BAB II LANDASAN TEORI
Dalam penulisan ini, diperlukan teori – teori yang mendukung, yang didapat dari mata kuliah yang pernah diajarkan dan dari referensi – referensi sebagai bahan pendukung. Untuk mencapai tujuan dari penulisan ini terdapat teori yang berkelanjutan, diantaranya :
2.1. Pengukuran waktu standart Pengukuran
waktu
ditunjukkan
untuk
mendapatkan
waktu
baku
penyelesaian suatu pekerjaan yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seseorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dikerjakan dengan sistem terbaik. Waktu baku yang diharapkan yaitu waktu yang standart, tidak terlalu cepat maupun lambat, karena pada umumnya hanya sebagian kecil yang melakukan pekerjaan dengan cepat atau lambat, apalagi yang berhubungan dengan mesin. Dan dijalankan dengan sistem terbaik yaitu dengan melakukan pekerjaan yang memberi nilai tambah terhadap benda kerja ataupun kegiatan yang mendukung dari kegiatan utama, tidak memakai kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah. Secara garis besar teknik pengukuran waktu standart dapat dibagi kedalam dua cara, yaitu : 1. Pengukuran cara langsung 2. Pengukuran cara tidak langsung. Disebut pengukuran cara langsung karena pelaksanaan pengukurannya dilakukan ditempat dimana pekerja yang bersangkutan bekerja. Ada dua metode yang termasuk cara lagsung yaitu :
4
•
Cara jam henti ( Time Study ).
•
Sampling pekerjaan ( Work Sampling ).
Dan sebaliknya pengukuran tidak langsung dalam melaksanakan pengukuran waktu baku tanpa harus ditempat pekerjaannya, tetapi dengan membaca tabel – tabel yang tersedia, asalkan mengetahui proses kerjanya melalui elemen – elemen pekerjaan ataupun elemen – elemen gerakan. Pada umumnya kedua metode pengukuran waktu ini banyak digunakan untuk : Menentukan jadwal rencana kerja. Menentukan waktu baku. Menentukan standart pembayaran dan persiapan anggaran Untuk memperkirakan harga produksi sebelum dijalankan. Menentukan jumlah mesin yang akan digunakan. Dengan salah satu cara-cara ini waktu penyelesaian suatu pekerjaan yang dijalankan dengan suatu sistem kerja tertentu dapat ditentukan. Sehingga jika pengukuran dilakukan terhadap beberapa alternative sistem kerja, yang terbaik diantaranya dilihat dari segi waktu dapat dicari yaitu sistem yang membutuhkan waktu penyelesaian yang tersingkat. Lebih jauh lagi pengukuran waktu ditunjukkan juga untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian pekerjaan, yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik.
2.1.1
Langkah – Langkah Sebelum Melakukan Pengukuran Untuk mendapatkan hasil terbaik, maka perlu mempertimbangkan
beberapa faktor yang harus diperhatikan agar pada akhirnya diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti kondisi kerja, operator, cara pengukuran,jumlah pengukuran.
A. Penetapan Tujuan Pengukuran Secara terperinci pengukuran waktu kerja dapat digunakan dengan tujuan untuk : •
Mengetahui waktu operasi produksi, sehingga terlihat adanya waktu yang tak produktif dan waktu yang produktif.
5
•
Menentukan waktu standart pelaksanaan suatu pekerjaaan.
•
Mengevaluasi pelaksanaan kerja karyawan, hal ini dilakukan untuk membandingkan keluaran aktual ( hasil produksi ) selama periode waktu tertentu dengan keluaran waktu standart yang ditentukan dari pengukuran waktu kerja.
•
Untuk merencanakan kebutuhan tenaga kerja, dengan adanya waktu standart dapat untuk menghitung perencanaan kebutuhan tenaga kerja dengan tingkat kebutuhan di masa mendatang. Yang memungkinkan jumlah pekerja produksi yang minimum tetapi dapat mencapai produktivitas yang tinggi melalui bekerja secara efisien tanpa ada gerakan yang tidak berguna.
•
Untuk menentukan tingkat kapasitas, terutama untuk membandingkan antara kapasitas terpasang dengan kapasitas actual, atau untuk menentukan kebutuhan mesin di masa mendatang.
•
Untuk memudahkan dalam pembuatan schedule maupun untuk membuat line balancing sehingga dapat memperkirakan waktu kerja agar tidak terjadi penumpukan barang jadi maupun keterlambatan delivery.
B. Penelitian Pendahuluan Pengukuran waktu dimaksudkan untuk mencari waktu yang pantas yang diberikan pada pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan. Pengukuran waktu harus memperhatikan kondisi atau lingkungan kerja di perusahaan tersebut. Sehingga waktu kerja yang pantas hendaknya waktu kerja yang didapat dari kondisi kerja yang baik. Setelah kondisi kerja baik maka perlu ditinjau juga dengan cara kerja dan perlu dibakukan secara tertulis, sehingga diperoleh sistem kerja yang dianggap baik. Di sini semua kondisi dan cara kerja dicatat dan dicantumkan dengan jelas serta bila perlu disertai dengan gambar – gambar. Pembakuan sistem kerja yang dipilih adalah suatu hal yang penting untuk keperluan sebelum, saat ini, maupun di masa yang akan datang.
6
C. Menentukan Operator Oprator yang akan diambil waktu kerjanya bukanlah sembarang orang, tetapi harus memenuhi persyaratan agar pengukuran dapat berjalan dengan baik dan dapat diandalkan hasilnya. Syaratnya adalah mempunyai kemampuan normal dan dapat bekerja sama. Apabila terdapat banyak operator maka diambil yang berkemampuan rata – rata, karena hanya sedikit yang berkemampuan tinggi maupun rendah. Dan operator yang dipilih harus dapat bekerja secara wajar sesuai dengan cara kerja yang benar.
D. Melatih Operator Apabila operator telah didapat, terkadang juga masih dibutuhkan pelatihan, terutama bila kondisi dan cara kerja tidak sama dengan yang biasa dilakukannya. Dalam keadaan demikian perlu diadakan pelatihan terlebih dahulu, karena sebelum diukur waktu kerjanya operator harus sudah terbiasa dengan kondisi dan cara kerja yang telah ditetapkan.
E. Menguraikan Pekerjaan atas Elemen Pekerjaan Di sini para pekerja dipecah menjadi elemen – elemen pekerjaan yang merupakan gerakan, bagian dari pekerjaan yang bersangkutan, waktu siklus yang merupakan waktu penyelesaian satu satuan produk sejak bahan baku mulai diproses. Ada beberapa dasar yang menyebabkan pentingnya melakukan penguraian pekerjaan atas elemen – elemen diantaranya : •
Untuk memperjelas catatan tentang tata cara kerja yang dilakukan, salah satu cara membakukan cara kerja adalah dengan membakukan pekerjaan berdasarkan elemen – elemennya.
•
Untuk memungkinkan melakukan penyelesaian bagi setiap elemen karena ketrampilan bekerja operator belum tentu sama untuk semua bagian dari gerakan – gerakan kerjanya.
•
Untuk memudahkan pengamatan terhadap elemen kerja yang tidak baku yang mungkin saja dilakukan oleh operator, elemen ini bisa diterima
7
apabila memang harus terjadi, dan apabila tidak dapat diterima alasannya, maka tidak perlu dilakukan. •
Untuk memungkinkan dikembangkannya data waktu standart dipabrik atau tempat kerja yang bersangkutan.
Pedoman penguraian pekerjaan atas elemen – elemennya yaitu : ¾ Sesuai dengan ketelitian yang diinginkan, uraikan pekerjaan menjadi elemen – elemen sedetail mungkin, tetapi masih dapat diamati oleh indra pengukur dan dapat direkam waktunya oleh jam henti yang digunakan. ¾ Untuk memudahkan, elemen – elemen pekerjaan hendaknya berupa satu atau beberapa elemen gerakan. ¾ Jangan sampai ada elemen yang tertinggal, jumlah dari semua elemen harus sama dengan satu siklus pekerjaan yang bersangkutan. ¾ Antar elemen hendaknya dipisahkan secara jelas. Batas antar elemen harus dapat diamati agar tidak ada keragu – raguan dalam menentukan satu elemen berakhir dan elemen yang lain dimulai
F. Menyiapkan Alat Pengukuran Sebelum melakukan pengukuran terlebih dahulu perlu mempersiapkan alat – alat yang digunakan untuk pengukuran, yaitu : a. Jam henti (Stop Watch ) b. Lembar pengamatan c. Pena atau pensil d. Papan pengamatan Lembaran pengamatan digunakan sebagai tempat untuk mencatat hasil pengamatan, dan sebaiknya dibuatkan kolom – kolom yang dapat memudahkan dalam pencatatan dan pembacaannya. Yang akan terbagi menjadi pengukuran keseluruhan dan mengukuran elemen.
2.1.2
Pengumpulan dan Pengolahan Data Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-
waktu kerjanya, baik setiap elemen maupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang telah digunakan. Bila operator telah siap didepan mesin atau ditempat kerja
8
lain yang waktu kerjanya akan diukur, maka pengukuran memilih posisi tempat dia berdiri mengamati dan mencatat. Posisi ini hendaknya sedemikian rupa sehingga operator tidak terganggu gerakan maupun merasa canggung karena merasa diamati, misalnya juga pengukuran berdiri dekat didepan operator. Posisi inipun hendaknya memudahkan pengukur mengamati jalannya pekerjaan sehingga dapat mengikuti dengan baik saat suatu siklus /elemen bermula dan berakhir. Pada umumnya posisi agak menyamping dibelakang operator kurang lebih 1.5 meter merupakan tempat yang baik. Hal-hal yang harus dilakukan selama pengukuran berlangsung yaitu : 1. Pengukuran pendahuluan. 2. Menguji keseragaman data. 3. Menghitung jumlah pengukuran yang diperlukan.
A. Pengukuran pendahuluan. Tujuan melakukan pengukuran pendahuluan adalah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan. Seperti telah dikemukakan, tingkat ketelitian dan keyakinan ini ditetapkan pada saat menjalankan langkah penetapan tujuan pengukuran. Untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan, diperlukan beberapa tahap pengukuran pendahuluan yaitu dengan melakukan beberapa kali pengukuran yang banyaknya ditentukan oleh pengukur. Biasanya 10 kali atau lebih. Setelah pengukuran tahap pertama selesai, diikuti dengan menguji “keseragaman” data, menghitung jumlah pengukuran yang diperlukan “kecukupan” Setelah melakukan pengukuran maka data yang diambil pada masing – masing proses kemudian dilakukan pencatatan pada lembar atau form yang telah disediakan. Data yang diambil sebaiknya dapat mewakili seluruh proses, dengan pengambilan data secara acak dan harus bersifat objektif. Data yang diambil sebaiknya seragam, apabila ada data yang diluar kendali maka perlu dilakukan pengambilan data ulang. Pemprosesan hasil pengukuran dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
9
Kelompokan hasil pengukuran tersebut kedalam subgroup-subgroup yang masingmasing berisi sejumlah hasil pengukuran yang diperoleh secara berturut-turut, dan hitung harga rata-ratanya. Untuk membuat peta kendali tersebut, maka dimulai dengan mencari rata – rata data dengan rumus :
=
X
∑
X
1
i
N
)
Xi = jumlah waktu pengamatan
Dimana,
N = banyaknya pengamatan yang dilakukan Menghitung standart deviasi yang sebenarnya dari waktu penyelesaian :
σ =
∑ (X
i
σ =
∑ (X
i
− X
)
2
N −1
N
Dimana :
− X
)
, untuk N < 30
2
, untuk N > 30
N = jumlah pengamatan pendahuluan yang telah diselesaikan Xi = waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran
Menghitung standart deviasi dan distribusi harga rata-rata sub grup :
σx =
σ n
Dimana : n = besarnya sub grup
B. Menguji Keseragaman Data. Tugas pengukur adalah untuk mendapatkan data yang seragam. Karena ketidak seragaman dapat terjadi tanpa kita sadarai, maka diperlukan suatu alat yang dapat mendeteksinya. Batas-batas control yang dibentuk dan data merupakan batas seragam tidaknya data. Data dikatakan seragam apabila berasal dari sistem sebab yang sama bila berada diantara kedua batas control. Dan tidak seragam apabila berasal dari sistem sebab yang berbeda jika berada diluar batas control.
1
Sritomo Wignjosoebroto, Pengantar Teknik & Manajemen Industri,(Surabaya:Guna Widya,2000)Hal. 261
10
Sedangkan untuk mengontrol keseragaman data di atas, maka digunakan peta kendali atas dan peta kendali bawah dengan rumus sebagai berikut :
UCL LCL Di mana,
= X + (z × σx)
2
= X − (z × σx)
3
)
)
z = standart deviasi yang diperlukan untuk tingkat keyakinan yang
diinginkan σx = standart deviasi dari sample ( subgroup ) Data dikatakan seragam apabila seluruh subgroup berada pada UCL dan LCL Z = koefisien pada distribusi normal sesuai dengan tingkat keyakinan. Tingkat keyakinan 90% , Z = 1.65 Tingkat keyakinan 95%, Z = 1.95 – 2 Tingkat keyakinan 99%, Z = 2.58 – 3 ΣX = standart deviasi dari harga rata – rata subgroup X = harga rata – rata sub grup
2.1.3
Pengujian Kecukupan Data Untuk menentukan banyaknya pengukuran sehingga data dapat mewakili
yang sebenarnya dari data – data yang bervariasi maka perlu ukuran sample yang sebaiknya diambil, dengan menggunakan rumus :
⎛ z / s × N '= ⎜ ⎜ ⎝ 4
N
∑ ∑
X
2 i
X
−
(∑
i
X
)
2
i
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
2
) Dimana,
N’ = banyaknya data teoritis Z
= standart deviasi
S
= tingkat ketelitian
N
= banyaknya pengamatan actual
∑Xi = jumlah sample 2
Barry Render & Jay Heizer, Prinsip – prinsip Manajemen Operasi, (Jakarta:Salemba Empat,2001)Hal.124 3 Ibid. 4 Sritomo Wignjosoebroto, Pengantar Teknik & Manajemen Industri,(Surabaya:Guna Widya,2000)Hal. 134
11
Untuk tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 99%, z = 2.58 = 3 S = 5% = 5/100 = 0,05 Z/S = 3 / (5/100 ) = 60
2.1.4
Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan Tujuan melakukan pengukuiran ini adalah untuk menentukan waktu yang
sebenarnya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Karena waktu penyelesaian ini tidak pernah diketahui sebelumnya, maka harus diadakan suatu pengukuran. Ie\dealnya harus dilakukan pengukuran yang banyak, karena dengan demikian dapat diperoleh jawaban yang pasti. Tetapi hal ini jelas tidak mungkin karena keterbatasan waktu, tenaga dan biaya. Tetapi jika dilakukan beberapa kali pengukuran, dapat diperoleh hasil yang sangat kasar. Sehingga yang akan diperlukan adalah jumlah pengukuran yang tidak membebankan waktu, tenaga dan biaya yang besar tetapi hasilnya masih bisa dipercaya. Tingkat
ketelitian
menunjukan
penyimpangan
maksimum
hasil
pengukuran ( dari waktu penyelesaian sebenarnya yang seharusnya dicari ). Sedangkan tingkat keyakinan menunjukan besarnya keyakinan pengukur, bahwa hasil yang diperoleh telah memenuhi syarat ketelitian tadi. Hal inipun dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 99% memberi arti bahwa pengukur memperoleh rata-rata hasil pengukurannya menyimpang sejauh 10% dari rata-rata sebenarnya, dan kemungkinan berhasil mendapatkan hal ini adalah 99%. Semakin tinggi tingkat ketelitian dan semakin besar tingkat keyakinan, maka semakin banyak pengukuran yang diperlukan. Jika pengukuran telah selesai, dan jumlah data memiliki keseragaman yang dikehendaki dan jumlahnya telah memenuhi tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan, maka selesailah kegiatan pengukuran waktu. Selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga memberikan hasil perhitungan waktu baku. Cara untuk mendapatkan waktu baku dari data yang terkumpul adalah sebagai berikut : 1. Menghitung waktu siklus rata-rata : 2. Menghitung waktu normal
12
3. Menghitung waktu baku 2.1.5
Waktu Standart Untuk memperoleh hasil yang mendekati actual dengan toleransi yang
terukur, maka ditentukan waktu siklus dan waktu normal dengan rumus : Menghitung waktu siklus :
Ws
=
∑
X
i
n
Dimana : Ws = waktu siklus Xi = waktu penyelesaian kerja n = jumlah pengukuran kerja Menghitung waktu normal : Wn = Ws x p Dimana : Wn = Waktu normal Ws = Waktu siklus P = factor penyesuaian P = 1, bekerja dengan wajar P < 1, bekerja lambat P > 1 , bekerja cepat Menghitung waktu standart / waktu baku : Wb = Wn + ( Wn x i ) = Wn x ( 1 + i ) Dimana : i = factor kelonggaran atau allowance yang diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan pekerjaanya disamping waktu normal.
2.1.6 Faktor Penyesuaian Selama pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajiban kerja yang ditunjukan operator. Ketidak wajaran biasanya akan terjadi, contohnya operator bekerja dengan tidak ada kesungguhan. Maka hal ini perlu dilakukan
13
karena waktu baku yang akan dicari adalah waktu yang akan diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan dengan cara wajar. Cara Menentukan Faktor Penyesuaian Cara persentase adalah cara yang paling awal digunakan dalam melakukan penyesuaian. Besarnya factor penyesuaian sepenuhnya ditentukan oleh pengukur melalui pengamatan selama melakukan pengukuran. Harga p yang menurut pendapatnya akan menghasilkan waktu normal bila harga ini dilakukan dengan waktu siklus. Cara ini merupakan cara yang paling mudah dan sederhana, namun segera pula terlihat adanya kekurangan ketelitian sebagai akibat dari kasarnya cara penilaian. Bertolak dari kelemahan ini dikembangkan cara-cara lain yang dipandang sebagai cara yang lebih obyektif diantaranya adalah : •
Cara Schummard
•
Cara Westinghouse
•
Cara Obyektif
Table 2.1 Faktor Penyesuaian Dengan Sistem Westinghouse SKILL + + + + + + -
0.15 0.13 0.11 0.08 0.06 0.03 0.00 0.05 0.10 0.16 0.22
EFFORT Lambang A1 A2 B1 B2 C1 C2 D E1 E2 F1 F2
Kelas Superskill Excelent Good Average Fair Poor
CONDITION + + + -
0.06 0.04 0.02 0.00 0.03 0.07
Lambang A B C D E F
+ + + + + +
Kelas Ideal Excelent Good Average Fair Poor
-
0.13 0.12 0.10 0.08 0.05 0.02 0.00 0.04 0.08 0.12 0.17
Lambang A1 A2 B1 B2 C1 C2 D E1 E2 F1 F2
CONSISTENCY Lambang + 0.04 A + 0.03 B + 0.01 C 0.00 D - 0.02 E - 0.04 F
14
Kelas Superskill Excelent Good Average Fair Poor
Kelas Ideal Excelent Good Average Fair Poor
2.1.6
Faktor Kelonggaran Selain data yang seragam, jumlah pengukuran kerja yang cukup serta
penyesuaian / kewajiban kerja, harus pula diperhatikan masalah kelonggaran ( allowance ) yang dibutuhkan oleh seorang pekerja atas waktu normal yang telah didapatkan.Beberapa factor kelonggaran sebagai berikut : •
Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
•
Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique
•
Kelonggaran untuk hambatan yang tidak dapat dihindarkan
Tabel 2.2 Besarnya Faktor Kelonggaran Yang Berpengaruh Faktor
Contoh
A. Tenaga yang dikeluarkan Bekerja 1 Dapat diabaikan dimeja, duduk Bekerja 2 Sangat ringan dimeja, berdiri Menyekop 3 Ringan ringan 4 Sedang Mencangkul Mengayun 5 Berat palu yang berat Memanggul 6 Sangat Berat beban Luar Biasa Memanggul 7 Berat karung berat
Ekivalen beban
Kelonggaran ( % ) Pria
Wanita
Tanpa beban
0.0 - 0.6
0.0 - 6.0
0.00 - 2.25 kg
6.0- 7.5
6.0 - 7.5
2.25 - 9.00 kg
7.25 - 12.0
7.5 - 16.0
9.00 - 18.00 kg
12.0 -19.0
16.0 - 30.0
19.00 - 27.00 kg
19.0 - 30.0
27.00 - 50.00 kg
30.0 - 50.0
diatas 50 kg
B. Sikap Kerja 1
Duduk
Bekerja duduk, ringan
0.00 - 1.0
2
Berdiri diatas kedua kaki
Badan tegak ditumpu dua kaki
1.0 - 2.5
3
Berdiri diatas satu kaki
Satu kaki mengerjakan alat kontrol
2.5 - 4.0
4
Berbaring
Pada bagian sisi, belakang atau depan badan
2.5 - 4.0
5
Membungkuk
Badan dibungkukkan bertumpu pada kedua kaki
4.0 - 10
C. Gerakan Kerja 1 Normal
Ayunan bebas
0
15
dari palu Ayunan terbatas dari palu Membawa beban berat dengan satu tangan
0-5
2
Agak terbatas
3
Sulit
4
Pada anggotaanggota badan terbatas
Bekerja dengan tangan diatas kepala
5 - 10
5
Seluruh anggota badan terbatas
Bekerja dilorong pertambangan yang sempit
10 - 15
0-5
D. Kelelahan mata*)
1
2
3
4
5
6
Pandangan yang terputusputus Pandangan yang hampir terus menerus Pandangan terus menerus dengan fokus berubah ubah Dengan fokus berubah ubah Pandangan terus menerus dengan fokus tetap Dengan fokus tetap
Pencahayaan Baik Buruk Membawa alat ukur
0.0 - 6.0
0.0 - 6.0
Pekerjaan - pekerjaan yang diteliti
6.0 - 7.5
6.0 - 7.5
Memeriksa cacat pada kain
7.5 - 12.0
7.5 - 16.0
Pemeriksaan yang sangat teliti
12.0 - 19.0
16.0 - 30.0
E. Keadaan temperatur tempat kerja**) Temperatur ( 0C ) 1 Beku Dibawah 0 2 Rendah 0. - 13 3 Sedang 13 - 22 4 Normal 22 - 28 5 Tinggi 28 - 38 Diatas 38
19.0 - 30.0
30.0 - 50.0
Kelemahan Normal
Berlebihan
Diatas 0
Diatas 12
0-5
0-8
Diatas 40
Diatas 100
16
F. Keadaan atmosfer***) 1
Baik
2
Cukup
3
Kurang baik
Ruang yang berventilasi baik Udara segar Ventilasi kurang baik Ada bau - bauan ( tidak berbahaya ) Adanya debu - debu beracun
Atau tidak beracun tapi banyak Adanya bau berbahaya yang 4 Buruk mengharuskan menggunakan alat pernafasan G. Keadaan lingkungan yang kurang baik 1 Bersih, sehat, cerah dengan kebisingan rendah 2 Siklus kerja berulang-ulang antara 5 - 10 detik 3 Siklus kerja berulang-ulang antara 0 - 5 detik 4 Sangat bising Jika faktor - faktor yang berpengaruh dapat 5 menurunkan kualitas 6 Terasa adanya getaran lantai Keadaan - keadaan yang luar biasa ( bunyi, 7 kebersihan, dll )
0
0-5
5 - 10 10 - 20
0 0-1 1-3 0-5 0-5 5 - 10 5 - 15
Keterangan : *) Kontras antara warna hendaknya dihindarkan **) Tergantung juga pada keadaan ventilasi ***) Dipengaruhi juga oleh ketinggian tempat kerja dari permukaan laut dan keadaan iklim
A. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi Yang termasuk kelonggaran kebutuhan pribadi disini adalah hal-hal yang dilakukan oleh pekerja, seperti :minum, kekamar kecil, berbincang-bincang dengan teman kerja untuk menghilangkan rasa kejenuhan selama bekerja. Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi berbeda-beda dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya, karena setiap pekerjaan mempunyai karakteristik sendiri-sendiri dengan tuntutan yang berbeda. Berdasarkan penelitian ternyata besarnya kelonggaran ini bagi pekerja pria berbeda dari pekerja wanita, misalnya untuk pekerjaan ringan pada kondisi kerja normal pria memerlukan 0 – 2.5 dan wanita 2 - 5% ( persentase ini didapat dari waktu normal )
17
B. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique. Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik kuantitas maupun kualitas. Akan tetapi permasalahannya adalah kesulitan untuk menentukan saat-saat dimana menurunnya hasil produksi disebabkan oleh timbulnya rasa fatique, karena masih banyak kemungkinan lain yang menjadi penyebabnya. Oleh karena besarnya nilai kelonggaran yang dapat diberikan kepada pekerja untuk menghilangkan rasa fatique ini perlu ditambahkan.
C. Kelonggaran untuk hambatan tak terhindarkan Dalam melaksanakan pekerjaanya, pekerja tidak akan lepas dari berbagai hambatan. Ada hambatan yang tidak bisa dihindari, seperti : mengobrol yang berlebihan mengaggur dengan sengaja, ada pula hambatan yang tidak dapat dihindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya. Ketiga kelonggaran tersebut merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja didalam menyelesaikan tugas-tugasnya, dan selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun dihitung.
2.2. Metode Pengukuran Kapasitas Pada dasarnya terdapat tiga macam metode pengukuran kapasitas, yaitu : 1. Theoretical Capasity ( synonym : Maximum Capacity, Design Capacity ) merupakan kapasitas maksimum yang mungkin dari sistem manufacturing yang didasarkan pada asumsi mengenai adanya kondisi ideal seperti : tiga shift per hari, tujuh hari per minggu, tidak ada down time mesin, dan lainlain.Dengan demikian theoretical capacity diukur berdasarkan pada jam kerja yang tersedia untuk melakukan pekerjaan, tanpa suatu kesempatan untuk berhenti atau istirahat, downtime mesin, ataupun alasan lainnya. Sebagai contoh jika suatu pusat kerja memiliki 4 mesin dan dijadwalkan untuk beroperasi untuk satu shift selama 8 jam, dalam periode 5 hari per minggu, maka kapasitas teoretis adalah : 4x8x5 = 160 jam per minggu. Jam kerja ini selanjutnya dapat diterjemahkan kedalam unit produksi dengan menggunakan jam kerja standart. Misalnya : untuk memproduksi 1 unit produk membutuhkan waktu standart 0,2 jam ( 12 menit ) maka
18
secara teoretis 160 jam kerja / perminggu akan menghasilkan 160 jam kerja / minggu x satu unit / 0,2 jam = ( 160 jam / 0,2 jam ) x 1 unit / minggu = 800 / minggu. Kapasitas produksi teoretis tidak pernah dapat dicapai, dan karena itu tidak umum dipergunakan dalam penentuan kapasitas. 2. Demonstrated Capacity ( synonym : Actual Capacity, Effective Capacity ) merupakan tingkat out put yang dapat diharapkan berdasarkan pada pengalaman, yang mengukur produksi secara actual dari pusat kerja diwaktu lalu, yang biasanya diukur menggunakan rata-rata berdasarkan beban kerja normal. Sebagai contoh : jika suatu pusat kerja menghasilkan rata-rata 650 unit per periode kerja, sedangkan jam kerja standart adalah 0,2 jam per unit produk, maka demonstrated capacity dihitung sebagai: 650 unit / periode x 0,2 jam standart / unit = 130 jam standart / periode waktu. 3. Rated Capacity ( synonym: Calculated Capacity, Nominal Capacity ) diukur berdasarkan penyesuaian kapasitas teoretis dengan factor produktifitas yang telah ditentukan oleh demonstrated capacity. Dihitung melalui penggandaan waktu kerja yang tersedia dengan factor utilisasi dan efisiensi. Waktu kerja yang tersedia ( available work time, synonym: productive capacity or scheduled capacity ) adalah banyaknya jam kerja actual yang dijadwalkan atau tersedia, pada pusat kerja selama periode tertentu. Waktu kerja yang tersedia per periode waktu dihitung sebagai banyaknya orang atau mesin x jam per shift x shift per hari x hari kerja per periode. Utilisasi adalah pecahan yang menggambarkan persentase clock time yang tersedia dalam pusat kerja yang secara actual digunakan untuk produksi berdasarkan pengalaman lalu. Utilisasi dapat ditentukan untuk mesin atau tenaga kerja, atau keduanya, tergantung pada mana yang lebih cocok untuk situasi dan kondisi aktual diperusahaan. Perlu dicatat bahwa angka utilisasi tidak dapat melebihi 1,0 ( 100% ). Formula untuk menghitung utilisasi adalah :
19
Jam actual yang digunakan untuk produksi Utilisasi = Jam kerja yang tersedia menurut jadwal Efisiensi adalah factor yang mengukur performansi actual dari pusat kerja relatif terhadap standart yang ditetapkan. Faktor efisiensi dapat lebih besar dari 1,0. Formula untuk menghitung efisiensi adalah :
Jam standart yang diperoleh atau diproduksi Efisiensi = Jam aktual yang digunakan untuk produksi Dengan demikian rated ( or calculated capacity ) dihitung sebagai berikut : Calculated capacity per periode = banyaknya orang atau mesin x jam / shift x shift per hari x hari kerja per periode x utilisasi x efisiensi = waktu yang tersedia per periode waktu x utilisasi x efisiensi.
2.3.1. Menyeimbangkan Kapasitas dan Beban CRP memungkinkan kita untuk menyeimbangkan beban ( load ) terhadap kapasitas ( capacity ). Berikut ini adalah lima tindakan dasar yang mungkin diambil apabila terjadi perbedaan ( ketidak seimbangan ) antara kapasitas yang ada dan beban yang dibutuhkan. Tindakan-tindakan ini dapat dilakukan secara sendiri atau dalam berbagai bentuk kombinasi yang disesuikan dengan situasi dan kondisi actual dari perusahaan manufaktur itu. 1. Meningkatkan kapasitas ( Increasing Capacity ) : ¾ Menambah extra shift. ¾ Menjadwalkan lembur ( overtime ) atau bekerja diakhir pekan ( work weekends ) ¾ Menambah peralatan dan atau personal. ¾ Subkontrak satu atau lebih shop order. 2. Mengurangi kapasitas ( Reducing Capacity ) : ¾ Menghilangkan shift.
20
¾ Reasign personal temporarily ( JIT menyarankan penggunaan waktu ini untuk investasi dalam pendidikan tenaga kerja, atau melakukan perawatan terhadap peralatan dan fasilitas ). 3. Meningkatkan Beban ( Increasing Load ) : ¾ Mengeluarkan pesanan lebih awal ( release orders early ) dari yang dijadwalkan. ¾ Meningkatkan ukuran lot ( lot size ). ¾ Meningkatkan MPS. ¾ Membuat item yang dalam keadaan normal keadaan itu dibeli atau disubkontrakkan. 4. Mengurangi Beban ( Reducing Load ) : ¾ Subkontrakkan pekerjaan ke pemasok luar ( membeli beberapa item yang dalam keadaan normal item itu dibuat ). ¾ Mengurangi ukuran lot ( lot size ). ¾ Mengurangi MPS. ¾ Menahan pekerjaan dalam pengendalian produksi ( mengeluarkan pesanan lebih lambat ). ¾ Meningkatkan waktu tunggu penyerahan ( delivery lead time ). 5. Mendistribusikan Kembali Beban ( Redistributing Load ) : ¾ Menggunakan alternate work centers. ¾ Menggunakan alternate routing. ¾ Menyesuaikan tanggal mulai operasi kedepan atau kebelakang ( lebih awal atau lebih lambat ). ¾ Menahan beberapa pekerjaan dalam pengendalian produksi untuk memperlambat pengeluaran pesanan manufacturing. ¾ Memperbaiki MPS.
2.3.2 Analisa Perencanaan Kebutuhan Kapasitas Analisa CRP membutuhkan perhitungan yang terpisah berkaitan dengan kebutuhan setup time dan runtime. Analisa CRP terperinci dimana dalam analisis CRP dibutuhkan informasi tentang standart setup time dan standart runtime per
21
unit item yang akan dibuat. Perhitungan operation time per unit dalam analisis CRP menggunakan formula sebagai berikut : Operation Time Per Unit = Run Time / Unit + Setup Tim / Unit Pada dasarnya terdapat beberapa langkah yang diperlukan untuk melaksanakan analisis CRP, yaitu : 1. Memperoleh informasi pesanan produk yang dikeluarkan ( plan order release ) dari MRP. 2. Memperoleh informasi tentang standart run time per unit dan standart setup time per unit. 3. Menghitung kapasitas yang dibutuhkan dari masing masing pusat kerja.
22