BAB II METODE BERCERITA, PERHATIAN DAN PEMBELAJARAN PAI
A. METODE BERCERITA 1. Pengertian Bercerita Cerita adalah uraian, gambaran, atau deskripsi tentang peristiwa atau kejadian tertentu. Menurut Hidayat, bercerita merupakan aktivitas menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan, pengalaman, atau kejadian yang sungguh-sungguh terjadi maupun hasil rekaan. 1 Bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada orang lain dengan alat atau tanpa alat peraga, apa yang harus disampaikan dalam bentuk pesan, informasi atau sebuah dongeng yang untuk didengarkan dengan rasa menyenangkan, oleh karena itu orang yang akan menyajikan cerita harus menyampaikannya dengan menarik. 2 Dalam buku lain diterangkan bahwa bercerita adalah kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menyampaikan suatu pesan, informasi atau sebuah dongeng belaka, yang bisa dilakukan secara lisan atau tertulis. Cara penuturan cerita tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan alat peraga atau tanpa alat peraga. Seorang anak yang
1
Aprianti Yofita Rahayu, Menumbuhkan Kepercayaan Diri melalui Kegiatan Bercerita, (Jakarta: PT Indeks,2013), hlm. 80 2 Nur Biana Dhieni, Metode Pengembangan Bahasa, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hlm. 6.4
14
15
berada pada rentang usia 3-4 tahun mulai menyukai tuturan cerita atau ia sendiri mulai senang untuk menuturkan sebuah cerita. 3 2. Pengertian Metode Bercerita Metode bercerita adalah cara penyampaian atau penyajian materi pembelajaran secara lisan dalam bentuk cerita dari guru kepada anak didik Taman Kanak-kanak. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajran di Taman Kanak-kanak, metode bercerita dilaksanakan dalam upaya memperkenalkan, memberikan keterangan, atau penjelasan tentang hal baru dalam rangka menyampaikan pembelajaran yang dapat
mengembangkan berbagai
kompetensi dasar anak usia dini. Metode bercerita lebih dikenal dan banyak dipergunakan di Taman Kanak-kanak. Pada dasarnya, metode bercerita ini padanan dari metode ceramah, dengan kata lain untuk anak usia Taman Kanak-kanak dipergunakan istilah metode bercerita sedangkan untuk anak usia sekolah dan orang dewasa menggunakan istilah metode ceramah. 4 3. Tujuan Bercerita Tujuan bercerita bagi anak usia 4-6 tahun adalah untuk memberikan informasi atau menanamkan nilai-nilai social, moral, dan keagamaan, pemberian
3
informasi
tentang
lingkungan
fisik
dan
lingkungan
Winda Gunarti, Lilis Suryani, dan Azizah Muis, Metode pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dasar Anak Usia Dini, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hlm. 5.3 4 Soegeng Santoso, dkk, Dasar-Dasar Pendidikan TK, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hlm. 4.22
16
social. 5Menurut Winda Gunarti, dkk, menyebutkan tujuan dari metode bercerita adalah sebagai berikut: a. Mengembangkan kemampuan berbahasa anak. b. Mengembangkan kemampuan berpikir anak. c. Menanamkan pesan-pesan moral dan nilai-nilai agama. d. Mengembangkan kepekaan social-emosi. e. Melatih daya ingat anak atau memori anak. f. Mengembangkan potensi kreatif anak.6 4. Manfaat Metode Bercerita Moeslichatoen mengemukakan bahwa manfaat dari metode bercerita adalah dapat mengkomunikasikan nilai-nilai budaya, social, keagamaan, etos kerja, etos waktu, etos alam, mengembangkan fantasi anak, dimensi kognisi anak, dan dimensi bahasa anak. Yudha mengemukakan manfaat dari kegiatan bercerita antara lain, cerita mampu melatih daya konsentrasi anak, melatih anak-anak berasosiasi, mengasah
kreativitas
anak,
media
bersosialisasi,
menumbuhkan
kepercayaan dalam diri anak, melatih anak berpikir kritis dan sistematis, kegiatan pembelajaran yang menyenangkan bagi anak, dan yang terakhir melatih kemampuan bahasa anak. Di samping itu, kegiatan bercerita mampu membawa suasana kelas menjadi lebih alamiah, walaupun di dalamnya harus berlangsung tranmisi
5
Moeslichatoen,Metode Pengajaran Di Taman Kanak-Kanak,(Jakarta: Rineka Cipta, 1999),hlm. 171 6 Winda Gunarti, dkk, op.cit.,hlm. 5.5
17
tatanan nilai budaya.Anak –anak menjadi lebih bersemngat belajar karena pada hakekatnya anak senang dengan cerita. 7 5. Bentuk-Bentuk Metode cerita Bentuk-bentuk metode bercerita terbagi dua jenis, yaitu bercerita tanpa alat peraga dan bercerita dengan alat peraga. a. Bercerita Tanpa Alat Peraga 1) Pengertian Bercerita Tanpa Alat Peraga Bercerita tanpa alat peraga adalah kegiatan bercerita yang dilakukan guru saat bercerita tanpa menggunakan media atau alat peraga yang diperlihatkan kepada anak didik. Artinya kegiatan bercerita yang dilakukan guru hanya mengandalkan suara, mimic dan panto mimic atau gerak anggota tubuh guru. Ketentuan kegiatan bercerita tanpa alat ini adalah kemampuan guru secara penuh dalam hal isi cerita, vocal atau suara yang jelas, tenang dan tempo yang baik, intonasi bicara, gaya bahasa, mimic atau ekspresi muka dan panto mimic atau keterampilan gerak tubuh yang menyenangkan
bagi
anak
TK
untuk
mendengarkan
dan
memperhatikan guru bercerita. Namun demikian diharapkan penampilan gurubtidak dibuat-buat secara
berlebihan
sehingga
membuat
anak
tidak
nyaman
mendengarkanya dan tidak tertarik untuk memperhatikanya. Misalnya, saat guru bercerita dengan maksud agar anak ikut merasa terharu
7
Aprianti Yofita Rahayu, op.cit.,hlm. 82-83
18
ketika isi ceritanya demikian, namun ternyata anak tertawa karena dianggap lucu atau merasa takut karena dianggap menyeramkan ketika melihat ekspresi dan gaya guru yang sedang sedih. Bercerita tanpa alat peraga ini mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam penyampaian isi cerita. Kelebihan Bercerita Tanpa Alat Peraga, antara lain: a) Melatih daya konsentrasi anak (perhatian anak) b) Melatih anak untuk menjadi pendengar yang baik c) Mengembangkan daya fantasi anak terhadap hal yang tidak konkret d) Mengembangkan daya ingat anak Kekurangan Bercerita Tanpa Alat Peraga: a) Anak akan cepat merasa jenuh karena tidak didukung dengan adanya media yang menarik. b) Guru kurang berekspresi dengan baik dalam bercerita, sehingga anak kurang tertarik. c) Tanpa adanya media dalam bercerita, tuturan cerita terkesan sangat verbal. d) Anak menjadi pasif menahan banyak hal yang ingin ia ketahui. 8 b. Bercerita Dengan Alat Peraga Kegiatan bercerita dengan alat peraga adalah kegiatan bercerita yang dalam pelaksanaannya menggunakan alat peraga langsung maupun tidak langsung seperti boneka, gambar-gambar, papan flannel,
8
Winda Gunarti, dkk, op.cit., hlm.5.5-5.6
19
buku, atau benda-benda lain. Sebaiknya pada anak usia TK kegiatan bercerita menggunakan alat peraga. Hal ini dimaksudkan untuk menggambarkan peristiwa atau kejadian tentang apa yang akan disampaikan.9 Bercerita menggunakan alat peraga berarti guru menggunakan media atau alat pendukung untuk memperjelas penuturan cerita yang kita sampaikan. Alat peraga atau media tersebut digunakan untuk menarik perhatian dan mempertahankan focus perhatian anak dalam jangka waktu tertentu. Penggunaan alat peraga hendaknya aman bagi anak, menarik serta sesuai dengan tahap perkembangan anak. Bercerita dengan alat peraga dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu: a) Bercerita dengan menggunakan alat peraga langsung Bercerita dengan menggunakan alat peraga langsung, yaitu kegiatan bercerita dengan menggunakan alat peraga asli, sesuai dengan kenyataanya.Alat peraga ini dapat berupa benda hidup atau benda mati.10 Dengan menggunakan alat peraga langsung diharapkan anak dapat memahami isi cerita dan dapat melihat langsung cirri-ciri dan kegunaan dari benda tersebut. Ketentuan yang harus diperhatikan dalam melakukan kegiatan bercerita dengan menggunakan alat peraga langsung, yaitu: a. Isi cerita sesuai dengan tahapan perkembangan anak 9
Aprianti Yofita Rahayu,op.cit.,hlm. 88 Winda Gunarti, dkk,op.cit., hlm. 5.6-5.8
10
20
b. Menggunakan gaya bahasa yang mudah dipahami anak c. Alat peraga yang digunakan tidak membahayakan d. Alat peraga tersebut hendaknya tersimpan dalam tempatnya, misalnya burung merpati dalam sangkarnya, dan dapat dipegang langsung seperti sayuran dan buah-buahan. b) Bercerita dengan alat peraga tidak langsung Bercerita dengan alat peraga tidak langsung adalah bercerita dengan menggunakan alat peraga atau media bukan asli atau tiruan. Media atau alat peraga tersebut bisa berupa benda tiruan. Media tersebut bisa terbuat dari kayu, plastic, atau dari bahan-bahan lain namun tidak membahayakan. Macam- macam bentuk model bercerita dengan alat peraga tidak langsung, antara lain: 1) Bercerita dengan menggunakan gambar Media yang digunakan yaitu gambar tunggal dan gambar seri.Gambar tunggal, yaitu suatu gambar yang memuat seluruh rangkaian isi cerita dalam satu kertas.Gambar seri yaitu, beberapa gambar yang dituangkan dalam beberapa kertas terpisah, memuat keterkaitan isi cerita antara gambar yang satu dengan yang lainya. Gambar yang digunakan untuk anak usia 34 tahun tentu saja adalah gambar sederhana, sesuai dengan tahapan berpikirnya, serta ukuran gambar disesuaikan dengan jangkauan penglihatan anak.
21
2) Bercerita dengan menggunakan buku cerita Kegiatan bercerita ini menggunakan buku cerita sebagai media dalam bercerita.Kegiatan bercerita ini sering disebut juga dengan kegiatan membacakan cerita. Kelebihan dari kegiatan bercerita dengan menggunakan buku cerita adalah mampu memupuk kecintaan anak pada buku, melatih konsentrasi dan mengembangkan kemampuan menyimak. Bercerita dengan membacakan langsung dari buku cerita dapat dilakukan jika guru memiliki buku cerita yang sesuai dengan anak, terutama dikaitkan dengan pesan-pesan yang tersirat di dalam cerita tersebut. Teknik bercerita dengan membacakan langsung perlu memperhatikan pula teknik membaca. Hal itu perlu agar cerita yang dibawakan
menjadi
menarik
serta
“berjiwa”
karena
guru
membacakanya dengan intonasi suara, lafal dan ekspresi wajah yang tepat. 3) Bercerita dengan menggunakan papan flannel Kegiatan bercerita ini menggunakan papan yang terbuat dari bahan flannel dan potongan-potongan gambar lepas yang bisa direkatkan dan dilepaskan dari papan flannel. Potongan gambar lepas tersebut menggambarkan tokoh cerita yang berupa potongan gambar. 4) Bercerita dengan menggunakan boneka Kegiatan bercerita ini menggunakan media boneka sebagai pemeran tokoh dalam cerita. Boneka yang digunakan bisa berupa boneka jari, boneka tangan dan boneka wayang. Boneka jari, yaitu
22
boneka yang dapat dimasukkan ke dalam jari tangan, bentuknya kecil seukuran jari tangan orang dewasa. Boneka tangan adalah boneka yang ukuranya lebih besar dari boneka jari dan bisa dimasukkan ke tangan. Boneka wayang adalah boneka berbentuk dua dimensi atau tiga dimensi yang diberi kayu sebagai pegangan untuk dimainkan seperti halnya memainkan wayang. 11 Bentuk-bentuk pelaksanaan sandiwara boneka dapat menggunakan satu boneka,dua boneka dst, untuk anak usia 4-5 tahun jumlah boneka yang dimainkan maksimal lima.12 5) Bercerita sambil memainkan jari-jari tangan Bercerita denga teknik ini memungkinkan guru berkreasi dengan menggunakan jari tangannya sendiri. Guru dapat menciptakan bermacam-macam cerita dengan memainkan jari tangan, sesuai kreativitas guru masing-masing. 6) Dramatisasi suatu cerita Teknik bercerita dengan dramatisasi seperti ini adalah bercerita dengan cerita memainkan perwatwkan tokoh-tokoh dalam suatu cerita yang disukai anak dan merupakan daya tarik yang bersifat universal. Cerita yang ditampilkan adalah cerita yang disukai oleh anak. Pemilihan
isi
cerita
dapat
disesuaikan
dengan
tema
yang
dikembangkan, atau sikap yang ingin ditanamkan pada anak.
11 12
26
Ibid.,hlm. 5.10-5.18 Departemen Pendidikan Nasional, DIDAKTIK METODIK DI TK (Jakarta:2001), hlm.
23
6. Kelebihan dan Kekurangan Metode Bercerita Metode bercerita sangat menarik bagi anak-anak usia dini, namun metode bercerita juga mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode bercerita, antara lain: a. Dapat menjangkau jumlah anak yang relatif lebih banyak b. Waktu yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan efektif dan efisien c. Pengaturan kelas menjadi lebih sederhana d. Guru dapat menguasai kelas dengan mudah e. Mengembangkan daya konsentrasi anak, serta daya imajinasi anak f. Tidak banyak mengeluarkan biaya Kekurangan metode bercerita, antara lain: a. Anak didik menjadi pasif, karena lebih banyak mendengarkan atau menerima penjelasan dari guru. b. Daya tangkap anak didik yang satu dengan yang lainya berbeda sehingga sukar memahami tujuan pokok cerita c.
Cepat menumbuhkan rasa jenuh apabila penyajian dalam bercerita tidak menarik perhatian anak. 7. Kriteria Pemilihan Cerita a. Isi cerita harus terkait dengan dunia kehidupan anak TK agar dapat mudah memahami isi dari suatu cerita. b. Kegiatan bercerita diusahakan dapat memberikan perasaan gembira, lucu, dan mengasyikkan.
24
c. Kegiatan bercerita harus diusahakan menjadi pengalaman bagi anak yang bersifat unik dan menarik. Kemampuan guru yang harus diperhatikan dalam bercerita: 1. Menguasai isi cerita secara tuntas. 2. Memiliki keterampilan bercerita 3. Berlatih dalam irama dan modulasi suara secara terus-menerus 4. Menggunakan media yang menarik perhatian 5. Menciptakan situasi emosional sesuai dengan tuntutan cerita13
B. PERHATIAN 1. Pengertian Perhatian Perhatian adalah konsentrasi atau aktifitas jiwa terhadap pengamatan,
pengertian
dengan
mengesampingkan
yang
lain.
Perhatian adalah pemusatan tenaga psikis tertuju pada suatu objek. Dengan demikian maka apa yang diperhatikan akan betul-betul disadari oleh individu, dan akan betul-betul jelas bagi individu yang bersangkutan.14 Perhatian adalah mekanisme yang kita gunakan untuk mengantar hal-hal tertentu pada kesadaran dan untuk menenangkan atau tidak memedulikan yang lainya. Perhatian adalah alat pemilih dan
10.3 110
13
Masitoh, dkk. Strategi Pembelajaran TK (Jakarta: Universitas Terbuka, 2011), hlm.
14
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: CV. Andi offset, 2010)., hlm.
25
penyaring yang memungkinkan kita memfokuskan pada apa yang perlu kita lihat atau kita dengar.15 2. Macam-macam perhatian Ditinjau dari segi timbulnya perhatian dibedakan menjadi perhatian spontan dan perhatian tidak spontan. a. Perhatian spontan, yaitu perhatian yang timbul dengan sendirinya timbul dengan secara spontan. Perhatian ini erat hubunganya dengan minat individu. Apabila individu telah mempunyai minat terhadap sesuatu objek, maka terhadap objek tersebut timbul perhatian secara spontan. b. Perhatian tidak spontan, yaitu perhatian yang ditimbulkan dengan sengaja, karena ia harus ada kemauan untuk menimbulkannya. Dilihat dari banyaknya objek yang dapat dicakup oleh perhatian pada suatu waktu, perhatian dibedakan menjadi perhatian yang sempit dan perhatian yang luas. a. Perhatian yang sempit, yaitu perhatian individu pada suatu waktu hanya dapat memperhatikan sedikit objek. b. Perhatian yang luas, yaitu perhatian individu pada suatu waktu dapat memperhatikan banyak objek sekaligus. Sehubungan dengan ini perhatian dapat juga dibedakan atas perhatian yang terpusat dan perhatian yang terbagi-bagi
15
hlm. 51
Wendy L. Ostroff, Memahami Cara Anak-anak Belajar, (Jakarta: PT Indeks, 2013)
26
a. Perhatian yang terpusat, yaitu individu pada suatu waktu hanya dapat memusatkan perhatiannya pada sesuatu objek. b. Perhatian yang terbagi-bagi, yaitu individu pada suatu waktu dapat memperhatikan banyak hal atau objek. Dilihat dari fluktuasi perhatian, maka perhatian dapat dibedakan menjadi perhatian yang statis dan perhatian yang dinamis. a. Perhatian yang statis, yaitu individu dalam waktu tertentu dapat dengan statis perhatiannya tertuju pada objek tertentu. b. Perhatian
dinamis,
yaitu
individu
dapat
memindahkan
perhatiannya secara lincah dari satu objek ke objek lain. 16 Hal-hal yang menarik perhatian, yaitu: 1) Dipandang dari segi objek, maka dapat dirumuskan bahwa hal yang menarik perhatian adalah sesuatu yang keluar dari konteksnya. 2) Dipandang dari segi subyek, hal yang menarik perhatian adalah yang sangat bersangkut paut dengan pribadi si subyek. 17 3. Cara
membangkitkan
perhatian
anak
dalam
kegiatan
pembelajaran: Seorang anak yang memiliki minat dalam belajar, akan timbul perhatiannya dalam kegiatan pembelajaran. Akan tetapi perhatian seseorang kadang kala timbul dan ada kalanya hilang sama sekali.
16
Ibid., hlm. 112 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995).,hlm. 14 17
27
Oleh
karena
itu
diperlukan
kecakapan
guru
untuk
dapat
membangkitkan perhatian anak didik. Perhatian yang dibangkitkan guru tersebut perhatian yang disengaja, sedangkan perhatian yang timbul dengan sendirinya dalam diri anak disebut perhatian spontan. Untuk membangkitkan perhatian yang disengaja, guru harus: a. Dapat menunjukan pentingnya bahan pelajaran yang disajikan bagi siswa b. Berusaha menghubungkan antara apa yang telah diketahui anak dengan materi yang akan disajikan c. Merangsang anak agar melakukan kompetisi belajar yang sehat d. Berusaha menghindarkan hukuman dan dapat memberikan hadiah secara bijaksana. Perhatian spontan dapat dibangkitkan dengan cara: a. Mengajar dengan persiapan yang baik b. Menggunakan alat peraga sebagai media c. Sedapat mungkin menghindari hal-hal yang dianggap tidak perlu d. Menghidupkan suasana kelas.18
18
Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam,( Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 9
28
E. Pembelajaran PAI di RA 1.Pengertian Pendidikan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa : "Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara". 2.Tujuan umum dan arah pendidikan agama Islam Pendidikan Agama bertugas untuk membimbing dan mengarahkan anak didik supaya menjadi muslim yang beriman teguh sebagai refleksi dari keimanan yang telah dibina oleh penanaman pengetahuan agama yang harus dicerminkan dengan akhlak yang mulia sebagai sasaran akhir dari Pendidikan Agama itu. Pendidikan agama Islam harus diarahkan untuk mengembangkan iman, akhlak, hati nurani, budi pekerti serta aspek kecerdasan dan ketrampilan sehingga terwujud keseimbangan. c. Pendidikan Agama Islam di RA Pendidikan agama Islam merupakan kegiatan yang terintegrasi dengan kegiatan pembelajaran lainnya pada Roudhotul Atfal. Tujuanya untuk membentuk pola pikir, pola sikap dan pola tindak peserta yang
29
mengarah pada akhlak mulia. Pembentukan pola tersebut dilakukan melalui kegiatan pembiasaan lebih menekankan pada pengamalan nilainilai ajaran agama yang diimplementasikan kepada kehidupan seharihari. a.
PAI Sebagai Pembiasaan Akhlak Mulia 1) Memberikan pengalaman bermakna bagi peserta didik dalam berbicara, bersikap dan berperilaku yang mulia dalam kehidupan sehari-hari. 2) Sebagai kontrol bagi guru, orang tua dalam memberikan suri tauladan bagi anak dalam membiasakan perilaku yang mulia dalam kehidupan sehari-hari 3)
Menanamkan nilai-nilai akhlak mulia bagi anak sejak dini.
b. Perkembangan Ibadah 1) Mengucapkan dua kalimat syahadat dan artinya 2) Membiasakan sholat tepat pada waktunya 3) Melatih puasa pada bulan Ramadhan 4) Bershadaqah dan membantu yang lain 5) Membiasakan hidup bersih 6) Mensyukuri nikmat Allah dan berterima kasih kepada sesame 7) Membiasakan mengucapkan kalimat thayyibah 8) Senang berdoa (shalawat, dzikir) 9) Mengucapkan surat-surat pendek dan ayat-ayat pilihan 10)
Senang memohon ampunan dan meminta maaf
30
11)
Kebiasaan hidup teratur dan taat pada aturan
c. Perkembangan Akhlaq 1) Terbiasa dan senang mengucapkan salam 2) Terbiasa menjawab salam 3) Terbiasa memulai sesuatu kegiatan dengan doa “Basmallah” 4) Terbiasa mengucapkan kalimat thayyibah yang sesuai 5) Senang meniru kebiasaan/akhlaq Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan sehari-hari 6) Senang dan ikhlas membagi sesuatu dengan teman dan bersedekah 7) Terbiasa dan senang mengikuti tata tertib sekolah 8) Terbiasa dan senang berbicara jujur 9) Terbiasa dan senang berpakaian sesuai anak laki-laki / perempuan 10) Terbiasa dan senang menolong / bersedekah 19 4. Program pengembangan Pendidikan Agama Islam ( Nilai agama dan Moral) di RA a. Aqidah dan akhlak 1) Aqidah a) Menghafalkan syahadat dan artinya b) Menghafalkan Asmaul khusna c) Melafalkan dan menghafalkan doa naik kendaraan 19
Manisah, “Pendidikan Agama Islam di RA”, BINTEK Administrasi guru dan kepala yang diselenggarakan IGTKM Pekalongan, 25-26 Maret 2015.
31
d) Melafalkan dan menghafalkan doa keluar rumah e) Melafalkan dan menghafalkan doa akan dan bangun tidur f) Melafalkan dan menghafalkan doa masuk kamar mandi g) Melafalkan dan menghafalkan doa niat puasa h) Melafalkan dan menghafalkan doa ketika bersin i) Menyebutkan 10 nama-nama malaikat j) Membiasakan mengucapkan kalimat thoyibah k) Menyebut 10 rasul-rasul Allah 2) Akhlak a) Berbuat baik kepada orangtua,guru dan teman b) Membiasakan dan menunjukan perilaku yang baik c) Membiasakan mengucap dan menjawab salam d) Membedakan perilaku baik dan buruk e) Membedakan perbuatan benar dan salah f) Membiasakan perilaku jujur g) Menyayangi makhluk ciptaan Allah swt h) Membiasakan membaca doa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan. i) Membiasakan bersikap ramah kepada orang lain j) Membiasakan membantu dan bekerja sama denga orang lain k) Membiasakan mau berbagi dengan orang lain l) Membiasakan menjaga dan merawat barang milik sendiri
32
m) Membiasakan mengembalikan dan merapikan mainan yang telah digunakan. n) Membiasakan berani mengungkapkan pendapat o) Membiasakan berani memimpin doa p) Membiasakan mematuhi dan menaati peraturan b. Al- Quran dan Hadist 1) Al-quran a) Melafalkan dan menghafalkan surat al-Lahab b) Melafalkan dan menghafalkan surat an-Nashr c) Melafalkan dan menghafalkan surat al-Kafirun d) Melafalkan dan menghafalkan surat al-kaustar e) Mengenal huruf hijaiyah 2) Hadits a) Melafalkan dan menghafalkan hadist menuntut ilmu b) Melafalkan dan menghafalkan hadist surga di bawah telapak kaki ibu c) Melafalkan dan menghafalkan hadist larangan marah 3) Fiqih a) Praktek wudhu dengan benar dan tertib b) Praktek gerakan shalat dengan baik dan tertib c) Menghafalkan doa setelah adzan d) Mengenal thoharoh e) Melafalkan bacaan shalat
33
4) Tarekh a) Mengenal sejarah nabi Muhammad saw b) Mengenal sejarah nabi yusuf c) Mengenal sejarah nabi Nuh d) Mengenal sejarah khulafaurrasyidin 5) Ke-NU-an a) Hafal lagu pendiri NU, neven dan lambang NU b) Nadhoman sifat wajib Allah 20 20
20
YPM. NU Bina Bakti Wanita Pekalongan, Laporan Perkembangan Anak Didik RA MUslimat NU”, 2015.