BAB II LANDASAN TEORI
Dalam sistem manufaktur adanya persediaan merupakan faktor vital yang mempunyai dampak pengaruh besar terhadap biaya perusahaan. Meskipun demikian persediaan tetep di perlukan karena kondisi nyata dari kebutuhan (permintaan) dapat bersifat tidak pasti. Menentukan jumlah persediaan yang terlalu banyak akan mengakibatkan permborosan biaya penyimpanan, sedangkan menetapkan jumlah persediaan yang terlalu sedikit juga berakibat hilangnya kesempatan mendapatkan keuntungan apabila permintaan nyata melebihi permintaan yang telah di perkirakan. Hal tersebut diatas merupakan pokok permasalahan yang oleh penulis coba untuk mencari cara optimal dalam menentukan persediaan bahan baku menggunakan teori-teori yang ada.
2.1. Fungsi Inventory Inventory adalah idle resources (sumberdaya menganggur) yang menungu proses lebih lanjut. Yang di maksud proses lebih lanjut tersebut misalnya adalah kegiatan produksi pada sistem manufaktur.
6
7
Telah diketahui bahwa mengelola inventory dengan baik sangat penting, pada satu sisi sebuah perusahaan dapat mengurangi biaya dengan mengurangi inventory, pada sisi lain produksi dapat berhenti, dan customer menjadi tidak puas ketika pesanannya tidak tersedia. Oleh karena itu, perusahaan harus dapat mengatur keseimbangan antarainvestasi inventory dan costumer service. Dimana strategi biaya rendahtidak akan dapat di capai tanpa manajemen yang baik. Dua permasalahan pokok inventory : berapa banyak order dan kapan waktu order di lakukan. Beberapa fungsi inventory adalah : 1) Untuk melakukan “decouple” atau memisahkan beragam bagian proses produksi, hal ini dilakukan jika inventory sebuah perusahaan berfluktuasi, maka mungkin di perlukan inventory tambahan untuk melakukan decouple prosesproduksi dari para pemasok. 2) Untuk melakukan decouple perusahaan dari fluktuasi demand dan menyediakan inventory barang-barang yang memberikan pilihan bagi customer hal ini umumnya dilakukan oleh industri distribusi atau retail. 3) Untung mengambil keuntungan quantity diskon, sebab pembelian dalam jumlah lebih besar dapat mengurangi biaya produksi atau biaya pengiriman barang. 4) Untuk menjaga pengaruh inflasi dan naiknya harga bahan baku. Untuk mengakomodasi fungsi inventory, perusahaan memiliki beberapa jenis inventory : 1) Raw material (bahan baku) merupakan input awal dari proses transformasi menjadi bentuk barang jadi. Raw material inventory di beli tetapi tidak di
8
proses, inventory ini dapat digunakan untuk decouple (memisahkan) para pemasok dari prose produksi. Bagaimanapun pendekatan yang lebih disukai adalah menghapuskan keragaman kualitas, quantity atau waktu pengiriman pemasok sedemikian rupa sehingga pemisahan tidak lagi diperlukan. 2) Work-in-process (WIP) inventory (barang setengah jadi) yang merupakan bentuk peralihan antara bahan baku dengan produk setengah jadi. WIP adalah bahan baku atau komponen yang sudah mengalami beberapa perubahan tetapi belum selesai. Adanya WIP disebabkan adanya waktu yang dibutuhkan untuk membuat sebuah produk (yang disebut cycle time/siklus waktu). Mengurangi siklus waktu berarti mengurangi inventory. Seringkali tugas ini mudah, selama sebagian besar waktu sebuah produk sedang dibuat pada kenyataannya, produk tersebut tidak mengalami proses apapun. Waktu pekerjaan yang sebenarnya atau waktu “run” hanyalah sebagian kecil dari waktu aliran material, mungkin hanya 5%. 3) Maintenance / repair / operating (MRO) inventory (pemeliharaan / perbaikan / operasi). MRO adalah inventory yang diperuntukkan bagi pasokan pemeliharaan, perbaikan dan operasi yang diperlukan untuk menjaga agar permesinan dan proses produksi tetap produktif. MRO tetap ada karena kebutuhan dan waktu pemeliharaan dan perbaikan beberapa peralatan tidak diketahui. Walaupun demand inventory MRO sering merupakan sebuah fungsi jadwal pemeliharaan, demand MRO lain yang tidak dijadwalkan harus diantisipasi. 4) Finished Goods Inventory (barang jadi) yang merupakan hasil akhir proses transformasi yang siap dipasarkan kepada konsumen. Finished goods
9
inventory adalah produk yang sudah selesai dan menunggu pengiriman. Barang jadi mungkin disimpan karena demand customer di masa masa depan tidak diketahui.
Bahan baku
Barang setengah jadi
Barang jadi
Gambar 2.1 Proses transformasi produksi / siklus arus material
2.2. Inventory pada sistem manufaktur Masalah inventory pada sistem manufaktur lebih rumit bila dibandingkan dengan masalah pada sistem non-manufaktur. Pada sistem manufaktur, ada hubungan langsung antara tingkat inventory, jadwal produksi dan demand konsumen. Oleh karena itu, perencanaan dan pengendalian persediaannya harus terintegrasi dengan peramalan demand, jadwal induk produksi dan pengendalian produksi. Selain kondisi diatas, sistem manufaktur mempunyai beberapa bentuk inventory, yaitu raw material inventory, barang setengah jadi dan barang jadi. Masalah utama raw material inventory adalah menetukan berapa jumlah ordering yang ekonomis (Economic Order Quantity) yang akan menjawab persoalan berapa jumlah bahan baku dan kapan bahan baku itu di pesan sehingga dapat
meminimasi
ordering
cost
dan
holding
cost.
Termasuk
dalam
pengembangan masalah dalam inventory adalah raw material inventory berupa komponen tertentu yang di produksi secara massal dan dapat dipakai sendiri
10
sebagai sub-komponen suatu produk jadi oleh suatu perusahaan. Dalam hal tersebut, komponen harus dibuat lebih dahulu dengan kecepatan produksi yang tepat, kemudian dipakai dalam proses produksi lebih lanjut. Lalu pemakaian komponen itu diasumsikan lebih rendah dari laju kecepatan laju komponen sehingga menghasilkan keputusan berapa jumlah lot yang harus diproduksi sehingga meminimasi biaya total inventory dan biaya produksi. Model tersebut dikenal dengan sebutan model economic production quantity (EPQ) atau production order quantity (POQ) atau economic lot size (ELS). Work-in-process (WIP) inventory merupakan pengaman antara 2 proses. Jika produk akhir diproduksi melalui lintasan produksi maka cadangan pengaman merupakan tindakan berjaga-jaga terhadap kerusakan suatu mesin dalam lintasan tersebut.
Gambar 2.2 Peran inventory pengaman
2.3. Biaya pada sistem inventory Secara umum dapat dikatakan bahwa biaya sistem inventory adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat adanya inventory. Biata sistem inventory terdiri atas biaya pembelian, ordering cost, holding cost dan biaya kekurangang inventory. Berikut uraian komponen biaya tersebut :
11
1). Purchasing cost = c (biaya pembelian) Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang. Besar nya biaya pembelian tersebut tergantung kepada jumlah barang yang dibeli dan price satuan barang. Biaya pembelian menjadi faktor penting ketika price barang yang dibeli bergantung pada ukuran pembelian. Situasi tersebut akan diistilahkan sebagai quantity diskon atau price break dimana price barang per unit akan turun bila jumlah barang yang dibeli meningkat. Dalam kebanyakan teori inventory, komponen biaya pembelian tidak dimasukkan kedalam total biaya sistem inventory karena diasumsikan bahwa price barang per unit tidak dipengaruhi oleh jumlah barang yang dibeli sehingga komponen biaya pembelian untuk periode waktu tertentu (misalnya satu tahun) konstan dan hal tersebut tidak akan menmpengaruhi jawaban optimaal tentang berapa banyak barang yang harus dipesan.
2). Procurement cost (Biaya pengadaan) Biaya pengadaan dibedakan atas 2 jenis sesuai asal-usuk barang, yaitu ordering cost (biaya pemesanan) bila barang yang diperlukan diperoleh dari supplier (pihak luar) dan setup cost (biaya pembuatan) bila barang diperoleh dengan memproduksi sendiri.
3). Ordering cost = S (biaya pemesanan) Ordering cost adalah semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang dari luar. Biaya tersebut meliputi biaya untuk menentukan pemasok (supplier), pengetikan order, pengiriman order, biaya pengangkutan, biaya
12
penerimaan dan seterusnya. Biaya tersebut diasumsikan konstan untuk setiap kali pesan.
4). Setup cost = S (Biaya pembuatan) Biaya pembuatan adalah semua pengeluaran yang timbul dalam mempersiapkan produksi suatu barang. Biaya tersebut timbul dalam pabrik yang meliputi biaya menyusun peralatan produksi, menyetel mesin, mempersiapka gambar kerja, dan seterusnya. Karena kedua biaya tersebut mempunyai peran yang sama, yaitu pengadaan barang, maka kedua biaya tersebut disebut sebagai biaya pengadaan (procurement cost).
5). Holding cost / Carrying cost = H (Biaya penyimpanan) Holding cost adalah semua pengeluaran yang timbul akibat menyimpan barang. Biaya tersebut meliputi :
6). Capital cost (biaya memiliki inventory / biaya modal) Penumpukan barang digudang berarti penumpukan modal, dimana modal perusahaan mempunyai biaya (expense) yang dapat diukur dengan suku bunga bank. Oleh karena itu, biaya yang ditimbulkan karena memiliki inventory harus diperhitungkan dalam biaya sistem inventory untuk periode waktu tertentu.
7). Warehouse cost (Biaya gudang) Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga timbul biaya gudang. Bila gudang dan peralatannya disewa, maka biaya gudangnya
13
merupakan biaya sewa, sedangkan bila perusahaan mempunyai gudang sendiri maka biaya gudang adalah biaya depresiasi.
8). Pilfirage / shrinkrage cost (Biaya kehilangan / kerusana dan penyusutan) Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena beratnya berkurang ataupun jumlah nya berkurang karena hilang. Biaya kerusakan dan penyusutan biasanya diukur dari pengalaman sesuai dengan presentasinya.
9). Obsolescence cost (Biaya kadaluwarsa) Barang yang disimpan dapat mengalami penurunan nilai karena perubahan teknologi dan model, contoh : barang-barang elektronik. Biaya kadaluwarsa biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut.
10). Insurance Cost (Biaya asuransi) Barang yang disimpan diasumsikan untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan, contoh : kebakaran. Biaya asuransi bergantung pada jenis barang yang diasuransikan dan perjanjian dengan pihak asuransi.
11). Administration and moving cost (Biaya adminstrasi dan pemindahan) Biaya tersebut dikeluarkan untuk mengadministrasikan inventory barang yang ada, baik pada saat ordering, penerimaan barang, dan penyimpanannya termasuk biaya memindahkan barang dari, ke, dan di dalam tempat penyimpanan, upah buruh, dan biaya peralatan handling.
14
Dalam manajemen inventory, terutama yang berhubungan dengan masalah kuantitatif, biaya simpan per unit diasumsikan linear terhadap jumlah barang yang disimpan, contoh : USD/unit/tahun.
12). Shortage cost (biaya kekurangan inventory) Bila perusahaan kekurangan barang pada saat ada demand, maka akan terjadi keadaan kekurangan inventory. Keadaan tersebut menimbulkan kerugian karena proses produksi akan terganggu dan kehilangan kesempatan mendapat keuntungan atau kehilangan konsumen karena kecewa sehingga beralih ketempat lain. Biaya kekurangan inventory dapat diukur dari Quantity yang tidak dapat dipenuhi Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi demand atau dari kerugian akibat terhentinya proses produksi. Kondisi tersebut diistilahkan sebagai biaya penalti (p) atau hukuman kerugian bagi perusahaan, dengan satuan, contoh : USD/unit.
13). Waktu pemenuhan Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses produksi terhenti atau lamanya perusahaan tidak mendapat keuntungan, sehingga waktu menganggur tersebut dapat diartikan sebagai uang yang hilang. Biaya waktu pemenuhan diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk memenuhi gudang, dengan satuan, contoh : USD/satuan waktu.
15
14). Biaya pengadaan darurat Supaya konsumen tidak kecewa maka dapat dilakukan pengadaan barang darurat yang biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar dari pengadaan normal. Kelebihan biaya dibandingkan pengadaan normal tersebut dapat dijadikan ukuran untuk menentukan biaya kekurangan inventory dengan satuan, contoh : USD/setiap kali kekurangan. Kadang-kadang biaya tersebut disebut juga biaya kesempatan (opportunity cost). Ada perbedaan pengertian antara biaya inventory actual yang dihitung secara akuntansi dengan biaya inventory yang digunakan dalam menentukan kebijakan inventory. Biaya inventory yang diperhitungkan dalam penentuan kebijakan inventory hanyalah biaya-biaya yang bersifat variabel(incremental cost), sedangkan biaya yang bersifat tetap seperti biaya pembelian tidak akan mempengaruhi hasil optimal yang diperoleh sehingga tidak perlu diperhitungkan.
2.4. Metode Pengendalian Inventory Dalam mencari jawaban atas permasalahan umum dalam pengendalian inventory seperti yang diuraikan sebelumnya, secara kronologis metode pengendalian inventory yang ada dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1. Metode pengendalian tradisional 2. Metode perencanaan kebutuhan material (MRP) 3. Metode kanban Metode pengendalian tradisional menggunakan matematika dan statistik sebagai alat bantu utama dalam memecahkan masalah kuantitatif dalam sistem
16
inventory. Pada dasarnya, metode tersebut berusaha mencari jawaban optimal dalam menentukan : Ø Jumlah ukuran ordering ekonomis (EOQ) Ø Titik ordering kembali (Reorder point) Ø Jumlah cadangan pengaman (safety stock) yang diperlukan Metode tersebut sering juga disebut metode tradisional karena memberi dasar lahirnya metode baru yang lebih modern eperti MRP di Amerika dan Kanban di Jepang. Metode pengendalian secara statistik biasanya biasanya digunakan untuk mengendalikan barang yang demand nya bersifat bebas (dependent) dan dikelola secara saling tidak bergantung. Yang dimaksut demand bebas adalah demand yang hanya dipengaruhi mekanisme pasar sehingga bebas dari fungsi operasi produksi. Sebagai contoh adalah demand untuk barang jadi dan suku cadang pengganti (spare part). Ditinjau dari sejarah perkembangannya, metode tersebut secara formal dikenalkan oleh Wilson (1929) dengan mencoba mencari jawaban 2 pertanyaan dasar yaitu : Ø Berapa jumlah barang yang harus dipesan untuk setiap kali ordering? Ø Kapan saat ordering harus dilakukan? Pengembangan formula Wilson kemudian dilakukan pada keadaan yang lebih realistik, terutama untuk fenomena yang bersifat probabilistik. Hal tersebut kemudian memunculkan 2 metode dasar pengendalian inventory yang bersifat probabilistik, yaitu :
17
1. Metode p yang menganut bahwa saat ordering bersifat reguler mengikuti suatu periode yang tetap (mingguan, bulanan, tahunan) sedangkan quantity ordering akan berulang-ulang. 2. Metode Q yang menganut aturan bahwa jumlah ukuran ordering (quantity ordering) selalu tetap untuk setiap kali ordering, sehingga waktu saat dilakukan ordering sangat bervariasi. 2.5. Persediaan (Inventory) Persediaan (Inventory) stok material yang ada pada suatu waktu tertentu atau aset nyata yang dapat dilihat, diukur dan dihitung atau dapat juga dikatakan sebagai sumber daya menganggur yang menunggu proses lebih lanjut. Persediaan dapat membuat kelancaran dan efisiensi dalam operasi manufacturing dengan kondisi yang tidak bergantung pada bagian atau departemen tertentu dalam kegiatan secara keseluruhan. Persediaan juga dapat membantu menyeimbangkan pasokan sekaligus menekan permintaan pasar. 2.5.1. Pengendalian persediaan bahan baku Kegiatan perusahaan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kegiatan produksi. Perusahaan mengadakan kegiatan produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar. Untuk mengadakan kegiatan produksi harus ada bahan baku. Bahan baku merupakan salah satu sumber daya yang harus dikelola dengan baik, tidak ada industri yang dapat hidup tanpa adanya bahan baku atau material. Persediaan (inventory) bahan baku sebagai kekayaan perusahaan memiliki peranan penting dalam operasi bisnis di industi manufaktur. Bahan baku merupakan faktor utama di dalam perusahaan untuk menunjang kelancaran proses produksi, baik perusahaan besar maupun perusahaan kecil. Masalah penentuan
18
besarnya persediaan merupakan masalah yang penting bagi perusahaan, karena persediaan mempunyai efek yang langsung terhadap keuntungan perusahaan. Kesalahan dalam menentukan besarnya investasi (modal yang tertanam) dalam persediaan akan menekan keuntungan perusahaan. Adanya persediaan bahan baku yang terlalu besar dibandingkan kebutuhan perusahaan akan menambah beban bunga, biaya pemeliharaan dan penyimpanan dalam gudang, serta kemungkinan terjadinya penyusutan dan kualitas yang tidak bisa dipertahankan, sehingga semuanya ini akan mengurangi keuntungan perusahaan. Demikian pula sebaliknya, persediaan bahan baku yang terlalu kecil dalam perusahaan akan mengakibatkan kemacetan dalam produksi, sehingga perusahaan akan mengalami kerugian juga. Cara penyelenggaraan persediaan (inventory) bahan baku berbeda-beda untuk setiap perusahaan, baik dalam jumlah unit persediaan bahan baku yang ada dalam perusahaan, waktu penggunaannya, maupun jumlah biaya untuk membeli bahan baku tersebut. Perlunya persediaan (inventory) bahan baku bagi perusahaan merupakan akibat dari : 1). Mekanisme pemenuhan produksi, proses suatu barang tidak dapat dilaksanakan dengan segera bila bahan bakunya tidak tersedia. 2). Keinginan meredam ketidakpastian, ketidakpastian berasal dari adanya permintaan yang bervariasi dalam jumlah dan waktu, waktu pembuatan yang cenderung tidak konstan dan waktu pengiriman bahan baku yang cenderung tidak pasti.
19
3). Keinginan melakukan spekulasi yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan besar dari kenaikan harga bahan baku pada waktu mendatang. Sehingga masalah kuantitatif yang berkaitan dengan persediaan (inventory) bahan baku adalah mengendalikan saat datangnya bahan baku agar bisa tepat waktu, mengendalikan banyaknya bahan baku yang datang, termasuk persediaan pengaman, dan mengendalikan biaya persediaan agar diperoleh biaya total minimum. 2.5.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan bahan baku Ada beberapa macam faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan bahan baku. Faktor-faktor tersebut akan saling berkaitan, sehingga secara bersama-sama akan mempengaruhi persediaan bahan baku. Adapun faktor-faktor yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1). Perkiraan pemakaian / peramalan Sebelum kegiatan pembelian bahan baku dilaksanakan maka manajemen harus dapat membuat perkiraan bahan baku yang akan dipergunakan di dalam proses produksi pada suatu periode. Perkiraan kebutuhan bahan baku ini merupakan perkiraan tentang berapa besar/jumlahnya bahan baku yang akan digunakan oleh perusahaan untuk keperluan proses produksi pada periode yang akan datang. Dalam hal ini perkiraan pemakaian / peramalan telah dilakukan pada uraian sebelumnya. 2). Harga bahan baku Harga bahan baku adalah salah satu faktor penentu dalam kebijakan persediaan bahan dan merupakan dasar penyusunan perhitungan berapa besar
20
dana perusahaan yang harus disediakan sebagai investasi dalam persediaan bahan baku ini. 3). Biaya-biaya persediaan Biaya-biaya untuk menyelenggarakan persediaan bahan baku ini sudah selayaknya diperhitungkan dalam penentuan besarnya persediaan bahan baku. Biaya- biaya yang berhubungan dengan persediaan disini dapat berupa biaya pembelian bahan baku, biaya penyimpanan (Carrying Cost atau Holding Cost) dan biaya pemesanan (Ordering Cost). 4). Pemakaian senyatanya Pemakaian bahan baku yang nyata dari periode-periode yang lalu (data permintaan aktual) merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan. Seberapa besar penyerapan bahan baku oleh proses produksi perusahaan serta bagaimana hubungannya dengan perkiraan pemakaian yang sudah disusun harus senantiasa dianalisa. Dengan demikian akan dapat disusun perkiraan kebutuhan bahan baku yang mendekati kenyataan. 5). Waktu tunggu (Lead Time) Waktu tunggu adalah merupakan tenggang waktu yang diperlukan antara saat pemesanan bahan baku sampai dengan datangnya bahan baku.
21
Gambar 2.3 Inventory level 2.6. Model Persediaan (Inventory Model) Dalam sistem Inventory model deterministik dikenal 2 tipe dasar inventory, yaitu Economic Order Quantity (EOQ) dan Fixed Order Interval (FOI) (Tersine, 1994) 2 .6.1.
Metode Economic Order Quantity
Metode EOQ (Economic Order Quantity) ini digunakan untuk menentukan berapa jumlah bahan baku yang harus dipesan yang meminimumkan biaya penyimpanan persediaan dan biaya pemesanan persediaan. Metode EOQ merupakan model persediaan yang akan membantu perusahaan agar investasi yang ditanamkan dalam persediaan tidak berlebihan tetapi perusahaan juga tidak mengalami kekurangan persediaan. Metode ini sering dipakai karena mudah untuk dilaksanakan dan mampu memberikan solusi yang terbaik bagi perusahaan, karena dengan perhitungan menggunakan EOQ tidak saja akan diketahui berapa jumlah persediaan yang paling efisien bagi perusahaan, tetapi akan diketahui juga biaya yang akan dikeluarkan perusahaan dengan persediaan bahan baku yang dimilikinya (dihitung
22
dengan menggunakan TIC/Total Inventory Cost) dan waktu yang paling tepat untuk mengadakan pemesanan kembali.
Gambar 2.4 Model inventory EOQ Manfaat metode EOQ adalah bahwa EOQ robust. Robust berarti dapat memberikan jawaban yang memuaskan meskipun terdapat beragam variasi dalam parameternya. Seperti yang telah diamati, sering kali sulit untuk menentukan ordering cost dan holding cost yang akurat. Sebagai konsekuensinya, sebuah model yang robust merupakan sebuah keberuntungan. Biaya total EOQ berubah sedikit secara minimal. Kurvanya sangat dangkal, hal ini berarti bahwa variasi pada setiap cost, demand dan bahkan EOQ relatif sedikit dalam biaya total. Dapat disimpulkan bahwa EOQ benar-benar robust dan kesalahan yang signifikan tidak terlalu besar biayanya. Atribut model EOQ ini paling mudah digunakan karena terbatasnya kemampuan untuk meramalkan demand, holding cost dan ordering cost secara teliti. Setelah berapa banyak order telah diputuskan, maka akan dilihat pertanyaan inventory yang kedua, kapan ordering akan dilakukan. Model inventory sederhana menggunakan asumsi bahwa penerimaan sebuah order bersifat seketika. Dengan kata lain, diasumsikan bahwa perusahaan akan menempatkan sebuah order ketika
23
tingkat inventory untuk item tertentu tersebut mencapai no (0) dan akan menerima item pesanan dengan segera. Pada kondisi nyata dilapangan, asumsi barang bersifat instant sangat sulit diterapkan karena diperlukan suatu tenggang waktu tertentu untuk mengirimkan barang yang dipesan karena mungkin produsen barang yang dipesan tidak mempunyai cukup persediaan pada saat pesanan datang. Tenggang waktu antara saat dilakukan pemesanan dengan saat barang datang disebut lead time. Saat dimana pemesanan kembali harus dilakukan agar barang yang dipesan datang tepat pada saat dibutuhkan disebut titik pemesanan kembali (reorder point).hal tersebut berarti perusahaan harus mengamati secara terus-menerus tingkat persediaannya sampai reorder point tercapai. Karena itu model EOQ terkadang diklasifikasikan sebagai model pengulangan kontinue. Reorder point ditentukan berdasarkan 2 variabel, yaitu lead time dan tingakat kebutuhan selama lead time. Perubahan-perubahan model dasar EOQ dapat saja terjadi sebagai berikut : 1. Adanya potongan harga (quantity discount) yang ditawarkan pemasok jika membeli dalam jumlah banyak. 2. Adanya kondisi kehabisan persediaan (storage cost). 3. Adanya macam-macam biaya simpan, seperti pembebanan biaya proporsional terhadap luas lantai penyimpanan barang atau volume ruang yang digunakan. TIC (Total Inventory Cost) = Biaya pembelian + biaya pemesanan + biaya penyimpanan Total biaya Pemesanan = C x T ............................................................... (2.1) 𝑅 𝑄
Sedangkan, T= ..................................................................................... (2.2)
24
maka diperoleh total biaya pemesanan, yaitu : Total Biaya Pemesanan =
𝐶.𝑅 ............................................................... (2.3) 𝑄
𝑄 2
Rata-rata persediaan = .......................................................................... (2.4) sehingga total biaya penyimpanan menjadi Total biaya penyimpanan =
𝐻.𝑄 .............................................................. (2.5) 2
Dengan demikian Total biaya persediaan (TIC) dengan menggunakan Model persamaan metode EOQ akan menjadi :
𝑇𝐼𝐶 = 𝑃. 𝑅 +
!.! !
+
!.! !
.................................................................... (2.6)
di mana : R = Total demand/tahun per unit (Requirement atau Revenue) P = Harga beli bahan baku per unit (Purchasing Cost) C = Biaya pesan/sekali pesan Q = Jumlah order dalam unit (Quantity Order) H = Biaya penyimpanan/tahun per unit (Holding Cost) F = Fraksi biaya simpan tahunan (dalam persentase) TIC = Total biaya persediaan (Total Inventory Cost) selama satu periode Q akan optimal jika TIC minimal, hal ini akan dicapai apabila !"#$ !"
= 0 , maka : 𝑇𝐼𝐶 = 𝑃. 𝑅 +
𝐶. 𝑅 𝐻. 𝑄 + 𝑄 2
𝜕𝑇𝐼𝐶 𝐶. 𝑅 𝐻 =− ! + =0 𝜕𝑄 𝑄 2
25
𝐻 𝐶. 𝑅 = ! 2 𝑄 𝐻. 𝑄! = 2. 𝐶. 𝑅 𝑄! =
𝑄∗ =
!!.! !
=
!!.! !.!
2𝐶. 𝑅 𝐻
........................................................................... (2.7)
Pada titik EOQ biaya pemesanan akan sama dengan biaya penyimpanan. Maka kita dapat menentukan Economic Order Quantity (EOQ) atau jumlah bahan baku optimal yang harus dipesan sebagai berikut:
𝑄∗ =
!!.! !.!
......................................................................................... (2.8)
Metode Fixed Order Quantity dapat dihitung dengan menghubungkan antara biaya penyimpanan per unit, biaya pemesanan setiap kali pesan, jumlah kebutuhan bahan baku untuk satu periode dan harga beli bahan baku per unit. Perumusan metode EOQ di atas adalah secara umum (kebutuhan tetap) dan masih harus memenuhi asumsi-asumsi yang diberikan. Tapi, pada kenyataanya asumsi yang diberikan tidak semuanya dapat dipenuhi. Oleh karena itu metode EOQ mengalami pengembangan yang dapat disesuaikan dengan kondisi dan keadaan dari perusahaan.Berikut ini jenis metode EOQ menurut Rangkuti (2007) : 1. EOQ dengan adanya kehabisan bahan (stock out) Stock out terjadi apabila jumlah permintaan atau kebutuhan lebih besar dari jumlah persediaan yang ada. Hal ini biasanya terjadi karena ada tambahan permintaan dari konsumen. Dalam situasi terjadi kekurangan persediaan ini, perusahaan akan menghadapi dua kemungkinan, yaitu :
26
a. Membatalkan permintaan b. Barang yang masih kurang akan dipenuhi kemudian Sebagian besar perusahaan tidak akan mengambil kemungkinan pertama karena akan mengurangi citra dari perusahaan dan akan kehilangan pelanggan. Jalan yang paling tepat adalah mengambil kemungkinan kedua, yaitu barang yang tidak dapat dipenuhi saat ini akan dikirim kemudian. Dengan demkian barang yang masih kurang akan dipenuhi pada proses produksi selanjutnya. Akan tetapi hal ini akan membuat perusahaan mengalami biaya tambahan karena melakukan proses produksi tambahan (set up cost = Sc). 2. EOQ dengan adanya kapasitas lebih (safety stock). Kapasitas lebih terjadi karena persediaan yang ada tidak seluruhnya terserap oleh pasar, sehingga terjadi penumpukan persediaan di dalam gudang. Hal ini terjadi karena jumlah persediaan lebih dari jumlah permintaan.
Gambar 2.5 Kurva EOQ
27
2 .6.2. Metode Fixed Order Interval Metode FOI ini merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui kapan waktu pemesanan yang optimal yang harus dilakukan. Total biaya dengan menggunakan Model persamaan FOI : Total Cost (TC) = biaya pembelian + biaya pemesanan + biaya penyimpanan !
!.!.!
!
!
= 𝑃. 𝑅 + +
............................................................................ (2.9)
Di mana: T = interval pemesanan tiap tahun Pada titik EOQ biaya pemesanan akan sama dengan biaya penyimpanan, 𝐶 𝐻. 𝑅. 𝑇 = 𝑇 2 𝐻. 𝑅. 𝑇 ! = 2𝐶
𝑇! =
!! !.!
................................................................................ (2.10)
Sehingga didapatkan persamaan interval pemesanan optimal sebagai berikut : 𝑇∗ =
2𝐶 = 𝐻. 𝑅
2𝐶 = 𝐸𝑂𝐼 dalam tahun 𝑃. 𝐹. 𝑅
Dan diperoleh jumlah pesanan optimal dalam 1 tahun, sebagai berikut : 𝑚∗ =
1 𝑇∗
Persediaan(inventory) Maksimum: 𝑅 𝑇∗ + 𝐿 𝐸= 𝑛 di mana : T* = Interval pemesanan optimal dalam tahun L = Lead time order
28
M = Jumlah order per tahun E = Maksimum inventory n = Hari kerja dalam 1 tahun Untuk Economic Order Interval (EOI) dengan interval pemesanan yang optimal persamaan total biaya tahunan sebagai berikut : 𝑇𝐶 𝑇 ∗ = 𝑃. 𝑅 + 𝐻. 𝑅. 𝑇 2.7. Menentukan Safety Stock Dalam metode Fixed Order Quantity diasumsikan bahwa baik permintaan maupun waktu pesan sampai tiba (Lead Time) penerimaan bahan baku adalah konstan atau tetap. Namun pada kenyataannya, permintaan dan waktu pesan sampai tiba penerimaan bahan baku tersebut adalah berubah-ubah. Untuk mengatasi resiko yang muncul akibat perubahan tersebut adalah dengan cara menyimpan persediaan dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah pemakaian yang disebut Safety Stock. Safety Stock adalah jumlah inventory yang diadakan untuk mengatasi permintaan barang yang tidak konstan. Safety Stock juga digunakan sebagai cadangan jika terjadi peningkatan permintaan barang yang tidak diinginkan, keterlambatan
supplier
mengirimkan
barang
pesanan
perusahaan
dan
ketidaktersediaan barang yang dipesan pada supplier. Terjadinya kekurangan persediaan barang atau Stock Out dapat disebabkan karena penggunaan persediaan yang lebih besar dari perkiraan semula atau keterlambatan dalam penerimaan persediaan barang yang dipesan. Dengan diadakan Safety Stock ini dapat menghindari kerugian yang ditimbulkan karena timbulnya Stock Out,
29
sebaliknya hal ini akan menambah besarnya biaya penyimpanan, jadi dalam menyediakan Safety Stock harus diusahakan agar biaya tetap serendah mungkin. Untuk menentukan berapa jumlah Safety Stock dapat digunakan metode Perbedaan Pemakaian Maksimum dan Rata-Rata. Metode ini dilakukan dengan menghitung selisih antara pemakaian maksimum dengan pemakaian rata-rata dalam jangka waktu tertentu, kemudian selisih tersebut dikalikan dengan lead time (dalam bulan atau dalam minggu). Safety Stock = (Pemakaian Maksimum – Pemakaian Rata-Rata) x Lead Time. = (𝑋!"#$ −
𝑋! ) 𝑁
Di mana N = Jumlah data series. 2.8. Metode Peramalan Peramalan (forecasting) merupakan alat bantu yang penting dalam perencanaan yang efektif dan efisien khususnya bidang ekonomi. Peramalan adalah prediksi, proyeksi atau estimasi tingkat kejadian yang tidak pasti di masa yang akan datang. Ketepatan secara mutlak dalam memprediksi peristiwa dan tingkat kegiatan yang akan datang tidak mungkin dicapai, oleh karena itu ketika perusahaan tidak dapat melihat kejadian yang akan datang secara pasti, diperlukan waktu lama untuk menarik kesimpulan terhadap kejadian yang akan datang. Peramalan pada umumnya digunakan untuk memprediksi pendapatan, biaya, keuntungan, harga, perubahan teknologi, dan berbagai variabel lainnya. Dalam lingkungan perusahaan, peramalan kebanyakan digunakan untuk memprediksi atau mengestimasi permintaan yang akan datang.
30
Banyak jenis metode peramalan yang tersedia untuk manajemen. Namun yang lebih penting bagi para praktisi adalah bagaimana memahami karateristik suatu metode peramalan agar cocok bagi situasi pengambilan keputusan tertentu. Secara umum metode peramalan dapat diklasifikasikan dalam dua kategori utama, yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif. Metode kuantitatif sangat beragam dan setiap teknik memiliki sifat, ketepatan dan biaya yang harus dipertimbangkan dalam memilih metode tertentu. Untuk menggunakan metode kuantitatif terdapat tiga kondisi yang harus dipenuhi: 1). Tersedia informasi tentang masa lalu 2). Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik 3). Diasumsikan bahwa beberapa pola masa lalu akan terus berlanjut (runtut). Metode kualitatif dapat berupa pengambilan pendapat yang dapat dibagi menjadi pengumpulan pendapat para ahli dan survey pasar. Sedangkan Metode kuantitatif dapat dibagi ke dalam deret berkala atau runtun waktu (Time Series), dan metode gerakan trend. Metode runtun waktu (Time Series) atau sering pula disebut metode deret waktu atau deret berkala menggambarkan berbagai gerakan yang terjadi pada sederetan data pada waktu tertentu. Langkah penting dalam memilih metode deret berkala adalah dengan mempertimbangkan jenis pola data. Pola data dapat dibedakan menjadi empat jenis siklus dan trend, yaitu : 1). Pola Horizontal, terjadi bilamana bila data berfluktuasi di sekitar nilai ratarata yang konstan atau stasioner terhadap nilai rata-ratanya. 2). Pola Musiman, terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman. Untuk mengetahui apakah data memiliki pola musiman maka dilakukan uji data musiman
31
3). Pola Siklis, terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti siklus bisnis atau ekonomi. 4). Pola Trend, terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang dalam data. Metode Penghalusan (Smoothing Method), khususnya metode rata-rata, merupakan salah satu metode peramalan yang dapat digunakan untuk data deret berkala. Namun demikian, metode rata-rata itu hanya dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan meniadakan komponen acak. Metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi keempat komponen dari deret waktu tersebut secara terpisah adalah Metode Dekomposisi.