1
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Kualitas Meskipun istilah kualitas untuk sebagian masyarakat kita dan dunia bisnis serta industri telah mengenalnya, namun kita perlu lebih hati-hati didalam menanggapinya, dikarenakan salah satu dari beberapa faktor penentu keberhasilan suatu perusahan didalam melakukan bisnis adalah mengenai bagaimana kualitas yang diberikan kepada para pelanggan. Oleh karenanya sangat dibutuhkan bagi para pelaku bisnis untuk mengetahui bagaimana harapan serta keinginan para pelanggan tentang produk yang di pasarkan. Beragamnya tuntutan terhadap kualitas suatu produk oleh pelanggan terhadap produsen pun memberikan dampak yang luas bagi pengertian terhadap kualitas itu sendiri. Oleh beberapa ahli, kualitas diartikan sebagai berikut, diantaranya menurut beberapa ahli yang terkenal yaitu: 1. Juran (1962) ”kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan dan manfaatnya”.
2
2. Crosby (1979) “kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi availability, delivery, reliability, maintainability, dan cost evektiveness”. 3. Deming (1982) ”kualitas harus bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan dimasa mendatang”. 4. Feigenbaum (1991) “kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa
yang meliputi
marketing,
engineering,
manufacture, dan
maintenance, dalam mana produk dan jasa tersebut didalam pemakaiannya akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan”. 5. Scherkenbach (1991) “kualitas ditentukan oleh pelanggan; pelanggan menginginkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan harapannya pada suatu tingkat harga tertentu yang menunjukkan nilai produk tersebut”. 6. Eliot (1993) “kualitas adalah suatu yang berbeda untuk orang yang berbeda dan tergantung pada waktu dan tempat, atau dikatakan sesuai dengan tujuan”. 7. Goeth dan Davis (1995) “kualitas adalah kondisi yang dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, orang, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang diarapkan”. 8. Perbendaharaan istilah ISO 8402 dan dari Standard Nasional Indonesia (SNI 19-8402-1991) “kualitas adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk dan jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar. Istilah kebutuhan diartikan sebagai spesifikasi
3
yang tercantum dalam kontrak maupun kriteria-kriteria yang harus didefinisikan terlebih dahulu. Banyak ahli yang mendefinisikan tentang kualitas, namun secara garis besar dari beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli tersebut pada intinya adalah kualitas bertujuan pada kepuasan pelanggan. Secara umum dapat dikatakan bahwa kualitas produk atau jasa dapat terwujud dengan fokus perusahaan atau suatu organisasi terhadap kepuasan pelanggan (customer satisfaction). Sehingga dari kondisi tersebut jika dikatakan secara lebih spesifik kualiatas adalah dua perspektif yang dapat dinilai dari segi produsen maupun dari segi konsumen. Maka apabila kedua perspektif tersebut disatukan, akan menjadi suatu kesesuaian atau kesepakan antara kedua perspektif tersebut, yaitu kesesuaian untuk di gunakan. Dari apa yang telah diuraikan diatas oleh Russel (1996) dapat dilihat seperti pada Gambar 2.1. Jika kita amati secara cermat kedua perspektif tersebut akan menjadi kesesuaian untuk digunakan yang berarti bahwa ada kesesuaian antara produsen dan konsumen, yang pada akhirnya akan dibuatkan suatu kesepakan standard yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Sehingga pengendalian kualitas pun tidak hanya terbatas pada standard yang ditentukan oleh pihak produsen, tetapi lebih jauh dari pada itu, kualitas akan melibatkan konsumen didalam menentukan standard, toleransi serta spesifikasi produk.
4
• •
• •
Sumber : Russel, 2006
Gambar 2.1 Dua Perspektif Kualitas
2.2. Dimensi Kualitas pada Industri Manufaktur dan Jasa Oleh karena begitu banyaknya pengertian kualitas meskipun dari pernyataan yang di sebutkan oleh para ahli tentang pengertian kualitas dalam industri, baik pada industri manufaktur maupun industri jasa justru akan membatasi dimensi tentang kualitas itu senidri. Dinilai dari sisi manakah kualitas tersebut. Dari beberapa perusahaan mungkin akan menggunakan beberapa sisi/diemensi untuk melakukan penilaian terhadap kualitas. Akan tetapi adakalanya perusahaan membatasai penilaian kualitas hanya dengan salah satu dimensi saja. Adapun dimensi terhadap penilaian kualitas seperti di uraikan oleh Garvin (1996) untuk industri manufaktur meliputi: 1. Performance, yaitu kesesuaian produk dengan fungsi utama produk itu sendiri atau karakteristik operasi dari suatu produk.
5
2. Feature, yaitu ciri khas produk yang membedakan dari produk lain yang merupakan karakteristik pelengkap dan mampu memberikan kesan yang lebih baik kepada pelanggan. 3. Reliability, yaitu kepercayaan pelanggan terhadap produk karena kehandalan atau kemungkinan produk untuk rusak kecil. 4. Conformance, yaitu kesesuaian produk mengenai syarat untuk suatu ukuran tertentu atau sejauh mana karakteristik dari desain produk, operasi produk dalam rangka memenuhi standard serta ketentuan yang telah ditetapkan. 5. Duralibility, yaitu tingkat keawetan atau ketahanan suatu produk pada masa pemakain/operasinya atau juga disebut lamanya umur produk untuk dapat di pergunakan secara normal. 6. Serviceability, yaitu kemudahan produk untuk diperoleh dipasaran serta jika produk akan dilakukan perbaikan, mudah untuk mendaptkan komponen penggantinya. 7. Aesthetic, yaitu suatu daya tarik yang ditimbulkan dari keindahan atau model produk itu sendiri. 8. Perceptions, yaitu fanatisme konsumen terhadap merek suatu produk yang disebabkan oleh kesan atau citra serta reputasi produk itu sendiri. Untuk memenuhi karakteristik produk seperti yang telah disebutkan, selain mengutamakan pada produk yang di hasilkan, pengendalian kualitas pada proses produksi juga perlu dilakukan terhadap produk yang masih dalam proses, melainkan bukan pada pengendalian kualitas untuk produk akhir. hal ini akan bermanfaat
6
apabila ternyata pada saat proses ada kesalahan, reject atau cacat, maka produk yang belum diproses masih dapat untuk diperbaiki.
2.3. Sejarah Perkembangan Kualitas Dari jaman mesir kuno ketika bangsa mesir membuat piramida 4000 tahun yang silam, bangsa mesir telah mengenal kualitas, yaitu dengan mengukur dimensi batu-batuan yang digunakan untuk membangun piramida. Pada jaman modern seperti sekarang ini, kualitas berkembang melaui beberapa tahapan yang meliputi:
2.3.1. Inspeksi (inspection) Konsep kualitas modern diawali pada tahun 1920-an. Kelompok kualitas yang utama adalah bagian inspeksi. Selama produksi inspektor mengukur hasil produksi berdasarkan spesifikasi. Bagian inspeksi tidak independent, biasanya mereka melaporkan hasil inpeksinya ke pabrik. Hal ini menyebabkan perbedaan kepentingan, seandainya inspeksi menolak hasil satu alur produksi yang tidak sesuai ada kalanya bagian pabrik berusaha meloloskan tanpa mempedulikan kualitas. Konsep ini dipelopori oleh Walter A. Stewhart (1942), HF. Dodgedan, HG. Roming (akhir 1920).
2.3.2. Pengendalian Kualitas (quality control) Sekitar tahun 1940-an, kelompok inspeksi berkembang menjadi bagian dari pengendalian kualitas. Pengaruh dari Perang Dunia II menuntut adanya produk
7
senjata militer yang bebas cacat. Kualitas senjata yang bebas dari adanya cacat merupakan salah satu faktor penentu kemenangan dalam perang melawan musuh. Untuk mengatasi hal ini harus dilakukan antsipasi sejak dari awal proses hingga akhir proses produksi (selama proses berlansung). Tanggung jawab terhadap kualitas dilakukan dan di alihkan kepada bagian quality control yang independent. Bagian ini mempunyai kebebasan dan bertanggung jawab penuh terhadap kualitas produk yang dihasilkan, dan terpisah dengan bagian pabrik. Para inspektor dibekali dengan skill didalam melakukan pengukuran, perangkat dan dasar-dasar statistik seperti peta kendali dan penarikan sample. Konsep ini dipelopori oleh Feigenbaum (1960).
2.3.3. Jaminan Mutu (quality assurance) Rekomendasi yang dihasilkan dari teknik-teknik statistik seringkali tidak dapat dilayani oleh struktur pengambilan keputusan yang ada. Pengendalian kualitas (quality control ) berkembang menjadi jaminan mutu (quality assurance). Bagian ini dalam pelaksanaannya melalui cara audit operasi, pelatihan, analisis kinerja teknis, serta petunjuk operasi yang dapat meningkatkan kualitas. Pemastian kualitas bekerja sama dengan bigian-bagian lain yang bertanggung jawab penuh terhadap kualitas, serta kinerja pada masing-masing bagian.
8
2.3.4. Manajemen Mutu (quality management) Pemastian terhadap kualitas (quality assurance) bekerja berdasar status yang sah dan diakui, sehingga upaya yang dilakukan hanyalah memastikan pelaksanaan dan pengendalian kualitas, namun hal ini tidak begitu banyak berpengaruh. Oleh sebab itu untuk mengatasi persaingan, aspek kualitas perlu selalu dievaluasi dan direncanakan perbaikan melalui penerapan fungsi-fungsi manajemen kualitas.
2.3.5. Manajemen Mutu Terpadu (total quality management) Dalam perkembangan manajemen kualitas, ternyata bukan hanya fungsi produksi yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap kualitas. Dalam hal ini tanggung jawab kualitas tidak cukup dibebankan hanya pada satu bagian tertentu saja. Akan tetapi merupakan tanggung jawab dari seluruh bagian dan individu di perusahaan, dari top manajemen hingga pada lapisan yang paling bawah didalam perusahaan atau organisasi.
2.4. Biaya Mutu Perusahaan didalam melakukan aktivitasnya selalu terkait dengan masalah biaya, termasuk juga didalam melakukan pengendalian terhadap kualitas. Dalam paradigma baru dikatakan bahwa quality has no cost yang berarti kualitas tidak memerlukan biaya. Artinya untuk membuat suatu produk yang berkualitas perusahaan dapat melakukannya dengan cara menghilangkan segala bentuk pemborosan, yang biasanya pemborosan ini disebabkan karena perusahaan menghasilkan produk yang cacat sehingga harus diadakan perbaikan atau harus
9
membuang produk yang cacat tersebut. Namun demikian biaya kualitas itu akan tetap ada bila perusahaan masih menganut paradigma lama. Secara garis besar biaya didalam melakukan pengendalian kualitas terdiri atas dua golongan yaitu, biaya untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan biaya yang dikeluarkan karena perusahaan menghasilkan produk cacat. Secara keseluruhan biaya mutu tersebut meliputi:
2.4.1. Cost of achieving good quality Ialah biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk membuat produk yang bermutu sesuai dengan keinginan pelanggan, biaya ini meliputi: 1). Biaya pencegahan (prevention costs) yaitu biaya untuk mencegah kerusakan atau cacat produk yang terdiri dari : ♦ Biaya perencanaan mutu (quality planning costs) adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat perencanaan untuk produk yang baik yang akan dihasilkan. ♦ Biaya perancangan produksi (production design costs) adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk merancang produk sehingga produk yang dihasilkan benar-benar berkualitas. ♦ Biaya pemrosesan (process costs) adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk dapat menjalankan proses produksi sehingga menghasilkan produk yang berkualitas. ♦ Biaya pelatihan (training costs) adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk mengadakan pelatihan bagi karyawan, sehingga karyawan
10
bertanggung jawab untuk selalu membuat produk yang berkualitas baik. ♦ Biaya informasi akan kualitas produk yang diharapkan pelanggan (information costs) adalah biaya yangn harus dikeluarkan untuk mengadakan survey pelanggan tentang kualitas produk yang diharapkan pelanggan. 2). Biaya penilaian (appraisal costs) Appraisal Costs adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk mengadakan pengujian terhadap produk yang dihasilkan, biaya ini meliputi: ♦ Biaya untuk mengadakan inspeksi dan pengujian (inspection and testing costs), adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk mengadakan pengujian terhadap produk yang dihasilkan. ♦ Biaya peralatan pengujian (test equipment costs) adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk pengadaan alat yang akan digunakan didalam melakukan pengujian terhadap kualitas produk yang dihasilkan. ♦ Biaya operator (operator costs) adalah biaya yang dikeluarkan untuk memberikan upah kepada orang yang bertanggung jawab didalam mengendalikan kualitas.
11
2.4.2. Cost of Poor Quality Cost of
Poor
Quality ialah Biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan
menghasilkan produk yang cacat, adapun jenis biaya yang harus dikeluarkan pada jenis biaya ini meliputi : 1). Biaya kegagalan internal (internal failure costs) adalah biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan telah menghasilkan produk yang cacat tetapi cacat produk tersebut telah diketahui sebelum produk tersebut sampai
kepada
pelanggan.
Biaya-biaya
yang harus
dikeluarkan
mencakup: ♦ Biaya yang dikeluarkan karena produk harus dibuang (scrap costs), yaitu biaya yang telah dikeluarkan perusahaan tetapi produk yang dihasilkan ternyata produk cacat sehingga harus dibuang dan ditambah biaya yang harus dikeluarkan untuk membuang produk tersebut. ♦ Biaya pengerjaan ulang (rework costs), adalah biaya yang harus dikeluarkan dalam proses produksi tetapi ternyata produk yang dihasilkan adalah produk cacat. ♦ Biaya kegagalan proses (process failure costs) adalah biaya yang harus dikeluarkan dalam proses produksi tetapi ternyata produk yang dihasilkan adalah produk cacat. ♦ Biaya yang harus dikeluarkan karena proses produksi tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya (process downtime costs).
12
♦ Biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan terpaksa harus menjual produk di bawah harga patokannya karena produk yang dihasilkannya cacat (price-downgrading costs) 2). Biaya kegagalan eksternal (external failure costs) yaitu biaya yang harus dikeluarkan karena menghasilkan produk cacat dan produk ini telah diterima oleh konsumen, biaya yang harus dikeluarkan untuk jenis pengeluaran biaya ini meliputi: ♦ Biaya untuk memberikan pelayanan terhadap keluhan pelanggan (customer complaint costs). ♦ Biaya yang harus dikeluarkan untuk menangani tuntutan konsumen terhadap adanya jaminan mutu produk (warranty claims costs). ♦ Biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan tidak dipercaya oleh konsumen sehingga tidak mau lagi membeli produk ke perusahaan tersebut (lost sales costs).
2.5. Teknik-teknik didalam Perbaikan Kualitas The problem solving, begitu seringkali ungkapan untuk manajemen kualitas sehingga kualitas dapat menggunakan metodologi dalam problem solving tersebut untuk mengadakan perbaikan (Ridman dan Zachary, 1993). Beberapa teknik dasar didalam melakukan pengendalian kualitas antara lain adalah Diagram Pareto, Histogram, Lembar Pengecekan (check sheet), Analisis Matriks, Diagram SebabAkibat, Diagram Penyebaran (scatter diagram), Diagram Alur, Run Chart, Diagram Grier, Time Series, Stem-And Leaf Plots, Peta Multi Variable, Peta Pengendali
13
(control chart) dan Analisis Kemampuan Proses. Dari tiap-tiap teknik tesebut akan memiliki fungsi yang dapat berdiri sendiri maupun saling membantu antar satu teknik dengan teknik yang lainnya.
2.5.1. Diagram Pareto Diagram Pareto pertama kali dikenalkan oleh seorang ahli bernama Alfredo Pareto (1848-1923). Diagram ini merupakan suatu gambar yang mengurutkan klasifikasi dari kiri kearah kanan menurut rangking tertinggi hinggga terendah. Tujuannya dalah untuk membantu menemukan permasalahan yang paling penting (untuk segrera di selesaiakan) dari rangking tertinggi hingga pada rangking terendah (tidak harus segera untuk diselesaikan). Diagram Pareto juga dapat mengidentifikasi masalah yang paling penting yang mempengaruhi usaha perbaikan kualitas dan memberikan petunjuk dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk menyelesaikan masalah (Mitra,1993). Diagram Pareto juga dapat dipergunakan untuk membandingkan kondisi pada suatu proses sebelum dan sesudah adanya tindakan perbaikan yang diamabil. Menurut Mitra (1993) dan Besterfield (1998), proses penyusunan Diagram Pareto meliputi enam langkah: a. Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data, misalnya berdasarkan pada masalah, penyebab, jenis ketidaksesuaian dan lain-lain. b. Menentukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristikkarakteristik tersebut misalnya saja rupiah, frekuensi, unit dan lain-lain. c. Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan.
14
d. Merangkum data dan membuat rangking dari urutan yang terbesar hingga urutan yang terkecil. e. Menghitung frekuensi kumulatif atau persentase kumulatif yang dipergunakan. f. Menggambar diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan relative masing-masing masalah. Mengidentifikasi beberapa hal yang penting untuk mendapat perhatian. Berikut ini adalah contoh gambar pareto.
#
"
!
Gmabar 2.2 Diagram Pareto
Dari penggunaan diagram pareto di atas, masalah A merupakan target didalam melakukan perbaikan, hal ini masih berlanjut pada masalah D, sebagai target berikutnya didalam program perbaikan yang akan dilakukan. Untuk selanjutnya proses akan dilakukan secara menyeluruh secara berurutan sesuai dengan tingkatan masalah. Secara keseluruhan diagram pareto dapat dibuat dalam bentuk persentase yang merupakan kesalahan komulatif.
15
2.5.2. Histogram Pada Histogram fariasi didalam proses dapat dijelaskan, namun demikian fariasi dan rangking terbesar hingga terkecil belum dapat di urutkan. Selain itu histogram juga dapat menunjukkan kemampuan proses, dan jika memungkinkan histogram juga akan mampu menunjukkan hubungan antara spesifikasi proses dengan angka-angka nominal, seperti rata-rata. Pada Histogram garis-garis vertical akan menunjukkan banyaknya observasi pada tiap-tiap kelas. Menurut Mitra (1993) langkah-langkah yang diperlukan didalam melakukan penyusunan Histogram adalah: a. Menentukan batas-batas observasi, seperti nilai terbesar dengan nilai terkecil. b. Memilih kelas-kelas atau sel-sel. Biasanya, ketika menentukan banyaknya kelas, jika (n) menunjukkan banyaknya data, maka banyaknya kelas ditunjukkan dengan n. c. Menentukan lebar kelas-kelas tersebut. Umumnya, semua kelas memiliki lebar yang sama. Lebar kelas ditentukan dengan cara membagi range dengan banyaknya kelas. d. Menentukan batas-batas kelas. Tentukan banyaknya observasi pada tiap- tiap kelas, pastikan kelas-kelas tersebut tidak saling tumpang tindih. e. Menggambar frekuensi Histogram, serta menyusun diagram batangnya. Berikut ini adalah contoh gambar histogram, dari bentuk Digram Histogram berikut ini didapat kesimpulan bahwa distribusi frekuensi data mendekati normal dengan nilai rata-rata (mean) adalah: 18.23, dan standard deviasi
16
adalah: 0.1482, dengan jumlah pengujian sebanyak N uji. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat seperti pada Gambar 2.3 berikut ini.
$
%$! #
" !
Gambar 2.3. Histogram Hasil Pengukuran
2.5.3. Lembar Pengecekan (check sheet) Tujuan pembuatan lembar pengecekan adalah menjamin bahwa data dikumpulkan secara teliti dan akurat oleh seorang karyawan operasional untuk dilakukan pengendalian proses dan penyelesaian masalah. Data yang telah dikumpulkan dengan menggunakan lembar pengecekan akan secara cepat dan mudah untuk di gunakan dan di analisa. Karena dalam Lembar Pemeriksaan (check sheet) akan langsung diketahui berapa jumlah penyimpangan yang terjadi dalam setiap kali melakukan pengecekan. Adapun contoh dari bentuk Lembar Pengecekan dapat dilihat seperti pada gambar hasil pengcekan kesalahan yang dilakukan dalam satu semester pada sebuah
17
sistem belajar mengajar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat seperti tampak pada Gambar 2.4. berikut ini:
Kesalahan
Jumlah kesalahan dalam satu semester
Total
Cara mengajar
IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII
30
Pelayanan administrasi
IIIII IIIII IIIII IIIII
20
Pelayanan perpus
IIIII IIIII IIIII
15
Buku teks kuno
IIIII IIIII III
13
Tidak ada dukungan
IIIII IIIII IIIII IIIII II
22
Sumber: Goetsch dan Davis (1995)
Gambar 2.4 Check Sheet untuk Banyaknya Kesalahan
2.5.4. Diagram Sebab-Akibat Diagram Sebab-Akibat dikembangkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa pada tahun 1943, oleh karenanya sering disebut sebagai diagram Ishikawa. Pada diagaram ini akan digambarkan garis dan simbol-simbol yang menunjukkan hubungan antara akibat dan penyebab suatu masalah. Tujuannya adalah memang untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan dari suatu kejadian masalah, yang selanjutnya akan diambil tindakan perbaikan. Setelah diketahui akibat yang ditimbulkan selanjutnya dicari kemungkinan penyebab yang terjadi. Penyebab utama timbulnya suatu masalah sangat berfariasi bisa dari metode kerja, bahan baku produk, pengukuran, karyawan, lingkunagan dan sebagainya. Setelah diketahui sumber utama tejadinya masalah, dari sumber-sumber utama tersebut diturunkan menjadi beberapa sumber yang lebih rinci dan lebih
18
mendetail. Misalnya pada sumber masalah dengan metode kerja, maka dapat diturunkan menjadi pelatihan, pengetahuan, kemampuan karakteristik fisik dan sebagainya. Memulai mencari berbagai penyebab yang terjadi dapat dimulai dengan teknik brainstorming dari seluruh proses yang sedang dianalisis. Contoh gambar Diagram Sebab-Akibat dapat dilihat pada gambar berikut ini:
$ '
& &'%
'
& %
) )
) )
) )
) )
) )
) )
) )
) )
) )
% ) )
) )
) )
" & %
) )
) )
) )
) )
) )
'
%(
&
) )
'
Gambar 2.5 Cause and Effect Diagram
2.5.5. Diagram Penyebaran (scatter diagram) Teknik dalam metode ini merupakan cara yang paling sederhana untuk menentukan hubungan antara sebab dan akibat dari dua variabel. Langkah-langkah didalam membuat Diagram Penyebaran pun sangat sederhana, data dikumpulkan dalam bentuk pasangan-pasangan titik (x,y). Kemudian dari titik-titik itulah kita dapat mengetahui hubungan yang terjadi antara dua variabel-x, dan variabel-y,
19
apakah terjadi hubungan positif atau negatifkah. Sebagi contoh pengamatan terhadap seorang pekerja pada shift I (pagi) dan shift II (malam).
(
((
(
)
( (
Gambar 2.6 Scatter Diagram
Dari Gambar 2.6 dapat kita lihat adanya hubungan antara kedua variable x dan y, yang merupakan hubungan dari seorang pekerja pada shift I (pagi) dengan shift II (malam) adalah menunjukkan hubungan variable yang positif.
2.5.6. Diagram Alur (flow chart) Diagram Alur merupakan diagram yang menunjukkan aliran atau urutan suatu proses atau peristiwa. Dengan bantuan diagram ini akan mempermudah didalam menggambarkan serta mengidentifikasi kejadian suatu masalah untuk selanjutnya dilakukan tindakan pengendalian. Pada diagram alur juga akan menunjukkan siapa atau proses apa pelanggan pada masing-masing tahapan proses. Untuk hasil yang lebih baik didalam penyusunan diagram alur jika penyusunan
20
dilakukan oleh suatu tim, yang bertujuan agar rangkaian proses demi proses dapat diketahui secara jelas dan tepat. Tindakan untuk melakukan perbaikan dapat dilakukan dengan cara pengurangan atau penyederhanaan terhadap proses yang dianggap tidak diperlukan, pengkombinasian proses, atau membuat frekuensi terjadinya langkah atau proses menjadi lebih efisien. Pada Gambar 2.7 adalah bentuk dari Diagram Alur.
Sumber: Goetsch dan Davis, 1995 (Modifikasi)
Gambar 2.7 Flow Chart
2.5.7. Peta Pengendali (control chart) Peta Pengendali menggambarkan perbaikan kualitas, yang terjadi dalam dua situasi. Yaitu ketika peta kendali dibuat, proses dalam situasi tidak normal. Kondisi yang diluar batas kendali terjadi dikarenakan oleh suatu sebab yang khusus (assignable cause) selanjutnya dicari tindakan perbaikan sehingga proses menjadi stabil. Hasilnya berupa adanya perbaikan terhadap proses.
21
Sedangkan pada kondisi ke dua berkaitan dengan adanya pengujian. Dengan menggunakan peta pengendali pengambilan keputusan akan tepat dikarenakan akan terlihat model yang baik dan yang buruk. Peta Kendali sangat baik untuk melakukan penyelesaian didalam kualitas, meski demikian Peta Kendali memilki kelemahan apabila digunakan untuk memonitor atau mempertahankan proses. Contoh gambar Peta Kendali tampak pada Gambar 2.8.
*
+
,
)
*
,
)
,
'
Gambar 2.8 Control Chart
2.6. Pengendalian Kualitas Statistik Pengendalian Kualitas Statistic (statistical quality control) adalah salah satu teknik
dalam
Total
Quality
Mangement
(TQM)
yang
digunakan
untuk
mengendalikan dan mengelola proses baik manufaktur maupun jasa melalui metode statistik (Besterfield 1998), selain itu ada devinisi lain tentang pengendalian kualitas statistik, diantaranya adalah suatu sistem yang dikembangkan, untuk menjaga
22
standard yang uniform dari kualitas hasil produksi pada tingkat biaya yang minimum, dan merupakan alat bantu untuk mencapai efisiensi perusahaan. Pada dasar pengendalian kualitas statistik merupakan penggunaan metode statistik untuk mengumpulkan dan menganalisa data dalam menentukan dan mengawasi kualitas hasil produksi. Pengendalian Kualitas Statistik mempunyai proses statistik, pengendalian produk (acepten sampling), dan analisis kemampuan proses. Pengendalian Kualitas Statistik meliputi penganalisaan sample dan menarik kesimpulan mengenai karakteristik dari seluruh barang (populasi) dimana sample tersebut diambil. Maka Pengendalian Kualitas Statistik dapat dipergunakan untuk menerima atau menolak hasil barang yang di produksi, atau dapat di pergunakan untuk mengawasi proses dan kualitas sekaligus terhadap produk yang sedang diproses. Dalam Pengendalian Kualitas Statistik memberikan toleransi atau membolehkan suatu produk untuk terus diproses, dilakukan oleh department pengendalian kualitas yaitu pada penerimaan bahan baku, waktu proses, dan pengujian produk akhir (Maleyeff 1994). Dari Gambar 2.9 berikut, perusahaan mengadakan kegiatan inspeksi terhadap bahan baku atau pada saat penerimaan bahan baku, proses dan pada produk akhir. Dan pengendalian kualitas dapat dilakukan dalam beberapa waktu, diantaranya: ketika bahan baku masih ditangan pemasok, pada saat sampai kepada pemesan, sebelum proses dimulai, selama proses produksi berlangsung, setelah proses produksi, sebelum dikirim ke pelanggan.
23
# & " !
% # $ Sumber: Tersine, 1985
Gambar 2.9 Sistem Pengendalian Kualitas
Ada 2 (dua) cara dalam pelaksanaan pemeriksaan, yang pertama yaitu pengujian 100% (Total Inspection). Perusahaan melakukan pemeriksaan terhadap semua lot barang yang masuk, seluruh proses dan ketika masih dalam proses dan seluruh hasil produk jadi. Kelebihannya produk yang dihasilkan memiliki tingkat ketelitian yang tinggi, akan tetapi seringkali banyak barang yang rusak akibat dari pengujian itu sendiri, bahkan total inspection memerlukan biaya yang lebih tinggi. Yang kedua ialah pengujian dengan cara pengambilan sample (random). Pengujian secara sample ialah menguji hanya pada barang yang diambil sebagai produk sample dalam pengujian. Dalam pengujian ini biaya yang dibutuhkan lebih sedikit jika dibandingkan dengan total inspection, akan tetapi tingkat ketelitiannya
24
kurang. Sehingga sering menimbulkan resiko dari pihak produsen maupun konsumen. Selanjutnya Pengendalian Kualitas Statistik (stitisacal
quality control)
secara garis besar digolongkan menjadi dua, yaitu pengendalian proses statistic (statistical proses control) atau yang sering disebut dengan control chart dan rencana penerimaan sampel, atau sering dikenal dengan istilah acceptance sampling. Jika digambarkan maka akan tampak seperti pada Gambar 2.10. Seperti pada Gambar 2.10 pada pengendalian proses dan produk juga dapat dibagi menjadi dua kategori sesuai dengan jenis datanya, yang meliputi data variabel dan data atribut. Meskipun demikian pada data variabel tidak dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik seperti banyaknya kesalahan atau seberapa besar persentase kesalahan pada suatu proses. Akan tetapi data variabel akan dapat menunjukkan seberapa jauh penyimpangan dari standard yang terjadi pada suatu proses. Lainhal nya dengan data atribut tidak dapat menunjukkan informasi tersebut. 1. Jika menurut Gryna (2001), terdapat beberapa langkah didalam melakukan penyusunan peta pengendali proses atau control chart.
Tabel 2.1 Perbandingan Berbagai Peta Pengendali Pengukuran Statistik Jenis data yang dibutuhkan
Peta Pengendali untuk Data Variable Data variabel (pengukuran nilainilai karakteristik)
Peta Pengendali Untuk Data Atribut (%)
Peta Pengendali Untk Data Atribut (jumlah)
Data atribut (banyaknya unit produk yang cacat)
Data atribut banyaknya kesalahan pada setiap unit produk)
25
Lanjutan Tabel 2.1. Gambaran Penerapan secara umum
Pengendalian karakteristik individu
Pengendalian seluruh bagian kesalahan proses
Pengendalian seluruh
Manfaat yang penting
• Penggunaan secara maksimum informasi yang tersedia dari data
• Data-data yang diperlukan seringkali sudah tersedia dari hasil inspeksi
• Penyediaan informasi secara mendetile pada data-data proses dan penyimpangan dari pengendalian dimensi-dimensi individu
• Mudah dipahami oleh setiap personel
• Data-data yang diperlukan seringkali sudah tersedia dari hasil inspeksi
• Tidak dapat dipahami tanpa adanya pelatihan atau sosialisasi
• Tidak menyediakan informasi secara mendetile untuk pengendalian karakteristik individu
Kelemahan yang perlu di ingat
• Dapat menyebabkan kebingunan antara batas-batas kendali dengan batas-batas toleransi
• Menyediakan seluruh gambaran kualitas
• Tidak mengenal tingkat kesalahan yang berbeda pada unit-unit produk tersebut
kesalahan tiap unit produk
• Mudah dipahami oleh setiap personel • Menyediakan seluruh gambaran kualitas
• Tidak menyediakan informasi secara mendetile untuk pengendalian karakteristik individu
• Tidak dapat dipergunakan pada type data cacat atau baik Ukuran sampel
Biasanya 4 atau 5 unit setiap kali observasi atau setiap sub kelompok
Menggunakan hasil sampel tertentu atau sampel dari 25. 50.100 unit dan seterusnya
Beberapa unit produk yang telak seperti 100m kawat atau seperangkat TV
2. Memilih karakteristik yang akan direncanakan, diantaranya: a. Berikan prioritas yang tinggi pada karakteristik yang dijalankan saat ini, dengan tingkat kesalahan setinggi mungkin. Dapat menggunakan Analisis Pareto.
26
b. Mengidentifikasi variabel-variabel proses dan kondisi-kondisi yang dapat memberikan kontribusi dalam karakteristik produk akhir. c. Memeriksa dan memastikan bahwa proses pengukuran yang dilakukan telah memenuhi syarat ketepatan dan keakuratan dalam penyajian data sehingga tidak mengaburkan variasi dalam proses manufaktur maupun bidang pelayanan. Variasi yang terjadi dalam proses tersebut menunjukkan tidak hanya penyimpangan dalam proses manufactur ataupun pelayanan akan tetapi juga merupakan kombinasi dari penyimpangan dan pengukuran proses itu sendiri. d. Penentuan titik paling awal pada proses produksi, hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang penyebab khusus bahwa peta pengendali digunakan sebagai peringatan awal untuk mencegah terjadinya suatu penyimpangan dalam proses. 3. Memilih jenis peta pengendali berdasarkan pada tabel 2.1. 4. Menentukan garis pusat (centre line), yang merupakan rata-rata data masa lalu atau rata-rata yang dikehendaki. Garis batas tersebut biasanya berada pada ± 3 , tetapi pada garis batas yang lain juga dapat dipilih berdasarkan resiko statistik yang berbeda. 5. Pemilihan sub kelompok. Tiap titik pada peta pengendali menunjukkan sub kelompok yang berasal dari beberapa unit produk. Untuk tujuan pengendalian proses, sub kelompok harus dipilih, shingga unit-unit yang
27
ada pada sub kelompok memiliki kemungkinan tebesar untuk menjadi serupa dan sub kelompok memiliki kemungkinan berbeda. 6. Penyediaan sistem pengumpulan data. Jika peta pengendali untuk alat pengendali diwajibkan maka harus dibuat sederhana dan memenuhi pemakaian. 7. Penghitungan batas pengendali dan penyediaan instruksi-instruksi khusus dalam interpretasi terhadap hasil dan tindakan para karyawan tersebut. Penempatan
data
dan
interpretasi
terhadap
hasilnya.
Selanjutnya,
pengendalian dapat juga dilakukan terhadap hasil produk, yang biasa dikenal dengan acceptance sampling. Hal ini merupakan evaluasi pada bagian produk dan seluruh hasil produksi untuk menerima seluruh hasil produksi. Manfaat sampling adalah dapat menurunkan biaya terhadap inspeksi. Manfaat sampling menurut Gyrna (2001) antara lain: 1. Staf inspeksi yang lebih sedikit dapat mengurangi kompleksitas inspeksi terhadap biaya inspeksi yang dilakukan. 2. Berkurangnya kerusakan produk. 3. Sekelompok produk dapat diselesaikan dalam waktu yang relative singkat, hal ini akan memberikan pengaruh terhadap penjadwalan serta penyerahan yang bisa dilakukan dalam waktu yang lebih cepat dan tepat. 4. Masalah yang sering terjadi pada proses inspeksi 100% dapat diminimalkan.
28
5. Penolakan produk yang tidak sesuai cenderung mengesankan terhadap penyimpangan kualitas dan penting bagi organisasi untuk mencari tindakan pencegahan. 6. Desain yang layak dalam rencana pengambilan sampel memerlukan pengkajian terhadap tingkat kualitas yang disyaratkan oleh pemakai. Pada perencanaan atribut (attributes plans), pengambilan sampel dilakukan secara random atau acak dari produk yang dihasilkan, sedangkan pada perencanaan variabel (variables plans) sample diambil secara acak dan pengukuran karakteristik kualitas diharapkan dibuat untuk setiap unit.
) '
*
$
! (
'
$
(
$
*
$
Sumber: Mitra, 1993
Gambar 2.10. Pengendalian Kualitas Statistik
2.7. Pengendalian Kualitas Proses Statistik Pengendalian Kualitas Proses Statistik (statistical proses control) adalah teknik penyelesaian masalah sebagai pemonitor, pengendali, penganalisis, pengelola, dan memperbaiki proses dengan menggunakan metode-metode statistik. Tujuan
29
utama dari pengendalian kualitas proses statistik adalah mendeteksi adanya penyebab masalah secara khusus (assignable cause atau special cause) dalam variasi kesalahan proses melalui analisis data dari masa lalu untuk masa mendatang. Variasi proses sendiri terdiri dari dua penyebab, yaitu penyebab umum (random cause atau chance cause atau common cause) yang telah melekat dalam proses, serta penyebab khusus (assignable cause atau special cause) merupakan kesalahan yang sangat berlebihan. Idealnya hanya penyebab umum yang ditunjukkan atau yang tampak dalam proses, ini menunjukkan bahwa proses dalam keadaan yang stabil dan dapat diprediksi. Kondisi ini menunjukkan variasi yang minimum.
2.7.1. Manfaat Pengendalian Kualitas Proses Satistik Ketika suatu organisasi atau perusahan menerapkan Pengendalian Kualitas Proses Statistik maka akan didapat beberapa manfaat, keuntungan yang akan diperoleh tersebut oleh para ahli adalah sebagai berikut, diantaranya : 1. Menurut Gyrna (2001), yaitu: a. Variabilitas menjadi lebih kecil yang dihasilkan dari adanya perbaikan kinerja yang dapat dilihat oleh pelanggan. b. Mengurangi
variabilitas
pada
karakteristik
komponen
yang
merupakan cara untuk mengimbangi variabilitas yang tinggi pada komponen lain untuk memenuhi persyaratan kinerja pada sistem atau perakitan. Untuk itu perlu diadakan pengendalian secara ketat pada setiap komponen.
30
c. Pada beberapa karakteristik seperti berat, pengurangan variabilitas juga akan memberikan manfaat pada perubahan rata-rata proses yang berpengaruh pada pengurangan biaya. d. Berkurangnya variabilitas akan mengurangi inspeksi beserta biayanya, sehingga memungkinkan untuk penekanan harga produk. e. Dengan semakin kecilnya variabilitas produk merupakan faktor yang penting dalam upaya meningkatkan kemampuan bersaing suatu produk serta dapat meningkatkan peluang pangsa pasar. 2. Menurut Antony et al. (2001), a. Menyediakan informasi bagi karyawan apabila proses akan dilakukan perbaikan. b. Memberikan informasi bagi karyawan tentang penyebab khusus dan penyebab umum tentang terjadinya kesalahan. c. Akan menjadikan suatu istilah yang umum dalam kinerja proses bagi berbagai pihak dalam organisasi. d. Menghilangkan penyimpangan oleh adanya penyebab khusus untuk mencapai konsistensi kinerja yang lebih baik. e. Pengertian yang lebih baik mengenai proses. f. Pengurangan wakru yang berarti didalam penyelesaian masalah kualitas. g. Dapat mengurangi biaya pembuangan karena timbulnya produk cacat, pengerjaan ulang terhadap produk yang tidak sesuai dan cacat, inspeksi ulang dan sebagainya.
31
h. Komunikasi yang lebih baik antara produsen dengan pelanggan tentang kemampuan produk didalam memenuhi spesifikasi pelanggan. i. Membuat organisasi lebih berorientasi pada data statistik ketimbang hanya dengan berasumsi saja. j. Menjadikan, proses lebih baik, degan kulaitas menjadi lebih unggul, biaya operasi lebih rendah, serta kinerja dan meningkatnya produktifitas. 3. Menurut apa yang dikatakan oleh Grig (1998), Cartwright dan Hogg (1996), Roes dan Dorr (1997), a. Mengurangi pemborosan. b. Perbaikan pengendalian dalam proses. c. Peningkatan efisiensi. d. Peningkatan kesadaran karyawan akan pentingnya kualitas. e. Peningkatan jaminan kualitas terhadap pelanggan. f. Perbaikan analisis serta monitoring proses. g. Meningkatkan pemahaman terhadap proses. h. Meningkatkan peranserta karyawan. i. Mengurangi keluhan pelanggan. j. Peningkatan pemberdayaan personil lini. k. Perbaikan komunikasi. l. Pengurangan terhadap waktu penyampaian jasa atau pelayanan.
32
2.7.2. Parameter Keberhasilan Pengendalian Kualitas Proses Kontrol Ada
beberapa
ukuran didalam menentukan keberhasilan penerapan
Pengendalian Kualitas Proses Kontrol seperti yang dikemukakan oleh para ahli, beberapa diantarnya adalah sebagai berikut: 1. Suatu proses pelayanan dikatakan terkendali dalam proses statistik apabila penyebab khusus dari penyimpangan atau variasi tersebut seperti penggunaan alat, kesalahan operator, kesalahan penyiapan mesin, kesalahan penghitungan, kesalahan penggunaan bahan baku tidak tampak dalam proses (Montgomery 1991). 2. Sasaran
Pengendalian
Kualitas
Statistik
adalah
mengurangi
penyimpangan yang disebabkan oleh sebab khusus dalam proses dengan cara mencapai kestabilan dalam proses. Apabila stabilitas proses tercapai, kemampuan proses dapat diperbaiki dengan mengurangi penyimpangan karena sebab umum, seperti penyimpangan bahan baku, kondisi emosional karyawan penurunan kinerja mesin, naik turunnya suhu udara area kerja dan lainnya. (Antonym et al.,2000). 3. Sedangkan untuk menentukan apakah proses berada dalam Pengendalian Proses Statistik menggunakan alat yang disebut sebagai peta pengendali (control chart), yang merupakan gambar sederhana dengan tiga garis, dimana garis tengah dari ketiga garis tersebut merupakan garis pusat (center line) yang merupakan target nilai dari beberapa permasalahan. Sedangkan dua garis lainnya merupakan batas pengendali atas dan batas pengendali bawah (Caullcut, 1996). Peta pengendali (control chart)
33
tersebut akan memisahkan penyebab penyimpangan khusus dan penyebab penyimpangan umum melalui batas kendali. Jika penyimpangan atau kesalahan melebihi batas pengendalian, itu berarti menunjukkan bahwa penyebeb khusus telah masuk kedalam proses, maka proses harus segera diidentifikasi masalah serta penyebab yang berlebih tersebut. Kesalahan yang disebabkan oleh penyebab umum akan berada didalam batas pengendalian. Dengan demikian sebaiknya kesalahan yang terjadi pada saat proses sebaiknya hanyalah kesalahan yang disebabkan oleh sebab umum saja, sehingga proses akan dapat segera untuk di stabilkan. 4.
Menurut Gyrna (2001), Pengendalian Proses Statistik dikatakan berada dalam batas pengendalian apabila kesalahan yang terjadi hanya kesalahan yang disebabkan oleh sebab umum. Hal tersebut
akan memberikan
pengaruh penting, yaitu: a. Kestabilan proses akan terjaga, hal ini akan memberikan manfaat kepada organisasi atau perusahaan untuk memprediksi perilaku terutama untuk jangka pendek. b. Proses memiliki identitas dalam membuat seperangkat prediksi untuk kebutuhan masa mendatang. c. Ketika “ proses berada dalam batas pengendalian statistik” beroperasi dengan variabilitas yang lebih kecil dari pada yang memiliki penyebab khusus. d. Proses dengan penyebab khusus merupakan proses yang tidak stabil, serta memiliki kesalahan yang berlebihan yang harus segera
34
di tutup dengan mengadakan perubahan untuk mencapai perbaikan. e. Dengan mengetahui bahwa proses berada dalam batas pengendali statistik maka hal ini akan membantu para pekerja untuk menjalankan proses tersebut. f. Dengan mengetahui bahwa proses berada dalam batas pengendali statistik, akan memberikan informasi serta petunjuk didalam mengurangi variabilitas dalam jangka panjang. g. Analisa untuk pengendalian statistik mencakup penggambaran data produksi, tentunya dengan hal ini akan mengidentifikasikan kecenderungan yang terjadi dari waktu ke waktu. h. proses yang stabil atau yang berada dalam batas pengendali statistik juga akan dapat memenuhi spesifikasi produk, tentunya dengan kondisi yang seperti ini proses akan terawat dengan baik, sehingga akan menghasilkan produk yang baik pula. Hal ini diperlukan sebelum proses di ubah dari tahap perencanaan ke tahap produksi secara utuh.
2.7.3. Kendala didalam Melakukan Pengendalian Proses Statistik Meskipun Pengendalian Kualitas Proses Statistik sangat membantu didalam pengendalian kualitas maupun proses namun bukan berarti tidak ada kendala didalam penerapannya , Menurut Antony et al, (2001), Ada beberapa kendala yang akan dihadapi jika melakukan pengendalian proses statistik, kendala tersebut adalah:
35
1. Kurangnya dukungan dari manajemen untuk membantu pengenalan program pengendalian proses statistik. 2. Tidak adanya pendidikan dan pelatihan yang dimaksudkan guna memberikan pengertian secara jelas mengenai alat dan teknik pengendalian proses statistik yang dapat memberikan kompetensi bagi organisasi seperti Histogram, Pareto Chart, Diagram Sebab-Akibat, dan yang lainnya. 3. Ketidak cukupan sistem pengukuran. Biasanya disebabkan sektor industri mengabaikan
sistem
pengukuran
selama
pengenalan
program
Pengendalian Proses Statistik. Dimana Pengendalian Proses Statistik tergantung pada sistem pengukuran yang efektif. Hal ini berarti apabila sistem
pengukuran tidak memadahi, maka proses statistik harus
ditangguhkan penggunaanya. 4. Minimnya komunikasi antara para perencana, manager dan operator yang sangat mendukung, terutama bagi keberhasilan dalam penerapan Pengendaliaan Proses Statistik. 5. Keberhasilan didalam melakukan pengendalian proses statistik sangat di pengaruhi oleh tiga faktor yang meliputi sistem pengukuran, sistem pelatihan yang tepat serta komitmen manajemen. 6. Sedangkan menurut Xie dan Goh (1999), tiga aspek penting didalam keberhasilan pengendalian proses atau Pengendalian Proses Statistik untuk mengadakan perbaikan proses, yaitu:
36
a. Aspek Manajemen: dukungan terhadap adanya pelatihan dan kerja tim. b. Aspek Sumber Daya Manusia: penolakan terhadap perbaikan, konflik antara manusia dengan computer. c. Aspek Operasional: alat-alat pengendalian proses statistik, prioritas proses, prosedur tindakan korektif dan lain sebagainya. 7. Tujuan yang utama melakukan Pengendalaian Kualitas Proses Statistik adalah mencapai apa yang diinginkan oleh pelanggan, sehingga berhubungan dengan hal tersebut, Menurut Rungasamy (2002), ada pula beberapa organisasi atau perusahaan yang tidak menggunakannya dengan alasan sebagai berikut: a. Tanpa melakukan Pengendalian Proses Statistik pun telah mencapai harapannya. b. Kurang menyadari manfaat pengendalian proses atau Kualitas Proses Statistik. c. Kurangnya anggaran dan sumber daya yang memadai. d. Budaya organisasi yang tidak siap dengan adanya pengendalian proses atau Pengendalian Proses Statistik. e. Hambatan waktu f. Keputusan manajemen. g. Bukan merupakan prioritas bisnis dari perusahaan tersebut, h. Tidak menyadari bahwa pengendalian proses atau Kualitas Proses Statistik untuk jangka pendek.
37
2.8. Pengndalian Kualitas Statistik untuk Data Atribut Pengertian Atribut menurut Besterfield (1998), Atribut digunakan apabila terjadi ketidak mungkinan didalam pengukuran seperti contoh gores, salah warna, atau ada sebagian yang hilang. Atau apabila pengukuran dapat dilakukan, namun tidak dibuat oleh adanya batasan-batasan waktu maupun biaya. Peta Pengedalian Kualitas Proses Statistic untuk Data Atribut terbagi dalam dua kelompok yaitu yang berdasarkan distribusi binomial atau berdasarkan distribusi Poisson. Kelompok yang termasuk dalam distribusi binomial seperti kelompok pengendalian ketidak sesuaian misalnya p-chart yang menunjukkan proporsi ketidak sesuaian dalam sampel atau sub kelompok. Peta lain dalam kelompok ini adalah banyaknya ketidak sesuaian np-chart. Sedangkan kelompok dengan distribusi Poisson adalah c-chart yang menunjukkna ketidak sesuaian dalam unit pemeriksaan, serta u-chart yang digunakan untuk ketidak sesuaian dalam setiap unit, dapat juga digunakan pada saat ukuran sampel bervariasi. Selain kedua kategori tersebut ada juga yang berkaitan dengan kombinasi bobot, yang mana di pengaruhi oleh banyak atau sedikitnya ketidak sesuaian. Dalam hal ini peta kendali yang digunakan adalah U-chart atau Demeric control chart.
2.8.1. Langkah-langkah Penyusunan Peta Pengendali Proses Statistik untuk Data Atribut Didalam melakukan penyusunan Peta Pengendali Statistik untuk Data Atribut menurut Besterfield (1998), adalah: 1. Menentukan sasaran tujuan.
38
Hal ini akan berpengaruh pada penggunaan jenis peta apa yang akan dipergunakan. Hal tersebut tentunya juga dipengaruhi oleh karakteristik suatu produk dan proses apa proporsi atau banyaknya
ketidaksesuaian dalam
sampel atau sub kelompok, atau mungkin bagian ketidak sesuaian terhadap suatu unit ketika melakukan observasi. 2. Menentukan jumlah sampel serta observasi Jumlah sampel yang akan diambil akan mempengaruhi jenis peta pengendali disamping karakteristik kualitas itu sendiri. 3. Mengumpulkan data Menyesuaikan hasil pengumpulan data dengan jenis peta pengendali. Misalnya, peta yang akan digunakan adalah p-chart maka adata yang diambil juga harus disesuaikan dengan proporsi kesalahan terhadap jumlah sampel yang diambil. 4. Menentukan garis pusat dan batas-batas pengendali Biasanya perusahaan menggunakan 3
didalam menetukan batas-batas
pengendalian. 5. Merivisi garis pusat dan batas-batas pengendali. Apabila terjadi kesalahan didalam proses pengendalian yang di sebabkan oleh adanya penyebab khusus maka garis pusat serta batas-batas pengendaliannya harus dilakukan revisi.
2.8.2. Menggunakna Peta Pengendali Model Harian / Individu Peta Pengendali Model Harian atau Individu ini dibuat untuk setiap observasi. Sehingga, perusahaan akan memiliki beberapa batas pengendali atas dan
39
pengendali bawah pada peta pengendali proporsi kesalahan untuk kualitas produksinya. Kelebihan Peta Pengendali Proporsi Kesalahan Model Harian atau Individu (p-chart individu) ini adalah ketepatan dalam memutuskan apakah sample berada di dalam atau diluar batas pengendalinya. Penentuan garis pusat, batas pengendali bawah dan batas pengendali atasnya adalah: 1.
Garis Pusat (GP) g
(GP ) p = p =
2.
i =1
g
=
xi
i =1
sampel
Batas Pengendali Atas (BPA)
BPAp = p + 3 3.
g
g
p(1 − p) ni
Batas Pengndali Bawah (BPB) adalah:
BPBp = p − 3 Dimana :
pi =
p (1 − p) ni Proporsi kesalahan setiap sampel pada setiap kali observasi
xi =
Banyaknya kesalahan setiap sampel pada setiap kali observasi
ni =
Banyaknya sampel yang diambil pada setiap kali observasi
g=
yang selalu bervariasi
Banyaknya observasi.