BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Aluminium (Al) Aluminium ditemukan oleh Sir Humphrey Davy dalam tahun 1809 sebagai suatu unsur dan pertama kali direduksi sebagai logam oleh H . C. Oersted, tahun 1825. Secara industri tahun 1886, Paul Heroult di Perancis dan C . M. Hall di Amerika Serikat secara terpisah telah memperoleh logam aluminium dari alumina dengan cara elektrolisasi dari garam yang terfusi. Sampai sekarang proses Heroult Hall masih dipakai untuk memproduksi aluminium. Penggunaan aluminium sebagai logam setiap tahunnya adalah urutan yang kedua setelah besi dan baja, yang tertinggi di antara logam non ferro Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai ketahanan korosi yang baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat – sifat yang baik lainnya sebagai sifat logam. Sebagai tambahan terhadap, kekuatan mekaniknya yang sangat meningkat dengan penambahan Cu, Mg, Si, Mn, Zn, Ni, dsb. Secara satu persatu atau bersama-sama, memberikan juga sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi, ketahanan aus, koefisien pemuaian rendah. Material ini dipergunakan di dalam bidang yang luas bukan saja untuk peralatan rumah tangga tapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, mobil, kapal laut, konstruksi Aluminium merupakan unsur non ferrous yang paling banyak terdapat di bumi yang merupakan logam ringan yang mempunyai sifat yang ringan, ketahanan korosi yang baik serta hantaran listrik dan panas yang baik, mudah dibentuk baik melalui proses pembentukan maupun permesinan, dan sifat-sifat yang baik lainnya sebagai sifat logam. Di alam, aluminium berupa oksida yang stabil sehingga tidak dapat direduksi dengan cara seperti mereduksi logam lainnya. Pereduksian aluminium hanya dapat dilakukan dengan cara elektrolisis. Sebagai tambahan terhadap kekuatan mekaniknya yang sangat
5
6 meningkat dengan penambahan Cu, Mg, Si. Mn, Zn, Ni, dan sebagainya, secara satu persatu atau bersama-sama, memberikan juga sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi, ketahanan aus, koefisien pemuaian rendah dan sebagainya. Paduan aluminium dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu aluminium wronglt alloy (lembaran) dan aluminium costing alloy (batang cor). Aluminium (99,99%) memiliki berat jenis sebesar 2,7 g/cm3, densitas 2,685 kg/m3, dan titik leburnya pada suhu 6600C, aluminium memiliki strength to weight ratio yang lebih tinggi dari baja. Sifat tahan korosi aluminium diperoleh dari terbentuknya lapisan oksida aluminium dari permukaan aluminium. Lapisan oksida ini melekat kuat dan rapat pada permukaan, serta stabil(tidak bereaksi dengan lingkungan sekitarnya) sehingga melindungi bagian dalam. Unsur- unsur paduan dalam almunium antara lain: 1. Copper (Cu), menaikkan kekuatan dan kekerasan, namun menurunkan elongasi (pertambahan panjang pangjangan saat ditarik). Kandungan Cu dalam aluminium yang paling optimal adalah antara 4-6%. 2. Zink atau Seng (Zn), menaikkan nilai tensile. 3. Mangan (Mn), menaikkan kekuatan dalam temperature tinggi. 4. Magnesium (Mg), menaikkan kekuatan aluminium dan menurunkan nilai ductility-nya. Ketahanan korosi dan weldability juga baik. 5. Silikon (Si), menyebabkan paduan aluminium tersebut bisa diperlakukan panas untuk menaikkan kekerasannya. 6. Lithium (Li), ditambahkan untuk memperbaiki sifat tahan oksidasinya. 2. Sifat-sifat Aluminium Aluminium adalah logam yang ringan dan cukup penting dalam kehidupan manusia. Aluminium merupakan unsur kimia golongan IIIA dalam sistim periodik unsur, dengan nomor atom 13 dan berat atom 26,98 gram per mol (sma) . Struktur kristal aluminium adalah struktur kristal FCC, sehingga aluminium tetap ulet meskipun pada temperatur yang sangat rendah. Keuletan yang tinggi dari aluminium menyebabkan logam tersebut mudah dibentuk atau mempunyai sifat mampu bentuk yang baik. Aluminium memiliki
7 beberapa kekurangan yaitu kekuatan dan kekerasan yang rendah bila dibanding dengan logam lain seperti besi dan baja. Aluminium memiliki karakteristik sebagai logam ringan dengan densitas 2,7 g/cm3 . Selain sifat-sifat tersebut aluminium mempunyai sifat-sifat yang sangat baik dan bila dipadu dengan logam lain bisa mendapatkan sifat-sifat yang tidak bisa ditemui pada logam lain. Adapun sifat-sifat dari aluminium antara lain : ringan, tahan korosi, penghantar panas dan listrik yang baik. Sifat tahan korosi pada aluminium diperoleh karena terbentuknya lapisan oksida aluminium pada permukaaan aluminium . Perlu diketahui aluminium merupakan logam yang paling banyak terkandung di kerak bumi. Aluminium terdapat di kerak bumi sebanyak kirakira 8,07% hingga 8,23% dari seluruh massa padat dari kerak bumi, dengan produksi tahunan dunia sekitar 30 juta ton pertahun dalam bentuk bauksit dan bebatuan lain. Saat ini aluminium berkembang luas dalam banyak aplikasi industri seperti industri otomotif, rumah tangga, maupun elektrik, karena beberapa sifat dari aluminium itu sendiri, yaitu: a. Ringan (light in weight) Aluminium memiliki sifat ringan, bahkan lebih ringan dari magnesium dengan densitas sekitar 1/3 dari densitas besi. Kekuatan dari paduan aluminium dapat mendekati dari kekuatan baja karbon dengan kekuatan tarik 700 Mpa (100 Ksi). Kombinasi ringan dengan kekuatan yang cukup baik membuat aluminium sering diaplikasikan pada kendaraan bermotor, pesawat terbang, alat-alat konstruksi seperti tangga, scaffolding, maupun pada roket. b. Mudah dalam pembentukannya (easy fabrication) Aluminium merupakan salah satu logam yang mudah untuk dibentuk dan mudah dalam fabrikasi seperti ekstrusi, forging, bending, rolling, casting, drawing, dan machining. Struktur kristal yang dimiliki aluminium adalah struktur kristal FCC (Face Centered Cubic), sehingga aluminium tetap ulet meskipun pada temperatur yang sangat rendah. Bahan aluminium mudah dibentuk menjadi bentuk yang komplek dan tipis
8 sekalipun, sepeti bingkai jendela, lembaran aluminium foil, rel, gording, dan lain sebagainya. c. Tahan terhadap korosi (corrosion resistance) Aluminium tahan terhadap korosi karena fenomena pasivasi. Pasivasi adalah pembentukan lapisan pelindung akibat reaksi logam terhadap komponen udara sehingga lapisan tersebut melindungi lapisan dalam logam dari korosi. Hal tersebut dapat terjadi karena permukaan aluminium mampu membentuk lapisan alumina (Al O ) bila bereaksi dengan oksigen. 2
3
d. Konduktifitas panas tinggi (high thermal conductivity) Konduktifitas panas aluminium tiga kali lebih besar dari besi, maupun dalam pendinginan dan pemanasan. Sehingga aplikasi banyak digunakan pada radiator mobil, koil pada evaporator, alat penukar kalor, alat-alat masak, maupun komponen mesin. e. Konduktifitas listrik tinggi (high electrical conductivity) Konduktifitas listrik dari aluminium dua kali lebih besar dari pada tembaga dengan perbandingan berat yang sama. Sehingga sangat cocok digunakan dalam kabel transmisi listrik. f. Tangguh pada temperatur rendah (high toughness at cryogenic temperature) Aluminium tidak menjadi getas pada temperatur rendah hingga o
100 C, bahkan menjadi lebih keras dan ketangguhan meningkat. Sehingga aluminium dapat digunakan pada material bejana yang beroperasi pada temperatur rendah (cryogenic vessel) g. Tidak beracun (non toxic) Aluminium tidak memiliki sifat racun pada tubuh manusia, sehingga sering digunakan dalam industri makanan seperti kaleng makanan dan minuman, serta pipa-pipa penyalur pada industri makanan dan minuman.
9
h. Mudah didaur ulang (recyclability) Aluminium mudah untuk didaur ulang, bahkan 30% produksi aluminium di Amerika berasal dari aluminium yang didaur ulang. Pembentukan
kembali
aluminium
dari
material
bekas
hanya
membutuhkan 5% energy dari pemisahan aluminium dari bauksit. Dengan berbagai keunggulan dari aluminium tersebut, saat ini penggunaan aluminium sangat berkembang pesat terutama pada industri pesawat terbang dan otomotif. Masih banyak pengembangan yang dilakukan sehingga dapat menciptakan paduan aluminium baru yang memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda. 3. Kandungan Atom atau Unsur Aluminium murni mempunyai kemurnian hingga 99,96% dan minimal 99%. Zat pengotornya berupa unsur Fe dan Si. Aluminium paduan memiliki berbagai kandungan atom-atom atau unsur-unsur utama (mayor) dan minor. Unsur mayor seperti Mg, Mn, Zn, Cu, dan Si sedangkan unsur minor seperti Cr, Ca, Pb, Ag, Fe, Sn, Zr, Ti, Sn, dan lain-lain. Unsur- unsur paduan yang utama dalam almunium antara lain: 1. Copper (Cu), menaikkan kekuatan dan kekerasan, namun menurunkan elongasi (pertambahan panjang pangjangan saat ditarik). Kandungan Cu dalam aluminium yang paling optimal adalah antara 4-6%. 2. Zink atau Seng (Zn), menaikkan nilai tensile. 3. Mangan (Mn), menaikkan kekuatan dalam temperature tinggi. 4. Magnesium (Mg), menaikkan kekuatan aluminium dan menurunkan nilai ductility-nya. Ketahanan korosi dan weldability juga baik. 5. Silikon (Si), menyebabkan paduan aluminium tersebut bisa diperlakukan panas untuk menaikkan kekerasannya. 4.
Magnesium (Mg) Magnesium (Mg) adalah logam teknik ringan yang ada, dan memiliki karakteristik meredam getaran yang baik. Paduan ini digunakan dalam aplikasi struktural dan non-struktural dimana berat sangat diutamakan. Magnesium juga
10 merupakan unsur paduan dalam berbagai jenis logam nonferro. Paduan magnesium khusus digunakan di dalam pesawat terbang dan komponen rudal, peralatan penanganan material, perkakas listrik portabel, tangga, koper, sepeda, barang olahraga, dan komponen ringan umum. Paduan ini tersedia sebagai produk cor/tuang (seperti bingkai kamera) atau sebagai produk tempa (seperti kontruksi dan bentuk balok/batangan, benda tempa, dan gulungan dan lembar plat). Paduan magnesium juga digunakan dalam percetakan dan mesin tekstil untuk meminimalkan gaya inersia dalam komponen berkecepatan tinggi. Karena tidak cukup kuat dalam bentuk yang murni, magnesium dipadukan dengan berbagai elemen untuk mendapatkan sifat khusus tertentu, terutama kekuatan untuk rasio berat yang tinggi. Berbagai paduan magnesium memiliki pengecoran, pembentukan, dan karakteristik permesinan yang baik. Karena
magnesium
mengoksidasi
dengan
cepat
(pyrophpric),
ada
resiko/bahaya kebakaran, dan tindakan pencegahan yang harus diambil ketika proses permesinan, grindling, atau pengecoran pasir magnesium. Meskipun demikian produk yang terbuat dari magnesium dan paduannnya tidak menimbulkan bahaya kebakaran selama penggunaannya normal. 5.
Paduan Aluminium-Magnesium (Al-Mg) Magnesium merupakan paduan utama dari komposisi sekitar 5%. Jenis ini mempunyai sifat yang baik dalam daya tahan korosi, terutama korosi oleh air laut dan sifat mampu lasnya. Paduan ini juga digunakan untuk sheet metal work, biasanya digunakan untuk komponen bus, truk, dan untuk aplikasi kelautan. Aluminium lebih banyak dipakai sebagai paduan daripada logam paduan sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya serta mampu cornya diperbaiki dengan menambah unsur-unsur lain. Unsur-unsur paduan yang ditambahkan pada aluminium selain dapat menambah kekuatan mekanisnya juga dapat memberikan sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi dan ketahanan aus. Keberadaan
magnesium hingga 15.35% dapat
menurunkan titik lebur logam paduan yang cukup drastis, dari 660 oC hingga 450 oC. Namun, hal ini tidak menjadikan aluminium paduan dapat ditempa menggunakan panas dengan mudah karena korosi akan terjadi pada suhu di
11 atas 60 oC. Keberadaan magnesium juga menjadikan logam paduan dapat bekerja dengan baik pada temperatur yang sangat rendah, di mana kebanyakan logam akan mengalami failure pada temperatur tersebut. Gambar 2.1. Menunjukkan diagram fasa Al-Mg.
Gambar 2.1. Diagram Fasa Al-Mg (Sumber: Selvaduray, G.) 6. Pengecoran Logam Pengecoran adalah suatu proses manufaktur yang menggunakan logam cair dan cetakan untuk menghasilkan bagian dengan bentuk yang mendekati bentuk geometri akhir produk jadi. Logam cair akan dituangkan atau ditekan ke dalam cetakan yang memiliki rongga sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Setelah logam cair memenuhi rongga dan kembali ke bentuk padat, selanjutnya cetakan dipisahkan dan hasil cor dapat digunakan untuk proses sekunder. Proses pengecoran sendiri dibedakan menjadi dua macam, yaitu traditional casting dan non-traditional/contemporary casting. a. Teknik Tradisional
1) Pengecoran dengan cetakan pasir (Sand-Mold Casting). 2) Penggecoran dengan menggunakan Pasir Basah (Dry-Sand Casting). 3) Shell-Mold Casting. 4) Full-Mold Casting.
12 5) Pengecoran dengan menggunakan cetakan semen (Cement-Mold Casting ). 6) Pengecoran dengan sistim vacum (Vacuum-Mold Casting). b. Sedangkan teknik non-traditional terbagi atas :
1) Pengecoran dengan Tekanan tinggi (High-Pressure Die Casting). 2) Pengecoran dengan cara diputar (Centrifugal Casting). 3) pengecoran dengan sistim suntik (Injection-Mold Casting). 4) Pengecoran dengan cetakan keramik (Investment Casting). 5) Pengecoran dengan sistim tiup, biasa digunakan untuk cetakan plastik (Blow-mold casting) . Perbedaan
secara
mendasar
diantara
keduanya
adalah
bahwa
contemporary casting tidak bergantung pada pasir dalam pembuatan cetakannya. Perbedaan lainnya adalah bahwa contemporary casting biasanya digunakan untuk menghasilkan produk dengan geometri yang relatif kecil dibandingkan bila menggunakan traditional casting. Hasil coran nontraditional casting juga tidak memerlukan proses tambahan untuk penyelesaian permukaan. Tradisional casting khususnya sand mold casting bahan yang digunakan adalah pasir cetak. Keuntungan dari pasir adalah harganya murah, mudah didapat dan cara pembuatannya mudah. Namun kerugian dari cetakan pasir adalah hanya dapat digunakan satu kali pencetakan sehingga tidak dapat digunakan untuk produksi masal. 7. Pasir Cetak Pasir Cetak adalah pasir yang dibuat untuk membuat cetakan. Pasir cetak harus memiliki sifat- sifat antara lain : a. Mempunyai sifat mampu bentuk sehingga mudah untuk dibentuk. b. Distribusi besar yang cocok, dan seragam. c. Tahan terhadap temperatur logam yang dituang. d. Permeabilitas yang cocok, sehingga tidak terjadi cacat seperti rongga penyusutan, kekasaran permukaan, dan gelembung gas. Selain yang diatas pasir cetak harus memiliki kadar lempung sekitar 10-20% untuk dapat dipakai. Pasir cetak ada beberapa jenis yaitu pasir
13 gunung, pasir pantai, pasir sungai, dan pasir silika. Beberapa dari pasir tersebut dipakai begitu saja tanpa melalui proses lain, namun ada juga yang harus digiling dan dipecah menjadi butir-butir dengan komposisi yang cocok. Pasir yang memiliki komposisi yang cocok dan bersifat adhesi mereka dipakai begitu saja sedang kalau sifat adhesinya kurang maka harus ditambahkan lempung (Surdia, 1991). 8. Cetakan Pasir Cetakan Pasir adalah cetakan yang terbuat dari bahan dasar pasir dan tanah lempung sebagai penguatnya. Cetakan pasir biasanya dibuat dengan tangan, namun ada juga yang dibuat dengan mesin cetakan. Cetakan pasir terdiri dari dua macam yaitu cetakan atas (cup) dan cetakan bawah (drug) (Surdia, 1991). Cara pembuatan Cetakan pasir adalah sebagai berikut: a. Papan cetakan diletakkan pada lantai yang rata dengan pasir yang tersebar mendatar. b. Pola dan rangka cetak diletakkan diatas papan cetakan. Rangka cetak harus lebar agar tebal pasir kira-kira 30 mm sampai 50 mm. c. Pasir muka yang telah diayak ditaburkan untuk menutupi permukaan pola dalam rangka cetakan. Pasir cetak ditaburkan diatasnya dan dipadatkan. d. Cetakan untuk drug dibalik dan setengah dari pola bersama rangka cup diletakkan di atasnya, dan bahan pemisah ditaburkan di atasnya. e. Batang saluran turun dipasang didalam cetakan, kemudian pasir muka dan pasir cetak ditaburkan kedalam rangka cetak dan dipadatkan. Cetakan harus diberi penanda agar tidak salah dalam peletakanya. Selanjutnya cup dibuka dan dipisahkan dari drug. f. Pola kemudian diambil, inti yang cocok dipasang pada rongga cetakan, kemudian cup ditutup, dan pembutan cetakan telah selesai 9. Macam-macam Metoda Penuangan Macam-macam metoda penuangan antara lain yaiu: a. Sand casting (penuangan dengan cetakan pasir) b. Die casting (penuangan dengan cetakan matres) c. Centrifugal casting (penuangan dengan cetakan putar)
14 d. Continuous casting e. Shell moulding f. Investment casting 10. Bagian-bagian Cetakan Pasir Cetakan pasir untuk pembentukan benda tuangan melalui pengecoran harus dibuat dan dikerjakan sedemikian rupa dengan bagian- bagian yang lengkap sesuai dengan bentuk benda kerja sehingga diperoleh bentuk yang sempurna sesuai dengan yang kita kehendaki. Bagian-bagian dari cetakan pasir ini antara lain meliputi: a. Pola, mal atau model (pattern), Yaitu sebuah bentuk dan ukuran benda yang sama dengan bentuk asli benda yang dikehendaki, pola ini dapat dibuat dari kayu atau plastik yang nantinya akan dibentuk pada cetakan pasir dalam bentuk rongga atau yang disebut mold jika model ini dikeluarkan yang kedalamnya akan dituangkan logam cair. Macam-macam pola antara lain: 1) Pola pejal. 2) Pola pelat pasangan. 3) Pola pelat cup dan drug. 4) Pola cetakan sapuan. 5) Pola penggeret dengan penuntun. 6) Pola penggeret berputar dengan rangka cetak. 7) Pola kerangka. Pola biasanya dibuat dari bahan yang mudah dibentuk. Bahan pembuat pola antara lain: 1) Kayu yang dibuat untuk pola adalah kayu saru, kayu aras, kayu jati dan lain-lain. Kayu yang mempunyai kadar air dari 14% tidak biasa digunakan untuk pola. 2) Resin Sintetis epoksi merupakan resin yang banyak dipakai karena mempunyai sifat penyusutan yang kecil pada waktu mengeras, tahan
15 aus. Selain resin epoksi juga dipakai resin resin polisetirina namun pola dari bahan ini hanya untuk sekali pakai saja. 3) Bahan untuk pola logam yang banyak dipakai adalah besi cor, selain itu adalah tembaga untuk cetakan kulit, aluminium dan baja (Surdia, 1991). b. Inti (core), Merupakan bagian khusus untuk yang berfungsi sebagai bingkai untuk melindungi struktur model yang akan dibentuk, dengan demikian keadaan ketebalan dinding, lubang dan bentuk-bentuk khusus dari benda tuangan (casting) tidak akan terjadi perubahan. c. Cope, Yaitu setangah bagian dari bagian atas dari cetakan pasir. d. Drag, Yakni setengah bagian bawah dari cetakan pasir tersebut. e. Gate Ialah lubang terbuka dimana dituangkannya logam cair kedalam cetakan diatara core dan drag f. Riser Ialah lubang pengeluaran yang disediakan untuk mengalirnya sisa lelehan logam cair dari dalam cetakan serta sedikit reserve larutan logam cair.
Gambar 2.2. Cetakan Penuangan
16 11. Membuat Coran Untuk membuat coran, harus dilakukan proses-proses seperti: pencairan
logam,
membuat
cetakan,
menuang,
membongkar
dan
membersihkan coran seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2. untuk mencairkan logam bermacam-macam tanur dipakai. Umumnya kupola atau tanur induksi frekuensi rendah dipergunakan untuk besi cor, tanur busur listrik atau tanur induksi frekuensi tinggi dipergunakan untuk baja cor dan tanur krus untuk paduan tembaga atau paduan coran ringan, karena tanur-tanur ini dapat memberikan logam cair yang baik dan sangat ekonomis untuk logam-logam tersebut.
Gambar 2.3. Aliran Proses Pada Pembuatan Coran (Surdia 1991). Cetakan biasanya dibuat dengan jalan memadatkan pasir. Pasir yang dipakai kadang-kadang pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah lempung. Cetakan pasir mudah dibuat dan tidak mahal asal dipakai pasir yang cocok. Kadang-kadang dicampurkan pengikat khusus, misalnya air kaca, semen, resin furan, resin fenol atau minyak pengering, karena penggunaan zat-zat tersebut memperkuat cetakan atau mempermudah operasi pembuatan cetakan.
17 Selain dari cetakan pasir, kadang-kadang dipergunakan cetakan logam. Pada penuangan, logam cair mengalir melalui pintu cetakan, maka bentuk pintu harus dibuat sedemikian sehingga tidak mengganggu aliran logam cair. Pada umumnya logam cair dituangkan dengan pengaruh gaya berat, walaupun kadang-kadang dipergunakan tekanan pada logam cair selama atau setelah penuangan. Setelah penuangan, coran dikeluarkan dari cetakan dan dibersihkan, bagian-bagian yang tidak perlu dibuang dari coran. Kemudian coran diselesaikan dan dibersihkan dengan disemprot cairan pembersih agar memberikan rupa yang baik. Kemudian dilakukan pemeriksaan dengan penglihatan tehadap rupa dan kerusakan, dan akhirnya dilakukan pemeriksaan dimensi. Disamping itu berbagai macam pemeriksaan metalurgi dilakukan untuk mencari kerusakan dalam, umpamanya dengan pengujian getaran supersonik,
atau
pemeriksaan
radiografi.
Selanjutnya
kadang-kadang
kekuatan, struktur mikro dan komposisi kimia diujikan pada batang uji yang dibuat dari logam cair yang sama. Mudah tidaknya pembuatan coran tergantung pada bentuk dan ukuran benda coran. Coran yang tebalnya seragam, tipis dan lebar, atau tuangan yang memerlukan inti tipis dan panjang adalah sangat sukar dibuat. Disamping itu coran-coran yang memerlukan ketelitian atau sudut-sudut tajam susah kemungkinannya untuk dibuat. 12. Rangka Cetakan / Frame Rangka cetakan (frame) berfungsi sebagai bingkai yang dibuat dari baja atau besi tuang, dimana rangka cetakan (frame) ini harus dapat mempertahankan bentuk cetakan apabila cetakan menerima pembebanan yang diberikan oleh bahan tuangan tersebut, akan tetapi terdapat pula rangka cetakan yang dibuat dari kayu yang dibuat sedemikian rupa sehingga mudah untuk memegang atau mengangkat cetakan tersebut.
18
Gambar 2.4. Rangka Cetakan Kayu
Gambar 2.5. Rangka Cetakan Baja 13. Uji Komposisi Pengujian komposisi berfungsi untuk mengetahui seberapa besar atau seberapa banyak jumlah kandungan unsure kimia yang terdapat pada suatu logam, baik logam ferro maupun logam non-ferro. Spectometer Metal Scan adalah suatu tipe mikroskop elektron yang menggambarkan permukaan sampel melalui proses scan dengan menggunakan pancaran energi yang tinggi dari
19 elektron dalam suatu pola scan raster. Elektron berinteraksi dengan atom – atom yang akan membuat sampel menghasilkan sinyal dan memberikan informasi mengenai permukaan topografi Proses pengujian komposisi berlangsung dengan pembakaran bahan menggunakan elektroda dimana terjadi suhu rekristalisasi, dari suhu rekristalisasi terjadi penguraian unsur yang masing-masing beda warnanya. Penentuan kadar berdasar sensor perbedaan warna dan proses pembakaran elektroda ini tidak lebih dari tiga detik. Pengujian komposisi dapat dilakukan untuk menentukan jenis bahan yang digunakan dengan melihat persentase unsur yang ada. Alat uji yang digunakan adalah Spektrometer Metal Scan yang dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.6. Alat Uji Komposisi 14.
Uji Ketangguhan Impak Impact test merupakan suatu pengujian yang dilakukan untuk
menguji ketangguhan suatu specimen bila diberikan beban secara tiba-tiba melalui tumbukan. Ketangguhan adalah ukuran suatu energy yang diperlukan untuk mematahkan atau merusak suatu bahan yang diukur dari luas daerah dibawah kurva tegangan regangan.
20
Gambar 2.7.Mesin Uji Impact a. Metode-metode pengujian impact 1) Metode Charpy (USA) Merupakan cara pengujian dimana specimen dipasang secara horizontal dengan kedua ujungnya berada pada tumpuan, sedangkan takikan pada specimen diletakkan di tengah-tengah dengan arah pembebanan tepat diatas takikan.
Gambar 2.8.Metode Charpy 2) Metode Izood (Inggris) Merupakan cara dimana specimen berada pada posisi vertical pada tumpuan dengan salah satu ujungnya dicekam dengan arah takikan pada arah gaya tumbukan. Tumbukan pada specimen dilakukan tidak tepat pada pusat takikan melainkan pada posisi agak diatas dari takikan.
21
Gambar 2.9.Metode Izood 15.
Uji Kekerasan Kekerasan Ketahanan bahan terhadap indentasi secara kualitatif
menunjukan kekuatannya (Shackelford, 1976). Skala yang lazim dalam pengujian kekerasan antara lain skala Brinell, Vickers, Rockwell dan Knop. Skala kekerasan brinell (HB) cenderung menunjukkan korelasi yang cukup linier terhadap bahan tertentu, termasuk paduan aluminium terlihat pada Tabel 2.5 merupakan sifat dari logam yang sering dipergunakan dalam pengecoran, dimana dalam Tabel tersebut terdapat sifat paduan aluminium seperti kekerasan (Amstead, 1995)
Tabel 2.1. Sifat-sifat dari Logam (Amstead,1995)
22 Kekerasan Brinell dihitumg dengan persamaan:
HB =
Dimana: BHN
:Kekerasan Brinell (Kgf/mm²)
F
:Besar Beban (Kgf)
D
:Diameter indentor (mm)
d
:Diameter indentasi (mm)
Gambar 2.10. Skema Pengujian Brinell Dari gambar di atas. terlihat bahwa benda kerja ditekan menggunakan bola identor yang berdiameter (D), dan kemudian dilakukan pembebanan setelah selesai pembebanan kemudian bekas dari tekanan identor diukur diameter lubangnya (d). Setelah itu dilakukan perhitungan dengan menggunakan Persamaan Pada pengujian kekerasan dengan sistem Brinell ini alat penekannya menggunakan bola baja yang dipilih sesuai dengan ketentuan pengujian. Pada beberapa jenis pesawat uji kekerasan ini terdapat pula mesin uji universal yang dapat diguanakan dalam ketiga sistem pengujian kekerasan yakni Brinnell, Vickers dan Rockwell. Akan tetapi ada juga mesin yang didesain khusus untuk pengujian kekerasan Brinell untuk jenis mesin uji kekerasan Brinell ini dapat dilihat pada Gambar 2.7. berikut.
23
Gambar 2.11. Mesin Uji Kekerasan Brinell (Sumber: Hardi Sudjana, 2008: 415) Pembebanan tekan yang diberikan melalui indentor mambentuk indentasi pada permukaan benda uji (test piece) dan untuk mengetahui luas bidangnya diameter indentasi tersebut diukur dengan measuring microscope karena indentasinya yang sangat kecil dan tidak mungkin diukur dengan alat ukur biasa sehingga objek ukur harus diperbesar. Oleh karena itu mesin uji kekerasan Brinell ini memerlukan measuring microscope yang digunakan untuk melihat luas indentasi hasil pembebanan. Prosedur standar pengujian mensyaratkan bola baja dengan diameter 10 mm dan beban 3000 kgf untuk pengujian logam ferro, atau 500 kgf untuk logam non ferro. Untuk logam-logam ferro, waktu indentasi biasanya sekitar 10 detik sementara untuk logam non ferro sekitar 30 detik. Walaupun demikian pengaturan beban dan waktu indentasi untuk setiap material dapat pula ditentukan oleh karakteristik alat penguji. Ukuran diameter indentor 10 mm memiliki toleransi sebesar ± 0,0025 mm, dan untuk yang lainnya 0,5%. Angka kekerasan Brinell ditentukan sesuai dengan aturan dalam pengujian kekerasan Brinell yaitu seperti contoh berikut 150 HB 10/3000/15 Artinya : 150
= Angka hasil pengujian
24 HB
= Hardness Brinell
10
= Diameter indentor
3000
= Beban pengujian (kgf)
15
= Waktu pembebanan (detik) Untuk percobaan pengujian bahan uji dibentuk sesuai ukuran
khususnya pada ketebalan standar pengujian kekerasan Brinell, permukaan bidang pengujian harus dihaluskan dan selama proses pembuatan harus diperhatikan jangan sampai temperatur pengerjaan mengakibatkan terjadinya perubahan sifat bahan tersebut. Dalam proses pengujian jarak indentasi tidak boleh terlalu bedekatan. Lakukan pengujian minimal 3 kali pengujian kemudian tentukan harga rata-ratanya untuk menghindari kesalahan dan perbedaan hasil pengujian. 16.
Struktur Mikro Untuk mengetahui struktur mikro dari suatu logam pada umumnya
pengujian dilakukan dengan reflek pemendaran (sinar), pada pemolesan atau etsa, tergantung pada permukaan logam uji polis, dan diperiksa langsung di bawah mikroskop atau dietsa lebih dulu, baru diperiksa di bawah mikroskop. Manfaat dari pengamatan struktur mikro ini adalah: a. Mempelajari hubungan antara sifat-sifat bahan dengan struktur dan cacat pada bahan. b. Memperkirakan sifat bahan jika hubungan tersebut sudah diketahui. Adapun beberapa tahap yang perlu dilakukan sebelum melakukan pengujian strukturmikro, yaitu: 1. Pemotongan (sectioning) Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskopik merupakan hal yang sangat penting. Pemilihan sampel tersebut didasarkan pada tujuan pengamatan yang hendak dilakukan. Pada umumnya bahan komersil tidak homogen, sehingga satu sampel yang diambil dari suatu volume besar tidak dapat dianggap representatif. Pengambilan sampel harus direncanakan sedemikian sehingga menghasilkan sampel yang sesuai
25 dengan kondisi rata-rata bahan atau kondisi di tempat-tempat tertentu (kritis), dengan memperhatikan kemudahan pemotongan pula. Secara garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang akan diamati mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Sebagai contoh, untuk pengamatan mikrostruktur material yang mengalami kegagalan, maka sampel diambil sedekat mungkin pada daerah kegagalan (pada daerah kritis dengan kondisi terparah), untuk kemudian dibandingkan dengan sampel yang diambil dari daerah yang jauh dari daerah gagal. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong, harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh karena itu, setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan yang memadai. 2. Pemegangan (mounting) Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dll. Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu media (media mounting). Secara umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah: a. Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa) b. Sifat eksoterimis rendah c. Viskositas rendah d. Penyusutan linier rendah e. Sifat adhesi baik f. Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel g. Flowabilitas
baik,
dapat
menembus
pori,
celah
dan
bentuk
ketidakteraturan yang terdapat pada sampel h. Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting harus kondusif.
26 Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-material yang keras. 3. Pengamplasan kasar (grinding) Grinding dilakukan dengan menggunakan disc pengamplasan yang ditutup dengan Silicon carbide kertas dan air. Ada sejumlah ukuran amplas, yaitu 180, 240, 400, 1200, butir Silicon carbide per inci persegi. Ukuran 180, menunjukkan kekasaran dan partikel ini adalah ukuran untuk memulai operasi pengamplasan. Selalu menggunakan tekanan langsung di pusat sampel. Lanjutkan pengamplasan hingga semua noda kasar telah dihapus, permukaan sampel rata, dan semua goresan yang pada satu posisi. Hal ini membuat mudah untuk dilihat ketika goresan semuanya telah dihapus. Setelah operasi pengamplasan selesai pada ukuran amplas 1200, cuci sampel dengan air diikuti oleh alkohol dan keringkan sebelum dipindah ke polish. Atau juga dapat tahap ini ukurannya 240, 800, 1000, 1500. Berikut adalah beberapa tahap dalam pengampelasan, yaitu: a. Persiapan Tahap ini adalah tahap dimana melakukan pemilihan amplas yang dimulai dengan menggunakan amplas dengan nomor yang paling rendah (kasar) dan juga ditambah dengan penggunaan air dengan tujuan supaya tidak terjadi gesekan antara permukaan spesimen dengan amplas yang dapat mengakibatkan percikan bunga api. b. Abrasion damage, Adalah tahap menghaluskan permukaan dari spesimen dengan menggunakan amplas dari nomor rendah (nomor 360) ke nomor yang
27 paling tinggi (nomor 2000) sampai permukaan dari spesimen yang diuji rata dan tidak ada lagi scratch pada material bila dilihat di mikroskop. 4. Pemolesan (polishing) Tahap polishing bertujuan untuk menghasilkan permukaan spesimen yang rata dan mengkilap, tidak boleh ada goresan yang merintangi selama pengujian. finish lap merupakan tahap penghalusan akhir material dengan menggunakan kain yang telah diolesi polisher agar permukaan mengkilap dan rata atau bias disebut juga dengan polishing. Polish yang terdiri dari disc pengamplasan ditutup dengan kain lembut penuh dengan partikel berlian (ukuran 6 dan 1 mikron) dan minyak pelumas yang berminyak. Mulai dengan ukuran 6 mikron dan terus menggosok sampai goresan hilang 5. Etsa (etching). Etching digunakan dalam metallography untuk memperlihatkan mikrostruktur dari specimen dengan menggunaka mikroskop. Specimen yang akan dietching harus dipolish secara teliti dan rata serta bebas dari perubahan yang disebabkan deformasi pada permukaan spesimen, alur material, pullout, dan goresan. Meskipun dalam mikrography beberapa informasi sudah dapat diketahui tanpa proses etching, tetapi mikrostruktur suatu material biasanya baru dapat terlihat setelah dilakukan pengetsaan. Hanya sekitar 10% informasi yang dapat terlihat tanpa proses etching. Hanya reaktan, pori, celah, dan unsur non-metalik lainya yang dapat diamati hanya dengan polishing, selebihnya diperlukan etching.Secara umum tujuan dari etching adalah: a. Memberi warna pada permukaan benda uji sehingga tampak jelas ketika diamati dengan mikoskop (color enhancement) b. Menimbulkan korosi sehingga memperjelas batas butir c. Meningkatkan kontras antar butir dan batas butir (optical enhancement of contrast) b. Mengidentifikasi fasa pada suatu spesimen (anodizing process)
28 6. Pemotretan (photo) Dimaksudkan untuk mendapatkan Gambar dari struktur kristal yang dimaksud. Untuk mendapatkan foto mikrografi yang tajam, variabel berikut
harus
terkontrol
yaitu
penghilangan
getaran,
pelurusan
pencahayaan, penyesu-aian warna cahaya terhadap korelasi objek, menjaga kejernihan objek, penyesuaian daerah pengamatan, dan lubang diagram serta kecepatan fokus. 7. Mikroskop Pada dasarnya, mikroskop terdiri dari dua buah lensa positif, yaitu lensa yang menerima sinar langsung dari bendanya atau lensa dekat dengan benda yang akan dilihat, yang disebut lensa obyektif, sedangkan lensa yang berada dekat dengan mata disebut lensa okuler. Perbesaran sebuah mikroskop biasanya berkisar 50, 100, 200, 400 dan 1000 kali lebih besar dari benda uji. Gambar 2.8. menunjukkan gambar mikroskop.
Gambar 2.12. Mikroskop (Sumber: Lutiyatmi, 2012) 8. Penelitian yang Relevan Girisha. H. N & Dr. K. V. Sharma (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Effect of Magnesium on Strength and Microstructure of Aluminium Copper Magnesium Alloy”. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini berupa aluminium dengan paduan unsur tembaga (Cu) dan magnesium (Mg). Variasi penambahan kadar magnesium (Mg) yang digunakan pada penelitian ini sebesar 0.5% sampai 2% dengan interval sebesar 0.5% pada masing-masing
29 peleburan. Hasil pengujian menunjukkan kekuatan tarik dan tingkat kekerasan aluminium paling baik pada penambahan komposisi magnesium (Mg) sebesar 2%, sedangkan pada pengamatan struktur mikro dengan meningkatnya jumlah magnesium dalam paduan, rata-rata nilai dari jarak lengan dendrit dan ukuran butir menurun. Setiawan Noor Cholis (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Penambahan Unsur Magnesium (Mg) Terhadap Kekerasan Dan Struktur Mikro Pada Pengecoran Aluminium”. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini berupa aluminium paduan unsur Si 0,8%, dengan penambahan kadar magnesium (Mg) sebesar 0,2%, 0,4% dan 0,6%. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat kekerasan semakin meningkat sejalan dengan banyaknya unsur magnesium (Mg) yang ditambahkan. Pada hasil pengujian mikrostruktur menunjukkan bahwa ukuran butir semakin menurun sejalan dengan banyaknya unsur magnesium yang ditambahkan. Muhammad Syahreza Nasution (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Penambahan Kadar Magnesium pada Aluminium Terhadap Kekuatan Tarik dan Struktur Mikro”. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini berupa aluminium murni dengan penambahan kadar magnesium (Mg) sebesar 2%, 4% dan 6%. Hasil pengujian menunjukkan sifat mekanis aluminium dengan penambahan unsur magnesium (Mg). Nilai dari kekuatan tarik dapat dilihat perbedaannya pada setiap spesimen uji dimana semakin banyak unsur magnesium (Mg) yang ditambahkan kekuatan tarik yang diperoleh semakin kecil. Pada hasil mikrostruktur berwarna hitam yang menunjukkan magnesium dan warna putih keperakan merupakan aluminium. Sejalan dengan bertambahnya unsur persen magnesium (Mg) pada pengujian tarik, maka kekuatan tarik akan menurun. Foto mikro menunjukkan bahwa semakin besar unsur magnesiumnya, maka cacat yang terjadi pada spesimen akan semakin banyak. 9. Kerangka Berpikir Menurut Uma Sekaran dalam Sugiyono (2011 : 60) mengemukakan bahwa “Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai hal yang
30 penting jadi dengan demikian maka kerangka berpikir adalah sebuah pemahaman yang melandasi pemahaman-pemahaman yang lainnya, sebuah pemahaman yang paling mendasar dan menjadi pondasi bagi setiap pemikiran atau suatu bentuk proses dari keseluruhan dari penelitian yang akan dilakukan”. Pada proses peleburan aluminium penambahan unsur magnesium (Mg) akan mempengaruhi sifat mekanis yang dimilikinya. Magnesium merupakan unsur yang bila dimasukkan kedalam aluminium cor akan mempengaruhi tingkat kekerasan dari aluminium tersebut, dimana kekerasan merupakan sifat yang dibutuhkan untuk jenis aluminium yang banyak digunakan sebagai bahan kontruksi. Selain berpengaruh kepada tingkat kekerasan, unsur paduan tersebut juga akan berpengaruh pada struktur mikro dari aluminium cor yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan aluminum murni sebagai bahan baku penelitian. Proses peleburan menggunakan tungku berkapasitas 10 kg. Variasi pada penelitian ini terdapat pada komposisi unsur magnesium (Mg) yang dimasukkan pada leburan aluminium, yaitu dengan variasi komposisi unsur magnesium (Mg) sebesar 2% dan 5%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan unsur magnesium (Mg) terhadap Ketangguhan Impak, tingkat kekerasan dan struktur mikro dari hasil pengecoran aluminium. Untuk lebih jelasnya kerangka berfikir penelitian ini dapat digambarkan dalam paradigma dalam Gambar 2.9. sebagai berikut: Y1 X1 X
Y2
X2
Y3
Gambar 2.13. Kerangka Berfikir Keterangan: X : Velg Aluminium (Al-5,68 Si) (Raw material) X1 : Penambahan unsur magnesium (Mg) sebesar 2% X2 : Penambahan unsur magnesium (Mg) sebesar 5%
31 Y1 : Ketangguhan Impak Y2 : Kekerasan Brinell Y3 : Struktur mikro 10.
Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik (Sugiyono, 2010). Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran di atas dapat diambil hipotesis sebagai berikut: 1. Ada penurunan nilai Ketangguhan Impak pada pengecoran aluminium, sejalan dengan banyaknya unsur magnesium (Mg) yang ditambahkan 2. Ada peningkatan nilai kekerasan pada pengecoran aluminium, sejalan dengan banyaknya unsur magnesium (Mg) yang ditambahkan. 3. Ada penurunan ukuran butir pada pengecoran aluminium, sejalan dengan banyaknya unsur magnesium (Mg) yang ditambahkan.