenuhi ISO/IEC Guide 65-1997 atau Pedoman BSN 401-2000; d. Lembaga sertifikasi sistem mutu memenuhi ISO/IEC Guide 62-1997 atau Pedoman BSN 301-1999; e. Lembaga sertifikasi sistem manajemen lingkungan memenuhi ISO/IEC Guide 66-1997 atau Pedoman BSN 701-2000; f. Lembaga sertifikasi personel memenuhi ISO/IEC Guide 17024; g. Lembaga sertifikasi verifikasi memenuhi ISO/IEC Guide 17011; h. Lembaga sertifikasi mutu dan keamanan pangan memenuhi ISO/IEC Guide 61 tahun 1996; i. Lembaga sertifikasi pangan organik memenuhi ISO/IEC Guide 65 dan IFOAM ; j. Lembaga sertifikasi eko labeling memenuhi ISO 14024-1999. Standar Nasional Indonesia untuk peningkatkan mutu produk perkebunan dirasa sangat perlu mengingat pentingnya SNI diterapkan untuk lahan, perbenihan, produk, alat dan mesin serta metode uji terutama untuk mengurangi atau mengantisipasi pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kelas kesesuaian 72
Ibid. Ibid.
73
Universitas Sumatera Utara
lahan, mengurangi beredarnya benih-benih yang tidak berkualitas dan bukan benih bina, mencegah masuknya produk-produk benih dari luar negeri yang terindikasi terserang organisme perusak tanaman (OPT) dan/atau terdapat bahan kimia yang berbahaya baik bagi manusia maupun biota lainnya, memberikan jaminan mutu dan keamanan produk, memberikan hasil yang bermutu tinggi maka sudah selayaknya seluruh pemanfaatan lahan mengacu pada SNI, seluruh produk benih tanaman memiliki SNI serta seluruh produk olahan menerapkan SNI dan menggunakan alat mesin pengolah sesuai SNI. 74 Kebijakan umum pembangunan perkebunan adalah mensinergikan seluruh sumber daya perkebunan dalam rangka peningkatan daya saing usaha perkebunan, nilai tambah, produktivitas dan mutu produk perkebunan melalui partisipasi aktif masyarakat perkebunan, dan penerapan organisasi modern yang berlandaskan kepada ilmu pengetahuan dan teknologi serta didukung dengan tata kelola pemerintahan yang baik.
74
Ibid.
Universitas Sumatera Utara