7
BAB II LANDASAN TEORI
A. Landasan Teori Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa datang. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen, maka akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya akan mengurangi total sumber dana intern atau internal financing (Sartono, 2001). Laba ditahan merupakan salah satu dari sumber dana yang paling penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan, sedangkan dividen merupakan aliran kas yang dibayar kepada para pemegang saham (Riyanto, 2001). Dividen merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan setelah pajak dikurangi dengan laba ditahan. Dividen ini untuk dibagikan kepada para pemegang saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan. Rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) yaitu perbandingan antara dividend per share (DPS) dengan earning per share (EPS). Keputusan mengenai jumlah laba yang
8
ditahan dan dividen yang dibagikan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) (Robert,1997).
B. Pengertian Dividen Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen. Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai, artinya kepada setiap pemegang saham diberikan berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham atau dapat pula berupa dividen saham yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut ( IDX, 2010). C. Macam-Macam Dividen Berdasarkan bentuk dividen yang dibayarkan, dividen dapat dibedakan atas dua jenis yaitu, dividen tunai (cash dividend) dan dividen saham (stock dividend). Dividen tunai merupakan dividen
9
yang dibagikan dalam bentuk uang tunai. Dividen saham merupakan dividen yang dibagikan dalam bentuk saham dengan proporsi tertentu. Nilai suatu dividen saham dapat dihitung dengan rumus harga wajar saham dibagi dengan rasio dividen saham. Berdasarkan periode satu tahun buku maka dividen dapat dibagi atas dua jenis, yaitu dividen interim dan dividen final. Dividen interim adalah sebagian dari dividen tunai yang dibayarkan setelah laporan tengah tahunan diterbitkan dan perusahaan mendapat keuntungan yang cukup serta tidak mempunyai rencana untuk melakukan ekpansi usaha yang membutuhkan modal tambahan dari laba perusahaan. Dividen interim baru akan diumumkan setelah mendapatkan persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Biasanya dividen interim dibayarkan oleh perusahaan yang sudah mapan (matured), sehingga sebagian atau seluruh keuntungan yang diperoleh selama tahun berjalan dapat dibagikan kepada pemegang saham. Dividen final adalah dividen yang dibagikan setelah tutup buku dilakukan. Setelah tahun buku perusahaan ditutup, manajemen dapat mengetahui total laba bersih akuntansi yang diperoleh selama satu tahun pembukuan. Laba bersih akuntansi yang digunakan sebagai dasar penghitungan dividen tunai adalah yang tetera pada laporan rugi-laba yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (Samsul, 2006).
10
D. Teori Kebijakan Dividen Terdapat beberapa pendapat dan
teori yang mengemukakan
tentang dividen diantaranya yaitu : 1. Dividend Irrelevance Theory (ketidakrelevanan dividen) Teori
yang
menyatakan
bahwa
kebijakan
dividen
perusahaan tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. MM menyimpulkan bahwa nilai perusahaan saat ini tidak dipengaruhi oleh kebijakan dividen. Keuntungan yang diperoleh atas kenaikan harga saham akibat pembayaran dividen akan diimbangi dengan penurunan harga saham karena adanya penjualan saham baru. Oleh karenanya pemegang saham dapat menerima kas dari perusahaan saat ini dalam bentuk pembayaran dividen atau menerimanya dalam bentuk capital gain. Kemakmuran pemegang saham sekali lagi tidak dipengaruhi oleh kebijakan dividen saat ini maupun dimasa datang. 2. The Bird in The Hand Theory Gordon dan Linter berpendapat bahwa investor lebih merasa aman untuk memperoleh pendapatan berupa pembayaran dividen daripada menunggu capital gain. Sementara MM berpendapat dan telah dibuktikan secara matematis bahwa investor merasa sama saja apakah menerima dividen saat ini atau menerima capital gain dimasa datang. Gordon dan Lintner beranggapan
11
bahwa para investor memandang satu burung ditangan ditangan lebih berharga daripada seribu burung di udara. Sementara MM berpendapat bahwa tidak semua investor berkeinginan untuk menginvestasikan kembali dividen mereka diperusahaan yang sama atau sejenis dengan memiliki resiko yang sama, oleh sebab itu tingkat resiko pendapatan mereka dimasa datang bukannya ditentukan oleh kebijakan dividen, tetapi ditentukan oleh tingkat resiko investasi baru. 3. Tax Preference Theory Investor menghendaki perusahaan untuk menahan laba setelah pajak dan dipergunakan untuk pembiayaan investasi daripada dividen dalam bentuk kas. Oleh karenanya perusahaan sebaiknya menentukan dividend payout ratio yang rendah atau bahkan tidak membagikan dividen. Karena dividen cenderung dikenakan pajak yang lebih tinggi daripada capital gain, maka investor akan meminta tingkat keuntungan yang lebih tinggi untuk saham dengan dividend yield yang tinggi. Selain teori diatas terdapat beberapa teori lain mengenai kebijakan dividen yaitu : a. Teori “Information Content Hypothesis” Adalah teori yang menyatakan bahwa investor menganggap perubahan dividen sebagai isyarat dari prakiraan manajemen
12
atas laba.
Mondigliani-Miller
yang
menyatakan bahwa
kenaikan dividen merupakan suatu sinyal kepada para investor bahwa manajemen meramalkan suatu penghasilan yang baik dimasa yang akan datang. Ketika MM mengemukakan teori ketidakrelevanan dividen , mereka mengasumsikan bahwa setiap orang (investor) dan juga manajer mempunyai informasi yang sama mengenai perusahaan dan kebijakan dividen. Dalam kenyataannya manajer cenderung memiliki informasi yang lebih baik tentang proyek perusahaan dibanding dengan investor atau pemegang saham, akibatnya investor menilai bahwa capital gain lebih beresiko dibanding dengan dividen dalam bentuk kas. MM berkesimpulan bahwa resiko investor terhadap perusahaan dividen tidak berarti sebagai indikasi bahwa investor lebih menyukai dividen dibanding dengan laba ditahan. Kenyataanya bahwa harga saham berubah mengikuti perubahan dividen semata mata karena adanya information content dalam pengumumam dividen. b. Teori “Clience Effect” Terdapat banyak kelompok investor dengan berbagai kepentingan, ada investor yang lebih menyukai memperoleh pendapatan saat ini dalam bentuk dividen seperti halnya individu
yang
sudah
pensiun
sehingga
investor
ini
menghendaki perusahaan untuk membayar dividen yang tinggi.
13
Tetapi ada pula investor yang lebih menyukai untuk menginvestasikan
kembali
pendapatan
mereka,
karena
kelompok ini berada dalam tarif pajak yang cukup tinggi. c. Residual Dividend Policy Kebijakan ini menyatakan perusahaan membayarkan dividen hanya jika terdapat kelebihan dana atas laba perusahaan yang digunakan untuk membiayai proyek yang telah direncanakan. Dasar dari kebijakan ini adalah bahwa investor
lebih
menyukai
perusahaan
menahan
dan
menginvestasikan kembali laba daripada membagikannya dalam bentuk dividen apabila laba yang diinvestasikan kembali tersebut dapat menghasilkan return yang lebih tinggi daripada return rata-rata yang dapat dihasilkan investor dari investasi lain dengan resiko yang sebanding (Rosdini,2009). d. Teori Keagenan (Agency Theory) Agency Problem biasanya terjadi antara manajer dan pemegang saham atau antara debtholders dan stakeholders. Agency problem potensial untuk terjadi dalam perusahaan dimana manajer memiliki kurang dari seratus persen saham perusahaan. Konflik yang potensial terjadi dalam perusahaan besar adalah antara debtholders dan stakeholders. Kreditur
14
memiliki hak atas sebagian laba yang diperoleh perusahaan dan sebagian asset perusahaan terutama dalam kasus kebangkrutan. E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Faktor-faktor yang mempengaruhi rasio pembayaran dividen suatu perusahaan adalah sebagai berikut : (Riyanto, 2001) a.
Posisi Likuiditas Perusahaan Posisi kas atau likuiditas perusahaan merupakan faktor yang penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Oleh karena dividen merupakan arus kas keluar, oleh karena itu makin kuat posisi likuiditas perusahaan, berarti makin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Suatu perusahaan yang sedang tumbuh secara rendabel (perusahaan yang masih mencari keuntungan), mungkin tidak begitu kuat posisi likuiditasnya karena sebagian besar dari dananya tertanam dalam aktiva tetap dan modal kerja sehingga kemampuannya untuk membayarkan dividenpun sangat terbatas. Dengan sendirinya likuiditas suatu perusahaan ditentukan oleh keputusan-keputusan di bidang investasi dan cara pemenuhan kebutuhan dananya.
15
b.
Kebutuhan untuk Membayar hutang Perusahaan akan memperoleh utang baru atau menjual obligasi baru untuk membiayai perluasan perusahaan, sebelumnya harus merencanakan terlebih dahulu bagaimana caranya untuk membayar
kembali
utang
tersebut.
Apabila
perusahaan
menentukan bahwa pelunasan utangnya akan diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut, yang ini berarti hanya sebagian kecil saja pendapatan yang dapat dibayarkan sebagai dividen. c.
Tingkat Pertumbuhan Perusahaan Makin cepat tingkat pertumbuhan perusahaan, makin besar kebutuhan dana untuk waktu mendatang untuk membiayai pertumbuhannya. Perusahaan tersebut biasanya akan lebih senang untuk menahan pendapatannya daripada dibayarkan sebagai dividen dengan mengingat batasan-batasan biayanya. Apabila perusahaan telah mencapai tingkat pertumbuhan sedemikian rupa sehingga, perusahaan telah mencapai tingkat pertumbuhan yang mapan dimana dananya dapat dipenuhi dengan dana yang berasal dari pasar modal atau sumber dana ekstern lainnya maka, keadaannya adalah berbeda. Dalam hal yang demikian perusahaan dapat menetapkan dividend payout ratio yang tinggi.
16
d.
Pengawasan terhadap Perusahaan Kontrol atau pengawasan terhadap perusahaan, perusahaan yang mempunyai kebijakan hanya membiayai ekspansinya dengan dana yang berasal dari intern saja. Kebijakan tersebut dijalankan atas pertimbangan bahwa kalau ekspansi dibiayai dengan dana yang berasal dari hasil penjualan saham baru akan melemahkan kontrol atau pengawasan dari kelompok dominan didalam perusahaan. Demikian pula kalau membiayai dari utang akan menambah
resiko
finansialnya.
Mempercayakan
pada
pembelanjaan intern dalam rangka usaha mempertahankan kontrol terhadap perusahaan berarti mengurangi dividend payout ratio. Berikut berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen : (Sartono, 2001) 1) Kebutuhan dana perusahaan Kebutuhan dana bagi perusahaan dalam kenyataannya merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kebijakan dividen yang akan diambil. Aliran kas perusahaan yang diharapkan, pengeluaran modal dimasa datang yang diharapkan, kebutuhan tambahan piutang dan persediaan, pola pengurangan utang dan masih banyak faktor lain yang mempengaruhi posisi kas perusahaan yang harus dipertimbangkan dalam analisis kebijakan dividen.
17
2) Likuiditas Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam banyak kebijakan dividen. Karena dividen bagi perusahaan merupakan kas keluar, maka semakin besar posisi kas dan likuiditas perusahaan secara keseluruhan akan makin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. 3) Kemampuan Meminjam Kemampuan meminjam dalam jangka pendek tersebut akan meningkatkan fleksibilitas likuiditas perusahaan. Selain itu fleksibilitas perusahaan juga dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan
untuk
bergerak
di
pasar
modal
dengan
mengeluarkan obligasi. Perusahaan yang semakin besar dan establish yang lebih besar, fleksibilitas yang lebih besar akan memperbesar kemampuan membayar dividen. 4) Keadaan pemegang saham Jika perusahaan itu kepemilikan sahamnya relatif tertutup, manajemen biasanya mengetahui dividen yang diharapkan oleh pemegang saham dan dapat bertindak dengan tepat. Jika hampir semua pemegang saham berada dalam golongan high tax (pajak yang lebih tinggi) dan lebih suka memperoleh capital gain, maka perusahaan dapat mempertahankan dividend payout yang rendah. Dengan dividend payout yang rendah tentunya dapat
18
diperkirakan apakah perusahaan akan menahan laba untuk kesempatan investasi yang profitable. Untuk perusahaan yang jumlah pemegang sahamnya besar hanya dapat menilai dividen yang diharapkan pemegang saham dalam konteks pasar. 5) Stabilitas Dividen Stabilitas disini dalam arti tetap memperhatikan tingkat pertumbuhan perusahaan yang ditunjukan oleh koefisien arah yang positif. Bagi investor pembayaran dividen yang stabil merupakan indikator prospek perusahaan yang stabil pula dengan demikian resiko perusahaan juga relatif lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang membayar dividen tidak stabil. Kebijakan mengenai dividen mengacu kepada pilihan perusahaan apakah akan membagikan dividen dalam bentuk kas ataupun dalam bentuk lainnya, berapa besaran dividen yang akan dibagikan, dan seberapa sering dividen akan dibagikan. Kebijakan dividen perusahaan pada waktu itu dan berbeda antar satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Dalam melaksanakan kebijakan dividennya, perusahaan dapat menggunakan satu dari alternatif kebijakan dividen mengenai pola pembayaran dividen berikut.
19
1. Rasio pembayaran dividen konstan Dalam kebijakan ini, dividend payout ratio yang ditetapkan perusahaan konstan dari tahun ke tahun. Akan tetapi, walaupun dividend payout ratio konstan, jumlah nominal dividen per saham akan berfluktuasi sesuai dengan variasi pendapatan setelah pajak perusahaan.
2. Dividen per saham konstan Kebijakan ini merupakan kebalikan dari kebijakan rasio pembayaran
konstan.
Dalam
kebijakan
ini,
perusahaan
menetapkan besaran dividen per saham yang konstan dari tahun ke tahun. Jadi, walaupun pendapatan setelah pajak perusahaan mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, akan tetapi besarnya dividen per saham yang dibagikan perusahaan akan tetap sama. 3.
Dividen kecil dan teratur plus ekstra akhir Dalam kebijakan ini, perusahaan membagikan dividen yang kecil untuk tiap lembar sahamnya secara teratur. Apabila nantinya
pada
akhir
tahun
laba
perusahaan
mengalami
peningkatan maka terdapat ekstra dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham. Pembagian
dividen
ditentukan
oleh
dewan
direksi
perusahaan melalui rapat umum pemegang saham. Berikut ini
20
adalah prosedur yang umum digunakan perusahaan saat pembagian dividen (Ross et al., 2005).
a. Declaration Date Tanggal pengumuman resmi keputusan pembagian dividen yang diambil pada saat rapat umum pemegang saham.
b. Cum Dividend Date Tanggal dimana seluruh pemegang saham perusahaan sampai batas tanggal tersebut berhak mendapatkan dividen.
c. Date of Record Tanggal pencatatan pemegang saham perusahaan yang berhak mendapatkan dividen.
d. Ex Dividend Date Tanggal dimana pemegang saham tidak lagi berhak mendapatkan dividen.
e. Date of Payment Tanggal pembayaran dividen kepada mereka yang berhak. Setiap tahapan memiliki durasi yang berbeda-beda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Hal ini tergantung kepada
21
kebijakan masing-masing perusahaan yang diputuskan pada saat rapat umum pemegang saham. F. Profitabilitas Menurut Gitman (2009) dalam Deitiana (2011 : 59) mengatakan bahwa profitabilitas merupakan hubungan antara pendapatan dan biaya yang dihasilkan dengan menggunakan asset perusahaan, baik lancar maupun
tetap
Mardiyanto
dalam aktivitas (2009:54),
produksi.
profitabilitas
Sedangkan
merupakan
menurut mengukur
kesanggupan perusahaan untuk menghasilkan laba. Menurut Munawir (2004 : 32), menjelaskan tentang profitabilitas adalah menunjukan kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Profitabilitas suatu perusahaan diukur dengan kesuksesan perusahaan dan kemampuan menggunakan aktiva secara produktif. Setelah kita mengetahui definisi profitabilitas diatas, selanjutnya yang perlu diketahui rasio-rasio yang digunakan dalam mengukur profitabilitas tersebut. Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan, hal ini ditunjukan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Intinya adalah penggunaan rasio ini menunjukan efisiensi perusahaan. Rasio profitabilitas meliputi :
22
1)
Net Profit Margin on Sales Rasio yang digunakan untuk mengukur margin laba atas penjualan. Cara mengukur rasio ini dengan membandingkan laba bersih setelah pajak dengan penjualan bersih. NPM =
Laba Bersih
Penjualan Bersih
2) Return on Equity (ROE) Rasio yang digunakan untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukan efisiensi penggunaan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya.
ROE = Laba bersih Total Ekuitas
3) Return on Investment (ROI) Rasio yang menunjukan hasil atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. ROI juga merupakan suatu ukuran tentang efektivitas manajemen dalam mengelola investasinya. ROI = Laba Bersih Total aktiva
23
4) Return on Asset (ROA) Rasio ini menunjukan untuk mengukur pengembalian atas total aktiva setelah bunga dan pajak Return on Assets (ROA) dihitung berdasarkan perbandingan laba bersih setelah pajak terhadap total asset yang dimiliki perusahaan (Marlina dan Danica, 2009).
5) Earning per Share (EPS) Rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham. Rasio yang rendah berarti manajemen belum berhasil untuk memuaskan pemegang saham, sebaliknya dengan rasio yang tinggi, kesejahteraan pemegang saham meningkat. Dengan pengertian lain, tingkat pengembalian yang tinggi.
EPS =
Laba Saham Biasa Jumlah Saham yang beredar
Dalam penelitian ini rasio yang digunakan sebagai indikator untuk mengukur profitabilitas ialah Return on Asset (ROA) yang menunjukan
profitabilitas
perusahaan
yang
diukur
dengan
membandingkan laba bersih setelah pajak terhadap total asset.
24
G. Likuiditas Menurut kemampuan
Purwaningsih perusahaan
(2008:91),
untuk
likuiditas
memenuhi
merupakan
kewajiban
jangka
pendeknya. Makin tinggi tingkat rasio perusahaan tersebut, maka makin tinggi posisi likuiditas perusahaan tersebut. Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban terhadap utang jangka pendeknya. Perusahaan yang mampu memenuhi kewajiban keuangannya tepat waktu berarti perusahaan tersebut dalam keadaan likuid dan mempunyai asset lancar lebih besar daripada hutang lancarnya. Skala variabel dan likuiditas adalah rasio, sedangkan menurut Subramanyam dan Wild (2010:239), likuiditas (liquidity) adalah mengacu pada ketersediaan sumber daya perusahaan untuk memenuhi kebutuhan kas jangka pendek. Menurut Kuswandi (2004 : 197), untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi jangka pendeknya ada tiga jenis rasio yaitu : 1) Rasio Lancar (current ratio) Rasio yang menunjukan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang yang harus dibayar dengan aktiva lancar yang dimilikinya.
25
Rasio Lancar =
Aktiva lancar Hutang Lancar
2) Rasio kas/rasio tunai (Cash Ratio) Rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang yang harus segera dipenuhi dengan kas yang tersedia dalam perusahaan dan efek yang dapat segera diuangkan.
Cash Ratio = Kas Hutang lancar
3) Rasio cair (Quick Ratio) Rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang yang harus segera dipenuhi dengan aktiva lancar yang lebih likuid (quick assets).
Quick Ratio = Aktiva – Persediaan Kewajiban Lancar
Dalam penelitian ini rasio yang digunakan sebagai indikator untuk mengukur likuiditas ialah rasio lancar (current ratio) yang menunjukan
likuiditas
perusahaan
diukur
dengan
membandingkan aktiva lancar terhadap hutang lancar
(hutang
lancar atau hutang jangka pendek).
yang
26
H. Leverage Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya. Rasio ini sama dengan rasio solvabilitas. Rasio solvabilitas adalah rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam pembayaran kewajibannya jika perusahaan tersebut dilikuidasi. Perusahaan yang tidak solvabel yaitu perusahaan yang total utangnya lebih besar dari total asetnya. Rasio ini juga menyangkut struktur keuangan perusahaan, struktur keuangan adalah bagaimana perusahaan didanai dengan hutang jangka pendek dan modal pemegang saham. Menurut
Brigham
(2006:101)
seberapa
jauh
perusahaan
menggunakan utang (financial leverage) akan memiliki 3 (tiga) implikasi penting yaitu :
1. Dengan memperoleh dana melalui utang, para pemegang saham dapat mempertahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut dengan sekaligus membatasi investigasi yang mereka berikan. 2. Kreditur akan melihat pada ekuitas, atau dana yang diperoleh sendiri, sebagai suatu batasan keamanan, sehingga semakin tinggi proporsi dari jumlah modal yang diberikan pemegang saham, maka semakin kecil resiko yang dihadapi kreditur. 3. Jika perusahaan mendapatkan hasil dari investasi yang didanai dengan dana hasil pinjaman lebih besar daripada bunga yang dibayarkan,
27
maka pengembalian dari modal pemilik akan diperbesar, atau diungkit (leverage). Dengan meningkatkan leverage, pemegang saham akan menikmati pengawasan “control” yang lebih atas tim manajemennya. Contohnya, jika perusahaan menerbitkan utang baru dan menggunakan hasilnya untuk membeli kembali saham yang terutang maka manajemen wajib membayar tunai untuk menutupi utang. Ini berarti pengurangan jumlah arus kas yang ada pada manajemen untuk dipermainkan. Rasio pengungkit adalah rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jika perusahaan tersebut dilikuidasi (Darsono 2005:54), alat ukur yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Debt to Asset Ratio (DAR) Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan hutang dengan jalan menunjukan persentase aktiva perusahaan yang didukung oeh hutang. Rasio ini juga menyediakan informasi tentang kemampuan perusahaan dalam mengatasi kondisi pengurangan aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga kepada kreditur (Darsono 2005: 54). DAR dapat dihitung dengan rumus :
DAR = Total Kewajiban Total Aktiva
28
b. Debt Equity Ratio (DER) Rasio ini merupakan persentase penyediaan dana oleh para pemegang saham terghadap pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio menunjukan semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh para pemegang saham (Darsono 2005:54). DER dapat dihitung dengan rumus :
DER = Total Kewajiban Total Ekuitas
c. Long Term Debt to Equity Ratio (LDER) Rasio ini menunjukan perbandingan antara klaim keuangan jangka panjang yang digunakan untuk mendanai kesempatan investasi jangka
panjang
dengan
pengembalian
jangka
panjang
(Brigham,1996:543). Rasio ini dapat dihitung dengan rumus :
LDER = Total Kewajiban Jangka Panjang Total Ekuitas I. Pertumbuhan Penjualan Menurut Kesuma (2009:41), pertumbuhan penjualan (growth of sales) adalah kenaikan jumlah penjualan dari tahun ke tahun atau dari waktu ke waktu. Perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan penjualan yang tinggi akan membutuhkan lebih banyak investasi pada
29
berbagai elemen asset, baik asset tetap maupun asset lancar. Pihak manajemen perlu mempertimbangkan sumber pendanaan yang tepat bagi pembelanjaan asset tersebut.
Perusahaan yang memiliki
pertumbuhan penjualan yang tinggi akan mampu memenuhi kewajiban finansialnya seandainya perusahaan tersebut membelanjai asetnya dengan utang, begitu pula sebaliknya.
J. Ukuran Perusahaan Menurut Kesuma (2009:42), ukuran perusahaan adalah suatu bentuk pengukuran untuk mengetahui seberapa besar perusahaan tersebut. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat ukuran perusahaan adalah total asset yang dimiliki. Sebuah Perusahaan yang besar dan mapan akan memiliki akses yang lebih mudah ke pasar modal, sedangkan perusahaan kecil lebih sulit untuk mengakesnya. Kemudahan akses ke pasar modal dapat diartikan adanya fleksibilitas dan kemampuan perusahaan untuk menciptakan hutang atau memunculkan dana
yang
lebih besar. Dengan
memunculkan dana baru tersebut perusahaan dapat membayarkan kewajiban yang dimiliki termasuk kewajiban membayar dividen kepada para pemegang saham.
30
K. Kerangka Teori
1. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Kebijakan Dividen Profitabilitas
merupakan
kemampuan
perusahaan
dalam
menghasilkan profit atau laba. Perusahaan yang dapat membukukan profit tinggi maka perusahaan tersebut dinilai berhasil dalam menjalankan usaha. Perusahaan yang dapat menciptakan profit atau laba besar berarti perusahaan dapat menciptakan pendanaan internal bagi perusahaan sendiri. Setelah ada dana tersebut, maka perusahaan akan menggunakan untuk ditahan menjadi laba ditahan dan dibagikan kepada para pemilik sebagai dividen. Menurut Wirjolukito, et al dalam Suharli (2007) menyatakan manajemen akan membayarkan dividen untuk memberikan “sinyal” mengenai keberhasilan perusahaan dalam membukukan profit. Sinyal tersebut menyimpulkan bahwa kemampuan untuk membayar dividen adalah fungsi dari keuntungan. Dengan demikian profitabilitas mutlak diperlukan untuk perusahaan apabila hendak membayar dividen. Dividen adalah bagian dari laba bersih yang dihasilkan perusahaan, oleh karena itu dividen akan dibagikan jika perusahaan memperoleh laba. Hubungan antara profitabilitas dengan kebijakan dividen dapat dianalogikan sebagai berikut. Sebuah perusahaan yang dapat membukukan laba maka perusahaan tersebut dapat memilih untuk menahan laba atau membagikan sebagai dividen. Jika perusahaan
31
membagikan dividen maka pendanaan internal perusahaan akan berkurang. Menurut teori “bird in the hand” investor lebih menyukai dibagikan dividen daripada menunggu pengembalian dari keuntungan modal. Maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa semakin tinggi profitabilitas maka semakin tinggi juga dividen yang dibagikan. Sudarsi (2002), Suharli dan Okorina (2005), Marlina dan Danica (2009) dan Kouki (2009) menemukan bahwa profitabilitas mempunyai hubungan positif dengan kebijakan dividen.
2. Pengaruh Likuiditas Terhadap Kebijakan Dividen. Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi segala kewajiban jangka pendek perusahaan. Likuiditas perusahaan merupakan faktor yang penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya dividen yang akan dibagikan karena dividen merupakan outflow, maka semakin kuat posisi likuiditas berarti semakin besar kemampuan perusahaan membayar dividen. Perusahaan yang mempunyai tingkat likuiditas yang tinggi, perusahaan tersebut mempunyai kesempatan dalam memenuhi segala kewajiban jangka pendek termasuk dengan membayar dividen ke pemilik modal. Maka dapat disimpulkan bahwa semakin likuid suatu perusahaan kemungkinan membayar dividen semakin besar juga. Sehingga hubungan antara likuiditas dengan kebijakan dividen adalah
32
positif, Sudarsi (2002), Suharli dan Oktorina (2005), Marlina dan Danica (2009), Gill et al (2010) dan John and Muthusamy (2010) menemukan bahwa likuiditas mempunyai hubungan positif dengan kebijakan dividen.
3. Pengaruh Leverage Terhadap Kebijakan Dividen Leverage merupakan ukuran rasio hutang perusahaan. Menurut Howton et.al.(1998) dalam Suharli dan Oktorina (2005) perusahaan leverage mempunyai peluang investasi tidak menguntungkan serta arus kas bebas yang tinggi. Rozep (1982) dikutip oleh Suharli dan Oktorina (2005), menyatakan bahwa perusahaan yang leverage operasi atau keuangannya tinggi akan memberikan dividen yang rendah, dengan maksud mengurangi ketergantungan akan pendanaan secara eksternal. Rasio leverage yang sering digunakan adalah Debt to Equity Ratio (DER). DER digunakan sebagai faktor penentu dalam penelitian Suharli dan Oktorina (2005), Sudarsi (2002), Marlina dan Danica (2009). Rasio ini mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Semakin
besar
rasio
DER
menunjukan
semakin
besar
kewajibannya dan rasio yang semakin rendah akan menunjukan semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban.
33
Peningkatan hutang akan mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang tersedia bagi para pemegang saham yang artinya semakin tinggi kewajiban perusahaan akan semakin menurunkan kemampuan perusahaan dalam membayar dividen. Berarti semakin tinggi tingkat leverage suatu perusahaan maka semakin rendah dividen yang dibayarkan. Suharli dan Oktorina (2005), Marlina dan Danica (2009), dan Gill et al (2010) menemukan bahwa leverage perusahaan berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen perusahaan.
4. Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen Sebuah perusahaan yang mengalami pertumbuhan atau growth berarti aktivitas operasi perusahaan tinggi. Hal ini menyebabkan pendanaan perusahaan lebih difokuskan untuk kegiatan operasi. Sedangkan kebijakan dividen
merupakan
kebijakan
mengenai
pembayaran keuntungan perusahaan yang merupakan aliran keluar kas perusahaan. Apabila aliran kas perusahaan ini sangat besar dapat mengganggu
pendanaan
bagian
operasi
perusahaan
sehingga
menghambat pertumbuhan perusahaan daripada membayar dividen kepada para pemegang saham. Sehingga pembayaran dividen yang dilakukan perusahaan yang sedang dalam masa pertumbuhan adalah rendah. Maka pengaruh sales growth berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen suatu perusahaan. Sudarsi (2002), Gill et AL (2010)
34
dan John and Muthussamy (2010) menemukan bahwa pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.
5. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen Ukuran perusahaan menjelaskan keadaan suatu perusahaan. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat ukuran perusahaan adalah total asset yang dimiliki. Sebuah perusahaan yang besar dan mapan akan memiliki akses yang lebih mudah ke pasar modal, sedangkan perusahaan kecil lebih sulit untuk mengaksesnya. Kemudahan akses ke pasar modal dapat diartikan adanya fleksibilitas dan kemampuan dana yang lebih besar. Dengan memunculkan dana baru tersebut perusahaan dapat membayarkan kewajiban yang dimiliki termasuk kewajiban membayar kepada para pemegang saham. Apabila
perusahaan
telah
mencapai
tingkat
pertumbuhan
sedemikian rupa sehingga telah well established, dimana kebutuhan dananya dapat dipenuhi dengan dana yang berasal dari pasar modal atau sumber dana ekstern lainnya, maka perusahaan berkesempatan untuk membayar dividen kepada pemegang saham. Dalam hal yang demikian perusahaan dapat menetapkan dividend payout ratio yang tinggi. Hatta (2002) dan Kouki (2009) menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen
35
L. Penelitian Tedahulu Hatta (2002) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 45 perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta selama periode 1993 – 1999. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah fokus perusahaan, besaran perusahaan, insider ownership, konsentrasi kepemilikan, free cash flow dan pertumbuhan perusahaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa fokus perusahaan dan besaran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap DPR, sementara variabel lainnya yaitu insider ownership, konsentrasi kepemilikan dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap DPR serta free cash flow berpengaruh namun tidak signifikan terhadap DPR. Sudarsi (2002) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi dividend payout ratio (DPR) pada industri perbankan yang listed di Bursa Efek Jakarta. Variabel independen dalam penelitian ini adalah posisi kas, profitabilitas, potensi pertumbuhan, ukuran perusahaan bank dan debt to equity ratio. Hasil penelitian menunjukan bahwa posisi kas dan potensi pertumbuhan berpengaruh negatif tidak signifikan, profitabilitas berpengaruh positif tidak signifikan dan variabel ukuran perusahaan bank dan debt equity ratio terjadi multikolinearitas.
36
Suharli dan Oktorina (2005) melakukan penelitian prediksi tingkat pengembalian investasi equity securities melalui rasio profitabilitas, likuiditas dan hutang pada perusahaan publik di Jakarta. Sampel yang digunakan adalah penelitian menunjukan bahwa profitabilitas dan likuiditas mempunyai hubungan yang searah dengan kebijakan dividen dan tingkat hutang mempunyai hubungan negatif dengan kebijakan dividen. Marlina dan Danica (2009) melakukan penelitian tentang analisis pengaruh cash position, debt to equity ratio dan return on assets terhadap dividend payout ratio. Sampel penelitian sebanyak 132 perusahaan manufaktur yang listed di Bursa Efek Indonesia periode Januari 2004 sampai dengan Desember 2007. Uji statistik yang digunakan adalah regresi linear berganda. Hasil dari penelitian adalah variabel cash position dan return on asset mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dividend payout ratio. Sedangkan variabel debt to equity ratio tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dividend payout ratio. Kouki (2009) melakukan penelitian tentang stock option dan firm dividend policy dari Toronto Stock Exchange. Tujuan penelitiannya adalah untuk menginvestigasi bagaimana kebijakan perusahaan dipengaruhi oleh insentif saham untuk manajer. Data yang digunakan untuk penelitian adalah perusahaan dari Toronto Stock Exchange selama 2002 – 2003. Analisis data yang digunakan adalah tobit
37
regression. Hasil penelitian menemukan bahwa excecuitve stock option berhubungan negatif dengan dividend payout ratio dan variabel lain Firm Size, Leverage, Manager Ownership, Ownership structure mempunyai hubungan positif serta free cash flow dan profitabilitas mempunyai hubungan negatif. Gill, et.al (2010) melakukan penelitian dengan judul “Determinants of Dividend Payout Ratios : Evidence form United States”. Sampel yang digunakan adalah 266 laporan keuangan pada tahun 2007. Hasil penelitiannya adalah profitabilitas mempunyai hubungan positif terhadap kebijakan dividend payout ratio pada kelompok industri jasa tetapi pada kelompok industri manufaktur menunjukan hasil negatif. Cash flow, pajak, debt to equity ratio mempunyai hubungan positif dengan dividend payout ratio dan market to book ratio dan sales growth mempunyai hubungan negatif dengan dividend payout ratio. John dan Muthusamy (2010) melakukan penelitian yang menguji faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen di Industri kertas dunia. Dalam penelitiannya menggunakan model linear dividen dan memperluas
versinya
menjadi
analisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kebijakan dividen. Dependen variabel adalah dividend payout ratio dan independen variabel adalah growth in sales, Earning per share, price earning ratio, market value to book value, cash flow, leverage, liquidity dan Return on Asset. Hasil penelitian adalah
38
growth in sales, earning per share, leverage, market value to book value, liquidity dan Return on Asset mempunyai hubungan negatif untuk Price Earning Ratio dan Cash flow mempunyai hubungan positif. Latiefasari, HD (2011), melakukan penelitian dengan judul “ Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen”. Sampel yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2005-2009. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling. Hasil penelitiannya adalah COL berpengaruh positif dan signifikan terhadap DPR , Sales Growth berpengaruh negatif dan signifikan terhadap DPR. Hardiatmo, Budi (2012), melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen”. Sampel yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode
2008
–
2010.
Metode
pengambilan
sampel
yaitu
menggunakan purposive sampling. Hasil penelitiannya adalah, profitabilitas berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kebijakan dividen, likuiditas dan leverage berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kebijakna dividen, pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kebijakan dividen, dan ukuran perusahaan mempunyai hubungan negatif signifikan terhadap kebijakan dividen.
39
Angel, Marry (2012), melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Current Ratio, Debt to Equity Ratio, dan Sales Growth terhadap Dividend Payout Ratio”. Sampel yang digunakan adalah perusahaan LQ 45 yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada periode tahun 2009 – 2010. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling. Hasil penelitiannya adalah Current Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap Dividend Payout Ratio dan Debt to Equity Ratio, dan Sales Growth berpengaruh signifikan terhadap Dividend Payout Ratio. Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu
No.
Peneliti
Variabel
Hasil
1.
Hatta (2002), Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen : Investigasi Pengaruh Teori Stake Holder.
2
Sudarsi (2002), DV : Dividend Payout Profitabilitas Analisis faktor- Ratio berpengaruh positif faktor yang terhadap DPR. Posisi IV : Posisi kas, mempengaruhi kas dan potensi
Ukuran DV : Dividend Payout NOC, Ratio perusahaan, Insider Ownership, IV : Net konsentrasi Organizational kepemilikan Capital (NOC), berpengaruh positif Ukuran Perusahaan, terhadap DPR. Free Insider Ownership, cash flow Konsentrasi berpengaruh negatif kepemilikan, free terhadap DPR. cash flow, tingkat petumbuhan
40
Dividen Payout Profitabilitas, potensi Ratio pada pertumbuhan, firm size, industri perbankan DER yang listed di Bursa Efek Jakarta (BEJ).
pertumbuhan berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap DPR.
3
Suharli dan Oktorina (2005), Memprediksi Tingkat Pengembalian Investasi pada Equity Securities melalui Rasio Profitabilitas, Likuiditas dan Hutang pada Perusahaan Publik di Jakarta.
DV : Return Investasi Profitabilitas dan (dividen) Likuiditas mempunyai IV : Profitabilitas, hubungan positif likuiditas, leverage. dengan dividen, Hutang mempunyai hubungan negatif dengan dividen.
4
Marlina dan Danica (2009), Analisis Pegaruh Cash Position, Debt Equity Ratio, dan Return on Asset terhadap Dividend Payout Ratio.
DV : Dividend payout Cash Position dan ratio Return on Asset berpengaruh IV : Cash Position, Debt signifikan terhadap to Equity Ratio, Return Dividend Payout on Assets. Ratio. Debt Equity Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio.
5
Kouki (2009), Stock Options and Firm Dividend Policy : Evidence form Toronto Stock Exchange.
DV : Dividend Payout Firm size, leverage, Ratio manager ownership, ownership structure IV : stock option, free mempunyai cash flow, ownership hubungan positif. structure, manager ownership, firm size, Free cash flow dan leverage, profitability. profitabilitas mempunyai hubugan
41
negatif.
6
Gill et.al (2010), Determinants of Dividend Payout Ratios : Evidence from United States
DV: Dividend Ratio
7
John and Muthusamy (2010), Leverage, Growth, and Profitability as Determinants of Dividend Payout Ratio – Evidence from Indian Paper Industry.
DV : Dividend Payout Sales Growth, Ratio Earning per share, Leverage, Market IV : growth in sales, Value to Book Value, earning per sahare, price Liquidity berpengaruh earning per share, price negatif. earning ratio, marke value to book value Price Earning Ratio ratio, cash flow,leverage, dan Cash Flow liquidity. berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio.
8
Latiefasari. HD (2011), Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI periode 20052009.
DV : Dividend Payout Collateralizable Ratio Assets berpengaruh positif signifikan IV : Collateralizable terhadap Dividend Assets (COL) dan Sales Payout Ratio, dan Growth Sales Growth berpengaruh negatif signifikan terhadap Dividend Payout Ratio.
Payout Profit, sales growth, market to book value dan debt to equity IV : profitabilitas, cash ratio mempunyai flow, sales growth, hubungan negatif market to book ratio, dengan dividen debt to equity ratio. Cash flow mempunyai hubungan positif dengan dividen.
42
9
Hardiatmo. Budi (2012), Analisis Faktor-faktor yang Mepengaruhi Kebijakan Dividen pada Perusahaan Manufaktur yang Listed di BEI periode 20082010.
DV : Dividend Payout Profitabilitas Ratio (DPR). berpengaruh positif signifikan terhadap IV : Profitabilitas, kebijakan dividen Likuiditas, Leverage, (DPR), Likuiditas dan Pertumbuhan Perusahaan Leverage dan Ukuran Perusahaan berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kebijakan dividen (DPR), Pertumbuhan Perusahaan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kebijakan dividen (DPR), dan Ukuran Perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan dividen (DPR).
10
Angel. Marry (2012), Analisis pengaruh Current Ratio, Debt to Equity, Return on Assets dan Sales Growth terhadap Dividend Payout Ratio
DV : Dividend Payout Current Ratio tidak Ratio berpengaruh signifikan terhadap IV : Current Ratio, Debt Dividend Payout to Equity, Return on Ratio. Assets dan Sales Growth Debt to Equity, Return on Assets dan Sales Growth berpengaruh signifikan terhadap Dividend Payout Ratio.
Sumber : Berbagai Jurnal dan Penelitian,diolah sendiri.
43
M. Kerangka Pemikiran Teoritis Besar kecilnya jumlah dividen yang dibagikan oleh perusahaan kepada para pemegang saham dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Penelitian ini akan meneliti tentang faktor-faktor yang bersumber dari informasi laporan keuangan perusahaan. Variabel return on assets, current ratio, debt to equity ratio, sales growth dan Ln of asset diduga mempengaruhi kebijakan dividen suatu perusahaan. Gambar 2.1 menunjukan model kerangka pemikiran yang akan digunakan dalam penelitian ini : Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ROA (X1)
CR (X2)
DER (X3) DPR (Y)
Sales Growth (X4) LN total Asset (X5)
Sumber :Data diolah sendiri.