BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Pengembangan Produk Pengembangan produk adalah rangkaian proses yang diawali dengan analisis
persepsi dan peluang pasar dan sebagai tahap akhirnya adalah produksi, penjualan dan pengiriman produk yang dianggap memiliki nilai lebih dibandingkan dengan produk terdahuli (Ulrich, 2001). Pengembangan produk merupakan salah satu strategi untuk bertahahan dalam tingkat persaingan yang semakin ketat dan sekaligus juga meningkatkan kepuasan konsumen. Beberapa dimensi yang digunakan sebagai parameter pengembangan produk yang sukses adalah (Ulrich, 2001) : a)
Menghasilkan laba
b) Kualitas produk semakin baik, yang berarti juga harus meningkatkan kepuasan konsumen c)
Biaya produk lebih rendah, biaya produk berpengaruh terhadap laba yang dihasilkan
d) Waktu pengembangan produk yang cepat menunjukkan kemampuan perusahaan untuk berkompetisi e)
Biaya pengembangan, semakin rendah biaya pengembangan maka akan semakin baik
f)
Kapabilitas pengembangan adalah modal untuk pengembangan produk
6
7
Menurut Kotler (1998 : 274) faktor-faktor yang turut dalam menghambat pengembangan produk baru adalah: a.
Kekurangan gagasan produk baru yang penting di area tertentu (mungkin hanya tersisa sedikit cara untuk memperbaiki beberapa produk dasar).
b.
Pasar yang terbagi-bagi (persaingan ketat menyebabkan pasar terbagi-bagi). Perusahaan harus mengarahkan produk baru mereka pada sekmen pasar yang lebih kecil, dan hal ini berarti penjualan dan laba yang lebih rendah untuk tiap produk.
c.
Kendala sosial dan pemerintah (produk baru harus memenuhi kriteria seperti keamanan dan keseimbangan lingkungan).
d.
Mahalnya proses pengembangan produk baru (suatu perusahaan umumnya harus menciptakan banyak gagasan produk baru untuk menemukan hanya satu yang layak dikembangkan).
e.
Kekurangan modal (beberapa perusahaan dengan gagasan-gagasan baik tidak dapat mengumpulkan dana yang diperlukan untuk melakukan riset).
f.
Waktu
pengembangan
yang
lebih
singkat
(banyak
pesaing
mungkin
mendapatkan gagasan yang sama pada saat yang sama, dan kemenangan sering diraih oleh yang paling gesit). g.
Siklus produk yang lebih singkat (ketika suatu produk baru berhasil, pesaing dengan cepat menirunya). Dalam buku Product Design and Development, Karl T. Ulrich dan Steven D.
Eppinger mengungkapkan beberapa langkah dalam pembuatan dan pengembangan produk, antara lain : 1) Perencanaan produk Pada tahap ini, tim perencanaan produk membuat perencanaan produk dan menentukan mission statement dari project, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Mengidentifikasi semua opportunity untuk mengembangkan produk
Mengevaluasi setiap opportunity pengembangan produk yang ada, kemudian membuat prioritas project mana yang akan dilakukan
8
Membuat alokasi resource dan menentukan timeline serta urutan proses dari project yang akan dilakukan
Membuat pre-project planning dengan mengidentifikasikan mission statement dari produk (deskripsi produk, key business goals, target market, asumsi dan hambatan yang ada, dan stakeholder dari produk)
Mengevaluasi
kembali
perencanaan
produk
yang
telah
dibuat
2) Identifikasi customer needs Untuk mengetahui customer needs, dapat dilakukan melalui berbagai macam metode, seperti interiew, melakukan focus group, atau melakukan observasi pada customer terhadap pemakaian suatu produk yang sudah ada. Setelah mendapatkan data yang dapat dikatakan masih kasar, data tersebut diinterpretasikan ke dalam ”customer needs” dan ditentukan mana customer need yang primer dan mana yang sekunder. Kemudian, tim harus menyebarkan kuesioner untuk mengetahui tingkat kepentingan dari setiap customer need. 3) Penentuan spesifikasi produk Pada tahap ini, tim perencanaan produk harus membuat list dari metric produk, serta mengumpulkan informasi benchmarking dengan produk pesaing yang sudah ada. Setelah melakukan benchmarking, tim harus menentukan target nilai untuk setiap metric. Hal ini ditujukan untuk pengembangan produk selanjutnya. 4) Concept generation Pada tahap ini, tim harus mengklarifikasikan mengenai masalah teknis yang terjadi pada produk yang akan dibuat. Kemudian, tim dapat mencari solusi pemecahan masalah tersebut dengan cara memecahkannya secara internal ataupun secara eksternal. Cara internal dapat dilakuakn misalnya dengan mencari banyak ide, menggunakan media grafik dan fisik, dsb. Sedangkan cara eksternal dapat dilakukan dengan menginterview lead user, mencari informasi pada produk pesaing lain yang sudah ada, mencari literature, konsultasi dengan ahli, ataupun konsultasi dengan pengguna produk, dsb.
9
5) Seleksi konsep Dalam melakukan seleksi konsep, tim perencanaan produk harus membuat selection matrix terlebih dahulu untuk membandingkan setiap konsep yang ada. Kemudian, tiap konsep harus dibuat rating dan rankingnya, sehingga akan diketahui konsep mana yang paling layak untuk dilakukan. Karena terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk seleksi konsep, maka tim perencanaan produk dapat memilih salah satu metode ataupun dapat menggunakan lebih dari satu metode. 6) Pengujian konsep Setelah melakukan seleksi konsep, kemudian tim perencanaan produk harus melakukan pengujian konsep. Pertama-tama tim harus mendefinisikan tujuan dari pengujian konsep ini. Kemudian, tim memilih populasi dan survey format yang akan digunakan. Survey format dapat berupa interaksi langsung, melalui telepon, melalui surat, e-mail, ataupun internet. Pada survey tersebut, tim perencanaan produk harus memberitahukan kepada responden mengenai konsep produknya
secara
jelas,
sehingga
responden dapat
mengerti.
Setelah
mendapatkan hasil survey, tim harus menginterpretasikan data tersebut. 7) Pembuatan arsitektur produk Pada tahap ini tim pengembangan produk mengidentifikasi bagaimana fisik dari produk akan mempengaruhi fungsi produk. Karena, arsitektur dari produk ini akan berpengaruh pada perubahan produk, standarisasi komponen, performance produk, serta kemampuan produk untuk diproduksi 8) Industrial design Dalam membuat desain produk, Henry Dreyfuss (1967) menganjurkan agar desainer melihat 5 hal, yaitu kegunaan produk, penampilan produk, kemudahan untuk maintenance dan perbaikan, biaya yang rendah, serta kesesuaian kualitas dan desain produk dengan filosofi desain dan mission statemen perusahaan
10
9) Design for manufacturing Desain dari produk juga mempengaruhi bagaimana produk tersebut akan diproduksi. Pada tahap ini, tim pengembangan produk harus melakukan estimasi biaya produksi dari produk, termasuk biaya komponen, biaya assembly, dan biaya overhead. Setelah itu, tim juga harus membuat metodologi bagaimana cara untuk mengurangi biaya-biaya tersebut. Dalam menentukan metodologi pengurangan biaya, tim harus memperhatikan pengaruh keputusannya terhadap hal-hal lain, seperti lama waktu pengembangan produk, kualitas produk, dsb. 10) Pembuatan prototype Prototype merupakan produk perkiraan yang menyerupai produk sebenarnya. Prorotype dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu physical prototype dan analytical prototype. Physical prototype merupakan prototype yang berupa benda berwujud, sedangkan analytical prototype merupakan prototype yang tidak berwujud, seperti matematika, sikap. 2.2
Kualitas Pengertian kualitas menurut American Society For Quality yang dikutip oleh
Heizer & Render (2006:253): ”Quality is the totality of features and characteristic of a product or service that bears on it’s ability to satisfy stated or implied need.” Artinya kualitas/mutu adalah keseluruhan corak dan karakteristik dari produk atau jasa yang berkemampuan untuk memenuhi kebutuhan yang tampak jelas maupun yang tersembunyi. Para ahli yang lainnya yang bisa disebut sebagai para pencetus kualitas juga mempunyai pendapat yang berbeda tentang pengertian kualitas, diantaranya adalah: 1) Joseph Juran mempunyai suatu pendapat bahwa ”quality is fitness for use” yang bila diterjemahkan secara bebas berarti kualitas (produk) berkaitan dengan enaknya barang tersebut digunakan (Suyadi Prawirosentono, 2007:5). 2) M. N. Nasution (2005:2-3) menjelaskan pengertian kualitas menurut beberapa ahli yang lain antara lain:
11
Menurut Crosby dalam buku pertamanya “Quality is Free” yang mendapatkan perhatian sangat besar pada waktu itu (1979:58) menyatakan, bahwa kualitas adalah “conformance to requirement”, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan.
W. Edwards Deming (1982:176) menyatakan, bahwa kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar.
Menurut Suyadi Prawirosentono (2007:5), pengertian kualitas suatu produk adalah “Keadaan fisik, fungsi, dan sifat suatu produk bersangkutan yang dapat memenuhi selera dan kebutuhan konsumen dengan memuaskan sesuai nilai uang yang telah dikeluarkan”. Kualitas yang baik menurut produsen adalah apabila produk yang dihasilkan
oleh perusahaan telah sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan oleh perusahaan. Sedangkan kualitas yang jelek adalah apabila produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan spesifikasi standar yang telah ditentukan serta menghasilkan produk rusak. Namun demikian perusahaan dalam menentukan spesifikasi produk juga harus memperhatikan keinginan dari konsumen, sebab tanpa memperhatikan itu produk yang dihasilkan oleh perusahaan tidak akan dapat bersaing dengan perusahaan lain yang lebih memperhatikan kebutuhan konsumen. Kualitas yang baik menurut sudut pandang konsumen adalah jika produk yang dibeli tersebut sesuai dengan dengan keinginan, memiliki manfaat yang sesuai dengan kebutuhan dan setara dengan pengorbanan yang dikeluarkan oleh konsumen. Apabila kualitas produk tersebut tidak dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen, maka mereka akan menganggapnya sebagai produk yang berkualitas jelek. Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara universal, namun dari beberapa definisi kualitas menurut para ahli di atas terdapat beberapa persamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut (M. N. Nasution, 2005:3): 1
Kualitas mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
2
Kualitas mencakup produk, tenaga kerja, proses dan lingkungan.
12
3
Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang). Sifat khas mutu/ kualitas suatu produk yang andal harus multidimensi karena
harus memberi kepuasan dan nilai manfaat yang besar bagi konsumen dengan melalui berbagai cara. Oleh karena itu, sebaiknya setiap produk harus mempunyai ukuran yang mudah dihitung (misalnya, berat, isi, luas) agar mudah dicari konsumen sesuai dengan kebutuhannya. Di samping itu harus ada ukuran yang bersifat kualitatif, seperti warna yang unik dan bentuk yang menarik. Jadi, terdapat spesifikasi barang untuk setiap produk, walaupun satu sama lain sangat bervariasi tingkat spesifikasinya. Secara umum, dimensi kualitas menurut Garvin (dalam Gazperz, 1997:3) sebagaimana ditulis oleh M. N. Nasution (2005: 4-5) dan Douglas C. Montgomery (2001:2) dalam bukunya, mengidentifikasikan delapan dimensi kualitas yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik kualitas barang, yaitu sebagai berikut: 1
Performa (performance) Berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu produk.
2
Keistimewaan (features) Merupakan aspek kedua dari performansi yang menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya.
3
Keandalan (reliability) Berkaitan dengan kemungkinan suatu produk melaksanakan fungsinya secara berhasil dalam periode waktu tertentu di bawah kondisi tertentu.
4
Konformasi (conformance) Berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan.
5
Daya tahan (durability) Merupakan ukuran masa pakai suatu produk. Karakteristik ini berkaitan dengan daya tahan dari produk itu.
13
6
Kemampuan Pelayanan (serviceability) Merupakan
karakteristik
yang
berkaitan
dengan
kecepatan,
keramahan/kesopanan, kompetensi, kemudahan serta akurasi dalam perbaikan. 7
Estetika (esthetics) Merupakan karakteristik yang bersifat subjektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi atau pilihan individual.
8
Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality) Bersifat subjektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengkonsumsi produk tersebut.
2.2.1 Alat Bantu Dalam Pengendalian Kualitas Pengendalian kualitas secara statistik dengan menggunakan SPC (Statistical Process Control) dan SQC (Statistical Quality Control), mempunyai 7 (tujuh) alat statistik utama yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk mengendalikan kualitas sebagaimana disebutkan juga oleh Heizer dan Render dalam bukunya Manajemen Operasi (2006:263-268), antara lain yaitu:
Gambar 2.1 Alat Bantu dalam Pengendalian Kualitas Sumber : Jay Heizer and Barry Render, 2006
14
1.
Lembar Pemeriksaan (Check Sheet ) Check Sheet atau lembar pemeriksaan merupakan alat pengumpul dan penganalisis data yang disajikan dalam bentuk tabel yang berisi data jumlah barang yang diproduksi dan jenis ketidaksesuaian beserta dengan jumlah yang dihasilkannya. Tujuan digunakannya check sheet ini adalah untuk mempermudah proses pengumpulan data dan analisis, serta untuk mengetahui area permasalahan berdasarkan frekuensi dari jenis atau penyebab dan mengambil keputusan untuk melakukan perbaikan atau tidak. Pelaksanaannya dilakukan dengan cara mencatat frekuensi munculnya karakteristik suatu produk yang berkenaan dengan kualitasnya. Data tersebut digunakan sebagai dasar untuk mengadakan analisis masalah kualitas.
2.
Diagram Sebar (Scatter Diagram) Scatter diagram atau disebut juga dengan peta korelasi adalah grafik yang menampilkan hubungan antara dua variabel apakah hubungan antara dua variable tersebut kuat atau tidak yaitu antara faktor proses yang mempengaruhi proses dengan kualitas produk. Pada dasarnya diagram sebar merupakan suatu alat interpretasi data yang digunakan untuk menguji bagaimana kuatnya hubungan antara dua variabel dan menentukan jenis hubungan dari dua variabel tersebut, apakah positif, negatif, atau tidak ada hubungan. Dua variabel yang ditunjukkan dalam diagram sebar dapat berupa karakteristik kuat dan faktor yang mempengaruhinya.
3.
Diagram Sebab-akibat (Cause and Effect Diagram) Diagram ini disebut juga diagram tulang ikan (fishbone chart) dan berguna untuk memperlihatkan faktor-faktor utama yang berpengaruh pada kualitas dan mempunyai akibat pada masalah yang kita pelajari. Selain itu kita juga dapat melihat faktor-faktor yang lebih terperinci yang berpengaruh dan mempunyai akibat pada faktor utama tersebut yang dapat kita lihat dari panah-panah yang berbentuk tulang ikan pada diagram fishbone tersebut.
15
Faktor-faktor penyebab utama ini dapat dikelompokkan dalam : a
Material / bahan baku
b
Machine / mesin
c
Man / tenaga kerja
d
Method / metode
e
Environment / lingkungan
Adapun kegunaan dari diagram sebab akibat adalah: a
Membantu mengidentifikasi akar penyebab masalah.
b
Menganalisa kondisi yang sebenarnya yang bertujuan untuk memperbaiki peningkatan kualitas.
c
Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.
d
Membantu dalam pencarian fakta lebih lanjut.
e
Mengurangi kondisi-kondisi yang menyebabkan ketidaksesuaian produk dengan keluhan konsumen.
f
Menentukan standarisasi dari operasi yang sedang berjalan atau yang akan dilaksanakan.
g
Sarana pengambilan keputusan dalam menentukan pelatihan tenaga kerja.
h
Merencanakan tindakan perbaikan.
Langkah-langkah dalam membuat diagram sebab akibat adalah sebagai berikut : a
Mengidentifikasi masalah utama.
b
Menempatkan masalah utama tersebut disebelah kanan diagram.
c
Mengidentifikasi penyebab minor dan meletakannya pada diagram utama.
d
Mengidentifikasi penyebab minor dan meletakannya pada penyebab mayor.
e
Diagram telah selesai, kemudian dilakukan evaluasi untuk menentukan penyebab sesungguhnya.
4.
Diagram Pareto (Pareto Analysis) Diagram pareto pertama kali diperkenalkan oleh Alfredo Pareto dan digunakan pertama kali oleh Joseph Juran. Diagram pareto adalah grafik balok
16
dan grafik baris yang menggambarkan perbandingan masing-masing jenis data terhadap keseluruhan. Dengan memakai diagram Pareto, dapat terlihat masalah mana yang dominan sehingga dapat mengetahui prioritas penyelesaian masalah. Fungsi diagram pareto adalah untuk mengidentifikasi atau menyeleksi masalah utama untuk peningkatan kualitas dari yang paling besar ke yang paling kecil. 5.
Diagram Alir/ Diagram Proses (Process Flow Chart) Diagram Alir secara grafis menyajikan sebuah proses atau sistem dengan menggunakan kotak dan garis yang saling berhubungan. Diagram ini cukup sederhana, tetapi merupakan alat yang sangat baik untuk mencoba memahami sebuah proses atau menjelaskan langkah-langkah sebuah proses. Diagram Alir dipergunakan sebagai alat analisis untuk: a
Mengumpulkan data mengimplementasikan data juga merupakan ringkasan visual dari data itu sehingga memudahkan dalam pemahaman.
b
Menunjukkan output dari suatu proses.
c
Menunjukkan apa yang sedang terjadi dalam situasi tertentu sepanjang waktu.
d
Menunjukkan kecenderungan dari data sepanjang waktu.
e
Membandingkan dari data periode yang satu dengan periode lain, juga memeriksa perubahan-perubahan yang terjadi.
6.
Histogram Histogram adalah suatu alat yang membantu untuk menentukan variasi dalam proses. Berbentuk diagram batang yang menunjukkan tabulasi dari data yang diatur berdasarkan ukurannya. Tabulasi data ini umumnya dikenal sebagai distribusi frekuensi. Histogram menunjukkan karakteristik-karakteristik dari data yang dibagi-bagi menjadi kelas-kelas. Histogram dapat berbentuk “normal” atau berbentuk seperti lonceng yang menunjukkan bahwa banyak data yang terdapat pada nilai rata-ratanya. Bentuk histogram yang miring atau tidak simetris menunjukkan bahwa banyak data
17
yang tidak berada pada nilai rata-ratanya tetapi kebanyakan datanya berada pada batas atas atau bawah. 7.
Peta Kendali (Control Chart ) Peta kendali adalah suatu alat yang secara grafis digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi apakah suatu aktivitas/ proses berada dalam pengendalian kualitas secara statistika atau tidak sehingga dapat memecahkan masalah dan menghasilkan perbaikan kualitas. Peta kendali menunjukkan adanya perubahan data dari waktu ke waktu, tetapi tidak menunjukkan penyebab penyimpangan meskipun penyimpangan itu akan terlihat pada peta kendali. Manfaat dari peta kendali adalah untuk: a
Memberikan informasi apakah suatu proses produksi masih berada di dalam batas-batas kendali kualitas atau tidak terkendali.
b
Memantau proses produksi secara terus- menerus agar tetap stabil.
c
Menentukan kemampuan proses (capability process).
d
Mengevaluasi performance pelaksanaan dan kebijaksanaan pelaksanaan proses produksi.
e
Membantu menentukan kriteria batas penerimaan kualitas produk sebelum dipasarkan.
Peta kendali digunakan untuk membantu mendeteksi adanya penyimpangan dengan cara menetapkan batas-batas kendali: a
Upper control limit / batas pengendali atas (UCL) Merupakan garis batas atas untuk suatu penyimpangan yang masih diijinkan.
b
Central line / garis pusat atau tengah (CL) Merupakan garis yang melambangkan tidak adanya penyimpangan dari karakteristik sampel.
18
c
Lower control limit / batas pengendali bawah (LCL) Merupakan garis batas bawah untuk suatu penyimpangan dari karakteristik sampel.
2.3
Konsumen Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Jika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali, maka dia disebut pengecer atau distributor. 2.3.1 Perilaku Konsumen Jika dilihat dari perilaku konsumen dalam mengonsumsi suatu barang dibedakan menjadi dua macam, yaitu perilaku konsumen rasional dan perilaku konsumen irasional.
1
Perilaku Konsumen Rasional Suatu konsumsi dapat dikatakan rasional jika memperhatikan hal-hal berikut:
2
Barang tersebut dapat memberikan kegunaan optimal bagi konsumen.
Barang tersebut benar-benar diperlukan konsumen.
Mutu barang terjamin.
Harga sesuai dengan kemampuan konsumen.
Perilaku Konsumen Irasional Suatu perilaku dalam mengonsumsi dapat dikatakan tidak rasional jika konsumen tersebut membeli barang tanpa dipikirkan kegunaannya terlebih dahulu. Contohnya, yaitu:
Tertarik dengan promosi atau iklan baik di media cetak maupun elektronik.
Memiliki merek yang sudah dikenal banyak konsumen.
Ada bursa obral atau bonus-bonus dan banjir diskon.
Prestise atau gengsi
19
2.3.2 Kepuasan Konsumen Menurut Philip Kotler (1997:36) Kepuasan konsumen adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk dengan harapannya. 2.3.2.1 Macam-macam atau Jenis Kepuasan Konsumen Kepuasan konsumen terbagi menjadi 2 : a
Kepuasan Fungsional, merupakan kepuasan yang diperoleh dari fungsi atau pemakaian suatu produk.
b
Kepuasan Psikologikal, merupakan kepuasan yang diperoleh dari atribut yang bersifat tidak berwujud.
2.3.2.2 Pengukuran Kepuasan Konsumen Menurut Philip Kotler (1997:38) ada empat metode yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen yaitu : a
Sistem keluhan dan saran Untuk mengidentifikasikan masalah maka perusahaan harus mengumpulkan informasi langsung dari konsumen dengan cara menyediakan kotak saran. Informasi yang terkumpul untuk memberikan masukan bagi perusahaan.
b
Survei kepuasan konsumen Survei kepuasan konsumen dapat dilakukan dengan cara survei melalui pos surat, telephone, maupun wawancara pribadi. Dengan metode ini perusahaan dapat menciptakan komunikasi 2 arah dan menunjukkan perhatiannya kepada konsumen.
c
Ghost Shopping Metode ini digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan pesaing dan membandingkannya dengan perusahaan yang bersangkutan.
d
Analisis kehilangan konsumen Tingkat kehilangan konsumen menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan konsumennya. Menurut Fandy Tjiptono (1997:35), metode yang digunakan untuk mengukur kepuasan konsumen dapat dengan cara :
20
Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan pertanyaan.
Responden
diberi
pertanyaan
mengenai
seberapa
besar
mereka
mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang dirasakan.
Responden diminta untuk menuliskan masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahan dan juga diminta untuk menuliskan masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahan dan juga diminta untuk menuliskan perbaikan yang mereka sarankan.
Responden dapat diminta untuk meranking berbagai elemen dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen dan seberapa baik kinerja perusahan dalam masing-masing elemen.
2.3.2.3 Strategi Kepuasan Konsumen Untuk memenuhi kepuasan konsumen perusahaan mempunyai dua strategi yang dapat dilakukan yaitu : a
Strategi Menyerang Yang dimaksud dengan strategi menyerang yakni adanya sikap agresif dalam melakukan pemasaran kepada pelanggan. Cara yang dilakukan dalam mengimplementasikan strategi ini seperti dengan melakukan promosi. Promosi dapat dilakukan dengan spanduk, billboard dan lain sebagainya. Bisa pula dengan memberikan hasiah kepada pelanggan.
b
Strategi Bertahan Strategi bertahan yang dimaksud yakni dengan mempertahankan yang sudah ada dan berusaha menambahkan fasilitas menjadi lebih baik lagi
2.3.3 Survei Pelanggan Survei Kepuasan Pelanggan adalah kegiatan pengukuran umpan balik untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan atas barang/jasa yang diterimanya dari suatu perusahaan/organisasi, serta hal yang sama dari pemasok yang lain. Juga akan diinventarisasi keinginan dan harapannya.
21
Tujuan Survei Kepuasan Pelanggan di perusahaan/organisasi adalah untuk mengetahui secara obyektif persepsi pelanggan terhadap kinerja produk/jasa yang dihasilkan yang antara lain terkait dengan atribut-atribut tangibility, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty. Atribut-atribut tersebut adalah yang langsung dirasakan oleh pelanggan/konsumen yang bermuara pada tingkat kepuasan atas produk/jasa yang diterimanya. Manfaat Survei Pelanggan adalah sebagai berikut : a
Mengetahui ekspektasi dan persepsi pelanggan.
b
Menentukan kebutuhan, keinginan, persyaratan dan harapan pelanggan
c
Mengukur Indeks Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction Index / CSI) secara agregat maupun disagregat.
d
Sebagai pedoman penyusunan rencana dan strategi (strategy and action plan) perbaikan kinerja secara menyeluruh pada periode berikutnya.
e
Menunjukkan komunikasi dan komitmen terhadap kualitas kepada pelanggan.
f
Memanfaatkan kelemahan organisasi menjadi peluang pengembangan sebelum pihak lain memulainya.
g
Membangun komunikasi internal agar setiap orang tahu apa yang harus mereka kerjakan.
2.4
Metode Sampling
2.4.1 Metode Sampling yang Baik 1
Sampel yang baik:
Representatif (harus dapat mewakili populasi atau semua unsur sampel)
Batasan sampel harus jelas
Dapat dilacak dilapangan
Tidak ada keanggotaan sampel yang ganda (didata dua kali/lebih)
Harus up to date (terbaru dan sesuai dengan keadaan saat dilakukan penelitian)
22
2
3
Metode pengambilan sampel yang baik:
Prosedurnya sederhana dan mudah dilakukan
Dapat memilih sampel yang representatif
Efisien dalam penggunaan sumber daya
Dapat memberikan informasi sebanyak-banyaknya mengenai sampel
Jumlah anggota sampel yang baik Yang perlu diperhatikan dalam menentukan besarnya sampel:
Derajat keseragaman/heterogenitas dari populasi
Metode analisis yang akan digunakan
Ketersediaan sumber daya
Presisi yang dikehendaki
2.4.2 Macam – macam Metode Sampling 2.4.2.1 a
Probability Sampling
Simple Random Sampling Semua unsur dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel. Anggota sampel dipilih secara acak dengan cara:
Pengundian menggunakan nomor anggota sebagai nomor undian
Menggunakan table angka random (bilangan acak) berdasarkan nomor anggota
Syarat Penggunaan Metode Simple Random Sampling:
Sifat populasi adalah homogen
Keadaan anggota populasi tidak terlau tersebar secara geografis
Harus ada kerangka sampling (sampling frame) yang jelas
Kelebihan : Prosedur penggunaannya sederhana Kelemahan: Persyaratan penggunaan metode ini sulit dipenuhi
23
b
Stratified Random Sampling
Populasi dikelompokkan menjadi sub-sub populasi berdasarkan criteria tertentu yang dimiliki unsure populasi. Masing-masing sub populasi diusahakan homogen.
Dari masing-masing sub populasi selanjutnya diambil sebagian anggota secara acak dengan komposisi proporsional atau disproporsional
Total anggota yang dipilih ditetapkan sebagai jumlah anggota sampel penelitian
Syarat Penggunaan Metode Stratified Random Sampling:
Populasi mempunyai unsure heterogenitas
Diperlukan kriteria yang jelas dalam membuat stratifikasi/lapisan sesuai dengan unsure heterogenitas yang dimiliki
Harus diketahui dengan tepat komposisi jumlah anggota sampel yang akan dipilih (secara proporsional atau disproporsional)
Kelebihan: Semua ciri-ciri populasi yang heterogen dapat terwakili Kelemahan: Memerlukan pengenalan terhadap populasi yang akan diteliti untuk menentukan ciri heterogenitas yang ada pada populasi c
Cluster Sampling
Populasi dikelompokkan menjadi sub-sub populasi secara bergrombol (cluster)
Dari sub populasi selanjutnya dirinci lagi menjadi sub-populasi yang lebih kecil
Anggota dari sub populasi terakhir dipilih secara acak sebagai sampel penelitian
2.4.2.2 a
Non Probability Sampling
Quota Sampling Metode memilih sampel yang mempunyai ciri-ciri tertentu dalam jumlah atau quota yang diinginkan
24
Kelebihan : Mudah dan cepat digunakan Kelemahan: Penentuan sampel cenderung subyektif bagi peneliti b
Accidental Sampling Metode pengambilan sampel dengan memilih siapa yang kebetulan ada/dijumpai Kelebihan : Mudah dan cepat digunakan Kelemahan: Jumlah sampel mungkin tidak representative karena tergantung hanya pada anggota sampel yang ada pada saat itu
c
Saturation Sampling Metode pengambilan sampel dengan mengikutsertakan semua anggota populasi sebagai sampel penelitian Kelebihan : Memerlukan waktu untuk pengumpulan data sampel Kelemahan: Tidak cocok untuk populasi dengan anggota yang besar
d
Snowball Sampling Metode pengambilan sampel dengan secara berantai (multi level).
Sampel awal ditetapkan dalam kelompok anggota kecil
Masing-masing anggota diminta mencari anggota baru dalam jumlah tertentu
Masing-masing anggota baru diminta mencari anggota baru lagi.
Kelebihan : Mudah digunakan Kelemahan: Membutuhkan waktu yang lama 2.5
Pengolahan Data Kuesioner Kuesioner adalah suatu teknik pengumpulan informasi yang memungkinkan
analis mempelajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku, dan karakteristik beberapa orang utama di dalam organisasi yang bisa terpengaruh oleh sistem yang diajukan atau oleh sistem yang sudah ada dengan mengajukan pertanyaan.
25
Dengan menggunakan kuesioner, analis berupaya mengukur apa yang ditemukan dalam wawancara, selain itu juga untuk menentukan seberapa luas atau terbatasnya sentimen yang diekspresikan dalam suatu wawancara. Penggunaan kuesioner tepat bila : a.
Responden (orang yang merenpons atau menjawab pertanyaan) saling berjauhan.
b.
Melibatkan sejumlah orang di dalam proyek sistem, dan berguna bila mengetahui berapa proporsi suatu kelompok tertentu yang menyetujui atau tidak menyetujui suatu fitur khusu dari sistem yang diajukan.
c.
Melakukan studi untuk mengetahui sesuatu dan ingin mencari seluruh pendapat sebelum proyek sistem diberi petunjuk-petunjuk tertentu.
d.
Ingin yakin bahwa masalah-masalah dalam sistem yang ada bisa diidentifikasi dan dibicarakan dalam wawancara tindak lanjut.
2.5.1. Jenis Pertanyaan dalam Kuesioner Perbedaaan pertanyaan dalam wawancara dengan pertanyaan dalam kuesioner adalah dalam wawancara memungkinkan adanya interaksi antara pertanyaan dan artinya. Dalam wawancara analis memiliki peluang untuk menyaring suatu pertanyaan, menetapkan istilah-istilah yang belum jelas, mengubah arus pertanyaan, memberi respons terhadap pandanngan yang rumit dan umumnya bisa mengontrol agar sesuai dengan konteksnya. Beberapa diantara peluang-peluang diatas juga dimungkinkan dalam kuesioner. Jadi bagi penganalisis pertanyaan-pertanyaan harus benar-benar jelas, arus pertanyaan masuk akal, pertanyaan-pertanyaan dari responden diantisipasi dan susunan pertanyaan direncanakan secara mendetail. Jenis-jenis pertanyaan dalam kuesioner adalah : 1.
Pertanyaan Terbuka : pertanyaan-pertanyaan yang memberi pilihan-pilihan respons terbuka kepada responden. Pada pertanyaan terbuka antisipasilah jenis respons yang muncul. Respons yang diterima harus tetap bisa diterjemahkan dengan benar.
2.
Pertanyaan Tertutup : pertanyaan-pertanyaan yang membatasi atau menutup pilihan-pilihan respons yang tersedia bagi responden.
26
2.5.2. Skala dalam kuisoner Penskalaan adalah proses menetapkan nomor-nomor atau simbol-simbol terhadap suatu atribut atau karakteristik yang bertujuan untuk mengukur atribut atau karakteristik tersebut. Alasan penganalisis sistem mendesain skala adalah sebagai berikut :
Untuk mengukur sikap atau karakteristik orang-orang yang menjawab kuesioner.
Agar respoden memilih subjek kuesioner.
Ada empat bentuk skala pengukuran , yaitu : 1.
Nominal Skala nominal digunakan untuk mengklasifikasikan sesuatu. Skala nominal merupakan bentuk pengukuran yang paling lemah, umumnya semua analis bisa menggunakannya untuk memperoleh jumlah total untuk setiap klasifikasi.
2.
Ordinal Skala ordinal sama dengan skala nominal, juga memungkinkan dilakukannya kalsifikasi. Perbedaannya adalah dalam ordinal juga menggunakan susunan posisi. Skala ordinal sangat berguna karena satu kelas lebih besar atau kurang dari kelas lainnya.
3.
Interval Skala interval memiliki karakteristik dimana interval di antara masing-masing nomor adalah sama. Berkaitan dengan karakteristik ini, operasi matematisnya bisa ditampilkan dalam data-data kuesioner, sehingga bisa dilakukan analisis yang lebih lengkap.
4.
Rasio Skala rasio hampis sama dengan skala interval dalam arti interval-interval di antara nomor diasumsikan sama. Skala rasio memiliki nilai absolut nol. Skala rasio paling jarang digunakan.
27
2.6
Pengujian Validitas dan Reabilitas Instrumen
2.6.1. Validitas Menurut Azwar (1986) validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Menurut Arikunto (1999) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu tes. Menurut Nursalam (2003) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Menggunakan alat ukur yang dimaksudkan adalah untuk mengukur suatu aspek tertentu akan tetapi tidak dapat memberikan hasil ukur yang cermat dan teliti akan menimbulkan kesalahan atau eror. Alat ukur yang valid akan memiliki tingkat kesalahan yang kecil sehingga angka yang dihasilkannya dapat dipercaya sebagai angka yang sebenarnya atau angka yang mendekati keadaan sebenarnya. Menurut Sudijono (2009) terdapat berbagai jenis validitas, antara lain: a
Pengujian Validitas Tes Secara Rasional Validitas rasional adalah validitas yang diperoleh atas dasar hasil pemikiran, validitas yang diperoleh dengan berpikir secara logis.
Validitas Isi (Content Validity) Validitas isi dari suatu tes hasil belajar adalah validitas yang diperoleh setelah dilakukan penganalisisan, penelususran atau pengujian terhadap isi yang terkandung dalam tes hasil belajar tersebut. Validitas isi adalah yang ditilik dari segi isi tes itu sendiri sebagai alat pengukur hasil belajar yaitu: sejauh mana tes hasil belajar sebagai alat pengukur hasil belajar peserta didik, isisnya telah dapat mewakili secara representatif terhadap keseluruhan materi atau bahkan pelajaran yang seharusnya diteskan (diujikan).
Validitas konstruksi (Construct Validity) Validitas konstruksi dapat diartikan sebagai validitas yang ditilik dari segi susunan, kerangka atau rekaannya. Adapun secara terminologis, suatu tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai tes yang telah memiliki validitas
28
konstruksi, apabila tes hasil belajar tersebut telalh dapat dengan secara tepat mencerminkan suatu konstruksi dalam teori psikologis. b
Pengujian Validitas Tes Secara Empirik Validitas empirik adalah ketepatan mengukur yang didasarkan pada hasil analisis yang bersifat empirik. Dengan kata lain, validitas empirik adalah validitas yang bersumber pada atau diperoleh atas dasar pengamatan di lapangan.
Validitas ramalan (Predictive validity) Validitas ramalan adalah suatu kondisi yang menunjukkan seberapa jauhkah sebuah tes telah dapat dengan secara tepat menunjukkan kemampuannya untuk meramalkan apa yang bakal terjadi pada masa mendatang.
Validitas bandingan (Concurrent Validity) Tes sebagai alat pengukur dapat dikatakan telah memiliki validitas bandingan apabila tes tersebut dalam kurun waktu yang sama dengan secara tepat mampu menunjukkan adanya hubungan yang searah, antara tes pertama dengan tes berikutnya.
2.6.2. Reliabilitas Reliabilitas berarti konsistensi tes mengukur apa yang seharusnya diukur. Realibilitas tes perlu, tetapi tidak memadai sebagai syarat validitas tes. Agar supaya tes valid, maka dia harus reliabel. Namun demikian tes yang reliabel belum tentu valid. Reabilitas merujuk pada konsitensi skor yang di capai oleh orang yang sama ketika mereka diuji-ulang dengan tes yang sama pada kesempatan yang berbeda, atau dengan seperangkat butir-butir ekuivalen (equivalent items) yang berbeda, atau di bawa kodisi pengujian yang berbeda. Konsep reliabilitas ini mendasari perhitungan kesalahan pengukuran atas skor tunggal, yang bisa kita pakai untuk memprediksi kisaran fluktuasi yang mungkin muncul dalam skor individual sebagai hasil dari faktor-faktor peluang yang tak diketahui atau irrelevan.
29
Ada tiga kategori koefisien reliabilitas, yaitu : a
Reliabilitas test-Retes Menggunakan sebuah instrumen, namun diteskan dua kali. Hasil atau skor pertama dan kedua kemudian dikorelasikan untuk mengetahui besarnya indeks reliabilitas. Teknik perhitungan yang digunakan sama dengan yang digunakan yaitu rumus korelasi Pearson.
b
Reliabilitas Bentuk-Alternatif Sejak awal peneliti harus sudah menyusun dua perangkat instrumen yang paralel (ekuivalen), yaitu dua buah instrumen yang disusun berdasarkan satu kisi-kisi. Setiap butir soal dari instrumen yang satu selalu harus dapat dicarikan pasangannya dari instrumen kedua. Kedua instrumen tersebut diujicobakan semua. Sesudah kedua uji coba terlaksana, maka hasil kedua instrumen tersebut dihitung korelasinya dengan menggunakan rumus product moment (korelasi Pearson). Korelasi antara skor-skor yang didapatakan pada dua bentuk itu merupakan koefisien reliabilitas tes.
c
Konsistensi Internal Ukuran Reliabilitas Peneliti boleh hanya memiliki seperangkat instrumen saja dan hanya diujicobakan satu kali, kemudian hasilnya dianalisis, yaitu dengan cara membelah seluruh instrumen menjadi dua sama besar. Dilain pihak dalam reliablitas tes-retes dan reliabilitas bentuk-alternatif, tiap skor didasarkan pada jumlah soal penuh pada tes. Jika semua hal sama, semakin panjang sebuah tes, semakin dapat dihandalkan tes itu. Efek yang akan dihasilkan pada koefisiennya dengan memperpanjang atau memperpendek sebuah tes, dapat diperkirakan dengan rumus Spearman-Browon.
2.7
Quality Function Deployment (QFD) QFD adalah suatu cara untuk meningkatkan kualitas barang atau jasa dengan
memenuhi kebutuhan konsumen kemudian menghubungkannya dengan ketentuan teknis untuk menghasilkan suatu barang atau jasa pada setiap tahap pembuatan barang atau jasa yang dihasilkan (Rosani Ginting, 2010). Suatu organisasi yang mengimplementasikan QFD secara tepat dapat meningkatkan pengetahuan rekayasa, produktivitas dan kualitas, mengurangi biaya, mengurangi waktu pengembangan
30
produk serta perubahan-perubahan rekayasa seiring dengan kemajuan jaman dan permintaan konsumen. Tujuan QFD adalah memenuhi sebanyak mungkin harapan konsumen, dan berusaha melampaui harapan tersebut dengan merancang produk baru agar dapat berkompetisi dengan produk dari kompetitor untuk kepuasan konsumen. QFD berguna untuk memastikan bahwa suatu perusahaan memusatkan perhatiannya terhadap kebutuhan konsumen sebelum setiap pekerjaan perancangan dilakukan. 2.7.1 Manfaat QFD Manfaat-manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan QFD dalam proses perancangan produk adalah (Kaebernick H., Farmer L. E. Mozar S, 1997): a.
Mengurangi dan mempercepat terjadinya perubahan
b.
Pengurangan waktu pengembangan
c.
Pengurangan masalah saat produksi dimulai
d.
Biaya produksi yang lebih murah
e.
Pengurangan permasalahn dasar
f.
Peningkatan keputusan konsumen
g.
Transfer ilmu pengetahuan
2.7.2 Metodologi QFD Metode QFD menurut Cohen (195) memiliki beberapa tahap diantaranya : 1
R1 : Matriks Perancangan Produk (House of Quality) adalah matrik yang menjelaskan tentang costumer needs, technical requirements, co-relationship, relationship customer competitive evaluation, competitive technical assement dan tergets.
2
R2 : Matriks Perancangan Part ( Part Deployment) adalah matrik yang mengidentifikasi faktor-faktor teknis yang critical terhadap pengembangan produk.
3
R3 : Matriks Perancangan Proses (Process Planning) merupakan matrik untuk mengidentifikasi pengembangan proses pembuatan suatu produk.
31
4
R4 : Matriks Perancangan Manufakturing/Produksi (Manufacturing/Production Planning) merupakan matrik yang memaparkan tindakan yang perlu diambil didalam perbaikan produksi suatu produk.
2.7.3 Implementasi QFD Secara garis besar dibagi dalam 3 (tiga) tahap, adapun ketiga tahap tersebut adalah:
1
Tahap pengumpulan Voice of Customer
2
Tahap penyusunan Home of Quality
3
Tahap analisa dan interpretasi
2.7.4 Cycle dari QFD: a.
Menterjemahkan input dari pelanggan dan analisa pesaing kedalam unsur rancangan produk
b.
Menterjemahkan fitur-fitur produk kedalam spesifikasi dan ukurannya
c.
Menterjemahkan spesifikasi dan ukuran besaran kedalam fitur-fitur rancangan proses
d.
Menterjemahkan fitur-fitur rancangan proses kedalam spesifikasi dan ukuran kinerja proses
Gambar 2.2 House of Quality Sumber : Imam Djati Widodo, 2003
32
2.7.5 Voice of Customer (WHAT) Persyaratan atau Kebutuhan Pelanggan adalah berdasar pada Voice of Customer (WHAT): a.
Performance, Use ability, Attractive
b.
Benar-benar mengekspresikan „bahasa pembeli‟
c.
Brainstorming
d.
Bersifat: qualitatif, ambisius, tidak utuh, tidak konsisten, samar-samar
e.
Segmentasi
f.
Kalibrasi dan qualitatif
g.
Mendengar langsung
2.7.6 Evaluasi kompetisi (WHY) Planning Matrix = Evaluasi kompetisi adalah didasarkan pada prioritas kebutuhan pelanggan (WHY): a.
Kompetisi dan kompetitor ada diposisi mana?
b.
Pendapat pelanggan pada design produk
c.
Pendapat pelanggan tentang kompetitor pada aspek yang sama
d.
Terukur untuk menentukan posisi (positioning)
e.
Mengidentifikasikan terjadinya gaps
2.7.7 Voice of Designer or Engineer (HOW) Persyaratan Teknik Design & Engineering berdasar atas Voice of Designer or Engineer (HOW) : a.
Menjawab kebutuhan pelanggan
b.
Opsi dan menu pilihan
c.
Harus dapat diukur
d.
Flexibility
e.
Bagaimana kapabilitas proses yang ada?
f.
Bagaimana kapabilitas RM dan supply yang ada?
33
2.7.8 Matrix Relationship (hubungan WHAT vs HOW) a.
Apakah HOW memuaskan WHAT?
b.
Semakin kuat semakin bagus
c.
Lakukan pemeriksaan dan analisa hubungan yang ada
2.7.9 Bagian Atap (Roof relationship) Pada Atap (Roof relationship) adalah Apakah masing-masing „HOW‟ saling berhubungan atau bertentangan : a
Bagaimana memperbaiki hubungan kedua „HOW‟
b
Pertahankan keuntungan (Strong)
c
Membuat solusi dan alternatif pada hubungan negatif
d
Positif, Negatif atau tidak berhubungan
2.7.10 Target yang akan dicapai Target yang akan dicapai adalah Seberapa besar nilai „HOW‟?: a.
Bagaimana tingkat kesulitannya?
b.
Apakah memberikan nilai kompetitif dan nilai tambah bagi pelanggan?
c.
Apakah ada konflik design dengan pelanggan?
d.
Bagimana kira-kira dampaknya?
e.
Bagaimana posisi kompetitor anda?
f.
Apakah akan menang dalam persaing?
g.
Apa solusinya? Alternatifnya?
h.
Apakah harganya terjangkau?
i.
Segementasi?
2.7.11 Sistimatik berfikir dalam QFD adalah: 1.
Benar-benar memahami apa kebutuhan pelanggan?
2.
Nilai apa yang diharapkan oleh pelanggan?
3.
Melakukan analisa, bagaimana bersikap dan memenuhi harapan kepuasan pelanggan?
4.
Mengerti apa yang menjadi keinginan, kebutuhan atau yang disukai pelanggan?
5.
Memutuskan fungsi dan bagaimana produk akan dibuat untuk pelanggan?
6.
Menentukan level seperti apa yang akan diterima oleh pelanggan?
34
7.
Menghubungkan seluruh fungsi untuk menghasilkan produk yang bernilai bagi pelanggan: Design, Development, Engineering, Manufacturing dan Service Function (Sales & Marketing).
2.8
Metode Pengujian Organoleptik Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses
pengindraan.
Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu
kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya stimulus yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut. Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya stimulus dapat berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan benda penyebab stimulus. Kesadaran, kesan dan sikap terhadap stimulus adalah reaksi psikologis atau reaksi subyektif. Disebut penilaian subyektif karena hasil penilaian atau pengukuran sangat ditentukan oleh pelaku atau yang melakukan pengukuran. Jenis penilaian atau pengukuran yang lain adalah pengukuran atau penilaian suatu dengan menggunakan alat ukur dan disebut penilaian atau pengukuran instrumental atau pengukuran obyektif. Pengukuran obyektif hasilnya sangat ditentukan oleh kondisi obyek atau sesuatu yang diukur. Stimulus yang dapat diindra dapat bersifat mekanis (tekanan, tusukan), bersifat fisis (dingin, panas, sinar, warna), sifat kimia (bau, aroma, rasa). Kemampuan alat indra memberikan kesan atau tanggapan dapat dianalisis atau dibedakan berdasarkan jenis kesan, intensitas kesan, luas daerah kesan, lama kesan dan kesan hedonik. Jenis kesan adalah kesan spesifik yang dikenali misalnya rasa manis, asin. Luas daerah kesan adalah gambaran dari sebaran atau cakupan alat indra yang menerima rangsangan. Lama kesan atau kesan sesudah “after taste” adalah bagaimana suatu zat rangsang menimbulkan kesan yang mudah atau tidak mudah hilang setelah mengindraan dilakukan. Rangsangan penyebab timbulnya kesan dapat dikategorikan dalam beberapa tingkatan, yang disebut ambang rangsangan (threshold). Dikenal beberapa ambang rangsangan, yaitu ambang mutlak (absolute threshold), ambang pengenalan (Recognition threshold), ambang pembedaan (difference threshold) dan ambang batas (terminal threshold). Ambang mutlak adalah jumlah benda rangsang terkecil yang sudah mulai menimbulkan kesan.
35
Ambang pengenalan sudah mulai dikenali jenis kesannya, ambang pembedaan perbedaan terkecil yang sudah dikenali dan ambang batas adalah tingkat rangsangan terbesar yang masih dapat dibedakan intensitas. Kemampuan memberikan kesan dapat dibedakan berdasarkan kemampuan alat indra memberikan reaksi atas rangsangan yang diterima. Kemampuan tersebut meliputi kemampuan mendeteksi (detection), mengenali (recognition), membedakan (discrimination), membandingkan (scalling) dan kemampuan menyatakan suka atau tidak suka (hedonik). 2.8.1 Panelis Untuk melaksanakan penilaian organoleptik diperlukan panel. Dalam penilaian suatu mutu atau analisis sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panel bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel ini terdiri dari orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat atau mutu komoditi berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis. Dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam panel, perbedaan ketujuh panel tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik 1.
Panel Perseorangan Penel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisis organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, bias dapat dihindari, penilaian efisien dan tidak cepat fatik. Keputusan sepenuhnya ada pada seorang.
2.
Panel Terbatas Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi sehingga bias lebih di hindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan
36
baku terhadap hasil akhir. Keputusan diambil berdiskusi diantara anggotaanggotanya. 3.
Panel Terlatih Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik. Untuk menjadi terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik. Keputusan diambil setelah data dianalisis secara bersama.
4.
Panel Agak Terlatih Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih untuk mengetahui sifat-sifat tertentu.. panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data yang sangat menyimpang boleh tidak digunakan dalam keputusannya
5.
Panel Tidak Terlatih Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak terlatih hanya diperbolehkan menilai alat organoleptik yang sederhana seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam . untuk itu panel tidak terlatih biasanya dari orang dewasa dengan komposisi panelis pria sama dengan panelis wanita.
6.
Panel Konsumen Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.
7.
Panel Anak-anak Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10 tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian produk-produk pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya.
37
2.8.2 Seleksi Panelis Untuk mendapatkan panelis yang diinginkan, khususnya jenis panel terlatih perlu dilakukan tahap-tahap seleksi. Syarat umum untuk menjadi panelis adalah mempunyai perhatian dan minat terhadap pekerjaan ini, selain itu panelis harus dapat menyediakan waktu khusus untuk penilaian serta mempunyai kepekaan yang dibutuhkan. Pemilihan anggota panel perlu dilakukan untuk suatu grup panelis yang baru atau untuk mempertahankan anggota dalam grup tersebut. Tahap-tahap seleksi adalah sebagai berikut : 1.
Wawancara Wawancara dapat dilaksanakan dengan tanya jawab atau kuesioner yang bertujuan
untuk
mengetahui
latar
belakang
calon
termasuk
kondisi
kesehatannya. 2.
Tahap Penyaringan Tahap ini perlu dilakukan untuk mengetahui keseriusan, keterbukaan, kejujuran, dan rasa percaya diri. Selain itu dapat dinilai pula tingkat kesantaian, kepekaan umum dan khusus serta pengetahuan umum calon panelis.
3.
Tahap Pemilihan Pada tahap ini dilakukan beberapa uji sensorik untuk mengetahui kemampuan seseorang. Dengan uji-uji ini diharapkan dapat terjaring informasi mengenai kepekaan dan pengetahuan mengenai komoditi bahan yang diujikan. Metoda yang digunakan dalam pemilihan panelis ini dapat berdasarkan intuisi dan rasional, namun umumnya dilakukan uji keterandalan panelis melalui analisis sekuensial dengan uji pesangan, duo-trio dan uji segitiga atau dengan uji rangsanganyang akan diterangkan lebih lanjut
4.
Tahap Latihan Latihan bertujuan untuk pengenalan lebih lanjut sifat-sifat sensorik suatu komoditi dan meningkatkan kepekaan serta konsistensi penilaian. Sebelum tahap latihan dimulai, panelis perlu diberikan instruksi yang jelas mengenai uji yang akan dilakukan dan larangan yang disyaratkan seperti larangan untuk merokok,
38
minum minuman keras, menggunakan parfum dan lainnya. Lama dari intensitas latihan sangat tergantung pada jenis analisis dan jenis komoditi yang diuji. 5.
Uji Kemampuan Setelah mendapat latihan yang cukup baik, panelis diuji kemampuannya terhadap baku atau standar tertentu dan dilakukan berulang-berulang sehingga kepekaan dan konsistensinya bertambah baik. Setelah melewati kelima tahap tersebut di atas maka panelis siap menjadi anggota panelis terlatih.
2.8.3 Laboratorium Pengujian Untuk melakukan uji organoleptik dibutuhkan beberapa ruang yang terdiri dari bagian persiapan (dapur), ruang pencicip dan ruang tunggu atau ruang diskusi. Bagian dapur harus selalu bersih dan mempunyai sarana yang lengkap untuk uji organoleptik serta dilengkapi dengan ventilasi yang cukup. Ruang pencicip mempunyai persyaratan yang lebih banyak, yaitu ruangan yang terisolasi dan kedap suara sehingga dapat dihindarkn komunikasi antar panelis, suhu ruang yang cukup sejuk (20-25oC) dengan kelembaban 65-70% dan mempunyai sumber cahaya yang baik dan netral, karena cahaya dapat mempengaruhi warna komoditi yang diuji. Ruang isolasi dapat dibuat dengan penyekat oermanen atau penyekat sementara. Fasilitas pengujian ini sebaiknya dilengkapi dengan washtafel. sedangkan ruang tunggu harus cukup nyaman agar anggota panel cukup sabar untuk menunggu gilirannya. Apabila akan dilakukan uji organoleptik maka panelis harus mendapat penjelasan umum atau khusus yang dilakukan secara lisan atau tertulis dan memperoleh format pernyataan yang berisi instruksi dan respon yang harus diisinya. Selanjutnya panelis dipersilakan menempati ruang pencicip untuk kemudian disajikan contoh yang akan diuji. 2.8.4 Persiapan Contoh Dalam evaluasi sensori, cara penyediaan contoh sangat perlu mendapat perhatian. Contoh dalam uji harus disajikan sedemikian rupa sehingga seragam dalam penampilannya. Bila tidak demikian, panelis akan mudah dipengaruhi penampilan contoh tersebut meskipun itu tidak termasuk kriteria yang akan diuji.
39
Penyajian contoh harus memperhatikan estetika dan beberapa hal lainnya seperti berikut: 1.
Suhu Contoh harus disajikan pada suhu yang seragam, suhu dimana contoh tersebut biasa dikonsumsi. Penyajian contoh dengan suhu yang ekstrim, yaitu kondisi dimana suhu contoh terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menyebabkan kepekaan pencicipan berkurang. Selain itu suhu yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi terhadap pengukuran aroma dan flavor.
2.
Ukuran Contoh untuk uji organoleptik juga harus disajikan dengan ukuran seragam. Untuk contoh padatan dapat disajikan dalam bentuk kubus, segiempat atau menurut bentuk asli contoh. Selain itu contoh harus disajikan dalam ukuran yang biasa dikonsumsi, misalnya penyajian 5-15 gram contoh untuk sekali cicip.
3.
Kode Penamaan contoh harus dilakukan sedemikian rupa sehingga panelis tidak dapat menebak isi contoh tersebut berdasarkan penamaannya. Untuk pemberian nama biasanya digunakan 3 angkacrab atau 3 huruf / angka secara acak.
4.
Jumlah contoh Pemberian contoh dalam setiap pengujian sangat tergantung pada jenis uji yang dilakukan. dalam uji pembedaan akan disajikan jumlah contoh yang lebih sedikit dari uji penerimaan. selain itu kesulitan factor yang akan diuji juga mempengaruhi jumlah contoh yang akan disajikan. Urutan penyajian contoh juga dapat mempengaruhi penilaian panelis terhadap
contoh. dalam uji organoleptik dikenal beberapa pengaruh pengujian seperti tersebut di bawah ini : 1.
Expectation error Terjadi karena panelis telah menerima informasi tentang pengujian. oleh karena itu sebaiknya panel diberikan informasi yang mendetail tentang pengujian dan sample diberi kode 3 digit agar tidak dapat dikenali oleh panelis.
40
2.
Convergen error Panelis cenderung memberikan penilaian lebih baik atau lebih buruk apabila didahului pemberian sample yang lebih baik atau lebih buruk.
3.
Stimulus error Terjadi karena penampakan sample yang tidak seragam sehingga panel raguragu dalam memberikan penilaian.
4.
Logical error Mirip dengan stimulus error, dimana panelis memberikan penilaiannya berdasarkan karakteristik tertentu menurut logikanya. Karakteristik tersebut akan berhubungan dengan karakteristik lainnya.
5.
Holo efek Terjadi karena evaluasi sample dilakukan terhadap lebih dari 1 (satu) faktor sehingga panelis memberikan kesan yang umum dari suatu produk
6.
Efek kontras Pemberian sample yang berkualitas lebih baik sebelum sample lainnya mengakibatkan panelis terhadap sample yang berikutnya, sebab lebih rendah. panelis cenderung memberi mutu rata-rata
7.
Motivasi Respon dari seorang panelis akan mempengaruhi persepsi sensorinya. Oleh karena itu penggunaan panelis yang terbaik (termotivasi) dengan pengujian akan memberikan hasil yang lebih baik
8.
Sugesti Respon dari seoarang panelis akan mempengaruhi panelis lainnya. Oleh karena itu pengujian dilakukan secara individu
9.
Posisi bias Dalam beberpa uji terutama uji segitiga. Gejala ini terjadi akibat kecilnya perbedaan antar sampel sehingga panelis cenderung memilih sampel yang ditengah sebagai sampel paling berbeda.
41
2.8.5 Jenis –Jenis Pengujian Organoleptik 2.8.5.1 Uji Pembedaan Pasangan Uji pembedaan pasangan yang juga disebut dengan paired comperation, paired test atau comparation merupakan uji yang sederhana dan berfungsi untuk menilai ada tidaknya perbedaan antara dua macam produk. Biasanya produk yang diuji adalah jenis produk baru kemudian dibandngkan dengan produk terdahulu yang sudah diterima oleh masyarakat. Dalam penggunaannya uji pembedaan pasangan dapat memakai produk baku sebagai acuan atau hanya membandingkan dua contoh produk yang diuji. Sifat atau kriteria contoh disajikan tersebut harus jelas dan mudah untuk dipahami oleh panelis. Jumlah Panelis : Agak terlatih : 15 – 25 orang Terlatih
: 7 – 15 orang
Jumlah contoh dalam setiap penyajian : dua contoh atau 1 contoh uji dengan satu contoh baku 2.8.5.2 Uji Pembedaan Segitiga Uji pembedaan segitiga atau disebut juga triangle test merupakan uji untuk mendeteksi perbedaan yang kecil, karenanya uji ini lebih peka dibandingkan dengan Uji Pasangan. Dalam Uji Segitiga disajikan 3 contoh sekaligus dan tidak dikenal adanya contoh pembanding atau contoh baku. Penyajian contoh dalam uji segitiga sedapat mungkin harus dibuat seragam agar tidak terdapat kesalahan atau bias karena pengaruh penyajian contoh. Jumlah Panelis Agak Terlatih : 15 – 25 orang Terlatih
: 5 – 15 orang
Jumlah contoh dalam setiap penyajian : tiga contoh 2.8.5.3 Uji Pembedaan Duo-Trio Seperti halnya Uji Segitiga, uji ini dapat digunakan untuk mendeteksi adanya perbedaan yang kecil antara dua contoh. Uji ini relatif lebih mudah karena adanya
42
contoh baku dalam pengujian. Biasanya Uji Duo-trio digunakan untuk melihat perlakuan baru terhadap mutu produk ataupun menilai keseragaman mutu bahan. Jumlah Panelis Agak terlatih : 15 – 25 orang Terlatih
: 5 – 15 orang
Jumlah contoh setiap pengujian : dua contoh dengan 1 contoh baku 2.8.5.4 Uji Kesukaan (Uji Hedonik) Uji kesukaan juga disebut uji hedonik. Panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Disamping panelis mengemukakan tanggapan senang,
suka atau kebalikannya,
mereka
juga
mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat – tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Misalnya dalam hal “ suka “ dapat mempunyai skala hedonik seperti : amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka. Sebaliknya jika tanggapan itu “ tidak suka “ dapat mempunyai skala hedonik seperti suka dan agak suka, terdapat tanggapannya yang disebut sebagai netral, yaitu bukan suka tetapi juga bukan tidak suka ( neither like nor dislike ). Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala yang ikehendakinya. Skala hedonik dapat juga diubah menjadi skala numerik dengan angka mutu menurut tingkat kesukaan. Dengan data numeric ini dapat dilakukan analisis secara statistik. Penggunaan skala hedonik pada prakteknya dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan. Sehingga uji hedonic sering digunakan untuk menilai secara organoleptik terhadap komoditas sejenis atau produk pengembangan. Uji hedonik banyak digunakan untuk menilai produk akhir. Jumlah Panelis, Agak Terlatih : 20 – 25 Orang Tidak Terlatih : 80 Orang keatas Jumlah contoh setiap penyajian - Contoh yang sulit
: 1 – 6 contoh
- Contoh yang mudah : 1 – 12 contoh