BAB II LANDASAN TEORI
A. Teori Stakeholder Pada teori ini, manajemen perusahaan melakukan aktivitas-aktivitas yang diharapkan para stakeholders dan melaporkannya kepada mereka. Kelompok stakeholders
inilah
yang
menjadi
pertimbangan
bagi
perusahan
untuk
mengungkapkan dan/atau tidak mengungkapkan suatu informasi di dalam laporan keuangan (Ulum, 2008). Stakeholders memiliki hak memperoleh informasi bagaimana dampak aktivitas perusahaan bagi mereka meskipun akhirnya nanti mereka memilih untuk tidak menggunakan informasi tersebut, atau tidak dapat memainkan peran konstruktif di dalam kelangsungan hidup perusahaan. Selain itu, teori ini menganggap bahwa akuntabilitas organisasional seharusnya tidak hanya melaporkan informasi mengenai keuangan saja tetapi juga informasi mengenai non-keuangan. Jenis informasi yang disediakan oleh perusahaan dalam laporan tahunan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu informasi yang bersifat wajib (mandatory) dan informasi yang bersifat sukarela (voluntary). Informasi yang bersifat wajib lebih mengungkapkan informasi mengenai keuangan perusahaan, sedangkan informasi yang bersifat sukarela mengungkapkan informasi non-keuangan perusahaan (Puspitasari, 2011)
7
8
Salah satu informasi yang bersifat sukarela (voluntary) adalah informasi mengenai modal intelektual. Informasi tersebut mengungkapkan adanya suatu value added yang dimiliki oleh perusahaan akibat adanya pengelolaan dari intellectual capital itu sendiri. Meek dan Gray (dalam Ulum, 2008) menjelaskan bahwa value added adalah ukuran yang lebih akurat yang diciptakan oleh stakeholders dan kemudian didistribusikan kepada stakeholders yang sama. Sehingga dengan adanya pengungkapan mengenai informasi intellectual capital tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan stakeholders dan dapat mengurangi tingkat risiko dan ketidakpastian yang dihadapi oleh investor.
B. Resources Based Theory/Resources BasedView (RBV) Resource-based theory dipelopori oleh Penrose (1959), yang mengemukakan bahwa sumber daya perusahaan bersifat heterogen dan jasa produktif yang berasal dari sumber daya perusahaan memberikan karakter unik bagi tiap-tiap perusahaan (dalam Astuti dan Sabeni, 2005). Asumsi RBV yaitu bagaimana perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan lain untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dengan mengelola
sumber
daya
yang
dimilikinya
sesuai
dengan
kemampuan
perusahaan. Sumber daya perusahaan dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu berwujud, tidak berwujud dan sumber daya manusia (Grant, 2002). Pendekatan keunggulan
RBV
bersaing
yang
menyatakan
bahwa
berkesinambungan
perusahaan dapat dan
mencapai
memperoleh keuntungan
9
superior dengan memiliki atau mengendalikan aset-aset strategis baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Intellectual capital merupakan salah satu sumber daya yang dimiliki perusahaan. Sehingga perusahan harus menyadari pentingnya pengelolaan intellectual capital yang dimiliki. Apabila kinerja dari intellectual capital tersebut dapat dilakukan secara maksimal, maka perusahaan akan memiliki suatu value added yang dapat memberikan suatu karakteristik tersendiri. Sehingga dengan adanya karakteristik tersendiri yang dimiliki, perusahaan mampu berdaya saing terhadap para kompetitornya karena mempunyai suatu keunggulan kompetitif yang hanya dimiliki oleh perusahaan itu sendiri.
C. Intellectual Capital 1. Defenisi Intellectual Capital Beberapa peneliti di dunia telah berusaha menguraikan definisi mengenai modal intelektual. Dalam Bontis et al. (2000), terdapat banyak pendapat dalam mendefinisikan intellectual capital, antara lain:
IC is elusive, but once it is discovered and exploited, it may provide and organization with a new resource-base from which to compete and win (Bontis, 1996). IC is the term given to the combined intangible assets of market intellectual property, human-centred and infrastructure - which enable the company to function (Brooking, 1996). IC is includes all the processes and the assets which are not normally shown on the balance sheet and all the intangible assets (trademarks, patents, and brands) which modern accounting methods consider...it includes the sum of the knowledge of its members and the practical translation of his/her knowledge (Roos et al., 1997).
10
IC is intellectual material - knowledge, information, intellectual property, experience- that can be put to use to create wealth. It is a collective brainpower or packaged useful knowledge (Stewart, 1997). IC is the pursuit of effective use of knowledge (the finished product) as opposed to information (the raw material) (Bontis, 1998). IC is regarded as an element of the company's market value as well as market premium (Olve et al., 1999).
Secara umum, modal intelektual adalah ilmu pengetahuan atau daya pikir, yang dikuasai/dimliki oleh perusahaan, tidak memiliki bentuk fisik (tidak berwujud), dan dengan adanya modal intelektual tersebut, perusahaan akan mendapatkan tambahan keuntungan atau kemapanan proses usaha serta memberikan perusahaan suatu nilai lebih dibanding dengan kompetitor atau perusahaan lain. Modal intelektual secara sederhana dapat diartikan sebagai modal yang berbasis pengetahuan yang dimiliki perusahaan, yang mana IC meliputi intangible assets tidak hanya yang bersifat tradisional saja (seperti brand names dan trademark), tetapi juga bentuk intangible yang baru (seperti knowledge, technology value, dan good customer relationship). Beberapa para ahli telah mengemukakan elemen-elemen apa saja yang terdapat dalam modal intelektual. Namun, dari semuanya, tidak ada ketetapan pasti mengenai elemen-elemen dalam modal intelektual. Sehingga secara umum, elemen-elemen dalam modal intelektual terdiri dari modal manusia (human capital), modal structural (structural capital), dan modal pelanggan (customer
11
capital) (Bontis et al., 2000). Definisi dari masing-masing komponen modal intelektual yaitu:
Modal manusia (Human Capital/HC) adalah keahlian dan kompetensi yang dimiliki karyawan dalam memproduksi barang dan jasa serta kemampuannya untuk dapat berhubungan baik dengan pelanggan. Yang termasuk dalam modal manusia yaitu pendidikan, pengalaman, keterampilan, kreatifitas dan attitud. Menurut Bontis modal manusia adalah kombinasi dari pengetahuan, keterampilan, kemampuan melakukan inovasi dan kemampuan menyelesaikan tugas, meliputi nilai perusahaan, kultur dan filsafatnya. Jika perusahaan berhasil dalam mengelola pengetahuan karyawannya, maka hal itu dapat meningkatkan modal manusia. Modal manusia ini yang nantinya akan mendukung modal struktural dan modal pelanggan.
Modal structural (Structural Capital/SC) adalah infrastruktur yang dimiliki oleh suatu perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pasar. Yang termasuk dalam modal struktural yaitu sistem teknologi, sistem operasional perusahaan, paten, merk dagang dan kursus pelatihan. Modal struktural merupakan infrastruktur pendukung dari modal manusia sebagai sarana dan prasarana pendukung kinerja karyawan. Sehingga walaupun karyawan memiliki pengetahuan yang tinggi namun bila tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, maka kemampuan karyawan tersebut tidak akan menghasilkan modal intelektual.
12
Modal
pelanggan
(Customer
Capital/CC)
adalah
orang-orang
yang
berhubungan dengan perusahaan, yang menerima pelayanan yang diberikan oleh perusahaan tersebut. Modal pelanggan membahas mengenai hubungan perusahaan dengan pihak di luar perusahaan seperti pemerintah, pasar, pemasok dan pelanggan, bagaimana loyalitas pelanggan terhadap perusahaan. Modal pelanggan juga dapat diartikan kemampuan perusahaan untuk mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan pasar sehingga menghasilkan hubungan baik dengan pihak luar.
2. Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) Metode VAIC, dikembangkan oleh Pulic (1998), didesain untuk menyajikan informasi tentang value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible assets) yang dimiliki perusahaan. Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added (VA). VA adalah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value creation) (Pulic, 1998). VA dihitung sebagai selisih antara output dan input. Tan et al. (2007) menyatakan bahwa output (OUT) merepresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual di pasar, sedangkan input (IN) mencakup seluruh beban yang digunakan dalam memperoleh revenue. Menurut
13
Tan et al. (2007), hal penting dalam model ini adalah bahwa beban karyawan tidak termasuk dalam IN. Karena peran aktifnya dalam proses value creation, intellectual potential (yang direpresentasikan dengan beban karyawan) tidak dihitung sebagai biaya (cost) dan tidak masuk dalam komponen IN (Pulic,1998). Karena itu, aspek kunci dalam model Pulic adalah memperlakukan tenaga kerja sebagai entitas penciptaan nilai (value creating entity) (Tan et al., 2007). i.
Value Added of Capital Employed (VACA) Value Added of Capital Employed (VACA) adalah indikator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. VACA merupakan bentuk dari kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber dayanya yang berupa capital asset. Dengan pengelolaan capital asset yang baik, diyakini peusahaan dapat meningkatkan nilai pasar dan kinerja perusahaannya.
ii.
Value Added Human Capital (VAHU) Value Added Human Capital (VAHU) menunjukan berapa banyak VA dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara VA dengan HC mengindikasikan kemampuan HC untuk menciptakan nilai di dalam perusahaan.
iii.
Structural Capital Value Added (STVA) Structural Capital Value Added (STVA) menunjukkan kontribusi structural capital (SC) dalam penciptaan nilai. STVA mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi
14
bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai. SC bukanlah ukuran yang independen sebagaimana HC dalam proses penciptaan nilai. Artinya, semakin besar kontribusi HC dalam value creation, maka akan semakin kecil kontribusi SC dalam hal tersebut. Lebih lanjut Pulic menyatakan bahwa SC adalah VA dikurangi HC.
B. Kinerja Keuangan Perusahaan (Financial Performance) Kinerja perusahaan dapat dilihat dari segi keuangan maupun non keuangan. Kinerja keuangan perusahaan lebih berorientasi jangka pendek, yaitu untuk mencari keuntungan atau profit. Ukuran dari jangka pendek adalah sekitar satu tahun siklus hidup perusahaan. Sedangkan kinerja non keuangan perusahaan lebih bersifat jangka panjang, misalnya untuk menciptakan nilai (value) serta menjaga agar perusahaan tetap dapat bertahan hidup, tumbuh, berkembang, dan unggul dalam bersaing. Orientasi jangka panjang umumnya adalah lebih dari satu tahun siklus hidup perusahaan. Ukuran kinerja keuangan dalam penelitian ini menggunakan rasio profitabilitas dan rasio produktivitas. Indikator yang digunakan pada rasio profitabilitas menggunakan return
on assets (ROA) sebagai indikatornya. ROA
adalah rasio yang digunakan untuk melihat efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan menggunakan aset yang dimilikinya. Sedangkan asset turn over (ATO) adalah ukuran yang dipakai dalam rasio produktivitas. ATO
15
digunakan untuk mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan di dalam menghasilkan penjualan dengan menggunakan aset yang dimiliki. Sebuah perusahaan harus dapat memelihara kinerjanya agar dapat mempertahankan keunggulan kompetitifnya dan tetap dipandang memiliki daya saing oleh para stakeholder-nya. Hal ini mengindikasikan bahwa jika pegelolaan intellectual capital semakin baik maka kinerja perusahaan akan semakin baik pula. Contohnya adalah dengan pengelolaan sumber daya manusia yang baik dalam perusahaan, produktivitas karyawan akan semakin meningkat. Dengan meningkatnya produktivitas karyawan, maka diharapkan akan meningkatkan profit perusahaan, yang kemudian nilai pasar saham perusahaan akan meningkat pula. 1. Return On Assets (ROA) Return on asset (ROA) merefleksikan keuntungan bisnis dan efisiensi perusahaan dalam pemanfaatan total asset (Chen et al, 2005). Rasio ini mewakili rasio profitabilitas, yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan total aset yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi nilai ROA, semakin efisien perusahaan dalam menggunakan assetnya, baik aset fisik maupun aset non-fisik (intellectual capital) akan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
2. Asset Turnover (ATO) Asset Turnover (ATO) merupakan rasio dari total pendapatan terhadap total asset (Firrer dan William, 2003). Rasio ini mengukur efisiensi penggunaan total aset dalam
16
menghasilkan pendapatan. Semakin besar pemanfaatan penggunaan total aset baik tangible asset maupun intangible asset seperti intellectual capital yang dimiliki maka akan meningkatkan pendapatan perusahaan.
C. Penelitian Terdahulu Bontis et al (2000) dalam Puspitasari (2011) menemukan bahwa hubungan intellectual capital tergantung pada sektor industrinya. Bontis et al (2000) memperkenalkan rumus economic value added (EVA) yang mengasumsikan bahwa semakin tinggi residual income akan menaikkan nilai perusahaan. Firer dan Williams (2003), menggunakan VAIC untuk meneliti hubungan antara intellectual capital dengan kinerja keuangan 75 perusahaan publik di Afrika Selatan. Firer dan Williams (2003) menggunakan kinerja perusahaan yaitu rasio profitabilitas (ROA), rasio produktifitas (ATO), dan nilai pasar yang diproksikan oleh market to book value ratio (MB). Hasilnya menunjukkan bahwa physical capital merupakan faktor yang paling signifikan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan di Afrika Selatan. Penelitian Chen et al (2005) merupakan pengembangan dari penelitian Firer dan Williams (2003) dengan menggunakan sampel 4.254 perusahaan publik di Taiwan Stock Exchange. Penelitian ini menggunakan variabel market to book value ratio (MB) dan kinerja keuangan yang diproksikan oleh return on equity (ROE),
17
return on asset (ROA), pertumbuhan pendapatan (GR), employee performance (EP), serta menambahkan variabel R&D (research and development) sebagai instrumen penguat VAIC. Chen et al (2005) menghubungkan intellectual capital dengan nilai pasar dan kinerja perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa intellectual capital memiliki hubungan positif dengan nilai pasar, dan R&D berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Tan et al. (2007) melakukan pengujian terhadap pengaruh intellectual capital terhadap financial return dalam 150 perusahaan yang terdaftar di bursa efek Singapore dengan metode Partial Least Square (PLS). Tan et al. (2007) menggunakan return on equity (ROE), earning per share (EPS), danannual stock return (ASR) sebagai ukuran kinerja keuangan perusahaan. Hasilnya konsisten dengan penelitian Chen et al (2005) bahwa intellectual capital berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan, baik masa kini maupun masa mendatang; rata-rata pertumbuhan intellectual capital berhubungan positif dengan kinerja perusahaan di masa mendatang; dan kontribusi intellectual capital terhadap kinerja perusahaan berbeda berdasarkan jenis industrinya. Ulum (2008) malakukan penelitian terhadap 130 perusahaan perbankan di Indonesia dengan metode Partial Least Square (PLS). Sektor perbankan digunakan karena karyawannya dianggap lebih homogen dibandingkan sektor ekonomi lainnya (Kubo dan Saka dalam Ulum, 2008). Hasilnya menunjukkan bahwa intellectual capital berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan masa kini maupun kinerja
18
keuangan perusahaan di masa datang, namun rata-rata pertumbuhan intellectual capital (ROGIG) tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan di masa datang.
Tabel 2.1
Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu
Peneliti
Metode
Bontis et al.
Kuesioner,
2000
PLS
Firrer dan
VAIC,
- ROA
regresi
- ATO
linier
- MB
Williams 2003
Chen et al. 2005
Variabel
HC berhubungan dengan SC dan CC; - EVA
VAIC, korelasi, regresi
Hasil Penelitian
CC
berhubungandengan
SC;
SC
berhubungan dengan kinerja industri.
- ROA - ROE - MB - GR - EP
VAIC berhubungan dengan kinerja perusahaan
IC berpengaruh terhadap nilai pasar dan
kinerja
berpengaruh perusahaan.
perusahaan; terhadap
R&D kinerja
19
IC
berpengaruh
positif
terhadap
kinerja perusahaan, baik masa kini Tan et al. 2007
VAIC, PLS
-
ROE
-
EPS
-
ASR
maupun masa mendatang; rata-rata pertumbuhan IC berhubungan positif dengan kinerja perusahaan di masa mendatang; kontribusi IC terhadap kinerja
perusahaan
berbeda
berdasarkan jenis industrinya.
IC Ulum dkk 2008
VAIC, PLS
-
ROA
-
ATO
-
GR
berpengaruh
keuangan
terhadap
perusahaan
masa
kinerja kini
maupun kinerja keuangan perusahaan di masa datang, namun ROGIG tidak berpengaruh
terhadap
kinerja
keuangan perusahaan di masa datang. Sumber: data sekunder yang diolah, 2012
D. Kerangka Pemikiran Metode VAIC (Value Added Intellectual Coefficient) dikembangkan oleh Pulic (1998) didesain untuk menyajikan informasi tentang value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible asset) yang dimiliki perusahaan. Komponen utama dari VAIC dapat dilihat dari sumber daya perusahaan, yaitu physical capital (VACA – value added capital employed), human
20
capital (VAHU – value added human capital), dan structural capital (STVA – structural capital value added), (Ulum, 2008). Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
Sumber: data sekunder yang diolah (2012)