BAB II PENGATURAN PELAKSANAAN GANTI RUGI TANAH UNTUK PEMBANGUNAN PUSAT PEMERINTAHAN KABUPATEN ACEH TIMUR A. Gambaran Umum Kabupaten Aceh Timur. 1. Letak Geografis Kabupaten Aceh Timur merupakan salah satu kabupaten dari 24 Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh, yang memiliki letak yang sangat strategis sebagai penghubung antara ibukota Pemerintahan Aceh dengan Provinsi Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Aceh Timur terletak di antara koordinat 4°09’21,08” 5°06’02,16 Lintang Utara dan 97°15’22,07” - 97º34’47,22” Bujur Timur.33 Aceh Timur memiliki luas wilayah 6.040,60 Km² atau 10,53% dari Luas Pemerintah Aceh dengan batas-batas wilayahnya sebagai berikut :34 - Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka. - Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Langsa dan Kabupaten Aceh Tamiang - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues. - Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Bener Meriah. Secara Administratif Kabupaten Aceh Timur terdiri dari 24 Kecamatan, 511 Desa (Gampong) dari 45 Mukim yang terdiri atas 1596 Dusun. Adapun kecamatan yang terluas dari 24 Kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Timur adalah Kecamatan Serbajadi (Lokop) dengan luas wilayah 1.903,40 KM² atau sekitar 31,51% dari luas 33 34
wilayah Kabupaten Aceh Timur. Sedangkan kecamatan yang terkecil
Bappeda Aceh Timur, Kabupaten Aceh Timur dalam Angka Tahun 2011, Hal. 4. Ibid, Hal. 5.
29
Universitas Sumatera Utara
adalah Kecamatan Darul Falah (Ulee Gajah) dengan luas wilayah 42,40 KM² atau 0,70% dari luas wilayah Kabupaten Aceh Timur.35 2. Penetapan Lokasi Kabupaten Aceh Timur Kabupaten Aceh Timur merupakan salah satu Kabupaten yang mengalami pemekaran berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 tahun 2007 tentang tata cara pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah, terletak di provinsi Aceh. Kabupaten Aceh Timur mengalami pemekaran 3 (tiga) Kabupaten, yaitu Kabupaten Aceh Timur, Pemerintah Kota Langsa dan Kabupaten Aceh Tamiang. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 5 Tahun 2007 tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Aceh Timur dari Wilayah Kota Langsa ke Wilayah Kecamatan Idi Rayeuk Kabupaten Aceh Timur. Pusat Pemerintah Kabupaten Aceh Timur yang sebelumnya berada di Kota Langsa pindah ke Kecamatan Idi Rayeuk Kabupaten Aceh Timur. Sehingga relokasi pusat pemerintahan dan semua kegiatan pemerintahan pindah ke Kecamatan Idi Rayeuk. Dengan pertimbangan yang didasarkan pada letak kecamatan Idi Rayeuk merupakan letak yang strategis dan dapat terjangkau oleh semua kecamatan dalam kabupaten Aceh Timur dan Lokasi Pembangunan Pusat pemerintahan yang dekat dengan jalan Lintas Sumatera, sehingga nantinya dapat mendukung perekonomian dan pembangunan masyarakat Aceh Timur ke depan.36
35 36
Ibid, Hal. 6 Ibid, Hal.8
30
Universitas Sumatera Utara
Mengingat pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur adalah untuk kepentingan umum37 maka tanah-tanah yang berada di sekitar lokasi tanah yang dibebaskan yaitu terdiri dari 2 (dua) Desa (Gampong) yaitu Desa Titi Baro dan Desa Seunebok Teungoh Kecamatan Idi Rayeuk Kabupaten Aceh Timur harus terlebih dahulu dilakukan pelepasan hak atau pembebasan hak atas tanah.38 Pengadaan tanah untuk pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur merupakan program yang
sudah harus diselesaikan. Sebagai dasar
pembebasan tanah untuk kepentingan umum telah disusun dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Aceh Timur.39 Adanya RTRW ini terpenuhilah persyaratan dalam pembebasan tanah untuk kepentingan umum. Untuk maksud pasal 4 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006, dinyatakan : “Pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan tanah yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan apabila berdasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan lebih dahulu.”40 Pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan tanah di Kabupaten Aceh Timur sampai saat ini masih berpedoman kepada Perencanaan Ruang Wilayah atau Kota yang telah ada, mengingat Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) masih dalam
37
Kepentingan Umum sesuai dalam pasal 1 angka 5 Peraturan Presiden RI Nomor 36 Tahun 2005 adalah Kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat. 38 Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011, Bagian Pertanahan setdakab Aceh Timur, Hal. 52 39 Lihat Pasal 4 ayat (1) Peraturan Presiden RI Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. 40 Lihat Pasal 4 ayat (1) Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan Umum.
31
Universitas Sumatera Utara
proses penyelesaian. Hal ini tidak bertentangan dengan maksud pasal 4 ayat (2), dimana disebutkan : “Bagi Daerah yang belum menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah, Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan perencanaan ruang wilayah atau kota yang telah ada”.41 Selanjutnya mengacu pada Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk : 1. Mengetahui rencana tata ruang; 2. Berperan serta dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; 3. Memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang. Menurut Husni Thamrin mengatakan bahwa RTRW Kabupaten Aceh Timur masih dalam proses, dan sampai saat ini belum selesai karena mengacu kepada RTRW Provinsi. Draft RTRW masih dalam tahap penyelesaian dan belum disahkan DPR Provinsi Aceh.42 Pasal 5 Peraturan Presiden RI Nomor 36 Tahun 2005 menyebutkan pada huruf (m), Kantor Pemerintah, Pemerintah Daerah, Perwakilan Negara Asing, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan atau lembaga-lembaga Internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, merupakan pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Setelah terbitnya Peraturan
41
Lihat Pasal 4 Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan Umum. 42 Husni Thamrin, Kepala Bappeda Kabupaten Aceh Timur, Wawancara Tanggal 26 April 2012.
32
Universitas Sumatera Utara
Presiden Nomor 65 Tahun 2006, pembangunan untuk kepentingan umum ini mengalami perubahan, sebagaimana diatur dalam pasal 5. Mengenai tolak ukur dari kepentingan umum dalam pasal 5 mencoret kategori bidang pembangunan yang masuk dalam kepentingan umum dari semula 21 (dua puluh satu) bidang menjadi 7 (tujuh) bidang saja, yakni : “Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang dilaksanakan Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, selanjutnya dimiliki dan akan dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, meliputi : 1. Jalan Umum dan Jalan Tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi; 2. Waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya; 3. Pelabuhan, Bandar Udara, Stasiun Kereta api dan Terminal; 4. Fasilitas Keselamatan Umum, seperti Tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana; 5. Tempat-tempat Pembuangan sampah; 6. Cagar Alam dan Cagar Budaya; dan 7. Pembangkit, Transmisi, distribusi tenaga listrik.”43 Jelas terlihat bahwa telah ada pembatasan kategori pembangunan untuk kepentingan umum. “Kantor Pemerintah” dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 ini tidak lagi termasuk dalam kategori Kepentingan Umum. 43
Lihat Pasal 5 Peraturan Presiden RI Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
33
Universitas Sumatera Utara
“Menurut Muhammad Yamin, Sekalipun telah ada pembatasan kategori pembangunan untuk kepentingan umum secara limtatif, namun tetap saja ada kekhawatiran ketika berbicara dalam tataran pelaksanaan, yang tidak tertutup kemungkinan terulang lagi pengabaian hak-hak rakyat yang dipraktekkan kepentingan pembangunan dalam rangka kepentingan umum. Seperti tertuang dalam penjelasan Pasal 28-G ayat (1) dan 28-H Undang-Undang Dasar 194544. Hal itu penting karena tindakan yang merugikan rakyat apalagi mengabaikan hakhak rakyat atas tanah sekalipun demi program pembangunan umum tidak dapat lagi ditolerir, sebab konstitusi telah menggariskan dengan tegas adanya jaminan dan perlindungan atas hak-hak kebendaan yang dimiliki rakyat”.45 Kenyataan menunjukkan bahwa pembangunan membutuhkan tanah, tetapi disisi lain tanah negara yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan tersebut sudah semakin terbatas, karena tanah yang ada sebagian telah dikuasai/dimiliki oleh masyarakat dengan suatu hak. Agar momentum pembangunan tetap dapat terpelihara, khususnya pembangunan berbagai fasilitas untuk kepentingan umum yang memerlukan bidang tanah, maka upaya hukum dari pemerintah untuk memperoleh tanah-tanah tersebut dalam memenuhi pembangunan antara lain dilakukan melalui pendekatan pembebasan hak maupun pencabutan hak.46 B. Pengaturan Pelaksanaan Ganti Rugi Tanah Untuk Kepentingan Umum. Pelaksanaan Ganti Rugi Tanah untuk kepentingan umum tidak terlepas dari Pelaksanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan umum. Ketentuan Pokok yang mengatur pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah Peraturan Presiden RI Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan
44
Penjelasan Pasal 28-G ayat (1) dan 28-H Undang-Undang Dasar 1945, yang dirumuskan dengan kalimat :”Konstitusi memberikan jaminan atas hak-hak kebendaan untuk dimiliki secara pribadi dari gangguan siapa pun termasuk dari negara, serta sudah kehendak Konstitusi untuk membangun negara yang demokratis dan berperikemanusiaan”. 45 Muhammad Yamin dan Abdul Rahim Lubis, Pencabutan Hak, Pembebasan, dan Pengadaan Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2011, Hal. 8. 46 Irene Eka Sihombing, Segi-segi Hukum Tanah Nasional dalam Pengadaan Tanah untuk Pembangunan, Universitas Trisakti, Jakarta, Januari, 2009, Hal. 98.
34
Universitas Sumatera Utara
untuk Kepentingan Umum. Ketentuan ini kemudian diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Guna melengkapi ketentuan tersebut diterbitkanlah Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Pada tanggal 14 Januari 2012 diundangkanlah Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Pelaksanaannya masih dalam proses. Sejalan
dengan
perubahan
peraturan
tentang
Pengadaan
Tanah,
Mekanismenya pun mengalami perubahan yakni terdapat unsur Lembaga Penilai Independen yang dalam Perpres Nomor 36 tahun 2005 dapat menetapkan harga namun dalam revisinya lembaga Independen hanya melakukan penilaian dasar ganti rugi sedangkan penetapan besarnya ganti rugi ditetapkan oleh Panitia pengadaan Tanah. Komposisi Panitia Pengadaan Tanah juga mengalami perubahan dengan masuknya unsur Badan Pertanahan Nasional dalam keanggotaan Panitia Pengadaan Tanah. Ketentuan Pengadaan tanah dalam Perpres tersebut digunakan untuk pemenuhan kebutuhan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan
35
Universitas Sumatera Utara
umum. Pengadaan tanah bagi pelaksanaan kepentingan umum ini oleh pemerintah dilaksanakan dengan cara pelepasan hak atau penyerahan hak atas tanah. Pelaksanaan Ganti Rugi Tanah untuk Pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur sudah dilaksanakan selama 6 (enam) tahun mulai sejak tahun 2006 sampai dengan sekarang, dengan menggunakan biaya Anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten (APBK) Aceh Timur. Proses Pelaksanaan Ganti Rugi Tanah tersebut sampai sekarang belum tuntas akibat adanya beberapa hambatan yang disebabkan dari pemerintah dan masyarakat sendiri. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum harus di dahulukan dari kepentingan
orang perseorangan, dalam keadaan memaksa dan tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah maka dilakukan pencabutan Hak atas Tanah. Adapun Pencabutan hak atas tanah diatur dalam pasal 8 (delapan) Undang-Undang Nomor 20 tahun 1961 tentang pencabutan hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya. Pengaturan Ganti Rugi Tanah mengacu pada ketentuan yang berlaku dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum. 1. Pengertian Ganti Rugi. Dalam Pengadaan Tanah yang menjadi masalah pokok adalah masalah pemberian ganti rugi, masyarakat rela tanahnya diambil oleh pemerintah di dalam pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, apalagi di dalam Pasal 6 UUPA yang menyebutkan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial artinya kita lebih mengutamakan kepentingan masyarakat luas daripada kepentingan pribadi atau
36
Universitas Sumatera Utara
dengan kata lain bahwa semua hak atas tanah terkandung di dalamnya sifat yang lebih mengutamakan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi. Dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Pasal 1 angka 11 disebutkan bahwa ganti rugi adalah penggantian terhadap kerugian baik bersifat fisik maupun non fisik sebagai akibat Pengadaan Tanah kepada yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah. Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 disebutkan Ganti Kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah. 2. Pengertian Pengadaan Tanah. Secara garis besar dikenal ada 2 (dua) jenis pengadaan tanah, pertama pengadaan tanah oleh pemerintah untuk kepentingan umum sedangkan yang kedua pengadaan tanah untuk kepentingan swasta yang meliputi kepentingan komersial dan bukan komersial atau bukan sosial. Menurut Pasal 1 angka 3 Perpres Nomor 36 Tahun 2005 yang dimaksud dengan Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau dengan pencabutan hak atas tanah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengadaan tanah menurut Perpres Nomor 36 Tahun 2005 dapat dilakukan dengan cara pelepasan hak dan pencabutan
37
Universitas Sumatera Utara
hak atas tanah. Sedangkan menurut Pasal 1 angka 3 Perpres Nomor 65 Tahun 2006, yang dimaksud dengan Pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengadaan tanah menurut Perpres Nomor 65 Tahun 2006 selain memberikan ganti kerugian juga dimungkinkan untuk dapat dilakukan dengan cara pelepasan hak. Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut. Pengadaan tanah yang dimaksud harus memenuhi prosedur yg ditetapkan pemerintah. Ada 2 (dua) point penting dalam pengadaan tanah. a.
Boleh dilakukan jika berkaitan dengan kepentingan umum dan/atau pembangunan. Kepentingan umum: 1. Kepentingan bangsa Indonesia (kepentingan ras) 2. Kepentingan Negara (organisasi kekuasaan) 3. Kepentingan pembangunan 4. Kepentingan masyarakat luas
b.
Pengadaan tanah harus lebih dari 1 hektar.
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum yang dimaksud dengan Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak (Pasal 1 angka
38
Universitas Sumatera Utara
2). Pihak yang berhak tersebut adalah pihak yang menguasai atau memiliki objek pengadaan tanah (Pasal 1 angka 3). Objek Pengadaan Tanah adalah tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, atau lainnya yang dapat dinilai (Pasal 1 angka 4). 3. Pengertian Kepentingan Umum. Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tidak melakukan perubahan mengenai pengertian kepentingan umum yang ada di dalam Perpres Nomor 36 Tahun 2005. Secara sederhana dapat diartikan bahwa kepentingan umum dapat saja dikatakan untuk keperluan, kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau tujuan yang luas. Namun demikian rumusan tersebut terlalu umum dan tidak ada batasannya.47 Kepentingan umum adalah termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, dengn memperhatikan segi-segi sosial, politik, psikologis dan hankamnas atas dasar asas-asas Pembangunan Nasional dengan mengindahkan Ketahanan Nasional serta Wawasan Nusantara.48 UUPA dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 mengatakan kepentingan umum dinyatakan dalam arti peruntukannya, yaitu untuk kepentingan bangsa dan negara, kepentingan bersama dari rakyat dan kepentingan pembangunan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan tersebut harus memenuhi peruntukannya dan harus
47
Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Yogyakarta, 2004, Hal. 6 48 John Salindeho, Masalah Tanah dalam Pembangunan,, Cetakan kedua Sinar Grafika, Jakarta, 1988, Hal.40
39
Universitas Sumatera Utara
dirasakan kemanfaatannya, dalam arti dapat dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan dan atau secara langsung. Menurut Perpres nomor 36 Tahun 2005, pada pasal 1 angka (5) menyebutkan Kepentingan Umum adalah Kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat. Ada beberapa kriteria kepentingan umum di dalam pelaksanaan pembangunan yaitu : a. Kepentingan Negara b. Kepentingan Bangsa c. Kepentingan bersama rakyat d. Kepentingan pembangunan adalah pertahanan, pekerjaan umum, perlengkapan umum, jasa umum, keagamaan, ilmu kesehatan dan seni budaya, kesehatan, olahraga, kesejahteraan umum dan sosial. 4. Syarat-syarat Persetujuan Ganti Rugi. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah yang dirumuskan pada pasal 1 butir 6 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, yaitu pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan yang dikuasainya dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah. Rumusan tersebut berarti bahwa pelepasan atau penyerahan hak atas tanah tidak dapat dibenarkan dengan cara-cara paksaan atau tanpa kesepakatan dari pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Hal ini jelas kegiatan pelepasan atau penyerahan hak atas tanah sebagai dasar hukum materiilnya adalah hukum perdata yang terletak dalam bidang hukum perikatan. Perbuatan hukum untuk melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya, tergantung kepada tidak adanya
40
Universitas Sumatera Utara
kesepakatan atau persetujuan diantara kedua belah pihak. Hal ini berarti bahwa kesepakatan hukum tersebut harus memperhatikan syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal 1320 KUHPerdata tersebut. Demikian juga terhadap pembayaran ganti rugi yang dilakukan oleh panitia pengadaan tanah harus berdasarkan prinsip musyawarah yang memenuhi prinsip pasal 1320 KUHPerdata. Untuk sahnya suatu persetujuan/perjanjian harus dipenuhi 4 (empat) syarat yaitu : 1.
adanya kesepakatan atau persetujuan antara pihak-pihak yang membuat perjanjian (konsensus).
2.
adanya kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity).
3.
adanya suatu hal tertentu (a certain subject matter)
4.
adanya suatu sebab yang halal (legal cause). Dua syarat yang pertama dinamakan sebagai syarat-syarat subjektif, karena
mengenai orang atau subjek yang mengadakan perjanjian. Sedangkan dua syarat selanjutnya disebut syarat objektif karena mengenai perjanjian itu sendiri dan mengenai objek dari perbuatan hukum yang dilakukan. Kedua syarat tersebut yaitu syarat subyektif dan objektif harus dipenuhi dalam suatu persetujuan atau perjanjian. Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi maka persetujuan itu dapat dibatalkan melalui hakim oleh pihak yang berkepentingan. Demikian pula halnya, bila tidak dimintakan pembatalan kepada hakim maka persetujuan itu tetap mengikat bagi pihak-pihak sebelum lewat waktu lima tahun (pasal 1454 KUHPerdata). Sedangkan apabila syarat objektif tidak dipenuhi, maka persetujuan itu batal demi hukum artinya dari semula dianggap tidak pernah ada suatu persetujuan.
41
Universitas Sumatera Utara
Yang
dimaksud
dengan
persetujuan
kehendak
adalah
kesepakatan.
Persetujuan para pihak harus dilandasi dengan kesepakatan antara pihak-pihak mengenai pokok-pokok perjanjian yang dibuat itu. Pokok perjanjian itu sendiri berupa objek perjanjian dan syarat-syarat perjanjian. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Dengan demikian persetujuan sifatnya sudah mantap, tidak lagi dalam perundingan.49 Pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antara pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan disebut tawaran (oferte), pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).50 Persetujuan kehendak kedua belah pihak yang merupakan kesepakatan itu, harus dilakukan secara bebas, yaitu tanpa paksaan, kekhilafan dan penipuan sebagaimana yang diatur dalam pasal 1321, 1322 dan 1328 KUHPerdata. Persetujuan kehendak yang dilakukan secara bebas dan tanpa paksaan yaitu apabila orang yang melakukan perbuatan hukum tersebut tidak berada di bawah tekanan, ancaman, baik dengan kekerasan jasmani maupun rohani dengan upaya yang bersifat menakut-nakuti sehingga orang itu terpaksa untuk menyetujui perjanjian tersebut (Pasal 1324 KUHPerdata). Suatu persetujuan kehendak dikatakan tidak ada kekhilafan atau kekeliruan atau kesesatan, apabila salah satu pihak tidak khilaf tentang hal pokok yang
49
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995,
hal 89. 50
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Dalam rangka memperingati Memasuki Purna Bakti Usia 70 tahun, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, Hal. 98.
42
Universitas Sumatera Utara
diperjanjikan atau mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian itu, sehingga seandainya orang tidak khilaf mengenai hal-hal tersebut, maka ia tidak melakukan perseetujuan. Demikian pula dengan pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata ditegaskan bahwa semua persetujuan atau perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik (tegoeder trouw, in good faith), Hal ini berarti bahwa pelaksanaan perjanjian itu harus berjalan dengan mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan, jadi secara objektif pelaksanaan perjanjian itu harus berjalan dengan benar, jujur dan memenuhi rasa keadilan. Syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal 1320 KUHPerdata tersebut merupakan syarat materiil yang harus dipenuhi dalam rangka musyawarah untuk mencapai kesepakatan antara pemegang hak atas tanah dan pihak yang memerlukan tanah, mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi. Persetujuan kehendak kedua belah pihak yang merupakan kesepakatan itu harus dilakukan secara bebas, tanpa paksaan, kekhilafan dan penipuan. Norma hukum pada prinsipnya untuk menjamin kapastian (ketertiban) dan memenuhi tuntutan rasa keadilan. Kepastian hukum menghendaki supaya apa yang diajukan harus dipenuhi. Namun dalam menuntut dipenuhinya perjanjian itu janganlah orang meninggalkan norma keadilan dan kepatutan. Berlakulah adil dalam menuntut pemenuhan janji itu, sebagaimana maksud pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata.51 Ketentuan umum ganti rugi baru timbul apabila adanya pembebasan hak atas tanah baik untuk kepentingan pemerintah maupun kepentingan pihak swasta. 51
A.P. Palindungan, Op.Cit, Hal. 34.
43
Universitas Sumatera Utara
Menurut Marmin M. Roosadijo, berpendapat bahwa pembebasan tanah atau mengambil tanah yang diperlukan oleh pemerintah dengan cara pembebasan banyak dipergunakan karena cara ini banyak dipergunakan karena cara ini dianggap lebih cepat terlaksana, juga dianggap tidak menimbulkan keresahan, sebab cara pembebasan tanah ini didasarkan adanya keharusan tercapai kata sepakat.52 Adanya kata sepakat atau musyawarah dalam pembebasan tanah dimaksudkan untuk dapat memberikan rasa kesejahteraan bagi pemilik yang memerlukan tanah. Hal ini sejalan dengan pendapat Abdurrahman, pembebasan tanah adalah melepaskan hubungan hukum semula yang terdapat diantara pemegang hak/penguasaan atas tanah dengan cara pemberian ganti rugi atas dasar musyawarah dengan pihak yang bersangkutan.53 Penentuan bentuk dan besarnya ganti kerugian dilakukan atas dasar dan cara perhitungan menurut pasal 15 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 ditetapkan dengan musyawarah dalam hal persetujuan kehendak mengenai pelepasan atau peyerahan hak atas tanah sebagaimana diatur dalam UUPA, Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961, dan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005. dengan demikian prinsip musyawarah untuk mencapai kesepakatan antara pemegang hak atas tanah dengan pihak yang memerlukan tanah merupakan unsur yang esensil, dalam melakukan perbuatan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya menurut pasal 1320 jo. pasal 1338 KUHPerdata.
52
Marmin M. Roosadijo, Tinjauan Pencabutan Hak Atas tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1997, Hal. 38. 53 Abdurrahman, Masalah pencabutan Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, Hal.10.
44
Universitas Sumatera Utara
5. Bentuk-bentuk Ganti Rugi. Pada asasnya bentuk ganti rugi yang lazim dipergunakan adalah uang. Hal ini menurut ahli hukum perdata maupun yurisprudensi, uang merupakan alat yang paling praktis dan paling sedikit menimbulkan masalah dalam menyelesaikan suatu sengketa. Selain uang masih ada bentuk-bentuk lain yang dipergunakan sebagai bentuk ganti rugi, yaitu pemulihan keadaan semula (in natura) dan larangan untuk mengulanginya. Keduanya ini kalau tidak ditepati dapat diperkuat dengan uang paksa. Jadi haruslah diingat bahwa uang paksa itu merupakan wujud dari ganti rugi.54 Bentuk ganti rugi dalam pencabutan, pembebasan dan pelepasan hak-hak atas tanah berbeda dengan ganti rugi dalam KUHPerdata. Dimana dalam hal pencabutan, pembebasan dan pelepasan hak atas tanah memiliki suatu makna yang berbeda, maksudnya pembayaran ganti rugi dengan sejumlah uang diberikan kepada pemilik tanah sebagai kompensasi atas dilepaskannya hak atas tanahnya sesuai dengan harga pasar dan memperhitungkan kerugian lain yang ada di atas tanahnya. Jadi ganti rugi (compentation) yang utama adalah merupakan penggantian kerugian, bilamana harta seseorang pemilik dicabut dari harta pribadinya. Nilai ganti rugi tersebut harus sama dengan nilai yang diambil padanya, tujuan dari ganti rugi itu untuk mendapatkan uang yang nilainya setara yang diambil.55 Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 pada pasal 13 menyatakan bentuk-bentuk ganti rugi, yaitu : a. Uang; dan/atau 54
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, Hal. 23 Syafruddin Kalo, Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, Hal.7. 55
45
Universitas Sumatera Utara
b. Tanah pengganti; dan/atau c. Pemukiman kembali; dan atau d. Gabungan dari dua atau lebih bentuk ganti kerugian sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c; e. Bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.56 Pasal 13 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, menyebutkan : “Bentuk ganti rugi dapat berupa uang, tanah pengganti dan atau pemukiman kembali. Ayat (2) Bagi pemegang hak atas tanah yang tidak menghendaki bentuk ganti rugi sebagaiman yangdisebutkan di atas maka dapat diberikan kompensasi berupa penyertaan modal (saham) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.”57 Menurut Maria S.W Sumardjono ganti rugi diberikan dalam bentuk : 1. Uang; 2. Tanah dan/atau bangunan pengganti atau pemukiman kembali; 3. Tanah dan/atau bangunan dan/atau fasilitas lainnya dengan nilai paling kurang sama dengan harta benda wakaf yang dilepaskan; 4. Recognisi berupa pembangunan fasilitas umum atau bentuk lain yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat setempat (untuk tanah ulayat), atau sesuai keputusan pejabat yang berwenang untuk tanah instansi pemerintah atau pemerintah daerah.58 Ganti Rugi dalam bentuk uang diberikan dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal keputusan. Untuk ganti rugi yang tidak berupa uang, penyerahannya dilakukan dalam jangka waktu yang disepakati para pihak.
56
Lihat Pasal 13 Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006, tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. 57 Lihat Pasal 13 ayat (1) dan (2) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, tentang PengadaanTanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. 58 Maria S.W Sumardjono, Tanah dalam perspektif hak ekonomi, sosial dan budaya, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2008, Hal. 293
46
Universitas Sumatera Utara
Pendapat Sudaryo Soimin, pembebasan tanah tidak terlepas dari masalah ganti rugi.59 Hal yang sama dikemukakan Dauglas sebagaimana yang dikutip oleh Syafuddin Kalo60, yaitu : “ Ganti Rugi (Compensation) yang utama adalah merupakan penggantian kerugian, bilamana harta seseorang pemilik yang dicabut dari harta pribadinya. Nilai ganti rugi yang dibayar tersebut harus sama dengan nilai yang diambil padanya, tujuan dan ganti rugi itu untuk mendapatkan uang yang nilainya setara dengan yang diambil.” Menurut Pasal 12 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, menyatakan ganti rugi dalam rangka pengadaan tanah diberikan untuk : a. b. c. d.
Hak Atas Tanah Bangunan Tanaman Benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. Dimana bentuk dan besarnya ganti kerugian dilakukan atas dasar dan cara
perhitungan berdasarkan hasil proses musyawarah. Begitu pula halnya persetujuan kehendak mengenai pelepasan atau penyerahan hak atas tanah sebagaimana diatur dalam UUPA, Undang-undang Nomor 20 Tahun1961, Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 harus dilakukan dengan musyawarah. Dalam
Pelaksanaan
Ganti
Rugi
Tanah
untuk
Pembangunan
Pusat
Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur, panitia pengadaan tanah terpaksa menetapkan harga ganti rugi di atas harga pasar, akibatnya pelaksanaan ganti rugi untuk
59
Sudaryo Soimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, 1993, Op.Cit,
Hal.82. 60
Syafruddin Kalo, Pelaksanaan Ganti Rugi dalam Pelepasan Hak-Hak Atas Tanah Untuk Kepentingan Umum (Studi Kasus Proyek Jalan Lingkar Selatan di Kotamadya Medan), Tesis, Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Hukum, Universitas Sumatera Utara Medan, 1997.
47
Universitas Sumatera Utara
pembangunan Pusat Pemerintahan terhambat karena keterbatasan dana APBK (Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten) Aceh Timur untuk pembayarannya.61 Mengenai aspek musyawarah secara langsung dalam proses atau kegiatan saling mendengar, saling menerima pendapat, dan keinginan yang didasarkan atas kesukarelaan antara pihak pemegang hak atas tanah dan pihak yang memerlukan tanah, untuk memperoleh kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian. 6. Tahapan Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk Instansi Pemerintah. Tahapan
pelaksanaan pengadaan tanah dalam hal ini untuk Instansi
Pemerintah berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007, sebagai berikut: 1). Penyusunan proposal (Perencanaan) Disiapkan oleh Instansi pemerintah yang memerlukan tanah, menguraikan : a.
maksud dan tujuan pembangunan
b. letak dan lokasi pembangunan c.
luasan tanah yang diperlukan
d. sumber pendanaan e.
analisis kelayakan lingkungan (AMDAL)
2). Penetapan Lokasi Diajukan oleh Instansi pemerintah yang memerlukan tanah kepada : a.
Bupati / Walikota atau Gubernur untuk wilayah DKI Jakarta
b. Apabila 2 wilayah Kabupaten / Kota Gubernur.
61
atau lebih diajukan kepada
Husni Bahri, Kepala Badan Pertanahan Aceh Timur, Wawancara, tanggal 27 April 2012
48
Universitas Sumatera Utara
c. Apabila 2 wilayah propinsi atau lebih, diajukan kepada Kepala BPN RI. d. Apabila terhadap penetapan lokasi dan kemudian dalam pelaksanaan kegiatan terdapat perubahan/penambahan desa/kelurahan agar segera dilakukan revisi dalam SK Penetapan Lokasi. e. Dalam rangka pengamanan lokasi pengadan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum agar mematuhi Surat Edaran Kepala BPN RI tanggal 13 Juli 2006 Nomor: 140.2-146A. 3). Publikasi Setelah diterimanya keputusan penetapan lokasi, instansi pemerintah yang memerlukan tanah dalam waktu paling lama 14 (empat belas ) hari wajib
mempublikasikan
rencana
pelaksanaan
pembangunan
untuk
kepentingan umum kepada masyarakat, dengan cara langsung maupun tidak langsung melalui media cetak,
elektronik
dan
lainnya, yang
pelaksanaannya dibuat dengan berita acara. 4). Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Untuk keperluan pengadaan tanah oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dibentuk Panitia Pengadaan Tanah yang pembentukan dan susunan keanggotaannya harus sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1) dan (2), Pasal 15 ayat (1) dan (2) dan Pasal 16 ayat (1) dan (2) Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2007, dan dibentuk Sekretariat beserta susunan
keanggotaan
dengan
Surat Keputusan Ketua Panitia Pengadaan Tanah.
49
Universitas Sumatera Utara
5). Penyuluhan/Sosialisasi Setelah diterimanya permohonan Pengadaan Tanah oleh Instansi yang memerlukan tanah Panitia Pengadan Tanah bersama-sama dengan Instansi yang memerlukan tanah melaksanakan Penyuluhan/Sosialisasi pada masyarakat di lokasi dengan dituangkan dalam Berita Acara Hasil Penyuluhan. 6). Identifikasi dan Inventarisasi Setelah dilakukan pemasangan Tanda Batas lokasi oleh Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah bersama-sama dengan Panitia Pengadaan Tanah. Selanjutnya dibentuk Satuan Tugas (satgas) dengan Surat Keputusan Ketua Panitia Pengadaan Tanah yang akan melakukan kegiatan identifikasi dan inventarisasi yang meliputi : a.
pengukuran rincikan bidang tanah
b. Inventarisasi dan identifikasi data
fisik dan yuridis pemilik tanah
yang terkena pembentukan tanah (petugas BPN dibantu desa) c.
Inventarisasi tanaman dari Instansi terkait (Dinas Pertanian)
d. Inventarisasi Bangunan dari Instansi terkait (DPU ) 7). Pengumuman Panita Pengadaan Tanah mengumumkan hasil inventarisasi dan identifikasi tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman dilakukan di Kantor Desa/Kelurahan dan/atau Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota selama 7 (tujuh) hari dan/atau melalui media cetak, elektronik selama 2 (dua) kali
50
Universitas Sumatera Utara
penerbitan, untuk memberikan kesempatan bagi pihak yang berkepentingan mengajukan keberatan. 8). Pengesahan Hasil Pengumuman a.
Setelah jangka waktu pengumuman berakhir dan tidak ada keberatan maka dibuat Berita Acara Pengesahan hasil pengumuman oleh Panitia Pengadaan Tanah.
b. Apabila terdapat keberatan dan dapat dipertanggungjawabkan dilakukan revisi. c. Apabila keberatan tidak dapat dipertanggungjawabkan proses pengadaan tanah dilanjutkan. d. Apabila Keberatan mengenai sengketa kepemilikan maka penyelesaiannya diupayakan melalui musyawarah atau melalui Pengadilan. 9). Penilaian a. Penilaian harga tanah yang terkena pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan oleh Lembaga Penilai Harga Tanah. Apabila saat dilakukan Pengadaan Tanah di Kabupaten/Kota atau disekitar Kabupaten/Kota yang bersangkutan belum terdapat Lembaga Penilai Harga Tanah yang sudah mendapat Lisensi dari Badan Pertanahan Nasional, maka Penilaian Harga Tanah dilakukan oleh Tim Penilai Harga Tanah yang dibentuk oleh Bupati/Walikota atau Gubernur untuk wilayah DKI Jakarta. b. Penentuan Lembaga Penilai Harga Tanah dilakukan oleh Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah berpedoman pada Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 beserta perubahannya. c. Penilaian Harga Bangunan dan/atau Tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah dilakukan oleh Kepala Dinas/Kantor/Badan di Kabupaten/Kota yang membidangi bangunan dan/atau benda lain yang berkaitan dengan tanah. 10). Musyawarah Musyawarah antara Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dengan para pemilik tanah mengenai :
51
Universitas Sumatera Utara
a.
Rencana pembangunan untuk kepentingan umum dilokasi tersebut.
b. Bentuk dan/atau besarnya ganti rugi. c. Musyawarah mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti rugi berpedoman pada kesepakatan para pihak. d. Hasil Penilaian Harga Tanah dan penilaian harga bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. e. Tenggang waktu penyelesaian proyek pembangunan. f. Panitia Pengadaan Tanah membuat Berita Acara Hasil Pelaksanaan Musyawarah lokasi pembangunan untuk kepentingan umun dan penetapan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi yang ditandatangani oleh seluruh anggota panitia, Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dan para pemilik. 11). Keputusan Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Berdasarkan berita acara hasil pelaksanaan musyawarah lokasi pembangunan untuk kepentingan umum dan penetapan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi, Panitia Pengadaan Tanah menerbitkan keputusan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti rugi dan daftar nominatif pembayaran ganti rugi. Dalam hal tanah yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan merupakan tanah instansi pemerintah, keputusan penetapan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi dilakukan berdasarkan tata cara yang diatur dalam peraturan Perundang-undangan tentang Perbendaharaan Negara. 12). Pembayaran Ganti Rugi Berdasarkan keputusan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti rugi Panitia Pengadan Tanah memerintahkan kepada Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah untuk melakukan pembayaran ganti rugi kepada
52
Universitas Sumatera Utara
yang berhak dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal keputusan tersebut ditetapkan apabila bentuk ganti rugi berupa uang dan terhadap bentuk ganti rugi selain uang tenggang waktu sesuai dengan kesepakatan para pihak. Untuk melindungi kepentingan yang berhak atas ganti rugi, seorang penerima kuasa hanya dapat menerima kuasa dari 1 (satu) orang yang berhak atas ganti rugi. Surat kuasa untuk menerima ganti rugi harus dibuat dalam bentuk notariil dan disaksikan oleh dua orang saksi atau bagi daerah terpencil surat kuasa dibuat secara tertulis dan diketahui oleh Kepala Desa/Lurah atau yang setingkat dengan itu dan Camat. Bersamaan dengan pembayaran ganti rugi berupa uang, Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah membuat tanda terima pembayaran ganti rugi, ditindaklanjuti dengan Penandatanganan Pernyataan Pelepasan Hak atas tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman, dan oleh Panitia Pengadaan Tanah dibuat Berita Acara pembayaran ganti rugi dan pelepasan hak atas tanah. Pada saat penandatanganan pernyataan pelepasan hak atas tanah yang berhak atas ganti rugi wajib menyerahkan dokumen asli bukti kepemilikan kepada Panitia Pengadaan Tanah. 13). Penitipan Ganti Rugi Penitipan ganti rugi diajukan oleh instansi pemerintah yang memerlukan tanah kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk memperoleh penetapan, dengan melampirkan persyaratan : a. Berita Acara pembayaran ganti rugi
53
Universitas Sumatera Utara
b. Berita Acara hasil pelaksanaan musyawarah dan penetapan bentuk dan besarnya ganti rugi. c. Keputusan Bupati / Walikota / Gubernur / Mendagri terhadap adanya keberatan; d. Keterangan dan alasan penitipan ganti rugi dan e.
Surat-surat lain terkait penitipan ganti rugi.
f.
Penitipan ganti rugi dilakukan dalam hal : 1) Tidak ada kesepakatan nilai ganti rugi sedangkan musyawarah telah melewati jangka waktu 120 hari. 2) Yang berhak menerima ganti rugi tidak diketahui keberadaannya. 3) Obyek perkara dipengadilan dan belum memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap. 4) Masih dipersengketakan kepemilikannya 5) Sedang diletakan sita oleh pihak yang berwenang. 6) Terhadap tanah yang uang ganti ruginya dititipkan di Pengadilan, belum dapat diajukan permohonan hak atas tanahnya.
14). Pemberkasan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota melakukan pemberkasan dokumen dan menyerahkannya kepada: a. Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah berupa dokumen asli. b. Pertanahan Kabupaten/Kota berupa rekaman dokumen asli yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang.
54
Universitas Sumatera Utara
c. Instansi induk yang memerlukan tanah berupa rekaman dokumen asli yang dilegalisir oleh Pejabat yang berwenang. d. Bupati/Walikota atau Gubernur untuk wilayah DKI Jakarta berupa rekaman dokumen asli yang dilegalisir oleh Pejabat yang berwenang. e. Tugas dan tangung jawab Panitia Pengadan Tanah Kabupaten/Kota berakhir setelah penyerahan dokumen Pengadaan Tanah kepada Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dengan dibuat Berita Acara. f. Permasalahan yang lahir setelah berakhirnya pelaksanaan Pengadaan Tanah tidak menghalangi pembangunan fisik sedangkan bentuk dan tindak lanjut penyelesaian permasalahan tersebut sesuai dengan isi putusan penyelesaiannya Pemerintah Aceh Timur sudah melakukan tahapan pengadaan tanah menurut ketentuan yang berlaku dimulai tahun 2006 sampai 2012 dengan memakai dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Aceh Timur. Proses pelaksanaannya sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku, tetapi kendalanya dilapangan yang menyebabkan proses tersebut belum selesai dilaksanakan. Panitia sudah bekerja maksimal dalam melakukan inventarisasi, pendataan dan penelitian dengan melibatkan seluruh pemegang hak atas tanah. Proses musyawarah juga telah dilakukan dengan prinsip musyawarah, begitu juga dengan penyuluhan dan penjelasan mengenai rencana pembangunan, walaupun ada sebahagian masyarakat yang tidak sepakat.62
62
Marzaini, Kepala Bagian Administrasi Pertanahan Setdakab Aceh Timur, Wawancara, tanggal 10 April 2012.
55
Universitas Sumatera Utara
C. Proses Pelaksanaan Ganti Rugi Tanah Untuk Kepentingan Umum. 1. Proses Penetapan Lokasi Tanah untuk Kepentingan Umum. Pengadaan tanah untuk Pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur merupakan Program Pemerintah Kabupaten Aceh Timur sebagaimana tercantum dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Aceh Timur. Sebagai Kabupaten yang mengalami pemekaran sudah seharusnya melaksanakan Pembebasan Tanah dengan Ganti Rugi untuk pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur yang baru. Dasar pembebasan tanah untuk kepentingan umum telah disusun dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Aceh Timur. Dengan adanya RTRW maka terpenuhi persyaratan dalam pembebasan tanah untuk kepentingan umum. Pasal 4 (empat) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, menyatakan : “Pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan tanah yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan apabila berdasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan terlebih dahulu.”63 Proses Penetapan lokasi tanah untuk Pembangunan Pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur berbeda dengan Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah yang biasanya dilakukan. Karena Pengadaan Tanah yang dilakukan mencakup seluruh Instansi Pemerintah Kabupaten Aceh Timur. Seluruh tahapan pengadaan tanahnya terpusat pada Bagian Administrasi Pertanahan Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh
63
Lihat Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
56
Universitas Sumatera Utara
Timur. Penetapan Lokasi Pembangunan Perkantoran Pusat Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur berdasarkan Keputusan Bupati Aceh Timur adalah di Desa Titi Baro dan Seunebok Teungoh Kecamatan Idi Rayeuk yang mengacu kepada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2007 tentang pemindahan Ibukota Kabupaten Aceh Timur dari wilayah Kota Langsa ke Wilayah Idi Rayeuk Kabupaten Aceh Timur. Sesuai dengan Pasal 5 Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2007, Setelah menerima permohonan lokasi Bupati Aceh Timur dengan terlebih dahulu melakukan pengkajian kesesuaian rencana pembangunan dari aspek tata ruang, penatagunaan tanah, sosial ekonomi dan penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan tanah yang didasarkan atas rekomendasi instansi terkait dan kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Timur. Pemerintah selaku pengayom masyarakat menyadari akan ada masalah dalam pembebasan tanah untuk kepentingan umum, karena pembebasan tanah berada pada lokasi tempat tinggal penduduk dan daerah pertanian yaitu Kecamatan Idi rayeuk yaitu di Gampong Seunebok Teungoh dan Titi Baro. Untuk memenuhi keperluan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, maka dilakukan pembebasan tanah masyarakat yang kebanyakan status penguasaan hak milik, penguasaan hak-hak milik adat dan status hak lain. Pemerintah Kabupaten Aceh Timur menunjuk Panitia Pengadaan Tanah untuk melakukan pembebasan tanah masyarakat dengan memperhatikan secara cermat dan bijaksana serta menghormati hak-hak yang mereka mililki. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesewenangan sehingga menimbulkan kerawanan sosial akibat tidak
57
Universitas Sumatera Utara
memperhatikan status tanah atau macam hak-hak atas tanah. Dalam keterkaitan ini perlu diperhatikan karena penggunaan atas tanah menyangkut berbagai macam kepentingan pemilik yang mungkin tidak dapat dipisahkan, seperti adanya tempat bersemayam leluhur atau tempat mereka berdiam dan mencari nafkah. Lokasi
pembebasan
tanah
untuk
Pembangunan
Pusat
Pemerintahan
Kabupaten Aceh Timur terletak di Kecamatan Idi Rayeuk. Selama 6 (enam) tahun panitia pengadaan tanah telah melakukan lebih 80% pembebasan tanah dari luas 55 hektar. Pengadaaan tanah ini melibatkan sekitar 83 KK pemegang hak atas tanah dan tersebar di dua gampong yaitu gampong Seunebok Teungoh dan Titi Baro. Berdasarkan letak, luas dan jumlah pemegang hak atas tanah yang terkena pembebasan tanah yang dapat dilihat pada tabel 1, berikut ini : Tabel 1 : Letak, Luas dan Jumlah pemegang hak atas tanah dalam pembebasan tanah untuk Pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur. No.
1. 2.
Nama Gampong
Jumlah Pemegang Hak (Orang)
Luas Tanah Ganti Rugi (M²)
Seunebok Teungoh Titi Baro
38 45
26.650 M² 28.350 M²
Jumlah
83
55.000 M²
Sumber : Bagian Administrasi Pertanahan setdakab Aceh Timur, 2012.
Bagian Administrasi Pertanahan Setdakab Aceh Timur merupakan pelaksana teknis yang melakukan koordinasi dengan Instansi terkait berkaitan dengan ganti rugi tanah untuk pembangunan pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur. Menurut Marzaini, pihaknya sebagai pelaksana teknis telah melakukan musyawarah dan memberikan batas-batas pada gambar/peta situasi tanah dengan memuat keterangan
58
Universitas Sumatera Utara
yang diperlukan seperti tanda-tanda batas, dan mengenai benda-benda lain yang ada di atas tanah. Ganti rugi yang diberikan hanya tanah dan bangunan. Untuk tanaman tidak dilakukan ganti rugi mengingat tanaman yang ada di atas tanah tersebut tidak terlalu banyak.64 2. Proses Pembebasan Tanah dilakukan Panitia Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Proses Pembebasan tanah di awali dengan adanya permintaan akan kebutuhan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum oleh instansi yang memerlukan tanah. Sesuai pasal 8 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 disebutkan : “Setelah diterimanya keputusan penetapan lokasi, instansi pemerintah yang memerlukan tanah dalam waktu 14 (empat belas) hari wajib mempublikasikan rencana pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum kepada masyarakat, dengan cara sosialisasi : a.
Langsung; dan
b. Tidak langsung, dengan menggunakan media cetak, media elektronika, atau media lainnya.” 65 Kegiatan Pembebasan Tanah adalah melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat di antara pemegang hak/penguasa atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi. Menurut Muhammad Yamin, pengertian tersebut secara 64
Marzaini, Kepala Bagian Administrasi Pertanahan Setdakab Aceh Timur, Wawancara, tanggal 10 April 2012. 65 Lihat Pasal 8 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007.
59
Universitas Sumatera Utara
tersirat ada kesan bahwa pembebasan tanah merupakan tindakan sepihak dari Pemerintah (melalui Panitia Pengadaan Tanah) kepada pemegang hak atas tanah, memang dalam pasal-pasal berikutnya ada kata-kata “berdasarkan asas musyawarah” (pasal 1 angka 3), “mengadakan perundingan dengan para pemegang hak” (Pasal 3) atau “harus mengadakan musyawarah dengan para pemilik/pemegang hak atas tanah” (Pasal 6 ayat (1), namun dari musyawarah tersebut tidak ada kata “sepakat dengan pemilik tanah”, tetapi kata sepakat hanya ada diantara anggota panitia, sedang para pemegang hak atas tanah hanya “diperhatikan kehendaknya” Pasal 6 ayat (3).66 Pembebasan tanah untuk Pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur seluas 55 Hektar oleh Panitia Pengadaan Tanah terlebih dahulu dengan pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah yang dimaksud pasal 1 angka 6 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah untuk pembangunan pusat Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur luasnya melebihi 1 Hektar, maka panitia pengadaan tanah harus menerima persetujuan Bupati Aceh Timur dalam penetapan lokasi untuk kepentingan umum. Bagian Administrasi Pertanahan Setdakab Aceh Timur mengajukan permohonan pengadaan tanah kepada panitia pengadaan tanah dengan melampirkan keputusan penetapan izin lokasi dari Bupati Aceh Timur. Lalu panitia pengadaan tanah mengundang instansi pemerintah yang memerlukan tanah untuk persiapan pelaksanaan pembebasan tanah. 66
Muhammad Yamin dan Abdul Rahim Lubis, Op.cit, Hal.43.
60
Universitas Sumatera Utara
Identifikasi dan Inventarisasi sangat diperlukan dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum agar dapat menetapkan batas lokasi tanah yang terkena pembangunan, mengenai bidang-bidang tanah, termasuk bangunan, tanaman dan atau benda-benda lain yang terkait dengan tanah yang bersangkutan. Untuk mengetahui luas, status, pemegang hak dan penggunaan tanah, penyelidikan riwayat, penguasaan dan penggunaan tanah oleh petugas dan Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Aceh Timur. Selanjutnya panitia pengadaan tanah melakukan kegiatan identifikasi dan inventarisasi mengenai bidang-bidang tanah, termasuk bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang terkait dengan tanah sejalan diatur dalam pasal 20 sampai dengan pasal 24 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007. Pasal 20 angka (1) dan (2) menyebutkan : “ (1) Dalam hal rencana pembangunan diterima masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (3) huruf a, maka Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota melakukan identifikasi dan inventarisasi atas penguasaan, penggunaan dan pemilikan tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman da n/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. (2) Identifikasi dan Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan : a. Penunjukan batas; b. Pengukuran bidang tanah dan/atau bangunan; c. Pemetaan bidang tanah dan/atau bangunan dan keliling batas bidang tanah; d. Penetapan batas-batas bidang tanah dan/atau bangunan; e. Pendataan penggunaan dan pemanfaatan tanah;
61
Universitas Sumatera Utara
f. Pendataan status tanah dan/atau bangunan; g. Pendataan penguasaan dan pemilikan tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman; h. Pendataan bukti-bukti penguasaan dan pemilikan tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman; dan i. Lainnya yang dianggap perlu.” Hasil pelaksanaan identifikasi dan inventarisasi dituangkan dalam bentuk Peta Bidang Tanah dan Daftar dan oleh Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Aceh Timur diumumkan dikantor Geuchik Titi Baro dan Seunebok Teungoh dan Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Timur, guna memberikan kesempatan bagi pihak yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan. Apabila terdapat keberatan dari para pihak, maka Panitia Pengadaan Tanah meneliti
dan
menilai
dipertanggungjawabkan,
keberatan Panitia
tersebut. Pengadaan
Untuk
keberatan
tanah
Kabupaten
yang
dapat
mengadakan
perubahan/koreksi sebagaimana mestinya dan untuk keberatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten melanjutkan proses pengadaan tanah. Keberatan mengenai sengketa kepemilikan, dan/atau penguasaan/penggunaan atas tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten mengupayakan penyelesaian melalui musyawarah..67
67
Marzaini, Kabag. Administrasi Pertanahan Setdakab Aceh Timur, Wawancara, tanggal 10 April 2012.
62
Universitas Sumatera Utara
“Menurut Maria S.W. Sumardjono, Penetapan ganti kerugian untuk bangunan dan tanaman relatif lebih mudah dibandingkan dengan tanah, karena disamping nilai nyata tanah yang didasarkan pada NJOP tahun terakhir, terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi harga tanah. Faktor-faktor tersebut adalah lokasi, jenis hak atas tanah, status penguasaan atas tanah, peruntukan tanah, kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah, prasarana, fasilitas dan unilitas, lingkungan, dan faktor-faktor lain. Sudah tentu pemegang hak harus sangat berhati-hati dalam menyampaikan keinginan terhadap besarnya ganti kerugian terhadap tanahnya.”68 Panitia Pengadaan Tanah dalam melaksanakan pembebasan tanah untuk kepentingan umum berupaya meminimalisasi persoalan dengan prinsip penghormatan terhadap hak-hak atas tanah yang sah dan kepastian hukum berdasarkan pasal 6 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005. 3. Proses Pelaksanaan Musyawarah dalam Penetapan Harga Ganti Rugi Tanah untuk Kepentingan umum. Setelah melakukan penyuluhan Panitia Pengadaaan Tanah mengadakan musyawarah dengan masyarakat yang memiliki hak atas tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan nilai ganti rugi harga tanah. Di dalam musyawarah untuk mendapatkan kesepakatan melalui perundingan antara pemegang hak atas tanah dengan panitia pembebasan tanah, tentang kerelaan mereka untuk melepaskan haknya atas tanah tersebut dengan biaya ganti rugi yang diberikan selama 120 hari. Persoalan yang dimusyawarahkan berupa besarnya ganti rugi dan menetapkan bentuk ganti rugi. Setelah Ketua Panitia Pengadaan tanah menganggap data-data dan 68
Maria S.W.Sumardjono, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi, Yogyakarta, Kompas, 2001, hal.85.
63
Universitas Sumatera Utara
keterangan-keterangan yang diperlukan sudah cukup jelas, maka memerintahkan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Timur sebagai sekretaris pengadaan tanah bekerjasama dengan Asisten Pemerintahan selaku wakil ketua pengadaan tanah membuat surat undangan guna melakukan sidang panitia. Sampai pada hari yang ditetapkan semua anggota hadir, Ketua Panitia Pengadaan Tanah membuka sidang. Dalam Acara Sidang tersebut membicarakan masalah penetapan besarnya ganti rugi yang akan dibayar kepada pemilik atau pemegang hak atas tanah. Dengan berpedoman kepada harga yang telah ditetapkan Bupati Aceh Timur turut memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi harga tanah, diantaranya nilai taksiran tanaman, bangunan dan benda-benda lain yang ada di atasnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005. Musyawarah dilakukan dengan pemegang hak atas tanah diawali dengan menandatangani daftar hadir, mendengar penjelasan, dan diminta persetujuan untuk melepaskan hak atas tanahnya dengan harga ganti rugi yang telah ditetapkan. Tentunya untuk mencermati Pasal 5 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 Panitia Pengadaan Tanah harus melibatkan seluruh pemegang hak atas tanah untuk mendapatkan kesepakatan bersama dalam ganti rugi hak atas tanah. Semua pemegang hak atas tanah tidak ada yang boleh tertinggal diundang untuk mengikuti musyawarah dan tidak membedakan antara satu dengan yang lainnya. Apabila ada pemegang hak atas tanah yang tidak ikut serta dalam proses musyawarah penentuan harga ganti rugi tersebut, maka panitia pengadaan tanah
64
Universitas Sumatera Utara
melakukan hal yang bertentangan dengan Pasal 5 peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005. Prinsip musyawarah sebagaimana yang diatur dalam pasal 1 ayat (10) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, yaitu saling mendengar, saling memberi dan saling menerima pendapat serta keinginan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi atas dasar kesukarelaan dan kesetaraan antara pihak yang mempunyai tanah dengan pihak yang memerlukan tanah.69 Hal ini untuk mencapai suatu kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi. Dengan demikian musyawarah ini dilakukan secara bebas tanpa adanya suatu tekanan, dan kesepakatan harus adanya kerelaan dan kesesuaian kehendak dari masing-masing pihak dengan kata lain melepaskan hak atas tanah dengan sukarela dengan mendapatkan ganti rugi yang layak. Pelaksanaan musyawarah dalam penetapan harga ganti rugi untuk pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur tidak menghasilkan kesepakatan. Harga yang disepakati adalah di atas harga Pasar, karena Pemerintah Daerah Aceh Timur tidak mau mengambil resiko terhadap dampak yang bakal terjadi apabila ganti rugi di bayar di bawah harga yang Pasar.70 Perkembangan Harga Ganti Rugi dapat dilihat pada tabel berikut ini :
69
Lihat Pasal 1 ayat (10) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, berkaitan dengan prinsip musyawarah yang harus dilakukan panitia pengadaan tanah untuk kepentingan umum. 70 Marzuki Hamid, Ketua Tim Penilai Harga Tanah Kabupaten Aceh Timur, Wawancara, 2012.
65
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2 : Daftar Harga Tanah menurut NJOP, Harga Pasar, Harga Pemegang Hak Atas Tanah, dan Harga yang disepakati. No
Tahun
NJOP
1.
2006
Rp. 50.000,-/M²
2.
2007
3.
Harga Pasar
Harga Pemegang HAT
Harga disepakati
Rp.50.000,-/M²
Rp. 80.000,-/M
Rp.75.000,-/M²
Rp. 50.000/M
Rp.75.000,-/M
Rp.100.000,-/M²
Rp.80.000,-/M²
2008
Rp. 50.000/M
Rp.75.000,-/M
Rp.125.000,-/M²
Rp.100.000,-/M
4.
2009
Rp. 50.000/M
Rp.80.000,-/M
Rp.125.000,-/M
Rp.115.000,-/M
5.
2010
Rp. 50.000/M
Rp.100.000,-/M
Rp.150.000,-/M
Rp.125.000,-/M
6.
2011
Rp. 50.000/M
Rp.150.000,-/M
Rp.175.000,-/M
Rp.150.000,-/M
7.
2012
Rp. 50.000/M
Rp.175.000,-/M
Rp.250.000,-/M
Rp.200.000,-/M
Sumber : Data Bagian Administrasi Pertanahan Setdakab Aceh Timur, 2012.
Hasil musyawarah sebesar 50% nara sumber menyatakan jalannya musyawarah yang dilakukan panitia pengadaan tanah berjalan secara demokratis. Pemegang hak atas tanah diberi kesempatan untuk menentukan jenis hak atas tanah, bentuk ganti rugi yang diinginkan, dan besarnya ganti rugi yang diinginkan. Sedangkan 50% lagi nara sumber menyatakan jalannya musyawarah tidak dilaksanakan secara demokratis karena panitia memaksa untuk mengikuti ketentuan yang sudah ditetapkan panitia pengadaan tanah.71 Adapun bentuk ganti rugi yang diberikan kepada masyarakat sesuai dengan pasal 13 Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006, yaitu uang, tanah pengganti, uang dan tanah pengganti, dan pemukiman kembali serta bentuk lain yang disetujui oleh
71
Data Bagian Administrasi Pertanahan Setdakab Aceh Timur tahun 2012.
66
Universitas Sumatera Utara
pihak-pihak yang bersangkutan. Berdasarkan hasil penelitian disebutkan keseluruhan pemegang hak atas tanah menerima bentuk ganti rugi berupa uang.72 Setelah adanya kesepakatan, maka panitia pengadaan tanah menyampaikan laporan kepada instansi pemerintah untuk memberikan tanggapan terhadap keinginan pemegang hak atas tanah sebagaimana dimaksud pasal 14 ayat 3 huruf (j) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2007. “Ganti rugi yang dilakukan menurut Telders yang dikutip oleh Prof. DR. A.P.Parlindungan,SH bahwa yang berhak untuk penggantian kerugian, baik pemilik, penyewa maupun pachter. Dimana Schenk kembali memperjelas bahwa ganti rugi sepenuhnya meliputi ; a. Setiap kerugian akibat langsung dari pencabutan hak harus diganti sepenuhnya; b. Kerugian disebabkan karena sisa yang tidak dicabut haknya menjadi berkurang nilainya; c. Kerugian karena tidak dapat mempergunakan benda tersebut ataupun karena kehilangan penghasilannya; d. Kerugian karena harus mencari tempat usaha lain sebagai pengganti.73 Menurut Pasal 8 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005, dijelaskan pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan kepentingan umum dilakukan melalui musyawarah untuk mencapai kesepakatan mengenai : a. Pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilokasi tersebut; b. Bentuk dan besarnya ganti rugi; c. Musyawarah dilakukan ditempat yang ditentukan dalam surat undangan;74
72
Marzaini, Kabag. Administrasi Pertanahan Setdakab Aceh Timur, Wawancara, tanggal 10 April 2012. 73
A.P. Parlindungan, Berakhirnya Hak-hak Atas Tanah Menurut Sistem UUPA, CV. Mandar Maju, Bandung, 1996, Hal 50. 74 Lihat Pasal 8 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2005, tentang Pengadaan Tanah Bagi pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
67
Universitas Sumatera Utara
Menurut Marzuki Hamid, kesesuaian ganti rugi hak atas tanah yang diberikan berdasarkan nilai nyata. Tidak ada ganti kerugian yang dilakukan di bawah harga kepatutan dan sesuai dengan harga umum setempat, malah pemerintah memberikan harga ganti rugi sesuai permintaan masyarakat pemegang hak atas tanah yaitu di atas harga pasar.75 Panitia Pengadaan Tanah sudah melaksanakan apa yang tertuang di dalam Pasal 15 ayat (1) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, yaitu memberikan penjelasan kepada kedua belah pihak sebagai bahan pertimbangan musyawarah untuk mufakat, terutama mengenai dasar perhitungan ganti rugi yaitu : a. Nilai Jual Objek Pajak atau nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Objek pajak tahun berjalan berdasarkan penetapan lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh Panitia; b. Nilai jual bangunan yang ditaksir. Oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab dibidang bangunan. c. Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggungjawab dibidang pertanian; 76 Mengingat pentingnya musyawarah dalam penentuan bentuk dan besarnya ganti rugi, maka dalam pasal 9 ayat (1) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 diatur bahwa musyawarah dilakukan secara langsung antara pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah bersama dengan panitia pengadaan tanah dan instansi pemerintah atau
75
Marzuki Hamid, Ketua Tim Penilai Harga Tanah Kabupaten Aceh Timur Tahun Anggaran 2012, Wawancara, tanggal 20 Mei 2012. 76 Lihat Pasal 15 ayat (1) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005, tentang. Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan umum.
68
Universitas Sumatera Utara
pemerintah daerah yang memerlukan tanah. Oleh karenanya panitia yang ditunjuk oleh Bupati Aceh Timur harus mengedepankan prinsip musyawarah agar terlaksananya pengadaan tanah untuk pembangunan demi kepentingan umum sesuai yang di atur dalam pasal 31 sampai dengan pasal 38 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Musyawarah Paragraf 6. Pasal 31 ayat (3) menyatakan : Musyawarah bentuk dan/atau besarnya ganti rugi berpedoman pada : a. Kesepakatan para pihak; b. Hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam pasal 30; dan c. Tenggang waktu penyelesaian proyek pembangunan.77 Pada asasnya musyawarah dilaksanakan secara langsung seperti termuat di dalam pasal 32 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 yang menyatakan : (1) Musyawarah pada asasnya dilaksanakan secara langsung dan bersama-sama antara instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan para pemilik yang sudah terdaftar dalam Peta dan Daftar yang telah disahkan sebagaimana dimaksud Pasal 24. (2) Musyawarah dipimpin oleh Ketua Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota. (3) Jika Ketua Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten /Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berhalangan, maka musyawarah dipimpin oleh wakil Ketua.
77
Lihat pasal 31` ayat (3) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007.
69
Universitas Sumatera Utara
(4) Dalam hal tanah, dan/atau bangunan, dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang diperlukan bagi pembangunan : a. menjadi objek sengketa di pengadilan maka musyawarah dilakukan dengan para pihak yang bersengketa; b. merupakan hak bersama, musyawarah dilakukan dengan seluruh pemegang hak; c. merupakan harta benda wakaf, musyawarah dilakukan dengan pihak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang wakaf. 78 Apabila tidak dicapai kesepakatan besarnya ganti rugi maka panitia pengadaan tanah mengupayakan musyawarah kembali sampai tercapai kesepakatan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi seperti yang diatur dalam pasal 36 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007. Musyawarah yang dilakukan meliputi nilai ganti rugi harga tanah atau bentuk ganti rugi tanah dan benda-benda lain yang ada di atasnya untuk mengkaji penetapan uang ganti rugi dan dengan mempedomani harga patokan yang berlaku umum dan mempertimbangkan harga tanah yang wajar sepanjang menyangkut musyawarah. Menurut Boedi Harsono pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan tersebut dilakukan dengan memperhatikan peran tanah dalam kehidupan manusia dan prinsip kehormatan terhadap hak yang sah terhadap tanah tersebut diwujudkan dengan ketentuan, bahwa pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan melalui musyawarah.79 Menurut Marzaini, untuk ganti rugi tanaman dalam pengadaan tanah untuk Pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur, tidak ikut serta dihitung
78
Lihat Pasal 32 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007.. 79 Boedi Harsono,1995, Op.Cit. Hal 191
70
Universitas Sumatera Utara
ganti ruginya., semua tanaman yang ada di atas tanah yang diganti rugi sudah dihitung bersamaan dengan harga tanah tersebut.80 4. Proses Pelepasan Hak atas Tanah untuk kepentingan umum. Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 disebutkan Prosedur Pengadaan Tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilaksanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan cara : a. pelepasan atau penyerahan hak atas tanah; atau b. Pencabutan hak atas tanah. Sedangkan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 hanya mengenal pelepasan dan penyerahan hak atas tanah dan menghapus kemungkinan pencabutan hak atas tanah. Dalam proses pelepasan hak atas tanah di Kabupaten Aceh Timur, Instansi pemerintah yang bersangkutan meminta bantuan panitia Pengadaan Tanah yang khusus dibentuk setiap tahunnya untuk melakukan pelaksanaan pelepasan hak atas tanah untuk kepentingan umum. Proses pelepasan hak atas tanah ini tidak dilakukan melalui prosedur pengadaan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 dan nomor 65 Tahun 2006 serta Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007, seharusnya dilakukan dengan tahapantahapan seperti : Perencanaan, Penetapan Lokasi, Pembentukan panitia Pengadaan Tanah, Penyuluhan, Identifikasi dan Inventarisasi, Penunjukan Lembaga/Tim penilai
80
Marzaini, Kepala Bagian Administrasi Pertanahan Setdakab.Aceh Timur, Wawancara, tanggal 10 April 2012.
71
Universitas Sumatera Utara
Harga Tanah, Penilaian, Musyawarah, Keputusan Panitia Pengadaan Tanah, Pembayaran Ganti Rugi dan/atau Penitipan Ganti Rugi, Pelepasan Hak, Pengurusan Hak Atas tanah dan Pelaksanaan Pembangunan Fisik. Ketentuan tentang Pelepasan Hak atas Tanah ini hanya diatur dalam Pasal 49 sampai dengan 52 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2007, dengan menentukan bahwa bersamaan dengan pembayaran dan penerimaan ganti rugi dalam bentuk uang : a. Instansi pemerintah yang memerlukan tanah membuat tanda terima pembayaran ganti rugi. b. Yang berhak atas ganti rugi membuat surat pernyataan pelepasan/penyerahan hak atas tanah atau penyerahan tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. c. Panitia Pengadaan tanah membuat Berita Acara Pembayaran Ganti Rugi dan Pelepasan Hak Atas Tanah atau Penyerahan Tanah.81 Bersamaan dengan pemberian ganti rugi hak atas tanah dibuat surat pernyataan pelepasan hak atas tanah. Surat pernyataan pelepasan hak atas tanah di tandatangani oleh pemegang hak atas tanah dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Timur. Pada saat pembuatan surat pernyataan pelepasan/penyerahan hak atas tanah atau penyerahan tanah, yang berhak atas ganti rugi wajib menyerahkan dokumen asli kepada Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/ Kota, berupa : a. sertifikat hak atas tanah dan/atau dokumen asli pemilikan dan penguasaan tanah;
81
Lihat Pasal 49 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007.
72
Universitas Sumatera Utara
b. akta-akta perbuatan hukum lainnya yang berkaitan dengan tanah yang bersangkutan; c. akta-akta lain yang berhubungan dengan tanah yang bersangkutan; dan d. surat pernyataan yang diketahui oleh Kepala Desa/Lurah setempat atau yang setingkat dengan itu yang menyatakan bahwa tanah tersebut pada huruf a benar kepunyaan yang bersangkutan. Untuk tanah yang sudah bersertifikat, pelepasan/penyerahan hak atas tanah dilaksanakan oleh pemegang hak atas tanah dilaksanakan oleh pemegang hak atas tanah dengan membuat surat pernyataan pelepasan/penyerahan hak atas tanah untuk kepentingan instansi pemerintah yang bersangkutan memberikan ganti rugi kepada pemegang hak atas tanah. Pelaksanaan pelepasan/penyerahan hak atas tanah tersebut dilakukan oleh para pihak dihadapan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, atau Pejabat Pembuat Akta Tanah, atau camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pemberian ganti rugi oleh instansi pemerintah kepada pemegang hak atas tanah tersebut didasarkan pada musyawarah. Bagi tanah yang belum bersertifikat, penyerahan tanahnya dilaksanakan oleh pemilik tanah dengan membuat surat penyerahan kepemilikan tanah untuk kepentingan instansi pemerintah yang memerlukan tanah, dan instansi pemerintah tersebut memberikan ganti rugi kepada pemilik tanah dan dilaksanakan oleh para pihak dihadapan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Pemberian ganti rugi juga didasarkan pada musyawarah. Berita acara pelepasan hak atas tanah sebagai salah satu pernyataan pelepasan hak memuat beberpa klausula yang dituangkan dalam surat pernyataan penanggalan
73
Universitas Sumatera Utara
atau pelepasan hak atas tanah dan syarat-syarat lainnya dengan menyerahkan sertifikat asli atau surat-surat tanah yang berkaitan dengan tanah bersangkutan kepada panitia pengadaan tanah. Surat pernyataan tersebut mencantumkan identitas pemilik meliputi nama, alamat atau tempat tinggal, pekerjaan, serta luas tanah dan lokasi tanah yang dibebaskan serta jumlah besarnya ganti rugi yang diterima pemegang hak atas tanah menurut harga yang disepakati sesuai hasil musyawarah antara panitia pengadaan tanah dengan pemilik/pemegang hak atas tanah atau kuasanya dari instansi yang memerlukan tanah. Demikian pula surat pernyataan mencantumkan diktum sebagai suatu perjanjian yang sifatnya baku yang berbunyi bahwa sejak tanggal surat pernyataan pelepasan hak atas tanah diperbuat, maka pemilik/pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman, sejak saat itu putuslah hubungan penguasaan secara hukum, atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang ada di atasnya. Pembayaran Ganti rugi untuk Pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur, dilakukan di Kantor Cabang Bank Pemerintah Daerah (Bank Aceh) di Kota Langsa, karena mengingat uang yang ditransfer ke rekening pemilik/pemegang hak atas tanah mencapai ratusan juta rupiah. Pembayaran Ganti rugi dilakukan yang sebelumnya telah ada daftar kolektif dan daftar nominatif, juga dicantumkan pas photo pemilik yang nama, persil, luas, harga, desa dan tanggal menerima uang ganti rugi. Hal tersebut dibuat oleh panitia untuk menghindari kesalahan dalam pemberian ganti rugi disamping bukti bahwa pemilik/pemegang hak atas tanah tersebut sudah
74
Universitas Sumatera Utara
menerima uang ganti kerugian. Proses ini dilakukan sampai 6 (enam) tahap mengingat dana yang dianggarkan dalam APBK setiap tahunnya terbatas. Arsip berkas pengadaan tanah selanjutnya disimpan pada kantor pertanahan Kabupaten Aceh Timur lalu Kepala Bagian Administrasi Pertanahan Setdakab Aceh Timur segera mengajukan permohonan sesuatu hak atas tanah dan mendaftarkannya sampai memperoleh sertifikat atas nama Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Timur. Menurut Boedi Harsono dalam penetapan harga ganti rugi tanah, harus mempertimbangkan kehendak dari pemegang hak atas tanah dan yang mempengaruhi harga tanah.82 Walaupun demikian pemegang hak atas tanah yang terdaftar untuk melepaskan hak atas tanahnya sudah menerima semua ganti kerugian dalam bentuk uang, hal ini sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 9 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005. Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Aceh Timur hanya menunggu 1 (satu) lagi pemilik/pemegang hak atas tanah yaitu Khatijah Gadeng yang belum mau melepaskan hak atas tanahnya karena belum mencapai kesepakatan harga ganti rugi.
82
Boedi Harsono, 1995, Op.Cit, hal.615
75
Universitas Sumatera Utara