BAB II MENGUNGKAP SEJARAH WILAYAH ADAT AEK BUATON
2.1 Asal Usul Nama Aek Buaton Aek buaton adalah sebuah nama pemangku adat yang terletak disekitar wilayah Barumun. Mengapa dinamakan Aek Buaton, tentunya memiliki sejarah dan cerita tersendiri. Berdasarkan informasi lapangan yang peneliti himpun, asal usul nama Aek Buaton menurut cerita sejarah yang dituturkan kepada masyarakat khususnya yang bermarga Nasution adalah bermula saat seorang warga desa ini (bermarga Nasution) yang ingin mencari minyak lampu ke Desa Aek Nabara. Dalam perjalanan dengan membawa jerigen ia kemudian memakan buah Balakka30 sambil menyusuri jalan menuju Desa Aek Nabara. Sepulangnya dari Aek Nabara si penduduk yang mencari minyak lampu tersebut kehausan di tengah perjalanan. Oleh karena itu ia mencari sungai terdekat untuk melepaskan rasa haus. Tak jauh mencari, akhirnya ia pun menemukan sebuah sungai dan langsung saja minum airnya. Namun, si pencari minyak lampu tersebut heran karena rasa air yang diminumnya menjadi manis. Oleh karena kejadian tersebut ia berpikir untuk membuang minyak yang ada di jerigennya dan mengisinya kembali dengan air sungai tersebut. Setelah itu dia pun kembali melanjutkan perjalannnya
30
Tanaman endemik di wilayah Padang Bolak. Tanaman ini nyaris belum ditemukan di daerah lain. Seperti lumut-lumutan, balakka juga termasuk tanaman perintis, karena selalu tumbuh pertama sekali di daerah-daerah gersang
33 Universitas Sumatera Utara
untuk pulang menuju kampung. Sesampainya di kampung, penduduk tersebut lalu menceritakan kepada masyarakat banyak atas kejadian yang baru saja ia alami. Mendengar cerita tersebut masyarakat pun beramai-ramai pergi ke sungai yang di maksud si pencari minyak, kemudian masyarakat beramai-ramai mengambil air sungai tersebut dan langsung mencoba meminumnya. Namun yang terjadi setelah masyarakat meminum air tersebut ternyata tidak didapatkan rasa manis. Air tersebut sama seperti air biasa, tidak lagi ada rasa manis seperti cerita yang dituturkan oleh si pencari minyak lampu. Rupanya, setelah ditelusuri ternyata si pencari minyak lampu tadi meminum air tersebut sehabis makan buah balakka. Oleh karena itulah maka rasa air tersebut berubah menjadi manis. Dan setelah kejadian tersebut maka masyarakat menyebut menjadi aek (sungai) buaton (buatan). Dan terjadilah Aek Buaton yang sampai saat ini pun sungai tempat si pencari minyak lampu minum dinamakan Sungai Aek Buaton. Hal senada juga dikatakan oleh Husni Mubarak, kepala Desa Aek Buaton. Beliau mengatakan: “Desa tersebut dikatakan sebagai Aek Buaton karena seorang pencari minyak yang memakan buah balakka dalam perjalanan menuju aek nabara, dan meminum air sungai yang berasa manis. Rasa manis tersebut didapatkan ternyata bukan karena rasa air sungai yang manis. Namun lebih kepada sehabis memakan buah tersebut. Hingga orang-orang menyebutnya sebagai sungai buatan (aek buaton). Karena air sungai tersebut bercampur dengan bekas buah balaka yang lebih dahulu dimakan airnya akan berubah menjadi manis”.
34 Universitas Sumatera Utara
Oleh peristiwa tersebut, maka orang-orang kampung lain menyebut desa ini sebagai Aek Buaton. Akibat dari si pencari minyak lampu tersebut yang mengatakan air sungai yang diminumnya berubah menjadi rasa manis.
2.2 Pendiri Desa Aek Buaton Sebagai sebuah wilayah adat, Aek Buaton tentunya memiliki pendiri (sianjur mula-mula) yang merupakan orang pertama yang menetap di wilayah tersebut dan menjadi cikal bakal dibentuknya sebuah huta (Kampung). Dalam sejarahnya, seperti yang dituturkan kepada masyarakat desa secara turun temurun, orang pertama yang membuka perkampungan Aek Buaton adalah Jasonilang. Menurut informasi, Jasonilang berasal dari Mandailing bermarga Nasution yang bermaksud melakukan perjalanan ke daerah Barumun untuk membuka huta. Ini terjadi sekitar tahun 1400an, karena agama yang dianut oleh Jasonilang masih merupakan Sipele Begu. Jasonilang pertama kali membuka huta di wilayah muara Sungai Barumun, dan kemudian terus berpindah-pindah. Menurut cerita para Hotabangon Desa Aek Buaton, hal tersebut dilakukan karena para leluhur yang pertama kali datang tersebut berpindah-pindah dikarenakan masih mencari tempat yang aman, mengingat dahulu kondisi Barumun masih hutan belantara. Namun, biarpun berpindah pindah, wilayah tersebut masih sekitar muara Sungai Barumun. Oleh karena itu, sampai saat ini masih dapat ditemukan bekasbekas perkampungan dan makam para leluhur generasi pertama tersebut. Kemudian sejarah terus berlanjut generasi leluhur Jasonilang Nasution itu bersambung 35 Universitas Sumatera Utara
keturunan yang bernama “Dja Lobi Nasution” beliau bermukim (Marhuta) di Huta “Rangga Soli” Napa Padang Hunik sebelah barat desa Sayur Matua. Sampai sekarang ini makamnya masih utuh di areal kebun sawit dan tetap dijaga penduduk Desa Aek Buaton. Melihat situasi bekas perkampungan tersebut pada zaman dahulu sudah dihuni banyak warga- melihat peninggalan tanaman-tanamannya berupa kopi, lancet, burangir atau sirih dan pohon-pohon enau masih banyak sampai sekarang. Dari keterangan Mangaraja Lobi Nasution, salah satu Hotabangon dan juga merupakan keturunan langsung dari Dja Lobi Nasution, beliau mengatakan: “Para leluhur itu semua adalah “Raja” yang mempunyai wilayah dan kekuasaan adat serta tanah, terlebih-lebih yang bernama Sutan Laut Api Nasution dan Sutan Diaru Nasution itu memiliki ilmu kesaktian yang luar biasa”. Selain itu, beliau menegaskan bahwa: “Menurut bukti-bukti peninggalan bersejarah ataupun turi ni natobang Aek Buaton sudah berdiri sebelum tumbuh besar Agama Islam di Tapanuli Selatan ini karena masih ada peninggalan makam nenek moyang yang menurut kepercayaan tokohtokoh adat setempat yang masih belum punya agama termasuk makam/kuburan nenek moyang masyarakat Desa Aek Buaton, yakni Jasonilang yang masih dipelihara dan dirawat sampai saat ini, yaitu berada di daerah Rangga Soli”. 2.3 Wilayah Adat Aek Buton dan Perkembangannya Seiring berjalannya waktu, sebuah masyarakat tentunya berkembang dan membutuhkan daerah-daerah baru untuk menjadi pemukiman. Selain sebagai areal tempat tinggal, juga diperlukan areal bercocok tanam sebagai penopang kehidupan masyarakat desa tersebut. Menurut Husni Mubarak, kepala Desa Aek Buaton:
36 Universitas Sumatera Utara
“Berdasarkan cerita dari tetua Hotabangon31 Desa Aek Buaton, Lobu Aek Buaton ataupun Pemukiman pemukiman yang pernah ditempati oleh masyarakat Aek Buaton yaitu Rangga Soli32, Banjar Bolak33, Batu Mundom34 dan pernah tinggal di sebelah Barat tanah Ulayat Aek Buaton yaitu tepat di seberang Barumun35 atau persawahan Aek Buaton sekarang, dan sekarang berada di sebelah utara tanah wilayah Aek Buaton atau berbatas dengan Desa Bahal Batu Anak Desa Luat Unterundang” Dari tempat-tempat yang pernah dihuni oleh masyarakat adat Aek Buaton tersebut wilayah adat Aek Buaton sungguh sangat luas. mulai dari sistem Luhat36, Kuria37, Huta38 atau desa sekarang ini. Menurut sejarah ataupun turi ni natobang sekitar tahun 1716, Aek Buaton resmi sebagai Huta sehingga ditahun 1916 Residen 31
Sebuah lembaga yang terdiri dari beberapa orang yang dituakan di sebuah desa Rangga Soli merupakan suatu wilayah yang bersejarah, sebab berdirinya Kampung Aek Buaton keturunan Jasonilang ataupun yang bermarga Nasution bermula dari wilayah ini, lebih jelas Rangga Soli ini sekarang berada di pemukiman Padang Hunik yang merupakan wilayah Aek Buaton sampai saat ini, disini masih ada tersimpan sejarah nenek moyang Aek Buaton yaitu berupa Makam/Kuburan dan tanaman Bambu. 33 Banjar Bolak adalah awal kedua pemukiman Desa Aek Buaton yaitu berada disebelah timur Lobu Rangga Soli, dan disini pun masih banyak tersimpan sejarah peninggalan nenek moyang Aek Buaton, yaitu Kuburan, Bargot, Bulu, Utte Godang, Utte Mukkur, Burangir, Langsat, Sangge-sangge, Burangir. Hari demi hari yang di lewati oleh masyarakat sebagian berpindahlah penduduk warga Aek Buaton ini untuk mencari tanah yang lebih subur, sebagian pindah menjelajahi hutan mengarah ke Riau. 34 Batu Mundom adalah kenangan bersejarah buat generasi Nasution Jasonilang, yang berada di dekat Sungai Barumun, dan sidimpuan masih ada peninggalan berharga buat kami oleh Raja Sutan Laut Api dan Sutan Diaru yang merupakan keturunan dari Jasonilang, yaitu tempat mandi oleh sang Raja Sutan Laut Api “Dano Lautapi” sampai sekarang tempat itu lebih dikenal orang Dano Lautapi, dan Sutan Laut Api ini adalah orang yang sakti mempunyai jimat ataupun keris yang bisa terbang, dan begitu juga kesaktian Sutan Diaru mempunyai pemeliharaan Kudo Batu, Buaya Jipput dan Labi Nabottar dan juga masih terdapat Kuburan nenek moyang kami didaerah ini. 35 Di sebelah barat tanah Ulayat Aek Buaton yaitu tepat di seberang barumun atas persawahan Aek Buaton sekarang, tidak lama di jaman sekarang ini dan wilayah itu sebahagian besar dijadikan oleh masyarakat menjadi lahan persawahan dan perkebunan baik tanaman muda maupun tanaman tua, dan sampai saat sekarang masih di peruntukkan oleh masyarakat Aek Buaton. 36 Luhat adalah kerajaan yang memiliki wilayah dan adat tersendiri, Di dalam satu luhat, umumnya terdapat banyak huta 37 Kuria adalah sebuah istilah yang diberikan pemerintah Kolonial belanda yang sebenarnya sama seperti pengertian Luhat 38 Huta dadalah wilayah perkampungan/desa. Suatu komunitas kecil dikatakan sebagai huta jika komunitas tersebut telah mampu memenuhi kebutuhan sendiri hingga dapat berdiri sendiri. 32
37 Universitas Sumatera Utara
Tapanuli Selatan oleh pemerintahan Belanda mengakui kampung Aek Buaton dengan mempunyai tanah wilayah dan mempunyai adat sendiri yang sesuai dengan adat Tapanuli Selatan. Tumbuh mekarnya Desa Aek Buaton dengan semakin bertambah jumlah masyarakatnya sehingga dibuatlah anak Desa Aek Buaton yaitu Sidong-dong, Batusundung, Huta Bargot, Sayur Matua, Sayur Mahiccat. Dengan tapal batas-batas antar desa yang telah ditentukan oleh pengetua adat Aek Buaton. 2.4 Aek Buaton Di Masa Kolonial Masuknya kolonial Belanda ke wilayah Tapanuli sedikit banyaknya mempengaruhi sistem adat dan pembagian wilayah yang selama ini sudah dijalankan secara turun temurun oleh masyarakat. Di masa awal pemerintah kolonial Hindia Belanda memberi nama Afdeeling Padang Sidempuan untuk daerah Tapanuli Selatan (1938). Sementara yang lainnya dinamakan Afdeeling Batak Landen terhadap kawasan seputar danau Toba dan Tarutung sebagai ibukotanya dan Afdeeling Sibolga untuk daerah Tapanuli Tangah. Kemudian ketiga Afdeeling ini digabung menjadi satu keresidenan yang dikenal sebagai Keresidenan Tapanuli di dalam lingkungan pemerintahan kolonial Hindia Belanda di Sumatra yang berkedudukan di Padang Sidempuan. Antara tahun 1885 sampai dengan 1906, Padang Sidempuan menjadi ibukota Keresiden Tapanuli39. luasnya
wilayah
dan
Seiring dengan perkembangan zaman, semakin
masuknya
penjajahan
kolonial,
sedikit
banyaknya
mempengaruhi status serta kondisi wilayah kerajaan adat Aek Buaton. Menurut tuturan dari Hotabangon Aek Buaton, ada beberapa catatan penting yakni pengesahan 39
http://akhirmh.blogspot.com/2011/05/sejarah-pemerintahan-di-tapanuli-bagian_02.html
38 Universitas Sumatera Utara
raja aek buaton oleh pemerintah belanda. pada tahun 1916 Residen Tapanuli oleh pemerintah Belanda telah melegalisir pemerintah “Raja Sidolla Gelar Mangaraja Enda Nasution” sebagai kepala kampung Aek Buaton. Selain itu, pada tahun 1929 pemerintahan Belanda mengakui dan melegalisir pemerintahan “Si Bahari Nasution Gelar Raja Kalang Nasution” di kampung Aek Buaton. Ditahun 1936 Residen Padang Sidempuan oleh Belanda mengesahkan pemerintahan “Marah Enda Nasution” di kampung Aek Buaton. Politik kolonial Belanda pun semakin banyak melakukan kebijakan-kebijakan membentuk boneka-boneka kekuasaanya, pemerintah kolonial Hindia Belanda yang berkuasa mulai membuat struktur pemerintahan baru versi Belanda di wilayah Tanah Batak yang kemudian berganti nama menjadi Tapanuli kedalam tujuh tingkat pemerintahan:
Tingkat pertama—Resident adalah pejabat tertinggi pemerintah kolonial Hindia Belanda yang memimpin Keresidenan Tapanuli.
Tingkat kedua—Asisten Resident. Keresidenan Tapanuli dibagi menjadi dua Afdeeling, yaitu: Afdeeling Tapanuli Utara berkedudukan di Tarutung dan Afdeeling Tapanuli Selatan berkedudukan di Padang Sidempuan. Setiap afdeeling dipimpin seorang Asistent Resident. Afdeeling adalah wilayah setingkat kabupaten di Jawa yang dipimpin seorang Bupati.
Tingkat ketiga—Controleur. Afdeeling dibagi menjadi beberapa Onder Afdeeling. Onder afdeeling dipimpin seorang Controleur. Onder afdeeling
39 Universitas Sumatera Utara
adalah wilayah setingkat kecamatan. Di seluruh Afdeeling Tapanuli Selatan terdapat delapan onder afdeeling, yaitu: Batang Toru, Angkola, Sipirok, Padang Bolak, Barumun, Mandailing, Ulu-Pakantan dan Natal.
Tingkat keempat—Demang. Pada tahun 1916 pemerintah kolonial Hindia Belanda memperkenalkan wilayah district (setingkat kewedanaan) di bawah onder afdeeling yang dipimpin oleh seorang Demang.
Tingkat kelima—Asisten Demang. Di bawah district pemerintah kolonial Hindia Belanda memperkenalkan onder district yang dipimpin seorang Asistent Demang.
Tingkat keenam—Kepala Kuria. Di bawah onder district pemerintah kolonial Hindia Belanda memperkenalkan istilah ‘hakuriaan’ yang dipimpin seorang Kepala Kuria. Hakuriaan menggantikan sebutan luhat untuk membawahi sejumlah huta yang berdekatan.
Tingkat ketujuh—Kepala Kampung. Tingkat terendah dibawah hakuriaan. Pemerintah kolonial Hindia Belanda memperkenalkan istilah ‘kampong’ untuk menggantikan sebutan huta. Kampung dipimpin seorang kepala kampong (kampong hoofd). Ini berarti sebutan Raja Pamusuk (RP) dan Raja Panusunan Bulung (RPB) yang memimpin sebuah huta atau Bona Bulu dihilangkan dengan menggantikannya dengan Kepala Kampung40
40
http://akhirmh.blogspot.com/2011/05/sejarah-pemerintahan-di-tapanuli-bagian_02.html
40 Universitas Sumatera Utara
Dengan kebijakan tersebut, maka wilayah Barumun Tengah di bentuk tujuh kerajaan Luhat dan dua lagi Hereste Raja41 yang sampai sekarang ini semuanya masih menjadi pemangku Adat yaitu : 1.
Binanga berstatus Luhat Patuan
2.
Unterudang berstatus Luhat Patuan
3.
Aek Nabara berstatus Luhat Patuan
4.
Sihapas Gading berstatus Luhat Patuan
5.
Sihapas Gading berstatus Luhat Patuan
6.
Huristak berstatus Luhat Patuan
7.
Ujung Batu berstaus Luhat Patuan
8.
Aek Buaton berstatus Hereste Raja
9.
Sipagabu berstatus Hereste Raja
Menurut Mangaraja Lobi, salah satu Hota Bangon Desa Aek Buaton: “Perjalanan sejarah kerajaan Aek Buaton dimasa kolonial Belanda terus berjalan aktif hingga pada waktu yang sangat menggembirakan. Hal tersebut dikarenakan peresmian dan pernyataan oleh empat Raja Luhat waktu itu di “Napa Panortoran” satu tempat di seberang Sungai Barumun (lokasi persawahan sekarang) diadakan pesta Margondang tujuh hari tujuh malam pesta perkawinan putri Raja Aek Buaton yang dikawini putra Raja Harahap dari Luhat Portibi, sekaligus peresmian adat tersendiri Aek Buaton dan penetapan batas wilayah (Tanah Ulayat) dengan Tanah Ulayat Luhat lainnya”. Adapun empat Luhat tersebut adalah: 1. Kerajaan Luhat Sihapas Gading 2. Kerajaan Luhat Unterundang 41
Sebuah wilayah yang tergabung dalam luhat tertentu, memiliki beberapa huta dan adat tersendiri.
41 Universitas Sumatera Utara
3. Kerajaan Luhat Portibi 4. Kerajaan Luhat Aek Nabara Dari penetapan luhat tersebut Mengakui dan menetapkan bahwa kerajaan atau “Kuria” Aek Buaton resmi mempunyai adat tersendiri dan memiliki batas tanah ulayat. Kekuasaan adat dan wilayah tanah itu meliputi seluruh anak kampungnya yaitu : 1. Desa Sayur Macihat 2. Desa Sayur Matua 3. Desa Huta Bargot 4. Desa Sidongdong 5. Desa Batusundung Yang artinya seluruh desa tersebut satu kedaulatan dibawah naungan kerajaan Aek Buaton. Sejalan dengan itu Ter Haar mengatakan bahwa masyarakat Hukum terdiri dari faktor territorial (daerah) dan genealogis (keturunan). Masyarakat hukum adat teritorial adalah masyarakat hukum berdasar lingkungan daerah, keanggotaan persekutuan seseorang tergantung pada tempat tinggalnya, apakah di dalam lingkungan daerah persekutuan atau tidak. Sedangkan masyarakat hukum berdasarkan genealogis adalah persekutuan masyarakat hukum berdasarkan suatu keturunan (keluarga). Keanggotaan persekutuan seseorang bergantung pada apakah seseorang itu masuk dalam satu keturunan yang sama atau tidak42.
42
Ter Haar, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, 1979. Hal 8
42 Universitas Sumatera Utara
Hak Ulayat meliputi semua tanah yang ada dalam lingkungan wilayah masyarakat hukum yang bersangkutan, baik yang sudah dihaki oleh seseorang maupun yang belum. Dalam lingkungan Hak Ulayat tidak ada tanah sebagai “res nullius”. Umumnya batas wilayah Hak Ulayat masyarakat hukum adat territorial tidak dapat ditentukan secara pasti. Masyarakat Hukum Adatlah, sebagai penjelmaan dari seluruh anggotanya, yang mempunyai hak ulayat, bukan orang seorang. Masingmasing itu menurut hukum adat mempunyai hukumnya yang khusus. Tanah yang diusahakannya itu dapat dikuasainya dengan hak pakai, tetapi ada juga masyarakat hukum adat yang memungkinkan tanah yang dibuka tersebut dipunyai dengan hak milik. Hal itu tergantung pada kenyataan apakah tanah dikuasai dan diusahakannya secara terus-menerus ataukah hanya sementara saja43. Adanya pengakuan terhadap Kerajaaan Aek Buaton yang memiliki kekuasan tersendiri tentu juga menetapkan tapal batas wilayah Aek Buaton. Adapun batas-batas tanah ulayat Aek Buaton yang ditetapkan oleh empat Raja Luhat itu yakni : 1. Sebelah timur berbatas dengan Tanah Ulayat Raja Luhat SimangambatPatuan Kalisomail Hsb. Disebut sungai datuk seperti pada pesta. 2. Sebelah utara berbatas dengan tanah ulayat Unterundeng-mulai titik nol masuk wilayah Aek Buaton - Tamonsu Jior - Ulu Gajah - Sibulang bulang - Hurung Manuk - Surukan - Banjar Bolak - terus ke Tor Tombangan Sigaringging. 43
Irin Siam Musnita, Sh, Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat Masyarakat Malamoi Di Kabupaten Sorong, Tesis 2008
43 Universitas Sumatera Utara
3. Sebelah barat berbatas dengan tanah ulayat Luhat Sihapas Gading - mulai dari Aek Nasoramate - Muara Tahim - Gotting Urungalim - Tamosu Harosi. Tamosi Harosi inilah batas wilayah dengan luhat kerajaan portibi. 4. Sebelah selatan berbatas dengan tanah ulayat Luhat kerajaan Aek Nabara mulai dari jalan Singaringging - Tor Si Halihi - Tor Pangulu Baling Sabar Gotting - Tayas.
2.5 Aek Buaton Dimasa Sekarang Semakin berkembangnya wilayah dan jumlah penduduk mengakibatkan wilayah adat Aek Buaton ditetapkan meliputi 6 desa. Yakni Aek Buaton, Batu Sundung, Huta Borgot, Sidong Dong, Sayur Mahicat Dan Sayur Matua. Namun, konflik agraria yang berakar dari sengketa tanah ulayat Aek Buaton menyebabkan Desa Sayur Mahicat dan Sayur Matua berpindah Luhat menjadi Luhat Unterudang. Artinya saat ini wilayah adat Aek Buaton tinggal terdiri dari 4 desa yakni Batu Sundung, Huta Borgot, Sidong Dong dan Aek buaton sebagai induk desa. Secara administratif, saat ini Desa Aek Buaton berada dalam wilayah Kabupaten Padang Lawas, Kecamatan Aek Nabara Barumun. 2.5.1. Sekilas Kabupaten Padang Lawas Dalam sejarahnya, Kabupaten Padang Lawas adalah kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia, yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Kabupaten ini resmi berdiri sejak diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2008, tepatnya pada tanggal 10 Agustus 2008, 44 Universitas Sumatera Utara
bersamaan dengan dibentuknya Kabupaten Padang Lawas Utara, menyusul RUU yang disetujui pada 17 Juli 2008. Ibukota kabupaten ini adalah Sibuhuan. Kabupaten ini terdiri dari 12 kecamatan yakni: 1. Barumun 2. Barumun Tengah 3. Aek Nabara Barumun 4. Batang Lubu Sutam 5. Huristak 6. Huta Raja Tinggi 7. Lubuk Barumun 8. Sosa 9. Sosopan 10. Ulu Barumun 11. Barumun Selatan 12. Sihapas Barumun44 Jumlah penduduk Kabupaten Padang Lawas dari tahun ke tahun mengalami penaikan. Penaikan penduduk tahun 2011 sebesar 1 persen sedangkan tahun 2012 penurunan mencapai 1.02 persen. Kondisi tahun 2012 penduduk Kabupaten Padang Lawas sejumlah 232.166 jiwa yang terdiri dari laki-laki 116.289 jiwa dan perempuan 115.877 jiwa, dengan kepadatan penduduk sebesar 55 jiwa per km². 44
id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Padang_Lawas
45 Universitas Sumatera Utara
Kabupaten Padang Lawas merupakan kabupaten yang terletak di Provinsi Sumatera Utara dengan posisi antara 10 26’ - 20 11’ Lintang Utara dan 910 01’ - 950 53’ Bujur Timur. Adapun luas wilayah keseluruhan sebesar 3.842,74 km2 (384,274 ha). Secara distribusi luas wilayahnya, Kecamatan Sosa termasuk bagian dari wilayah di Kabupaten Padang Lawas yang paling luas yaitu 611,85 km2 atau 14,46 persen dari luas keseluruhan.
Tabel 1 Luas Wilayah, Jumlah Desa, dan Distribusi Luas Kabupaten Padang Lawas No
Kecamatan
Desa
Jumlah Kelurahan
Luas Wilayah (Km2)
Distribusi Luas (%)
Jumlah
1
Sosopan
22
-
407,52
9,63
2
Ulu Barumun
15
-
241,37
5,71
3
Barumun
29
1
119,50
2,83
4
Barumun Selatan
11
-
122,60
2,90
5
Lubuk Barumun
24
-
300,23
7,10
6
Sosa
39
-
611,85
14,46
7
Batang Lubu Sutam
28
-
586,00
13,85
8
Hutaraja Tinggi
31
-
408,00
9,65
9
Huristak
27
-
357,65
8,46
46 Universitas Sumatera Utara
10
Barumun Tengah
39
-
443,09
10,47
11
Aek Nabara Barumun
25
-
487,75
11,53
12
Sihapas Barumun
13
-
144,43
3,41
303
1
4.229.99
100,00
Total
Sumber: Padang Lawas Dalam Angka 2013/BPS
Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Padang Lawas adalah: a. Utara: Kabupaten Padang Lawas Utara b. Timur: Kabupaten Rokan Hulu (Provinsi Riau) c. Selatan: Kabupaten Pasaman (Provinsi Sumatera Barat) dan Kecamatan Siabu (Kabupaten Mandailing Natal) d. Barat: Kecamatan Gunung Malintang (Kabupaten Mandailing Natal), Kecamatan Sayur Matinggi dan Kecamatan Batang Angkola (Kabupaten Tapanuli Selatan)
2.5.2. Akses Menuju Aek Buaton Desa Aek Buaton berada diantara jalan lintas Gunung Tua (Ibukota kabupaten padang lawas utara) – Sibuhuan (Ibukota kabupaten padang lawas), tepatnya sekitar 5 km dari Pasar Binanga Kecamatan Barumun Tengah Kabupaten Padang Lawas. Dari situ, untuk menuju ke perkampungan maka harus berbelok ke kanan (jika dari arah gunung Tua) melawati jalan kecil yang belum beraspal sepanjang sekitar 1 km. Dari
47 Universitas Sumatera Utara
Kota Medan menuju desa ini ditempuh kurang lebih dalam waktu 10 jam perjalanan menggunakan bus dengan rute Medan – Sibuhuan atau Medan – Pasir Panggarayan.
2.5.3. Kondisi Politik Sosial Dan Ekonomi Sebagai sebuah desa, Aek Buaton saat ini dipimpin oleh seorang kepala desa yang juga masih merupakan turunan dari Raja-Raja Aek Buaton terdahulu. Meskipun sistem pemilihan kepala desa tersebut tidak merupakan turun temurun lagi, melainkan dilakukan pemilihan langsung oleh seluruh warga desa. Dalam menjalankan tugas, kepala desa juga akan meminta pendapat kepada Hotabangon yang merupakan tetua adat untuk didengar nasihat serta pendapatnya dalam menjalankan pemerintahan di desa tersebut. Artinya, walaupun dalam sistem pemerintahan desa tersebut sudah menyesuaikan dengan kondisi saat ini (demokrasi) namun dari segi mekanisme adat juga menjadi dasar dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat. Menurut Irwan Harahap, seorang warga desa Aek Buaton: “Sungguh sangat panjang perjalanan masyarakat Aek Buaton sampai saat ini bermukim dan menetap di wilayah Aek Buaton saat ini. para leluhur telah beberapa kali berpindah-pindah wilayah bermukim, namun tetap disekitaran sungai barumun ini”. Pendidikan yang merupakan satu kebutuhan dasar bagi penduduk belum mampu ditunjang lewat sarana dan prasarana yang cukup baik. Di wilayah aek buaton hanya terdapat satu sekolah dasar. Jadi apabila masyarakat desa ingin melanjutkan sekolah kejenjang yang lebih tinggi, maka harus keluar dari wilayah kampung tersebut.
48 Universitas Sumatera Utara
Dalam bidang kesehatan, sarana yang dapat diakses masyarakat desa jauh lebih minim. Di desa tersebut tiak terdapat puskesmas maupun puskesmas pembantu. Apabila ingin mendapatkan akses kesehatan yang cukup memadai, maka penduduk desa harus menuju Sibuhuan atau Gunung tua. Atau minimal menuju puskesmas di Pasar Binanga. Dalam hal mata pencaharian, sebagian besar penduduk adalah petani dengan menanam padi, semangka, dan berbagai jenis sayuran lainnya. Selain itu ada juga yang berkebun dengan mayoritas tanamannya adalah karet dan kelapa sawit. Sampai saat ini Aek Buaton masih diakui oleh pemerintah sebagai salah satu pemangku adat di wilayah Barumun Tengah. Hal ini dibuktikan dengan adanya legitimasi pemerintah berupa Sekertariat Pemangku Adat Desa Aek Buaton.
49 Universitas Sumatera Utara