8
BAB II MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA PEMAHAMAN MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD A.
Kedudukan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, mempunyai kedudukan
yang sangat strategis dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia dan memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, Bahasa Indonesia berfungsi sebagai a) lambang kebanggaan nasional, b) lambang identitas nasional, c) alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda latar belakang sosial budaya dan bahasanya, dan d) alat perhubungan antardaerah. Jadi, dalam hal ini kedudukan Bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa nasional sekaligus bahasa negara dimana dalam kedudukannya tersebut berfungsi sebagai alat komunikasi pemersatu bangsa Indonesia di tengah keragaman yang dimiliki oleh Negara Indonesia. Di Sekolah Dasar, proses pembelajaran Bahasa Indonesia berlandaskan pada a) Landasan formal yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berisi tujuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus, b) Landasan filosofis ideal berupa wawasan teoritik konseptual yang merupakan sejumlah pendekatan yang melandasi pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu pendekatan komunikatif yang dijiwai teori fungsionalisme, pendekatan tematis-integratif, dan pendekatan proses, dan c) Landasan operasional berupa buku teks pelajaran bahasa Indonesia.
B.
Kurikulum Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (Resmini dkk, 2006:31). Guru
9
sebagai perencana dan pelaksana kegiatan pembelajaran hendaknya berpedoman pada kurikulum yang diberlakukan saat ini. Pelaksanaan proses pendidikan di Indonesia didasarkan pada landasan formal berupa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Berdasarkan landasan tersebut maka pelaksanaan pengajaran didasarkan pada
kurikulum yang ditetapkan yaitu Kurikulum 2006 atau yang lebih dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masingmasing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan dan silabus. Dari uraian di atas terlihat bahwa kurikulum yang digunakan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada jenjang Sekolah Dasar adalah KTSP dimana dalam pembelajarannya diorientasikan untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu mulai dari tujuan pendidikan nasional, kurikulum, silabus, pembelajaran, guru sampai pada tujuan siswa. Hal tersebut merupakan tujuan-tujuan yang perlu dicapai dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
C.
Fungsi, Tujuan, dan Prinsip Pembelajaran Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam
berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Di bawah ini akan dijelaskan bagaimana fungsi, tujuan, dan prinsip dari pembelajaran Bahasa Indonesia. 1. Fungsi Pembelajaran Bahasa Indonesia Menurut Depdiknas (Herda, 2010:11) standar kompetensi disiapkan dengan mempertimbangkan kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara serta sastra Indonesia sebagai hasil cipta intelektual produk budaya yang berkonsekuensi pada fungsi mata pelajaran bahasa Indonesia sebagai:
10
a. Sarana pembinaan kesatuan dan persatuan. b. Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. c. Sarana menyebarluaskan pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar sebagai keperluan menyangkut berbagai masalah. d. Sarana pengembangan penalaran. e. Sarana pemahaman beragam budaya Indonesia melalui khazanah kesusastraan Indonesia. Dilihat dari fungsinya, pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia secara benar di setiap jenjang pendidikan khususnya di Sekolah Dasar memiliki nilai positif bagi siswa. Sesuai dengan salah satu fungsi pembelajaran Bahasa Indonesia yang tercantum di atas yaitu berfungsi sebagai sarana pengembangan penalaran, artinya pembelajaran Bahasa Indonesia secara tidak langsung telah membantu dalam pencapaian tujuan umum bahasa dan sastra Indonesia yaitu untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional dan kematangan sosial. Selain itu Dalam rambu-rambu dituliskan bahwa pembelajaran pembelajaran bahasa selain untuk meningkatkan kemampuan berfikir dan bernalar serta kemampuan memperluas wawasan. Hal tersebut terkait dengan fungsi pembelajaran Bahasa Indonesia yang lainnya. 2. Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia Pembelajaran bahasa ditujukan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan penggunaan bahasa, selain itu pembelajaran bahasa diarahkan untuk mempertajam kepekaan perasaan siswa. Siswa tidak hanya diharapkan mampu memahami informasi yang disampaikan secara langsung, melainkan juga yang disampaikan secara tidak langsung. Pembelajaran bahasa, selain untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar, juga untuk memperluas wawasan siswa.
11
Menurut BSNP (Herda, 2010:12) mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: a. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis; b. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara; c. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan; d. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan sosial dan emosional; e. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; dan f. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Menilik dari tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia di atas, secara tersirat dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia adalah untuk mempertahankan eksistensi Bahasa Indonesia dalam kehidupan Bangsa Indonesia. 3. Prinsip Pembelajaran Bahasa Indonesia Pembelajaran bahasa Indonesia dilaksanakan dengan mengacu pada wawasan pembelajaran yang dilandasi prinsip humanisme, progresivisme, dan konstruktivisme. (Resmini, 2006:4). Prinsip humanisme berisi wawasan sebagai berikut: a. Manusia secara fitrah memiliki bekal yang sama dalam upaya memahami sesuatu. Implikasi wawasan ini terhadap kegiatan pengajaran bahasa Indonesia adalah 1) Guru bukan merupakan satu-satunya sumber informasi, 2) Siswa disikapi sebagai subjek
12
belajar yang secara kreatif mampu menemukan pemahaman sendiri, serta 3) Dalam proses belajar mengajar guru lebih banyak bertindak sebagai model, teman pendamping, pemotivasi, fasilitator dan aktor yang juga bertindak sebagai pembelajar. b. Perilaku manusia dilandasi motif dan minat tertentu. Implikasi dari wawasan tersebut dalam kegiatan pengajaran bahasa Indonesia adalah 1) Isi pembelajaran harus memiliki kegunaan bagi pembelajar secara aktual, 2) Dalam kegiatan belajarnya siswa harus menyadari manfaat penguasaan isi pembelajaran bagi kehidupannya, 3) Isi pembelajaran harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan, pengalaman dan pengetahuan pembelajar. c. Manusia selain memiliki kesamaan juga memiliki kekhasan. Implikasi wawasan tersebut dalam kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia adalah 1) Layanan pembelajaran selain bersifat klasikal dan kelompok juga bersifat individual, 2) Pembelajar selain ada yang dapat menguasai materi pembelajaran secara tepat juga ada yang menguasai isi pembelajaran secara lambat, 3) Pembelajar perlu disikapi sebagai subjek yang unik, baik menyangkut proses merasa, berpikir, dan karakteristik individual sebagai hasil bentukan lingkungan
keluarga,
teman
bermain,
maupun
lingkungan
kehidupan
sosial
masyarakatnya. Dalam hal ini guru perlu melihat subyek pembelajar dari berbagai sisi mulai dari pengetahuan, kemampuan intelektual, pengalaman belajar siswa sampai pada lingkungan sekitar siswa yang dapat mempengaruhi proses berpikir siswa. Selain itu, guru juga harus menganggap siswa sebagai subyek aktif yang memiliki kemampuan untuk mencari sendiri pemahaman tentang sesuatu hal sehingga dalam hal ini guru tidak harus selalu menyuapi siswa dengan berbagai informasi melainkan hanya sebagai fasilitator dan motivator bagi siswa dalam memperoleh informasi yang lebih kompleks.
13
Lebih lanjut lagi sejumlah prinsip di atas dapat dihubungkan dengan prinsip progresivisme yang beranggapan bahwa: a. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan tidak bersifat mekanistis tetapi memerlukan daya kreatifitas. Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan melalui kreatifitas ini berkembang
secara
berkesinambungan.
Pemahaman
kosakata
misalnya,
akan
membentuk keterampilan menyusun kalimat. Begitu juga keterampilan membaca dan menulis dibentuk oleh kemampuan memahami kosakata dan keterampilan tersebut diperoleh secara utuh dan berkesinambungan apabila dalam proses pembelajarannya siswa secara aktif melakukan pemaknaan kosakata, berlatih menyusun kalimat, melakukan kegiatan membaca dan berlatih secara langsung. b. Dalam proses belajarnya siswa sering kali dihadapkan pada masalah yang memerlukan pemecahan secara baru. Dalam pemecahan tersebut siswa perlu menyaring dan menyusun ulang pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya secara coba-coba atau hipotesis. Dalam hal ini terjadi cara berpikir yang terkait metakognisi. Sesuai dengan gambaran proses berpikir dalam pemecahan masalah, metakognisi adalah penghubung sesuatu pengetahuan dengan pengalaman atau pengetahuan lain melalui proses berpikir untuk menghasilkan sesuatu. Sejalan dengan wawasan di atas, prinsip konstrutivisme menganggap bahwa proses belajar disikapi sebagai kreatifitas dalam menata serta menghubungkan pengalaman dan pengetahuan hingga membentuk suatu keutuhan. Dalam tindakan kreatif tersebut siswa pada dasarnya merupakan subjek pemberi makna. Kesalahan sebagai bagian dari kegiatan belajar justru dapat membuahkan pengalaman dan pengetahuan baru. Sebab dalam proses pembelajaran, guru sebaiknya tidak “menggurui” melainkan secara adaptif berusaha memahami jalan pikiran siswa untuk kemudian menampilkan sejumlah kemungkinan.
14
Dilihat dari penjelasan mengenai prinsip progresivisme dan konstruktivisme di atas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan secara utuh tidak dapat diperoleh secara instan. Tetapi harus melewati tahapan-tahapan proses yang berkesinambungan serta saling berhubungan antara pengetahuan dan pengalaman. Dalam melewati tahapan-tahapannya guru pun harus memperhatikan karakteristik dan tingkat perkembangan peserta didik agar proses pembelajaran dinilai tidak memberatkan siswa. Hal tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Fulwier (Resmini dkk, 2007: 5) bahwa Like students, teacher as learner are unique. Dinyatakan demikian karena dalam mengendalikan, mengembangkan, sampai ke mengubah bentuk proses belajar mengajar guru bisa jadi sering dihadapkan pada masalah baru. Karena itu, guru juga perlu belajar, mengembangkan kreatifitas sejalan dengan kekhasan subjek didik, peristiwa belajar, konteks pembelajaran, maupun terdapatnya berbagai bentuk perkembangan. D. Pembelajaran Membaca di Sekolah Dasar Bahan pembelajaran Bahasa Indonesia pada tujuan khusus pemahaman tertulis siswa mampu mencari sumber mengumpulkan, menyaring dan menyerap informasi dari bacaan (Depdikbud, 1993 : 2). Pada sisi lain bacaan yang diberikan harus menarik dan bermanfaat, Tarigan (1988 : 27) mengatakan bahwa untuk memperoleh pengukuran pembaca yang lebih tinggi, beberapa prinsip pembaca yang harus diperhatikan adalah : 1. Membaca bukanlah hanya mengenal huruf dan membunyikannya, tetapi harus melampaui pengenalan bunyi dan huruf. 2. Pembaca dan penguasaan bahasa yang terjadi secara serempak. 3. Membaca dan berfikir secara serempak. 4. Membaca menghubungkan lambang tulis dengan ide dan rujukan yang ada dibelakang lambang huruf. 5. Membaca yang bermuara pada pemahaman (membaca berarti memahami)
Berdasarkan pemaparan di atas tampak dengan jelas bahwa membaca bukan hanya mengandalkan kemampuan visual saja dalam artian menerjemahkan simbol huruf ke dalam bentuk kata-kata lisan melainkan melibatkan kemampuan kognitif yaitu
15
menggunakan kesadaran dalam mengolah dan menggunakan informasi yang diperoleh dari proses membaca itu sendiri, sehingga makna yang tersurat maupun tersirat yang terkandung dalam bacaan dapat dipahami dengan baik.
E. Hakikat Membaca 1. Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media katakata/bahasa
tulis.
(Tarigan,
2008:7)
Klein,
dkk.
http://ahmadefendy.blogspot.com/2010/01/metode-membaca.html
(1996)
melalui
mengemukakan
bahwa definisi membaca mencakup (1) membaca merupakan suatu proses, (2) membaca adalah strategi, dan (3) membaca merupakan interaktif. Membaca merupakan suatu proses dimaksudkan informasi dari teks dan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca mempunyai peranan yang utama dalam membentuk makna. Membaca juga merupakan suatu strategi. Pembaca yang efektif menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai dengan teks dan konteks dalam rangka mengkonstruk makna ketika membaca. Strategi ini bervariasi sesuai dengan jenis teks dan tujuan membaca. Membaca adalah interaktif, maksudnya adalah keterlibatan pembaca dengan teks tergantung pada konteks. Orang yang senang membaca suatu teks yang bermanfaat akan menemui beberapa tujuan yang ingin dicapainya, teks yang dibaca seseorang harus mudah dipahami (readable) sehingga terjadi interaksi antara pembaca teks.
16
2. Tujuan Membaca Tarigan (2008:9) mengungkapkan tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Makna, arti (meaning) erat sekali bethubungan dengan maksud tujuan atau intensif kita dalam membaca. Berikut ini, akan dikemukakan beberapa yang penting : a. Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah dilakukan oleh tokoh, dibuat oleh tokoh; apa yang telah terjadi pada tokoh khusus atau untuk memecahkan masalah yang dibuat oleh tokoh. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for details of facts). b. Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipelajari atau yang dialami tokoh, dan merangkumkan hal-hal yang dilakukan oleh tokoh untuk mencapai tujuannya. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh ideide utama (reading for main ideas). c. Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita, apa-apa yang terjadi mula-mula, pertama, kedua dan seterusnya. Setiap tahap ini dibuat untuk memecahkan suatu masalah, adegan-adegan dan kejadian-kejadian buat dramatisasi. Ini disebut membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita (reading for sequence or organization). d. Membaca untuk menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh merasakan seperti cara mereka itu, apa yang hendak diperlihatkan oleh pengarang kepada para pembaca. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi (reading for inference).
17
e. Membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak biasa, tidak wajar mengenai seorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita, atau apakah cerita itu benar atau tidak benar. Ini disebut membaca untuk mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasikan (reading for classify) f. Membaca untuk menemukan apakah tokoh berhasil atau hidup dengan ukuranukuran tertentu, apakah kita ingin berbuat seperti yang diperbuat oleh tokoh, atau bekerja seperti cara tokoh bekerja dalam cerita itu. Ini disebut membaca menilai, membaca mengevaluasi (reading for evaluate). g. Membaca untuk menemukan bagaimana caranya tokoh berubah, bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal, bagaimana dua cerita mempunyai persamaan, dan bagaimana tokoh menyerupai pembaca. Ini disebut membaca untuk memperbandingkan atau mempertentangkan (reading for compare or contrast). 3. Manfaat Membaca Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut tercipta masyarakat yang gemar membaca. Proses belajar yang efektif antara lain dilakukan melalui membaca. Masyarakat yang gemar membaca memperoleh pengetahuan dan wawasan baru yang akan semakin meningkatkan kecerdasannya sehingga mereka lebih mampu menjawab tantangan hidup pada masa-masa yang akan datang. Burns, dkk. (Rahim, 2007 dalam Herda 2010: 22) mengemukakan bahwa kemampuan membaca merupakan sesuatu yang vital dalam suatu masyarakat terpelajar. Namun anak-anak yang tidak memahami pentingnya belajar membaca tidak akan termotivasi untuk belajar. Belajar membaca merupakan usaha yang terus menerus dan anak-anak yang melihat tingginya nilai (value) membaca dalam kegiatan pribadinya akan lebih giat belajar dibandingkan dengan anak-anak yang tidak menemukan keuntungan dari kegiatan membaca. Anak-anak yang telah memahami penting dan
18
manfaat membaca tentu saja dalam dirinya akan timbul sugesti bahwa membaca merupakan kebutuhan dalam hidupnya. Dari penjelasan tersebut tak heran jika banyak orang kerap mengatakan bahwa membaca merupakan jembatan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan wawasan yang seluas-luasnya, karena dengan membaca seseorang tidak akan merasa tertinggal di zaman yang semakin berkembang seperti sekarang ini. 4. Jenis-jenis Membaca Dalam kajian membaca dikenal banyak jenis membaca. Dasar pijakan dalam melakukan pembagian atau penggolongan jenis jenis membaca bermacam-macam. Jenis-jenis membaca menurut Resmini (2006:30 dalam Herda, 2006:21) : a. Membaca pemahaman (Reading For Understanding,), membaca yang bertujuan memahami isi pesan dalam bacaan. b. Membaca memindai disebut juga membaca tatap (scanning), kegiatan membaca yang sangat cepat untuk memperoleh info tertentu dari bahan bacaannya. c. Membaca layap/membaca sekilas (skimming), adalah membaca yang membuat kita bergerak cepat melihat, memperhatikan bahan tertulis untuk mengetahui isi umum/bagian dalam suatu bacaan. d. Membaca intensif (intensive reading), proses membaca yang dilakukan secara seksama, cermat dan teliti dalam penanganan terperinci yang dilakukan pada saat membaca. e. Membaca nyaring/suara keras, kegiatan membaca yang dilakukan untuk meningkatkan membaca dan menyimak. f. Membaca dalam hati, tujuan membaca dalam hati adalah melatih siswa menangkap arti bacaan dalam waktu singkat dan melatih kesanggupan siswa untuk memusatkan perhatian dan pikiran pada satu soal, serta melatih siswa untuk dapat mengambil kesimpulan dari apa yang dibacanya
F. Membaca Pemahaman 1. Pengertian Membaca Pemahaman Membaca pemahaman merupakan istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi keterampilan-keterampilan yang perlu dipahami dan menetapkan informasi yang ada dalam bahn-bahan tertulis (Abidin, 2010:126). Menurut Tarigan (1990) dalam Abidin (2002:126) membaca pemahaman (reading for understanding) adalah jenis membaca
19
untuk memahami standar-standar atau norma kesastraan, resensi kritis, drama tulis dan pola-pola fiksi dalam usaha memperoleh pemahaman terhadap teks. Hal senada juga diungkapkan oleh Nuttal (Fifin, 2007 dalam Tn, 2009:11) bahwa membaca pemahaman merupakan proses interaksi antara pembaca dengan teks dalam suatu peristiwa membaca. Dimana kegiatan tersebut ditekankan pada keterampilan menguasai isi bacaan. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa membaca pemahaman merupakan suatu proses untuk memahami isi bacaan, menyimpulkan isi bacaan, mengenal dan menemukan ide baik yang tersurat maupun yang tersirat dari teks bacaan, serta merefleksikan hal-hal yang telah dibaca. Di bawah ini merupakan beberapa indikasi membaca pemahaman yang harus dicapai adalah sebagai berikut (Abidin, 2010: 127-128): a. Melakukan, pembaca memberikan respons secara fisik terhadap perintah membaca. b. Memilih, pembaca memilih alternatif bukti pemahaman baik secara lisan maupun tulisan. c. Mengalihkan, pembaca mampu menyampaikan secara lisan apa yang telah dibacanya. d. Menjawab, pembaca mampu menjawab pertanyaan tentang isi bacaan. e. Mempertimbangkan, pembaca mampu menggarisbawahi atau mencatat pesanpesan penting yang terkandung dalam bacaan. f. Memperluas, pembaca mampu memperluas bacaan atau minimalnya mampu menyusun bagian akhir cerita (khusus untuk bacaan fiksi). g. Menduplikasi, pembaca mampu membuat wacana serupa dengan wacana yang dibacanya (menulis berdasarkan versi pembaca). h. Modeling, pembaca mampu memainkan peran cerita yang dibacanya. i. Mengubah, pembaca mampu mengubah wacana ke dalam bentuk wacana lain yang mengindikasikan adanya pemrosesan informasi. (Brown, 2001).
2. Prinsip-Prinsip Membaca Pemahaman Mc. Laughlin & Allen (Abidin, 2010:130) mengemukakan prinsip-prinsip membaca yang didasarkan pada penelitian yang paling mempengaruhi pemahaman membaca ialah seperti yang dikemukakan berikut ini:
20
a. Pemahaman merupakan proses konstruktivis sosial Andersen (Rahim, 2008) mengemukakan bahwa kaum konstruktivis yakin bahwa siswa membangun dan menghubungkan pengetahuan dengan pengetahuan yang telah diketahuinya. b. Keseimbangan kemahiraksaraan merupakan kerangka kerja kurikulum yang membantu perkembangan pemahaman. c. Guru membaca yang profesional (unggul) mempengaruhi belajar siswa. Guru yang unggul sadar apa yang dikerjakan dengan baik dan apa yang dibutuhkan siswa untuk berhasil. Dalam proses membaca guru berperan untuk menciptakan pengalaman yang memperkenalkan, memelihara atau memperluas kemampuan siswa untuk memahami teks. d. Pembaca yang baik memegang peranan yang sangat strategis dan berperan aktif dalam proses membaca. McLaughlin & Allen menyatakan pembaca yang baik adalah pembaca yang berpartisipasi aktif dalam proses membaca. Mereka mempunyai tujuan yang jelas serta memonitor tujuan membaca mereka dari teks yang mereka baca. Pembaca yang baik menggunakan strategi pemahaman untuk mempermudah membangun makna. e. Membaca hendaknya terjadi dalam konteks yang bermakna Siswa perlu mengakrabi teks dalam berbagai tingkat kesukaran. Ketika tingkat teks yang sedang digunakan adalah teks yang sulit, guru membantu siswa dalam meningkatkan pengalaman belajar dan siswa menerima berbagai tingkat dukungan dari guru, bergantung pada tujuan dan setting pengajaran. f. Siswa menemukan manfaat membaca yang berasal dari berbagai teks pada berbagai tingkat kelas. Pengalaman membaca berbagai jenis materi bacaan memberikan siswa pengetahuan sejumlah struktur teks dan meningkatkan proses memahami suatu teks. g. Perkembangan kosakata dan pembelajaran mempengaruhi pemahaman membaca. Blachowies & Fisher (Rahim, 2008) mengidentifikasi empat petunjuk (guide lines) untuk pengajaran kosakata, yaitu (1) siswa hendaknya diprkenalkan secara aktif dalam memahami kata-kata dan dihubungkan dengan strategistrategi, (2) belajar kosakata hendaknya sesuai dengan selera (keinginan) siswa, (3) siswa diajarkan mengakrabi kata-kata, dan (4) siswa harus mengembangkan kosakatanya melalui wacana-wacana yang diulang penggunaannya dari berbagai sumber informasi. h. Pengikutsertaan adalah suatu faktor kunci pada proses pemahaman. Tierry (Rahim, 2008) menggambarkan proses berpikir harus terlibat ketika membaca oleh karenanya siswa (dalam pikiran mereka) harus menjadi bagian dari cerita. Keterlibatan pembaca termotivasi untuk membaca dengan berbagai tujuan, memanfaatka pengetahuan yang diproleh dari pengalaman sebelumnya untuk membangkitkan pemahaman baru serta berpartisipasi dalam interaksi sosial yang bermakna tentang bahan bacaan. i. Gunakan strategi dan keterampilan membaca pemahaman yang bisa diajarkan. 1) Peninjauan – mengaktifkan latar belakang pengetahuan memprediksi dan menyusun tujuan
21
2) Membuat pertanyaan sendiri – membuat pertanyaan untuk memandu baca 3) Membuat hubungan, menghubungkan membaca dengan dirinya sendiri, teks, dan lain-lain 4) Memvisualisasikan – menciptakan gambaran secara mental sambil membaca 5) Mengetahui bagaimana kata-kata menjadi kalimat bermakna, memahami kata-kata melalui perkembangan kosakata yang strategis, mencakup penggunaan sintaksis, yang memberi petunjuk makna kata untuk menemukan kata-kata yang tidak dikenal. 6) Memonitor – menanyakan “bisakan ini dipahami?”, memperjelas dengan mengadaptasi proses strategis untuk mengakomodasi tanggapan 7) Meringkas – menyintesiskan gagasan-gagasan yang penting 8) Mengevaluasi, membuat pertimbangan-pertimbangan j. Penilaian yang dinamis menginformasikan pembelajaran membaca pemahaman.
Menilai kemajuan siswa penting karena memungkinkan guru menemukan kelebihan dan kekurangan, merencanakan pengajaran dengan tepat, mengkomunikasikan kemajuan
siswa kepada orang tua,
dan
mengevaluasi keefektifan strategi mengajar.
2. Tujuan Membaca Pemahaman Greene dan Patty (Tarigan, 1994:37) dalam (Herda, 2010:30) mengemukakan tujuan membaca pemahaman untuk : a. Menemukan ide pokok b. Memilih butir-butir penting c. Mengikuti petunjuk-petunjuk d. Menentukan organisasi bahan bacaan e. Menentukan citra visual dan citra lainnya dari bacaan
22
f. Menarik kesimpulan g. Menduga makna dan meramalkan dampak-dampak h. Merangkum wacana yang dibaca i. Membedakan fakta dan pendapat j. Memperoleh informasi dari aneka sumber, ensiklopedia, atlas dan peta Untuk melakukan poin-poin di atas tentu saja seseorang harus benar-benar memahami teks bacaan agar hal-hal tersebut dapat dilakukan dengan baik. Misalnya pada poin menemukan ide pokok, seseorang tidak akan dapat mengetahui ide pokok atau apa yang menjadi pokok bahasan dalam suatu teks bacaan jika orang tersebut tidak benarbenar memahami isi bacaan itu sendiri. Itulah yang menjadi salah satu tujuan seseorang membaca sekaligus memahami isi teks bacaan. 3. Teknik Membaca Pemahaman Efisiensi membaca akan lebih baik jika informasi yang dibutuhkan sudah ditentukan lebih dahulu. Konsentrasi perhatian dan pikiran dapat diarahkan pada informasi itu. Informasi yang dibutuhkan disebut informasi fokus. Pada umumnya untuk menentukan informasi fokus dengan efisien ada beberapa teknik membaca yang digunakan, (1) baca pilih (Selecting), (2) baca lompat (Skipping), (3) baca layap (Skimming), dan (4) baca tatap (Scanning) (menurut Tampubolon dalam Herda : 2010 : 40). a. Membaca Memindai (Scanning) Membaca memindai disebut juga membaca tatap (Scanning). Membaca memindai ialah membaca sangat cepat. Menurut Mikulecky & Jeffries (Rahim, 2007: 60 dalam Herda, 2010: 42), membaca memindai penting untuk meningkatkan kemampuan membaca. Siswa yang menggunakan teknik membaca memindai akan mencari beberapa informasi secepat mungkin.
23
Membaca memindai digunakan untuk : 1) Membaca Memindai Daftar Isi 2) Membaca Memindai Jadwal Pelajaran Membaca memindai suatu jadwal sering dilakukan apabila bepergian. Pembelajaran membaca memindai tentang jadwal bisa ditemukan dalam kurikulum 2004 mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas V. Kompetensi Dasar yang harus dimiliki siswa yaitu membaca memindai dan hasil belajar yang diharapkan adalah menemukan informasi secara cepat dari berbagai teks khusus, serta indikator pencapaian hasil belajar adalah; a) Menemukan secara cepat dan tepat informasi yang diminta oleh guru dan temanmu, b) Menjelaskan jadwal dalam bentuk uraian. 3) Membaca Memindai Iklan Dalam kurikulum Bahasa Indonesia tahun 2004 untuk kelas V, membaca iklan merupakan salah satu kompetensi dasar dari membaca intensif. Hasil belajar yang diharapkan
bisa dimiliki siswa ialah membaca beberapa iklan mini, sedangkan
indikator keberhasilan ialah a) menafsirkan siapa iklan itu, b) menyimpulkan tentang apa yang diiklankan, c) menuliskan isi iklan ke dalam beberapa kalimat. 4) Membaca Memindai Petunjuk Pemakaian Obat, Pupuk, Alat Rumah Tangga, dan Sebagainya. Dalam Kurikulum Bahasa Indonesia Sekolah Dasar Tahun 2004 untuk kelas IV, ditemukan kompetensi dasar yang berbunyi membaca memindai dengan hasil belajarnya, menjelaskan isi petunjuk pemakaian dari hasil membaca, sedangkan indikator tercapai atau tidaknya suatu kompetensi dasar mencakup, a) Menjelaskan urutan petunjuk obat, pupuk, alat rumah tangga, dan sebagainya, b) Menjawab pertanyaan tentang isi petunjuk, c) Menyampaikan isi petunjuk kepada teman. 5) Membaca Memindai Kamus dan Buku Telepon
24
Kegiatan awal membaca kamus ialah pengabjadan mencari kata dasar dari kata berimbuhan. Kegiatan ini perlu dilakukan sebelum membaca kamus. Pembelajaran membaca memindai untuk mencari kata dalam kamus sedikit berbeda dengan mencari nomor telepon seseorang dalam buku petunjuk telepon. b. Membaca Layap (Skimming) Membaca layap ialah membaca dengan cepat untuk mengetahui isi umum atau bagian suatu bacaan. membaca dengan cepat sering dibutuhkan ketika sedang membaca. Membaca layap dibutuhkan untuk mengetahui sudut pandang penulis tentang sesuatu, menemukan pola organisasi paragraf dan menemukan umum dengan cepat (Mikulecky & Jeffries, 1998, dalam Herda, 2010 : 46)
G. Hakikat Pembelajaran Kooperatif 1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran
kooperatif
atau
cooperative
learning
berasal
dari
kata
“cooperative” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Slavin (1995) dalam Isjoni (2010:15) mengemukakan “in cooperative learning method,, students work together in four members teams to master material initiality preseted by the teacher”. Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Anita Lie (2000) dalam Isjoni (2010:16) menyebutkan cooperative learning dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugastugas terstruktur. Lebih jauh dikatakan, cooperative learning hanya berjalan kalau sudah
25
terbentuk suatu kelompok atau suatu tim di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada umumnya terdiri dari 4-6 orang saja. Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (Student Oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain. Model pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia. Istilah cooperative learning dalam pengertian bahasa Indonesia dikenal dengan nama pembelajaran kooperatif. Menurut Johnson & Johnson (1994) dalam Isjoni (2010:17): Cooperative learning adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut. Selain itu, Slavin (1995) dalam Cooperative learning (Isjoni, 2010: 17) menyebutkan: Cooperative learning merupakan metode pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, dimana pada saat itu guru mendorong para siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Dalam melakukan proses belajar mengajar guru tidak lagi mendominasi seperti lazimnya pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa lainnya dan saling belajar mengajar sesama mereka. Ada banyak alasan mengapa cooperative learning mampu memasuki mainstream (kelaziman) praktek pendidikan. Selain bukti-bukti nyata tentang keberhasilan pendekatan ini, pada masa sekarang masyarakat pendidikan semakin menyadari pentingnya para siswa berlatih berpikir, memecahkan masalah, serta
26
menggabungkan kemampuan dan keahlian. Walaupun memang kemampuannya merata, namun sebenarnya kelas dengan kemampuan siswa yang bervariasi lebih membutuhkan pendekatan ini, karena dengan mencampurkan para siswa dengan kemampuan yang beragam tersebut, maka siswa yang kurang akan sangat terbantu dan termotivasi siswa yang lebih. Demikian juga siswa yang lebih akan semakin terasah pemahamannya. 2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif membutuhkan partisipasi dan kerja sama dalam kelompok pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar yang lebih baik, sikap tolong menolong dalam beberapa perilaku sosial. Tujuan utama dalam penerapan model pembelajaran kooperatif adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama-sama temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan
gagasannya
dengan
menyampaikan
pendapat
mereka
secara
berkelompok. Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik cooperative learning sebagaimana dikemukakan Slavin (1995) dalam Cooperative learning (Isjoni, 2010:21) yaitu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu dan kesempatan yang sama untuk berhasil. a. Penghargaan Kelompok Cooperative
learning
menggunakan
tujuan-tujuan
kelompok
untuk
memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor diatas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, membantu, dan saling peduli.
27
b. Pertanggungjawaban Individu Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugastugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya. c. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya. Bila dibandingkan dengan pembelajaran yang bersifat konvensional, cooperative learning memiliki beberapa keunggulan. Keunggulannya dilihat dari aspek siswa, adalah memberi peluang kepada siswa agar mengemukakan dan membahas suatu pandangan, pengalaman, yang diperoleh siswa belajar secara bersama-sama dalam merumuskan ke arah pandangan kelompok. (Cilibert-Macmilan, 1993 dalam Isjoni, 2010:23). Dengan melaksanakan model pembelajaran cooperative learning, siswa memungkinkan dapat meraih keberhasilan dalam belajar, disamping itu juga bisa melatih siswa untuk memiliki keterampilan, baik keterampilan berpikir (Thinking Skill),
maupun keterampilan sosial (Social Skill), seperti keterampilan untuk
mengemukakan saran dan masukan dari orang lain, bekerja sama, rasa setia kawan, dan mengurangi timbulnya perilaku yang menyimpang dalam kehidupan kelas (Stahl, 1994 dalam Isjoni 2010:23).
28
Model pembelajaran ini memungkinkan siswa mengembangkan pengetahuan, kemampuan,dan keterampilan secara penuh dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis. Siswa bukan lagi sebagai objek pembelajaran, namun bisa juga berperan sebagai tutor bagi teman sebayanya. Selanjutnya, menurut Sharan (1990) dalam Isjoni (2010:23) menyebutkan: Siswa yang belajar menggunakan metode cooperative learning akan memiliki motivasi yang tinggi karena didorong dan didukung oleh teman sebaya. Cooperative learning juga menghasilkan peningkatan kemampuan akademik, meningkatkan kemampuan berpikir kritis, membentuk hubungan persahabatan, menimba berbagai informasi, belajar menggunakan sopan santun, meningkatkan motivasi siswa, memperbaiki sikap terhadap sekolah dan belajar mengurangi tingkah laku yang kurang baik, serta membantu siswa dalam menghargai pokok pikiran orang lain. Cooperative learning menyediakan banyak contoh yang perlu dilakukan para siswa antara lain : (1) siswa terlibat di dalam tingkah laku mendefinisikan, menyaring, dan memperkuat sikap-sikap, kemampuan, dan tingkah laku partisipasi sosial; (2) respek pada orang lain, memperlakukan orang lain dengan penuh pertimbangan kemanusiaan dan memberikan semangat penggunaan pemikiran rasional ketika mereka bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama; (3) berpartisipasi dalam tindakan-tindakan kompromi, negosiasi, kerja sama, konsensus dan penataan aturan mayoritas ketika bekerja sama untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka, dan membantu meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok belajar. Ketika mereka berusaha mempelajari isi dan kemampuan yang diharapkan, mereka juga menemukan diri bagaimana memecahkan konflik, menangani berbagai problem dan membuat pilihan-pilihan yang merefleksikan situasi-situasi pribadi dan sosial yang mungkin mereka temukan dalam situasi dunia ini. Jadi, dengan cara menghargai pendapat orang lain dan saling membetulkan kesalahan secara bersama, mencari jawaban yang tepat dan baik, dengan cara mencari
29
jawaban yang baik dan benar serta memperoleh pengetahuan, materi pelajaran yang diajarkan semakin luas dan semakin baik. 3. Teknik-Teknik Pembelajaran Kooperatif Tujuan penting dari cooperative learning ialah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki siswa sebagai warga masyarakat, bangsa, dan negara, mengingat masalahmasalah sosial semakin kompleks. Apalagi tantangan bagi peserta didik supaya mampu dalam menghadapi persaingan global untuk memenangkan persaingan. Model pembelajaran kooperatif membuka peluang bagi upaya mencapai tujuan meningkatkan keterampilan sosial peserta didik. Dalam kelompok ini mereka bekerja tidak hanya sebagai kumpulan individu tetapi merupakan suatu tim kerja yang tangguh. Seorang anggota kelompok bergantung kepada anggota kelompok lainnya. Slavin (1992) dalam Cooperative learning (Isjoni, 2010), menyebut cooperative learning sekaligus dapat melatih sikap dan keterampilan sosial sebagai bekal dalam kehidupannya di masyarakat. Dalam pembelajaran ini, terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar di kelas (Lie, 2010:54), yaitu : 1) Teknik Mencari Pasangan (Make a Match), 2) Bertukar Pasangan, 3) Berpikir Berpasangan Berempat (Think-pair-share) 4) Berkirim Salam Dan Soal 5) Kepala bernomor (Numbered Heads), 6) Kepala Bernomor terstruktur 7) Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray) 8) Keliling Kelompok 9) Kancing Gemerincing 10) Keliling Kelas 11) Lingkaran kecil-lingkaran besar (Inside-Outside Circle) 12) Tari Bambu 13) Bercerita Berpasangan (Paired Story Telling)
30
Dalam kegiatan ini siswa dirangsang untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan berimajinasi sehingga siswa terdorong untuk belajar. Selanjutnya Stahl (1994) dan Slavin (1993) dalam Isjoni (2010:83) mengemukakan langkah-langkah dalam implementasi model pembelajaran kooperatif secara umum yang dijelaskan secara operasional adalah sebagai berikut: 1. Merancang Rencana Program Pembelajaran Pada langkah ini guru mempertimbangkan dan menetapkan target pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Di samping itu, guru juga menetapkan sikap dan keterampilan sosial yang diharapkan dikembangkan dan diperhatikan siswa selama
berlangsungnya
pembelajaran.
Guru
dalam
merancang
program
pembelajarannya juga harus mengorganisasikan materi dan tugas-tugas siswa harus mencerminkan sistem kerja dalam kelompok kecil. Artinya, materi dan tugas itu adalah untuk dibelajarkan dan dikerjakan secara bersama dalam dimensi kerja kelompok. 2. Merancang lembar observasi Hal ini dimaksudkan untuk mengobservasi kegiatan siswa dalam belajar secara bersama dalam kontek kelompok-kelompok kecil. Dalam menyampaikan materi guru tidak lagi menyampaikan materi secara panjang lebar, karena pemahaman materi itu nantinya akan dilakukan siswa ketika belajar secara bersama-sama dalam kelompok. Guru hanya menjelaskan pokok-pokok materi dengan tujuan siswa mempunyai wawasan dan orientasi yang memadai tentang materi yang diajarkan.
H. Pembelajaran Kooperatif dengan Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD)
31
Tipe ini dikembangkan oleh Slavin (Isjoni, 2010:51) dan merupakan salah satu tipe koperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Pada proses pembelajarannya, belajar kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) melalui lima tahapan yang meliputi: (1) tahap penyajian materi, (2) tahap kegiatan kelompok, (3) tahap tes individual, (4) tahap penghitungan skor perkembangan individu, dan (5) Tahap pemberian penghargaan kelompok (Slavin, 1995, dalam Isjoni, 2010:51). Tahap Penyajian Materi, yang mana guru memulai dengan menyampaikan indikator yang harus dicapai hari ini dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari, agar siswa dapat menghubungkan materi yang akan disajikan dengan pengetahuan yang telah
mereka miliki. Lamanya presentasi dan
berapa kali harus di presentasikan bergantung pada kekompleksan materi yang akan dibahas. Dalam hal materi pembelajaran, perlu ditekankan hal-hal sebagai berikut : a) mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok, b) menekankan bahwa belajar adalah memahami makna dan bukan hapalan, c) memberikan umpan balik sesering mungkin untuk mengontrol pemahaman siswa, d) memberikan penjelasan mengapa jawaban pertanyaan itu benar atau salah, e) beralih kepada materi selanjutnya apabila siswa telah memahami penjelasan yang ada. Tahap kerja kelompok, pada tahap ini setiap siswa diberi lembar tugas sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok siswa saling diberi tugas, saling membantu memberikan penyelesaian agar semua anggota kelompok dapat memahami materi yang dibahas, dan satu lembar dikumpulkan sebagai hasil kerja kelompok. Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan motivator kegiatan tiap kelompok.
32
Tahap tes individu, yaitu untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan mereka telah dicapai, diadakan tes secara individual, mengenai materi yang telah dibahas. Pada penelitian ini tes individual diadakan diakhir pertemuan kedua dan ketiga, masingmasing selama 10 menit agar siswa dapat menunjukkan apa yang telah dipelajari secara individu selama bekerja dalam kelompok. Skor perolehan individu ini didata dan diarsipkan, yang akan digunakan pada perhitungan perolehan skor kelompok. Tahap Perhitungan Skor Perkembangan Individu, dihitung berdasarkan skor awal. Berdasarkan skor awal setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk membrikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya berdasarkan skor tes yang diperolehnya. Penghitungan perkembangan skor individu dimaksudkan agar siswa terpacu untuk memperoleh prestasi terbaik sesuai dengan kemampuannya. Adapun penghitungan skor perkembangan individu diambil dari penskoran perkembangan individu yang dikemukakan oleh Slavin (1995) dalam Isjoni (2010 : 53) seperti terlihat pada tabel berikut :
Tabel 2. 1 Pedoman Pemberian Skor Perkembangan Individu
33
Skor tes
Skor perkembangan individu
a. Lebih dari 10 poin di bawah skor awal b. 10 hingga 1 poin di bawah skor awal c. Skor awal sampai 10 poin di atasnya d. Lebih dari 10 poin di atas skor awal e. Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal)
5 10 20 30 30
Perhitungan skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan masingmasing perkembangan skor individu dan hasilnya dibagi sesuai jumlah anggota kelompok. Pemberian penghargaan diberikan berdasarkan perolehan skor rata-rata yang dikategorikan menjadi kelompok baik, kelompok hebat, dan kelompok super. Adapun kriteria yang digunakan untuk menentukan pemberian penghargaan terhadap kelompok adalah sebagai berikut : (a) kelompok dengan skor rata-rata 15 sebagai kelompok baik, (b) kelompok dengan skor rata-rata 20 sebagai kelompok hebat, dan (c) kelompok dengan skor rata-rata 25 sebagai kelompok super.
I. Aplikasi STAD dalam Membaca Pemahaman di Sekolah Dasar Penerapan metode ini menggunakan beberapa pendekatan pembelajaran, seperti pendekatan kooperatif, kontekstual, dan konstruktif. Keterpaduan ini dapat terwujud dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan perolehan nilai atau kemampuan anak pada suatu kegiatan belajar mengajar yang konsisten. Setelah menyusun program pembelajaran, kegiatan berikutnya adalah menyajikan program tersebut dalam satu kelas yang dibagi menjadi beberapa kelompok studi secara kooperatif. Kegiatan belajar mengajar ini diterapkan dengan metode STAD yang dipandang sebagai suatu metode
34
pembelajaran kooperatif yang efektif, khususnya pada pokok bahasan membaca pemahaman. Penerapan metode STAD terdiri atas siklus pembelajaran yang membawa siswa pada suasana kerja sama yang diharapkan. Siklus kegiatan pembelajaran tersebut adalah: -
Mengajar: menyajikan pembelajaran
-
Belajar dalam tim: siswa bekerja dalam tim dengan dipandu oleh lembar kegiatan untuk menuntaskan materi pelajaran
-
Tes: siswa mengerjakan kuis atau tugas lain secara individual (misalnya tes esai atau kinerja)
-
Penghargaan tim: skor tim dihitung berdasarkan skor peningkatan anggota tim, laporan berkala kelas. Papan pengumuman digunakan untuk memberi penghargaan kepada tim yang berhasil mencetak skor tinggi. Untuk memudahkan penerapannya, guru perlu membaca tugas-tugas yang harus
dikerjakan tim, antara lain: a. Meminta anggota tim bekerja sama mengatur meja dan kursi b. Membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS). c. Memberikan penekanan kepada siswa bahwa LKS itu untuk belajar, bukan untuk sekedar diisi dan dikumpulkan. d. Apabila siswa memiliki pertanyaan, mintalah mereka mengajukan pertanyaan itu kepada teman atau satu timnya sebelum menanyakan kepada guru. e. Pada saat siswa bekerja dalam tim, guru berkeliling dalam kelas, sambil memberikan pujian kepada tim yang bekerja baik dan secara bergantian guru duduk bersama tim untuk memperhatikan bagaimana anggota-anggota tim itu bekerja.
35
f. Memberikan penekanan kepada siswa bahwa mereka tidak boleh mengakhiri kegiatan belajar sampai dapat menjawab dengan benar soal-soal kuis yang ditanyakan. Dengan melaksanakan hal tersebut, maka terjadi kegiatan belajar mengajar sesuai yang diharapkan. Siswa dan guru mendapatkan kemudahan untuk memahami materi pelajaran membaca pemahaman dengan metode STAD.