BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Teori-Teori Dasar
2.1.1 Komunikasi dan Komunikasi Massa 2.1.1.1 Komunikasi Komunikasi merupakan unsur utama dalam semua kegiatan dalam kehidupan manusia, baik secara pribadi maupun kelompok. Komunikasi menjadi tidak terpisahkan dari kehidupan manusia karena pada dasarnya manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Hidup bersama dengan mahluk lain secara otomatis akan membuat manusia berkomunikasi. Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata dalam bahasa Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communis) adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Komunikasi secara umum dibagi dua, yakni pengertian komunikasi secara etimologis dan secara terminologis. Secara etimologis atau menurut asal katanya, komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio yang diambil dari kata communis yang artinya sama atau dimaksud dengan sama makna. Maka
17
18 komunikasi yang dimaksudkan disini akan berlangsung bila ada kesamaan arti diantara dua atau lebih orang yang berkomunikasi. Sedangkan secara terminologis maksudnya adalah komunikasi melibatkan sejumlah orang, dan lebih dikenal dengan sebutan komunikasi manusia atau komunikasi sosial. Disini hanya akan dibahas tentang komunikasi yang hanya terjadi pada manusiamanusia yang bermasyarakat. Komunikasi mengandung tujuan tertentu baik lisan maupun tulisan, baik langsung maupun melalui media. Tujuan disini maksudnya adalah memberikan informasi, merubah sikap, pendapat, maupun perilaku dari komunikan. Menurut Harold Lasswell, cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut; Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect ? atau Siapa, Mengatakan Apa, Dengan Saluran Apa, Kepada Siapa, Dengan Pengaruh Bagaimana?. Jadi, komunikasi berlangsung apabila antara orang-orang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Jelasnya, jika seseorang mengerti tentang sesuatu yang dinyatakan orang lain kepadanya, maka komunikasi berlangsung. Dengan kata lain, hubungan diantara mereka bersifat komunikatif. Selain komunikasi itu dilakukan secara langsung atau dikenal dengan komunikasi tatap muka, komunikasi juga berlangsung dengan menggunakan media, dikenal dengan nama komunikasi massa. Komunikasi massa ialah komunikasi yang menggunakan media massa, baik itu media cetak maupun elektronik.
19 2.1.1.2 Definisi Komunikasi Massa Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Media cetak yang dimaksud disini antara lain surat kabar, majalah, tabloid, dan buku, sementara media elektronik yang dimaksud adalah radio dan televisi. Dengan demikian, media massa adalah alat-alat dalam proses komunikasi yang mampu menyebarkan pesan secara serempak dan secara cepat kepada audien yang luas dan heterogen pada waktu yang hampir bersamaan. Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner (Ardianto, 2004), yakni : komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa kepada sejumlah besar orang (mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people). Dari definisi ini dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa. Ahli komunikasi massa lainnya, Joseph A Devito merumuskan definisi komunikasi massa yang pada intinya merupakan penjelasan tentang massa serta tentang media yang digunakannya. Devito mengungkapkan definisinya dalam dua item, yang pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio atau visual. Banyak definisi komunikasi massa yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli komunikasi massa, akan tetapi dari berbagai definisi yang telah dijabarkan
20 diatas terdapat sebuah benang merah yang menjadi kesamaan antara definisi yang satu dengan yang lain sehingga membuat beragam definisi komunikasi massa saling melengkapi. Peneliti kemudian menyimpulkan bahwa komunikasi massa merupakan komunikasi yang dilakukan melalui media massa (media cetak dan media elektronik), yang disiarkan melalui pemancar-pemancar audio atau visual, yang ditujukan kepada khalayak yang luar biasa banyak jumlahnya, dalam waktu yang hampir bersamaan. 2.1.1.3
Karakteristik Komunikasi Massa
Karakteristik terpenting pertama dalam komunikasi massa adalah sifatnya yang satu arah. Memang dewasa ini sudah banyak acara media massa baik radio mapun televisi yang mengadakan dialog interaktif, namun itu hanyalah untuk keperluan terbatas. Kedua, adanya proses seleksi. Media maupun audiensnya sama-sama melakukan seleksi terhadap apa yang diinginkannya. Media punya pertimbangan dalam menentukan khalayak dan khalayak punya wewenang dalam cara menentukan jenis media, berita dan waktu untuk menikmatinya. Ketiga, karena dalam komunikasi massa medianya mampu menjangkau khalayak secara luas dan dalam waktu yang hampir bersamaan. Keempat, untuk meraih khalayak sebanyak mungkin, dalam pelaksanaannya komunikasi massa harus membidik sasaran tertentu, artinya mempunyai segmentasi audien khusus. Cara yang digunakan tentu saja melalui penerapan strategi yang khas oleh masing-masing media. Kelima, komunikasi massa dilakukan oleh institusi sosial dalam hal ini lembaga media atau pers, yang harus peka terhadap kondisi
21 lingkungannya sehingga terwujud interaksi antara media massa dan masyarakat. Media tidak hanya mempengaruhi tatanan politik, sosial, dan ekonomi dimana ia berada, namun juga dipengaruhi olehnya (Rivers et all, 2008:19). Dengan demikian bisa disimpulkan beberapa karakteristik komunikasi massa berdasarkan defenisi para ahli diatas yang sangat sesuai dengan tujuan penelitian ini, yakni : 1. Komunikator bersifat melembaga Komunikator dalam komunikasi massa itu bukan berupa satu orang, tetapi berupa kumpulan orang-orang. Artinya gabungan antara berbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain dalam sebuah lembaga. Didalam komunikasi massa, komunikator adalah lembaga media massa itu sendiri. Itu artinya, komunikator nya bukan per orang. Komunikator dalam komunikasi massa biasanya adalah media massa surat kabar, televisi, radio, majalah, dana penerbit buku. 2. Pesan bersifat umum Komunikasi massa itu bersifat terbuka, artinya komunikasi massa itu ditujukan untuk semua orang dan tidak ditujukan untuk sekelompok orang tertentu. Oleh karena nya pesan komunikasi massa bersifat umum. Pesan komunikasi massa dapat berupa fakta, peristiwa, atau opini. Namun tidak semua fakta atau peristiwa yang terjadi di sekeliling kita dapat dimuat dalam media massa. Pesan komunikasi massa yang dikemas untuk memenuhi kriteria penting dan menarik atau penting bagi sebagai besar komunikan.
22 3. Komunikan bersifat anonim dan heterogen Komunikan dalam komunikasi massa sifatnya heterogen artinya pengguna media itu beragam pendidikan, umur, jenis kelamin, status sosial, tingkat ekonomi, latar belakang budaya, agama dan kepercayaan yang berbeda-beda. Selain itu dalam komunikasi massa, komunikator tidak
mengenal
komunikan
(anonim)
karena
komunikasi
nya
menggunakan media dan tidak tatap muka. 4.
Komunikasi massa bersifat satu arah Komunikasi massa merupakan komunikasi dengan menggunakan atau melalui media massa. Karena melalui media massa maka komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung. Komunikator aktif mengirimkan pesan, komunikan juga aktif menerima pesan, namun diantara keduanya tidak dapat terjadi dialog secara tatap muka. Dengan demikian, komunikasi massa itu bersifat satu arah.
5.
Menimbulkan keserempakan Dalam komunikasi massa, terdapat keserempakan dalam proses penyebaran pesan-pesannya. Serempak disini berarti khalayak bisa menikmati media massa tersebut hampir bersamaan. Keserempakan media massa dapat diartikan sebagai kontak dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari komunikator dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaan terpisah.
6.
Dikendalikan oleh Gatekeeper Gatekeeper atau yang sering disebut dengan penjaga gawang adalah orang yang sangat berperan dalam penyebaran informasi melalui media
23 massa. Gatekeeper ini berfungsi sebagai orang yang menambah atau mengurangi,
menganalisis,
atau
menginterpretasikan
pesan
serta
mengemas kembali sebuah pesan dari media massa sebelum disebarkan kepada komunikan. Keberadaan gatekeeper
sama pentingnya dengan
peralatan teknis yang harus dipunyai media dalam komunikasi massa. Oleh karena itu, gatekeeper menjadi sesuatu yang pasti keberadaanya dalam media massa dan menjadi salah satu cirinya. 7.
Umpan balik tertunda Unsur umpan balik atau yang lebih dikenal dengan sebutan feedback merupakan faktor penting dalam bentuk komunikasi apapun karena efektifitas komunikasi sering kali dapat diukur dari umpan balik yang disampaikan oleh komunikan. Umpan balik dalam komunikasi massa tidak dapat terlihat secara langsung.
2.1.1.4 Komponen Media Massa Komunikasi massa pada dasarnya merupakan komunikasi satu arah, artinya komunikasi berlangsung dari komunikator (sumber) melalui media kepada komunikan (khalayak). Walaupun komunikasi massa dalam proses nya bersifat satu arah, namun dalam pelaksanaannya membutuhkan komponen lain agar dapat berjalan dengan lancar. Komponen dalam komunikasi massa ternyata tidak sesederhana komponen komunikasi yang lainnya. Proses komunikasi massa lebih kompleks karena setiap komponennya mempunyai karakteristik tertentu. Ardianto (2004 : 36-42) mengemukakan komponen media massa sebagai berikut:
24 1. Komunikator Dalam komunikasi massa produknya bukan merupakan karya langsung seseorang secara individu tetapi dibuat melalui usaha-usaha yang terorganisir oleh beberapa partisipan, diproduksi secara massal, dan didistribusikan kepada massa. Jadi dapat disimpulkan bahwa Komunikator dalam komunikasi massa adalah media massa. 2. Pesan Sesuai dengan karakteristik dari pesan komunikasi massa yaitu bersifat umum, maka pesan harus diketahui oleh setiap orang, meskipun latar belakang mereka berbeda-beda. 3. Media Media yang dimaksud dalam proses komunikasi massa yaitu media massa yang memiliki ciri khas, yaitu mempunyai kemampuan untuk memikat perhatian khalayak secara serempak. 4. Khalayak Khalayak yang dituju oleh komunikasi massa adalah massa atau sejumlah besar orang. Karena banyaknya jumlah khalayak serta sifatnya yang anonim dan keterogen, maka sangat penting bagi media untuk memperhatikan khalayak. 5. Filter dan Regulator Komunikasi Massa Dalam komunikasi massa, pesan yang disampaikan media pada umumnya ditujukan kepada massa (khalayak) yang heterogen. Khalayak yang heterogen ini akan menerima pesan melalui media sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, pendidikan, agama, usia, dan budaya mereka. Oleh
25 karena itu, pesan tersebut akan difilter (disaring) oleh khalayak yang menerimanya. 6. Gatekeeper atau penjaga gawang Dalam proses perjalannya, sebuah pesan dari sumber media massa kepada penerimanya¸ gatekeeper ikut terlibat didalamnya. Gatekeeper dapat berupa seseorang atau satu kelompok yang dilalui suatu pesan dalam perjalannya dari sumber kepada penerima.
2.1.1.5
Fungsi Komunikasi Massa
Fungsi komunikasi massa yang dikemukakan oleh Harold D Lasswell yakni, (1) Fungsi Pengawasan (2) Fungsi Korelasi (3) Fungsi Pewarisan Sosial. Sama seperti pendapat Lasswell, Charles Robert Wright (1988) menambah fungsi hiburan dalam fungsi komunikasi massa (Nurudin, 2004 : 62-63). Sedangkan fungsi komunikasi massa yang dikatakan oleh Dominick, dalam bukunya Dynamics of Mass Communications adalah sebagai berikut (Ardianto , 2004 : 16-18) : 1. Surveillance (Pengawasan). Fungsi pengawasan komunikasi massa dibagi dalam dua bentuk utama : a. Fungsi pengawasan peringatan yaitu jenis pengawasan yang dilakukan oleh media untuk menyampaikan informasi berupa ancaman yang perlu diketahui oleh khalayak.
26 b. Fungsi pengawasan instrumental adalah penyampaian atau penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari. 2.
Interpretation (Penafsiran) Media massa tidak hanya memasok fakta dan data tetapi juga memberi penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting. Tujuan penafsiran media ini adalah untuk mengajak khalayak untuk memperluas wawasan dan membahasnya lebih lanjut.
3.
Linkage (Pertalian) Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam sehingga membentuk pertalian berdasarkan kepentingan yang sama tetapi terpisah secara geografis atau jarak fisik.
4.
Transmission of Value (Penyebaran nilai-nilai) Fungsi ini disebut juga socialization
(sosialisasi). Sosialisasi mengacu
kepada cara, dimana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa mewakili gambaran masyarakat itu ditonton, didengar, dan dibaca. Media massa memperlihatkan kepada kita bagaimana mereka bertindak, bagaimana mereka bersikap sesuai dengan nilai-nilai yang dipercaya, serta bertindak sebagai anggota masyarakat secara efektif. 5.
Entertainment (Hiburan) Media massa adalah sarana yang banyak menyita waktu luang semua golongan usia, dengan difungsikannya sebagai alat hiburan dalam rumah tangga. Sifat estetikanya dituangkan dalam bentuk lagu, lirik, bunyi,
27 gambar, dan bahasa, sehingga mampu membawa khalayak pada situasi menikmati huburan seperti halnya hiburan lain.
2.1.1.6
Efek Komunikasi Massa
Setiap aktifitas komunikasi akan menimbulkan pengaruh atau efek, baik terhadap individu maupun kepada masyarakat, dan berhubungan erat dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku. Efek adalah unsur penting dalam keseluruhan proses komunikasi karena efek merupakan reaksi komunikan atas pesan yang disampaikan oleh komunikator. Bentuk nyata dari efek komunikasi massa kepada khalayak dapat dilihat dengan adanya perubahan pendapat, sikap, atau perilaku akibat pesan yang diterimanya. Effendy (2000:318-319) megklasifikasikan efek komunikasi massa kedalam tiga kategori, yaitu : 1.
Efek kognitif Efek kognitif adalah efek yang berhubungan dengan pikiran atau penalaran sehingga khalayak yang semula tidak tahu menjadi tahu, yang semula tidak mengerti menjadi mengerti, dan yang semula bingung menjadi merasa jelas.
2.
Efek afektif Efek afektif adalah efek yang behubungan dengan perasaan. Akibat dari mendengarkan radio, membaca buku, melihat tayangan televisi, atau menonton film di bioskop dapat menimbulkan perasaan tertentu dibenak khalayak.
28 3.
Efek Konatif Efek konatif atau yang biasa dikenal dengan efek behavioral merupakan efek yang berhubungan dengan niat, tekad, upaya, dan usaha yang cenderung menjadi suatu tindakan atau kegiatan. Efek konatif tidak langsung timbul sebagai akibat terpaan media massa, melainkan didahului oleh efek kognitif dan efek afektif. Dengan kata lain, timbulnya efek konatif setelah muncul efek kognitif dan efek afektif.
2.1.1.7
Jenis Media Komunikasi Massa
Saluran komunikasi melalui media massa terbagi atas dua, yaitu media massa periodik (surat kabar, majalah, televisi, radio, dan lain-lain) dan media massa non periodik (rapat, seminar, dan lain-lain). Periodik berarti terbit secara teratur sesuai dengan waktu-waktu yang sudah ditentukan sebelumnya. Sementara media massa non periodik diartikan sebagai media massa yang bersifat sementara yang tergantung pada peristiwa yang diselenggarakan. Setelah suatu event
selesai, maka usai juga masa penggunaannya. Media massa periodik
terbagi atas dua, yaitu media massa elektronik dan media massa cetak, sementara media massa non periodik dapat dibedakan atas manusia dan benda. Untuk lebih jelasnya, jenis-jenis media komunikasi massa dapat dilihat pada bagan berikut :
29 Media Penyiaran (Radio, Televisi)
Elektronik Media Non Penyiaran
Periodik
(Film, Internet)
Cetak (Surat kabar,Majalah) Media Massa
Manusia (Juru Kampanye) Non Periodik Benda (Spanduk)
Gambar 2.1 – Jenis Media Massa Sumber : Morissan. Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi. Kencana. Jakarta. 2009.
2.1.2 Televisi sebagai Media Komunikasi Massa 2.1.2.1
Sejarah dan Pengertian Televisi
Media televisi lahir karena perkembangan teknologi. Bermula dari ditemukannya electriche telescope sebagai wujud dari gagasan seorang mahasiswa di Berlin, Jerman Timur, yang bernama Paul Nipkov. Nipkov menemukan sistem penyaluran sinyal gambar untuk mengirim gambar melalui udara dari suatu tempat ke tempat lain. Sistem ini dianggap praktis sehingga
30 diadakanlah percobaan pemancaran sinyal televisi tersebut. Percobaan ini terjadi antara tahun 1883-1884. Akhirnya, Nipkov diakui sebagai “Bapak” televisi. Televisi sudah mulai dapat dinikmati oleh publik Amerika Serikat pada tahun 1939, yaitu ketika berlangsung nya World’s fair di New York, Amerika Serikat. Kegiatan ini sempat terhenti pada masa Perang Dunia II. Baru pada tahun 1946, kegiatan dibidang televisi dapat dimulai lagi. Pada saat itu, di Amerika Serikat hanya terdapat beberapa buah pemancar televisi, tapi kemudian teknologinya berkembang dengan pesat dan jumlah pemancar televisi pun meningkat tajam. Tahu 1948 merupakan tahun yang penting bagi perkembangan televisi karena pada tahun tersebut, di Amerika Serikat, televisi berubah status dari televisi eksperimen menjadi televisi komersial. Seperti halnya dengan media massa lain, televisi pun tidak dapat dimonopoli oleh Amerika Serikat saja. Sewaktu Amerika sedang berusaha membangun media massa pada waktu itu, negara-negara lain di benua Eropa juga melakukan hal yang sama. Perkembangan televisi menjadi sangat cepat sehinga dari waktu ke waktu media ini semakin memberi dampak yang luas kepada masyarakat. Di Indonesia, perkembangan televisi dimulai pada tahun 1961, pada saat pemerintah memutuskan untuk memasukkan rencana pembangunan media massa televisi ke dalam proyek pembangunan Asian Games IV di bawah koordinasi urusan proyek Asian Games IV. Pada tanggal 23 Oktober 1961, Presiden
31 Soekarno dari Wina mengirimkan teleks kepada Menteri Penerangan, Maladi, untuk menyiapkan proyek televisi dengan jadwal : 1.
Membangun studio di eks AKPEN di Senayan (lokasi TVRI sekarang).
2.
Membangun dua pemancar televisi : 100 watt dan 10 Kw dengan tower setinggi 80 meter.
3.
Mempersiapkan software (program dan tenaga).
Pada tanggal 17 Agustus 1962, TVRI mengadakan siaran percobaan dengan menyiarkan acara HUT Proklamasi Kemerdekaan Indonesia XVII dari halaman Istana Merdeka Jakarta. Baru pada tanggal 24 Agustus 1962, TVRI secara resmi mengudara dengan menyiarkan upacara pembukaan Asian Games IV dari stadion utama Gelora Bung Karno secara langsung. Sejak pemerintah Indonesia membuka TVRI, maka selama 27 tahun penonton televisi di Indonesia hanya dapat menonton satu saluran televisi. Barulah pada tahun 1989, pemerintah memberikan izin operasi kepada kelompok usaha Bimantara untuk membuka stasiun televisi RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia) yang merupakan televisi swasta pertama di Indonesia disusul kemudian dengan SCTV, Indosiar, ANTV, dan TPI. Gerakan reformasi pada tahun 1998 telah memicu perkembangan industri media massa khususnya televisi. Seiring dengan itu, kebutuhan masyarakat akan informasi dan hiburan pun semakin meningkat. Menjelang tahun 2000, lima stasiun televisi swasta baru bermunculan dalam waktu yang berdekatan, yaitu
32 Metro TV, Trans, TV7, Lativi, dan Global TV, yang juga dibarengi televisi berlangganan yang menyajikan beragam program baik dari dalam maupun luar negeri. Setelah undang-undang penyiaran disahkan pada tahun 2002, jumlah televisi baru di Indonesia diperkirakan akan terus bermunculan. Hingga Juli 2002, jumlah orang yang memiliki pesawat televisi di Indonesia mencapai 25 juta. Kini penonton televisi Indonesia benar-benar memiliki banyak pilihan untuk menikmati beragam program televisi. Televisi merupakan media yang mendominasi komunikasi massa karena sifatnya yang mampu memenuhi berbagai keinginan dan kebutuhan khalayak umum. Televisi mempunyai kelebihan dari media massa lainnya yaitu bersifat audiovisual (dapat didengar dan dilihat), dapat menggambarkan kenyataan langsung dan mampu menyajikan berbagai macam peristiwa yang terjadi diluar ke dalam rumah para pemirsa dimanapun mereka berada. Dengan ini dapat di katakan bahwa televisi sebagai media massa dapat berfungsi secara efektif, karena selain dapat menjangkau ruang yangs angat luas juga dapat mencapai massa atau pemirsa yang sangat banyak dalam waktu yang relatif singkat. (Morissan, 2008 : 35). Effendy (2000 : 66) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan televisi adalah televisi siaran yang merupakan media dari jaringan komunikasi dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh komunikasi massa, yaitu berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum, audien nya bersifat anonim dan heterogen, dan memiliki gatekeeper atau penjaga gawang.
33 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa televisi merupakan media audiovisual (dapat didengar dan dilihat), yang berlangsung secara satu arah, dikomunikasikan oleh suatu lembaga yang terdiri dari individu-individu yang bekerja untuk menghasilkan suatu tayangan, ditujukan pada audien umum, dan mempunyai efek yang kuat kepada audien yang dituju. 2.1.2.2
Fungsi Televisi
Menurut Effendy (2000), televisi seperti halnya media massa yang lain, mempunyai tiga fungsi pokok, yaitu : 1. Fungsi informasi (The information function). Dalam melaksanakan fungsinya sebagai sarana informasi, televisi tidak hanya menyajikan siaran berita yang dibawakan oleh seorang penyiar, tetapi juga menyiarkan berbagai bentuk tayang informasi lainnya seperti diskusi, talkshow, ceramah, dan lain-lain. Televisi dianggap sebagai media massa yang mampu memuaskan pemirsa dirumah jika dibandingkan dengan media massa lainnya. Hal ini didukung oleh dua faktor utama, yaitu : a. Immediacy (kesegeraan) Kesegeraan mencakup pengertian langsung dan dekat. Peristiwa yang disiarkan oleh stasiun televisi dapat dilihat dan didengar oleh para pemirsa pada saat peristiwa itu berlangsung. Penyiar yang sedang membaca berita, tokoh masyarakat yang sedang membaca pidato atau para
34 demonstran yang sedang melancarkan aksi demonstrasi nya, tampak dan terdengar oleh pemirsa, seolah-olah mereka sedang berada ditempat peristiwa itu terjadi, meskipun sebenarnya mereka sedang berada dirumah masing-masing, jauh dari tempat terjadinya peristiwa tersebut, tapi pemirsa tetap dapat menyaksikan peristiwa yang tejadi dengan jelas dari jarak yang amat dekat. b. Realism (kenyataan). Kenyataan
berarti
stasiun
televisi
menyiarkan
informasinya secara audio dan visual dengan perantara mikrofon dan kamera apa adanya, sesuai dengan kenyataan ketika suatu acara ditayangkan secara langsung (live). Jadi pemirsa dapat melihat, medengar, dan bahkan merasakan secara langsung peristiwa apa yang sedang terjadi. Perbedaan antara televisi dan media cetak adalah di televisi, berita yang disampaikan direkam secara langsung dan hanya menggunakan sedikit editan untuk mendapatkan inti dari kejadian yang ingin disampaikan, sedangkan dimedia cetak, berita yang sama harus mengalami pengolahan terlebih dahulu oleh wartawan baru kemudian disajikan pada pembaca. 2. Fungsi Pendidikan (The Education Function). Televisi merupakan sarana yang ampuh untuk menyiarkan pendidikan kepada khalayak yang berjumlah besar dan disampaikan secara
35 simultan. Sesuai dengan makna pendidikan, yakni meningkatkan pengetahuan dan penalaran masyarakat, televisi menyiarkan program acaranya secara teratur dan terjadwal seperti pelajaran bahasa Indonesia, matematikan dan lain-lain. Selain itu, televisi juga menyajikan acara pendidikan yang bersifat informal seperti sandiwara, diskusi, dan lain-lain. 3. Fungsi Hiburan (The Education Function). Sebagai media yang melayani kepentingan masyarakat luas, fungsi hiburan yang melekat pada televisi tampaknya lebih dominan
dan
fungsi lainnya. Sebagian besar dari alokasi waktu masa siaran televisi diisi oleh acara-acara hiburan, seperti lagu, film cerita, olahraga, komedi, dan lain-lain. Fungsi hiburan ini amat penting karena ia menjadi salah satu kebutuhan manusia untuk mengisi waktu mereka dari aktifitas diluar rumah. 2.1.2.3
Karaktristik Televisi
Menurut Elizabeth Noelle Neuman (1973 : 92) yang dikutip oleh Jalaludin Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi (2008 : 189), sebagai media komunikasi massa, televisi memiliki lima karakteristik sebagai berikut : 1.
Bersifat tidak langsung Bersifat tidak langsung artinya harus melewati media teknis. Televisi adalah satu jenis dan bentuk media massa yang paling canggih, dilihat dari sisi teknologi yang digunakan dan paling mahal dilihat
36 dari segi investasi yang ditanamkan. Televisi sangat bergantung pada kekuatan peralatan elektronik yang sangat rumit. 2.
Bersifat satu arah Bersifat satu arah artinya tidak ada interaksi antara komunikator dan komunikan. Pemirsa televisi hanya dapat menerima berbagai program acara yang sudah disiapkan oleh pihak pengelola televisi, tidak bisa mencela, atau melakukan interupsi saat suatu program disiarkan. Ada beberapa siaran langsung (live) yang memungkinkan penonton menelepon atau berinteraksi langsung tetapi masih dianggap tidak optimal karena hanya satu atau dua orang penelepon yang diterima dan disiarkan secara langsung pada waktu itu, sehingga umpan balik (feedback) dalam televisi masih bersifat tertunda.
3.
Bersifat terbuka Televisi ditujukan kepada masyarakat secara terbuka ke berbagai tempat yang dapat dijangkau oleh pemancar siaran, artinya ketika siaran televisi sedang mengudara, tidak ada lagi batas-batas yang dikenal sebagai wilayah geografis, usia, atau bahkan tingkat akademik khalayak. Khalayak yang dituju bersifat heterogen yang terdiri dari berbagai jenis latar belakang , usia, suku, agama dan kepercayaan, bahasa, budaya, perilaku sosial, lingkungan, dan sebagainya. Khalayak juga bersifat anonim yang berarti mereka tidak saling mengenal satu sama lain.
37 4.
Publik tersebar Khalayak televisi tidak hanya berada pada suatu wilayah yang kecil tetapi tersebar ke berbagai wilayah dalam daerah lokal, regional, nasional, atau bahkan internasional.
2.1.2.4
Jenis Program Televisi
Stasiun televisi setiap harinya menyajikan berbagai jenis program yang jumlahnya sangat banyak dan jenisnya sangat beragam. Pada dasarnya, apa saja yang bisa dijadikan program acara untuk tayang ditelevisi asalkan menarik dan disukai oleh audien, dan selama tidak bertentangan dengan norma kesopanan dan kesusilaan, serta hukum dan peraturan yang berlaku. Berbagai jenis program televisi secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu : 1. Program Informasi (Jurnalistik). 2. Program Hiburan (Artistik). Program informasi kemudian dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu berita keras (hard news) yang merupakan laporan berita terkini yang harus segera diberitakan dan berita ringan (soft news)yang merupakan kombinasi dari fakta, gosip, dan opini. Sementara untuk program hiburan, terbagi atas tiga kelompok besar, yaitu musik, drama permainan (game show), dan pertunjukkan. Selain pembagian jenis program berdasarkan skema diatas, terdapat pula pembagian program berdasarkan apakah suatu program itu bersifat faktual atau fiktif. Program faktual anatar alain meliputi program berita, dokumenter, dan reality show. Sementara program fiktif antara lain program drama atau komedi.
38 2.1.2.5 Program Berita 2.1.2.5.1 Pengertian Berita Berita menduduki posisi yang penting dalam program acara televisi. Program berita pada setiap stasiun televisi selalu ditempatkan pada prime time (waktu-waktu terbaik di televisi). Dalam buku Reporting¸ Mitchell V. Charnley yang dikutip oleh Jalalludin Rakhmat dalam bukunya Dinamika Komunikasi menuliskan definisi berita, yaitu : “Berita adalah laporan tercepat dari suatu peristiwa atau kejadian yang faktual, penting, dan menarik perhatian sebagian pembaca, serta menyangkut kepentingan bersama” (Effendy, 2004 : 67). Jadi dapat disimpulkan bahwa berita adalah fakta yang akurat yang menarik bagi sebagian besar orang, disampaikan secara cepat, bersifat penting, dan menyangkut kepentingan banyak orang. 2.1.2.5.2
Jenis Program Acara Berita
Deddy Iskandar Muda dalam bukunya Jurnalistik Televisi; Menjadi Reporter Profesional, mengatakan bahwa program acara berita pada umumnya dapat dikategorikan menjadi tiga bagian, yaitu hard news (berita berat), soft news (berita ringan), dan investigative reports (laporan penyelidikan). Pembedaan terhadap tiga kategori tersebut didasarkan pada jenis peristiwa dan cara penggalian data. 1. Hard News (berita berat) Hard news adalah berita tentang peristiwa yang dianggap penting bagi masyarakat, baik secara individu, kelompok, maupun organisasi. Berita
39 berat yang dimaksud misalnya mengenai mulai diberlakukannya kebijakan pemerintah yang baru bagi seluruh masyarakat. Tentu saja hal ini menyangkut kepentingan banyak orang sehingga harus segera diberitakan. 2. Soft News (berita ringan) Soft news seringkali disebut juga sebagai feature yaitu berita yang tidak terkait dengan aktualitas namun memiliki daya tarik bagi pemirsa nya. Berita ringan biasanya mengedepankan unsur human interest atau sesuatu yang bersifat menakjubkan bagi pemirsa. Dapat juga mengenai sesuatu yang menimbulkan kekhawatiran atau simpati. Bagi televisi, berita ringan sangat diperlukan agar dapat memberikan efek rileks secara psikologis setelah disuguhi tayang berita berta diawal program acara berita. 3. Investigative reports (Laporan penyelidikan) Investigative reports adalah jenis berita yang eksklusif, dimana data nya tidak diperoleh dipermukaan, tetapi harus melalui penyelidikan secara mendalam. Berita hasil penyelidikan ini sangat menarik karena cara mengungkapkannya tidaklah mudah. Seorang reporter berita harus memiliki banyak sumber informasi untuk mendukung fakta-fakta yang akan dikemukakan. Narasumber dalam laporan penyelidikan ini seringkali harus dilindungi kerahasiaan identitas nya, apalagi wawancara yang dilakukan untuk mendapatkan informasi bersentuhan secara langsung dengan isu-isu sensitif yang dapat mengancam kehidupan narasumber.
40 2.1.2.5.3
Nilai Berita
AS Haris Sumadiria dalam bukunya Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature, Panduan Praktis Jurnalis Profesional menuliskan bahwa sebuah berita yang akan disiarkan harus memenuhi nilai berita sebagai berikut : 1. Aktualitas (Timeliness) Berita adalah suatu peristiwa yang sedang atau baru terjadi. Secara sederhana aktulitas berarti menunjuk pada suatu peristiwa yang baru atau yang sedang terjadi. Semakin aktual beritanya, artinya semakin baru peristiwa nya terjadi dan semakin tinggi nilai beritanya. 2. Kebaruan (Newness) Berita adalah semua yang terbaru. Berita adalah apa saja yang disebut dengan hasil karya terbaru seperti misalnya presiden baru, mobil baru, kebijakan baru, dan lain-lain. Semua yang baru, apapun itu, pasti memiliki nilai berita. 3. Kedekatan (Proximity) Kedekatan yang dimaksud disini ada dua jenis, yaitu kedekatan geografis dan kedekatan emosional. Kedekatan geografis merujuk pada tempat terjadinya peristiwa yang menjadi berita ternyata ada didekat tempat tinggal kita. Semakin dekat suatu peristiwa yang terjadi dengan lokasi domisili khalayak, semakin tinggi nilai beritanya bagi khalayak tersebut. Sementara kedekatan emosional adalah
41 seberapa dalam suatu peristiwa mampu menggugah emosi khalayak, misalnya penganiyayaan yang terjadi bagi kaum muslim di Bosnia, sehingga membuat kaum muslim di Indonesia turut prihatin, walaupun tidak ada kedekatan secara geografis antara Bosnia dan Indonesia. 4. Akibat (Impact) Berita adalah sesuatu yang berdampak luas bagi kehidupan banyak orang. Suatu peristiwa yang berdampak luas bagi kehidupan khalayak pasti menjadi berita yang ramai diperbincangkan. Misalnya kenaikan harga bahan bakar minyak yang berlaku secara serentak disemua daerah di Indonesia yang tentu nya berpengaruh terhadap kehidupan khalayak banyak. 5. Informasi Berita
haruslah
berupa
informasi,
yaitu
segala
yang
bisa
menghilangkan ketidakpastian. Khalayak menantikan berita agar mereka tahu mengenai peristiwa-peristiwa apa saja yang terjadi di dunia luar. Setiap infromasi yang tidak memiliki nilai berita tidak layak untuk ditayangkan kepada khalayak. Hanya informasi yang memberi banyak manfaat kepada publik yang patut mendapat perhatian media. 6. Keterkenalan (Prominence) Keterkenalan yang dimaksud disini adalah berita yang menyangkut tokoh terkenal yang dapat menarik perhatian masyarakat. Nama seseorang dapat menjadi berita ketika nama itu merupakan nama
42 tokoh terkenal misalnnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Apa saja yang terjadi dengan Presiden dapat dijadikan berita karena keterkenalan namanya. 7. Ketertarikan manusiawi (Human interest) Human Interest adalah berita yang dapat menarik empati, simpati, atau menggugah perasaan khalayak yang menyaksikan. Berita-berita human
interest
biasanya
mengandung
unsur
ketegangan,
ketidaklaziman, minat pribadi, konflik, simpati, kemajuan, seks, usia, binatang, dan humor. Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa berita harus mempunyai nilai kualitas diantaranya aktualitas, kebaruan, kedekatan, akibat, informasi, keterkenalan, dan ketertarikan manusiawi. 2.1.2.5.4
Jenis Liputan Berita televisi
Menurut Arifin S. Harahap dalam bukunya Jurnalistik televisi: Tehnik Memburu dan Menulis Berita, setidaknya ada empat jenis liputan. Keempat jenis liputan itu adalah: 1. Liputan berita momentum (moment news) Berita momentum adalah berita yang tidak teragendakan, berita yang berasal dari peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba yang termasuk jenis berita ini antara lain bencana, gempa, banjir, kebakaran, dan kriminalitas. Peliputan berita momentum membutuhkan jaringan yang luas dengan sumber-sumber informasi seperti polisi, penjaga kamar mayat, pemadam
43 kebakaran, serta masyarakat luas. Peliputan berita momentum juga mengharuskan pekerja-pekerja televisi melakukan pemantauan pada media lain seperti radio dan internet. 2. Liputan berita terencana (event news) Berita terencana atau teragendakan dibuat berdasarkan peristiwa yang disengaja, direncanakan, atau diagendakan. Yang termasuk jenis berita ini antara lain jumpa pers, unjuk rasa, kegiatan olahraga, dan hari-hari besar. Meliput berita seperti ini relatif tidak sulit karena narasumber biasanya menghubungi wartawan. Wartawan tinggal merencanakan sudut (angle) liputan. 3. Liputan berita fenomena Berita jenis ini berasal dari peristiwa yang sudah terlihat gejala nya atau sudah menjadi fenomena misalnnya kemiskinan, pengemis, semburan lumpur di Porong, Sidoarjo, dan lain-lain. Berita fenomena memerlukan perencanaan yang panjang serta riset mendalam. Berita jenis ini biasanya diliput untuk membuat laporan panjang (feature, in depth report, atau dokumenter). 4. Liputan berita lanjutan (Follow-up news) Ide berita jenis ini berasal dari berita yang telah ditayangkan. Berita inimerupakan lanjutan atau follow-up dari berita yang telah ditayangkan sebelumnya. Misalnya hari ini ada peristiwa tawuran yang melibatkan pelajar, keesokan harinya maka akan ada follow-up news mengenai pemakaman korban meninggal akibat tawuran tersebut.
44 2.1.2.5.5
Proses Pembuatan Berita
Adi Badjuri dalam bukunya Jurnalistik Televisi (2010) mengemukakan proses pembuatan berita televisi sebagai berikut : 1. Mencari informasi awal Informasi awal dapat diperoleh dari berbagai sumber. Media massa (koran harian, internet, radio, televisi) adalah salah satu sumber informasi yang terus mengalir tanpa henti. Bisa pula dari berbagai sumber personal seperti misalnya pemimpin suatu lembaga, atau kenalan yang bekerja disuatu perusahaan atau lembaga yang cukup mempunyai informasi penting mengenai lembaga tersebut. 2. Memastikan peristiwa yang akan diliput Sebelum melakukan peliputan, reporter harus terlebih dahulu memastikan atau melakukan konfirmasi kepada sumber berita untuk mengetahui jadi tidaknya suatu acara, kepastian partisipan atau peserta, penyelenggara, pejabat atau tokoh yang akan membuka acara tersebut, rangkaian beserta durasi
acara,
dan
lain-lain.
Dengan
demikian,
reporter
dapat
mempersiapkan segala persiapan yang diperlukan baik peralatan teknis, fisik, dan bahkan mental sebelum melakukan peliputan. 3. Mendokumentasikan seluruh Informasi Seluruh informasi yang telah didapatkan kemudian dikumpulkan, disatukan, dan disusun secara sistematis untuk selanjutnya menjadi berita yang layak disajikan bagi khalayak. Informasi dapat berupa keterangan lengkap tentang unsur-unsur berita (5W+1H), foto-foto dokumentasi,
45 liputan gambar dan suara hasil dokumentasi, pernyataan tertulis, wawancara dengan narasumber, dan kesaksian saksi mata. 2.1.2.5.6
Objektivitas Berita Televisi
Media yang baik adalah media yang mampu mempertanggungjawabkan semua informasi berupa fakta yang disajikan dalam bentuk berita kepada khalayak. Oleh karena itu adalah penting bagi media untuk mempertahankan kredibilitas nya dimata audien. Sikap objektif memang sulit bagi media, terutama jika sudah melibatkan emosi. Karena itu media berarti harus mau dan mampu untuk meninggalkan nilai-nilai (pendorong subjektivitas) yang sudah terlanjur melekat diinstusi media. Objektivitas media berhubungan erat dengan kredibilitas media tersebut. Kredibilitas sebuah media tercermin lewat objektivitas informasi yang disampaikan bagi khalayak. Menurut Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi mengatakan ada dua komponen paling penting dalam kredibilitas yaitu keahlian dan kepercayaan. 1.
Keahlian adalah kesan yang dibentuk komunikate tentang kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicarakan. Komunikator yang dinilai tinggi pada keahlian dianggap sebagai cerdas, mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman, atau terlatih. Tentu sebaliknya, komunikator yang dinilai rendah pada keahlian dianggap tidak berpengalaman, tidak tahu, atau bodoh.
2.
Kepercayaan adalah kesan komunikate tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya. Kesan bahwa komunikator dinilai jujur, tulus, adil, sopan dan etis dimana kesemuanya itu merupakan objektifitas dalam berpikir (Rakhmat, 2008 : 260).
Berbicara mengenai objektivitas media massa, Westerstahl (McQuail, 2000) yang dikutip oleh Adi Badjuri dalam bukunya Jurnalistik Televisi
46 (2010) mengungkapkan bahwa sikap yang objektif itu harus mengandung dua hal penting, yaitu: 1.
Faktualitas Faktualitas itu berarti kebenaran yang ada didalam media harus memuat akurasi (ketepatan dan kecermatan) dan mengaitkan sesuatu yang sesuai atau relevan untuk diberitakan (relevansi).
2.
Imparsialitas Impersialitas berarti harus ada keseimbangan (balance) dan ketidakberpihakan (netral) dalam mengungkap sesuatu.
Objektivitas selalu mengandung kejujuran, kecukupan data, benar, dan memisahkan diri dari fiksi dan opini. Objektivitas juga perlu menghindarkan diri dari sesuatu yang hanya mengejar sensasi. Media massa tidak pernah lepas dari subjektivitas atau subjektivitas yang objektif. Subjektivitas dilakukan jika media massa memberitakan suatu kejadian yang tidak pernah terjadi. Sementara subjektivitas yang objektif terjadi ketika media massa secara terang-terangan atau tersembunyi, cenderung membela salah satu yang sedang diberitakan. Pemberitaannya berdasarkan fakta-fakta yang terjadi (objektif), tetapi penulisannya secara subyektif. Adi Bajuri juga mengatakan bahwa ada tiga hal penting yang harus terus dimiliki oleh media, yaitu : (Badjuri, 2010 : 122) 1. Media massa harus tetap memegang teguh peliputan cover both sides (meliput dari dua sisi yang berbeda secara seimbang) dalam situasi
47 apapun, artinya media tidak melakukan peliputan yang berat sebeluh atau menguntungkan pihak-pihak tertentu, melainkan harus selalu netral dan seimbang. 2. Media massa sebaiknya memposisikan dirinya sebagai The search and the production of meaning (Jacob Oetama, 2003). Media massa dituntut untuk tidak sekedar memberitakan fakta apa adanya secara linear, tetapi fakta yang mencakup. Dengan kata lain, fakta perlu dilengkapi dengan latar belakang, proses, dan riwayatnya serta hal-hal kecil yang berkaitan dengan fakta tersebut. 3. Media massa harus menjadi penentu arah perubahan masyarakat dan bukan sekedar memberitakan fakta murni, media harus mampu membawa perubahan ke arah yang positif di masa datang.
48 2.2
Teori-Teori Khusus 2.2.1
Teori Uses and Gratification
2.2.1.1
Sejarah Penggunaan Teori Uses and Gratification
Pendekatan Uses and Gratification (manfaat dan gratifikasi) pertama kali dikemukakan oleh Elihu Katz (1959) sebagai reaksi atas pernyataan Bernard Berelson (1959) bahwa bidang penelitian komunikasi sudah mati. Katz berpendapat bahwa bidang yang sedang sekarat adalah kajian komunikasi sebagai persuasi. Katz mengemukakan bahwa penelitian komunikasi massa pada masa itu kebanyakan bertujuan untuk mencari jawaban atas pertanyaan “Apa yang dilakukan media terhadap orang banyak?”, Katz menyebut kajian jenis ini sudah banyak dilakukan. Katz kemudian memperkenalkan teori uses and gratification yang mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut, dengan kata lain pengguna media itu adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media berusaha untuk mencari sumber media yang paling baik dalam usaha memenuhi kebutuhannya, artinya dalam teori ini, diasumsikan bahwa pengguna atau audien mempunyai pilihan alternatif dalam memuaskan kebutuhannya. Dalam teori uses and gratification ditekankan bahwa audience bersifat aktif dalam memilih media mana yang harus dipilih untuk memenuhi kebutuhannya. Teori ini lebih menekankan pada pendekatan manusiawi dalam melihat suatu media, artinya manusia dianggap mempunyai kekuasaan penuh untuk menentukan sikap atas suatu media. Katz percaya bahwa tidak hanya ada satu
49 jalan bagi audien untuk menggunakan media dan sebaliknya, ia percaya bahwa ada banyak alasan khalayak untuk menggunakan media. Adapun model uses and gratification dapat digambarkan sebagai berikut : Anteseden
Motif
Penggunaan Media
Efek
- Variabel Individual
- Personal
- Hubungan
-Kepuasan
- Variabel Lingkungan
-Diversi
- Macam isi
-Pengetahuan
- Personal Identity
- Hubungan dengan isi
Gambar 2.2 – Model Uses and Gratification Sumber : Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi (2002).
Anteseden meliputi variabel individual yang terdiri dari data demografis seperti usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor psikologis komunikasn, serta variabel lingkungan seperti organisasi, sistem sosial, dan struktur sosial. Daftar motif memang tidak terbatas, tetapi operasionalisasi Blumer menyebutkan tiga orientasi : Orientasi kognitif (kebutuhan informasi, surveillance terhadap lingkungan, atau eksplorasi realitas), Orientasi Diversi (kebutuhan akan pelepasan dari tekanan dan kebutuhan akan hiburan), dan Orientasi personal (menggunakan isi media untuk memperkuat atau menonjolkan sesuatu yang lebih penting dalam kehidupan atau situasi khalayak sendiri).
50 Penggunaan media terdiri dari jumlah waktu yang digunakan dalam mengonsumsi media, jenis isi media yang dikomsumsi, dan berbagai hubungan antara individu yang menjadi konsumen media dengan isi media yang dikomsumsi atau dengan media secara keseluruhan. Sedangkan yang terakhir, efek media, yang dapat dijelaskan sebagai evaluasi kemampuan media untuk memberikan kepuasan. Teori kegunaan dan gratifikasi adalah perluasan dari teori kebutuhan dan motivasi. Dalam teori kebutuhan dan motivasi, Abraham Maslow mengatakan bahwa orang secara aktif berusaha memenuhi hirarki kebutuhannya. Ketika mereka memperoleh tujuan yang mereka cari pada satu tingkat hirarki, mereka kemudian akan bergerak ke tahap hirarki selanjutnya.
Gambar 2.3 – Hirarki Kebutuhan Maslow Sumber : Richard West dan Lynn H. Turner. Pengantar Teori Komunikasi; Analisis dan Aplikasi, Salemba Humanika, Jakarta, 2008.
51 Gambaran mengenai manusia sebagai seseorang yang aktif, berusaha untuk memuaskan kebutuhannya, sesuai dengan ide yang dibawa oleh Katz, Blumer, dan Gurevitch ke dalam kajian mereka mengenai bagaimana manusia mengonsumsi komunikasi massa. Permasalahan utama dalam teori uses and gratification bukanlah mengenai bagaimana media mengubah sikap dan perilaku khalayak, tetapi mengenai
bagaimana
media
memenuhi
kebutuhan
pribadi
dan
sosial
khalayaknya. Jadi titik beratnya adalah ada khalayak yang aktif, yang sengaja menggunakan media untuk kebutuhan khusus. 2.2.1.2
Asumsi Teori Kegunaan dan Gratifikasi
Teori kegunaan dan Gratifikasi memberikan sebuah kerangka untuk memahami kapan dan bagaimana konsumen media individu menjadi lebih atau kurang aktif dan konsekuensi dari keterlibatan yang meningkat atau menurun. Katz, Blumer, dan Gurevitch (1974) dalam buku Teori komunikasi; Sejarah, metode, dan terapan yang ditulis oleh Richard West dan Lynn Turner (2008 :194) mengatakan bahwa lima asumsi dasar teori
kegunaan dan
gratifikasi, yaitu : 1.
Audien dianggap bersikap aktif, artinya peranan penting manfaat media massa diasumsikan berorientasi pada sasaran.
2.
Dalam proses komunikasi massa, inisiatif untuk pemenuhan kebutuhan dan pilihan media terletak pada audien.
3.
Media bersaing dengan sumber-sumber pemenuhan kebutuhan yang lain.
52 4.
Khalayak
mempunyai
kesadaran
diri
yang
cukup
akan
penggunaan media mereka, minat, dan motif, sehingga dapat memberikan sebuah gambaran yang akurat mengenai kegunaan tersebut kepada para peneliti. 5.
Penilaian mengenai nilai isi media hanya dapat dinilai oleh khalayak.
Asumsi pertama mengatakan bahwa khalayak bersifat aktif dan penggunaan media memiliki tujuan yang cukup jelas. Anggota khalayak individu dapat membawa tingkat aktifitas yang berbeda untuk penggunaan media mereka. Khalayak juga berusaha untuk memenuhi tujuannya melalui media. Katz, Gurevitch, dan Haas (1973) memandang media massa sebagai suatu alat yang digunakan oleh individu-individu untuk berhubungan atau memutuskan hubungan dengan yang lain. Para peneliti ini membuat daftar 35 kebutuhan yang diambil (sebagian besar spekulatif) dari literatur tentang fungsi-fungsi sosial dan psikologis media massa kemudian menggolongkannya ke dalam lima kategori : TIPE KEBUTUHAN Kognitif
DESKRIPSI
CONTOH MEDIA
Memperoleh informasi,
Televisi (berita), video
pengetahuan, pemahaman
(“Bagaimana memasang lantai keramik”, film (dokumenter atau film berdasarkan sejarah, misalnya Cinderella Man).
53 Afektif
Pengalaman emosional,
Film, televisi (komedi
menyenangkan, atau estetis
situasi, opera sabun)
Integrasi personal Meningkatkan kredibilitas,
Integrasi sosial
Video (“Berbicara dengan
percaya diri, dan status
keyakinan”)
Meningkatkan hubungan
Internet (e-mail, chat room,
dengan keluarga, teman,
IM)
dan lainnya Pelepasan
Pelarian dan pengalihan
ketegangan
Televisi, film, video, radio, internet
Tabel 2.1 – 5 Kategori Kebutuhan yang dipuaskan oleh media. Sumber : Richard West dan Lynn Turner dalam Teori Komunikasi (2008 : 105). Asumsi kedua dalam teori ini adalah inisiatif untuk pemenuhan kebutuhan dan pilihan media terletak pada audien. Setiap individu dianggap sebagai agen yang aktif sehingga mereka mampu mengambil inisiatif. Seperti misalnya saat kita ingin tertawa, kita memilih acara Opera Van Java di Trans7 dan memilih Metro hari ini di Metro Tv ketika kita ingin mendapatkan informasi. Tidak ada seorang pun yang dapat memutuskan apa yang diinginkan individu dari sebuah media selain diri nya sendiri, khalayak mempunyai banyak sekali otonomi dalam proses komunikasi massa. Asumsi ketiga mengatakan bahwa media berkompetisi dengan sumber lainnya untuk kepuasan akan kebutuhan. Artinya selain khalayak yang dianggap aktif memilih media, media juga dianggap aktif dalam hal kompetisi diantara
54 sesama media. Hubungan antara media dan khalayak dipengaruhi oleh masyarakat, contohnya, pada kencan pertama, pergi ke bioskop dianggap sebagai media yang lebih mungkin daripada menyewa video dan menonton bersama dirumah. Asumsi keempat adalah masalah metodologis mengenai kemampuan peneliti untuk mengumpulkan informasi yang dapat diandalkan dan akurat dari konsumi media. Khalayak cukup sadar diri akan penggunaan media, minat serta motif mereka sehingga mereka dapat memberikan kepada peneliti sebuah gambaran yang akurat dan tepat mengenai alasan mengapa mereka menggunakan media. Para peneliti biasanya menggunakan metode kualitatif untuk menjelaskan mengapa mereka mengkomsumsi media. Peneliti melakukan wawancara dan juga melihat langsung pembicaraan yang terjadi dikhalayak setelah mereka mengonsumsi media. Peneliti juga dapat menggunakan metode kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner yang berisi daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh khalayak sebagai responden. Asumsi kelima mengatakan bahwa karena khalayak yang memutuskan untuk menggunakan isi tertentu dan tujuan akhir dari penggunaan media, maka nilai isi media hanya dapat dinilai oleh khalayaknya. Individu dianggap sebagai orang yang kritis. Khalayak mungkin membaca sebuah surat kabar tertentu karena hanya satu-satunya yang ada, jika kemudian muncul surat kabar lain yang lebih baik, ia mungkin akan menghentikan langganannya terhadap surat kabar pertama.
55 2.2.1.3
Khalayak Aktif
Teori yang didasarkan pada asumsi bahwa konsumen media adalah aktif, harus bisa menjelaskan apa yang dimaksud dengan “khalayak aktif”. Mark Levy dan Sven Windahl (1985) menjawab masalah ini dengan cara : Sebagaimana dipahami secara umum oleh peneliti gratifikasi, istilah “aktivitas khalayak” merujuk pada orientasi sukarela dan selektif oleh khalayak terhadap proses komunikasi. Singkatnya, hal ini menyatakan bahwa penggunaan media dimotivasi oleh kebutuhan dan tujuan yang didefinisikan oleh khalayak itu sendiri, dan bahwa partisipasi aktif dalam proses komunikasi yang mungkin difasilitasi, dibatasi, atau mempengaruhi kepuasan dan pengaruh yang dihubungkan dengan eksposur. Pemikiran terbaru juga menyatakan bahwa aktivitas khalayak paling baik dikonseptualisasikan sebagai variabel konstruk, dengan khalayak mempertunjukkan berbagai jenis dan tingkat aktivitas. (hal. 110). (Richard West, Lynn Turner, 2008 : 107). Jay G. Blumler (1979) juga menawarkan beberapa jenis aktivitas khalayak yang dapat dilakukan oleh konsumen media. Termasuk didalamya kegunaan, kesengajaan, selektivitas, dan kesulitan untuk mempengaruhi, yang dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Kegunaan (utility) Khalayak menggunakan media untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu, misalnya khalayak mendengarkan radio dimobil untuk dapat mengetahui kondisi lalu lintas, mereka membaca majalah mode untuk mengetahui perkembangan gaya terbaru, dan sebagainya. 2. Kesengajaan (intentionality) Kesengajaan terjadi ketika motivasi awal khalayak menentukan komsumsi media khalayak tersebut. Ketika orang ingin dihibur, mereke menonton tayangan komedi, ketika mereka ingin mendapatkan informasi, maka mereka menonton Metro Hari Ini atau Kabar Petang, dan sebagainya. 3. Selektivitas (selectivity) Khalayak menggunakan media yang dapat merefleksikan ketertarikan dan preferensi mereka. Jika khalayak tersebut tertarik akan politik lokal, ia mungkin akan berlangganan media cetak lokal, apabila ia menyukai musik jazz, ia mungkin akan menyetel stasiun radio khusus musik jazz, dan sebagainya. 4. Kesulitan untuk mempengaruhi (imperviousness to influence)
56 Khalayak membentuk pemahaman mereka sendiri dari muatan yang ditampilkan media. Mereka sering kali secara aktif menghindari jenis pengaruh media tertentu. Misalnya beberapa orang membeli produk berdasarkan kualitas dan nilai dari suatu produk tertentu, bukan berdasarkan kampanye periklanan yang ada dimedia (Richard West, Lynn Turner, 2008 : 107). Peneliti memilih untuk mengaplikasikan teori uses and gratification ke dalam penelitian karena teori ini mengasumsikan bahwa audien atau khalayak memiliki sifat yang aktif dalam memilih dan menggunakan media massa sebagai sarana pemenuhan kebutuhan. Audien dikatakan bebas untuk memilih media untuk memenuhi berbagai macam jenis kebutuhannya, dalam penelitian ini, secara khusus untuk memenuhi kebutuhan kognitif atau kebutuhan audien terhadap informasi. Teori ini juga mengasumsikan bahwa media massa harus bersaing dengan berbagai sumber-sumber lain yang juga berfungsi sebagai pemenuh kebutuhan khalayak, sehingga media yang dianggap kurang kredibel atau berat sebelah, secara perlahan akan kehilangan kepercayaan audien. Kajian teori ini juga mengatakan bahwa penilaian mengenai nilai isi media hanya dapat dinilai oleh khalayak, sehingga sangatlah tepat, apabila teori ini, menjadi salah satu teori yang digunakan untuk meneliti bagaimana opini publik terhadap suatu item berita tertentu yang disiarkan oleh media massa, khususnya televisi.
57 2.2.2
Opini Publik
2.2.2.1
Pengertian Opini Opini atau pendapat dipahami sebagai jawaban atas pertanyaan atau
permasalahan yang dihadapi dalam suatu situasi tertentu. Hal ini terlihat dalam penyataan Rober E. Lane dan David O. Sears (1965 : 8) yang dikutip oleh Arifin (2010 : 6) “An opinion is an answer that is given to a question in given situation”. Kemudian ditambahkan oleh pernyataan Kimbal Young dalam Hartono (1966 : 44) yang dikutip oleh Arifin (2010 : 6) bahwa “opinion means a belief or conviction more verifiable and stronger in intensity than a mere hunch or impression but less valid than truly verifiable or positive knowledge”. Walaupun validitasnya tidak sebesar pengetahuan yang baku, namun opini atau pendapat lebih kuat dari dugaan atau sekedar kesan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa opini merupakan pendapat atau ungkapan ekspresi yang dikemukakan oleh seseorang kepada orang lain. Opini bisa dikemukakan dengan kata-kata, isyarat, atau pun cara-cara lain yang dapat dimengerti oleh orang lain. Opini harus dikemukakan agar dapat dinilai oleh orang lain. 2.2.2.2 Pengertian Publik Selanjutnya publik diartikan sebagai sekelompok orang yang menaruh perhatian terhadap masalah yang dilontarkan melalui media massa dan ikut serta dalam proses diskus yang intensif untuk mencari cara memecahkan masalah yang dihadapi untuk kepentingan umum atau orang banyak. Dalam hal ini publik tidak sama dengan massa atau crowd (kerumunan), bahkan publik merupakan bagian dari massa yang memiliki perhatian dan aktif dalam proses memecahkan
58 masalah. Publik juga diartikan sebagai individu-individu didalam kelompok yang memilik atau diharapkan memiliki opini atau pendapat. Justru itu individuindividu dalam publik memiliki pengetahuan dan keahlian tentang masalah yang akan dipecahkan. Kimbal Young dalam Hartono (1966 : 45) yang dikutip oleh Arifin (2010 : 8) menyatakan, “The public is not held together by face or shoulder to shoulder contacts; a number of people scatter in space react to stimulus, which is provided by indirect and mechanical means of communication”. Jadi publik tidak harus selalu bertemu muka atau berhubungan langsung. Ditambahkan bahwa yang dimaksud dengan publik adalah sejumlah orang yang terpencar dan memberikan reaksi terhadap suatu rangsangan (stimuli). Kemudian Hartono (1966 : 45) menjelaskan lebih lanjut bahwa publik adalah kelompok yang abstrak dari orang-orang yang menaruh minat pada suatu persoalan atau kepentingan yang sama, dimana mereka terlibat dalam suatu pertukaran pikiran melalui komunikasi tidak langsung untuk mencari penyelesaian atau kepuasan atas persoalan atau kepentingan mereka itu. Disisi lain, A. Lowrence Lowell (1919) yang dikutip oleh Arifin (2010 : 9) mengatakan bahwa publik atau umum hanyalah golongan yang memiliki perhatian besar dan pengetahuan cukup terhadap suatu masalah dan tidak mutlak merupakan pendapat mayoritas. Bahkan John Stuard mill, hanya mengartikan publik atau umum sebagai golongan intelektual saja. Dalam kenyataannya, memang publik tidak dapat disamakan dengan seluruh masyarakat atau penduduk mayoritas, seperti yang dibuktikan oleh revolusi kemerdekaan
59 Indonesia (1945) atau gerakan reformasi di Indonesia (1998) yang hanya digerakkan oleh para elit dan para pemimpin yang berpengaruh, sehingga publik tidak bisa diartikan sebagai seluruh rakyat yang harus ikut menentukan jalannya kehidupan kenegaraan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa individuindividu yang dapat menjadi anggota publik hanyalah mereka yang berpengetahuan luas, sekurang-kurangnya penguasaan terhadap masalah yang merebak dalam masyarakat dan memiliki kepentingan terhadap penyelesaian masalah tersebut. Lebih jauh, Rosenau (1961) kemudian menjelaskan bahwa publik itu memiliki tiga level atau lapisan publik yang kemampuan dan kapasitasnya berbeda satu dengan lainnya, yaitu : 1.
2.
3.
Level pertama adalah lapisan atas yang disebut opinion making public (pembuat opini publik) yaitu mereka yang tidak hanya mampu mengemukakan opininya secara terbuka, tetapi juga mampu mempengaruhi opini orang lain, terutama memobilisasi dukungan terhadap opini nya atau opini orang lain yang didukungnya. Level kedua adalah lapisan menengah yang disebut attentive public, yaitu mereka yang amat tertarik, berminat dan aktif mengamati kecenderungan opini publik, misalnya dengan selalu mengikuti perkembangan informasi di media massa. Berdasarkan masukan yang diterimanya, ia pun menetapkan opini sendiri, namun tidak mampu memobilisasi dukungan orang lain untuk mendukung opini nya. Level ketiga adalah lapisan bawah yang disebut mass public, yaitu mereka yang daya partisipasi nya sedikit sekali. Keterlibatan mereka dalam area opini publik lebih dimotivasi oleh hubungan emosional, bukan oleh pertimbangan rasional. (Astrid, 1975 : 104-105) yang dikutip oleh Arifin (2010 : 87).
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa publik merupakan sekelompok individu yang menaruh perhatian pada suatu masalah tertentu yang
60 dilontarkan oleh media massa yang dapat berpikir secara rasional untuk memberikan nilai atau tanggapan terhadap masalah tersebut. Publik tidak harus berkumpul secara fisik dan pendapat publik tidaklah mutlak dinyatakan sebagai pendapat mayoritas. 2.2.2.3 Pengertian Opini Publik Opini publik terdiri atas dua kata, yaitu opini dan publik. Kata opini diambil dari kata opinion dalam bahasa Inggris, yang berarti pendapat. Demikian juga kata publik yang juga berasal dari kata public dalam bahasa Inggris, yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dalam beberap pengertian, yang tergantung pada konteks kata yang mengiringinya. Jika dirangkai menjadi frasa public relations, maka kata public (Inggris) atau publik (Indonesia) berarti masyarakat, karena public relations berarti hubungan masryarakat. Sedang jika dirangkai menjasi frasa public administration, maka kata public (Inggris) atau publik (Indonesia) diartikan negara, karena public administration diterjemahkan menjadi administrasi negara. Sebaliknya jika dirangkai menjadi frasa public opinion, maka kata public diartikan sebagai umum, karena public opinion diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi pendapat umum atau opini publik. Opini publik, menurut William Albiq (1939 : 6) dalam Arifin (2010 : 6) adalah suatu jumlah dari pendapat individu-individu yang diperoleh melalui perdebatan dan opini publik merupakan hasil interaksi antar individu dalam suatu publik. William Albiq juga mengemukakan bahwa opinion is any expression on a controversial topic (opini adalah suatu pernyataan terhadap suatu topik yang sifatnya bertentangan). Opini merupakan pernyataan yang dinyatakan, yang bisa diucapkan dengan kata-kata, juga bisa dinyatakan dengan isyarat atau cara-cara
61 lain yang mengandung arti dan segera dapat dipahami maksudnya. Selanjutnya, Albiq memberikan perumpamaan, bahwa sesuatu yang sudah jelas atau sudah nyata, tidak dapat dipertentangkan untuk melahirkan opini. Misalnya jika seorang anak mengatakan 3 x 3 = 6, maka hal ini bukanlah opini, melainkan sebuah jawaban yang salah. Berdasarkan rumusan diatas, maka opini dapat dipahami sebagai pernyataan yang dikomunikasikan sebagai jawaban atas pertanyaan atau permasalahan yang kontroversial. Pendapat itu harus dinyatakan, sehingga dapat dinilai atau ditanggapi oleh publik sehingga mengalami proses komunikasi. Dengan banyaknya definisi-definisi opini publik yang dikemukakan oleh para ahli, Anwar Arifin (2010) menyimpulkan opini publik sebagai berikut: 1. Opini publik adalah pendapat, sikap, perasaan, ramalan, pendirian, dan harapan rata-rata individu kelompok dalam masyarakat tentang sesuatu hal yang berhubungan dengan kepentigan umum atau persoalan-persoalan sosial. 2. Opini publik adalah hasil interaksi, diskusi, atau penilaian sosial antar individu tersebut yang berdasarkan pertukaran pikiran yang sadar dan rasional yang dinyatakan baik lisan maupun tulisan. 3. Isu atau masalah yang didiskusikan itu adalah hasil dari apa yang diberikan oleh media massa (baik media cetak maupun elektronik). 4. Opini publik hanya dapat berkembang pada negara-negara yang menganut paham demokrasi. Dimana negara tersebut memberikan
62 kebebasan kepada warganya untuk menyatakan pendapat dan sikapnya, baik lisan maupun tulisan. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dijelaskan bahwa opini publik adalah pendapat yang sama dan dinyatakan oleh banyak orang yang diperoleh melalui diskusi sebagai jawaban atas pertanyaan dan permasalahan yang menyangkut kepentingan umum. Permasalahan itu tersebar luas melalui media massa. Pendapat rata-rata individu-individu itu memberikan pengaruh terhadap orang banyak dalam waktu tertentu. Pengaruh itu bisa bersifat positif, netral, atau bahkan negatif. 2.2.2.4
Karakteristik Opini Publik
Opini publik sebagai fenomena sosial dan politik khususnya bidang komunikasi politik memiliki kerakteristik tertentu. Floyd Allport (1945 : 55-56) mengumpulkan 12 karakteristik opini publik, yakni : 1. 2. 3. 4.
They are behaviours of human individuals. They involve verbalization. They are performed (or the word are expressed) by many individuals. They are stimulated by and directed toward some universally known object or situation. 5. The object or situation they are concerned with is important to many. 6. They represent action or readiness for action in the nature of approval or disapproval of the common object. 7. They are frequently performed with awareness that others are reacting to some situation in similar manner. 8. The attitudes or opinions hey involve are expressed, or at least, individuals are ready to express them. 9. The individuals performing they behaviours, or set to perform them. May or may not be on another’s present. (Public opinion situation irrelation to crowd). 10. They are in the nature of present effort to oppose or accomplish something, rather than long-standing comfomities of behaviour. (Public opinion phenomena contrasted with law and custom).
63 11. Being efforts toward common objective,hey frequently have the caharacter of conflict between individuals aligned upon opposing sides. 12. They are sufficiently strong and numerous, as common behaviour, to give rise to the probability that they may be effective in attaining their objective. (Arifin, 2010 : 14).
Secara ringkas, pokok-pokok karakteristik itu adalah : 1.
Opini publik merupakan perilaku manusia individu-individu
2.
Dinyatakan secara verbal
3.
Melibatkan banyak individu
4.
Situasi dan objeknya dikenal secara luas
5.
Penting bagi orang banyak
6.
Pendukungnya bersedia memberikan tindakan
7.
Disadari
8.
Diekspresikan
9.
Pendukungnya tidak mesti berada pada tempat yang sama
10.
Bersifat menentang atau mendukung sesuatu
11.
Mengandung unsur-unsur pertentangan
12.
Efektif untuk mencapai objektivitas.
2.2.2.5
Proses Pembentukan Opini Publik Menurut Nurudin (2001) dalam Helena Olii (2007 : 58), alasan opini
publik muncul ke permukaan adalah meliputi dua sebab, yaitu direncanakan dan tidak direncanakan. Opini publik yang tidak direncanakan kemunculannya karena tidak mempunyai tujuan dan target tertentu. Kehadirannya sekedar untuk
64 memberikan informasi kepada masyarakat, muncul secara alamiah, dan tidak membutuhkan media penyalur yang efektif untuk menjadikannya opini publik. Contohnya kasus penyitaan sejumlah kayu hasil pembalakan liar di hutan Kalimantan, dimana polisi telah siap siaga terhadap kasus serupa, sehingga para pelaku kejahatan dapat diamankan. Sementara opini publik yang direncanakan muncul secara terorganisir, media dan target menjadi sasaran yang jelas. Isu muncul karena keinginan untuk mempengaruhi opini publik yang berkembang di masyarakat atau sengaja untuk mempertahankan opini lain yang sudah terlebih dahulu berkembang di masyarakat. Contohnya kasus semburan lumpur panas di desa Siring, kecamatan Porong, kabupaten Sidoarjo yang mengakibatkan ribuan warga kehilangan tempat tinggal. Belum selesai kasus ini diberitakan, sudah muncul kasus kepemilikan senjata illegal oleh seorang jenderal yang baru terungkap setelah beliau meninggal dunia. Opini publik dalam kedua kasus ini terkesan diarahkan agar publik tidak menaruh perhatian yang dalam pada kasus pertama. Dari contoh tersebut, terbukti bahwa opini publik bisa diciptakan, diarahkan, dan direncanakan secara baik. Astrid (1975 : 107) dengan mengacu kepada Cutlip dan Center, yang dikutip oleh Arifin dalam bukunya Opini Publik (2010 : 96), menyatakan bahwa opini publik terjadi karena : 1. Sejumlah orang menyadari suatu situasi dan masalah yang perlu dipecahkan. Maka orang-orang ini mencari beberapa alternative sebagai alternative pemecahan masalah, dengan didasarkan pada fakta yang diperolehnya. 2. Beberapa alternatif lain sebagai saran pemecahan masalahnya ditemukan, sehingga terjadilah diskusi tentang kemungkinan penerimaan salah satu atau beberapa alternatif.
65 3. Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan pilihan terhadap salah satu atau beberapa alternatif yangdisetujui bersama melalui pelaksanaan keputusan yang telah diambil, sehingga terbentuk suatu kelompok baru dan kesadaran kelompok. 4. Berdasarkan keputusan dirumuskanlah suatu rencana pelaksanaan dan tindakan dalam bentuk program sebagai konsep kerja guna mengumpulkan dukungan yang lebih luas, bukan saja dalam kelompok yang telah menerima, tetapi juga kelompok lain yang berada diluar.
Opini publik sebagai efek komunikasi politik terbentuk melalui proses pembentukan opini setiap individu. Setiap pesan atau pembicaraan politik yang menyentuh individu itu dapat ditolak atau diterima, pada umumnya melalui proses terbentuknya pengetahuan (knowledge), proses terbentuknya sikap dan pendapat menyetujui atau tidak menyetujui (attitude and opinion) dan proses terjadinya gerak pelaksanaan (practice). Ketiga proses itu menurut E. Rogers dan Shoumakers (1971) yang dikutip oleh Arifin (2010 : 91), pada dasarnya melalui lima tahap, yaitu : 1. Kesadaran 2. Perhatian 3. Evaluasi 4. Coba-coba 5. Adopsi Menurut Rogers, pengertian dan pengetahuan lahir sebelum melewati kesadaran dan perhatian. Dengan kata lain, sebelum suatu pesan atau pembicaraan politik dapat diketahui dan dimengerti oleh seseorang untuk kemudian melahirkan sikap dan opini, penerima pesan tersebut harus terlebih dahulu menyadari adanya rangsangan atau stimulus yang menyentuhnya. Rangsangan itu selanjutnya menimbulkan pengamatan dan perhatian. Dalam
66 psikologi dijelaskan bahwa suatu pesan atau pembicaraan politik baru dapat disebut rangsangan apabila ia menyentuh alat indra manusia. Rangsangan itu kemudian dibawa ke otak oleh urat saraf dan karena reaksi otak, terjadilah proses pengamatan. Sejak saat itulah, seseorang sadar akan adanya pesan atau pembicaraan politik yang menyentuhnya. Dalam hal ini, Thomas A. Aquino menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang dapat masuk ke dalam pikiran yang tidak ditangkap oleh panca indera (Arifin, 2010 : 91). Semua pesan dan pembicaraan politik yang mendapat perhatian kemudian diolah dan diproses melalui akan dan intuisi manusia sehingga dapat menjadi pengertian dan pengetahuan. Akal berfungsi sebagai alat pengetahuan setiap individu yang melahirkan pikiran. Sedangkan intuisi adalah suatu alat pengetahuan manusian yang bersifat instinktif, mengandalkan naluri, yang merujuk pada kemauan dan perasaan manusia sehingga dapat menjadi pembanding bagi pikiran rasional. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian dan pengetahuan merupakan bagian dari proses berpikir, dimana manusia menangkap pengetahuan mengenai sesuatu atau ciriciri sesuatu, yang bersumber dari pengamatan alat indra, setelah melalui proses kerja pikiran. Hasil proses berpikir selanjutnya adalah keputusan, yaitu membentuk opini atau pendapat dan memberikan kesimpulan. Dalam hal inilah seseorang akan memberikan persetujuan atau penolakan terhadap suatu pesan atau pembicaraan politik yang menyentuhnya. Setelah proses berpikir selesai, proses selanjutnya adalah beralih ke aspek motorik, dengan melakukan tindakan politik sebagai perwujudan hasil pikiran (sikap dan opini). Tindakan itu misalnya
67 dengan datang ke bilik suara untuk memberikan suaranya untuk kemenangan seorang politikus atau melakukan demontrasi menolak kebijakan politik pemerintah. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa agar sebuah pesan politik atau pembicaraan politik yang dikomunikasikan dapat menjadi efektif, ada dua aspek penting yang harus diperhatikan, yaitu : 1. Pesan politik itu harus dapat ditangkap oleh panca indra. 2. Pesan politik itu harus mempunyai makna bagi khalayak. Kini jelas bahwa penerimaan suatu pesan politik sangat tergantung pada aspek panca indera dan aspek pikiran, dalam hal ini, kemampuan untuk mengingat. 2.2.2.6
Pengukuran Opini Publik Opini publik yang sehat hanya dapat tumbuh di dalam masyarakat jika
ada kebebasan berpikir dan kebebasan mengeluarkan pendapat, baik secara lisan maupun tulisan, serta adanya kebebasan pers. Demikian juga harus ada minat dan perhatian yang cukup besar dari masyarakat terhadap masalah-masalah sosial politik dan adanya kesediaan masyarakat untuk mengutamakan kepentingan bersama. Selain itu, opini publik juga baru dapat berkembang dengan baik apabila ada media massa (pers, radio, film, dan televisi) dan media lainnya (pamflet, selebaran, spanduk, baliho, dan buletin) yang sehat dan objektif. Demikian juga, harus ada organisasi politik seperti partai politik, lembaga parlemen, lembaga peradilan, dan birokrasi pemerintahan yang sudah mapan. Disamping itu juga
68 harus ada organisasi non-politik seperti lembaga sosial, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, dan lembaga swadaya masyarakat. Di negara penganut asas demokrasi, opini publik telah diukur perkembangannya melalui banyak cara, seperti misalnya penjajakan (polling), pengumpulan suara dan pendapat masyarakat baik secara lisan maupun tulisan. Secara lisan, yaitu lewat lembaga-lembaga tertentu yang dianggap mampu mewakili pendapat masyarakat, secara tulisan, dengan menggunakan surat atau mengisi kuesioner yang diedarkan oleh lembaga atau perusahaan yang ingin mengetahuin pendapat publik mengenai produk, isu, atau peristiwa tertentu. Cara lain untuk mengukur opini publik adalah dengan attitude scale, yang bertujuan untuk menetapkan berapa banyak orang yang setuju dan tidak setuju terhadap suatu masalah. Jika publik ditawarkan beberapa alternatif, maka dapat diketahui berapa banyak yang akan memilih alternatif pertama, kedua, dan seterusnya. Demikian juga opini publik dapat diukur dengan melakukan wawancara, yang bersifat umum dan terbuka, baik melalui masyarakat pada umumnya atau melalui opinion leader (pemimpin pendapat). Metode ini seringkali digunakan untuk mengetahui pendapat masyarakat terkait masalah yang berkaitan dengan kepentingan umum seperti krisis ekonomi, calon pemimpin nasional, dan lain-lain. Selain itu, tulisan-tulisan pada surat kabar yang mengemukakan pendapat ternetu bagi kepentingan masyarakat luas yang memancing reaksi publik dengan memberikan surat balasan, dapat digunakan untuk mengukur opini publik karena dari tulisan tersebut dapat diambil kecenderungan opini yang akan merebak dimasyarakat.
69 Sering pula digunakan pendapat opinion leader atau pemimpin pendapat untuk mengerluarkan pendapat nya di media massa dengan maksud mendapatkan tanggapan dari publik. Opinion leader ini dapat berupa pejabat di pemerintahan, politikus, anggota militer, pemimpin agama, artis, dan lain-lain. Menurut Cutlip and Center (2007 : 239), Pengukuran yang paling sering digunakan untuk mengukur opini publik adalah dengan pengukuran arah opini. Arah opini ini biasa dilihat dari arah positif, negatif, dan netral atau dengan sukabenci-netral. Opini dianggap tidak memiliki tingkatan tetapi memiliki arah sebagai berikut : 1.
Opini positif, jika responden memberikan jawaban setuju pada item pertanyaan.
2.
Opini netral atau pasif, jika responden memberikan jawaban ragu-ragu pada item pertanyaan.
3.
Opini negatif, jika responden memberikan jawaban tidak setuju pada item pertanyaan.
2.2.2.7
Televisi dan Opini Publik Pada sub-sub bab sebelumnya, televisi telah disebutkan sebagai salah satu
bagian dari media massa yang dianggap mempunyai dampak atau efek yang paling kuat terhadap khalayak, karena televisi merupakan media audiovisual, yang berarti dapat dilihat dan didengar. Keterpengaruhan pesan yang disampaikan oleh komunikator sangat dipengaruhi oleh daya tangkap panca indra manusia, dalam hal ini, televisi mampu ditangkap oleh dua alat indera dalam waktu yang bersamaan, yaitu oleh mata dan telinga. Hal inilah yang menjadikan
70 televisi sebagai media yang berdampak paling kuat dan paling luas diantara media massa lainnya. Dalam komunikasi politik, media massa memiliki posisi dan peran “mediasi”, yaitu penyampai (transmitter) berbagai pesan politik dari pihak-pihak diluar dirinya, sekaligus sebagai pengirim pesan (sender) pesan politik yang dibuat (constructed) oleh para wartawannya kepada khalayak (audience). Dalam pembentukan opini publik, ternyata media massa memegang peranan yang penting, karena media massa pada umumnya terlibat dalam pembuatan wacana politik yang mengkonstruksi dan mendekonstruksi peristiwaperistiwa politik. Selain itu, media massa dalam komunikasi politik seringkali tidak hanya bertindak sebagai “mediasi politik”, tetapi juga sebagai “agen politik” yang mendukung suatu kekuatan politik tertentu. Arifin, dalam bukunya Opini Publik (2010 : 119) mengatakan bahwa politik saat ini berada dalam era mediasi (politics in the age of mediation), yaitu media massa, sehingga tidak mungkin kehidupan politik dapat dipisahkan dari media massa. Dukungan media massa terhadap politikus atau aktivitas politik tertentu tidak hanya didasarkan pada asumsi besarnya peristiwa politik tersebut, tetapi juga nilai berita dan nilai politik dari peristiwa tersebut. Nilai berita dan nilai politik tersebut terutama berkaitan dengan kepentingan media massa dan kepentingan masyarakat, sebagai konsumen dari media massa. Suatu peristiwa politik sangat mungkin akan mendapatkan tanggap yang berbeda dari media massa, antara lain pada peletakkan berita (utama atau biasa), volume beritadan tehnik kecenderungan pemberitaannya, dimana isi media massa mengenai peristiwa tersebut sangat mungkin mendapat tanggapan
71 yang berbeda dari khalayak yang berbeda (Hamad, 2004) yang dikutip oleh Arifin (2010 :119). Pada umumnya proses pembentukan opini publik dimulai dengan pemuatan dan penyiaran berita yang bersifat kontroversial melalui media massa. Kemudian jika berita tersebut dimuat berkali-kali dan dikembangkan topik bahasannya akan sangat mungkin mendorong timbulnya daya tarik khalayak dalam mencermati berita (tidak hanya membaca) dan melakukan pilihan-pilihan untuk menyikapi isu politik tersebut. Dapat disimpulkan bahwa media massa, secara khusus televisi, sangat berpengaruh dalam proses pembentukan opini publik. Selain masalah teknis pemuatan media, penempatan dan jumlah berita, pemilihan narasumber, gaya penyampaian berita, dan opini media yang ditawarkan bisa menjadi frame bagi khalayak untuk menentukan sikap dan opini atas masalah atau isu tertentu.
2.2.2.8
Pencitraan dan Realitas Media Pembentukan opini publik sangat dipengaruhi oleh citra yang terbentuk di
masyarakat. Opini publik terbentuk dan terpelihara lewat pencitraan yang efektif. Pencitraan adalah proses pembentukan citra. Citra terbentuk berdasarkan informasi yang diterima publik, baik langsung maupun melalui media, terutama media massa yang bekerja untuk menyampaikan berbagai pesan yang umum dan aktual. Citra politik dapat dipahami sebagai suatu gambaran seseorang tentang politik (kekuasaan, kewenanga, konflik, dan konsensus) yang memiliki makna, meskippun tidak selamanya sesuai dengan realitas yang sesungguhnya. Citar
72 politik tersusun melalui persepsi yang bermakna tentang gejala politik dan kemudian menyatakan makna itu melalui kepercayaan, nilai, dan pengharapan dalam bentuk opini pribadi yang selanjutnya dapat berkembang menjadi pendapat umum atau opini publik. Secara etimologi, citra
berasal dari bahasa sansekerta, yang berarti
gambar. Kemudian dikembangkan menjadi “gambaran” sebagai padanan kata image dalam bahasa Inggris. Citra seseorang tentang politik muncul dari pengamatan tentang fenomena politik yang dikomunikasikan. Roberts (1977) yang dikutip oleh Arifin (2010 : 145) , menyatakan bahwa komunikasi tidak secara langsung menimbulkan opini atau perilaku tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara khalayak mengorganisasikan citranya tentang lingkungan dan citra itulah yang mempengaruhi opini individu dan selanjutnya mempengaruhi opini publik. Citra meliputi segala sesuatu yang telah dipelajari seseorang, yang relevan dengan situasi dan tindakan yang bisa terjadi didalamnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, citra adalah kecenderungan yang tersusun dalam pikiran, perasaan, dan kesudian. Citra selalu berubah sejalan dengan bertambahnya pengalaman (Nimmo, 2004 :4) dalam Arifin (2010 : 146). Citra seseorang tentang politik yang terjalin melalui pikiran , perasaan, dan kesediaan akan dapat memberikan kepuasan baginya. Selain itu, citra juga dapat memberikan pemahaman tentang peristiwa politik tertentu. Kesukaan atau ketidaksukaan politik seseorang juga dapat menjadi dasar atas penilaiannya terhadap objek politik. Citra politik akan sangat membantu dalam pemahaman,
73 penilaian dan identifikasi peristiwa, gagasan, tujuan, atau posisi pemimpin politik. Perlu diingat bahwa citra politik merupakan gambaran seseorang tentang realitas politik yang tidak selamanya sesuai dengan realitas politik yang sebenarnya, meskipun realitas itu memiliki makna. Hal ini terjadi karena realitas yang ditampilkan media massa merupakan hasil dari konstruksi dan dekonstruksi yang dilakukan oleh wartawan dan pemimpin redaksi terhadap berbagai peristiwa politik dan bukan merupakan realitas yang sesungguhnya, melainkan “realitas media”, yaitu “realitas buatan”atau “realitas tangan kedua” (second hand reality). Realitas ini dibuat oleh media massa yang mengolah peritiwa politik menjadi berita politik, setelah melalui proses penyaringan dan seleksi. Hal ini dilakukan oleh media massa melalui proses gatekeeping dan agenda setting. Selain itu, media massa juga melakukna pembingkaian atau framing
untuk
memenuhi kaidah jurnalistik. Media massa sebagai saluran komunikasi politik mampu melakukan pencitraan politik sesuai dengan yang diagendakan. Media massa kemudan mengarahkan publik dalam mempertahankan citra yang sudah dimiliki oleh komunikator politik tertentu yang didukungnya. Selain itu, media massa juga memiliki fungsi memberikan “status” (status conferral). Jika nama, gambar, atau aktivitas seorang politikus misalnya, ditonjolkan prestasinya lewat media massa, maka politikus tersebut memperoleh repotasi yang tinggi dan citra yang positif di mata publik. Hal ini berlaku juga bagi lembaga, partai politik, tempat, dan topik tertentu.
74 Kemampuan media massa dalam pencitraan dan pembentukan opini publik didukung oleh adanya faktor “serba hadir” (ubiquity) yaitu media massa ada Dimana-mana dan sulit dihindari oleh khalayak, sehingga media mendominasi lingkungan informasi khalayak. Selain itu, kekuatan media massa juga ditandai dengan faktor “kumulasi pesan” (cumulative of message). Dengan pesan media massa yang bersifat kumulatif, media mampu memperkokoh pesan atau pembicaraan politik dengan ditayangkan berulang-ulang dan penyatuan pesan yang terpotong. Dampak media massa diperkuat lagi dengan adanya faktor “keseragaman” para wartawan (consonance of journalists). Misalnya penyajian pesan politik yang cenderung sama oleh semua media massa akan menjurus ke pembentukan citra politik yang sama dimata khalayak. Kerja sama ketiga faktor tersebut (serba hadir, kumulasi pesan, dan keseragaman para wartawan) sebagaimana diterangkan oleh Noelle Neumann (1973) dalam Arifin (2010 : 152) , membuat media massa mempunyai dampak yang sangat kuat dalam proses pencitraan dan pembentukan opini publik. Peneliti mengacu pada teori-teori mengenai opini publik karena sesuai dengan judul penelitian ini, yaitu opini publik terhadap item berita lumpur sidoarjo di stasiun televisi TV One. Opini publik merupakan pendapat, sikap, dan perasaan yang dimiliki oleh publik yang menjadi refleksi atau jawaban publik terhadap suatu permasalahan atau pesan yang dilontarkan oleh media massa. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui seperti apa pendapat atau opini yang dikemukakan oleh publik, secara khusus mahasiswa jurusan Marketing Communication, Binus University, sehingga dapat memberikan masukan bagi media massa dalam mengemas isi pemberitaan media tersebut,
75 selain itu juga untuk melihat dan menjelaskan seperti apa dampak dari pesanpesan yang disebarkan oleh komunikator lewat media massa.
2.3
Kerangka Pikir Teori-teori yang dijadikan landasan pada kerangka teori harus dapat menghasilkan
beberapa konsep yang disebut dengan kerangka konsep. Kerangka konsep dapat diartikan sebagai hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai. Konsep-konsep yang telah diungkapkan dalam landasan teoritis harus dapat di operasionalisasikan dengan mengubahnya menjadi variabel. Peneliti mengelompokkan indikator-indikator yang akan diuji didalam penelitian ini ke dalam tiga dimensi, yaitu dimensi perhatian, pengertian, dan penilaian. Dimensi perhatian ada di urutan pertama karena dalam penilaian opini publik, tinggginya frekuensi menonton responden dijadikan tolak ukur yang menunjukkan bahwa responden dalam penelitian ini merupakan penonton televisi aktif. Sementara dimensi pengertian ada untuk menunjukkan bahwa responden dalam penelitian ini mempunyai pemahaman yang baik terhadap item berita lumpur Sidoarjo sehingga mampu memberikan penilaian secara rasional. Setelah dua dimensi diatas terlewati, maka dimensi penilaian dapat dijawab dengan baik menggunakan pengukuran arah opini. Pembatasan konsep dalam penelitian ini tidak saja untuk menghindari salah maksud dalam memahami konsep penelitian dalam membatasi penelitian, tetapi batasan konsep diperlukan untuk menjabarkan variabel penelitian maupun indikator penelitian.
76 Adapun variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Opini mahasiswa aktif jurusan Marketing Communication. 2.3.1
Model Teoritis
Berdasarkan variabel-variabel yang telah dikelompokkan ke dalam kerangka konsep, maka dibentuk suatu model teoritis, yaitu :
Opini Mahasiswa aktif jurusan Marketing Communication
Karakteristik responden
Perhatian
Pengertian
Penilaian
Gambar 2.4 Model Teoritis
2.3.2
Operasional Konsep
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas, maka untuk lebih memudahkan penelitian, perlu dibuat operasional variabel terkait sebagai berikut :
77
Variabel Opini
1. Opini mahasiswa aktif jurusan Marketing Communication.
Dimensi
1. Perhatian
Indikator
a. Minat menonton b. Rasa suka
2. Pengertian
a. Pengetahuan b. Pemahaman c. Penting tidak nya item berita d. Kejelasan pesan
3. Penilaian
a. Opini positif b. Opini netral c. Opini negatif d. Hubungan antara item berita dengan
pencitraan
positif
bagi pemilik media 2. Karakteristik Responden
1. Jenis Kelamin 2. Angkatan Tabel 2.2 Operasional Konsep
2.3.3
Definisi Operasional Konsep
Definisi operasional konsep adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Definisi operasional konsep dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :
78 1. Opini mahasiswa aktif jurusan Marketing Communication a.
Perhatian
-
Minat menonton, yaitu adanya keinginan untuk melihat atau menyaksikan tayangan item berita lumpur Sidoarjo di stasiun televisi TV One.
-
Rasa suka, yaitu adanya ketertarikan untuk melihat item berita lumpur Sidoarjo.
b.
Pengertian
-
Pengetahuan, yaitu responden mengetahui isi item berita lumpur Sidoarjo yang ditayangkan di stasiun televisi TV One.
-
Pemahaman, yaitu responden mengerti dan memahami perkembangan informasi yang berhubungan dengan item berita lumpur Sidoarjo.
-
Penting tidak nya item berita, yaitu seberapa penting item berita lumpur Sidoarjo bagi mahasiswa.
-
Kejelasan pesan, yaitu bagaimana pesan yang disampaikan oleh media dapat dipahami dan menarik bagi mahasiswa.
c.
Penilaian
-
Opini positif, yaitu responden setuju terhadap item berita lumpur Sidoarjo yang ditayangkan oleh stasiun televisi TV One.
-
Opini netral, yaitu responden bersikap ragu-ragu dalam memberikan pendapat, apakah setuju atau tidak setuju terhadap berita lumpur Sidoarjo yang ditayangkan oleh stasiun televisi TV One.
79 -
Opini negatif, yaitu responden tidak setuju terhadap item berita lumpur Sidoarjo yang ditayangkan oleh stasiun televisi TV One.
-
Hubungan antara item berita dengan pencitraan positif bagi pemilik media. Bagaimana pendapat mahasiswa terhadap hubungan yang tercipta antara pemilik media, yaitu Keluarga Bakrie, dengan item berita lumpur Sidoarjo yang ditayangkan oleh TV One.
2. Karakteristik responden a.
Jenis Kelamin, yaitu jenis kelamin dari responden, yakni pria dan wanita.
b.
Angkatan, yaitu klasifikasi mahasiswa berdasarkan tahun masuknya mereka ke jurusan Marketing Communication, Binus University, yaitu angkatan tahun 2007, 2008, 2009, dan 2010.