BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Prestasi Belajar Matematika a.
Pengertian Prestasi Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu “presesatie” yang
kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi” berarti hasil usaha. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 787), ”Prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dsb)”. Menurut Winkel (1996:165), “Prestasi adalah bukti usaha yang telah dicapai”. Pendapat yang lain, pengertian prestasi menurut Tabrani (1991:22) “Prestasi adalah kemampuan nyata (actual ability) yang dicapai individu dari satu kegiatan atau usaha”. Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi adalah hasil dari suatu usaha yang telah dilakukan atau hasil yang dicapai setelah melakukan usaha sebaik-baiknya sesuai dengan batas kemampuan dari pelaksanaan usaha tersebut. b. Pengertian Belajar Ada beberapa ahli yang mengemukakan tentang definisi belajar yang senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan, misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya. Hamalik berpendapat, “Belajar adalah merupakan suatau proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami ” (2005: 36). Pengertian belajar menurut Winkel, “Suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilaisikap” (2005:59). Dari beberapa definisi yang telah diutarakan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses, kegiatan dan usaha sadar yang
8
9
dilakukan oleh seseorang untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data. c.
Pengertian Matematika Beberapa pendapat ahli mengenai pengertian matematika, Purwoto
(2003:4) menjelaskan, ”Matematika adalah pengetahuan tentang pola keteraturan, ilmu tentang struktur yang terorganisir mulai dari unsur-unsur yang tidak dapat didefinisikan keunsur-unsur yang dapat didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil”. Selain itu, Soehardjo (1992:12) berpendapat, “Obyek penelaahan matematika adalah fakta, keterampilan (operasi matematika), konsep dan prinsip atau aturan-aturan. Obyek penelaahan ini menggunakan simbolsimbol sebagai sarana untuk melakukan penalaran”. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun hierarkis dan penalarannya deduktif. d. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan hasil belajar peserta didik setelah mengikuti suatu proses pembelajaran. Prestasi belajar dapat diketahui melalui evaluasi yang dilakukan untuk mengukur sejauh mana siswa telah mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Arikunto (1999:24) menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang erat antara tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan evaluasi. Kegiatan pembelajaran harus mengacu pada tujuan pembelajaran yang ditetapkan, sedangkan evaluasi harus mengacu pada tujuan pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Sudjana (1999:22) berpendapat, ”prestasi belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar”. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil belajar yang telah dicapai siswa dalam belajar mengajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol angka, huruf, maupun kalimat dalam periode tertentu dan mencerminkan penguasaan siswa terhadap bahan pelajaran yang telah dipelajari.
10
e.
Pengertian Prestasi Belajar Matematika Proses belajar mengajar menghasilkan perubahan bagi siswa, yang berupa
kemampuan di berbagai bidang yang sebelumnya tidak dimiliki siswa. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar matematika adalah hasil usaha yang telah dicapai siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar matematika sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya. 2. Keaktifan Siswa a.
Pengertian Keaktifan Proses kegiatan pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas merupakan
aktifitas mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan. Dalam kegiatan pembelajaran ini sangat dituntut keaktifan siswa, dimana siswa adalah subyek yang banyak melakukan kegiatan, sedangkan guru lebih banyak membimbing dan mengarahkan. Dimyati dan Mudjono (1999 : 51) menyatakan bahwa ”siswa dituntut untuk selalu aktif memproses dan mengolah perolehan belajarnya. Untuk dapat memproses dan mengolah perolehan belajarnya secara efektif, pelajar harus dituntut aktif secara fisik, intelektual, dan emosional.” Menurut Mulyono (2001 : 26) “Keaktifan adalah kegiatan atau aktifitas atau segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun nonfisik” Dari pengertian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa keaktifan adalah aktifitas fisik maupun nonfisik dari siswa dalam proses pembelajaran sehingga tercipta suasana belajar yang dapat mentransformasikan pengetahuan, sikap dan keterampilan sehingga diperoleh hasil belajar yang maksimal. Aktifitas tersebut dapat berupa menulis, mendengarkan, bertanya, menjawab, berfikir, memecahkan masalah, atau mengambil keputusan. b. Jenis-jenis Keaktifan Menurut Dierech (dalam Hamalik 2003 ; 90) keaktifan belajar dapat diklasifikasikan dalam delapan kelompok yaitu : 1) Kegiatan-kegiatan visual
11
Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain. 2) Kegiatan-kegiatan lisan Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu tujuan, mengajukan suatu pertanyaan, member saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi. 3) Kegiatan-kegiatan mendengarkan Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio. 4) Kegiatan-kegiatan menulis Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket. 5) Kegiatan-kegiatan menggambar Menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola 6) Kegiatan-kegiatan metric Melakukan percobaan, memilih alat-alat, pameran, menari, dan berkebun 7) Kegiatan-kegiatan mental Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisi factorfaktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan. 8) Kegiatan-kegiatan emosional Minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini terdapat dalam semua jenis kegiatan overlap satu sama lain. Jenis-jenis kegiatan yang akan diamati dalam penelitian ini adalah kegiatan visual, kegiatan lisan, kegiatan menulis dan kegiatan menggambar . Hal ini didasarkan pada materi pembelajaran Himpunan yang lebih menekankan pada keempat kegiatan tersebut. 3. Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang
12
berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas. Setiap model pembelajaran mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang membuatnya berbeda dengan model pembelajaran yang lain. Karakteristik ini pulalah yang dapat memberi bantuan kepada kita untuk menyimpulkan apakah praktek yang dilakukan guru di kelasnya merupakan praktek model pembelajaran atau bukan. Beberapa karakteristik yang dimiliki oleh sebuah model pembelajaran antara lain penentuan strategi pembelajaran untuk melaksanakan pembelajaran, penggunaan terhadap modelmodel pembelajaran didukung oleh bukti empirik di lapangan, penggunaan terhadap model-model pembelajaran didukung oleh bukti empirik di lapangan, Setiap model pembelajaran mempunyai detil-detil pembelajaran yang khas yang membedakannya satu sama lain, dan Peranan guru dalam setiap model pembelajaran bersifat khas. Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut Arends (dalam Suprijono 2013:46), model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. 4. Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif didasari oleh falsafah bahwa manusia adalah mahluk sosial. Oleh karena itu, model pembelajaran ini tidak mengenal kompetisi antar individu. Model ini juga tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar dengan kecepatan dan iramanya sendiri. Sebaliknya, model ini menekankan kerjasama atau gotong royong sesama siswa dalam mempelajari materi pelajaran (Lie:2004). Menurut Bern dan Erickson (2001:5) “Cooperative learning (pembelajaran kooperatif) merupakan strategi pembelajaran yang
13
mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil di mana siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar”. Slavin berpendapat, “Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran”(2008:44). Dalam pembelajaran kooperatif para peserta
didik
dikelompokkan secara arif dan proporsional. Pengelompokan peserta didik dalam suatu kelompok dapat didasarkan pada: fasilitas yang tersedia, perbedaan individu dalam minat belajar dan kemampuan belajar, jenis pekerjaan yang diberikan, wilayah tempat tinggal peserta didik, jenis kelamin, dan berdasarkan lotre atau random. Dalam pembagian kelompok ini, kelompok dibagi secara heterogen baik dari segi kemampuan belajar maupun jenis kelamin agar terjadi dinamika kegiatan belajar yang lebih baik dari kelompok, sehingga tidak terkesan ada kelompok yang kuat dan ada kelompok yang lemah (Mulyani Sumantri, 2001: 127-128). Bekerja sama berarti melakukan sesuatu bersama saling membantu dan bekerja sebagai tim (kelompok). Jadi, pembelajaran kooperatif berarti belajar bersama, saling membantu pembelajaran agar setiap anggota baik. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa dikelompokkan secara variatif (beraneka ragam) berdasarkan prestasi siswa mereka sebelumnya, kesukaan/kebiasaan, dan jenis kelamin (Slavin: 2008: 3). Dijelaskan pula oleh Slavin (2008) bahwa “belajar kooperatif mempunyai kelebihan yang tidak ditemukan dalam kegiatan individual seperti interaksi sosial, pertanggungjawaban individu dan kerja sama dengan kelompok”. Dalam kegiatan belajar individual cenderung mementingkan pribadi dan tidak memperhatikan lingkungan sekitarnya. Roger dan Johnson dalam Anita Lie (2004:31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan, yaitu: 1) Saling ketergantungan positif Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberi motivasi sehingga keberhasilan kelompok dapat tercapai.
14
2) Tanggung jawab perseorangan Setiap anggota kelompok harus mempunyai tanggung jawab masing-masing dalam mengerjakan tugas. Setiap anggota kelompok akan menuntutnya untuk melaksanakan tugasnya agar tidak menghambat yang lain. Jika ada anggota yang gagal mengerjakan tugasnya maka setiap anggota harus menerima konsekuensinya. 3) Tatap muka Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Pada intinya kegiatan ini bertujuan untuk menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. 4) Komunikasi antar anggota Keberhasilan kelompok bergantung pada kesediaan anggota untuk saling mendengarkan dan kemampuan meraka untuk mengutarakan pendapat mereka. 5) Evaluasi proses kelompok Guru mengadakan evaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efekif. Guru memberikan masukan kepada kelompok yang belum melakukan diskusi secara maksimal. Van Dat Tran (2014) dalam International Journal of Higher Education menyatakan: In other words, the purpose of group processing is to clarify and improve the effectiveness of the members in contributing to the joint efforts to achieve the group’s goals. In summary, if these basic elements of cooperative learning are included in cooperative learning groups, students achieve better, demonstrate superior learning skills, and experience more positive relationships among group members, and between students and the teacher, and more positive self-esteem and attitudes toward the subject area. In all levels of education students in cooperative situations achieved greater academic, social and psychological benefits. Specifically, cooperative learning has been reported to improve students’ academic achievement Van Dat Tran menegaskan bahwa jika unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif terpenuhi, siswa dapat mencapai prestasi yang lebih baik,
15
mendemonstrasikan kemampuan belajar yang baik, terjalin hubungan positif antar anggota kelompok, dan antara siswa dan guru. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi akademik siswa. Menurut Ibrahim dalam Trianto (2007:49), terdapat enam langkah utama atau tahapan menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif sebagai berikut. Tabel 1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Fase Fase-1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Fase Fase-2 Menyajikan informasi Fase-3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif
Tingkah Laku Guru Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar Tingkah Laku Guru Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Fase-4 Membimbing kelompok Guru membimbing kelompok-kelompok belajara pada bekerja dan belajar saat mereka mengerjakan tugas Fase-5 Evaluasi
Fase-6 Memberikan penghargaan
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajjari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya Guru mencari cara-cara menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
Lima prinsip metode belajar kooperatif yang dikembangkan dan terus dilakukan serta diperbaiki antara lain: a. STAD (Student Teams Achievement Division) b. TGT (Teams Games Tournament)
16
c. Jigsaw d. CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) e. TAI (Team Assisted Individualization). Selain itu ada juga metode belajar lain masih juga dikembangkan dan dipelajari yaitu: a. Group Investigation b. Learning Together c. Complex Instruction d. Structural Dyadic Methods (Slavin, 2008: 9-10). Dalam metode mengajar kooperatif diharapkan siswa bekerja sama satu sama lainnya berdiskusi dan berdebat, menilai kemampuan pengetahuan dan mengisi kekurangan anggota lainnya. Bila diorganisasikan dengan tepat, siswa dapat bekerja sama dengan yang lainnya untuk memastikan bahwa setiap siswa dalam kelompok tersebut telah menguasai konsep yang telah diajarkan. Hal ini akan menumbuhkan realisasi bahwa siswa membutuhkan belajar dan berpikir untuk
memecahkan
masalah
dan
mengaplikasikan
pengetahuan
dan
ketrampilannya.
5. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) STAD merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Sehingga model pembelajaran ini dapat digunakan oleh guru-guru yang
baru
memulai
menggunakan
pendekatan
pembelajaran
kooperatif
(Slavin:2008). Khan (2011) dalam Asian Sosial Science menyatakan:
STAD (Student team achievement division) according to Rai (2007) is one of the many strategies in cooperative learning,which helps promote collaboration and self-regulating learning skill. The reason for the selection of STAD is good interaction among students, improve positive attitude toward subject, better self-esteem, increased interpersonal skill. Khan menegaskan bahwa STAD merupakan salah satu dari banyak strategi pembelajaran kooperatif, yang membantu menciptakan keahlian pembelajaran
17
kolaborasi. STAD bisa membantu interaksi yang bagus diantara siswa, meningkatkan perilaku positif, motivasi diri yang baik serta meningkatkan kemampuan interpersonal. STAD terdiri dari rangkaian pembelajaran yang sederhana, belajar kooperatif dalam memadukan kemampuan kelompok-kelompok dan kuis-kuis disertai
penghargaan
yang
diberikan
kepada
kelompok-kolompok
yang
anggotanya paling sukses melampaui nilai mereka sendiri sebelumnya. Metode STAD adalah metode pembelajaran kooperatif dimana siswa dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan perbedaan akademik, ras, jenis kelamin, dan sebagainya sehingga tercipta kelompok belajar yang heterogen. Tiap anggota tim menggunakan lembar anggota akademik
dan kemudian saling
membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota tim. Secara Individual atau tim tiap minggu atau tiap dua minggu dilakukan evaluasi oleh guru untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik yang telah dipelajari. setiap siswa dan setiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar. Kepada siswa secara individu atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memiliki skor sempurna diberi penghargaan. Pada pembelajaran metode kooperatif ini keberhasilan kelompok ditentukan oleh prestasi belajar kelompok tersebut. Sehingga agar semua prestasi anggota kelompok tinggi, diperlukan kerjasama diantara anggota dalam memahami materi yang telah diajarkan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Menurut Slavin (2008:143-146), secara umum STAD terdiri dari 5 komponen utama, yaitu: a. Presentasi Kelas Materi pokok dalam STAD adalah pengenalan awal dalam presentasi kelas. Presentasi kelas dapat dilakukan melalui pengajaran secara langsung stau pengajaran diskusi dengan guru, tetapi bisa juga presentasi menggunakan audio visual. Prasentasi kelas dalam STAD berbeda dengan pengajaran pada umumnya karena dalam STAD hanya ditekankan pada hal-hal pokok saja. Kemudian siswa harus mendalaminya melalui pembelajaran dalam kelompok. Dengan
demikian,
siswa
dituntut
untuk
bersungguh-sungguh
dalam
18
memperhatikan materi yang diberikan oleh guru dalam presentasi kelas karena hal tersebut juga akan membantu mereka dalam mengerjakan kuis yang nantinya juga akan mempengaruhi skor dari tim mereka. b. Tim atau Kelompok Tim atau kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang siswa mempunyai karakteristik yang berbeda-beda atau
heterogen, baik dalam penguasaan materi, jenis
kelamin, maupun suku. Fungsi utama dari tim adalah memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai materi yang diberikan dan juga untuk mempersiapkan anggota tim dalam menghadapi kuis, sehingga semua anggota tim dapat mengerjakan dengan baik. Setelah guru mempresentasikan materi, anggota tim secara bersama-sama mempelajari lembar kerja atau materi lain yang diberikan guru. Dalam hal ini siswa mendiskusikan masalah atau kesulitan yang ada, membandingkan jawaban dari masing-masing anggota tim dan membetulkan kesalahan konsep dari anggota tim. Tim merupakan hal penting yang harus ditonjolkan dalam STAD. Dalam setiap langkah, titik beratnya terletak pada ingatan anggota tim agar bisa bekerja yang terbaik demi timnya dan cara terbaik dalam tim adalah bekerja sama dengan baik. c. Kuis Setelah satu atau dua kali pertemuan guru mempresentasikan materi di kelas dan setelah satu atau dua kali tim melakukan latihan dalam kelompoknya, siswa diberi kuis secara individual. Jadi setiap siswa bertanggung jawab secara individu dalam menguasai materi pelajaran yang diberikan. Hasil selanjutnya adalah diberi skor. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui pemahaman materi setiap individu. d. Skor Kemajuan Individual Pemberian nilai pada setiap siswa jika mereka sudah mengerjakan dengan baik. Setiap siswa diberi skor berasal dari rata-rata siswa pada kuis yang sama. Setelah siswa mendapatkan nilai, maka siswa berhak mendapatkan urutan tingkat nilai dari skor kuis dan berusaha untuk melampaui skor rata-rata.
19
Dibalik ide skor perkembangan individu adalah untuk menyam-paikan tujuan presentasi masing-masing siswa yang dapat dicapai jika siswa bekerja lebih keras dan lebih baik dari pada materi yang telah dipelajari. Keadaannya mungkin siswa mengalami peningkatan skor atau bahkan menurun. Kemudian tugas guru adalah menghitung besarnya skor perkembangan yaitu dengan membandingkan skor tes materi yang lalu dengan yang baru. Untuk skor tes dengan skala 100 berlaku ketentuan sebagai berikut. Tabel 2.1. Tabel Skor Perkembangan Individu Skor Individu
Skor Perkembangan Individu
Turun lebih dari 10
5
Turun sampai dengan 10
10
Tetap atau naik sampai 10
20
Naik lebih dari 10
30
Tetap di puncak atau maksimal
30
e. Rekognisi / Penghargaan Tim Suatu tim akan mendapatkan penghargaan atau hadiah jika mereka dapat melampaui kriteria yang telah ditentukan. Skor tim siswa akan digunakan untuk menentukan tingkat pemahaman siswa. Penghargaan yang akan diperoleh tim tersebut berdasarkan skor rata-rata tim dengan ketentuan seperti Tabel 2.2 berikut. Tabel 2.2. Tabel Penghargaan Tim Rata-rata Skor Kelompok <19
Penghargaan Good Team (Tim Baik)
20 – 24
Great Team (Tim Hebat)
25 – 30
Super Team (Tim Istimewa)
Langkah-langkah model pembelajaran STAD yaitu sebagai berikut: 1. Penyampaian tujuan dan motivasi a. Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran.
20
b. Memberikan motivasi kepada siswa berkaitan dengan materi yang dipelajari. 2. Presentasi dari guru a. Guru menyampaikan pokok – pokok materi yang dipelajari kepada siswa secara singkat dan padat. b. Dalam penyampaian materi guru dapat menggunakan media, demonstrasi, pertanyaan atau masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. 3. Pembagian kelompok a. Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok yang beranggotakan 4-5 orangyang heterogen. Anggota kelompok memiliki perbedaan kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau etnik. 4. Kegiatan belajar dengan tim a. Guru menyiapkan lembar kerja kelompok. b. Guru mengamati, memberikan dorongan, bimbingan dan bantuan bila diperukan kepada kelompok. 5. Pemberian kuis a. Guru memberikan soal kuis kepada setiap siswa untuk dikerjakan secara individu. b. Mengamati dan mengawasi siswa dalam mengerjakan kuis agar tidak ada yang bekerjasama atau menyontek. 6. Penghargaan prestasi tim a. Guru memeriksa jawaban kuis siswa, dan memberi skor individu. b. Guru menghitung skor rata-rata perolehan kelompok. c. Pemberian pengakuan / penghargaan atas prestasi kelompok atau memberikan hadiah kepada masing-masing kelompok sesuai dengan prestasinya. Model pembelajaran STAD mempunyai kelebihan-kelebihan sebagai berikut: 1. Menggalakkan interaksi secara aktif dan positif dan kerjasama anggota kelompok menjadi lebih baik
21
2. Membantu siswa untuk memperoleh hubungan pertemanan lintas rasial yang lebih banyak 3. Melatih siswa dalam mengembangkan aspek kecakapan sosial di samping kecakapan kognitif 4. Peran guru juga menjadi lebih aktif dan lebih terfokus sebagai fasilitator, mediator, motivator dan evaluator 5. Siswa memiliki dua bentuk tanggung jawab belajar, yaitu belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar 6. Adanya penghargaan dari guru, sehingga siswa lebih termotivasi untuk aktif dalam pembelajaran. 7. Kuis yang terdapat pada langkah pembelajaran membuat siswa lebih termotivasi.
Kuis tersebut juga meningkatkan tanggung jawab individu
karena nilai akhir kelompok dipengaruhi nilai kuis yang dikerjakan secara individu Selain mempunyai kelebihan, model pembelajaran STAD juga memiliki kelemahan-kelamahan,di antaranya: 1. Berdasarkan karakteristik STAD jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional (yang hanya penyajian materi dari guru), pembelajaran menggunakan model ini membutuhkan waktu yang relatif lama, dengan memperhatikan lima langkah STAD yang menguras waktu seperti penyajian materi dari guru, kerja kelompok dan tes individual/kuis. Penggunaan waktu yang lebih lama dapat sedikit diminimalisir dengan menyediakan lembar kegiatan siswa (LKS) sehingga siswa dapat bekerja secara efektif dan efisien. Sedangkan pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas sesuai kelompok yang ada dapat dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Dengan demikian, dalam kegiatan pembelajaran tidak ada waktu yang terbuang untuk pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas. 2. Model ini memerlukan kemampuan khusus dari guru. Guru dituntut sebagai fasilitator, mediator, motivator dan evaluator (Isjoni, 2010:62). Dengan asumsi tidak semua guru mampu menjadi fasilitator, mediator, motivator dan
22
evaluator dengan baik. Solusi yang dapat di jalankan adalah meningkatkan mutu guru oleh pemerintah seperti mengadakan kegiatan-kegiatan akademik yang bersifat wajib dan tidak membebankan biaya kepada guru serta melakukan pengawasan rutin secara insindental. Disamping itu, guru sendiri perlu lebih aktif lagi dalam mengembangkan kemampuannya tentang pembelajaran.
B. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Iqbal Majoka pada tahun 2010 bertujuan untuk membandingkan keefektifan model pembelajaran konvensional dengan STAD. Dalam penelitian ini, ada 9 aspek yang diteliti, yaitu performance orientation, rigorous thinking, meaningfulness of work, clarity of learning, individual attention, student convidence, verbal participation, consintent focus, dan positive body language. Penelitian ini menggunakan pengamatan langsung untuk mengamati kesembilan aspek tersebut. Pada model pembelajaran STAD, setiap aspek mempunyai skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan konvensional. Selisih skor tertinggi terdapat pada aspek verbal participation. Pada metode konvensional, verbal participation mendapat skor 3,75 sedangkan model pembelajaran STAD mendapat skor 11,75 dari skor maksimal 15. Kesimpulan dari penelitian ini adalah model pembelajaran STAD lebih efektif dibandingkan dengan konvensional. Monchai Trantong (2013) dalam International Education Studies meneliti tentang model pembelajaran STAD melalui moodle untuk meningkatkan prestasi belajar. Prosedur penelitian ini mengikuti lima langkah pembelajaran ADDIE (Clark, 2004),
yaitu A (Analysis), D (Design), D (Development), I
(Implementation), dan E (Evaluation). Peneliti menggunakan kelompok sampel dari 20 mahasiswa tahun pertama di bidang ilmu komputer dan membagi menjadi 4 kelompok. Dari penelitian tersebut, diperoleh rata-rata nilai mahasiswa meningkat setelah diberi perlakuan, yaitu dari 28,25 menjadi 40,2 dari 50 poin
23
maksimal. Peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran STAD melalui moodle dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Mohammad Reza Keramati (2014) meneliti tentang pengaruh STAD pada prestasi akademik siswa sarjana psikologi. Peneliti mengambil sampel 80 mahasiswa universitas negeri di Iran. Tingkat pengetahuan sebelumnya dievaluasi dengan instrument yang dikembangkan sendiri. Hasilnya, pada kelas nonkooperatif sebagian besar siswa berbicara sendiri dan hanya beberapa siswa cerdas yang aktif dalam pembelajaran dengan bertanya pada guru. Peneliti menyimpulkan kelompok siswa yang menggunakan model pembelajaran STAD lebih sukses dibandingkan dengan metode konvensional. Sigit Pamungkas (2013) telah melakukan penelitian yang merupakan tindakan kelas. Penelitian yang dilakukan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi pertidaksamaan linear dua variabel di kelas VII E SMP N 2 Jaten Karanganyar tahun ajaran 2012/2013. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika. Penelitian ini dilakukan selama dua siklus. Data hasil penelitian diperoleh dari hasil observasi selama kegiatan pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar observasi keaktifan siswa, catatan lapangan, dokumentasi, dan tes unit. Penelitian ini menunjukkan bahwa keaktifan mengalami peningkatan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan meningkatnya persentase keaktifan yang cukup signifikan untuk tiap siklus, yaitu untuk siklus I keaktifan siswa sebesar 74,50% dan untuk siklus II sebesar 82,48%.
C. Kerangka Berfikir Berdasarkan
latar
belakang
masalah
dapat
diidentifikasi
bahwa
permasalahan yang menjadi fokus penelitian adalah rendahnya keaktifan dan prestasi belajar matematika siswa. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, diantaranya siswa tidak terbiasa bertanya kepada guru apabila mengalami kesulitan belajar, rendahnya kesadaran siswa untuk berdiskusi dengan teman yang lain, dan masih sering ditemukan siswa yang tidak memperhatikan ketika guru
24
mengajar. Guru menggunakan metode ceramah tanpa adanya variasi metode mengajar. Dari hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti, diperoleh ratarata keaktifan sebesar 60,65%. Keaktifan yang diamati meliputi kegiatan visul, lisan, menulis, dan menggambar. Dari pengamatan tersebut dapat dilihat bahwa keaktifan siswa masih rendah sehingga dapat berpengaruh terhadap prestasi siswa dalam mata pelajaran matematika. Oleh karenanya, perlu dilakukan perbaikan proses pembelajaran, agar prestasi dan keaktifan belajar siswa meningkat. Untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk lebih berperan aktif serta mampu berdiskusi dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Salah satu model pembelajaran yang mendorong keaktifan, kemandirian, dan tanggung jawab dalam diri siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa dituntut untuk aktif mengerjakan tugas di dalam kelompok dan saling berdiskusi agar seluruh anggota kelompok dapat menguasai materi pelajaran yang diberikan oleh guru. Dalam langkah – langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD, pada tahap atau fase presentasi dari guru diharapkan mampu meningkatkan keaktifan visual yang meliputi
memperhatikan
dengan
seksama
saat
guru
menjelaskan
dan
memperhatikan pendapat/jawaban temannya dapat ditingkatkan. Pada tahap atau fase diskusi kelompok diharapkan mampu meningkatkan keaktifan lisan siswa yang meliputi memberikan tanggapan berupa pendapat atas jawaban dari temannya, bertanya tentang materi yang disampaikan oleh guru, berdiskusi dengan teman pasangannya dalam memecahkan suatu permasalahan dan menyampaikan jawaban atas pertanyaan yang disampaikan oleh Guru. Pada tahap atau fase diskusi kelompok dan kuis diharapkan mampu meningkatkan keaktifan menulis dan menggambar siswa yang meliputi menulis dan menggambar penjelasan/jawaban soal jawaban di papan tulis dan mengerjakan lembar kerja siswa, sehingga penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD diharapkan mampu meningkatan keaktifan belajar siswa. Hal ini juga didukung dari beberapa penelitian yang relevan diantaranya oleh Muhammad Iqbal Majoka, Monchai Trantong, Mohammad Reza Keramati, dan Sigit Pamungkas.
25
D. Hipotesis Tindakan Hipotesis adalah suatu jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang masih harus diuji kebenaranya sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Berdasarkan landasan teori, hasil penelitian yang relevan dan kerangka pemikiran tersebut maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut : “Model pembelajaraan kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa pada materi Himpunan di MTs Muhammadiyah 6 Karanganyar tahun ajaran 2014/2015”.