23
BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN
A. Bentuk dan Isi Pemberian Kuasa Apabila dilihat dari cara terjadinya, perjanjian pemberian kuasa dibedakan menjadi enam macam yaitu:28 a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Akta umum Pemberian kuasa dengan akta umum adalah suatu pemberian kuasa yang dilakukan antara pemberi kuasa dan penerima kuasa dengan menggunakan akta notaris, artinya bahwa pemberian kuasa itu dilakukan dihadapan dan dimuka Notaris. Dengan demikian pemberian kuasa mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Surat dibawah tangan, Pemberian kuasa dengan surat dibawah tangan adalah suatu pemberian kuasa yang dilakukan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa, artinya surat pemberian kuasa itu hanya dibuatkan oleh para pihak. Lisan, Pemberian kuasa secara lisan adalah suatu kuasa yang dilakukan secara lisan oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa. Diam-diam, Pemberian kuasa secara diam-diam adalah suatu kuasa yang dilakukan secara diam-diam oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa. Cuma-Cuma, Pemberian kuasa secara Cuma-Cuma adalah suatu pemberian kuasa yang dilakukan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa, artinya penerima kuasa tidak memungut biaya dari pemberi kuasa. Kata khusus, dan Pemberian kuasa khusus yaitu suatu pemberian kuasa yang pemberian kuasa itu hanya mengenai kepentingan tertentu saja atau lebih dari pemberi kuasa. Umum ( Pasal 1793 s.d Pasal 1796 KUHPerdata ). Pemberian kuasa umum yaitu pemberian kuasa yang dilakukan oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa, artinya isi atau substansi kuasanya bersifat umum dan segala kepentingan diri pemberi kuasa.
28
Salim H.S., Hukum Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 84
23
Universitas Sumatera Utara
24
Isi pemberian kuasa ditentukan oleh pihak pemberi kuasa. Pemberi kuasa biasanya memberikan kuasa kepada penerima kuasa untuk mewakilinya, baik diluar pengadilan maupun di muka pengadilan.29 Isi pemberian kuasa meliputi:30 a.
Pemberian kuasa Khusus yang berisi tugas tertentu, dalam hal ini pemberi kuasa menyuruh penerima kuasa untuk melaksanakan suatu atau beberapa hal tertentu saja.
b.
Pemberian kuasa umum mengandung isi dan tujuan untuk melakukan tindakantindakan pengurusan barang-barang harta kekayaan pemberi kuasa.
c.
Kuasa istimewa, yaitu surat kuasa yang sangat khusus secara tegas menyebutkan satu persatu, tindakan apa yang harus dilakukan oleh penerima kuasa.
d.
Kuasa perantara, kuasa yang hanya jadi penghubung antara pemberi kuasa dengan pihak ketiga. Pemberi kuasa diwajibkan memenuhi perikatan-perikatan yang diperbuat oleh
penerima kuasa menurut kekuasaan yang telah diberikan kepadanya, pemberi kuasa diwajibkan mengembalikan kepada penerima kuasa semua persekot-persekot dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh orang ini untuk melaksanakan kuasanya begitu pula untuk membayar upahnya, jika ini telah diperjanjikan.31 Ada beberapa Kewajiban penerima kuasa yang harus dilaksanakan meliputi:
29
R. Subekti, Op. Cit., hal. 85 Yahya Harahap, Op. Cit, hal. 308 31 R. Subekti, Op. Cit, hal. 148
30
Universitas Sumatera Utara
25
a.
Melaksanakan kuasa yang diberikan dengan sesempurna mungkin sesuai dengan wewenang yang dilimpahkan oleh pemberi kuasa.
b.
Penerima kuasa wajib mempertanggungjawabkan kerugian yang timbul akibat kelalaian dan ketidaksempurnaan dalam melaksanakan wewenang yang dilimpahkan pemberi kuasa kepadanya.
c.
Penerima
kuasa
wajib
melaporkan
dan
membuat
perhitungan
pertanggungjawaban atas segala sesuatu yang dilakukannya sehubungan dengan pelaksanaan tugas yang dilimpahkan kepadanya. d.
Penerima kuasa wajib bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan oleh “Kuasa Subsitusi”. Seorang penerima kuasa dapat/boleh melimpahkan kuasa yang diterimanya
dari pemberi kuasa kepada orang lain sebagai penggantinya untuk melaksanakan perwakilan yang diberikan kepadanya (Pasal 1803 KUHPerdata), sesuai dengan ketentuan Pasal diatas penerima kuasa harus bertanggung jawab atas tindakan kuasa subsitusi: a.
Apabila pengangkatan kuasa subsitusi “tidak diperbolehkan“ atau tidak mendapat persetujuan lebih dahulu dari pemberi kuasa.
b.
Jika dalam pengangkatan kuasa subsitusi telah mendapat wewenang dari pemberi kuasa, tanpa menentukan lebih dahulu siapa orangnya. Dalam hal ini jika yang diangkat penerima kuasa sebagai kuasa subsitusinya ternyata orang yang tak mampu, penerima kuasa harus bertanggung jawab atas tindakan kuasa subsitusi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
26
c.
Penerima kuasa wajib membayar bunga uang tunai yang diterimanya, jika uang yang diterimanya dipergunakan untuk kepentingan diri sendiri.32
B. Pemberian Kuasa Direktur Perjanjian Pemberian Kuasa diatur dalam Pasal 1792 s.d Pasal 1818 KUHPerdata, Perjanjian Pemberian Kuasa adalah suatu perjanjian yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberi kuasa. Ciri-ciri dari Perjanjian Pemberian Kuasa yaitu:33 a.
Bebas bentuk, artinya dapat dibuat dalam bentuk lisan atau tertulis, dan
b.
Persetujuan timbal balik para pihak telah mencukupi. Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan
kekuasaan (wewenang) kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Dalam jaman yang penuh kesibukan sekarang ini, sering kali orang tidak sempat menyelesaikan urusan-urusannya. Oleh karena itu memerlukan jasa orang lain untuk menyelesaikan urusan-urusan itu. Orang ini lalu diberikannya kekuasaan atau wewenang untuk menyelesaikan urusan-urusan tersebut atas namanya. Yang dimaksudkan dengan “menyelenggarakan suatu urusan” adalah melakukan suatu
32 33
Yahya Harahap, Op. Cit, hal. 310 Salim H.S., Op. Cit, hal. 84
Universitas Sumatera Utara
27
“perbuatan hukum” yaitu suatu perbuatan yang mempunyai atau “menelorkan” suatu “akibat hukum”.34 Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan seseorang sebagai pemberi kuasa dengan orang lain sebagai penerima kuasa, guna melakukan suatu perbuatan/tindakan untuk dapat “atas nama” si pemberi kuasa.35 Subjek dalam perjanjian pemberian kuasa adalah pemberi kuasa dan penerima kuasa, yang menjadi pokok perjanjian pemberian kuasa adalah dapat satu atau lebih perbuatan hukum dalam hukum harta kekayaan. Mengenai badan hukum publik yang juga terikat dengan ketentuan hukum perdata diantaranya adalah Perusahaan Jawatan, Perusahaan Umum dan Perusahaan Perseroan maka pihak yang dapat memberi kuasa masing-masing adalah Kepala Jawatan untuk Perusahaan Jawatan, Direksi Perum untuk Perusahaan Umum dan Direksi Perseroan untuk Perusahaan Perseroan. Karenanya dalam mencermati siapa yang berhak dalam memberikan kuasa tergantung dari anggaran dasar PT tersebut mengacu pada Undang-Undang Perseroan Terbatas. Direksi dapat memberikan kuasa dalam hal untuk menjalankan kegiatan usaha dan tujuan PT seperti yang dimuat pada Anggaran Dasar. Kuasa yang diberikan oleh direksi sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada Pasal 103 UUPT bahwa:36 Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan Perseroan atau lebih atau kepada orang lain untuk dan atas nama Perseroan 34
R. Subekti, Op. Cit, hal. 140 Yahya Harahap, Op. Cit, hal. 306 36 Lihat Pasal 103 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 35
Universitas Sumatera Utara
28
melakukan perbuatan hukum tertentu sebagaimana yang diuraikan dalam surat kuasa. Menurut penjelasan pasal 103 UUPT tersebut menyebutkan bahwa yang dimaksud “kuasa” adalah kuasa khusus untuk perbuatan tertentu sebagaimana disebutkan dalam surat kuasa. Klausula-klausula yang terdapat di dalam surat kuasa haruslah jelas menyebutkan identitas para pihak yakni Pihak Pemberi Kuasa dan Pihak Penerima Kuasa, hal yang dikuasakan secara khusus dan rinci, tidak boleh mempunyai arti ganda dan menyebutkan jangka waktu pemberian kuasa. Dengan demikian menjadi jelas batasan hak yang dikuasakan baik bagi pemberi kuasa maupun bagi penerima kuasa sendiri. Pemberi kuasa tak dapat menuntut terhadap hal-hal yang tidak dikuasakan, sedangkan penerima kuasa juga tak dapat melakukan kuasa melebihi kuasa yang diberikan. Bila hal ini terjadi maka pihak yang dirugikan dapat menuntut secara pribadi kepada penerima kuasa, sedangkan tindakan yang dilakukan penerima kuasa yang tidak dikuasakan tersebut menjadi batal demi hukum. Pengaturan mengenai jangka waktu berlakunya kuasa tidak diatur di dalam peraturan perundang-undangan. KUHPerdata hanya mengatur mengenai berakhirnya kuasa yang terdapat pada Pasal 1813-1819 KUHPerdata. Jadi, jangka waktu berlakunya suatu surat kuasa bergantung pada kesepakatan para pihak, sesuai dengan asas kebebasan berkontrak dalam pasal 1338 KUHPerdata. Macam-macam cara berakhirnya pemberian kuasa berdasarkan KUHPerdata meliputi:
Universitas Sumatera Utara
29
a.
Dengan ditariknya kembali kuasanya oleh pemberi kuasa ; Si pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya manakala itu dikehendakinya dan jika ada alasan untuk mengembalikan kuasa yang dipegangnya.37 Yang dimaksudkan oleh ketentuan ini adalah bahwa si pemberi kuasa dapat menghentikan kuasa itu “at any time” asal dengan pemberitahuan penghentian dengan mengingat waktu yang secukupnya. Bila si kuasa tidak mau menyerahkan kembali kuasanya secara sukarela, ia dapat dipaksa berbuat demikian lewat pengadilan.
b.
Dengan pemberitahuan penghentian kuasanya oleh si juru kuasa ; pemberi kuasa dapat mengakhiri atau menarik kembali kuasanya setiap waktu manakala itu dikehendakinya (pasal 1814), begitu pula dari pihaknya si penerima kuasanya, asal
dengan
mengindahkan
waktu
secukupnya
dalam
memberitahukan
penghentian kepada si pemberi kuasa. Namun jika pemberitahuan penghentian ini baik karena ia dilakukan dengan tidak mengindahkan waktu, maupun karena salahnya si kuasa, membawa rugi bagi si pemberi kuasa, maka penerima kuasa harus diberikan ganti rugi oleh si kuasa, kecuali apabila si kuasa berada dalam keadaan tak mampu meneruskan kuasanya dengan tidak membawa rugi yang tidak sedikit bagi dirinya sendiri.38 c.
Dengan meninggalnya, pengampuannya atau pailitnya si pemberi kuasa maupun si penerima kuasa;
37 38
Lihat Pasal 1814 KUHPerdata Lihat Pasal 1817 KUHPerdata
Universitas Sumatera Utara
30
Jika si kuasa meninggal, para ahli warisnya harus memberitahukan hal itu kepada si pemberi kuasa, jika mereka tahu tentang adanya pemberian kuasa, dan sementara itu mengambil tindakan-tindakan yang perlu menurut keadaanbagi kepentingan si pemberi kuasa, atas ancaman mengganti biaya, kerugian dan bunga, jika ada alasan untuk itu.39 d.
Dengan perkawinan si perempuan yang memberikan atau menerima kuasa; Pemberian kuasa tergolong pada perjanjian dimana prestasi sangat erat hubungannya dengan pribadi para pihak. Mengenai kawinnya seorang perempuan yang memberikan atau menerima kuasa, dengan lahirnya UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang menganggap seorang perempuan yang bersuami sepenuhnya cakap menurut hukum, ketentuan yang berkenaan dengan kawinnya seorang perempuan, dengan sendirinya tidak berlaku lagi. Pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya manakala itu dikehendakinya,
dan jika ada alasan untuk itu, memaksa penerima kuasa untuk mengembalikan kuasa yang dipegangnya (Pasal 1814 KUHPerdata), yang dimaksudkan oleh ketentuan ini adalah bahwa pemberi kuasa dapat menghentikan kuasa itu kapan saja asal dengan pemberitahuan penghentian dengan mengingat waktu yang secukupnya. Bila penerima kuasa tidak mau menyerahkan kembali kuasanya secara sukarela, ia dapat dipaksa berbuat demikian lewat pengadilan.40
39 40
Lihat Pasal 1819 KUHPerdata R. Subekti, Op. Cit, Hal. 151
Universitas Sumatera Utara
31
C. Tata Cara Pemberian Kuasa Direktur Pada Proyek Pembangunan Jalan Kuasa dapat diberikan dan diterima dalam suatu akta umum, dalam suatu tulisan di bawah tangan, bahkan dalam sepucuk surat ataupun dengan lisan. Jika dilihat dari cara bertindaknya, penerima kuasa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:41 a.
Penerima kuasa bertindak atas namanya sendiri. Hal ini sering dilakukan oleh seorang komisioner yang melakukan perbuatan hukum seolah-olah untuk dirinya sendiri.
b.
Penerima kuasa bertindak atas nama orang lain, perbuatan yang dilakukan untuk orang lain dan pada saat melakukannya penerima kuasa menyatakan bahwa ia melakukannya untuk orang lain. Suatu badan hukum dapat memberikan kuasanya pada seseorang untuk melakukan perbuatan hukum atas namanya. Dengan pemberian kuasa tersebut, badan hukum tersebut harus memenuhi kewajiban-kewajiban yang diatur oleh hukum. Didalam Pasal 1793 KUHPerdata disebutkan bentuk perjanjian pemberian
kuasa, dapat dilakukan dengan akta otentik, dalam bentuk tulisan dibawah tangan dan dengan lisan : a.
Pemberian kuasa dengan akta otentik adalah suatu pemberian kuasa, yang dibuat antara pemberi kuasa dan penerima kuasa, artinya perjanjian kuasa dibuat dimuka dan dihadapan Notaris.
41
Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, cet. IV, (Bandung: Binacipta, 1987), hal, 11
Universitas Sumatera Utara
32
b.
Pemberian kuasa dalam bentuk tulisan dibawah tangan merupakan perjanjian pemberian kuasa yang dibuat secara tertulis antara pemberi kuasa dan penerima kuasa.
c.
Perjanjian pemberian kuasa secara lisan merupakan perjanjian pemberian kuasa, artinya pihak pemberi kuasa memberikan kuasa secara lisan kepada penerima kuasa tentang hal yang dikuasakannya.42
d.
Kuasa bisa juga terjadi berbentuk kuasa secara diam-diam, artinya suatu kuasa bisa terjadi dengan sendirinya tanpa persetujuan lebih dahulu. Kuasa secara diam-diam dapat disimpulkan dari tindakan yang dilakukan oleh seseorang (Pasal 1793 ayat 2). Definisi akta otentik diatur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, yaitu suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya. Pegawai umum yang dimaksudkan dalam membuat akta secara otentik adalah notaris. Hal ini diatur dalam ketentuan umum Pasal 1 sub 1 Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yaitu notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik.43 Sebagai pegawai umum, segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkannya (konstatir) adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam proses hukum. Akta dalam bentuk otentik dipandang sebagai alat bukti tertulis dengan kekuatan pembuktian sempurna, karena 42
Ibid, hal. 85 H. Djuhad Mahja, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, (Jakarta: Durat Bahagia, 2005), hal. 60 43
Universitas Sumatera Utara
33
dijamin oleh notaris. Sedangkan definisi perjanjian di bawah tangan diatur dalam Pasal 1874 ayat (1) KUH Perdata, yaitu akta-akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat-surat, register-register, surat-surat urusan rumah tangga dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa perantaraan seorang pegawai umum. Pemberian kuasa itu adalah bebas dari sesuatu bentuk cara (formalitas) tertentu, dengan perkataan lain merupakan suatu perjanjian konsensual artinya sudah mengikat (sah) pada detik tercapainya sepakat antara si pemberi kuasa dan si penerima kuasa.44 Pemberian kuasa direktur pada proyek pembangunan jalan dilakukan secara tulisan, yaitu dengan akta otentik. Pemberian kuasa tersebut dilakukan secara khusus yaitu hanya meliputi satu kepentingan tertentu atau lebih. Dalam hal ini khusus bertindak untuk melakukan pengurusan dan melaksanakan sampai selesai kegiatan pekerjaan proyek pembangunan jalan atas nama perusahaan tersebut.
D. Pelaksanaan Pemberian Kuasa Direktur pada Proyek Pembangunan Jalan Ketentuan mengenai perjanjian pemborongan telah diatur dalam Pasal 1601 b Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemborongan pekerjaan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan. 45
44 45
R. Subekti, Op. Cit, hal. 141 R. Subekti dan Tjitrosudibio, Op. Cit, hal 391
Universitas Sumatera Utara
34
Kontrak kerja konstruksi, yang diartikan sebagai keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi (Pasal 1 angka 5 UU No. 18 Tahun 1999). Dengan demikian dapat dilihat bahwa pengertian kontrak kerja konstruksi adalah suatu perbuatan hukum antara pihak pengguna jasa dengan pihak penyedia jasa konstruksi dalam melaksanakan pekerjaan jasa konstruksi dimana dalam hubungan hukum tersebut diatur mengenai hak dan kewajiban para pihak. Para pihak dalam pekerjaan konstruksi terdiri dari: pengguna jasa dan penyedia jasa (perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi).46 Penjelasan ini berarti bahwa dimensi hukum dalam kontrak kerja konstruksi adalah dimensi hukum perdata, bukan hukum pidana karena dalam hukum pidana tidak dikenal adanya kontrak. Dalam konteks ini, kontrak kerja konstruksi tunduk pada Pasal 1313 KUHPerdata jo Pasal 1320 KUHPerdata. Hubungan hukum antar para pihak dalam jasa konstruksi sebagaimana diatur dalam UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, adalah hubungan kontraktual (berdasarkan kontrak) yang harus memenuhi persyaratan sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Berdasarkan pasal 1338 KUHPdt, para pihak bebas untuk menentukan bentuk dan isi perjanjian, namun kebebasan untuk menentukan bentuk dan isi perjanjian sekiranya telah hilang karena di dalam Pasal 22 UU No. 18 Tahun 1999, telah ditentukan isi dari suatu kontrak kerja jasa konstruksi. Bentuk perjanjian
46
Lihat Pasal 1 angka 3, 4, 9, 10, dan 11, jo Pasal 14, 15, dan 16 UU Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
Universitas Sumatera Utara
35
jasa konstruksi yang ada adalah bentuk kontrak standar, dengan tujuan untuk menjaga agar kontrak dan pelaksanaan tetap mengikuti ketentuan peraturan perundangundangan. Para pihak terutama pihak penyedia jasa tidak mempunyai kebebasan dalam menentukan kontrak kerja konstruksi. Karena semua proses dari tahapan awal dari pendaftaran sampai dengan penetapan pemenang lelang semuanya telah diatur oleh undang-undang berikut peraturan pelaksanaannya termasuk dalam perjanjian kontrak kerja konstruksi telah diatur dalam bentuk standar kontrak. Pihak pengguna jasa dalam hal ini terutama pemerintah dan atau lembaga negara lebih dominan untuk menentukan isi perjanjian.47 Pada umumnya pemborongan pekerjaan dari sektor swasta dikenal dua prosedur pemilihan pemborong yaitu: 1.
Pemilihan kontraktor secara negosiasi Melalui sistem negosiasi, pemilihan kontraktor tidak dilakukan dengan suatu tender tertentu, akan tetapi pihak pemilik pekerjaan bernegosiasi langsung dengan pihak pemborong untuk memastikan apakah kontraktor tersebut dapat dipilih untuk mengerjakan proyek yang bersangkutan, sehingga prosedur negosiasi ini praktis lebih bersifat informal. Dalam hal ini pihak pemilik pekerjaan mengontak satu atau lebih pemborong yang menurut penilaiannya mampu mengerjakan pekerjaan yang dimaksud, sambil menginformasikan persyaratan-persayaratan untuk itu. 47
Budi F. Supriadi, Kedudukan Para Pihak Dalam Kontrak Kerja Jasa Konstruksi Ditinjau Dari Azas Kebebasan Berkontrak Dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi. Majalah Ilmiah Unikom, Vol.5, hal. 157-158.
Universitas Sumatera Utara
36
Biasanya pihak pemilik pekerjaan memintakan kepada pihak pemborong untuk memasukkan juga penawaran kepada pihak pemilik pekerjaan. 2.
Pemilihan Kontraktor secara Tender Ada dua macam tender yang lazim dilakukan dalam praktek, yaitu pertama sistem tender terbuka, pada sistem tender ini pihak pemilik pekerjaan mengundang semua pihak yang berkepentingan untuk berpartisipasi dalam tender tersebut, dalam hal ini diumukan dengan cara pemasangan iklan di media masa. Kemudian tender terbatas, yaitu hanya mengundang beberapa pihak tertentu saja untuk berpartisipasi dalam tender tersebut. Tentu saja sungguhpun sistem tender ini terkesan formal dengan dokumentasi yang lebih rumit akan tetapi sistim ini mengandung manfaat yang lebih nyata, antara lain dengan semakin banyaknya pihak yang berpartisipasi dalam tender tersebut, tentu akan ditemukan semakin banyak pilihan yang pada akhirnya akan menemukan kontraktor yang terbaik. Dari kedua prosedur pemilihan pemborong tersebut, pemilihan kontraktor
secara tender terbatas yang sering digunakan untuk pekerjaan pemborongan bangunan yang berasal dari pihak swasta, untuk perusahaan swasta yang telah berbadan hukum misalnya: Perseroan Terbatas. Sedangkan untuk pemberi pekerjaan pemborongan bangunan yang berasal dari perorangan, digunakan prosedur pemilihan kontraktor secara negosiasi, misalnya: bangunan rumah tinggal.
Universitas Sumatera Utara
37
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2010 menentukan bahwa yang menjadi prosedur pemilihan perencana konstruksi dan pengawas konstruksi adalah sebagai berikut: a.
Pengumuman
b.
Pendaftaran untuk mengikuti pelelangan;
c.
penjelasan;
d.
Pemasukan penawaran
e.
Evaluasi penawaran
f.
penetapan calon pemenang dilakukan berdasarkan penilaian kualitas, gabungan kualitas dan harga, harga tetap, atau harga terendah;
g.
Pengumuman calon pemenang
h.
masa sanggah; dan
i.
Penetapan pemenang Untuk dapat terlaksananya kegiatan jasa pemborongan, sebelumnya harus
didahului dengan pengikatan para pihak yang sepakat mengikatkan diri antara satu dengan lainnya serta dituangkan dalam suatu perjanjian jasa pemborongan, sehingga menimbulkan hubungan hukum dan akibat hukum bagi para pihak. Perjanjian pemborongan bentuknya bebas (vormvrij) artinya perjanjian pemborongan dapat dibuat secara lisan maupun tertulis. Dalam praktek, apabila perjanjian pemborongan menyangkut harga borongan kecil biasanya perjanjian pemborongan dibuat secara lisan, sedangkan apabila perjanjian pemborongan
Universitas Sumatera Utara
38
menyangkut harga borongan yang agak besar, biasanya perjanjian dibuat secara tertulis baik dengan akta dibawah tangan atau akta autentik (akta notaris).48 Selain itu perjanjian jasa pemborongan juga bersifat formil, karena khusus dalam proyek-proyek pemerintah, harus dibuat secara tertulis dan dalam bentuk perjanjian standar artinya perjanjian pemborongan (surat perintah kerja dan surat perjanjian pemborongan) dibuat dalam model-model formulir tertentu yang isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang memborongkan. Proyek pemborongan bangunan yang diperoleh lewat prosedur lelang (tender terbatas) oleh Dinas P.U. Abdya, yang keluar sebagai pemenang lelang adalah peserta yang mengajukan penawaran terendah. Akan tetapi dalam prakteknya tidak selalu peserta lelang atau kontraktor yang mengajukan penawaran terendah yang ditunjuk sebagai kontraktor pelaksana proyek oleh panitia lelang/pengadaan, juga melihat dari harga yang ditawarkan dari pihak pemborong dalam penawaran apakah wajar atau tidak. Harga dalam penawaran telah dianggap wajar dalam batas ketentuan mengenai harga satuan (harga standar) yang telah ditetapkan, serta telah sesuai dengan ketentuan yang ada, maka panitia dapat menetapkan peserta yang telah memasukkan penawaran yang paling menguntungkan bagi pemberi borongan pekerjaan. a.
Penawaran secara teknis dapat dipertanggungjawabkan;
48
FX. Djumaialdji, Hukum Bangunan, Dasar-dasar Hukum Dalam Proyek dan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT.Rineka Cipta, 1996), hal 4.
Universitas Sumatera Utara
39
b.
Perhitungan harga yang ditawarkan dapat dipertanggungjawabkan;
c.
Penawaran tersebut adalah yang terendah diantara penawaran-penawaran yang memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b.49 Hal ini terjadi apabila panitia lelang melihat bahwa harga yang diajukan
terlalu rendah dan dianggap tidak wajar, sehingga dikuatirkan proyek tersebut tidak dapat dikerjakan dengan hasil yang baik. Selain itu langkah ini diambil untuk menghindari penurunan kualitas hasil kerja dari pemborong dengan pola “asal jadi” dan mengantisipasi harga pasar dari harga pasar dari harga bahan baku proyek yang cenderung meningkat. Prosedur pemilihan pemborong/rekanan/kontraktor/penyedia jasa dengan metoda pelelangan umum dalam Peraturan Presiden 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah terdiri dari : 1.
Prakualifikasi, yaitu proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan syarat tertentu lainnya dari penyedia barang/jasa sebelum penawaran. Proses prakualifikasi secara umum meliputi pengumuman prakualifikasi, pengambilan dokumen prakualifikasi, pemasukan dokumen prakualifikasi, evalusi dokumen prakualifikasi, penetapan calon peserta pengadaan yang lulus prakualifikasi, dan pengumuman hasil prakualifikasi.
2.
Pasca kualifikasi, yaitu proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan syarat tertentu lainnya dari penyediaan barang/jasa setelah memasukkan penawaran. Proses pasca kualifikasi secara umum meliputi 49
FX. Djumialdji, Perjanjian Pemborongan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hal 22
Universitas Sumatera Utara
40
pemasukan dokumen kualifikasi bersamaan dengan dokumen penawaran dan terhadap peserta yang diusulkan untuk menjadi pemenang serta cadangan pemenang dievaluasi dokumen kualifikasinya. Proyek pembangunan jalan Surien yang dikerjakan oleh PT. Aslan Karya Putra, didapat dari prosedur lelang (tender terbatas) yang dilakukan oleh Dinas P.U. Abdya. Akan tetapi dalam pelaksanaan pekerjaan proyek tersebut direktur perusahaan PT. Aslan Karya Putra memberikan kuasa khusus kepada pihak ketiga untuk bertindak atas nama pemberi kuasa di dalam segala hal dan segala urusan yang bersangkut paut dengan kegiatan pekerjaan proyek pembangunan jalan surien pada Dinas P.U. Abdya. Penyerahan kuasa oleh direktur PT. Aslan Karya Putra diberikan kepada penerima kuasa sebelum tender terbatas untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan proyek dilakukan. Dalam hal ini, penerima kuasa bertindak atas nama pemberi kuasa untuk melaksanakan pekerjaan proyek tersebut dimulai dari tahap sebelum kualifikasi hingga berakhirnya pelaksanaan pekerjaan.50 Pemberian kuasa yang dilakukan oleh Direktur PT. Aslan Karya Putra tersebut didasarkan pada ketentuan pada Pasal 103 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan Perseroan atau lebih atau kepada orang lain untuk dan atas nama Perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu sebagaimana yang diuraikan dalam surat kuasa. 50
Wawancara dengan Irwandi (penerima kuasa), pada tanggal 23 Juni 2011.
Universitas Sumatera Utara
41
Isi perjanjian yang terdapat dalam surat kuasa merupakan hal yang terpenting karena ketentuan-ketentuan yang termuat di dalam perjanjian tersebut dapat menggambarkan kondisi dan informasi tentang apa yang disepakati oleh para pihak yang membuatnya baik secara tersirat maupun tersurat. Hubungan yang terjadi antara pemberi kuasa dan penerima kuasa adalah hubungan hukum untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu oleh penerima kuasa dan sebagai kompensasinya pemberi kuasa mendapatkan sejumlah pembayaran yang telah ditetapkan. Sejumlah pembayaran yang didapat oleh pemberi kuasa yaitu didasarkan atas peminjaman perusahaan oleh pihak ketiga untuk melaksanakan proyek pembangunan jalan antara Dinas P.U. Abdya dengan PT. Aslan Karya Putra tersebut. Klausula yang terdapat di dalam perjanjian kuasa tidak mengatur mengenai besarnya pembayaran yang akan diterima oleh pemberi kuasa, tetapi hanya mengatur hubungan-hubungan hukum dan segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan proyek pembangunan jalan. Mengenai besarnya pembayaran yang akan diterima oleh pemberi kuasa hanya dilakukan berdasarkan perjanjian dibawah tangan antara pemberi kuasa dan penerima kuasa, yang dilakukan sebelum penyerahan proyek pembangunan jalan kepada penerima kuasa. 51
51
Wawancara dengan Wariji, S.H. Direktur PT. Aslan Karya Putra, pada tanggal 21 Juni
2011.
Universitas Sumatera Utara