BAB II Landasan Teori 2. 1. Teori Budaya Organisasi 2. 1. 1. Pengertian Budaya Budaya adalah seperangkat kepercayaan, nilai dan pola dari tingkah laku umum yang ada dalam suatu kelompok. (Schermerhorn, 1996: 92)
2. 1. 2. Pengertian Organisasi Organisasi telah banyak didefinisikan oleh para ahli organisasi dan manajemen, di antaranya adalah sebagai berikut: Organisasi adalah “Suatu kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar, yang memiliki batas-batas yang dapat diidentifikasi, yang memiliki fungsi berkesinambungan untuk mencapai suatu tujuan umum ataupun tujuan yang telah ditetapkan”. (Robbins, 2001). Organisasi adalah “Kumpulan orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama”. (Schermerhorn, 2001). Organisasi adalah “Sebuah unit yang berkoordinasi, terdiri paling sedikit dua orang yang berfungsi untuk mencapai tujuan umum atau seperangkat tujuan. Organisasi juga merupakan suatu kesatuan yang memungkinkan
8
9
suatu kelompok mengejar prestasi yang tidak bisa dicapai seorang diri”. (Gibson, Ivanevich & Donelly, 2000) Secara umum, organisasi merupakan suatu wadah yang di dalamnya berkumpul orang-orang yang dikelompokkan dalam suatu struktur tertentu yang mempunyai aktivitas saling tergantung satu sama lain (interdependent) untuk meraih suatu tujuan atau beberapa tujuan yang telah disepakati bersama.
2. 1. 3. Definisi Budaya Organisasi Budaya organisasi memiliki makna luas. Menurut Luthans (1998), budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi. Menurut Mondy and Noe (1996), Budaya organisasi merupakan suatu sistem dari shared value, keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur formalnya untuk menciptakan
norma-norma
perilaku.
Menurut
Wood,
Wallace,
Zeffane,
Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri, dan menurut Cushway dan Lodge (2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara pegawai berprilaku. Dari sejumlah pengertian diatas budaya organisasi sangat erat kaitannya dengan pembentukan perilaku orang-orang yang ada didalamnya. Menurut Haris dan Moran (1991) faktor utama dari budaya organisasi adalah perilaku kerja. Sehingga bila kita ingin melihat bagaimana suatu budaya berkembang dalam organisasi
10
maka kita dapat melihat perilaku yang ada di dalamnya. Maka dalam hal ini penulis berfokus melihat perilaku organisasi yang ada pada Kementerian Agama RI.
2. 1. 4. Perilaku Organisasi Menurut Keith Davis & John W. Newstrom (1993) dalam bukunya Perilaku Dalam Organisasi mendefinisikan perilaku organisasi adalah telaah dan penerapan pengetahuan tentang bagaimana orang bertindak di dalam organisasi. Unsur pokok dalam perilaku organisasi adalah orang, struktur, teknologi, dan lingkungan tempat organisasi beroperasi. Berikut pengertian dari masing-masing unsur tersebut: a. Orang, Orang-orang adalah makhluk hidup yang berjiwa, berpikiran, dan berperasaan yang menciptakan organisasi untuk mencapai tujuan mereka. Organisasi dibentuk untuk melayani manusia, dan bukan sebaliknya orang hidup untuk melayani organisasi. b. Struktur, Struktur menentukan hubungan resmi orang-orang dalam organisasi. Orang-orang ini harus dihubungkan dengan cara tertentu yang terstruktur agar pekerjaan mereka efektif. c. Teknologi, Teknologi menyediakan sumber daya yang digunakan orang-orang untuk bekerja dan sumber daya itu mempengaruhi tugas yang mereka lakukan.
11
d. Lingkungan, Semua organisasi beroperasi didalam lingkungan luar. Lingkungan luar mempengaruhi sikap orang-orang, mempengaruhi kondisi kerja, dan menimbulkan persingan untuk memperoleh sumber daya dan kekuasaan. Gambar 2. 1. Unsur-unsur pokok dalam perilaku organisasi
Dalam hal perilaku organisasi kita memberikan perhatian penuh kepada aspek manusia di tempat kerja. Didasarkan pada Frederick. W Taylor (dalam James. A. D. Storer. 1995). Di Amerika Serikat pada awal tahun 1900-an. Taylor sering disebut sebagai bapak manajemen keilmuan, mengemukakan bahwa apabila memang ada mesin terbaik untuk melaksanakan suatu pekerjaan, maka tentunya ada cara terbaik bagi orang-orang untuk melakukan pekerjaan mereka. Adanya teknologi informasi adalah untuk menunjang pekerjaan yang dilakukan oleh manusia. Kesuksesan dan optimalisasi pemanfaatan TI didalam organisasi sangat tergantung pada actor yang terdapat didalam sistem tersebut, yaitu manusia, baik berperan sebagai pengguna (user), pembuat keputusan (decision maker),
12
pengembang (developer, termasuk sebagai designer dan programmer), peneliti (researcher), serta maintenance operator. (Riri Satria. 2008).
2. 1. 5. Aspek Budaya Pada Sistem Informasi Lamb and Kling (2005) berargumen bahwa salah satu actor terpenting dalam SI adalah pengguna (user). Pengguna TI adalah actor dalam suatu sistem yang disebut SI. Sementara itu menurut argumen Alexander, teknologi (termasuk TI) termasuk dalam sistem budaya. Argumen Lamb and Kling (2005), Alexander (1992), dan Keith Davis & John W (1993) jika disintesakan akan membawa kita kepada kesimpulan bahwa TI adalah bagian dari sistem budaya, dan pasti juga sangat dipengaruhi oleh komponen budaya. Oleh karena itu komponen teknologi masuk kedalam faktor utama dari perilaku organisasi. TI dalam ruang lingkup yang lebih luas, SI, adalah suatu sistem budaya. Hal ini menyebabkan optimalisasi penggunaan TI juga sangat ditentukan oleh aspek budaya (Riri Satria. 2008).
2. 2. E - Government 2. 2. 1. Definisi E- Government The World Bank Group (2006), mendefinisikan "Electronic government refers to the use by government agencies of informationtechnologies (such as wide area networks, the internet, and mobile computing) that havethe ability to transform relations with citizens, businesses, and other arms of government. These technologies can serve a variety of different ends : better delivery of
13
governmentservices to citizens, improve interactions with business and industry, citizenempowerment through access to information, or more efficient government management. The resulting benefits can be less corruption, increased transparency, greaterconvenience, revenue growth, and / or cost reductions. "eGovernment sebagai penggunaan teknologi informasi oleh badan-badan pemerintahan, seperti: Wide Area Networks, Internet, dan Mobile Computing. Dijelaskan pula Legislative Analyst’s Office (2006), bahwa e-Government merupakan proses trasaksi bisnis antara masyarakat dan pemerintah melalui penggunaan sistem yang terotomatisasi dan jaringan internet, biasanya disebut World Wide Web. Pemerintah federal Amerika Serikat (dalam Legislative Analyst Office. 2001) mendefinisikan e-Government secara ringkas, padat dan jelas, eGovernment mengacu kepada penyampaian informasi dan pelayanan online pemerintahan melalui internet atau media digital lainnya. E-Government adalah istilah yang menurut beberapa kalangan, didefinisikan secara beragam. Secara umum e-Gov dapat di definisikan: penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan. E-Government tidak saja dianggap sebagai pemerintahan online yang berbasis Internet (internet based government). Namun, terdapat juga teknologi pemerintahan electronic non-Internet yang dapat digunakan dalam hal ini. Karena itu, dalam melihat E-Government, jangan terpaku oleh unsur 'e' - nya semata, tetapi yang terpenting adalah proses dan jalannya pemerintahan melalui
14
fasilitas internet atau media online. Terdapat dua hal utama dalam pengertian EGovernment: 1. Penggunaan teknologi komunikasi informasi (salah satunya adalah internet) sebagai alat bantu, dan 2. Tujuan pemanfaatannya agar kinerja pemerintahan dapat lebih efisien. Dua negara besar terdepan dalam mengimplementasikan konsep e-Government, yaitu Amerika dan Inggris melalui Al Gore dan Tony Blair (dalam indrajit. 2004), secara terperinci menggambarkan manfaat yang diperoleh dengan diterapkannya konsep e-Government bagi suatu negara adalah: 1. Memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada para stakeholdernya (masyarakat, kalangan bisnis dan industri) terutama dalam hal kinerja efektifitas dan efisiensi diberbagai bidang kehidupan bernegara 2. Meningkatkan transparansi kontrol dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka penerapan konsep Good Corporate Governance 3. Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi, relasi dan interaksi yang dikeluarkan pemerintah maupun stakeholder-nya untuk keperluan aktifitas sehari-hari 4. Memberikan peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan sumbersumber pendapatan baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak yang berkepentingan
15
5. Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat secara tepat dan cepat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi sejalan dengan berbagai perubahan global dan trend yang ada 6. Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra pemerintah dalam proses pengambilan berbagai kebijakan publik secara merata dan demokratis.
2. 2. 2. Strategi Pengembangan e-Government Dalam pencapaian tujuan e-Government perlu dilaksanakan melalui enam strategi yang saling terkait, yaitu : 1. Mengembangkan sistem pelyanan yang andal dan terpercaya, serta terjangkau oleh masyarakat luas. 2. Menata sistem manajemen dan proses kerja pemerintah dan pemerintah daerah otonom secara holistik. 3. Memanfaatkan teknologi informasi secara optimal. 4. Meningkatkan peran serta dunia usaha dan mengembangkan industry telekomunikasi dan teknologi informasi. 5. Megnembangkan kapasistas SDM baik pada pemerintah maupun pemerintah daerah otonom, disertai dengan meningkatkan e-literacy masyarakat.
16
6. Melaksanakan pengembangan secara sistematik melaui tahapan-tahapan yang realistis dan terukur.
2. 2. 3. Tingkatan dalam Pengembangan e-Government Berdasarkan sifat transaksi informasi dan pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah melalui jaringan informasi, pengembangan e-Government dapat dilaksanakan melalui 4 (empat) tingkatan sebagai berikut (Inpres No. 3/2003): > Tingkat 1 - Persiapan yang meliputi : o Pembuatan situs informasi disetiap lembaga. o Penyiapan SDM. o Penyiapan sarana akses yang mudah misalnya menyediakan sarana Multipurpose Community Center, Warnet, SME-Center, dl. o Sosialisasi situs informasi baik untuk internal maupun untuk public. Tingkat 2 - Pematangan yang meliputi : o Pembuatan situs informasi publik interaktif. o Pembuatan antar muka keterhubungan dengan lembaga lain. Tingkat 3 - Pemantapan yang meliputi : o Pembuatan situs transaksi pelayanan publik; o Pembuatan interoperabilitas aplikasi maupun data dengan lembaga lain.
17
Tingkat 4 - Pemanfaatan yang meliputi : o Pembuatan aplikasi untuk pelayanan yang bersifat G2G, G2B dan G2C yang terintegrasi. o Situs pemerintah pusat dan daerah harus secara bertahap ditingkatkan menuju ke tingkat - 4. Terkait dengan strategi tahapan pengembangan yang dilaksanakan inpres, pengembangan e-Government dapat dilaksanakan melalui empat tingkatan budaya sebagai berikut (Sri Handayaningsih. 2007). 1. Tahap Inisiasi 2. Tahap Interaksi 3. Tahap Trasaksi 4. Tahap Pelayanan Pada tahapan pengembangan mengambil kunci serta mengkombinasikan dengan unsur-unsur e-Government yang bersifat internal, amaka dirumuskan tahapantahapan transformasi menuju e-Government yang terdiri dari empat tahap berikut: Inisiasi, Interaksi, Transaksi, Transformasi. Tahap pertama, tahap inisiasi memiliki kata kunci “Edukasi Digital” dengan melakukan hal-hal dilakukan: 1. Mensosialisasikan pemanfaatan computer dan jaringan komputer secara luas dikalangan aparatur pemerintahan.
18
2. Keberadaan Jaringan Komputer Lokal. 3. Pemanfaatan-pemanfaatan secara sederhana berupa layanan komunikasi e mail, dan pemakaian arsip digital secara bersama (file sharing). 4. Diperkenalkan akses ke Internet dengan fasilitas yang minimal, misalnya dengan mekanisme dial-up. 5. Keberadaan akses Internet ini juga dapat dimanfaatkan untuk mulai menyelnggarakan situs web institusi secara sederhana sebagai bentuk awal pelayanan kepada masyarakat. Informasi yang disajikan didalam stus lebih cenderung bersifat statis, atau belum memiliki mekanisme pemutakhiran yang rutin. Tahap kedua, tahap interaksi dengan kata kunci “informasi Digital” hal-hal yang dilakukan: 1. Mempertegas budaya dokumentasi digital dalam institusi. 2. Mekanisme file-sharing. 3. Konsep komunikasi dengan e-mail diperluas penggunaanya untuk memulai bentuk-bentuk penyelenggaraan komunikasi dan koordinasi yang mengakomodasi proses kerja perkantoran secara elektronik. Budaya informasi digital akan mengkondisikan aparatur untuk: 1. Melakukan pertukaran informasi yang efektif serta interoperabilitas yang lebih baik antar lembaga pemerintah.
19
2. Menyediakan sumber informasi yang berkualitas dan otentik. 3. Mendukung prinsip-prinsip administrasi, proteksi ataupun transparansi informasi. 4. Melaksanakan ekstrasi, dan perangkuman informasi lintas lembaga pemerintah. 5. Pembangunan infrastruktur komunikasi digital yang menghubungkan antar lembaga untuk memulai pentahapan komunikasi dan informasi yang bersifat lintas lembaga pemerintah. 6. Website/Portal, sudah bersifat dinamis dengan proses pemutakhiran informasi secara berkala. Tahap ketiga, tahap Transaksi yang memiliki kata kunci “Transaksi Digital” melanjutkan hal-hal yang dilakukan: 1. Dokumen dan komunikasi digital telah diakui secara formal dalam instansi pemerintah. 2. Dukungan jaminan keamanan dan keaslian data serta penghasil data (security dan authority). 3. Data yang bersifat terstruktur, atau data yang memiliki atribut-atribut khusus (numerik, tabular dan spasial). Bentuk data seperti inilah yang akan berperan besar dalam fungsi kepengelolaan pemerintah, sebagai bahan pengendalian dan penentuan rencana arahan. Keberadaan
20
data/informasi tersebut pada awalnya bersifat parsial dan tersebar di beberapa instansi. 4. Terciptanya mekanisme untuk melakukan akses data yang bersifat lintas instansi yang didukung oleh keberadaan sistem informasi infrastruktur komunikasi digital dengan kapasitas yang memadai. Tahap keempat, tahap transformasi ini berfokus secara eksplisit pada aspek front-office pelayanan dengan mengambil tema tahapan Pelayanan Digital. Budaya organisasi pada tahap ini terlihat pada: 1. Pemerintah telah mantap, dan didukung oleh keberadaan faktor-faktor penunjang seperti
fasilitas
SITEL, staff pelaksana SITEL dan
aturan/kebijakan tentang penyelenggaraan SITEL. 2. Penataan aspek-aspek pelayanan kepada masyarakat yang dapat dilakukan secara elektronik. 3. Terciptanya mekanisme pelayanan yang sifatnya terkoordinasi antar instansi yang berwenang. Kondisi ideal yang dapat dicapai adalah layanan satu pintu yang membuat pemrosesan layanan di belakangnya bersifat transparan bagi masyarakat yang dilayaninya. Berikut gambaran beberapa aplikasi pada Kementerian Agama RI:
21
Gambar 2. 2. Aplikasi e-Gov Kemenag RI
Portal (website) e-Government yang ada pada Kementerian Agama RI dijadikan sebagai ujung tombak e-Government sesuai dengan amanat Inpres No. 3/2003. Organisasi pengelolaan dan pengolahan informasi pada Kemenag RI di bagi menjadi tiga organisasi berbeda, yaitu 1). Pusat Informasi dan Kehumasan dimana unit ini menyediakan infrastruktur kelengkapan jaringan pada organisasi baik dari sisi intranet, internet maupun keamanannya. Unit ini merupakan unit yang didirikan sesuai amant Inpres No. 3/2003. Pada unit ini tersedia server untuk website dan gateway untuk unit-unit lain dalam berhubungan dengan pihak Instansi lain. 2). Unit Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT) unit ini sebagai unit pendaftaran dan pengelaan haji bagi masyarakat diseluruh indonesia. Pada unit ini masyarakat dapat mendaftar haji seluruh indonesia yang berkerjasama dengan pihak bank-bank pemerintah diseluruh Indonesia. Sehingga masyarakat cukup mendaftar dengan bank pemerintah yang telah ditunjuk kemudian terhubung langsung dengan server SISKOHAT sehingga terotomatisasi
22
dengan server bank-bank daerah. Karena menerapkan sistem peer-to-peer dengan server seluruh bank pemerintah yang telah ditunjuk diseluruh indonesia. Sehingga pada unit ini dapat mengetahui jumlah jamaah yang telah mendaftar, yang sudah mendapatkan kursi, waiting list dan jumlah setoran yang telah dibayarkan oleh masyarakat. 3). Unit-unit eselon III dan eselon IV yang merupakan unit-unit teknis bagi masing-masing biro pada Kemenag RI. Unit ini mempunyai aplikasiaplikasi tambahan dalam menjalankan kelancaran informasi dan pekerjaannya, contohnya aplikasi SAK (Sistem Akuntansi Keuangan) pada aplikasi ini dapat menghitung neraca dari anggaran pada masing-masing unit kerja dan penyerapan anggaran yang telah terealisasi. Dengan demikian dapat memudahkan besarnya prosentase penyerapan anggaran dan sisanya. Sehingga pada unit ini sangat banyak dan berbeda-beda aplikasi yang dimiliki pada masing-masing unit eselon III dan IV.
2. 3. Kementerian Agama RI 2. 3. 1. Tinjauan Umum Organisasi Merujuk pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, ada enam landasan filosofis bagi pembangunan bidang agama, yaitu: 1. Agama sebagai sumber nilai spiritual, moral dan etik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara Agama bukan sekadar mengajarkan tentang hubungan antara pemeluk agama dan Sang Pencipta, melainkan juga tentang hubungan antar sesama manusia dan
23
hubungan dengan alam sekitarnya. Oleh sebab itu, pembangunan bidang agama diarahkan bukan saja untuk meningkatkan kualitas kesalehan individual umat beragama, tetapi juga mendorong terwujudnya kesalehan sosial dan ekologis, serta moralitas publik dalam pengelolaan kehidupan bernegara. 2. Penghormatan dan perlindungan atas hak dan kebebasan beragama sebagai bagian dari hak asasi warga negara Hak dan kebebasan beragama warga negara diakui sebagai bagian dari hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Sesuai amanat konstitusi, negara dan pemerintah berkewajiban memberikan jaminan dan perlindungan atas hak setiap warganya untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, serta memberikan fasilitasi dan pelayanan untuk pemenuhan hak dasar warga negara tersebut. Dengan demikian, aspek perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak beragama sebagai bagian dari hak asasi warga negara menjadi landasan pokok bagi pembangunan bidang agama. 3. Kerukunan umat beragama dan tata kelola kehidupan beragama Landasan bagi pengembangan kerukunan umat beragama yang selama ini dijadikan pijakan adalah prinsip trilogi kerukunan, yaitu kerukunan antarumat beragama, kerukunan intraumat beragama dan kerukunan antara umat beragama dan
pemerintah.
Tantangannya
adalah
bagaimana
kerukunan
tersebut
dikembangkan lebih jauh sehingga tidak hanya di kalangan elite agama, tetapi juga menjangkau lapisan umat beragama yang lebih luas.
24
4. Pengembangan karakter dan jati diri bangsa Upaya pembentukan karakter dan jati diri bangsa, di samping peningkatan penguasaan dan ketrampilan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta peningkatan etos kerja dan daya saing, dilaksanakan melalui pembangunan agama dalam bentuk penyelenggaraan pendidikan raudhatul athfal (RA), madrasah, perguruan tinggi agama, pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, berakhlak mulia, bermartabat, dan beradab. 5. Penyediaan fasilitasi dan pelayanan bagi umat beragama berdasarkan prinsip tata kelola kepemerintahan yang baik Salah satu mandat konstitusional yang diemban dalam pelaksanaan pembangunan bidang agama adalah penyediaan fasilitasi dan pelayanan sebagai upaya pemenuhan hak beragama warga negara. Fasilitasi dan pelayanan itu dapat berupa regulasi, kebijakan dan program pembangunan bidang agama. Untuk mencapai keberhasilan yang maksimal, fasilitasi dan pelayanan itu perlu diselenggarakan berdasarkan prinsip tata kelola kepemerintahan yang baik, meliputi: orientasi pada tercapainya konsensus, adanya keikutsertaan publik dalam pengambilan setiap kebijakan (participatory), bertumpu pada asas rule of law, efektif dan efisien, dapat dipertanggungjawabkan kepada warganya (accountable), berlangsung secara transparan (transparent), tanggap terhadap aspirasi dan kebutuhan warga (responsive), serta berlangsung adil dan terbuka bagi seluruh warga (equitable and inclusive).
25
Secara filosofis, sosio politis dan historis agama bagi bangsa Indonesia sudah berurat dan berakar dalam kehidupan bangsa. Itulah sebabnya para tokoh dan pemuka agama selalu tampil sebagai pelopor pergerakan dan perjuangan kemerdekaan baik melalui partai politik maupun sarana lainnya. Perjuangan gerakan kemerdekaan tersebut melalui jalan yang panjang sejak jaman kolonial Belanda sampai kalahnya Jepang pada Perang Dunia ke II. Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada masa kemerdekaan kedudukan agama menjadi lebih kokoh dengan ditetapkannya Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara dan UUD 1945. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang diakui sebagai sumber dari sila-sila lainnya mencerminkan karakter bangsa Indonesia yang sangat religius dan sekaligus memberi makna rohaniah terhadap kemajuankemajuan yang akan dicapai. Berdirinya Kementerian Agama RI pada 3 Januari 1946, sekitar lima bulan setelah proklamasi kemerdekaan kecuali berakar dari sifat dasar dan karakteristik bangsa Indonesia tersebut di atas juga sekaligus sebagai realisasi dan penjabaran ideologi Pancasila dan UUD 1945. Ketentuan juridis tentang agama tertuang dalam UUD 1945 BAB E pasal 29 tentang Agama ayat 1, dan 2: 1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa; 2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Dengan demikian agama telah menjadi bagian dari sistem kenegaraan sebagai hasil konsensus nasional dan konvensi
26
dalam_praktek
kenegaraan
Republik
Indonesia
yang
berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Organisasi Kementerian Agama RI VISI "Terwujudnya masyarakat Indonesia yang TAAT BERAGAMA, RUKUN, CERDAS, MANDIRI DAN SEJAHTERA LAHIR BATIN. " (Keputusan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2010) MISI 1. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama. 2. Meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama. 3. Meningkatkan kualitas raudhatul athfal, madrasah, perguruan tinggi agama, pendidikan agama, dan pendidikan keagamaan. 4. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji. 5. Mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa. (Keputusan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2010)
2. 3. 2. Struktur Organisasi Dalam pengelolaan organisasinya, Kementerian Agama RI memiliki sebuah menteri yang memimpin jalannya kementerian yang dibantu oleh Staff Ahli dan Staff Khusus dalam mengerjakan pekerjaannya sehari-hari. Dalam menjalankan pekerjaan teknisnya dalam organisasi Kementerian Agama RI mempunyai 6 (enam) unit eselon 1 yang menjalankan fungsinya secara berbeda-beda dan mempunyai visi misinya tersendiri. Dalam hal ini masing-masing unit eselon 1 dapat kita sebut dalam sebuah organisasi perusahaan merupakan anak-anak
27
perusahaan yang menjalankan tugasnya secara terpisah karena masing-masing unit eselon 1 merupakan unit teknis yang membidangi tugas dan fungsinya masing-masing. Masing-masing unit eselon 1 dipimpin oleh 1(satu) pimpinan unit dan dibantu unit eselon 2 sebagai sub-sub biro, direktur dan kepala pusat dan berjenjang terus hingga level eselon 4 sebagai kepala sub bagian dan sub dit hingga staff. Unit eselon 1 ini terdiri dari:
1. Sekretariat Jenderal Visi "Terwujudnya masyarakat Indonesia yang TAAT BERAGAMA, RUKUN, CERDAS, MANDIRI DAN SEJAHTERA LAHIR BATIN. " (Keputusan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2010) Fungsi 1. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama. 2. Meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama. 3. Meningkatkan kualitas raudhatul athfal, madrasah, perguruan tinggi agama, pendidikan agama, dan pendidikan keagamaan. 4. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji. 5. Mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa.
28
2. Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Visi "Terwujudnya siswa sekolah yang menjiwai keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT, berakhlaq mulia, memiliki kecerdasan, memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam sejalan dengan tujuan pendidikan nasional dan falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Misi a. Memeratakan pelayanan PAI pada sekolah b. Meningkatkan
mutu
lulusan
siswa
bidang
PAI
Mengembangkan kurikulum PAI c. Meningkatkan kualitas guru PAI pada sekolah d. Meningkatkan mutu pengawas PAI e. Meningkatkan fasilitas PAI pada sekolah f. Mengembangkan dan memberdayakan lembaga PAI pada sekolah g. Mengembangkan minat siswa sekolah mencintai dan mendalami dan mengamalkan PAI h. Meningkatkan tata kelola PAI
3. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Visi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam mempunyai tugas menyelenggarakan
perumusan
serta
melaksanakan
kebijakan
dan
29
standarisasi teknis di bidang Bimbingan Masyarakat Islam berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri. Misi a. Penyiapan perumusan visi, misi, dan kebijakan teknis di bidang Bimbingan Masyarakat Islam; b. Pelaksanaan kebijakan di bidang Bimbingan Masyarakat Islam; c. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang Bimbingan Masyarakat Islam; d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelaksanaan tugas Bimbingan Masyarakat Islam; e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal.
4. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Visi Mewujudkan masyarakat Kristen menjadi teladan dalam hidup beriman dan panutan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Misi a. Membimbing masyarakat Kristen menjadi umat beragama dan warga negara indonesia yang berkualitas; b. Melayani umat Kristen untuk melakukan kegiatan keagamaan secara aman dan hikmat; c. Memberdayakan lembaga dan pranata keagamaan Kristen sebagai mitra pemerintah yang andal dan terpercaya;
30
d. Mendorong tercapainya Gereja Kristen yang esa di Republik Indonesia; e. Mempersiapkan umat Kristen untuk memiliki budi pekerti yang luhur, bermoral dan berahklak mulia; f. Mewujudkan dan meningkatkan kerukunan intern umat beragama, antar umat beragama dan pemerintah yang otentik dan dinamis demi persatauan dan kesatuan.
5. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Tugas Terwujudnya masyarakat Katolik yang 100 % Katolik dan 100% warganegara Indonesia. Misi Mengajak masyarakat Katolik untuk berperan serta secara aktif dan dinamis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam mencapai tujuan kehidupan masyarakat yang sejahtera. Misi dijabarkan dalam usaha-usaha mengajak masyarakat Katolik untuk mewujudkan : a. Masyarakat Katolik yang cerdas dan beriman b. Kerukunan hidup beragama masyarakat Katolik c. Pranata-pranata yang bercirikan kebenaran, keadilan, kesederajatan dan saling menghormati, serta persaudaraan sejati d. Semangat kemandirian masyarakat Katolik
31
e. Pemahaman masyarakat Katolik terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara Indonesia f. Partisipasi masyarakat Katolik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara atas dasar Pancasila dan UUD 1945 g. Masyarakat Katolik yang memahami, menghayati dan menghormati adanya pluralitas budaya, agama dan suku bangsa h. Kualitas pendidikan agama Katolik
6. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Visi Terwujudnya Masyarakat Modern Yang Agamis Dalam Wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia Misi a. Meningkatkan Kualitas Bimbingan, Pemahaman, Penghayatan dan Pengamalan Agama Hindu b. Meningkatkan Pelayanan Kehidupan Beragama Hindu; c. Meningkatkan Kualitas Pendidikan Agama Hindu; d. Pemberdayaan Lembaga Sosial Keagamaan Dan Lembaga Pendidikan Agama Dan Keagamaan Hindu; e. Memperkokoh Kerukunan Intern Umat Beragama Hindu; f. Mengembangkan Seni Dan Budaya Hindu.
32
7. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Budha Visi Terwujudnya Masyarakat Buddha yang Agamais, Mandiri dan Sejahtera Misi a. Meningkatkan
Kualitas
pelayanan
Administrasi
Berbasis
Teknologi Informasi b. Meningkatkan Kehidupan
Beragama dan kerukunan Umat
beragamaan c. Meningkatkan
Kualitas
Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan
8. Inspektorat Jenderal Visi Menjadi pengendali dan penjamin mutu kinerja Kementerian Agama RI
Misi a. Melakukan
pengawasan
fungsional
secara
profesional
dan
independen; b. Melakukan penguatan sistem pengawasan yang efektif dan terintegrasi; c. Meningkatkan pengawasan;
kompetensi
dan
integritas
moral
aparatur
33
d. Meningkatkan peran konsultan dan katalisator aparat pengawasan; e. Mendorong
akselarasi
penyelesaian
f. Menumbuhkembangkan
pengawasan
tindak
lanjut
hasil
pengawasan; preventif
melalui
pengawasan dengan pendekatan agama (PPA) ; g. Mewujudkan pelayanan administrasi pengawasan yang cepat, tepat, dan akurat berbasis teknologi informasi; h. Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka peningkatan kualitas pengawasan.
9. Badan Litbang dan Diklat Visi "Tersedianya data dan informasi keagamaan yang memadai dalam rangka terwujudnya kebijakan pembangunan agama berbasis hasil riset dan tersedianya sumber daya manusia Kementerian Agama RI yang berkualitas. " Misi a. Meningkatkan kualitas hasil penelitian dan pengembangan kehidupan keagamaan; b. Meningkatkan kualitas hasil penelitian dan pengembangan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan;
34
c. Meningkatkan kualitas hasil penelitian dan pengembangan lektur dan khazanah keagamaan; d. Meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil-hasil pentashihan mushaf Al-Qur'an, kajian Al-Qur'an, dan sosialisasi Al-Qur'an serta mengoptimalkan fungsi Bayt Al-Qur'an dan Museum Istiqlal; e. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia Kementerian Agama RI ; & f. Penguatan tata kelola Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI
10. Direktorat Jenderal Haji dan Umrah Visi Optimal Dalam Pelayanan dan Bimbingan Perhajian Misi a. Meningkatkan Pemahaman tentang Perhajian b. Mewujudkan Jamaah Mandiri c. Mewujudkan Petugas Haji yang Handal danProfesional d. Menigkatkan PIHK yang Amanah dan ProfesionalSebagai Mitra Pemerintah e. Menigkatkan Management Terpadu SecaraProfesional
35
Bagan 4. 1. Struktur Organisasi Kementerian Agama RI
2. 4. Review Penelitian Terdahulu Dalam hal ini peneliti menuliskan beberapa peneliti terdahulu antara lain: Sri Handayaningsih (2007) meneliti tentang: . Analisis terhadap Model Budaya Organisasi
Sebagai
Faktor
Penting
dalam
Keberhasilan
Pengembangan
EGovernment pada Pemerintah Kabupaten/Kota (Studi Kasus Daerah Istimewa Yogyakarta. Variabel independen adalah Organizational Culture, E-Government Development
36
Culture, dan Regional Government, sedangkan variabel dependen adalah Keberhasilan Pengembangan E-Government pada Pemerintah Kabupaten/ Kota. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Organizational Culture, E-Government Development Culture, dan Regional Government berpengaruh positif terhadap Keberhasilan Pengembangan E-Government pada Pemerintah Kabupaten/Kota (Studi Kasus Daerah Istimewa Yogyakarta). Ade Gunawan (2007) meneliti tentang: . Pengembangan E-Government dalam Menuju Tata Pemerintahan yang Baik (Good Governance): Studi Kasus Biro Perencanaan dan Organisasi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). . Variabel independen adalah G2C (Government to Citizen), G2B (Government to Business Enterprises), G2G (Interagency Relationship), sedangkan variabel dependen adalah E-Government Development Plan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa G2C (Government to Citizen), G2B (Government to Business Enterprises), G2G (Interagency Relationship) berpengaruh positif terhadap Pengembangan E-Government dalam Menuju Tata Pemerintahan yang Baik (Good Governance). Karin Afriani (2009) meneliti tentang: . Dampak E-Government pada Good Governance: Temuan Empiris dari Kota Jambi. . Variabel independen adalah Prinsip prinsip Good Governance (Kepedulian terhadap Stakeholder, Efektivitas dan Efisiensi, Partisipasi Masyarakat, Akuntabilitas, Transparansi), sedangkan variabel dependen adalah E-Government. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Prinsipprinsip
37
Good Governance (Kepedulian terhadap Stakeholder, Efektivitas dan Efisiensi, Partisipasi Masyarakat, Akuntabilitas, Transparansi) berpengaruh positif terhadap EGovernment. Aryanni (2010) meneliti tentang: Pengaruh Budaya Organisasi, Kemampuan Teknis Staff, dan Infrastruktur Terhadap Keberhasilan Implementasi eGovernment
(studi
kasus
pemerintah
kabupaten
simalungun).
Variabel
independen adalah Budaya Organisasi, Kemampuan Teknis Staff, dan Infrastruktur, sedangkan Variabel dependen adalah Keberhasilan Implementasi eGovernment. Penelitian ini menyimpulkan Budaya Organsasi, Kemampuan Teknis Staff dan Infrastruktur berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi eGovernment, secara partial budaya organisasi tidak berpengaruh terhadap implementasi e-Government. Tabel 2. 1. review penelitian relevan No
Nama
Penelitian/
Topik Penelitian
Tahun
1.
Variabel
Hasil Penelitian
Penelitian
Sri
Analisis terhadap
Independen
Organizational
Handayaningsih
Model Budaya
Variabel:
Culture,
(2007)
Organisasi Sebagai
Organizational
E-Government
Faktor Penting dalam
Culture,
Development
Keberhasilan
EGovernment
Culture,
Pengembangan
Development
dan Regional
EGovernment
Culture, Regional
Government
pada
Government
berpengaruh
Pemerintah
Dependen
positif terhadap
Kabupaten/Kota
Variabel:
Keberhasilan
(Studi Kasus Daerah
Keberhasilan
Pengembangan
Istimewa
Pengembangan
EGovernment
Yogyakarta)
EGovernment
pada
pada
Pemerintah
38
Pemerintah
Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota 2.
Ade Gunawan
Pengembangan
Independen
G2C
(2007)
EGovernment
Variabel: G2C
(Government to
dalam
(Government to
Citizen), G2B
Menuju Tata
Citizen), G2B
(Government
Pemerintahan yang
(Government to
Business
Baik (Good
Business
Enterprises),
Governance): Studi
Enterprises),
G2G
Kasus Biro
G2G
(Interagency
Perencanaan dan
(Interagency
Relationship)
Organisasi Lembaga
Relationship)
berpengaruh
Penerbangan dan
Dependen
positif
Antariksa Nasional
Variabel:
terhadap
(LAPAN)
E-Government
Pengembangan
Development
E-Government
Plan
dalam
to
Menuju Tata Pemerintahan yang Baik (Good Governance) 3.
Karin Afriani
Dampak EGovernment
Independen
Prinsip-prinsip
(2009)
pada
Variabel:
Good
Good Governance:
Prinsipprinsip
Governance
Temuan Empiris dari
Good
(Kepedulian
Kota Jambi
Governance
terhadap
(Kepedulian
Stakeholder,
terhadap
Efektivitas
Stakeholder,
Efisiensi,
Efektivitas dan
Partisipasi
Efisiensi,
Masyarakat,
Partisipasi
Akuntabilitas,
Masyarakat,
Transparansi)
Akuntabilitas,
berpengaruh
dan
39
Transparansi)
positif
Dependen
terhadap
Variabel:
Government
E-
E-Government 4.
Aryanni (2010)
Pengaruh
Budaya
Independen
Budaya
Variabel: Budaya
Organisasi,
Organisasi,
kemampuan
Staff, dan Infrastruktur
Kemampuan
teknis staff dan
Terhadap Keberhasilan
Teknis
Implementasi
Infrastruktur
berpengaruh
Dependen
terhadap
Variabel:
keberhasilan
Kabupaten
Keberhasilan
implementasi
Simalungun)
Implementasi E-
Government,
Government
Secara
Organisasi, Kemampuan
Government Kasus
Teknis
E(Studi
Pemerintah
Staff,
infrasturktur
E-
simultan
budaya organisasi tidak berpengaruh terhadap implementasi government
e-