BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Sistem Produksi Agar melaksanakan fungsi-fungsi produksi dengan baik, maka diperlukan rangkaian kegiatan yang akan membentuk sistem produksi. Sistem produksi merupakan kumpulan dari subsistem-subsistem yang saling berinteraksi dengan tujuan mentransformasikan input produksi menjadi output produksi. Input produksi ini dapat berupa bahan baku, mesin,tenaga kerja,modal dan informasi sedangkan out produksi merupakan produk yang dihasilkan berikut sampinganya seperti limbah, informasi dan sebagainya. Subsistem-subsistem dari sistem produksi tersebut antara lain adalah perencanaan pengendalian produksi, pengendalian bahan baku produksi, pengendalian kualitas, perwatan fasilitas produksi, penentuan standard-standard operasi, penentuan fasilitas produksi dan penentuan harga pokok produksi. Subsistem-subsistem dari sistem produksi tersebut akan membentuk konfigurasi sistem produksi. Keandalan dari konfigurasi sistem produksi ini tergantung dari produk yang dibuat serta bagaimana cara pembuatannya (proses produksinya). Cara membuat produk tersebut dapat berupa jenis proses produksi menurut cara
7
8
menghasilkan output, operasi dari pembuatan produk, dan variasi produk yang di hasilkan. 2.1.1 Sistem Produksi Menurut Proses Menghasilakan Output Proses produksi merupakan cara, metode dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu produk dengan mengoptimalkan sumber daya produksi(tenaga kerja, mesin,bahan baku, dan modal) yang ada. Sistem produksi menurut proses manghasilkan output dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : 1. Proses Produksi Kontinyu (Continuous Proses) 2. Proses Produksi Terputus (Intermittent Proses/Discrete System) Perbedaan pokok anatara kedua proses terletak pada lamanya waktu set-up peralatan produksi, proses kontinyu tidak memerlukan waktu set-up yang lama karena proses ini memproduksi secara terus menerus untuk jenis produk yang sama, misalnya pada pabrik susu instant, sedangkan proses terputus memerlukan waktu set-up yang lebih lama karena proses ini memproduksi berbagai jenis spesifikasi sesuai pesanan, dimana dengan adanya pergantian jenis barang yang diproduksi akan membutuhkan kegiatan set-up yang berbeda. Contoh dari proses produksi terputus antara lain adalah bengkel. 2.1.2
Sistem Produksi Menurut Tujuan Operasinya
Dilihat dari tujuan perusahaan melakukan operasi dalam hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan konsumen, maka sistem produksi dibedakan menjadi empat jenis yaitu : 1. Engineering To Order (ETO) yaitu bila pemesanan permintaan produsen untuk membuat produksi yang di mulai dari proses perancangannya (rekayasa).
9
2. Assembly To Order (ATO), yaitu bila produsen membuat desain standar, modul-modul opsional standar yang sebelumnya dan merakit suatu kombinasi tertentu dari modul-modul tersebut sesuai dengan pesana konsumen. Modul-modul standar tersebut biasa dirakit untuk berbagai type produk. Contoh adalah pabrik mobil dimana mereka menyediakan pilihan transmisi secara manual atau otomatis, AC, Audio opsi-opsi interior dan lain sebagainya. Komponen-komponen tersebut telah disiapkan terlebih dahulu dan akan mulai diproduksi begitu pesanan dari agen datang. 3. Make To Order (MTO), yaitu bila produsen menyelesaikan item hanya jika telah menerima pesanan konsumen untuk item tersebut, bila item tersebut bersifat unik dan mempunyai desain yang dibuat menurut pesanan, maka konsumen mungkin bersedia menunggu hingga produsen dapat menyelesaikannya. 4. Make To Stock (MTS), yaitu bila produsen membuat item yang di selesaikan dan ditempatkan sebagai persediaan sebelum pesanan konsumen diterima, item akhir tersebut baru akan dikirim dari sistem persediaan setelah pesanan konsumen diterima. 2.1.3 Maksud dan Tujuan Perencanaan dan Pengendalian Produksi Setiap manajer produksi mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan rencana dan tujuan perusahaan. Adapun tujuan umum perusahaan manufaktur adalah memproduksi secara sukses, ekonomis, tepat waktu sesuai dengan janji yang diberikan, dan memperoleh keuntungan. Salah satu fungsi yang terpenting
10
dalam mendukung usaha untuk mencapai tujuan perusahaan manufaktur seperti yang telah di jelaskan diatas adalah Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Apabila tujuan atau rencana yang telah di sebutkan diatas dapat dicapai, maka perusahaan mencapai kondisi ideal dalam bentuk minimasinya biaya produksi, harga jual yang rendah dan bersaing dan menguasai pangsa pasar yang luas. Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa peranan Perencanaan dan Pengendalian
Produksi
adalah
semata-mata
dimaksudkan
untuk
mengkoordinasikan kegiatan dari bagian-bagian yang langsung atau tidak langsung dalam berproduksi, merencanakan, menjadwalkan,dan mengendalikan kegiatan produksi dari mulai tahap bahan baku, proses hingga output yang dihasilkan sehingga perusahaan benar-benar dapat menghasilkan barang atau jasa dengan efectif dan efisien. 2.1.4 Fungsi Pengendalian Produksi Fungsi pengendalian produksi : 1. Meramalkan permintaan produk yang dinyatakan dengan jumlah sebagai suatu fungsi dari waktu 2. Memantau permintaan nyata, dan membandingkannya dengan ramalan permintaan 3. Membuat jumlah ekonomis untuk pembelian dan penjualan produk yang di hasilkan 4. Membuat sistem pengendalian yang ekonomis 5. Membuat keperluan produksi dan tingkat pengendalian serta memperbaiki rencana produksi.
11
6. Memantau tingkat pengendalian dan membandingkannya dengan tingkat pengendalian. 7. Membuat rincian dari jadwal produksi dan beban mesin. 8. Melakukan perencanaan proyek Dengan menambah penggunaan dan kepercayaan pada teknik kunatitatif yang lebih tinggi dari pengendalian produksi modern, akan mengarah pada pendekatan reset operasional (OR). 2.1.5 Fungsi Produksi Akivitas produksi sebagai suatu bagian dari fungsi organisasi perusahaan bertanggung jawab terhadap pengolahan bahan baku menjadi produksi jadi yang dapat dijual. Untuk melaksanakan fungsi produksi tersebut, diperlukan rangkaian kegiatan yang akan membentuk suatu sistem produksi. Ada tiga fungsi utama dari kegiatan-kegiatan produksi yang dapat diidentifikasikan : 1. Proses produksi, yaitu metode dan teknik yang digunakan dalam pengolahan bahan baku menjadi produk. 2. Perencanaan produksi, merupakan tindakan antisipasi dimasa yang akan datang sesuai dengan periode waktu yang di rencanakan. Pengendalian produksi, tindakan yang dijamin bahwa semua kegiatan yang dilaksanakan dalam perencanaan telah dilakukan sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
12
2.2 Peramalan (Forcasting) 2.2.1 Pengertian Forecasting Peramalan (Forecasting) adalah proses untuk memperkirakan berapa kebutuhan dimasa datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang ataupun jasa. Peramalan tidak terlalu dibutuhkan dalam kondisi permintaan pasar yang stabil, karena perubahan permintaannya relative kecil. Tetapi peramalan akan sangat dibutuhkan bila kondisi permintaan pasar bersifat kompleks. 2.2.2 Syarat-Syarat dan Fungsi Peramalan Permintaan Fungsi peramalan permintaan mempunyai manfaat manajerial yang luas, baik dalam organisasi laba maupun non laba. Agar dapat berguna bagi perencanaan dan pengendalian operasi. Syarat-syarat peramalan operasi antara lain: a.
Data peramalan permintaan harus tersedia dalam bentuk yang dapat
diterjemkan ke dalam permintaan akan material, permintaan akan waktu pada kelompok peralatan tertentu, dan permintaan akan keahlian tenaga kerja tertentu. b.
Perencanaan dan pengendalian operasi dilakukan pada berbagai tingkat yang
berbeda. 2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan yaitu : a.
Siklus bisnis :
13
Penjualan produk akan dipengaruhi oleh permintaan akan produk tersebut dan permintaan akan suatu produk akan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi yang membentuk siklus bisnis. b.
Siklus hidup produk Siklus hidup suatu produk biasanya mengikuti suatu pola yang biasa disebut
kurva S.
Gambar. 2.1. Kurva siklus hidup produk Keterangan : 1.
Perkenalan
Pertumbuhan penjualan lambat karena produk baru saja diperkenalkan kepada konsumen sedangkan biaya sangat tinggi sehingga produk tidak menghasilkan keuntungan sama sekali. 2.
Pertumbuhan
Pasar dengan cepat menerima produk baru sehingga penjualan melonjak dan menghasilkan keuntungan yang besar. 3.
Kedewasaan
14
Periode dimana pertumbuhan penjualan mulai menurun karena produk sudah bisa diterima oleh sebagian besar pembeli potensial. Jumlah keuntungan mantap, atau menurun karena meningkatnya biaya pemasaran untuk melawan para pesaing. 4.
Kemunduran
Dalam periode ini penjualan menurun dengan tajam diikuti dengan menyusutnya keuntungan. c.
Faktor-faktor lain
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi permintaan adalah reaksi balik dari pesaing, perilaku konsumen yang berubah, dan usaha-usaha yang dilakukan sendiri oleh perusahaan, seperti peningkatan kualitas pelayanan, anggaran periklanan dan kebijaksanaan pembayaran secara kredit. 2.2.4 Tipe-tipe Peramalan Operasi Organisasi pada umumnya menggunakan tiga tipe peramalan yang utama dalam perencanaan operasi dimasa depan yaitu : a.
Peramalan ekonomi, menjelaskan siklus bisnis dengan memprediksikan
tingkat inflasi, ketersediaan uang, dana yang dibutuhkan untuk membangun perumahan dan indikator perencanaan lainnya. b.
Peramalan teknologi, memperhatikan tingkat kemajuan teknologi yang dapat
meluncurkan produk baru yang menarik, yang membutuhkan pabrik dan peralatan baru. c.
Peramalan permintaan adalah proyeksi permintaan untuk produk atau jasa
perusahaan disebut juga peramalan penjualan, mengarahkan produksi, kapasitas dan sistem penjadwalan perusahaan dan bertindak sebagai masukkan untuk perencanaan keuangan, pemasaran dan personalia.
15
2.2.5 Metode-Metode Peramalan Salah satu cara untuk mengklasifikasikan permasalahan pada peramalan adalah mempertimbangkan skala waktu peramalannya yaitu seberapa jauh rentang waktu data yang ada untuk diramalkan. Tabel berikut ini menunjukkan tipe-tipe keputusan berdasarkan jangka waktu peramalannya. Tabel 2.1. Rentang Waktu dalam Peramalan Rentang Waktu
Tipe Keputusan
Jangka Pendek
Contoh Perencanaan Produksi, Distribusi
Operasional (3-6 bulan) Jangka Menengah
Penyewaan Lokasi dan Peralatan Taktis
( 2 tahun) Penelitian dan Pengembangan Jangka Panjang Strategis
untuk akuisisi dan penggabungan
(Lebih dari 2 tahun) atau pembuatan produk baru
Selain rentang waktu yang ada dalam proses peramalan, terdapat juga teknik atau metode yang digunakan dalam peramalan. Metode peramalan dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu: a. Metode Kualitatif Metode ini digunakan dimana tidak ada model matematik, biasanya dikarenakan data yang ada tidak cukup representatif untuk meramalkan masa yang akan datang (long term forecasting). Peramalan kualitatif menggunakan pertimbangan pendapat-pendapat para pakar yang ahli atau experd di bidangnya. Adapun kelebihan dari metode ini adalah biaya yang dikeluarkan sangat murah
16
(tanpa data) dan cepat diperoleh. Sementara kekurangannya yaitu bersifat subyektif sehingga seringkali dikatakan kurang ilmiah. Salah satu pendekatan peramalan dalam metode ini adalah teknik delphi, dimana menggabungkan dan merata-ratakan pendapat para pakar dalam suatu forum yang dibentuk untuk memberikan estimasi suatu hasil permasalahan di masa yang akan datang. Misalnya: berapa estimasi pelanggan yang dapat diperoleh dengan realisasi teknologi 3G. b. Metode Kuantitatif Penggunaan metode ini didasari ketersediaan data mentah disertai serangkaian kaidah matematis untuk meramalkan hasil di masa depan. Terdapat beberapa macam model peramalan yang tergolong metode kuantitatif, yaitu: a)
Model-model Regresi
Perluasan dari metode regresi linier digunakan untuk meramalkan suatu variabel yang memiliki hubungan secara linier dengan variabel bebas yang diketahui atau diandalkan. b) Model Ekonometrik Menggunakan serangkaian persamaan-persamaan regresi dimana terdapat variabel-variabel tidak bebas yang menstimulasi segmen-segmen ekonomi seperti harga dan lainnya. c)
Model Time Series Analysis (Deret Waktu)
Memasang suatu garis trend yang representatif dengan data-data masa lalu (historis) berdasarkan kecenderungan datanya dan memproyeksikan data tersebut ke masa yang akan datang.
17
2.2.6 Peramalan berdasarkan jangka waktu 2.2.6.1 Peramalan Jangka Panjang (Long-Term Forecasts) Peramalan dibutuhkan utuk merencanakan hal-hal umum mengenai suatu organisasi untuk waktu jangka panjang. Peramalan dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan dengan jangka waktu 2 sampai 10 tahun, hal ini merupakan faktor utama bagi menjemen pucak untuk mengambil keputusan mengenai perencanaan kapasitas, penelitian dan pengembangan produk dan pasar membuat studi kelayakan pabrik untuk perluasan pabrik untuk perluasan perusahaan bisnis. Peramalan ini digunakan untuk perencanaan produk dan perencanaan sumber daya. Metode-metode yang digunakan untuk peramalan jangka panjang ialah : Metode Deret Waktu (Time Series) Metode Regresi Berikut
ini
akan
dijabarkan
cara
melakukan
peramalan
dengan
menggunakan model regresi yang terdiri dari beberapa model. Terdapat 3 kondisi yang dibutuhkan untuk dapat menggunakan metode regresi yaitu: a.
Adanya informasi tentang keadaan masa lalu.
b.
Informasi tersebut dapat dikuantifikasikan dalam bentuk data.
c.
Dapat diasumsikan bahwa pola hubungan yang ada dari data masa lalu akan
berkelanjutan di masa yang akan datang. a. Metode Konstan (Constant Forecasting) Persamaan garis yang menggambarkan pola konstan adalah: dt’ = a dimana:
a
= Konstanta
18
dt’ = Hasil peramalan bulan ke-n Untuk mendapatkan nilai (a) maka dapat didekati melalui turunan kuadrat terkecilnya (least square) terhadap (a) sebagai berikut: sehingga Syarat agar E minimum adalah : dE/da = 0 Sehingga diperoleh:
2[dt a][ 1]
dt
Sehingga:
a
0 dibagi 2
0 ; maka
dt n.a
0
dt a
n
Dimana:
n = Jumlah data masa lalu dt = Data masa lalu a = Konstanta Dengan MSE:
(dt dt ' ) 2 MSE =
n R
Dimana nilai R untuk metode konstan adalah 1. Jadi, apabila pola data berbentuk konstan, maka peramalannya dapat didekati dengan harga rata-rata dari data tersebut. b. Metode Linier (Linier Forecasting) Persamaan garis yang mendekati bentuk data linier adalah: dt’ = a + bt Dimana: dt’
= Hasil peramalan bulan ke-n
19
a, b = Konstanta t
= nilai bulan ke-n
Konstanta a dan b ditentukan dari data mentah berdasarkan Kriteria Kuadrat Terkecil (least square criterion). Dimana : a=
b=
Dengan MSE:
(dt dt ' ) 2 MSE =
n R
Dimana nilai R untuk metode regresi linier adalah 2. Jadi, apabila pola data berbentuk regresi linier, maka peramalannya dapat didekati dengan harga rata-rata dari data tersebut. c. Metode Kuadratik Persamaan matematis untuk kuadratik. Y = a + bx + cx 2 ..............................................................................................(2.29) Harga constant a dan b pada persamaan diatas dapat dihitung dengan persamaan berikut: dt n
a
b
. .
b
t n
c
t2 ..............................................................................(2.30) n
. ..............………………………………………………………(2.31) .
20
.
c
..................………………………………………………………(2.32)
Dimana,
t. t 2
n t3 n t2
t. t t 2. t 2 t
n t4
dt
n t.dt
t 2 . dt Dimana
n t 2 dt a, b, c =Konstanta n
= Jumlah data masa lalu
dt
= data masa lalu
dt`
= hasil peramalan bulan ke-n
Dengan MSE: [dt dt ' ] 2 MSE
n
R
Dimana nilai R untuk metode kuadratik adalah 1. Jadi, apabila pola data berbentuk siklis, maka peramalannya dapat didekati dengan harga rata-rata dari data tersebut. 2.2.6.2 Peramalan Jangka Menengah Peramalan ini digunakan untuk merencanakan strategi oleh manajemen menengah dan manajemen tingkat pertama untuk memenuhi kebutuhan dimasa mendatang dan membuat keputusan untuk perencanaan produksi, anggaran produksi serta manganalisa berbagai macam rencana operasi. Peramalan dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan dengan jangka maktu 1 sampai 2 tahun.
21
2.2.6.3 Peramalan Jangka Pendek Peramalan ini digunakan untuk merencanakan pembelian, menentukan persediaan dan penjadwalan produksi. Peramalan ini dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan dengan jangka waktu 3 sampai 6 bulan. Metode yang digunakan pada peramalan jangka pendek ialah : Metode pemulusan (Smoothing) Metode smoothing adalah metode peramalan dengan melakukan pengahalusan terhadap data masa lalu, yaitu mengambil rata-rata dari nilai beberapa tahun untuk menaksir nilai pada satu tahun. Beberapa metode penghalusan diantaranya adalah: 1. Metode rata-rata Metode rata-rata tujuannya
memanfaatkan data masa-masa
lalu untuk
mengembangkan suatu system peramalan pada periode mendatang. Metode ratarata ini dibagi atas: a. Nilai Tengah (Mean) b. Rata-rata Bergerak Tunggal (Single Moving Averange) c. Rata-rata Bergerak Ganda (Double Moving Averange) d. Kombinasi rata-rata bergerak lainnya. 2. Metode Smoothing Eksponensial Bentuk umum dari metode smoothing ini adalah:
Ft+1 = α Xt + (1- α) Ft Dengan :
Ft+1 = peramalan satu parameter kedepan Xt = data aktual pada periode t
22
Ft
= ramalan pada periode t
α
= parameter pemulusan (0< α <1)
Metode smoothing eksponensial terdiri atas : 1. Smoothing Eksponensial Tunggal 2. Smoothing Eksponensial Ganda; a. Metode linier satu parameter dari Brown b. Metode dua parameter dari Holt 2.2.7 Prosedur Peramalan Dalam melakukan peramalan terdiri dari beberapa tahapan khususnya jika menggunakan metode kuantitatif. Tahapan tersebut adalah: A. Menetapkan tujuan peramalan. Tujuan dari peramalan adalah untuk meramalkan permintaan dari item-item independent demand dimasa yang akan datang. Perencanaan produksi dan inventory seharusnya mengacu kepada data total pemintaan masa datang. Dengan demikian jelas bahwa tujuan peramalan adalah untuk mencapai efektifitas dan efisiensi dari menejemen produksi dan inventory. B. Memilih item independent demand apa yang akan diramal. Memperlihatkan bahwa item-item independent demand adalah item yang bebas dengan bill of material. C. Menentukan horizon waktu peramalan (jangka pendek, menengah atau panjang). Semakin panjang horison waktu peramalan, hasil-hasil ramalan akan semakin kurang akurat. Pemilihan interval waktu mingguan dimaksudkan untuk peramalan
23
jangka pendek, sedangkan interval waktu bulanan peramalan jangka menengah, dan interval triwulan peramalan jangka panjang. D. Memilih tipe model/metode peramalan. Memilih tipe model/metode peramalan yang cocok untuk data yang akan kita masukan dalam peramalan. E. Mengumpulkan data yang diperlukan untuk melakukan peramalan. F. Membuat peramalan. G. Memvalidasi dan menerapkan hasil peramalan. 2.2.8 Kendala Pemilihan Teknik Peramalan Beberapa kendala yang perlu diperhatikan dalam pemilihan teknik peramalan adalah sebagai berikut: a.
waktu yang hendak diliput, yakni rentangan waktu masa yang akan datang dan jangkauan peramalan.
b.
Tingkah laku data, meliputi jumlah, ketepatan dan tingkah laku data masa lalu yang tersedia.
c.
Tipe model, yakni apakah model yang digunakan merupakan model time series, kausalitas atau kah model lain yang lebih kompleks dan canggih akan mempengaruhi pemilihan teknik peramalan.
d.
Biaya yang tersedia untuk maksud peramalan ini dan lebih luas biaya yang tersedia untuk penyusunan studi kelayakan proyek.
e.
Tingkat ketepatan yang diinginkan, ini berkaitan dengan kebutuhan manajemen dalam tingkat kecermatan, ketelitian peramalan yang diinginkan.
f.
Kemudahan penerapan, ini berkaitan dengan kemampuan manajemen, data, dan biaya yang tersedia.
24
2.2.9 Karakteristik Peramalan Yang Baik Sesuai dengan metode regresi, hasil peramalan mempunyai karakteristik yang baik diantaranya: a.
Akurasi
Akurasi dari suatu hasil peramalan diukur dengan kebiasaan dan konsistensi peramalan tersebut. Hasil peramalan dikatakan bisa bila peramalan tersebut terlalu tinggi atau terlalu rendah dibandingkan dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi. Hasil peramalan dengan dikatakan konsisten bila besarnya kesalahan peramalan relatif kecil, peramalan yang terlalu rendah akan mengakibatkan kekurangan persediaan sehingga permintaan konsumen tidak dapat dipenuhi segera, akibatnya perusahaan mungkin akan kehilangan pelanggan dan kehilangan keuntungan dari penjualan. Peramalan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya penumpukan persediaan sehingga banyak modal terserap sia-sia. Keakuratan dari hasil peramalan ini berperan penting dalam menyeimbangkan persediaan
yang
ideal
atau
meminimasi
penumpukan
persediaan
dan
memaksimasi tingkat pelayanan biaya. b.
Biaya
Biaya yang diperlukan dalam pembuatan suatu peramalan adalah tergantung dari jumlah item yang diramalkan, lamanya periode peramalan dan metode peramalan yang dipakai. Ketiga factor pemicu biaya tersebut akan mempengaruhi berapa banyak data yang dibutuhkan, bagaimana pengolahan datanya, bagaimana penyimpanan datanya, dan siapa tenaga ahli yang diperbantukan. Pemilihan
25
metode peramalan harus disesuaikan dengan dana yang tersedia dan tingkat akurasi yang ingin didapatkan. Misalnya item-item yang penting akan diramalkan dengan metode yang canggih dan mahal, sedangkan item-item kurang penting bisa diramalkan dengan metode yang sederhana dan murah, prinsip ini merupakan adopsi dari hokum pareto dengan analisis ABC. c.
Kemudahan
Penggunaan metode peramalan yang sederhana, mudah dibuat, dan mudah diaplikasikan akan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Pemakai metode yang canggih akan percuma jika tidak dapat diaplikasikan pada system perusahaan karena keterbatasan dana, sumber daya manusia, maupun peralatan teknologi. 2.2.10 Pola Dasar Peramalan Pola dasar peramalan digunakan untuk mendukung pemilihan metode peramalan yang akan dipakai agar menghasilkan peramalan yang baik. Karena diperoleh dari metode peramalan yang tepat dan sesuai dengan pola data tersebut. Pola data dapat dikategorikan sebagai berikut : 1. Pola horisontal (H) Pola ini terjadi bila data berfluktuasi di sekitar rataratanya. Produk yang penjualannya tidak meningkat atau menurun selama waktu tertentu termasuk jenis ini. Struktur datanya dapat digambarkan sebagai berikut ini.
26
Gambar 2.2 Pola data horisontal 2. Pola Musiman terjadi bila nilai data dipengaruhi oleh faktor musiman (misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan atau hari-hari pada minggu tertentu). Struktur datanya dapat digambarkan sebagai berikut ini.
Gambar 2.3 Pola data Musiman 3. Pola Siklis Pola ini terjadi bila data dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. Struktur datanya dapat digambarkan sebagai berikut.
27
Gambar 2.4 Pola data Siklis 4. Pola Trend terjadi bila ada kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang dalam data. Struktur datanya dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.5 Pola data Trend 2.2.11 Ukuran Akurasi Peramalan Berikut ini beberapa ukuran akurasi dari peramalan yang dipakai : 1. Rata- rata devisi mutlak ( Mean Absolute Deviation = MAD).
28
Rata-rata penyimpangan absolute merupakan penjumlahan kesalahan peramalan tanpa menghiraukan tanda aljabarnya dibagi dengan banyaknya data yang diamati, yang dirumuskan sebagai berikut ;
At
MAD
ft n
......................................................................................(2.37)
2. Rata-rata kuadrat kesalahan (Mean Square Error = MSE). MSE memperkuat pengaruh angka – angka kesalahan besar, tetapi memperkecil angka kesalahan peramalan yang lebih kecil dari satu unit.
Ft ) 2
( At
MSE
n
..................................................................................(2.38)
3. Rata- rata Persentase Kesalahan Absolute (Mean Absolute Percentage Error = MAPE )
100 n
MAPE
At
Ft .........................................................................(2.39) At
4. Rata –rata Kesalahan peramalan ( Mean Forecast Error = MFE ) ( At
MFE
Ft ) n
....................................................................................(2.40)
5. Rata-rata kesalahan (AE, average error atau bias ). Merupakan rata-rata perbedaan antara nilai sebenarnya dan nilai peramalan, yang dirumuskan sebagai berikut : AE
At
Ft n
.............................................................................................(2.41)
Dimana : A = permintaan Aktual pada periode-t F = peramalan permintaan pada periode-t n = jumlah periode peramalan yang terlibat
29
6. Standard Erorr Of Estimate (SEE)
(dt dt ' ) 2 SEE
(n
f)
Akan tetapi laporan ini penulis hanya menggunakan tiga ukuran akurasi peramalan yaitu SEE, MAD dan MAPE 2.2.12 Verifikasi dan Pengedalian Peramalan Langkah penting setelah peramalan dan verifikasi peramalan sedemikian rupa hingga dapat mencerminkan data masa lalu dan system sebab akibat yang mendasari permintaan itu. Sepanjang representasi peramalan tersebut dapat dipercaya dan system sebab akibat belum berubah, hasil peramalan akan terus digunakan, jika selama peroses verifikasi ditemukan keraguan atas validitas peramalan makam harus dicari metode yang lebih cocok. Validasi harus ditentukan dengan uji stasistik yang sesuai. Setelah sesuatu peramalan dibuat maka akan timbul pertanyaan kapankah suatu metode peramalan baru harus digunakan. Peramalan harus selalu dibandingkan dengan peramalan aktual secara teratur. Pada suatu saat harus diambil tindakan revisi terhadap peramalan tersebut apabila ditemukan bukti yang meyakinkan akan adanya perubahan pola permintaan. Selain itu penyebab perubahan pola permintaan pun harus diketahui. Penyesuaian metode peramalan dilakukan segera setelah perubahan pola permintaan diketahui. Terdapat banyak perkakas yang dapat digunakan untuk memverifikasi peramalan dan mengamati suatu perubahan dalam sistem sebab akibat yang melatarbelakangi perubahan perubahan pola permintaan. Tapi bentuk yang termudah dari cara pengendalian kualitas. Salah satunya peta
30
yang dapat digunakan dimana terdapat suatu jumlah data yang minimum adalah pada tentang bergerak (Moving Range). 2.2.13
Peta Rentang Bergerak (Moving Range)
Peta Moving Range dirancang untuk membandingkan nilai permintaan aktual dengan nilai peramalan. Data permintaan aktual dilihat dan dibandingkan dengan nilai peramalan pada perioda yang sama. Peta tersebut dikembangkan ke perioda yang akan datang sehingga data peramalan dapat dibadingkan dengan permintaan aktual. Selama perioda dasar (perioda pada saat menghitung peramalan), Peta Moving Range digunakan untuk melakukan verifikasi teknik dan parameter peramalan. Setelah metode peramalan ditentukan, peta Moving Range digunakan intuk pengujian kestabilan sistem penyebab yang mempengaruhi permintaan. Moving Range dapat didefinisikan sebagai : MR
( d' t d t ) - ( d' t
1
dt 1 )
dan rata-rata Moving Range
MR
MR n -1
didefinisikan sebagai :
Garis tengah peta Moving Range adalah pada titik nol. Upper control level (batas kendali atas) dan Lower control level (batas kendali bawah) pada peta Moving Range adalah : UCL(BKA) = + 2.66 MR LCL(BKB) = - 2.66 MR Sementara itu variabel yang akan diplot ke dalam peta Moving Range : dt
d' t - d t
31
Sekurang-kurangnya harus ada 10 dan lebih disukai 20 data untuk membuat peta Moving Range. Batas ini ditetapkan sedemikian sehingga diharapkan hanya ada tiga dari 1000 titik yang berada di luar batas kendali, jika sistem penyebab yang melatarbelakanginya tetap sama. Jika ditemukan satu titik yang berada di luar batas kendali pada saat peramalan diverifikasi, harus ditentukan apakah data harus diabaikan atau peramalan baru harus dicari. Jika ditemukan sebuah titik berada di luar batas kendali harus diselidiki penyebabnya. Temuan itu mungkin membutuhkan penyelidikan yang ekstensif. Jika semua titik berada di dalam batas kendali, diasumsikan peramalan permintaan yang dihasilkan telah cukup baik. Jika terdapat titik yang berada di luar batas kendali berarti peramalan yang didapat kurang baik dan harus direvisi. Peta kendali dapat digunakan untuk mengetahui apakah terjadi perubahan dalam sistem penyebab yang melatarbelakangi permintaan sehingga dapat ditentukan persamaan peramalan baru yang lebih cocok atas sistem penyebab yang terjadi pada saat ini. 2.2.14
Peta Moving Range Untuk Verifikasi Peramalan Penggunaan peta Moving Range sebagai alat untuk memperhatikan
kestabilan sistem akibat yang melatarbelakangi fungsi peramalan. Apabila terjadi kondisi di luar kendali, tindakan terhadap peramalan harus dilakukan. Dua tindakan yang dapat dilakukan adalah: Merevisi peramalan dengan memasukkan data dan sistem penyebab yang baru Menunggu bukti lebih lengkap Kedua tindakan di atas harus diambil hanya setelah mempertimbangkan seluruh segi sistem penyebab. Analisis terhadap data itu sendiri tidaklah cukup.
32
Jika tindakan harus diambil terhadap permintaan dan sistem penyebab yang melatarbelakangi permintaan tersebut, maka secara umum harus dilakukan: (1) usaha untuk mempengaruhi sistem penyebab, atau (2) menerima perubahan permintaan tersebut tanpa mengambil suatu tindakan. Tindakan yang diambil untuk mempengaruhi sistem penyebab yang mempengaruhi permintaan adalah perubahan-perubahan pada periklanan, promosi penjualan, tenaga penjualan, harga jual, dan sebagainya. 2.3.
Persediaan
2.3.1 Pengertiaan dan Jenis Persediaan Menurut Koher,Eric L.A. Persediaan (Inventory) adalah : " Bahan baku dan penolong, barang jadi dan barang dalam proses produksi dana barangbarang yang tersedia, yang dimiliki dalam perjalanan dalam tempat penyimpanan atau konsinyasikan kepada pihak lain pada akhir periode". Secara umum pengertian Inventory adalah merupakan suatu aset yang ada dalam bentuk barang-barang yang dimiliki untuk dijual dalam operasi perusahaan maupun barang-barang yang sedang di dalam proses pembuatan. Diantara pengertian diatas maka inventory dapat diklasifikasikan yang ditentukan oleh perusahaan, apabila jenis perusahaan yang membeli barang akan dijual lagi, maka klasifikasi hanya ada satu macam saja persedian barang dagangan. Sedangkan bila jenis perusahaan adalah pabrikasi yaitu perusahaan yang mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi, maka klasifikasi inventory dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: a. Persediaan bahan baku
33
Bahan mentah yang belum diolah, yang akan diolah menjadi barang jadi. Sebagai hasil utama dari perusahaan yang bersangkutan. b. Persediaan dalam proses (barang setengah jadi) Hasil olahan bahan mentah sebelum menjadi barang jadi, yang sebagian akan diolah lebih lanjut menjadi barang jadi, dan sebagian kadang-kadang dijual seperti apa adanya untuk menjadi bahan baku perusahaan lain. c. Persediaan barang jadi. Barang yang sudah selesai diproduksi atau diolah, yang merupakan hasil utama perusahaan yang bersangkutan dan siap untuk dipasarkan/dijual. PROSES
Bahan Baku
Barang setengah jadi
Barang Jadi
PRODUKSI
Gambar 2.6. Proses Transformasi Produksi Setelah diperhatikan definisi inventory diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan persediaan bahan baku adalah barang-barang berwujud yang dimiliki dengan tujuan untuk diproses menjadi barang jadi. Barang ini dihasilkan sendiri dan dibeli dari perusahaan lain yang merupakan produk akhir dari perusahaan itu sendiri, barang ini merupakan bahan utama dalam menghasilkan produk akhir, persediaan barang penolong atau pembantu adalah bahan-bahan yang diperlukan untuk menghasilkan produk akhir, tapi tidak secara
34
langsung ikut serta dalam hasil produk akhir. Persediaan barang dagangan adalah barang-barang yang dibeli dan dimiliki oleh perusahaan dagang untuk dijual kembali. 2.3.2 Fungsi Persediaan Adapun fungsi dan perbedaan persediaan : 1. Untuk menjamin kelancaran proses produksi. 2. Untuk menghilangkan resiko keterlambatan dan kehabisan barang atau bahan-bahan yang di butuhkan perusahaan. 3. Untuk memberikan pelayanan kepada konsumen/langganan sehingga kebutuhannya dapat dipenuhi tepat waktu. Macam-macam persediaan yang umum dimiliki pada suatu perusahaan diantaranya berfungsi untuk sebagai berikut : 1. Working Stock (cycle atau size stock) Adalah persediaan yang di perlukan dan disimpan sebelum diperlukan agar pemesanan dapat dilakukan dalam bentuk lot sejumlah yang diinginkan. Ukuran lot ini betujuan untuk menimimalisasi biaya pemesanan dan penyimpanan, dan mendapatkan potongan harga secara umum, jumlah rata-rata persediaan ditangan yang dihasilkan dari ukuran lot membentuk stok aktif organisasi. 2. Batch Stock Persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah yang lebih besar dari pada jumlah yang dibutuhkan saat itu. 3. Fluctuation Stock
35
Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan. 4. Anticipation Stock(Stabilization Stock) Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam suatu tahun dan untuk menghadapi penggunaan, penjualan, atau permintaan yang meningkat.
2.3.3 Tujuan Persediaan Tujuan utama persediaan adalah melepaskan berbagai fase operasi. Misalnya, persediaan bahan baku melepaskan seorang pengusaha manufaktur dari penjualnya persediaan berang setengah jadi melepaskan berbagai tahapan pabrikasi satu sama lain, dan barang jadi melepaskan pengusaha dari pelanggannya. Dari penjelasan singkat diatas, diberikan tujuan persediaan yang lebih detail yaitu : 1. Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan cepat (memuaskan konsumen). 2. Untuk menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak mengalami kehabisan persediaan yang mengakibatkan terhentinya proses produksi, hal ini dikarenakan alasan : a. Kemungkinan barang (bahan baku dan penolong) menjadi langka sehingga sulit untuk diperoleh. b. Kemungkinan supplier terlambat mengirimkan barang yang dipesan.
36
3. Untuk mempertahankan dan bila mungkin meningkatkan penjualan dan laba perusahaan. 4. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena dapat mengakibatkan biaya menjadi besar. 5. Menjaga supaya penyimpanan dalam emplacement tidak besar-besaran, karena mengakibatkan biaya menjadi besar. Dari beberapa tujuan pengendalian di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pengendalian persediaan adalah untuk menjamin terdapatnya persediaan sesuai kebutuhan. 2.3.4 Biaya-biaya dalam sistem Persediaan Secara umum dapat dikatakan bahwa biaya system persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat adanya persediaan (Nasution &Prasetyawan, 2008). 1.
Biaya pembelian (purchasing cost) Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang.
Besarnya biaya pembelian ini tergantung pada jumlah barang yang dibeli dan harga satuan barang. 2.
Biaya pengadaan (procurement cost) Biaya pengadaan dibedakan atas 2 jenis sesuai asal-usul barang, yaitu
biaya pemesanan (ordering cost) bila barang yang diperlukan diperoleh dari pihak luar (supplier) dan biaya pembuatan (setup cost) bila barang diperoleh dengan memproduksi sendiri. 3.
Biaya penyimpanan (holding cost / carrying cost)
37
Biaya penyimpanan adalah semua biaya yang timbul akibat penyimpanan barang maupun bahan. Besar kecilnya biaya simpan sangat tergantung pada jumlah rata-rata barang yang disimpan di gudang. Dalam manajemen persediaan, terutama yang berhubungan dengan masalah kuantitatif, biaya simpan per-unit diasumsikan linier terhadap jumlah barang yang disimpan. Biaya penyimpanan meliputi : a. Biaya modal Penumpukan barang di gudang berarti penumpukan modal, dimana modal perusahaan mempunyai ongkos yang dapat diukur dengan suku bunga bank. b. Biaya gudang Bila gudang dan peralatannya disewa maka biaya gudangnya merupakan biaya sewa gudang, sedangkan bila perusahaan mempunyai gudang sendiri maka biaya gudang merupakan biaya depresiasi. c. Biaya kerusakan dan penyusutan Biaya kerusakan dan penyusutan biasanya diukur dari pengalaman sesuai dengan persentasenya. d. Biaya kadaluwarsa Biaya kadaluwarsa biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut. e. Biaya asuransi Biaya asuransi tergantung jenis barang yang diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi. f. Biaya administrasi dan pemindahan
38
Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasi persediaan yang ada, baik pada saat pemesanan, penerimaan barang maupun penyimpanannya dan biaya untuk memindahkan barang dari, ke dan di dalam tempat penyimpanan, termasuk upah buruh dan biaya peralatan handling. 4.
Biaya kekurangan persediaan (stockout cost) Biaya kekurangan persediaan adalah biaya yang ditimbulkan sebagai akibat
terjadinya persediaan yang lebih kecil dari jumlah yang diperlukan atau biaya yang timbul apabila persediaan digudang tidak dapat mencukupi permintaan bahan. 2.4
Metode Perencanaan Kebutuhan Material Perencanaan kebutuhan barang atau terkenal dengan nama Material
Requirements Planning (MRP) merupakan kumpulan prosedur, aturan-aturan keputusan dan seperangkat makanisme pencatatan yang berkaitan secara logis dan dirancang untuk menjabarkan suatu jadwal induk produksi (Master Plan) kedalam kebutuhan setiap konsumen atau material yang dibutuhkan. MRP digunakan untuk mengelola persediaan, terutama untuk produkproduk yang independent. MRP menguraikan suatu produk secara hierarki mulai dari komponen dasar, subassembly, sampai manjadi barang jadi. Dengan demikian barang jadi dapat diuraikan manjadi kebutuhan sub-sub assembly hingga kebutuhan dasar. Struktur hierarki pembuatan produk disebut bagan bahan (Bill of Material (BOM)). 2.4.1 Pengertian Material Requirements Planning (MRP) Menurut Gasperz (2004), Material Requirement Planning (MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased plannedorders dan manufactured planned
39
orders, kemudian diajukan untuk analisis lanjutan berkenaan dengan persediaan kapasitas dan keseimbangan menggunakan perencanaan kebutuhan kapasitas. Sistem MRP mengkoordinasikan pemasaran,manufacturing, pembelian, rekayasa melalui pengadopsian rencana produksi serta melalui penggunaan satu data base terintegrasi guna merencanakan, dan memperbaharui aktivitas dalam system industri modern secara keseluruhan.Salah satu alasan mengapa MRP digunakan secara cepat dan meluas sebagai teknik manajemen produksi, yaitu karena MRP menggunakan kemampuan komputer untuk menyimpan dan mengelola data yang berguna dalam menjalankan kegiatan perusahaan. MRP dapat mengkoordinasikan kegiatan
dari
berbagai
fungsi
dalam
perusahaan
manufaktur,
seperti
teknik,produksi, dan pengadaan. Oleh karena itu, hal yang menarik dari MRP tidak hanya fungsinya sebagai penunjang dalam pengambilan keputusan, melainkan keseluruhan peranannya dalam kegiatan perusahaan. MRP sangat bermanfaat bagi perencanaan kebutuhan material untuk komponen yang jumlah kebutuhannya dipengaruhi oleh komponen lain (dependent demand). MRP memberikan peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu produksi,dan waktu pengiriman barang dapat direncanakan dengan lebih baik, karena ada keterpaduan dalam kegiatan yang didasarkan pada jadwal induk.Moto dari MRP adalah memperoleh material yang tepat, dari sumber yang tepat, untuk penempatan yang tepat,dan pada waktu yang tepat (Gasperz, 2004). 2.4.2 Istilah-istilah dalam Material Requirement Planning (MRP) Sebelum memasuki lebih lanjut mengenai perencanaan kebutuhan material, terlebih dahulu menjelaskan tentang pengertian dari tabel untuk
40
perhitungan MRP. Berikut inidijelaskan tentang istilah-istilah yang biasa digunakan, yaitu: (Gasperz, 2004) 1. Gross Requirement (GR, kebutuhan kasar) Adalah total dari semua kebutuhan, termasuk kebutuhan yangdiantisipasi untuk setiap periode waktu. Berdasarkan pengertian tersebut gross requirement merupakan bagian dari keseluruhan jumlah item (komponen) yang diperlukan padasuatu periode. 2. Schedule Receipts (SR, penerimaan yang dijadwalkan) Merupakan jumlah item yang akan diterima pada suatu periode tertentu berdasarkan pesanan yang dibuat. 3. Begin Inventory (BI, inventori awal) Merupakan jumlah inventori di awal periode. 4. Net Requirement (NR, kebutuhan bersih) Merupakan jumlah aktual yang diinginkan untuk diterima atau diproduksi dalam periode bersangkutan. 5. Planned Order Receipt (PORt, penerimaan pemesanan yang direncanakan) Adalah jumlah item yamg diterima atau diproduksi oleh perusahaan manufaktur pada periode waktu terakhir. 6. Planned Ending Inventory (PEI, rencana persediaan akhirperiode) Merupakan suatu perencanaan terhadap persediaan pada akhirperiode. 7. Planned Order Releases (PORel, pelepasan pemesanan yang direncanakan)
41
Adalah jumlah item yang direncanakan untuk dipesan agar memenuhi perencanaan pada masa yang akan datang atau order produksi yang dapat dilepas untuk dimanufaktur. 8. Lead Time Adalah waktu tenggang yang diperlukan untuk memesan (membuat) suatu barang sejak saat pesanan (pembuatan) dilakukan sampai barang itu diterima (selesai dibuat). 9. Lot Size (ukuran lot) Merupakan kuantitas pesanan dari item yang memberitahukan MRP berapa banyak kuantitas yang dipesan, serta lot sizing apa yang dipakai. 10. Safety Stock (stok pengaman) Merupakan stok pengaman yang ditetapkan oleh perencana MRP untuk mengatasi fluktuasi dalam permintaan (demand) dan penawaran MRP untuk mempertahankan tingkat stok padasemua periode waktu. 2.4.3 Tujuan Material Requirement Planning (MRP) Secara umum, sistem MRP dimaksudkan untuk mencapai tujuan antara lain untuk meminimalkan persediaan dengan menentukan berapa banyak dan kapan suatu komponen diperlukan disesuaikan dengan Jadwal Induk Produksi (JIP).Dengan menggunakan komponen ini, pengadaan (pembelian) atas komponen yang diperlukan untuk suatu rencana produksi dapat dilakukan sebatas yang diperlukan saja sehingga dapat meminimalkan biaya persediaan. Mengurangi resiko karena keterlambatan produksi atau pengiriman MRP mengidentifikasikan banyaknya bahan dan komponen yang diperlukan baik dari segi jumlah dan waktunya dengan memperhatikan waktu tenggang produksi
42
maupun pengadaan atau pembelian komponen, sehingga memperkecil resiko tidak tersedianya bahan yang akan diprosesyang mengakibatkan terganggunya rencana produksi. Meningkatkan efisiensi MRP juga mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu produksi, dan waktu pengiriman barang dapat direncanakan lebih baik sesuai dengan Jadwal Induk Produksi (JIP). Dengan demikian terdapat beberapa hal yang merupakan tujuan MRP (Material Requirements Planning), yaitu sebagai berikut: 1. Meminimalkan persediaan.MRP menentukan berapa banyak dan kapan suatu komponen diperlukan disesuaikan dengan jadwal induk produksi. 2. Mengurangi risiko karena keterlambatan produksi atau pengiriman. MRP mengidentifikasi banyaknya bahan dan komponen yang diperlukan baik dari segi jumlah dan waktunya. 3. Jadwal produksi diharapkan dapat dipenuhi sesuai dengan rencana, sehingga komitmen terhadap pengiriman barang dapat dilakukan secara lebih nyata. 4. MRP mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu produksi, dan waktu pengiriman barangdapat direncanakan lebih baik sesuai dengan jadwal indukproduksi. Agar MRP dapat dibuat dengan baik, MRP memerlukan beberapa input utama yang harus terpenuhi. Input utama itu merupakan komponen dasar MRP yang terdiri dari: 1. Master Production Schedule (MPS) Merupakan suatu pernyataan definitif tentang produk akhir (enditem) apa yang direncanakan perusahaan untuk diproduksi, berapa kuantitas yang dibutuhkan, pada waktu kapan dibutuhkan, dan bilamana produk itu akan
43
diproduksi. MPSdisusun berkaitan dengan pemasaran, rencana distribusi, perencanaan produksi, dan perencanaan kapasitas. 2. Bill of Material (BOM) Meliputi daftar barang atau material yang diperlukan bagi perakitan, pencampuran, dan pembuatan produk akhir. BOM (Bill of Material) dibuat untuk menentukan barang mana yang harus dibeli dan barang mana yangharus dibuat. 3. Struktur Produk Merupakan gambaran tentang langkah-langkah atau proses pembuatan produk, mulai dari bahan baku hingga produk akhir. 4. Catatan Persediaan Sistem MRP harus memiliki dan menjaga suatu data persediaan yang up to date untuk setiap komponen barang. Data ini harus menyediakan informasi yang akurat tentang ketersediaan komponen dan seluruh transaksi persediaan, baik yang sudah terjadi maupun yang sedang direncanakan. Pada dasarnya sistem MRP menghasilkan tiga jenis keluaran(output), dimana biasanya keluaran atau hasil dari sistem MRP ini berupa laporan-laporan. Laporan ini biasanya berfungsi untuk memberikan informasi, laporan-laporan tersebut, yaitu (Gasperz,2004): 1. MRP Primary Report Merupakan laporan utama MRP yang sering disebut secara singkat sebagai laporan MRP. 2. MRP Action Report
44
Sering disebut juga sebagai MRP Exception Report yang memberikan informasi kepada perencana tentang item yang perlu mendapat perhatian segera, dan merekomendasikan tindakan-tindakan yang perlu diambil. 3. MRP Pegging Report Untuk memudahkan menelusuri sumber dari kebutuhan kotor untuk suatu item. Menggunakan Pegging Reports, perencana menentukan kebutuhankebutuhan yang diakibatkan oleh adanya pesanan. Secara skematis, masukan dan keluaran MRP dapat dilihat di bawah ini:
Gambar 2.7. Skematis Masukan dan Keluaran MRP 2.4.4 Rumus Dalam Material Requirement Planning (MRP) Melakukan proses perhitungan MRP, yaitu membutuhkan sebuah tabel yang didengan bantuan model tabel perhitungan MRP berikut. Model tampilan tabel ini merupakan mekanisme dasar dari proses MRP. Faktor-faktor yang membentuk dalam MRP dan rumus-rumus yang dipakai adalah sebagai berikut. 1. Heading Bagian ini terdiri dari part number, part name, lot size, level, dan lead time. 2. Time Periode
45
Merupakan periode perencanaan bisa dalam kurun waktu harian, mingguan, dan lain-lain. 3. Gross Requirement (GR) Untuk finish product (end item) sama dengan Jadwal Induk Produksi (JIP).Untuk item level di bawahnya sama dengan part dari releases induknya. 4. Schedule Receipt (SR) Material yang sudah dipesan dan akan diterima pada periode tertentu. 5. Begin Inventory (BI) Jumlah persediaan di awal periode. BIt = (BI)t-1 – (GR)t-1 + (SR)t-1 Dimana :
(BI)t = Begin Inventory pada waktu (t). (GR)t = Gross Requirement untuk waktu (t). (SR)t = Schedule Receipt dalam waktu (t).
Jika Begin Inventory (BI) memberikan hasil negatif, maka BI =0. 6. Net Requirement (NR) Jumlah aktual yang diinginkan untuk diterima atau diproduksi dalam periode yang bersangkutan. 7. Planned Order Receipt (PORt) Jumlah item yang diterima atau diproduksi oleh periode waktu terakhir. PORt = NRt , untuk NRt > 0 = 0 , untuk NRt ≤ 0 NRt
= (GR)t - (SR)t - (BI)t
8. Planned Ending Inventory (PEI) Merupakan fungsi dari NR dan GR.
46
(PEI)t = (POR)t + (SR)t + (PEI)t - (GR)t 9. Planned Order Release (PORel) Planned order release dipengaruhi oleh lead time. PORel = (PORt)t + L 2.4.5 Pembahasan Material Requirements Planning (MRP) Pembahasan ini menjelaskan tentang Material Requirement Planning (MRP) dari pembuatan Voltage transformer indoor. Hal ini akan menjelaskan tentang perencanaan dalam memesan bahan baku dan meminimumkan inventori bahan baku karena bila bahan baku terlalu lama di inventori maka akan menambah ongkos inventori. Pembuatan MRP ini pun dibutuhkan beberapa data yang akan menjadi informasi dalam pengolahan MRP. Informasi yang akan menjadi data penunjang MRP, yaitu struktur produk explotion, perencanaan agregat, schedule receipt, dan inventory status 2.4.6 Empat Langkah Utama Sistem Material Requirements Planning (MRP) Sistem MRP memiliki empat langkah utama yang selanjutnya keempat langkah ini harus ditetapkan satu per satupada periode perencanaan dan pada setiap item. Prosedur ini dapat dilakukan secara manual bila jumlah item yang terlibat dalam produksi relatif sedikit. Suatu program diperlukan bilajumlah item sangat banyak. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut (Baroto, 2002). 2.4.6.1 Proses Netting Merupakan suatu proses perhitungan kebutuhan bersih yang biasanya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan persediaan di tangan dan yang
47
sedang diproses (dipesan).masukan yang dipelukan dalam proses perhitungan kebutuhan bersih ini adalah : a.
Kebutuhan kotor (yaitu jumlah produk akhir yang akan dikonsumsi) untuk tiap periode selama periode perencanaan.
b.
Rencana penerimaan dari sub kontraktor selama peiode perencanaan.
c.
Tingkat persediaan yang dimiliki pada awal priode perencanaan.
Berikut contoh perhitungan kebutuhan bersih (Netting). Tabel 2.2. Contoh Perhitungan Netting Periode
1
2
Kebutuhan Kotor
10
Jadwal Penerimaan Persediaan di tangan Kebutuhan bersih
3
4
5
15
6
7
25
22
8
72
30 23
Total
30
23
13
43
18
18
-7
-29
0
0
0
0
0
7
22
-29
-29 29
2.4.6.2 Proses Lotting Merupakan suatu proses untuk menentukan besarnya jumlah pesanan optimal untuk setiap item secara individual berdasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan bersih yang telah dilakukan. Beberapa teknik diarahkan untuk menyeimbangkan ongkos set up dan ongkos simpan. Ada juga teknik yang sederhana yang memakai jumlah pemesanan tetapatau periode pemesanan tetap. Berikut ini contoh penentuan ukuran lot lot-for-lot (jumlah yang dipesan hanya sebesar jumlah yang dibutuhkan). Tabel 2.3. Contoh Perhitungan Lotting Periode Kebutuhan Bersih Ukuran Lot
1
2
3
4
5
6
7
8
Total
0
0
0
0
0
7
22
29
7
22
29
48
2.4.6.3 Proses Offsetting Merupakan salah satu langkah pada MRP untuk menentukan saat yang tepat untuk rencana pemesanan dalam memenuhi kebutuhan bersih. Rencana pemesanan didapat dengan cara menggabungkan saat awal tersedianya lot size yang diinginkandengan besarnya waktu ancang. Waktu ancang ini sama dengan besarnya waktu saat barang mulai dipesan atau diproduksi sampai barang tersebut siap untuk dipakai. Berikut contoh offsetting dengan waktu ancang dua periode. Tabel 2.3. Contoh Perhitungan Offsetting Periode
1
2
3
4
5
Kebutuhan Bersih Ukuran Lot
7
6
7
7
22
8
Total 29
22
29
2.4.6.4 Proses Explosion Yaitu proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat yang lebih bawah didasarkan atas rencana pesanan. Dalam proses explosion ini, data mengenai struktur produk sangat memegang peranan, karena atas dasar struktur produk inilah proses explosion akan berjalan dan dapat menentukan ke arah komponen mana yang harus diexplosion. Proses explosion dilakukan dengan dilakukan dengan menggunakan persamaan (3). Dibawah ini memberikan gambaran proses explosion yang terjadi pada tiga tingkat. Tabel 2.4. Contoh Perhitungan Explosion Item A - Tingkat 1 – Waktu Ancang 2 Periode Periode Kebutuhan Kotor Jadwal Penerimaan Persediaan di tangan Rencana Pemesanan
1
2
3
4
5
6
0
20
5
2 9
15 14 1 20
-9 5
-29
-34 10
10 12
2
7
-34
8
Total
10
60 30 -44 44
-44
49
Item B - Tingkat 2(1/1) – Waktu Ancang 1 Periode Periode
1
Kebutuhan Kotor
2
3
4
9
20
5
5
6
7
8
10
44
Jadwal Penerimaan Persediaan di tangan
Total
0 28
28
Rencana Pemesanan
19
-1
1
5
-6
-6
-16
10
15
-31
-31
-31 31
Item C - Tingkat 3(2/1) – Waktu Ancang 2 Periode Periode
1
Kebutuhan Kotor
2
3
2
10
4
5
6
20
30
7
8
62
Jadwal Penerimaan Persediaan di tangan Rencana Pemesanan
2.4.7
Total
0 8
6 4
-4
-4
20
30
-24
-24
-54
-54
-54 54
Kemampuan Sistem MRP
Ada empat kemampuan yang menjadi ciri utama dari sistem MRP yaitu: 1. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat. Maksudnya adalah menentukan secara tepat “kapan” suatu pekerjaan harus diselesaikan atau “kapan” material harus tersedia untuk memenuhi permintaan atas produk akhir yang sudah direncanakan pada jadwal induk produksi. 2. Membentuk kebutuhan minimal untuk setiap item. Dengan diketahuinya kebutuhan akan produk jadi, MRP dapat menentukan secara tepat sistem penjadwalan (berdasarkan prioritas) untuk memenuhi semua kebutuhan minimal setiap item komponen. 3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan. Maksudnya adalah memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan terhadap pesanan harus dilakukan, baik pemesanan yang diperoleh dari luar atau dibuat sendiri.
50
4. Mentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan. Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang dijadwalkan pada waktu yang diinginkan, maka MRP dapat memberikan indikasi untuk melakukan rencana penjadwalan ulang dengan menentukan prioritas pesanan yang realistis. 2.4.8
Teknik-Teknik Penentuan Ukuran Lot Size Lot sizing merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menentukan
ukuran kuantitas pemesanan. Ada dua cara pendekatan dalam menyelesaikan masalah lot sizing, yaitu pendekatan period by period dan level by level. Satusatunya teknik lot sizing yang menggunakan period by period yang ada sekarang adalah pendekatan koefisien (coeffiecient approach). Pendekatan koefisien ini mempunyai kinerja yang lebih baik dari pada teknik lot sizing yang menggunakan pendekatan level by level. Oleh karena itu, teknik-teknik lot sizing yang menggunakan pendekatan level by level masih tetap digunakan dalam menentukan ukuran kuantitas pemesanan MRP. Terdapat 9 teknik lot sizing yang menggunakan pendekatan level by level yang dapat diterapkan pada MRP adalah sebagai berikut : 1.
Jumlah pesanan tetap atau Fixed Order Quantity (FOQ).
2.
Jumlah pesanan ekonomi atau Economic Order Quantity (EOQ)
3.
Lot untuk lot atau Lot for Lot (LFL).
4.
Kebutuhan periode tetap atau Fixed Period Requirements (FPR).
5.
Jumlah pesanan periode atau Period Order Quantity (POQ).
6.
Ongkos unit terkecil atau Least Unit Cost (LUC).
51
7.
Ongkos total terkecil atau Least Total Cost (LTC).
8.
Keseimbangan suatu periode atau Part Period Balancing (PBB).
9.
Algoritma Wagner Whittin (AWW).
Dua dari teknik tersebut diatas adalah berorientasi pada permintaan, sedangkan yang lainya disebut teknik-teknik ukuran lot yang diskrit. Sebab teknik-teknik tersebut menghasilkan sejumlah pesanan yang sama dengan kebutuhan bersih dala jumlah yang tepat pada periode perencanaan yang berhubungan. Ukuran-ukuran lot yang bersifat diskrit tidak menghasilkan sisa persediaan dalam arti jumlah persediaan yang di simpan tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan periode yang akan datang secara cepat. Pemilihan teknik-teknik tersebut diatas adalah dengan biaya penyimpanan. Teknik ukuran lot dapat digolongkkan dalam dua bagian statis dan dinamis. Dikatakan statis bila jumlah pesanan yang dihitung hanya satu kali,sesuai dengan jadwal perencanaan. Dikatakan dinamis jumlah pesanan dihitung berulang-ulang mengikuti situasi. Gambar dibawah ini memperhatikan hubungan antara ukuran dengan biaya total yang dikeluarkan.
52
Cost
Total Cost
Holding cost
Order cost Material Cost
Lot size
Gambar 2.8. Hubungan antara Ukuran Lot dan biaya persediaan Dalam penelitian ini yang akan di analisa adalah biaya total yang dikeluuarkan dari masing-masing penggunaan teknik penetuan lot sizing, teknik yang di gunakan adalah : 1. Economic Order Quantity (EOQ) 2. Periode Order Quantity (POQ) 3. Lot For Lot (LFL) Berikut ini contoh data kebutuhan bersih selama 9 Periode yang di gunakan untuk menujukan hasil dalam memenuhi kebutuhan bersih. 2.4.8.1 Jumlah pesanan yang ekonomis (Economic Order Quantity – EOQ) Teknik EOQ sebenarnya bukan dimaksudkan untuk MRP. Sekalipun begitu, teknik ini dapat dengan mudah diterapkan pada MRP. Teknik ini didasarkan pada asumsi bahwa kebutuhan bersifat kontinu dengan pola permintaan yang stabil. Ukuran kuantitas pemesanannya (lot size) ditentukan dengan rumus:
53
Dengan: Q = kuantitas pemesanan yang ekonomis D = penggunaan per tahun (dalam unit) A = biaya pemesanan per satu kali pesan It = ongkos simpan C = harga per unit Jika kita mengasumsikan bahwa periode yang ada pada contoh sebelumnya sama, maka ukuran lot dengan menggunakan teknik EOQ ini adalah :
= 75 unit Maka ukuran lot sebesar 75 unit ini dipakai untuk memenuhi kebutuhan bersih yang ada sepanjang horizon perencanaan dengan cara sebagai berikut : Periode ( t )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
Kebutuhan bersih (Rt)
20
40
30
10
40
0
55
20
40
255
Kuantitas Pemesanan Xt
75
75
300
Persediaan
55
45
285
75 15
60
75 50
10
10
30
10
Tabel 2.5 Contoh Perhitungan Metode EOQ berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik EOQ di atas, biaya sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung sebagai berikut : Ongkos pengadaan
= 4 x Rp. 100,- = Rp. 400
Ongkos simpan
= (55+15+60+50+10+10+30+10+45) = 285
54
= 285 x Rp. 1,= Rp. 285,Dengan demikian Total ongkos
= 400 + 285 = Rp. 685
2.4.8.2 Ukuran Sesuai Pesanan (Lot for Lot -LFL ) Teknik LFL ini merupakan teknik lot sizing yang paling sederhana dan paling mudah dipahami. Pemesanan dilakukan dengan pertimbangan minimasi ongkos simpan. Pada teknik ini, pemenuhan kebutuhan bersih (Rt) dilaksanakan di setiap periode yang membutuhkannya, sedangkan besar ukuran kuantitas pemesanannya (lot size) adalah sama dengan jumlah kebutuhan bersih (Rt) yang harus dipenuhi pada periode yang bersangkutan. Teknik ini biasanya digunakan untuk item-item yang mahal atau yang tingkat diskontinuitas permintaannya tinggi. Sebagai contoh berikut ini merupakan ilustrasi dari penerapan teknik LFL dengan data kebutuhan bersih yang telah digunakan contoh-contoh berikutnya. Periode ( t )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
Kebutuhan bersih (Rt)
20
40
30
10
40
0
55
20
40
255
Kuantitas Pemesanan Xt
20
40
30
10
40
0
55
20
40
255
Persediaan
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel 2.6 Contoh Perhitungan Metode LFL berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik LFL di atas, biaya sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung sebagai berikut : Ongkos pengadaan
= 8 x Rp. 100,- = Rp. 800
Ongkos simpan
=0
Total ongkos
= 800 + 0 = Rp. 800
2.4.8.3 Jumlah pesanan atas dasar periode (period order quantity – POQ)
55
Teknik ini sama dengan FPR. Bedanya, pada teknik POQ, interval pemesanan ditentukan dengan suatu perhitungan yang didasarkan pada logika EOQ klasik yang telah dimodifikasi sehingga dapat digunakan pada permintaan yang berperiode waktu diskrit. Metode Period Order Quantity (POQ) adalah salah satu metode lot sizing dimana kebutuhan komponen-komponen dipenuhi dengan menentukan jumlah periode permintaan yang harus dipenuhi (tidak termasuk permintaan nol) untuk setiap kali pemesanan. Metode ini berhubungan dengan EOQ, yaitu bahwa banyaknya periode yang harus dipenuhi kebutuhan komponennya diperoleh berdasarkan perhitungan besarnya EOQ dibagi dengan permintaan (demand) rata-rata per periode. EOI = EOQ/D
= √ 2 S D / D2 H = √ 2 S / DH
Kesulitan teknik ini terletak pada kemungkinan bahwa diskontinuitas permintaan kebutuhan bersih (Rt) terdistribusi sedemikian rupa sehingga interval pemesanan yang telah ditentukan sebelumnya menjadi tidak berlaku lagi. Kasus ini dapat terjadi jika pada periode-periode yang bertepatan dengan saat pemesanan besarnya kebutuhan bersih (Rt) adalah nol. Interval pemesanan ditentukan sebagai berikut :
dimana : EOI
= interval pemesanan ekonomis dalam satu periode
C
= biaya pemesanan setiap kali pesan
h
= persentase biaya simpan setiap periode
56
P
= harga atau biaya pembelian perunit
R
= rata-rata permintaan per periode
Sebagai contoh, berikut ini merupakan penerapan teknik POQ dengan data pada contoh sebelumnya. -
Jumlah periode dalam 1 tahun
= 12 bulan
-
Jumlah unit yang dipesan per tahun
= 255 unit
-
Rata-rata permintaan (R)
= 28,3 unit
-
Q (dari teknik EOQ)
= 75 unit
-
Biaya pesan (C)
= 100 rupiah/ pesan
-
Ongkos simpan (h)
= 1 rupiah/ bulan
-
Harga perunit (P)
= 50 rupiah/ unit
Pembahasan
Interval pemesanan yang
diperbolehkan adalah 2,6 yang berarti interval
pemesanan yangn digunakan boleh 2 atau 3 periode dan frekuensi pemesanan boleh 4 atau 5 kali pemesanan dalam satu tahun. Periode ( t )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
Kebutuhan bersih (Rt)
20
40
30
10
40
0
55
20
40
255
Kuantitas Pemesanan Xt
60
40
255
Persediaan
40
0
70
40 0
10
40 0
0
75 0
20
Tabel 2.7 Contoh Perhitungan Metode POQ
0
57
berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik POQ atau EOI di atas, biaya sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung sebagai berikut : Ongkos pengadaan Ongkos simpan
= 5 x Rp. 100,- = Rp. 500 = (40+10+20) = 70 x Rp. 1,- = Rp. 70,-
Jadi Total ongkos keseluruhan adalah sebesar
500 + 70 = Rp. 570
Ukuran Lot merupakan suatu proses menentukan ukuran atau jumlah pemesanan, dimana pemesanan ini sudah harus tersedia di awal periode produksi. Ukuran jumlah barang yangdipesan (lot size) akan berhubungan dengan biaya pemesanan (setup) atau pun biaya penyimpanan barang. Semakin rendah ukuran lot,berarti semakin sering melakukan pemesanan barang, akan menurunkan biaya penyimpanan, tetapi menambah biaya pemesanan. Sebaliknya, semakin tinggi ukuran lot akan mengurangi frekuensi pemesanan, tetapi mengakibatkan meningkatnya biaya penyimpanan. Mencari ukuran lot yang tepat yang dapat meminimalkan biaya total persediaan. Terdapat beberapa metode yang penulis gunakan dalam penelitian yaitu antar lain metode Lot For Lot (LFL), Economic Order Quantity (EOQ) dan Period Order Quantity (POQ). Metode Lot For Lot atau teknik penetapan ukuran lot dilakukan atas dasar pesanan diskrit, selain itu metode persediaan minimal berdasarkan pada ide menyediakan persediaan (memproduksi) sesuai dengan yang diperlukan saja,jumlah persediaan diusahakan seminimal mungkin. Jika pesanan dapat dilakukan dalam jumlah beberapa saja, pesanan sesuai dengan jumlah yang
58
sesungguhnya diperlukan (Lot For Lot) menghasilkan tidak adanya persediaan. Metode ini mengandung resiko yang tinggi. Apabila terjadi keterlambatan dalam pengiriman barang, mengakibatkan terhentinya produksi jika persediaan itu berupa bahan baku, atau tidak terpenuhinya permintaan pelanggan apabila persediaan itu berupa barang jadi.Namun, bagi perusahaan tertentu seperti yang menjual barang-barang yang tidak tahan lama (perishble products), metode ini merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik (Baroto, 2002). 2.4.9 Faktor-faktor Kesulitan Dalam Menerapkan Sistem MRP Terdapat lima faktor yang mempengaruhi tingkat kesulitan dalam proses MRP yaitu: 1. Struktur Produk : Semakin rumit struktur produk, akan membuat perhitungan MRP semakin rumit pula. Struktur produk yang komleks terutama kearah vertikal, akan membuat proses penentuan kebutuhan bersih, penentuan jumlah pesanan optimal, penentuan saat yang tepat melakukan pasanan, dan penentuan kebutuhan kotor menjadi berulang-ulang. 2. Ukuran Lot : Jika dilihat dari cara pendekatan masalah, terdapat dua aliran dalam penentuan ukuran lot yaitu, pendekatan periode dan level by level, ada beberapa teknik ukuran lot yang biasa di pakai adalah teknik FPR, L-4-L, FOQ, POQ dan EOQ, Teknik-teknik tersebut akan memberikan hasil yang berbeda dalam ongkos total persediaannya, akan tetapi L-4-L lebih sering digunakan karena paling sederhana. 3. Tenggang Waktu (Lead Time)
59
Perbedaan dalam tenggang waktu akan menambah kerumitan dalam proses MRP. Oleh karena itu kita dihadapkan pada masalah penentuan saat paling awal dan saat paling lambat suatu komponen harus selesai atau disebut dengan lintasan kritis. Lead Time akan mempengaruhi proses Offsetting, sehingga jika Lead Time Berubah-ubah maka offsetting akan ikut
berubah-ubah. Hal ini akan
mengakibatkan jadwal kegiatan produksi akan menjadi tidak baik. 4. Perubahan Kebutuhan MRP dirancang untuk menjadi suatu sistem yang peka terhadap perubahan baik perubahan dari luar maupun perubahan dari dalam (kapasitas). Kepekaan ini bukanlah tidak menimbulkan masalah, perubahan kebutuhan produk akhir tidak hanya mempengaruhi rencana pemesanan, tetapi juga mempengaruhi jumlah kebutuhan yang diinginkan.