8
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Efektivitas Efektivitas adalah sejauh mana suatu kegiatan memenuhi tujuan yang telah ditentukan. Menurut Fraser, merupakan pengukuran terhadap tujuan dengan pencapaian tetapi tujuan yang biasanya digunakan bukan merupakan suatu tujuan yang berstandar rendah (Fraser, 1994). Oleh Erlendsson mengartikan sebagai sejauh mana suatu tujuan dapat dipenuhi atau melakukan hal-hal yang benar (Erlendsson, 2002). Dalam dunia medis, Wojtczak mendefinisikan sebagai ukuran hasil dari layanan-layanan kesehatan yang berkontribusi terhadap pengurangan dimensi masalah atau memperbaiki situasi yang tidak memuaskan (Wojtczak, 2002). Sedangkan dalam dunia pendidikan merupakan sebuah hasil dari tinjauan spesifik atau analisis yang mengukur kualitas pencapaian tujuan pendidikan tertentu atau sejauh mana suatu institusi pendidikan dapat diharapkan untuk mencapai persyaratan tertentu. Dalam hubungannya dengan pengukuran efektifitas pendidikan menciptakan proses nilai tambah melalui jaminan kualitas dan evaluasi akreditasi serta memberikan kontribusi untuk membangun dalam sebuah institusi (Vlasceanu, Grunberg, & Parlea, 2007). Maka dalam implementasi suatu proyek IT maka efektivitas dapat didefinisikan sebagai keberhasilan pelaksanaan dan pencapaian suatu proyek tersebut seusai dengan tujuan awal yang telah ditentukan.
9
2.2. Sistem Informasi dan Teknologi Informasi Sistem informasi merupakan kegiatan mengumpulkan, memproses, menyimpan dan menganalisa informasi untuk mencapai tujuan tertentu. Sistem informasi terdiri dari input berupa data atau instruksi dan output berupa laporan atau hasil perhitungan. Proses pengolahan data atau instruksi dilakukan menggunakan teknologi seperti komputer dan hasil akhir dapat dikirimkan kepada sistem lain menggunakan jaringan elektronik. Dalam proses ini biasanya ditambahkan proses feedback dengan tujuan untuk melakukan kontrol terhadap proses yang berlangsung. Hal lain yang lazim terkait dengan sistem informasi adalah manusia, prosedur dan infrastruktur atau fasilitas fisik dimana terintegrasi dalam suatu lingkungan. Secara sistematik sistem informasi digambarkan pada Gambar 2.1. Pada umumnya sistem informasi selalu dikaitkan dengan komputerisasi tetapi hal ini tidak mutlak (Turban, Leidner, Mclean, & Wetherbe, 2008, p. 16).
Gambar 2.1 Sistematik dari sistem informasi Secara umum teknologi informasi adalah kumpulan dari sistem komputer yang digunakan dalam suatu organisasi. Sedangkan dari sisi teknis, teknologi informasi terdiri dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), database, jaringan (network) dan peralatan elektronik lainnya. Teknologi
10
informasi seringkali merupakan bagian dari sistem informasi (Turban, Leidner, Mclean, & Wetherbe, 2008, p. 17).
2.3. Sinergi
Antara
Strategi
Bisnis
dengan
Strategi
Information Teknologi Strategi merupakan perencanaan jangka panjang terkait dengan cita-cita dari suatu perusahaan yang ingin dicapai dalam waktu tertentu. Sedangkan strategi bisnis merupakan perencanaan jangka panjang dari perusahaan untuk mencapai suatu tujuan bisnis. Sinergi yang diharapkan adalah strategi IT mendukung strategi bisnis dengan pemenuhan kebutuhan bisnis melalui inovasi produk dan efisiensi proses lewat pengembangan sistem IT, infrastruktur dan peningkatan sumber daya manusia (King, 1998). Selain itu diharapkan dapat meminimalisasi investasi IT yang tidak sejalan dengan kebutuhan bisnis dan mengurangi tingkat kegagalan suatu proyek IT (Overby, 2008). Dari hasil survey yang ada lebih dari 50% proyek IT antara tahun 20022004 gagal untuk memenuhi harapan dari bisnis dalam hal ini para stakeholder guna meningkatkan keuntungan (Jeffery & Leliveld, 2004). Survey lain juga menyebutkan sekitar 30% sampai 75% dari implementasi sistem IT baru gagal untuk dapat meningkatkan efisiensi proses dan meningkatkan keuntungan finansial yang signifikan (McAfee, 2004). Sedangkan pada tahun 2005 sekitar 50% dari proyek IT yang ada terjadi keterlambatan waktu penyelesaian dan membengkaknya budget yang dikeluarkan (McAfee, 2006). Faktor lain yang cukup signifikan menghambat proses sinergi ini adalah kurangnya komunikasi antara management atas dengan para bawahan sehingga terjadi konflik antara level tactical dengan level operasional.
11
Dalam mendukung proses sinergi antara strategi bisnis dengan keputusan TI yang tepat, Robert J. Benson, Thomas L. Bugnitz dan William B. Walton pada tahun 2003 mengembangakan suatu framework yang disebut dengan Strategy to Bottom Line Value Chain (Benson, Bugnitz, & Walton, 2003). Framework ini merupakan pengembangan dari konsep Value Chain dari Michael Porter dimana menghubungkan proses management yang terjadi pada suatu perusahaan seperti perencanaan perusahaan dan perancanaan strategi untuk TI, anggaran, implementasi dan proses evaluasi dari implementasi tersebut. Diharapkan dengan ini masing-masing proses management dapat menghasilkan nilai tambah dan bekerja sama secara konsisten dengan proses lain serta dapat mendukung proses evaluasi terhadap penggunaan anggaran untuk TI dan meningatkan kontribusi TI dalam mendukung pengembangan perusahaan. Framework ini digambarkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Strategy to Bottom Line Value Chain
12
Dari framework ini dibagi menjadi 5 dasar praktek management (Reveche, 2005), yaitu 1. Demand/supply planning Dalam tahap ini sinergi antara bisnis dengan TI diharapkan dapat menentukan tujuan dari suatu organisasi dan bagaimana TI dapat membantunya. Dalam hubungan dengan framework diatas aktivitas ini terkait dalam Business Strategic Intention, Strategic IT Agenda, Strategic IT Plan, dan Strategic IT Requirement. 2. Innovation Dalam tahap ini yang diharapkan adalah adanya proses inovasi baru dalam menemukan peluang bisnis baru yang didukung oleh TI sehingga membuat ide-ide inovasi tersebut dapat diimplementasikan. Dalam framework diatas terdapat pada Business Strategic Intentions dan Strategic IT Agenda. Dimana hasil yang ingin dicapai adalah keunggulan kompetitif suatu perusahaan. 3. Prioritization Merupakan suatu proses seleksi yang dilakukan terhadap berbagai proyek yang akan diajukan dalam jangka waktu setahun. Adapun faktor-faktor yang menjadi pertimbangan adalah ketersediaan sumber daya, keselarasan terhadap strategi perusahaan dan pengaruh terhadap bisnis. Hal ini bertujuan untuk tercapainya alokasi sumber daya yang tepat dalam usaha menghasilkan suatu keputusan bisnis yang tepat. Proses ini akan terjadi pada hampir setiap aktivitas dalam framework diatas, yaitu Business
13
Strategic Intention, Strategic IT Requirement, Project, Project Plan, Project Budget. 4. Alignment Dalam hal ini melakukan evaluasi terhadap dampak bisnis terhadap kegiatan TI yang ada atau operasional TI. Dalam aktivitas ini ditekankan pada pembagian proporsi yang tepat dari penggunaan anggaran TI untuk mendukung
aktivitas
pengembangan
operasional
(development).
(maintenance)
Implementasi
dengan
aktivitas
ini
kegiatan dalam
framework yang ada terdapat pada Assesed Portfolios, Strategic IT Plan, dan Project Plan. 5. Performance Measurement Dalam hal ini proses evaluasi performa TI tidak hanya terkait ke dalam proses operasional TI namun juga melakukan evaluasi terhadap dampak TI terhadap bisnis. Dimana masing-masing pihak mempunyai pendekatan evaluasi masing-masing. Dan dengan ini diharapkan adanya peningkatan performa TI dan komunikasi antara TI dengan bisnis. Aktivitas ini terdapat pada framework Assesed Portfolio, Strategic IT Agenda and Plan, Project, and IT Action.
2.4. E-Strategy pada Perbankan Pada era informasi ini, kemudahan mendapatkan informasi ditunjang dengan kemajuan dunia teknologi informasi dimana dengan adanya internet membuat suatu potensi ekonomi baru yang sangat prospektif. Fenomena ini juga memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap dunia perbankan di dunia
14
dan di Indonesia. Kemajuan teknologi ini telah dimanfaatkan oleh industri perbankan untuk dapat menambahkan nilai bisnis mereka dimana perbankan sangat fokus kepada layanan jasa keuangan untuk kepuasan para nasabahnya. Pemanfaatan teknologi internet secara khusus telah digunakan untuk mendukung keunggulan kompetitif suatu perbankan. Oleh karena itu dalam usaha penerapan e-strategy pada perbankan khususnya commercial banking telah dikembangkan suatu model untuk meningkatkan nilai tambah yaitu Commercial Banking Electronic Strategy model (CBES). Dimana model ini digambarkan pada Gambar 2.3 berikut ini (Howell & Wei, 2010).
Gambar 2.3 Commercial Banking Electronic Strategy (CBES) Model Model ini pada dasarnya menggunakan pendekatan value chain dari Michael Porter’s. Penerapan e-strategy akan nampak pada setiap rantai proses
15
yang ada didalam perbankan dimulai dari proses e-inbound logistic yang secara khusus berasal dari bank sentral (dalam hal ini di Indonesia disebut Bank Indonesia) berupa segala kebijaksanaan perbankan dan moneter. E-operasional merupakan proses internal yang ada didalam perbankan. E-outbound logistik merupakan produk layanan jasa keuangan yang dimiliki oleh perbankan. Sedangkan e-marketing dan e-sales merupakan suatu sistem informasi yang mendukung kegiatan marketing dan penjualan. Sedangkan rantai terakhir adalah e-customer service dimana merupakan suatu layanan terhadap nasabah yang mengalami kesulitan atau permasalahan. Untuk mata rantai pendukung terdiri dari e-firm infrastructure, e-strategic decision, e-human resource management, etechnology development dan e-procurement. Dengan model ini maka akan diketahui kekuatan dan kelemahan dari suatu bank sehingga dapat memberikan panduan pada pengembangan IT sistem yang dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing dan mempunyai keunggulan kompetitif pada suatu bank komersial. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh (Howell & Wei, 2010) dapat disimpulkan bahwa pengembangan aplikasi ebusiness merupakan faktor yang signifikan terhadap kesuksesan bank pada saat ini.
2.5. IT Balanced Scorecard Konsep Balanced Scorecard diperkenalkan pertama kali oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton pada jurnal “Harvard Business Review” pada tahun 1992. Ide awal dari konsep ini adalah proses evaluasi tradisional dimana lebih menitikberatkan kepada sisi keuangan seperti Return on Investment (ROI) dan lain
16
sebagainya kurang memperlihatkan hasil evaluasi yang komprehensif. Balanced scorecard sering digunakan oleh perusahaan dalam proses evaluasi dan penerapan strategi bisnis pada setiap level dalam suatu perusahaan dimana selalu dihubungkan dengan tujuan, inisiatif dan pengukuran terhadap strategi bisnis yang ada. Hasil dari penerapan balanced scorecard dapat memperlihatkan performa perusahaan secara keseluruhan. Selain itu balanced scorecard menggabungkan pengukuran tradisional seperti ROI, EPS dan lain sebagainya dengan indikator performa
lainnya
seperti
perspektif
konsumen,
proses
bisnis
internal,
pertumbuhan organisasi serta pelatihan dan inovasi. Martinsons, Davison dan Tse (1999) menyarankan adanya modifikasi pada empat perspektif balanced scorecard sehingga menjadi lebih efektif sebagai IT scorecard. Dasar dari modifikasi ini adalah divisi IT biasanya merupakan pihak internal dalam suatu perusahaan dan proyek IT biasanya memberikan keuntungan bagi end-users dan perusahaan secara keseluruhan dibandingkan konsumen perorangan. Keempat perspektif tersebut yaitu: 1. Orientasi user (perspektif end-user)
Misi: o Meningkatkan nilai tambah dari suatu produk dan layanan kepada end-user
Tujuan: o Menciptakan dan menjaga reputasi dan image yang baik dengan end-user o Memanfaatkan keunggulan IT o Menciptakan hubungan baik dengan user
17
o Menyediakan kebutuhan end-user o Fokus pada penyediaan produk dan layanan IT 2. Nilai bisnis (perspekfif management)
Misi: o Berkontribusi dalam meningkatkan nilai bisnis
Tujuan: o Menciptakan dan menjaga reputasi dan image yang baik dengan management o Memastikan proyek IT menghasilkan nilai bisnis o Mengkontrol biaya IT o Menjual produk dan layanan IT kepada pihak ketiga
3. Proses internal (perspektif operasional)
Misi: o Menyediakan produk dan layanan IT yang efektif dan efisien
Tujuan: o Memberikan masukan terhadap permintaan yang berasal dari enduser dan management o Melakukan perencanaan dan mengembangkan aplikasi IT secara efisien o Melakukan operasional dan pemeliharaan aplikasi IT secara efisien o Melakukan proses pengujian hardware dan software secara efisien o Menyediakan pelatihan yang efektif dan memuaskan end-user
18
4. Kesiapan menyambut masa depan (perspektif inovasi dan pembelajaran)
Misi: o Melakukan pengembangan secara berkesinambungan terhadap tantangan masa depan
Tujuan: o Melakukan antisipasi dan persiapan terhadap permasalahan IT yang dapat muncul o Melakukan pengembangan kompetensi IT melalui pelatihan o Melakukan perbaikan dan pembaharuan terhadap aplikasi IT o Melakukan pembaharuan terhadap hardware dan software secara berkesinambungan o Melakukan pengembangan terhadap perkembangan teknologi secara efisien untuk pengembangan bisnis
Berdasarkan penjelasan diatas maka langkah selanjutnya akan dilakukan pengukuran parameter IT tersebut berdasarkan empat perspektif yang ada yaitu, Perspektif Orientasi User
Metrik Kepuasan konsumen
Nilai Bisnis:
Kontrol Beban
Penggunaan budget IT Alokasi budget IT Presentase
budget
IT
terhadap
pendapatan Tingkat pengeluaran per karyawan
19
Penjualan terhadap pihak ketiga
Pendapatan
dari
produk
dan
layanan IT
Nilai bisnis dari proyek IT
Perhitungan ROI, payback dan lain sebagainya. Evaluasi bisnis dengan Information Economic Kualitas produk/layanan, tingkat respon
konsumen,
managemen
informasi
Resiko strategi IT
Tingkat resiko
Resiko teknologi Resiko pengembangan Resiko operasional
Nilai
tambah
departemen IT
dari
Tingkat pemanfaatan sumber daya manusia Hubungan antara CIO dan CEO
Proses Internal:
Perencanaan
Tingkat pemanfaatan sumber daya manusia
20
Pengembangan
Tingkat penggunaan SDM Tingkat penggunaan waktu Tingkat
penggunaan
kembali
program yang telah ada Waktu untuk perbaikan
Operasional
Jumlah end-user yang dibutuhkan Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki permasalahan
Kesiapan terhadap Masa Depan:
Kemampuan IT spesialis
Jumlah budget pelatihan Jumlah konsultan IT Penyebaran usia konsultan IT
Kepuasan staf IT
Tingkat turnover Produktifitas pegawai IT
Portfolio Aplikasi
Distribusi platform Performa teknik Tingkat kepuasan end-user
Penelitian terhadap
Budget penelitian IT
teknologi baru Tabel 2.1 Parameter pengukuran IT berdasarkan Balanced Scorecard
21
2.6. Cost Benefit Analysis (CBA) Definisi dari Cost Benefit Analysis (CBA) adalah metode yang digunakan untuk melakukan evaluasi antara total biaya dibandingkan dengan total keuntungan yang diharapkan sehingga menentukan kelayakan suatu proyek. Pada dasarnya proyek yang membawa keuntungan lebih yang akan dipilih. Metode analisis ini telah ada cukup lama dimana ide awal dirumuskan oleh Jules Dupuit pada tahun 1848. Kemudian disempurnakan oleh seorang ekonom berkebangsaan Inggris, Alfred Marshall. Implementasi metode ini telah digunakan dalam segala bidang mulai. Untuk bidang IT metode ini telah digunakan sebagai pedoman dalam pengembangan suatu software (Quigley & Walls, 2003) .Metode ini juga dapat mendukung model penentuan kualitas software (Khoshgoftaar, Allen, Jones, & Hudepohl, 2001). Metode ini pada dasarnya terdiri dari tiga bagian penting yaitu melakukan identifikasi terhadap semua potensial biaya yang mungkin muncul. Kedua, melakukan identifikasi terhadap semua potensi keuntungan yang mungkin muncul. Ketiga, melakukan pengurangan antara potensi keuntungan dengan potensi biaya yang ada. Hasil dari tahap terakhir akan digunakan sebagai dasar untuk melakukan pengambilan keputusan terhadap layak tidaknya suatu proyek tersebut (Zerbe, 2008).
22
2.7. Return on Investment (ROI) Definisi dari Return on Investment (ROI) adalah merupakan suatu metode pengukuran terhadap tingkat keuntungan suatu proyek dengan perbandingan antara keuntungan dengan beban dalam periode waktu tertentu yang biasanya dihitung dalam waktu 1 tahun (Kapp & Vasta, 2003). Adapun rumusan yang digunakan dalam perhitungan ROI sebagai berikut Rumus ROI
Perhitungan
Keuntungan Bersih
Keuntungan Bersih = Total Keuntungan – Total Beban
Merupakan hasil dari pengurangan total keuntungan dengan total beban yang telah dikeluarkan Benefit Cost Ratio (BCR)
BCR = Total Keuntungan / Total Beban
Merupakan hasil keuntungan dari setiap investasi yang telah dikeluarkan sebagai total beban ROI (%)
ROI = (Keuntungan Bersih/Total Beban) x 100
Merupakan presentase keuntungan yang diperoleh dari setiap investasi yang telah dikeluarkan sebagai total beban
Tabel 2.2 Kumpulan Rumus perhitungan ROI. Metode ini sangat terkenal karena cukup sederhana proses perhitungannya. Dimana apabila hasil dari perhitungan ROI adalah negatif maka sebaiknya kegiatan investasi proyek tersebut dihindari karena adanya indikasi munculnya kerugian. Sedangkan apabila hasil dari perhitungan ROI adalah positif maka kegiatan investasi proyek tersebut dapat dilanjutkan karena proyek tersebut menguntungkan.
23
2.8. Cash Management Cash management merupakan suatu kegiatan yang terdiri dari berbagai fungsi yang membantu perseorangan atau perusahaan dalam hubungan dengan proses penerimaan dan pembayaran yang diatur dan dilakukan secara efisien (Bee, 2005). Tujuan dari cash management adalah melakukan pengaturan terhadap saldo kas perusahaan sedemikian rupa untuk memaksimalkan ketersediaan dana tunai untuk mendukung operasional perusahaan dan menghindakan perusahaan dari kegagalan pembayaran hutang ataupun kebangkrutan. Dalam hal ini ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu tingkat likuiditas perusahaan, manajemen saldo kas dan strategi investasi jangka pendek (Gage, 2005). Dalam perjalanan bisnis suatu perusahaan merupakan hal yang biasa dimana dalam memproduksi suatu barang atau layanan maka dibutuhkan suatu modal kerja seperti pembelian bahan material, gaji pegawai dan sebagainya. Keseluruhan itu membutuhkan uang kas dan pengembaliannya baru akan didapat apabila barang atau layanan tersebut telah laku dijual atau konsumen telah melakukan pembayaran piutang tepat waktu. Dengan pentingnya arus kas dalam suatu perusahaan maka pengaturan yang efektif merupakan dasar dari kesuksesan suatu perusahaan (Kono, 2004). Maka akan selalu ada hubungan erat antara tingkat likuiditas dengan tingkat keuntungan perusahaan (Hommel & Frenkel, 2005). Berdasarkan dari tujuannya (Jose, Iturralde, & Maseda, 2008), cash management dibagi menjadi dua macam perspektif, yaitu basic cash management atau sering disebut dengan treasury management dan cash management advance.
24
Adapun tujuan dari treasury management adalah menghasilkan aset lancar secara optimal sehingga proses pembayaran dan penerimaan dalam suatu perusahaan dapat berjalan lancar. Sedangkan tujuan dari cash management advance tidak hanya proses treasury management. Namun juga meliputi kegiatan negosiasi, perkiraan treasury dan menciptakan hubungan dengan institusi keuangan dan managemen resiko dimana nampak seperti pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Konsep Cash Management dan Liquidity Management Saat ini proses administrasi pengelolaan uang atau aset lancar ini telah didukung oleh berbagai layanan yang disediakan oleh bank atau institusi keuangan lainnya. Layanan ini disebut sebagai cash management system dimana merupakan sebuah sistem perangkat lunak yang memberikan informasi manajemen yang memungkinkan melakukan analisa untuk kebutuhan kas jangkan pendek dan panjang serta mengukur piutang terhadap hutang (Bodger, 2009). Layanan tersebut mulai dari pengecekan saldo rekening, transfer antar rekening, peminjaman antar anak perusahaan, pengaturan batas kredir limit sampai pada kegiatan investasi aset lancar tersebut terhadap produk-produk investasi seperti obligasi, reksadana dan lain sebagainya (Aas, 2009).
25
2.9. Supply Chain Supply Chain terdiri dari semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan pemenuhan kebutuhan konsumen. Dimana kegiatan supply chain ini tidak hanya melibatkan manufaktur dan supliyer namun juga pengangkutan, pergudangan, retail dan konsumen sendiri. Dalam perusahaan manufaktur kegiatan supply chain terdiri dari semua kegiatan yang menyangkut penerimaan dan pemenuhan permintaan konsumen (Chopra & Meindl, 2004). Fungsi ini terdiri dari pembuatan produk baru, marketing, operasional, distribusi, keuangan dan layanan konsumen.
Gambar 2.5 Proses Supply Chain Dimulai pada akhir tahun 1980an proses ini lebih dikenal dengan nama Supply Chain Management. Yang menggunakan pendekatan lebih efisien dan terintegrasi antara supliyer, manufaktur, pergudangan dan konsumen melalui pendekatan produksi sesuai dengan pesanan, pengiriman yang lebih tepat waktu sehingga terjadi efisiensi beban dan meningkatkan kepuasan pelanggan (Khan, Al-Mushayt, Alam, & Ahmad, 2010).
26
Gambar 2.6 Proses Supply Chain dengan dukungan perbankan Seiring dengan makin meningkatnya volume transaksi keuangan yang terjadi pada kegiatan supply chain management ini, mendorong bank untuk menyediakan layanan finansial untuk dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam proses yang ada. Contoh- contoh layanan perbankan yang paling terkenal saat ini adalah reverse factoring, forfeiting, open account dan sebagainya. Dengan adanya perbankan sebagai pihak intermediasi dalam proses ini dapat memberikan keuntungan kepada semua pihak, seperti memaksimalkan keuntungan dari investasi yang dapat dilakukan terhadap dana yang sedang tidak terpakai, selain itu dengan adanya fasilitas pinjaman dapat memberikan manfaat bagi konsumen untuk mendapatkan tambahan diskon dengan pembayaran secara langsung. Selain itu, proses automasi terus ditingkatkan seperti proses pembayaran secara elektronik, proses e-invoice dan lain sebagainya (Hughes, 2010). Namun dari pihak bank perlu memperhatikan proses pengendalian resiko sehingga layanan yang terus dikembangkan membawa manfaat bagi semua pihak.
27
2.10. Trade Finance Trade Finance telah dikenal dalam pasar perdagangan dunia sejak tahun 1983. Seiring dengan perkembangan dan daya cakupnya cukup luas maka ada beberapa definisi. Trade Finance merupakan suatu ilmu yang menggambarkan pengelolaan uang, perbankan, kredit, investasi dan aset untuk transaksi perdagangan internasional. Menurut Investopedia, Trade Finance mendefinisikan sebagai perusahaan yang terlibat dengan pembiayaan perdagangan termasuk importir dan eksportir, dana, asuransi dan penyedia jasa lainnya (Investopedia, 2010). Dalam bentuk yang paling sederhana (Trade Finance Magazine, 2009), eksportir membutuhkan importir yang melakukan pembayaran terlebih dahulu untuk pesanan barang yang dikirim. Importir secara alami ingin mengurangi risiko dengan meminta eksportir untuk mengirimkan dokumen mengenai barang yang telah dikirim. Bank importir membantu dengan menyediakan letter of credit kepada eksportir atau bank eksportir sebagai pembayaran terhadap penyerahan dokumen tertentu seperti bill of landing. Bank eksportir mungkin memberikan pinjaman kepada eksportir berdasarkan kontrak eksport tersebut. Maka dalam pembahasan thesis ini trade finance atau pembiayaan perdagangan yang dimaksud adalah merupakan suatu fasilitas kredit dan layanan perbankan untuk menunjang nasabah dalam kegiatan perdagangan domestik dan internasional. Adapun penarikan biaya yang dilakukan oleh bank terhadap transaksi pembiayaan perdagangan adalah
Biaya layanan – biaya yang dibebankan pada penggunaan suatu layanan
Biaya bunga – biaya yang dibebankan atas dana yang digunakan
28
Biaya aplikasi – biaya yang dibebankan baik atas fasilitas atau nilai pembelian
Untuk besar kecilnya tarif yang dikenakan akan tergantung pada volume transaksi, tingkat pelayanan yang diberikan oleh bank dan tingkat resiko yang ada. Adapun jenis-jenis layanan dalam pembiayaan perdagangan yang telah diperkenalkan oleh bank adalah
Letter of Credit (L/C) dalam bentu Sight dan Usance Merupakan jaminan pembayaran bank pembuka L/C atas penyerahan dokumen-dokumen yang sesuai dengan persyaratan L/C untuk transaksi impor barang.
SKBDN (Letter of Credit Dalam Negeri) Merupakan jaminan pembayaran bank pembuka SKBDN atas penyerahan dokumen-dokumen yang sesuai dengan persyaratan SKBDN untuk transaksi perdagangan dalam negeri.
Standby Letter of Credit Merupakan jaminan pembayaran untuk berbagai kewajiban transaksi bisnis yang dimiliki nasabah.
Bond and Guarantee o Tender atau Bid Bond Merupakan jaminan bank
yang diterbitkan dalam rangka
memenuhi persyaratan dalam mengikuti tender atau lelang.
29
o Performance Bond Merupakan jaminan bank yang diterbitkan untuk memproteksi oblige atas terjadinya risiko non-performance dan risiko keuangan jika kontraktor wanprestasi terhadap pelaksanaan kontrak. o Retention Bond Merupakan jaminan bank yang diterbitkan untuk menjamin pembayaran kepada principal oleh penerima bank garansi sebelum tanggal pembayaran atau pelepasan kewajiban menurut kontrak. o Payment Bond Merupakan jaminan bank yang diterbitkan dalam rangka menjamin pembayaran nasabah kepada pihak lain. o Advance Payment Bond Merupakan jaminan bank yang diterbitkan dalam rangka menjamin uang muka atas suatu kontrak/proyek yang diterima oleh nasabah. o Counter Guarantee Merupakan jaminan bank
yang diterbitkan dalam rangka
penjaminan penerbitan bank garansi lainnya. o Custom Bond Merupakan jaminan bank
yang diterbitkan dalam rangka
penangguhan pembayaran pajak-pajak impor barang.
Shipping Guarantee Merupakan jaminan yang diterbitkan oleh bank untuk membantu importir agar dapat mengeluarkan barang impor dari perusahaan pelayaran sebelum dokumen transport diterima oleh importir.
30
Inward Documentary Collection (D/P dan D/A) Merupakan penerusan dokumen impor untuk nasabah dari bank eksportir melalui mekanisme pembayaran non-L/C.
Usance Payable At Sight (UPAS) Merupakan fasilitas pembiayaan untuk pembayaran secara at sight kepada eksportir atas document L/C Usance milik importir.
Post Import Financing/Trust Receipt Merupakan fasilitas pinjaman jangka pendek untuk pembayaran dokumendokumen impor.
Letter of Credit Export Merupakan penerusan L/C yang diterima dari bank penerbit kepada nasabah atau bank penerima L/C lainnya.
Transfer Letter of Credit Merupakan pengalihan (transfer) L/C ekspor, berdasarkan permintaan nasabah kepada pihak ketiga yang ditunjuk.
Negosiasi Eksport Letter of Credit dengan fasilitas Merupakan pembiayaan ekspor setelah pengapalan barang atas dasar L/C berdasarkan fasilitas negosiasi L/C ekspor untuk exporter.
Negosiasi Eksport Letter of Credit tanpa fasilitas Merupakan pembiayaan ekspor setelah pengapalan barang atas dasar L/C berdasarkan ketersediaan bank line yang memadai dari bank pembuka L/C.
31
Outward Documentary Collections (D/P dan D/A) Merupakan pengiriman dokumen ekspor dari nasabah ke bank importir dengan mekanisme pembayaran non-L/C.
Pre and Post Export Financing Merupakan fasilitas pinjaman yang diberikan untuk menunjang modal kerja dalam kegiatan ekspor, baik dengan L/C maupun tanpa L/C. Pelunasan fasilitas berdasarkan dari hasil realisasi ekspor.
2.11. Istilah-Istilah dalam Perbankan 2.11.1.
Fee Based Income
Jenis pendapatan yang diperoleh oleh perbankan atas produk dan jasa yang diberikan kepada masyarakat atau nasabah dapat digolongkan menjadi dua (Kasmir, 2002), yaitu: 1. Pendapatan bunga (interest income) Merupakan pendapatan dalam bentuk bunga yang diperoleh dari pemberian kredit sebagai bagian dari penyaluran dana kepada masyarakat, baik perorangan dan badan usaha serta penempatan dana pada bank lain. 2. Pendapatan non bunga (fee based income) Merupakan pendapatan dalam bentu fee, provisi atau komisi yang diperoleh dari proses pelayanan atas jasa yang telah diberikan kepada masyarakat. Selain itu merupakan pendapatan yang diperoleh dari pemasaran produk perbankan. Saat ini, pendapatan non bunga (fee based income) dari pelayanan atas jasa sangat diandalkan oleh perbankan komersial. Meskipun perolehannya masih
32
relatif lebih kecil dari pendapatan bunga (interest income) namun resiko yang ditanggung oleh perbankan lebih kecil dibandingkan pendapatan bunga. Contoh pendapatan yang termasuk dalam kategori fee based income adalah biaya administrasi, biaya kirim, biaya tagih, biaya provisi dan komisi, biaya iuran dan biaya sewa yang dibebankan kepada nasabah atas produk dan jasa perbankan yang telah dinikmatinya.