1
BAB II LANDASAN TIEORI
2.1
UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIDKAN NASIONAL
Didalam penjelasan atas UU. No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU.Sisdiknas), Bab I Umum, dinyatakan bahwa gerakan reformasi di Indonesia secara umum menuntut diterapkannya prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan menjujung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam hubungannya dengan pendidikan, prinsip-prinsip tersebut akan memberikan dampak yang mendasar pada kandungan, proses, dan manajemen sistem pendidikan. Selain itu, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat dan memunculkan tuntutan baru dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam sistem pendidikan.
Selanjutnya, dalam pasal 51 Ayat (2) pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip ekonomi, akuntabilitas, jaminan mutu dan relevansi yang transparan. Sedangkan yang dimaksud dengan otonomi perguruan tinggi menurut penjelasan UU Sisdiknas adalah kemandirian perguruan tinggi untuk mengelola sendiri lembaganya. Namun demikian
2
peran perguruan tinggi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa harus tetap menjadi bagian penting dari tanggungjawab sosialnya.
Dengan memperhatikan penjelasan dari UU No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan pendidikan pada hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia dan
pembangunan
seluruh
masyarakat
Indonesia
yang
maju
dan
berkepribadian Indonesia, Hal ini menunjukan bahwa pendidikan dan kehidupan
masyarakat
saling
pengaruh-mempengaruhi.
Pendidikan
dipengaruhi oleh kondisi masyarakat, antara lain, keadaan sosial ekonomi, faktor kesenjangan sosial ekonomi akan mempengaruhi strategi dalam perencanaan pendidikan. Pendidikan mempengaruhi kehidupan masyarakat, dengan memberikan ilmu pengetahuan, keterampilan, pendidikan akal, budi pekerti dan kerohanian kepada anak didik atau generasi muda secara langsung maupun tidak langsung akan menentukan jenis pekerjaan dan penghidupan di kemudian hari, profesinya akan menempatkan seseorang pada tingkat sosial ekonomi tertentu dan mepengaruhi perkembangan generasi seterusnya.
2.2
PENGERTIAN DAN MASALAH DEMOGRAFI
Menurut Sofa(2008) Available : http://massofa.wordpress.com/2008/01/28/ Demografi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari kelompok manusia
3
atau penduduk, oleh karena itu disebut juga itu kependudukan. Pemahaman masalah kependudukan diperlukan pada setiap sektor kegiatan ekonomi, misalnya; bidang pertanian, bidang kesehatan dan terutama bidang pendidikan.
Bidang pendidikan menjadikan penduduk sebagai objek pelayanan, yang sepanjang waktu selalu mengalami perubahan, baik mengenai jumlah, komposisi dan penyebarannya. Untuk itu perlu diketahui aspek dinamis kependudukan, terdapat hubungan yang erat sekali antara demografi dengan perencanaan pendidikan.
Di Indonesia masalah kependudukan yang harus mendapat perhatian adalah: jumlah penduduk yang besar dan tingkat pertumbuhan yang tinggi, penyebaran dan kepadatan penduduk yang tidak merata, kualitas penduduk yang perlu ditingkatkan. Pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh faktor; kematian,
kelahiran
dan
perpindahan.
Untuk
mengatasi
masalah
kependudukan dilakukan dengan adanya program keluarga berencana, yang pada prinsipnya mengupayakan keluarga kecil yang sejahtera. Program pendidikan pun tidak kalah penting dalam upaya penanggulangan masalah kependudukan. Karena semakin tinggi tingkat pendidikan akan dapat menunda perkawinan, dan kesempatan untuk melahirkan menjadi makin berkurang. Faktor utama dalam pendidikan adalah kemampuan dalam
4
membuat perencanaan, termasuk dalam merencanakan keluarga yang sejahtera.
Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menjadi beban setiap usaha pembangunan di segala bidang yang meliputi pendidikan, kesehatan, pangan, pertanian, perhubungan dan pemukiman. Jumlah penduduk yang besar disertai tingkat pertumbuhan yang tinggi menjadi salah satu penghambat dalam perencanan pembangunan pendidikan, karena : sektor-sektor lain di luar sektor pendidikan juga akan menyerap anggaran, berarti mempengaruhi penyediaan dana untuk pendidikan. Untuk itulah masalah kependudukan harus mendapat perhatian dari pemerintah dan seluruh masyarakat untuk merencanakan Pendidikan, Sosial dan Ekonomi
2.3
PENDIDIKAN DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT
Pendidikan dipengaruhi oleh kondisi masyarakat, antara lain, keadaan sosial ekonomi, sedangkan ketika pendidikan mempengaruhi kehidupan masyarakat, dapat berupa memberikan ilmu pengetahuan, keterampilan, pendidikan akal, budi pekerti dan kerohanian kepada anak didik atau generasi muda secara langsung maupun tidak langsung akan menentukan jenis pekerjaan dan penghidupan di kemudian hari, profesinya akan menempatkan seseorang pada
5
tingkat sosial ekonomi tertentu dan mepengaruhi perkembangan generasi seterusnya.
Kegiatan pendidikan pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang maju dan berkepribadian Indonesia. Pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan tidak berdiri sendiri, oleh karena itu perencanaan pendidikan perlu mengetahui aspek-aspek sosial dan ekonomi yang mempunyai hubungan dan peranan dalam pertumbuhan dan perubahan pendidilkan. Perencanaan regional perlu mempertimbangkan aspek sosiologis seperti kebiasaan, adat istiadat dan kebudayaan serta nilai-nilai budaya masyarakat setempat dan aspek-aspek ekonomi seperti tingkat pendapatan, pola konsumsi, kebiasaan menabung dan sebagainya.
Setiap kebijakan yang dituangkan dalam rencana pendidikan yang dilaksanakan akan mempengaruhi kehidupan sosial dan tingkah laku kelompok masyarakat, oleh karena itu dalam perencanaan pendidikan harus memperhatikan aspek-aspek sosiologis yang berkaitan dengan pembangunan pendidikan, di antaranya; bagaimana aspirasi masyarakat terhadap pendidikan, mendapatkan pendidikan yang mudah dan murah sesuai dengan kemampuan ekonomi
masyarakat,
fasilitas
dan
mutu
pendidikan
baik,
dapat
mengakomodai aspirasi masyarakat yang selalu bergerak dan berkembang.
6
2.4
PENGERTIAN PERENCANAAN PENDIDIKAN
Pengertian perencanaan pendidikan menurut Beeby C.E. adalah “suatu usaha melihat ke masa depan dalam menentukan kebijakan, prioritas dan biaya pendidikan dengan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada dalam bidang ekonomi, sosial dan politik untuk mengembangkan potensi sistem pendidikan nasional, memenuhi kebutuhan bangsa dan anak didik yang dilayani oleh sitem tersebut”. Definisi tersebut merupakan demensi baru dalam perencanaan pendidikan. Perbedaan dengan perencanaan klasik ialah dalam hal perhatiannya yang diberikan kepada pertumbuhan ekonomi, pengembangan sumber tenaga kerja dan terhadap perencanaan makro. Pada perencanaan klasik tidak memperhatikan hal tersebut.
Sedangkan menurut Sofa (2008) Available : http://massofa.wordpress.com /2008/01/28/konsep-dan-analisis-biaya-pendidikan/“Perencanaan pendidikan di Indonesia merupakan suatu proses penyusunan alternatif kebijakan mengatasi masalah yang akan dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan pendidikan nasional yang mempertimbangkan kenyataankenyataaan yang ada di bidang sosial ekonomi sosial budaya dan kebutuhan pembangunan secara menyeluruh terhadap pendidikan nasional”.
7
Menurut Sofa (2008) Available : http://massofa.wordpress.com/2008/01/28/ konsep-dan-analisis-biaya-pendidikan/ “Perencanaan pendidikan sebagai suatu alat yang dapat membantu para pengelola pendidikan untuk menjadi lebih berdaya guna dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Perencanaan pendidikan akan dapat menolong pencapaian suatu target atau sasaran secara lebih ekonomis, tepat waktu dan memberi peluang untuk lebih mudah dikontrol dan dimonitor dalam pelaksanaannya. Perencanaan dapat membantu pelaksanaan kegiatan berjalan dengan baik dan diperlukan pengetahuan dan kemampuan dari para pelaksananya, perlu pemahaman fungsi-fungsi manajemen yang lain di antaranya kemampuan mengorganisasikan, mengkoordinasikan,
mengawasi
dan
mengevaluasi
kegiatan-kegiatan
pendidikan yang telah dilaksanakan”.
Tanpa perencanaan yang baik maka pencapaian tujuan pendidikan tidak akan dapat dicapai sesuai harapan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi sendiri sejak memasuki awal tahun 80 an telah menerapan sistem perencanaan yang digunakan untuk membangun perguruan tinggi di Indonesia, yang dikenal dengan Sistem Penyusunan Perencanaan Program dan Penganggaran (SP4), yang hingga saat ini masih tetap digunakan dengan penambahan karakteristik pada program atau kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu penekanan pada basis peningakatan kompetensi proram studi atau institusi perguruan tinggi.
8
2.5
PASAR PENDIDIKAN DI INDONESIA
Pendidikan diselenggarakan oleh lembaga-lembaga pendidikan, di mana lembaga pendidikan dapat mendirikan sebuah atau beberapa satuan pendidikan, maka ini berarti bahwa lembaga pendidikan mempunyai kedudukan sebagai badan usaha, dalam hal ini maka program studi di perguruan tinggi berkedudukan sebagai perusahaan (firm).
Percepatan dan pemerataan penyediaan pendidikan formal secara kuantitatif kerap diartikan sebagai kunci kesuksesan pembangunan ekonomi, mitos seperti inilah yang berkembang selama ini. Kecenderungan lain yang muncul di NSB, termasuk di Indonesia, antara lain pendidikan lebih dinilai sebagai status sosial ketimbang produktivitas. Masyarakat, termasuk pasar tenaga kerja,
cenderung
mengharapkan
ijazah
pendidikan
lebih
tinggi.
Kecenderungan ini yang mendorong meningkatnya permintaan akan jenjang pendidikan tinggi (Todaro, 1997). Dalam Fakhri (2008) Besarkah-manfaatpendidikan Available : http://fakhri-yasir.blogspot.com/2007/11/ tinggi.html
Pasar pendidikan adalah keseluruhan permintaan dan penawaran terhadap sejenis jasa pendidikan tertentu. Seperti halnya pada bidang ekonomi, maka pasar di dalam pendidikan dapat dibedakan atas pasar konkret dan pasar abstrak. Dilihat dari bentuknya, pasar pendidikan mempunyai kesamaan dengan pasar persaingan monopoli. Berbicara tentang pasar pendidikan, maka
9
paling tidak ada dua unsur penting, yaitu permintaan pendidikan dan penawaran pendidikan.
Hector Corea mendefinisikan pasar pendidikan sebagai berikut: “permintaan pendidikan menggambarkan kebutuhan, dan dimanifestasikan oleh keinginan untuk diberi pelajaran tertentu”. Sedangkan faktor yang dapat mempengaruhi permintaan pendidikan antara lain adalah budaya, politik, dan ekonomi. Secara makro Penawaran pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari potensi daerah dengan pendekatan ketenagakerjaan. Sedangkan secara mikro yaitu pengadaan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Oleh karena itu maka proses pengadaan pendidikan harus dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Sedangkan mengenai harga pendidikan di Indonesia masih bervariasi, tergantung dari kegiatan operasional secara sehat dalam rangka mewujudkan visi dan misinya. Khusus dibidang pendidikan tinggi konstribusi pemerintah untuk mesubsidi biaya operasional pendidikan tinggi baru mencapai 30% dari total biaya ideal minimal pertahun (HELTS 2004), selebihnya menjadi beban masyarakat. Apabila dalam rangka penggalangan dana tersebut, perguruan tinggi menyelenggarakan atau ikut serta dalam sektor produktif, maka anggaran dasar perguruan tinggi tersebut mengatur secara jelas keterlibatan dalam dalam sektor produktif bukan merupakan tujuan utama, melainkan hanya merupakan sarana (tools) untuk penyelenggaraan perguruan tinggi yang lebih sehat (HELTS). Dengan demikian maka elastisitas harga atau elastisitas
10
permintaan pendidikan ialah perbandingan antara perubahan relatif dari permintaan jasa pendidikan dengan perubahan relatif dari harganya. Sesuai dengan bentuk pasarnya, yaitu persaingan monopoli, maka sifat elastisitas permintaannya inelastis.
Studi Psacharopoulus (1972) dalam Wicaksono(2004), Besarkah manfaat pendidikan
tinggi
terhadap
pembangunan
ekonomi?
Available
:
http://www.csis.or.id/ scholars_opinion_view.asp?op_id=244&id=62&tab=0 mengenai pembiayaan pendidikan memaparkan hal yang amat mengagetkan, di mana di NSB rata-rata biaya seorang mahasiswa setara dengan 88 kali biaya seorang siswa SD. Kenyataan ini berbeda dengan di negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Selandia Baru yang perbandingannya mencapai 17,6. Sayang, tingginya biaya pendidikan tinggi di NSB tidak diikuti secara proporsional pendapatan yang diperoleh dari seseorang lulusan perguruan tinggi (PT). Dengan studi yang sama ditemukan, seorang pekerja lulusan sarjana menerima pendapatan sekitar 6,4 kali pekerja lulusan SD. Meski biaya pendidikan tinggi di NSB terlihat amat mahal, hal ini tidak serta-merta dapat diartikan pemerintah perlu memberi subsidi kepada pendidikan tinggi. Sebaliknya kesenjangan yang lebar antara biaya yang dikeluarkan dan pendapatan yang diperoleh menunjukkan adanya misalokasi sumber daya (investasi).
Kondisi Indonesia tahun 2003 tidak sekontras itu. Dari data Survei Sosial
11
Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) 2003 ditemukan, seorang pekerja lulusan Perguruan Tinggi memiliki pendapatan tiga kali lipat dibanding lulusan SD. Sementara itu biaya bagi seorang mahasiswa mencapai 11 kali dibanding biaya yang dikeluarkan seorang siswa SD.
Ikutnya dana publik (social cost) ke dalam pembiayaan pendidikan terutama pendidikan tinggi sudah barang tentu akan menjadi keuntungan sosial (social benefit), dan layak untuk dipertimbangkan sebagai tolok ukur efektivitas investasi modal manusia. Dengan kata lain, subsidi pendidikan kepada seorang mahasiswa semestinya bernilai secara efektif untuk masyarakat. Selain manfaat sosial, pendidikan juga memberi manfaat individu (private benefit) melalui pendapatan atau akses kepada pekerjaan yang layak.
Secara teoritis ada dua hal yang dapat diinterpretasikan dari peningkatan nilai manfaat ini. Pertama, peningkatan nilai manfaat disebabkan penawaran pendidikan tinggi (supply of higher education) masih belum mencapai titik jenuh, sehingga setiap unit peningkatan penawaran masih memberi return yang positif (belum mencapai excess supply). Kedua, terjadinya perubahan struktur ekonomi dan tenaga kerja di mana permintaan akan tenaga kerja lulusan Perguruan Tinggi kian besar yang mendorong lulusan kelompok ini menerima tingkat upah di atas tingkat upah yang kompetitif. Tingkat upah yang tinggi tentu akan memperbesar sumbangan pada negara melalui pajak dan ini mendorong meningkatnya manfaat sosial.
12
Namun demikian temuan empiris Duflo (2001), Wicaksono(2004), Besarkah manfaat pendidikan tinggi terhadap pembangunan ekonomi? Available : http://www.csis.or.id/scholars_opinion_view.asp?op_id=244&id=62&tab=0 menunjukkan, “kebijakan pendidikan yang efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat ada pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Meski begitu, temuan ini tidak lantas menyimpulkan, peningkatan mutu perguruan tinggi tidak menjadi penting sama sekali. Untuk itu pemerintah harus mencari alternatif kebijakan lain selain pembiayaan langsung, seperti subsidi maupun bantuan keuangan lain, yang lebih efektif dalam meningkatkan kualitas. Pada akhirnya, tuntutan kualitas tentu akan lebih banyak dialamatkan kepada institusi Perguruan Tinggi itu sendiri”.
Dilihat dari indikator manfaat yang cukup tinggi, baik sosial maupun individual, terlihat institusi pendidikan tinggi dalam waktu ke depan masih merupakan "ïndustri" pendidikan dengan tingkat permintaan cukup tinggi, baik oleh masyarakat maupun pasar tenaga kerja.
2.6 PENDIDIKAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
Pendidikan memiliki daya dukung yang representatif atas pertumbuhan ekonomi. Tyler (1977) mengungkapkan bahwa pendidikan dapat meningkatkan produktivitas
kerja
seseorang,
yang
kemudian
akan
meningkatakan
13
pendapatannya. Peningkatan pendapatan ini berpengaruh pula kepada pendapatan nasional negara yang bersangkutan, untuk kemudian akan meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat berpendapatan rendah. Sementara itu Jones (1984) melihat pendidikan sebagai alat untuk menyiapkan tenaga kerja terdidik dan terlatih yang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Jones melihat, bahwa pendidikan memiliki suatu kemampuan untuk menyiapkan mahasiswa menjadi tenaga kerja potensial, dan menjadi lebih siap latih dalam pekerjaannya yang akan memacu tingkat produktivitas tenaga kerja, yang secara langsung akan meningkatkan pendapatan nasional. Menurutnya, korelasi antara pendidikan dengan pendapatan tampak lebih signifikan di negara yang sedang membangun.
Sementra itu Vaizey (1962) melihat pendidikan menjadi sumber utama bakatbakat terampil dan terlatih. Pendidikan memegang peran penting dalam penyediakan tenaga kerja. Ini harus menjadi dasar untuk perencanaan pendidikan, karena pranata ekonomi membutuhkan tenaga-tenaga terdidik dan terlatih. Permasalahan yang dihadapai adalah jarang ada ekuivalensi yang kuat antara pekerjaan dan pendidikan yang dibutuhkan yang mengakibatkan munculnya pengangguran terdidik dan terlatih. Oleh karena itu, pendidikan perlu
mengantisipasi
kebutuhan.
Ia
harus
mampu
memprediksi
dan
mengantisipasi kualifikasi pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja. Prediksi ketenaga kerjaan sebagai dasar dalam perencanaan pendidikan harus mengikuti pertumbuhan ekonomi yang ada kaitannya dengan kebijaksanaan sosial
14
ekonomi dari pemerintah. Intervensi pendidikan terhadap ekonomi merupakan upaya penyiapan pelaku-pelaku ekonomi dalam melaksanakan fungsi-fungsi produksi, distribusi, dan konsumsi. Intervensi terhadap fungsi produksi berupa penyediaan tenaga kerja untuk berbagai tingkatan yaitu top, midle, dan low management; atau secara ekstrim tenaga kerja krah biru dan krah putih. Di samping tenaga kerja, juga pendidikan mengintervensi produksi untuk penyediaan entrepreneur tangguh yang mampu mengambil resiko dalam inovasi teknologi produksi. Bentuk intervensi lain yaitu menciptakan teknologi baru dan menyiapkan orang-orang yang menggunakannya. Program-program perluasan produksi melalui intensifikasi dan rasionalisasi merupakan salah satu wujud nyata dari peran pragnata pendidikan atas fungsi produksi ini. Intervensi terhadap fungsi distribusi adalah melalui pengembangan research and development produk yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat atau konsumen. Intervensi terhadap fungsi konsumsi dilakukan melalui peningkatan produktivitas kerja yang akan mendorong peningkatan pendapatan. Peningkatan pendapatan ini akan mendorong pada peningkatan fungsi konsusmsi, yang ditunjukan dengan meningkatnya jumlah tabungan yang berasal dari pendapatan yang disisihkan. Tabungan ini akan menjadi investasi kapital yang tentunya akan lebih mempercepat laju pertumbuhan ekonomi suatu negara. Lisnawati (All Rights Reserved2009) Aspek Ekonomi dalam Pendidikan Available : http://educare.e‐fkipunla.net
15
Menurut teori human capital, pertumbuhan dan pembangunan memiliki dua syarat, yaitu : adanya pemanfaatan teknologi tinggi secara efisien. 2.6.1
Adanyan pemanfaatn teknologi tinggi secara efisien.
2.6.2
Adanya sumberdaya manusia yang dapat memanfaatkan teknologi……..
Sumber daya manusia seperti itu dihasilkan melalui proses pendidikan. Hal inilah yang menyebabkan teori human capital percaya bahwa investasi dalam pendidikan sebagai investasi dalam meningkatkan produktivitas masyarakat. Dengan demikian, sudah saatnya, pendidikan harus dipandang sebagai investasi, karena pendidikan yang berhasil akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kemajuan ekonomi mendorong perkembangan pendidikan, dan pendidikan yang maju merupakan salah satu persyaratan untuk perkembangan ekonomi selanjutnya.
2.7 PENDIDIKAN DAN PEKERJAAN
Ukuran yang paling populer dalam melihat kontribusi pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi adalah mengkaitkan antara pendidikan dengan pekerjaan. Pemikiran ini didasarkan pada anggapan bahwa pendidikan merupakan human capital. Pemikiran ini muncul pada era industrialisasi dalam masayarkaat modern. Argumen ini memiliki dua sepek, yaitu : Pendidikan merupakan suatu bentuk investasi nasional untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam pertumbuhan ekonomi modern,
16
dan Investasi pendidikan diharapkan menghasilkan suatu peningkatan kesejahteraan dan kesempatan yang lebih luas dalam kehidupan nyata.
Asumsi dasar yang melandasi keharusan adanya hubungan pendidikan dengan penyiapan tenaga kerja adalah bahwa pendidikan diselenggarakan untuk meningkatkan keterampilan dan pengatahuan untuk bekerja. Dengan kata lain, pendidikan menyiapkan tenaga-tenaga yang siap bekerja. Namun demikian pada kenyataannya tingat pengangguran di hampir seluruh negara bertambah sekitar 2 % setiap tahunnya (World Bank:1980)
Terjadinya
pengangguran
bukan
disebabkan tidak berhasilnya proses
pendidikan, namun pendidikan tidak selalu harus menghasilkan lulusan dengan jenis pekerjaan tertentu. Perguruan tinggi memang dapat menghasilkan tenaga kerja dengan keterampilan tertentu, tetapi perguruan tinggi bukan satu-satunya tempat dimana keterampilan itu dapat dicapai.
2.8 INVESTASI DALAM PENDIDIKAN
Investasi berarti penanaman modal atau uang. Modal atau uang yang ditanamkan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan, baik berupa uang atau modal maupun dalam bentuk barang atau jasa. Lisnawati (All Rights Reserved 2009) Available : http://educare.e-fkipunla.net Kenneth J. Arrow(1962) mengemukakan bahwa istilah investasi atau investment merupakan alokasi
17
current resources yang mempunyai alternatif produktif yang berguna untuk pelaksanaan kegiatan yang dapat menambah keuntungan yang diperoleh di masa yang akan datang. Biaya atau cost suatu investasi merupakan keuntungan yang diperoleh dibagi dengan penggunaan sumber daya dalam berbagai kegiatan lain.
Dengan demikian jelas bahwa investasi merupakan penanaman modal atau uang yang sengaja dilakukan untuk mendatangkan keuntungan melalui produk yang dihasilkan. Sementara itu pendidikan merupakan usaha manusia untuk membangun manusia itu sendiri dengan segala masalah dan spektrumnya yang terlepas dari dimensi waktu dan ruang. Hal ini berarti bahwa inti pendidikan itu adalah pembelajaran seumur hidup (life long learning), sementara bentuk pendidikan formal, pendidikan non formal (luar sekolah) dan sebagainya hanya merupakan modus operandi dari proses pendidikan. Pendidikan di sini dimaksud untuk meningkatkan martabat manusia agar mempunyai keterampilan dan kemampuan sehinggan produktivitasnya meningkat. Oleh sebab itu maka hasil pendidikan akan menjadi sumber daya manusia yang sangat berguna dalam pembangunan suatu negara.
Investasi dalam pendidikan merupakan penanaman modal dengan cara mengalokasikan biaya untuk penyelenggaraan pendidikan serta mengambil keuntungan dari sumber daya manusia yang dihasilkan melalui pendidikan itu. Dalam konteks ini pendidikan ini diapandang sebagai industri pembalajaran
18
manusia, artinya melalaui pendidikan dihasilkan manusia-manusia yang mempunyai kemampuan dan keterampilan yang sangat diperlukan bagi perekonomian suatu negara untuk meningkatkan pendapatan individu dan pendapatan nasional. Dengan demikian maka investasi dalam pendidikan mempunyai jangka waktu yang panjang untuk dapat mengetahui hasilnya dan hasilnya itupun tidak dalam bentuk keuntungan lansung, melainkan keuntungan bagi pribadi yang menerima pendidikan dan bagi negara.
Sebagai fungsi investasi, pendidikan memberikan sumbangan yang berarti dalam kenaikan tingkat kehidupan, kualitas manusia dan pendapatan nasional, terutama dalam hal-hal berikut: 2.8.1
Proses belajar mengajar menjamin masyarakat yang terbuka (yaitu masyarakat yang senantiasa beresedia untuk mempertimbangkan gagasan-gagasan dan harapan-harapan baru serta menerima sikap dan proses baru tanpa harus mengorbankan dirinya).
2.8.2
Sistem pendidikan menyiapkan landasan yang tepat bagai pembangunan dan hasil-hasil rises (jaminan melekat untuk pertumbuhan masyarakat modern
yang
berkesinambungan).
Investasi
pendidikan
dapat
mempertahankan keutuhan dan secara konstan menambah persediaan pengetahuan dan memungkinkan riset dan penemuan metode serta teknik baru yang berkelanjutan. 2.8.3
Apabila dalam setiap sektor ekonomi kita dapatkan segala faktor yang dibutuhkan masyarakat kecuali tenaga kerja yang terampil, maka
19
investasi dalam sektor pendidikan akan menaikan pendapatan perkapita dalam sektor tersebut, kecuali bila struktur sosial yang hidup dalam masyarakat tersebut tidak menguntungkan. 2.8.4
Sistem pendidikan menciptakan dan mempertahankan penawaran ketermapilan manusia di pasar pemburuhan yang luwes dan mampu mengakomodasi dan beradaptasi dalam hubungannya dengan perubahan kebutuhan akan tenaga kerja dan masyarakat teknologi modern yang sedang berubah (Komaruddin, 1991: 14).
Investasi dalam pendidikan memusatkan perhatian pada manusia sebagai sumber daya yang akan menjadi modal (human capital) bagai capital Gary S. Backer (1962) berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi real income masa yang akan datang melalui penempatan sumber daya dalam bentuk manusia. Human capital di sini merujuk pada tenaga kerja sebagai suatu faktor produksi yang menghubungkan aspek non-ekonomi pendidikan terhadap aspek ekonomi lainnya yang mempunya dua ciri esensial, yaitu : Kualitas tenaga kerja sebagai suatu input produktif tidak dapat dibagi dan digunakan secara terpisah, dan Kemampuan tenaga kerja tersebut tidak dapat dipindahkan kepada orang lain. Sehubungan dengan hal tersebut maka kebijakan untuk melakukan investasi
dibidang
pendidikan
tinggi
di
Indonesia
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : a.
Potensi dan keunggulan daerah atau perguruan tinggi
b.
Relevansi dan mutu
senantiasa
akan
20
c.
Civil Society
d.
Global dan knowledge base ekonomi
e.
Entrepreneurial sprit.
Berkenaan dengan pernyataan tersebut diatas maka investasi Teaching hospital (Rumah Sakit Pendidikan) pada suatu universitas dapat dikatakan investasi dibidang pendidikan tinggi. Dimana fungsi dan manfaat teaching hospital ini sangat vital dalam penyelenggaraan pendidikan dokter, karena disini tempat memproses keahlian dan keterampilan seorang mahasiswa fakultas kedokteran baik pada jenjang pendidikan S1, Sp1, Sp2, maupun pada jenjang pendidikan S2 dan S3 selama mendalami bidang ilmu kedokteran. Dengan adanya teaching hospital yang dilengkapi peralatan berteknologi tinggi maka akan menghasilkan tenaga kerja khususnya tenaga medis yang memiliki keahlian dan keterampilan yang dapat bersaing dipasar global sehingga pada gilirannya akan memberikan konstribusi bagi pendapatan nasional secara signifikan.
2.9 SUMBER DANA PENDIDIKAN
Undang-Undang No. 2, tahun 1989, dan Undang-undang No. 20, tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan “Pendanaan pendidikan pada dasarnya bersumber dari pemerintah, orang tua dan masyarakat. Dalam mengelola dana pendidikan perguruan tinggi dituntut untuk memanfaatkannya
21
secara efisien dan efektif. Disamping itu transparansi manajemen keuangan perguruan tinggi diatur secara terpadu sehingga memudahkan proses auditing independen.
Sumber-sumber dana pendidikan antara lain meliputi: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggara Pendapatan Belanja Daerah (APBD), Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan dana dari hasil kewirausahaan, kemitraan atau sektor produktif lainnya, yang dianggap sah oleh semua pihak yang terkait. Sehubungan dengan itu, setiap perolehan dana, pengeluarannya harus didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan yang telah disesuaikan dengan rencana implementasi program (RIP) pada setiap program studi.
Menurut (HELTS, 2003) sebagian besar dana untuk kegiatan operasional PTN masih didominasi oleh pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 75% , masyarakat 20 dan 5% lagi bersumber dari sektor produktif. Semantara itu untuk mendukung kebijakan investasi pada perguruan tinggi negeri (PTN) dalam rangka mewujudkan visi dan misinya, diperlukan ketersediaan dana investasi pada pendidikan dari beragai sumber antara lain Pemerintahan, baik APBN maupun bantuan pinjaman luar negeri (Soft loan) dari berbagai negara donor. Perguruan tinggi sebagai produsen jasa pendidikan, seperti halnya pada bidang usaha lainnya menghadapi masalah yang sama, yaitu dana untuk biaya
22
produksi, tetapi ada beberapa kesulitan khusus mengenai penerapan perhitungan biaya ini. J. Hallack “mengemukakan tiga macam kesulitan, yaitu:
2.9.1
Idefinisi produksi pendidikan
2.9.2
Identifikasi transaksi ekonomi yang berhubungan dengan pendidikan
2.9.3
suatu kenyataan bahwa pendidikan mempunyai sifat sebagai “pelayanan umum”.
Biaya pendidikan dapat dikategorikan dalam beberapa cara, antara lain: 2.9.4
Biaya langsung dan biaya tidak langsung
2.9.5
Biaya sosial dan biaya privat
2.9.6
Biaya moneter dan biaya non-moneter.
Pengertian biaya dalam ekonomi adalah pengorbanan-pengorbanan yang dinyatakan dalam bentuk uang, diberikan secara rasional, melekat pada proses produksi, dan tidak dapat dihindarkan. Bila tidak demikian, maka pengeluaran tersebut dikategorikan sebagai pemborosan. Sofa (2008), Konsep dan Analisis Biaya Pendidikan Available : http://massofa.wordpress.com/2008/01/28/
Dilihat dari luasnya, analisis pengeluaran pendidikan dapat dilakukan secara keseluruhan atau makro dan secara mikro. Studi biaya pendidikan secara keseluruhan atau nasional menyangkut: 2.9.7
Biaya pendidikan dan produk domestic broto
2.9.8
unsur-unsur biaya pendidikan
23
Analisis biaya secara mikro, adalah analisis biaya pada tingkat lembaga, yaitu pada tingkat distrik/yayasan dan pada tingkat satuan pendidikan atau program studi di perguruan tinggi. Dalam memperkirakan biaya pendidikan Ada dua cara, yaitu 2.9.9
Memperkirakan biaya atas dasar sumber-sumber pembiayaan
2.9.10 memperkirakan biaya atas dasar laporan dari lembaga-lembaga pendidikan. 2.9.10.1 Dilakukan dengan cara meneliti laporan dari sumber-sumber pembiayaan pendidikan. Menurut sifatnya sumber-sumber ini dibedakan atas: 2.9.10.1.1 Pengeluaran
yang
menyeluruh,
pengeluaran
menyeluruh terdiri dari pemerintah pusat, daerah, dan luar negeri. 2.9.10.1.2 Pengeluran menurut status, tingkat, dan sifatnya.
2.9.10.2 Menggunakan secara langsung laporan dari lembaga-lembaga pendidikan. Untuk keperluan membuat perkiraan tersebut harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 2.9.10.2.1 Harus ada laporan dari lembaga pendidikan 2.9.10.2.2 Laporan tersebut harus dibuat menurut pola standar fungsional yang seragam
24
2.9.10.2.3 Laporan keseluruhan
tersebut
harus
biaya
operasional
memperlihatkan dari
lembaga
tersebut. Proyeksi biaya unit meliputi pembiayaan modal dan biaya berulang. Untuk itu perlu memperkirakan luasnya akibat tujuan kuantitatif dan kualitatif dalam memperhitungkan
rata-rata
biaya
unit
berulang
untuk
tahun
yang
bersangkutan. (Sofa 2008, Konsep dan Analisis Biaya Pendidikan Available : http://massofa. wordpress.com/2008/01/28/)
2.10 ANALISA KELAYAKAN INVESTASI
Seputro (2008), Analisis Cost Ratio, Available : http://www.scribd.com/ doc/2903436 /Modul-9-Benefit Cost Ratio Analysis, (2009, Januari 9). Mengemukakan bahwa keterbatasan anggaran pemerintah merupakan hal yang umum ditemui. Di sisi lain, pemerintah dihadapkan pada berbagai alternative program yang akan dilaksanakan.
Hal tersebut menyebabkan
pemerintah harus jeli dalam menentukan program yang diprioritaskan. Pemilihan prioritas suatu proyek tidak mudah. Dalam hal ini, prioritas yang dipilih harus mempertimbangkan kepentingan publik atau masyarakat umum.
Terkait dengan proses pengambilan keputusan mengenai kelayakan studi proyek atau program, pemerintah memerlukan suatu alat analisis yang mampu
25
digunakan dalam meminimalkan kesalahan pemilihan keputusan. Ada banyak cara untuk menilai kelayakan suatu investasi, antara lain adalah : 2.10.1 Porter Michael dalam teori competitive advantage-nya yang terkemuka mengatakan bahwa hanya ada dua strategi yang dapat membuat perusahaan unggul dibandingkan dengan kompetitornya, yaitu melalui: cost reduction dan differentiation. Jika penambahan investasi pada perushaan terbukti dapat mengurangi sejumlah atau sekelompok biaya produksi maka investasi tersebut dianggap tepat untuk diterapkan. Demikian juga jika investasi tersebut dapat membuat perusahaan memiliki sesuatu yang membedakannya dengan perushaan lain atau mempunyai sesuatu yang “lain dari pada yang lain”, maka keberadaannya dianggap tepat dalam kerangka strategi perusahaan. Jika
seluruh
investasi
perguruan
tinggi
diarahkan
bagi
dikembangkannya perangkat teknologi terkait dengan dua strategi generik ini, maka dinilai bahwa investasi tersebut tepat (manfaatnya telah embedded di dalam kedua strategi tersebut). Semakin terkait langsung penyelenggaraan tridharma perguruan tinggi terhadap pencapaian strategi cost reduction maupun differentiation, semakin tinggi score atau nilainya bagi pemerintah. 2.10.2 Relative Competitive Performance atau yang sedikit banyak dapat dianalogikan sebagai proses benchmarking merupakan cara menilai kelayakan investasi pada perusahan dengan mengkomparasikan atau membandingkannya dengan perusahaan lain yang serupa (kompetitor)
26
dalam produk yang sejenis. Butir-butir kinerja yang dikomparasikan menyangkut sejumlah aspek – baik kualitatif maupun kuantitatif – terkait dengan biaya yang dikeluarkan untuk investasi maupun manfaat strategis atau operasional yang didapat. Melalui cara pembandingan ini diyakini bahwa perusahaan tidak akan melakukan under investment atau over investment terhadap pengembangan perusahan yang dimilikinya. Sebuah investasi pendidikan tinggi dinilai layak dan tepat apabila dapat benar-benar memperbaiki kinerja proses atau akvitas yang dilakukan sejumlah individu sehingga terlihat pengaruhnya dalam bentuk peningkatan kinerja atau performansi suatu organisasi atau golongan tertentu di masyarakat dimana perguruan tinggi tersebut bangun. 2.10.3 Financial Accounting Based Analysis adalah metode analisa yang mempergunakan
sejumlah
formula
dan
ukuran
yang
baku
dipergunakan dalam manajemen financial accounting. Contohnya adalah dengan mempergunakan formula ROI, IRR, NPV, dan lainlain sebagai alat bantu untuk menilai apakah sebuah investasi dianggap layak, wajar, dan worth bagi sebuah kebijakan investasi yang dilakukan pemerintah - ditinjau dari aspek sumber daya financial. 2.10.4 User Attitudes adalah cara pengukuran manfaat dengan cara melibatkan mayoritas user, didalam perusahaan. Melalui survei, jajak pendapat, observasi, dan diskusi, masing-masing pengguna diminta
27
untuk menyatakan penilaiannya terhadap setiap aplikasi yang mereka pergunakan, terutama berkaitan dengan seberapa besar manfaat diterapkannya aplikasi tersebut untuk membantu aktivitas mereka sehari-hari. Semakin positif tanggapan mereka, semakin dinilai layaklah investasi yang telah dilakukan. 2.10.5 Value Added Analysis adalah pendekatan dimana analisa dimulai dengan cara mengkaji nilai atau value yang diberikan oleh sistem penyelenggaraan sebelum menyentuh unsur pembiayaannya. 2.10.6 Return on Management diperkenalkan pertama kalinya oleh Strassman Paul dalam bukunya “Information Payoff” (Strassman, 1985) dan ditekankan kembali pada karyanya “The Business Value of Computers” (Strassman, 1990), dimana yang bersangkutan berusaha memisahkan apa yang dinamakan sebagai management added value dengan management cost dan kemudian membandingkan keduanya untuk diperoleh Return On Management atau ROM. 2.10.7 Benefit Cost Ratio (BCR) Analisis manfaat-biaya merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui besaran keuntungan/ kerugian serta kelayakan suatu proyek. Dalam perhitungannya, analisis ini memperhitungkan biaya serta manfaat yang akan diperoleh dari pelaksanaan suatu program. Dalam analisis benefit dan cost perhitungan manfaat serta biaya ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
28
Analisis ini mempunyai banyak bidang penerapan yang umum menggunakan rasio ini adalah dalam bidang investasi. Sesuai dengan makna tekstualnya yaitu benefit cost (manfaat-biaya) maka analisis ini mempunyai penekanan dalam perhitungan tingkat keuntungan/ kerugian suatu program atau suatu rencana dengan mempertimbangkan biaya yang akan dikeluarkan serta manfaat yang akan dicapai. Penerapan analisis ini banyak digunakan oleh para investor dalam upaya mengembangkan bisnisnya. Terkait dengan hal ini maka analisis manfaat dan biaya dalam pengembangan investasi hanya didasarkan pada rasio tingkat keuntungan dan biaya yang akan dikeluarkan atau dalam kata lain penekanan yang digunakan adalah pada rasio financial atau keuangan. Efisiensi ekonomi merupakan kontribusi murni suatu program dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sehingga yang menjadi perhatian utama dalam penerapan BCR dalam suatu proyek pemerintah yang berkaitan dengan sektor publik adalah redistribusi sumber daya.
Berdasarkan hasil analisis ini, pemerintah dapat menentukan pilihan yang tepat dan anggaran dapat dialokasikan secara efektif. Pemilihan alternative dan penentuan prioritas ini berkontribusi pada pencapaian anggaran berbasis kinerja yang merupakan salah satu pilar reformasi anggaran.
29
Salah satu pengembangan dari model BCR di Indonesia adalah : Pertama metode Analisis Kelayakan Suatu Proyek. Metode ini umum digunakan dalam penilaian kelayakan suatu proyek. Analisis ini merupakan suatu analisis yang dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh terhadap suatu kelayakan proyek yang mencakup analisis dari berbagai aspek yang harus dilakukan secara terpadu. Pada prinsipnya analisis ini mencakup analisis aspek pemasaran, analisis aspek keuangan, analisis aspek teknis dan operasi, analisis aspek sumber daya manusia, analisis aspek hukum, aspek ekonomi dan sosial, serta analisis dampak lingkungan. Keseluruhan aspek yang menajdi bahan pertimbangan dalam metode Analisis Kelayakan Proyek dapat dilihat pada Gambar 1, Hirarki untuk Penilaian Kelayakan Proyek Investasi.
Dalam Gambar 1 tersebut, analisis aspek pemasaran merupakan kunci utama dalam menentukan kelayakan suatu proyek. Pemahaman terhadap pasar menurut Kottler diawali dengan identifikasi produk yang akan dipasarkan dan seberapa besar produk ini dibutuhkan oleh konsumen. Salah satu persyaratan suatu proyek yang layak adalah keharusan dalam memiliki prospek penguasaan pangsa pasar yang baik. Namun tidak cukup hanya itu, penting juga untuk menganalisis kesinambungan performansi penguasaan pasar di masa depan. Hal
30
inilah harus dipersiapkan dalam penyusunan business plan dan road map proyek. Kedua adalah analisa financial. Dalam analisis ini dilakukan pengukuran kelayakan suatu proyek secara financial dimulai dari estimasi biaya dan pendapatan yang dihasilkan dari proyek tersebut. Estimasi biaya menurut Petty J.W. mencakup : 2.10.7.1 Estimasi biaya investasi awal Estimasi ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang pasti
mengenai
keseluruhan
biaya
yang
dibutuhkan.
Keseluruhan biaya ini meliputi biaya perolehan ijin usaha, biaya peralatan, biaya instalasi, biaya engineering, biaya pelatihan biaya pembelian tanah dan biaya lain yang dikeluarkan pada awal investasi dilakukan. 2.10.7.2 Estimasi biaya operasi Terdapat tiga macam biaya operasi. Pertama, biaya langsung, yaitu segala biaya yang mempunyai keterkaitan langsung dengan proses produksi mencakup biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Kedua, biaya tidak langsung, yaitu biaya yang tidak terkait langsung dengan proses produks Biaya ini mencakup biaya bahan tidak langsung, biaya tenaga kerja tak langsung dan berbagai biaya tak langsung lainnya.
31
Investasi yang bermanfaat bagi daerah
Level I : Goal
Level II : Kriteria
Level III : Sub Kriteria
• • • • •
Level IV : Alternatif
1
2
3
4
5
6
7
Aspek Pemasara n
Aspek Finansial
Aspek Teknis & Operasi
Aspek SDM
Aspek Hukum
Aspek Ekonomi & Sosial
Aspek Dampak Lingk.
• Struktur organisasi • Perencanaan tenaga kerja • Kesehatan & keselamatan kerja • Pelatihan & pengembang an
• Badan Hukum Perusahaa n • Jaminan Kepastian Hukum
SWOT Analysis Segmenti ng Targeting Positionin g
• Estimasi biaya : investasi, awal, operasi, pendapatan • Evaluasi terhadap arus kas dengan indicator : − NPV − IRR − Paybac k − Period − Growin g value
• Manajemen kualitas • Desain produk • Desain proses • Pemilihan lokasi • Desain tata letak • Supply chain • Persediaan • Penjadwala n • Pemelihara an
Proyek Investasi Sektor Pertanian / Perkebun
Proyek Investasi Sektor Perdagan gan dan Industri
Proyek Investasi Sektor Pertamba ngan
Proyek Investasi Sektor Pendidika n
Proyek Investasi Sektor Kebuday aan & Pariwisat
• Manfaat ekonomi : − Consu mer surplus − Produc er surplus • Manfaat social : − SCBA (Social Cost and Benefit Analysi s)
• Dampak terhadap biofisik dan social ekonomi budaya masyarakat , berdasarka n jumlah, luas, lama dan intensitas • Evaluasi resiko (berdasark an biaya)
Proyek Investasi Sektor Transport asi
Gambar : 1 Hirarki untuk Penilaian Kelayakan Proyek Investasi.
Ketiga, biaya komersil, biaya komersil adalah biaya yang mencakup biaya pemasaran dan biaya administrasi. 2.10.7.3 Estimasi pendapatan
Biaya pendapatan dapat diestimasi dengan menggunakan proyeksi pendapatan yang akan diperoleh per tahun. Estimasi
32
per tahun dilakukan untuk mempermudah perhitungan sehingga estimasi yang dilakukan cenderung lebih tepat. Perlu dicatat bahwa estimasi pendapatan ini dilakukan berdasarkan cash floe yaitu aliran kas yang akan dihasilkan oleh suatu proyek. Dasar
evaluasi
adalah
menggunakan
cash
flow
dan
bukanmenggunakan pendapatan. Hal ini dilakukan karena perhitungan dividen maupun reinvestasi yang akan dilakukan adalah
menggunakan
kas
dan
bukan
menggunakan
pendapatan. Terdapat dua indicator financial umum digunakan untuk menilai sehat atau tidaknya suatu proyek secara financial. Indikator-indikator ini juga biasa digunakan dalam perhitungan analisis benefit cost (atau analisis benefit cost ratio). Indikator-indikator tersebut antara lain : 2.10.7.4 Internal Rate of Return (IRR)
IRR (Tingkat Pengembalian Internal) didefinisikan sebagai tingkat pengembalian investasi yang dihasilkan suatu proyek yang diukur dengan membandingkan cash flow yang dihasilkan proyek dengan investasi yang dikeluarkan untuk proyek tersebut. Untuk dapat digunakan sebagai analisis pembanding dalam keputusan investasi maka nilai IRR harus dibandingkan dengan nilai perhitungan Minimal Attractive
33
Rate of Return (MARR), menurut Kadariah, 1999 IRR dapat dirumuskan sebagai berikut : ′
′
′
′′
′′
′
Dimana : NPV′ = NPV yang masih positif NPV″ = NPV yang negative i′
= discount rate yang masih memberikan NPV positif
i″
= discount rate yang memberikan NPV negatif
Kriterianya adalah : Jika IRR
tingkat suku bunga berlaku, maka proyek
dinyatakan layak Jika IRR
Tingkat suku bunga berlaku, maka proyek
dinyatakan tidak layak 2.10.7.5 Net Present Value (NPV)
NPV
didefinisikan
sebagai
nilai
dari
proyek
yang
bersangkutan yang diperoleh berdasarkan selisih antara cash flow yang dihasilkan terhadap investasi yang dikeluarkan. NPV yang dianggap layak adalah NPV yangbernilai positif.
34
NPV bernilai positif mengindikasikan cash flow yang dihasilkan melebihi jumlah yang diinvestasikan. Perhitungan NPV dapat diketahui sebagai berikut.
²
.
atau
Di mana : B1
= cash flow tahun 1 dikurangi investasi pada tahun 1 (b1 – C1)
B2
= cash flow tahun 2 dikurangi investasi pada tahun 2 (b2 – C2)
Bt
= (bt – Ct)
r
= discount rate (tingkat diskonto)
Dalam melakukan analisis baik dengan menggunakan IRR maupun NPV, terdapat dua faktor yang perlu diperhatikan, yaitu periode evaluasi dan konsep nilai uang terhadap waktu (time value of money). Dalam periode evaluasi, periode yang dipergunakan untuk melakukan evaluasi secara financial diestimasikan berdasarkan faktor tertentu, misalnya usia kepemilikan (ownership life). Sementara itu, dalam konsep time value of money, uang didefinisikan mempunyai nilai
35
terhadap waktu dan besaran nilai tersebut sangat tergantung pada saat kapan uang tersebut diterima. Konsep ini mengandung implikasi bahwa nilai uang sekarang tidak sama dengan niali uang yang sama pada masa lalu maupun masa yang akan datang. Suatu proyek yang dapat dikatakan layak secara teknis dan operasi harus memperhitungkan kelayakan dari beberapa aspek operasional. Menurut Heizer.J dan Render, terdapat enam aspek yang merupakan aspek operasional suatu proyek. Keenam aspek operasional tersebut antara lain adalah perencanaan produk, perencanaan kapasitas, perencanaan proses dan fasilitas produksi, perencanaan lokasi, perencanaan persediaan, dan perencanaan kualitas. Dalam perencanaan lokasi, pemilihan lokasi ditentukan tiga faktor antara lain adalah aspek sumber faktor produksi (akses terhadap sumber faktor produksi berupa bahan baku, sumber daya manusia, tanah, modal dan infrastruktur), aspek produk dan aspek lingkungan. Terkait dengan analisis kelayakan suatu proyek dalam sektor publik, selain menekankan pada analisis aspek keuangan atau financial, analisis BCR juga menekankan pada analisis ekonomi dan social serta lingkungan. Hal ini disebabkan penerapan BCR dalam pengembangan ekonomi wilayah (sektor publik) tidak dapat lepas dari berbagai pertimbangan dengan memasukkan berbagai variabel kualitatif selain variabel kuantitatif.
36
Salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan sektor publik adalah proporsi kontribusi sector tersebut dalam masyarakat. Aspek social yang berkaitan dengan penerapan BCR dalam sector publik ini harus mempertimbangkan criteria Social Cost and Benefit Analysis (SCBA). Analisis ini memperhatikan eksternalitas, yaitu dampak eksternal yang ditimbulkan baik yang menguntungkan atau merugikan bagi perekonomian daerah sekitar proyek , distribusi penghasilan masyarakat, peningkatan saving yang diharapkan untuk meningkatkan investasi, maupun pertimbangan manfaat pada masyarakat.
Aspek social ekonomi penting dilakukan agar pada masa depan suatu proyek investasi tidak membebani daerah tersebut. Analisis ekonomi ini, menurut Suad Hasan dan Suwarsono, harus dilakukan mengingat adanya ketidaksempurnaan pasar, adanya pajak dan subsidi, dan berlakunya konsep consumers surplus (berkaitan erat dengan konsep consumers willingness to pay yang berguan untuk menghitung harga yang relevan dengan kemampuan konsumen) dan producers surplus (berkaitan erat dengan konsep producers willingness to invest yang berguna untuk menghitung biaya yang akan diinvestasikan).
Pada hakikatnya kegiatan pembangunan adalah upaya peningkatan taraf hidup masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya. Namun, dampak negative sering kali timbul dan
37
memberikan akibat hal-hal yang tidak diinginkan dimana kegiatan itu dilaksanakan, baik terhadap lingkungan social, ekonomi dan budaya. Pada aspek lingkungan, analisis dampak lingkungan mencakup jumlah manusia yang terkena dampak, luas wilayah penyebaran dampak, lamanya dampak berlangsung dan intensitas dampak. Kelayakan proyek sangat ditentukan oleh seberapa besar dampak yang ditimbulkan dapat diminimalkan sampai dengan batas toleransinya. Biaya
yang
dikeluarkan
untuk
melakukan
upaya
diperhitungkan dalam evaluasi risiko proyek investasi.
ini
harus