BAB II PENGATURAN HAK CIPTA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 HAK CIPTA
A. Ruang Lingkup Hak Cipta Setelah Indonesia merdeka dan memiliki peraturan sendiri di bidang hak cipta, sejarah pembentukan, dan perkembangan hukum hak cipta di Indonesia diwarnai dengan beberapa kali penggantian UUHC. Undang-undang mengenai hak cipta Indonesia yang pertama adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 dan diganti kembali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 sebelum akhirnya diganti dengan UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002 dan akhirnya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta yang berlaku saat ini.
Selain Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, terdapat juga berbagai peraturan lain di bidang hukum kekayaan intelektual yang berkaitan dengan hak cipta sebagai berikut : 27 1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne Convention. 2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pengesahan WIPO Copyright Treaty. 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1988 tentang Pengesahan Persetujuan Perlindungan Hukum Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Indonesia dan Europe Union. 4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1989 tentang Pengesahan Persetujuan Perlindungan Hukum Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Indonesia dan Amerika. 5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1993 tentang Pengesahan Persetujuan Perlindungan Hukum Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Indonesia dan Australia. 6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi TRIPs Agreement. 7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Perlindungan Hukum Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Indonesia dan Inggris. 8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 Tanggal 5 April 1989 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1986 tentang Dewan Hak Cipta. 9. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M. 04-PW.07.03 Tahun 1988 Tanggal 27 Mei 1988 tentang Penyidik Hak Cipta. 10. Surat Edaran Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M. 01-PW.07.03 Tahun 1990 tentang Kewenangan Menyidik Tindak Pidana Hak Cipta. 11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1989 tentang Penerjemahan dan/atau Perbanyakan Ciptaan untuk Kepentingan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Penelitian, dan Pengembangan. 12. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2004 tentang Pengesahan WIPO Performances and Phonograms Treaty 1996. 13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Sarana Produksi Berteknologi Tinggi untuk Cakram Optik (Optical Disc). 14. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 648/MPP/Kep/10/2004 tentang Pelaporan dan Pengawasan Perusahaan Industri Cakram Optik (Optical Disc). 15. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 11/MIND/PER/7/2005 tentang Ketentuan Teknis mengenai Mesin, Peralatan Mesin, Bahan Baku, dan Cakram Optik (Optical Disc). 16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil Kegiatan Penelitian dan Pembangunan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan. 27
Elytas Ras Ginting, Op.Cit, hlm. 48.
17. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2005 tentang Konsultan Hak Kekayaan Intelektual. 18. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pembentukan Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual. Perubahan-perubahan atau revisi yang berulang-ulang terhadap Undangundang mengenai hak cipta dilakukan karena Indonesia mendapat tekanan dari masyarakat internasional agar Indonesia lebih memerhatikan perlindungan hukum hak cipta terutama hak cipta negara lain di Indonesia. Demikian pula dalam rangka memenuhi kewajiban Indonesia selaku anggota WTO, Indonesia wajib menyelaraskan undang-undang mengenai hak cipta dengan konvensi-konvensi internasional lainnya, terutama dengan ketentuan TRIPs Agreement
guna menciptakan suatu iklim
perdagangan yang sehat (fair competition) di Indonesia. 28Penyempurnaan undangundang hak cipta juga ditujukan untuk memberi perlindungan bagi karya-karya intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya yang ada di Indonesia sendiri yang masih belum dikembangkan dalam konteks bisnis sekaligus untuk meningkatkan minat berkarya dan mengembangkan kreativitas bangsa Indonesia dalam rangka peningkatan sumber daya manusia. Seorang pencipta disebut sebagai pemilik hak cipta perorangan (sole author) apabila ia menciptakan sendiri sebuah ciptaan. Akan tetapi, tidak selamanya hak cipta atas suatu ciptaan dipegang secara tunggal oleh orang yang mewujudkan ciptaan tersebut. Secara umum konsep UUHC tidak begitu jauh berbeda dengan UndangUndang Hak Cipta yang ada sebelumnya terutama dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Hanya saja standar
28
Ibid, hlm. 52.
perlindungan hak cipta yang diatur dalam UUHC telah disesuaikan dengan standar Internasional yang diatur dalam TRIPs Agreement. Sedangkan prinsip dasar perlindungan mengacu sepenuhnya pada Berne Convention. 29 Undang-Undang Hak Cipta yang baru ini benar-benar berusaha menciptakan ketentuan hukum yang lebih efektif dan efisien guna memberikan perlindungan yang maksimal, baik terhadap suatu ciptaan maupun hak terkait (neighboring rights). Efisiensi peraturan tersebut misalnya terkandung dalam ketentuan yang mengatur bahwa sengketa hak cipta dapat diselesaikan, baik melalui jalur litigasi maupun nonlitigasi. Sengketa hak cipta melalui jalur litigasi diserahkan kepada pengadian niaga untuk menyelesaikan sengketa dalam jangka waktu 90 hari plus perpanjangan 30 hari kerja terhitung sejak gugatan diajukan. Jangka waktu menyelesaikan pemeriksaan perkara hak cipta ini berlaku untuk pemeriksaan, baik di Pengadilan Niaga maupun di Mahkamah Agung. Sedangkan upaya hukumnya dipersingkat langsung kasasi ke Mahkamah Agung. 30 Undang-Undang Hak Cipta yang terbaru ini juga telah mengadopsi ketentuan TRIPs Agreement tentang Provisional Measurement, yaitu penetapan sementara pengadilan yang sifatnya serta-merta untuk menghentikan berlangsungnya kegiatan pelanggaran atas hak cipta. Penetapan sementara pengadilan dapat dimintakan oleh pemegang hak cipta sebelum putusan pengadilan dijatuhkan dengan menunjukkan bukti kepemilikan hak atas suatu ciptaan. Pengaturan tentang penetapan sementara pengadilan ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya pencegahan berlanjutnya
29 30
Ibid Ibid, hlm. 53.
kegiatan pelanggaran hak cipta di Indonesia serta untuk mencegah timbulnya kerugian yang lebih besar di kemudian hari. 31 Semua ketentuan dalam TRIPs Agreement sehubungan dengan hak cipta telah diadopsi dalam Undang-Undang Hak Cipta dengan beberapa penyesuaian dan adaptasi sebagai salah satu sikap Indonesia untuk menerapkan prosedur berperkara yang adil dan seimbang (fair and equitable procedures) sebagaimana diatur dalam Pasal 42 TRIPs Agreement. 32 Selain itu, undang-undang ini yang baru juga telah mengadopsi ketentuan yang diatur dalam Pasal 11 WIPO Treaty yang mengatur perlindungan hukum hak cipta atas sarana pengaman teknologi. Dengan demikian, tindakan merusak (circumvent) alat pengaman suatu ciptaan telah dikategorikan sebagai suatu tindak pidana dan diancam dengan pidana penjara dan atau denda. 33 Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut. 34 Hak cipta didasarkan pada kriteria keaslian ciptaan (originality) harus benarbenar berasal dari pencipta yang bersangkutan. Persyaratan keaslian ini tidaklah seketat persyaratan kebaruan (novelty) di dalam paten. Berdasarkan hal tersebut bahwa ruang lingkup ciptaan yang dilindungi hak cipta adalah ciptaan (works) dalam bidang ilmu (science), seni dan sastra (literary and artistic work). 35
31
Ibid Ibid 33 Ibid, hlm. 54. 34 Abdul R.Salim, Hermansyah dan Ahmad Jalis, Hukum Bisnis untuk Perusahaan Teori & Contoh Kasus (Jakarta : Prenada Media Group, 2005) hlm. 194. 35 Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, Cetakan pertama (Yogyakarta: FH UII Press, 2006), hlm. 229. 32
Kepemilikan sebuah hak cipta pada dasarnya merupakan pemegang hak cipta atau orang yang memiliki hak ekslusif untuk mengeksploitasi karya tersebut, misalnya untuk menggunakan, memperbanyak, menjual, dan membuat karya- karya turunannya. Secara umum hak cipta pada sebuah karya pada awalnya merupakan milik dari pembuat karya tersebut yaitu pencipta. 36 Menurut Elysa Ras Ginting ada empat konsep terjadinya kepemilikan dalam UUHC. Keempat konsep tersebut selengkapnya akan diuraikan secara lebih terperinci berikut ini: 1. Joint Authorship (Co-Authorship) Memuat Pasal 39 ayat 1 UUHC dalam hal ciptaan tidak diketahui penciptanya dan ciptaan tersebut belum dilakukan pengumuman, hak cipta atas ciptaan tersebut dipegang oleh negara untuk kepentingan pencipta. Sedangkan Pasal 39 ayat 2 UUHC dalam ciptaan telah dilakukan pengumuman tetapi tidak diketahui penciptanya, atau hanya tertera nama aliasnya atau samaran penciptanya, hak cipta atas ciptaan tersebut dipegang oleh pihak yang melakukan pengumuman untuk kepentingan pencipta. Kemudian Pasal 39 ayat 3 UUHC dalam hal ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui pencipta dan pihak yang melakukan pengumuman, hak cipta atas ciptaan tersebut dipegang oleh Negara untuk kepentingan pencipta. Konsep kepemilikan hak cipta berdasarkan joint authorship diterapkan terhadap ciptaan yang dihasilkan dari kerja sama atau kolaborasi beberapa orang secara bersama-sama. Misalnya, perbuatan atau penggarapan sebuah fotografi. Konsep kepemilikan hak cipta berdasarkan joint authorship yang diatur dalam 36
Foto Ilegal, https://id-id.facebook.com/FananiLegal/posts/280700295434733.html (diakses tanggal 14 November 2014).
Pasal 39 UUHC menganggap pencipta dari ciptaan hasil kolaborasi tersebut adalah: a. Orang yang memimpin serta mengawasi seluruh ciptaan itu hingga selesai dengan sempurna. b. Jika tidak ada pihak yang ditunjuk untuk mengawasi penyelesaian ciptaan tersebut, yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang menghimpunnya tanpa mengurangi hak cipta masing-masing pihak yang memberikan kontribusinya dalam ciptaan tersebut c. Dapat diperjanjikan bahwa hak cipta dimiliki secara bersama-sama. 2. Commisioned Authorship Memuat Pasal 33 ayat 1 UUHC dalam hal ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh 2 (dua) orang atau lebih, yang dianggap sebagai pencipta yaitu orang yang memimpin dan mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan. Sedangkan Pasal 34 UUHC dalam hal dirancang oleh seseorang dan diwujudkan serta dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, yang dianggap pencipta yaitu orang yang merancang ciptaan. 3. Commisioned Work Commisioned Work yaitu jenis ciptaan yang diwujudkan oleh orang lain di bawah pengarahan orang yang telah merancang atau mendesain ciptaan tersebut. Pencipta berdasarkan Commisioned Work sering juga disebut sebagai pencipta pinjam tangan karena dalam mengekspresikan ide yang ada padanya, ia menggunakan orang lain untuk melakukannya. Dalam ini tercipta hubungan simbiosis mutualisme di mana orang yang mengerjakan mendapat penghargaan berupa
sejumlah uang, sedangkan si perancang mendapatkan hak cipta atas ciptaan tersebut. 4. Contract of Service dan Contract for Service Hak cipta yang lahir berdasarkan Contract of Service dan Contract for Service adalah ciptaan yang dibuat dalam hubungan kerja atau hubungan kedinasan pada suatu instansi (work made for hire). Dalam hal ini, pihak mempekerjakan akan dianggap sebagai pencipta dan pemegang hak cipta tanpa mempersoalkan derajat kontribusinya terhadap ciptaan tersebut. Pemberian hak cipta, baik berdasarkan Contract of Service maupun Contract for Service bukan didasarkan pada penghargaan atas kreativitas pencipta, melainkan didasarkan pada teori simbiosis mutualisme. Berdasarkan teori simbiosis mutualisme, hak cipta dari si pencipta yang berbakat dianugerahkan kepada pihak lain yang menanggung risiko ekonomi yang telah dikeluarkannya guna mewujudkan ciptaan tersebut dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 37 Hak ekonomi merupakan hak ekslusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan. 38 Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta dianggap sebagai pencipta dan pemegang hak cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak. Menurut penjelasan Pasal 4 UUHC hak eksklusif adalah hak yang hanya diperuntukkan bagi pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pencipta. Pemegang hak cipta yang bukan pencipta hanya memiliki sebagian dari hak eksklusif berupa hak ekonomi. 37 38
Elyta Ras Ginting, Op.Cit, hlm. 179. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Pasal 8.
Pasal 9 ayat 1 UUHC bahwa pencipta atau pemegang hak cipta memiliki hak ekonomi untuk melakukan penerbitan ciptaan, penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya,
penerjemahan
ciptaan,
pengadaptasian,
pengaransemenan
atau
pentrasformasian ciptaan, pendistribusian ciptaan atau salinannya, pertunjukkan ciptaan pengumuman ciptaan, komunikasi ciptaan dan penyewaan ciptaan. Pasal 9 ayat 2 bahwa setiap orang yang tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta dlarang melakukan penggandaan dan/atau penggunaan secara komersial ciptaan. Berbeda dengan penguasaan, pemilikan mempunyai sosok hukum yang lebih jelas dan pasti. Seseorang menunjukkan hubungan antara orang dengan objek yang menjadi sasaran pemilikan. Namun, berbeda dengan penguasaan yang lebih faktual, pemilikan terdiri dari suatu komplek hak-hak yang kesemuanya dapat digolongkan ke dalam ius in rem karena ia berlaku terhadap semua orang. Berbeda dengan ius personam yang hanya berlaku terhadap orang-orang tertentu. Pada umumnya ciri dari hak-hak yang termasuk dalam pemilikan adalah sebagai berikut: 1. Pemilik mempunyai hak untuk memiliki barangnya, ia mungkin tidak memegang atau menguasai barang tersebut. Oleh karena barang itu, mungkin telah direbut dari orang lain. Sekali pun demikian, hak atas barang itu tetap ada pada pemegang hak semula. 2. Pemilik biasanya mempunyai hak untuk menggunakan dan menikmati barang yang dimilikinya. Pada dasarnya merupakan kemerdekaan bagi pemilik untuk berbuat terhadap barangnya. 3. Pemilik mempunyai hak untuk menghabiskan, merusak, atau mengalihkan barangnya. Pada orang yang menguasai suatu barang, hak untuk mengalihkan itu tidak ada padanya karena adanya asas dat quod non habet. Oleh karena itu, si
penguasa tidak mempunyai hak dan tidak juga dapat melakukan pengalihkan hak kepada orang lain. 4. Pemilikan mempunyai ciri yang tidak mengenal pembatasan jangka waktu, pemilikan bersifat terbuka untuk penentuan lebih lanjut di kemudian hari, sedangkan pada pemilikan secara teoritis berlaku selamanya. Pemilikan mempunyai artinya tersendiri dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat tempat seseorang diterima sebagai suatu konsep hukum. Dalam konteks yang demikian itu maka pemilikan merupakan indeks, tidak hanya bagi tingkat kesejahteraan dari pemiliknya, tetapi juga bagi kedudukan sosialnya. Pasal 1 angka 2 UUHC merumuskan bahwa pencipta dalam bentuk orang perorangan sebagai berikut: Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Rumusan pencipta dalam UUHC tersebut diatas mengandung suatu pengakuan hukum adanya pencipta secara kolaborasi atau yang bersifat yang mengakibatkan timbulnya kepemilikan bersama atas suatu ciptaan atau joint authorship. Pada umumnya dalam suatu ciptaan sering sekali terkandung sekelompok hak cipta dari pencipta yang berbeda-beda. Hak yang terkandung pada sebuah ciptaan berbentuk potret, apakah hak-hak tersebut ada ditangan satu orang saja atau terdapat kepemilikan bersama (join ownership) atas potret tersebut. Identitas suatu ciptaan juga berfungsi sebagai informasi untuk mengetahui apakah telah terjadi pelanggaran hak cipta atau pelanggaran hak moral (moral rights) serta untuk menentukan apakah telah terjadi perbuatan parallel importation terhadap ciptaan tersebut. Parallel
importation adalah pengimporan produk asli oleh negara lain tanpa izin dari pemilik ciptaan tersebut.
B. Jangka Waktu Hak Cipta Hak cipta berlaku dalam jangka waktu berbeda-beda dalam yurisdiksi yang berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa berlaku tersebut juga dapat bergantung pada apakah ciptaan tersebut diterbitkan atau tidak diterbitkan. Ide mengenai pembatasan jangka waktu hak cipta, sebenarnya didasarkan atas landasan filosofis tiap-tiap hak kebendaan termasuk hak cipta fungsi social. Sehingga dengan diberinya pembatasan jangka waktu pemilikan hak cipta maka diharapkan hak cipta itu tidak dikuasai dalam jangka waktu yang panjang di tangan si pencipta yang sekaligus sebagai pemiliknya. Dengan berakhirnya jangka waktu pemilikan tersebut maka jadilah karya cipta itu sebagai milik umum, suatu kuasa umum (public domein). Pembatasan jangka waktu hak cipta yang tercantum dalm UUHC Indonesia bukanlah satu-satunya peraturan hak cipta yang memberikan batasan. Sebenarnya mengenai pembatasan jangka waktu hak cipta adalah merupakan penjelmaan dari pandangan tentang hakikat pemilikan, dikaitkan dengan kedudukan manusia sebagai makhluk pribadi sekaligus makhluk bermasyarakat, dimana hak milik itu dianggap mempunyai fungsi sosial. Oleh karena itu, dapatlah dimengerti bahwa pembatasan jangka waktu hak cipta itu adalah merupakan atas milik umum dan milik individu (perseorangan). 39 Pembatasan jangka waktu pemilikan hak cipta 50 tahun merupakan ketentuan yang diambil alih dari Konvensi Bern dengan alasan agar mempermudah bila Indonesia menjadi salah satu anggota konvensi, tetapi dalam perkembangan 39
OK. Saidin, Op.Cit, hlm. 108.
selanjutnya terlihat adanya upaya untuk menggantikan atau merevisi undang-undang hak cipta, yang pembatasan jangka waktu hak cipta tersebut telah dinaikkan menjadi 70x tahun setelah meninggalnya si pencipta. Dalam jangka waktu relatif yang panjang itu, keseimbangan antara kepentingan individu dengan masyarakat yang dikenal dengan konsepsi hak milik berfungsi sosial dapat lebih terwujud. 40Perlindungan hak cipta atas ciptaan potret berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman. 41Hak cipta atas ciptaan yang penciptanya tidak diketahui yang dipegang oleh negara berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak ciptaan tersebut pertama kali dilakukan pengumuman. 42 Hak cipta atas ciptaan yang dilaksanakan oleh pihak yang melakukan pengumuman berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak ciptaan tersebut pertama kali dilakukan pengumuman. 43 Sebagaimana diketahui bahwa sejak ciptaan diwujudkan berakibat munculnya hak cipta terhadap ciptaan tersebut, ini berarti sejak saat itu hak cipta mulai berlaku. Pencipta resmi memiliki hak untuk menerbitkan ciptaannya, menggandakan ciptaannya, mengumumkan ciptaannya, dan melarang pihak lain untuk melipatgandakan dan/atau menggunakan secara komersial ciptaannya.Di Indonesia berdasarkan UUHC , jangka waktu berlakunya suatu hak cipta adalah sebagai berikut: 1. Masa Berlaku Hak Moral Hak moral pencipta berlaku tanpa batas waktu dalam hal: a. tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum; b. menggunakan nama aliasnya atau samarannya; dan
40
Ibid, hlm. 110. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 59. 42 Ibid, Pasal 60 ayat (2). 43 Ibid, Pasal 60 ayat (3). 41
c. mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya. Hak moral pencipta berlaku selama berlangsungnya jangka waktu hak cipta atas ciptaan yang bersangkutan, yaitu dalam hal: mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat; mengubah judul dan anak judul ciptaan. 2. Masa Berlaku Hak Ekonomi Pasal 58 UUHC menyatakan bahwa: a. Perlindungan Hak Cipta atas Ciptaan:
1) buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya; 2) ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya; 3) alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; 4) lagu atau musik dengan atau tanpa teks; 5) drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; 6) karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase; 7) karya arsitektur; 8) peta; dan 9) karya seni batik atau seni motif lain, berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia. b. Dalam hal ciptaan dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, perlindungan hak cipta berlaku selama hidup penciptanya yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun sesudahnya.
c. Perlindungan hak cipta atas ciptaan yang dimiliki atau dipegang oleh badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman. Pasal 59 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 menyatakan bahwa:
a. Perlindungan Hak Cipta atas Ciptaan: 1. karya fotografi; 2. potret;
3. karya sinematografi; 4. permainan video; 5. program Komputer; 6. perwajahan karya tulis; 7. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi; 8.
terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;
9. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer atau media lainnya; 10. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli; berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman. b. Perlindungan Hak Cipta atas Ciptaan berupa karya seni terapan berlaku selama 25 (dua puluh lima) tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman.
C. Pencatatan Hak Cipta Pendaftaran suatu ciptaan bukan suatu keharusan, artinya boleh didaftarkan dan boleh juga tidak didaftarkan. Pendaftaran ciptaan bukan untuk memperoleh hak cipta, melainkan semata-mata untuk memudahkan pembuktian hak dalam hal terjadi sengketa mengenai hak cipta. Apabila ciptaan didaftarkan, yang mendaftarkan itu dianggap sebagai penciptanya, sampai dapat dibuktikan sebaliknya bahwa pendaftaran itu bukan penciptanya. Dengan dilakukannya pendaftaran, maka ciptaan tersebut akan di catat pada daftar umum ciptaan yang memuat: nama pencipta dan pemegang hak cipta, tanggal penerimaan surat permohonan, tanggal lengkapnya persyaratan dan nomor pendaftaran. Melalui daftar umum ciptaan, setiap orang dapat melihat ciptaan apa saja yang telah didaftarkan tanpa dikenai biaya setiap orang juga dapat memperoleh petikan daftar umum ciptaan tersebut namun dikenai biaya. Demikianlah mengenai pendaftaran hak cipta ini menjadi penting artinya, karena melalui pendaftaran lahirlah pengakuan secara de jure hak dengan bendanya. Namun patut dicatat, pendaftaran tidak merupakan suatu keharusan untuk terbitnya hak cipta. Ini adalah konsekuensi logis dari system pendaftaran deklaratif. Jika melihat pada prinsip dasar lahirnya hak cipta, maka rujukannya bukanlah pada pendaftaran, yang saat ini dalam UUHC istilahnya disebut dengan Pencatatan, akan tetapi hak cipta telah lahir secara otomatis pada saat suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata, diumumkan, dan dapat diperbanyak. Pencatatan Ciptaan pada Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual bukan merupakan syarat untuk mendapatkan hak cipta. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 64 UUHC. Akan tetapi,
pencatatan perlu dilakukan oleh pencipta ketika komersialisasi ciptaan dilakukan secara maksimal sebagai alat bukti atau pengukuhan apabila terjadi sengketa. 44 Pencatatan ciptaan atau produk hak terkait dalam daftar umum ciptaan bukan merupakan pengesahan atas isi, arti, maksud atau bentuk dari ciptaan atau produk hak terkait yang dicatat. Dalam hal Menteri menerima permohonan, menteri menerbitkan surat pencatatan ciptaan dan mencatat dalam daftar umum ciptaan. Daftar umum ciptaan memuat nama pencipta dan pemegang hak cipta atau nama pemilik produk hak terkait, tanggal penerimaan surat permohonan, tanggal lengkapnya persyaratan. Menteri menyelenggarakan pencatatan dan penghapusan ciptaan dan produk hak terkait. 45 Pencatatan ciptaan dan produk terkait bukan merupakan syarat untuk mendapatkan hak cipta dan hak terkait. Pencatatan ciptaan dan produk hak terkait bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta, pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait. Perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud karena pencatatan. Hal ini berarti suatu ciptaan baik yang tercatat maupun tidak tercatat tetap dilindungi. 46 Pencatatan ciptaan tidak dapat dilakukan terhadap seni lukis yang berupa logo atau tanda pembeda yang digunakan sebagai merek dalam perdagangan barang/jasa atau digunakan sebagai lambing organisasi, badan usaha, atau badan hukum. 47 Pencatatan ciptaan dan produk hak terkait diajukan dengan Permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait, atau kuasanya kepada Menteri. 48 Kecuali terbukti sebaliknya, surat
44
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt54b5f403a7a3a/pelanggaran-hak-cipta-padasaat-proses-pendaftaran (diakses tanggal 2 Juni 2015). 45 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 64 ayat (1). 46 Ibid, Penjelasan Pasal 64 ayat (2). 47 Ibid, Pasal 65. 48 Ibid,, Pasal 66 ayat (1).
pencatatan ciptaan merupakan bukti awal kepemilikan suatu ciptaan atau produk hak terkait. 49Pencatatan ciptaan atau produk hak terkait dalam daftar umum ciptaan bukan merupakan pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari ciptaan atau produk hak terkait yang dicatat. 50 Kekuatan hukum pencatatan ciptaan dan produk Hak Terkait hapus karena: permintaan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait, lampaunya waktu, putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap mengenai pembatalan pencatatan ciptaan atau produk hak terkait; atau melanggar norma agama, norma susila, ketertiban umum, pertahanan dan keamanan negara, atau peraturan perundangundangan yang penghapusannya dilakukan oleh Menteri. 51 Penghapusan pencatatan ciptaan atas permintaan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait dikenai biaya. 52Ketentuan lebih lanjut mengenai hapusnya kekuatan hukum pencatatan ciptaan dan produk hak terkait diatur dengan peraturan pemerintah. 53Pengalihan Hak atas pencatatan ciptaan dan produk hak terkait dapat dilakukan jika seluruh hak cipta atas ciptaan tercatat dialihkan haknya kepada penerima hak. 54
D. Hak Terkait
49
Ibid, Pasal 69 ayat (4). Ibid, Pasal 72. 51 Ibid, Pasal 74 ayat (1). 52 Ibid, Pasal 74 ayat (2). 53 Ibid, Pasal 75. 54 Ibid, Pasal 76 ayat (1). 50
Hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta, yaitu hak eksklusif bagi pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukkannya. 55 Hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukkan. 56 Ada beberapa istilah yang digunakan untuk hak terkait, yaitu neighboring rights, derivatif rights, ataupun related rights. Negara common law pada umumnya menggunakan istilah neighboring rights dan diatur bersamaan dengan hak cipta dalam suatu Undang-undang mengenai hak cipta. Namun, di negara civil law, seperti Prancis dan Jerman, hak terkait dianggap sebagai hak yang ada di luar UUHC dan diatur secara sui generis. Sedangkan di Indonesia, hak terkait diakui sebagai suatu kekayaan intelektual yang memiliki keterkaitan dengan suatu ciptaan dan karenanya diatur dalam UUHC bersama-sama dengan hak cipta, tetapi ditempatkan dalam bab yang berbeda. 57 Hak terkait sebelumya tidak diatur dalam Berne Convention. Pengaturan tentang hak terkait dimulai pada tahun 1928 ketika broadcasting works dimasukkan sebagai suatu ciptaan yang dilindungi dalam Berne Convention. Hak terkait berdasarkan kelahirannya, timbul sejalan dengan berkembangnya bisnis yang berkaitan dengan hak cipta terutama di dunia entertainment. Dalam hal ini, artis, vokalis, atau organisasi penyiaran (broadcasting organization) ataupun perusahaan rekaman suara (recording company)telah mewujudkan suatu lagu yang semula hanya
55
Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 13. 56 Undang-Undang No.28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 1 ayat (5). 57 Elyta Ras Ginting, Op.Cit, hlm. 71.
terdiri atas notasi dan syair secaratertulis menjadi nyanyian yang dapat didengar atau dipublikasikan kepada publik secara meluas. 58 Menurut Stewart dan Sandison, hak terkait senantiasa merupakan hak yangtimbul dari ciptaan yang berasal dari pengalihwujudan suatu karya karena hak tersebut merupakan perwujudan dari ciptaan yang telah ada. 59 Oleh karena itu, yang dilindungi oleh hak terkait adalah bentuk lain dari suatu ciptaan yangtelah ada sebelumnya yang telah beralih wujud menjadi ciptaan yang baru. Misalnya lagu yangdinyanyikan, karya sinematografi dari sebuah novel, film dokumenter tentang suatu peristiwa atau fenomena alam, dan sebagainya. Oleh karena keberadaan hak terkait yang lahir dari hak cipta tersebut, TRIPs Agreement secara khusus menyebutnya sebagai “related rights”. 60 Konsep hak terkait (related rights atau neighboring rights) berkaitan erat terutama dengan Rome Convention. Bahkan, Hayes mengklaim bahwa Konvensi Roma yangtelah melahirkan dan menjadi dasar hukum diakuinya hak terkait atas suatu ciptaan dalam hukum hak cipta. 61 Undang-undang hak cipta sendiri secara tegas telah memilah pengaturan antara hak cipta dan hak terkait. Hak terkait diatur tersendiri dalam Bab VI Pasal 49, 50, dan 51 UUHC. Secara khusus pengertian dan hakikat dari hak terkait dalam UUHC diatur dalam Pasal 1 angka (9) sebagai berikut : “Hak yang berkaitan dengan hak cipta, yaitu hak eksklusif bagi pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukkannya; bagi produser rekaman suara untuk memperbanyak atau
58
Ibid Stephen M. Stewart dan Manish Sandison, International Copyright and Neighbouring Right, Edisi Kedua, (London : Butterworth, 1998), hlm. 190. 60 Elyta Ras Ginting, Op.Cit, hlm. 7. 61 Ibid 59
menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya; dan bagi lembaga penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya.” Undang-undang hak cipta, hak terkait telah diakui sebagai hak eksklusif yang diberikan bagi pelaku (performer), produser suara (recording company), dan lembaga penyiaran (broadcasting company) untuk karya pertunjukan,karya rekaman bunyi atau suara, dan karya siaran. 62 Berdasarkan Pasal 20 UUHC, hak terkait juga digolongkan sebagai benda bergerak. Hak terkait merupakan hak eksklusif yang meliputi hak moral pelaku pertunjukkan dan hak ekonomi pelaku pertunjukkan. 63 Hak moral pelaku pertunjukkan merupakan hak yang melekat pada pelaku pertunjukkan yang tidak dapat dihilangkan atau tidak dapat dihapus dengan alasan apapun walaupun hak ekonominya telah dialihkan. 64 Hak moral pelaku pertunjukkan meliputi hak untuk namanya dicantumkan sebagai pelaku pertunjukan, kecuali disetujui sebaliknya dan tidak dilakukannya distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan atau hal-hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya kecuali disetujui sebaliknya. Yang dimaksud dengan distorsi ciptaan adalah tindakan pemutarbalikan suatu fakta atau identitas karya pelaku pertunjukan. Sedangkan mutilasi ciptaan adalah proses atau tindakan menghilangkan sebagian karya pelaku petunjukan dan modifikasi ciptaan adalah pengubahan atas karya pelaku pertunjukan. 65 Pelaku pertunjukkan memiliki hak ekonomi. Hak ekonomi pertunjukkan meliputi hak melaksanakan sendiri, memberikan izin atau melarang pihak lain.66 Setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial ciptaan dalam suatu 62
Ibid, hlm. 73. Undang-Undang No.28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 20. 64 Ibid, Pasal 21. 65 Ibid, Penjelasan Pasal 22. 66 Ibid, Pasal 23 ayat (1) dan (2). 63
pertunjukkan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada pencipta dengan membayar imbalan kepada pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif. 67 Lembaga manajemen koletif adalah institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh pencipta, pemegang hak cipta dan/atau pemilik hak terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti. 68 Konsep hukum tentang kepemilikan hak cipta yang timbul berdasarkan joint authorship atau berdasarkan commissiones work yang diatur dalam Pasal 6 dan 7 UUHC juga berlaku secara mutatis mutandis pada hak terkait. Secara yuridis, dalam Pasal 2 ayat (1) Berne Convention dibedakan antara komposisi musik dan lirik ataupun tanpa lirik (musical composition with or without words) sebagai suatu ciptaan di bidang literary and artistic works. 69 Konsep hak cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud (intangiblegoods) yang dapat beralih dan dialihkan kepemilikannya juga berlaku bagi hak terkait. Oleh sebab itu, pemegang hak terkait juga dapat mengalihkan haknya dengan berbagai cara, misalnya, pewarisan, hibah, atau dengan suatu perjanjian. Ketentuan tentang lisensi sukarela (voluntary licence) juga berlaku terhadap hak terkait. Oleh karenanya, pemegang hak terkait pun dapat menyerahkan pelaksanaan hak terkaitnya untuk dilaksanakan oleh pihak lain dalam suatu perjanjian lisensi. Perbedaannya adalah apabila pada hak cipta di bidang sastra dan ilmu pengetahuan dapat diterapkan lisensi wajib (statutory atau compulsory licence), sedangkan hak terkait tidak tunduk pada ketentuan lisensi wajib. 70
67
Ibid, Pasal 23 ayat (5). Ibid, Pasal 1 ayat (22). 69 Elyta Ras Ginting, Op.Cit, hlm. 74. 70 Ibid
68
Subjek hukum dari hak terkait adalah artis (performer), produser rekaman suara
(producers
of
phonograms),
dan
lembaga
penyiaran
(broadcasting
organizations). Sedangkan objek perlindungan hak terkait adalah pertunjukan (performance), rekaman suara (sound recording), dan siaran (broadcasting). Hak ini dapat berwujud dalam penampilan seorang artis pada video klip yang menyanyikan sebuah lagu atau menarikan sebuah tarian, rekaman lagu-lagu (sound recording), atau liputan atas pertandingan sepak bola piala dunia di jaringan televisi, suatu talk show, live show, atau reality show, dan berbagai program di stasiun televisi, seperti film atau karya sinematografi lainnya. Berbeda dengan hak cipta, subjek hukum hak terkait disebut dengan istilah “pelaku pertunjukan”. UUHC menjabarkan lebih lanjut tentang siapa saja yang disebut sebagai pelaku pertunjukan, yaitu seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menampilkan dan mempertunjukkan suatu ciptaan. 71
E. Penyelesaian Sengketa Setiap terjadi sengketa, para pihak yang bersangkutan tentunya sengketa tersebut. Berbagai cara dapat digunakan untuk penyelesaikannya, baik melalui pengadilan maupun di luar pengadilan, bahkan saat ini marak adanya kecenderungan masyarakat
untuk
menggunakan
kekerasan
sebagai
penyelesaian
sengketa.
Masyarakat memandang bahwa dengan melakukan kekerasan, sengketa yang terjadi akan dapat diselesaikan. Penyelesaian sengketa dengaan cara kekerasan tidak akan 71
Undang-Undang No.28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 1 ayat (6).
pernah dapat di selesaikan karena masing-masing pihak akan berusaha untuk membalas kekalahan kepada pihak lainnya. 72 Pelanggaran hak cipta dan hak terkait selain dapat dituntut secara pidana juga secara perdata ke Pengadilan Niaga di wilayah domisili hukum pelaku pelanggaran. Keleluasaan yang diberikan oleh UUHC untuk dapat menyelesaikan sengketa hak cipta secara keperdataan ataupun melalui jalur nonlitigasi tidak mengakibatkan gugurnya hak penuntut umum untuk mengajukan tuntutan pidana atas pelaku pelanggaran hak cipta. Undang-undang hak cipta menegaskan bahwa penyelesaian sengketa keperdataan di bidang hak cipta tidak menghapuskan hak jaksa penuntut umum untuk melakukan penuntutan pidana. 73 Penyelesaian sengketa hak cipta dapat dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase atau pengadilan. Yang dimaksud dengan arbitrase adalah salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa dengan menyerahkan wewenang kepada pihak netral yang di sebut arbiter untuk memberikan putusan sedangkan alternatif penyelesaian sengketa adalah proses penyelesaian sengketa melalui mediasi, negosiasi atau konsiliasi. 74Pengadilan yang berwenang adalah Pengadilan Niaga. 75 Pengadilan lainnya selain Pengadilan Niaga tidak berwenang menangani penyelesaian sengketa hak cipta. 76 Selain pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait dalam bentuk pembajakan, sepanjang para pihak yang bersengketa diketahui keberadaannya dan/atau berada di wilayah Negara Indonesia Republik
72
Jimmy Joses Sembiring, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan (Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi & Arbitrase) (Jakarta : Penerbit Visimedia, 2011), hlm. 7. 73 Elyta Ras Ginting, Op.Cit, hlm. 252. 74 Undang-Undang No.28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Penjelasan Pasal 95 ayat (1). 75 Ibid, Pasal 95 ayat (2). 76 Ibid, Pasal 95 ayat (3).
Indonesia harus menempuh terlebih dahulu penyelesaian sengketa melalui mediasi sebelum melakukan tuntutan pidana. 77 Pencipta, pemegang hak cipta dan/atau pemegang hak terkait atau ahli warisnya yang mengalami kerugian hak ekonomi berhak memperoleh ganti rugi.78 Pembayaran ganti rugi kepada pencipta, pemegang hak cipta dan/atau pemilik hak terkait dibayarkan paling lama 6 (enam) bulan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. 79 Jenis-jenis perbuatan yang dikategorikan oleh UUHC sebagai pelanggaran hak cipta berikut ancaman hukuman telah ditentukan secara tegas dalam Undang-undang hak cipta. Pada dasarnya setiap bentuk perbuatan yang melanggar hak eksklusif pemegang hak cipta dan hak terkait dan hak moral (moral rights) akan dijatuhi dengan hukuman yang bersifat kumulatif yaitu pidana penjara dan/atau denda. 80 Pelanggaran hak eksklusif pencipta ataupun hak moral pencipta dapat dituntut secara pidana dan perdata sekaligus karena UUHC dalam Pasal 66 telah menetapkan bahwa penuntutan perdata tidak menghilangkan sifat pidana, baik dari pelanggaran hak cipta, hak terkait, maupun hak moral. Karena itu, meskipun telah ada suatu putusan perdata terhadap pelanggaran hak cipta, penuntut umum tidak menghilangkan haknya untuk mengajukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran hak cipta, hak terkait, ataupun hak moral tersebut. Gugatan ganti rugi dapat berupa permintaan untuk menyerahkan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelengaraan pertunjukan dan pameran
77
Ibid, Pasal 95 ayat (4). Ibid, Pasal 96 ayat (1). 79 Ibid, Pasal 96 ayat (3). 80 Elyta Ras Ginting, Op.Cit, hlm. 249. 78
karya fotografi yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta atau produk hak terkait. 81 Dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan, pendaftaran niaga menetapkan hari sidang. Pemberitahuan dan pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan. 82
F. Ketentuan Pidana Penggunaan secara komersial adalah pemanfaatan Ciptaan dan/atau produk hak terkait dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan ekonomi dari berbagai sumber atau berbayar. 83 Adapun ketentuan pidana penggunaan secara komersial Pasal 112 UUHC 2014 yang berbunyi: “Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan perbuatan untuk penggunaan secara komersial, dipidanakan dengan pidana penjara paling lama 2 (dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).” 84 Untuk perbuatan “menyanyikan kembali”, tindakan tersebut termasuk sebagai Pengumuman. Orang yang menyanyikan kembali lagu tanpa seizin pemegang hak cipta bisa terkena sanksi pidana Pasal 113 ayat (1) UUHC 2014 yang berbunyi: “Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).” 85
81
Undang-Undang No.28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 99 ayat (2). Ibid, Pasal 100 ayat (5) dan (6). 83 Ibid, Pasal 1 angka 24. 84 Ibid, Pasal 112. 85 Ibid, Pasal 113 ayat (1). 82
Hak ekonomi merupakan hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan. 86 Pencipta atau pemegang hak cipta memiliki hak ekonomi untuk melakukan: penerbitan ciptaan, penggandaan ciptaan
dalam
segala
bentuknya,
penerjemahan
ciptaan,
pengadaptasian,
pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan, pendistribusian ciptaan atau salinannya, pertunjukan ciptaan, pengumuman ciptaan, komunikasi ciptaan dan penyewaan ciptaan. 87 Setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi wajib mendapatkan izin pencipta atau pemegang hak cipta. 88 Setiap orang yang tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta dilarang menggandakan dan/atau melakukan penggunaan
ciptaan
secara
komersial. 89
Hak
ekonomi
untuk
melakukan
pendistribusian ciptaan atau salinannya tidak berlaku terhadap ciptaan atau salinannya yang telah dijual atau yang telah dialihkan kepemilikan ciptaan kepada siapapun. 90 Hak ekonomi untuk menyewakan ciptaan atau salinannya tidak berlaku terhadap program komputer dalam hal program komputer tersebut bukan merupakan objek esensial dari penyewaan. 91 Ketentuan Pasal 12 UUHC untuk meminta izin ini berlaku bagi hak ekonomi atas potret yang dibuat atas permintaan (atau atas nama) orang yang dipotret atau untuk kepentingan orang yang dipotret. Setiap orang dapat menggunakan ciptaan secara komersial dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada pencipta dengan membayar imbalan kepada pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif. 92 Setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi produser fonogram wajib mendapatkan izin dari produser 86
Ibid, Pasal 8. Ibid, Pasal 9 ayat (1). 88 Ibid, Pasal 9 ayat (2). 89 Ibid, Pasal 9 ayat (3). 90 Ibid, Pasal 11 ayat (1). 91 Ibid, Pasal 11 ayat (2). 92 Ibid, Pasal 23 ayat (5). 87
fonogram. 93 Setiap orang dilarang melakukan penyebarluasan tanpa izin dengan tujuan, komersial atas konten karya siaran Lembaga Penyiaran. 94Adapun ketentuan pidana tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta untuk penggunaan secara komersial yaitu Pasal 113 ayat (2) UUHC 2014 bahwa “Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah.” 95 “Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).” 96 Pembajakan adalah penggandaan hak cipta dan/atau produk hak terkait secara tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan dimaksud secara luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi. 97 Pembajakan terhadap karya orang lain seperti buku dan rekaman adalah salah satu bentuk dari tindak pidana hak cipta yang dilarang dalam Undang-Undang Hak Cipta. Adapun ketentuan pidana UUHC 2014 yang berbunyi:
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). 98Setiap Orang yang memenuhi unsur yang dilakukan dalam bentuk
93
Ibid, Pasal 24 ayat (4). Ibid, Pasal 25 ayat (3). 95 Ibid, Pasal 113 ayat (2). 96 Ibid, Pasal 113 ayat (3). 97 Ibid, Pasal 1 angka 23. 98 Ibid, Pasal 113 ayat (4). 94
pembajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).” 99 Penggandaan adalah proses, perbuatan, atau cara menggandakan satu salinan ciptaan dan/atau fonogram atau lebih dengan cara dan dalam bentuk apapun, secara permanen atau sementara. 100 Penggandaan sebanyak 1 (satu) salinan atau adaptasi program komputer yang dilakukan oleh pengguna yang sah dapat dilakukan tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta. 101Penggandaan untuk kepentingan pribadi atas ciptaan yang telah dilakukan pengumuman hanya dapat dibuat sebanyak 1 (satu) salinan dan dapat dilakukan tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta. 102 Adapun ketentuan pidana UUHC 2014 yang berbunyi: “Setiap orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).” 103 Aktivitas mengunggah foto atau potret orang lain, yang disertai dengan penjelasan di bawah foto/potret tersebut sekarang semakin marak, apalagi dengan semakin seringnya publik menggunakan fasilitas media sosial. Pada saat ini, rezim hak cipta diatur dalam UUHC baru yang mencabut UUHC lama. Berdasarkan UUHC baru, potret adalah karya fotografi dengan objek manusia, dan ini adalah salah satu ciptaan yang dilindungi dalam rezim hak cipta.
99
Ibid, Pasal 116 ayat (4). Ibid, Pasal 1 angka 12. 101 Ibid, Pasal 45 ayat (1). 102 Ibid, Pasal 46 ayat (1). 103 Ibid, Pasal 114. 100
Sebelumnya, UUHC lama memang mengatur bahwa pencipta atau pemegang hak cipta atas potret seseorang harus mendapatkan izin dari orang yang dipotret, atau izin ahli warisnya ketika ingin melakukan publikasi atas potret yang dimaksud. Namun, ketentuan seperti ini tidak lagi tercantum dalam UUHC 2014.
Sebagai
gantinya, melarang penggunaan secara komersial, penggandaan, pengumuman, pendistribusian, dan/atau komunikasi atas potret yang dibuatnya guna kepentingan reklame atau periklanan secara komersial tanpa persetujuan tertulis dari orang yang dipotret atau ahli warisnya. Adapun ketentuan pidana UUHC 2014 yang berbunyi: “Setiap orang yang tanpa persetujuan dari orang yang dipotret atau ahli warisnya melakukan
Penggunaan
Secara
Komersial,
Penggandaan,
Pengumuman,
Pendistribusian, atau Komunikasi atas Potret untuk kepentingan reklame atau periklanan untuk Penggunaan Secara Komersial baik dalam media elektonik maupun non elektronik, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).” 104 Ketika seseorang melakukan publikasi atas potret orang lain bukan untuk tujuan komersial, maka kegiatannya ini tidak dapat dihukum berdasarkan UUHC. Adapun ketentuan pidana UUHC 2014 yang berbunyi: “Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).” 105 Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda
104 105
Ibid, Pasal 115. Ibid, Pasal 116 ayat (1).
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 106 Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 107 Dengan melihat ketentuan dan penjelasan di atas, setiap orang harus hati-hati ketika mempublikasikan foto/potret orang lain. Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah). 108 Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi untuk penggunaan secara komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 109 Setiap Oorang yang memenuhi unsur yang dilakukan dalam bentuk pembajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). 110 Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d untuk penggunaan secara komersial, dipidana dengan pidana penjara paling
lama
4
(empat)
tahun
dan/atau
pidana
denda
paling
banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 111 Setiap orang yang memenuhi unsur
106
Ibid, Pasal 116 ayat (2). Ibid, Pasal 116 ayat (3). 108 Ibid, Pasal 117 ayat (1). 109 Ibid, Pasal 117 ayat (2). 110 Ibid, Pasal 117 ayat (3). 111 Ibid, Pasal 118 ayat (1). 107