8
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Definisi Analisis Leverage Ada banyak mengenai definisi analisis leverage dari para ahli yang penulis
gunakan sebagai referensi. Definisi-definisi tersebut antara lain ; Definisi leverage menurut Sugiyarso dan Winarni (2006 : 116) adalah penggunaan aktiva dan pendanaan oleh perusahaan yang memiliki beban tetap dengan maksud meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham. Martono dan Harjito (2007 : 295) mengungkapkan bahwa leverage mengacu pada penggunaan asset dan sumber dana (sources of fund) oleh perusahaan di mana dalam penggunaan asset atau dana tersebut perusahaan harus mengeluarkan biaya tetap atau beban tetap. Penggunaan asset (aktiva) atau dana tersebut pada akhirnya dimaksudkan untuk meningkatkan keuntungan potensial bagi pemegang saham Menurut Aliminsyah dan Padji (2006 : 171) analisis leverage adalah analisis laporan keuangan untuk mengukur sampai seberapa jauh perusahaan dibelanjai dengan
hutang
dan
sampai
seberapa
jauh
pembelanjaan
melipatgandakan laba (rugi) kepada pemegang saham.
tersebut
dapat
9
Prawironegoro
(2006
:
54)
mendefinisikan
leverage sebagai suatu
kemampuan perusahaan menggunakan hutang untuk membiayai investasi, sedangkan Sjahrial (2007 : 147) mengatakan bahwa leverage adalah penggunaan aktiva dan sumber dana oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap (beban tetap), berarti sumber dana yang berasal dari pinjaman karena memiliki bunga sebagai beban tetap dengan maksud agar meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham. Syamsuddin (2004 : 89) dijelaskan bahwa istilah leverage biasanya digunakan untuk menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menggunakan aktiva atau dana yang mempunyai beban tetap (fixed cost assets or funds) untuk memperbesar tingkat penghasilan (return) bagi pemilik perusahaan. Leverage menurut Sutrisno (2007 : 199-202) dibagi menjadi 3 macam, yaitu leverage operasi atau operating leverage, leverage keuangan atau financial leverage dan leverage kombinasi atau combine leverage. Perusahaan menggunakan leverage operasi, leverage keuangan dan leverage kombinasi dengan tujuan agar keuntungan yang diperoleh perusahaan lebih besar daripada biaya asset dan sumber dananya. Dengan demikian akan meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham. Untuk mengukur leverage operasi dan leverage keuangan di gunakan beberapa teknik, yaitu ; 1.
Tingkat Leverage Operasi / Degree of Operating Leverage (DOL) Leverage operasi merupakan penggunaan aktiva yang menyebabkan
perusahaan harus menanggung biaya tetap tanpa penyusutan. Ukuran leverage
10
operasi adalah Degree of Operating Leverage (DOL). Semakin tinggi Degree of Operating Leverage, perusahaan akan semakin beresiko karena harus menanggung biaya tetap yang semakin besar. Untuk menghitung Degree of Operating Leverage (DOL) bisa digunakan rumus : Degree of Operating Leverge
= Persentase Perubahan dalam EBIT Persentase Perubahan dalam Penjualan
Atau
DOL =
S – BV S – BV- BT
= Q(P–V) Q (P - V) – BT
Keterangan :
2.
Q
: Kuantitas
P
: Harga per unit
V
: Biaya Variabel per unit
BT
: Biaya tetap total
S
: Penjualan
BV
: Bunga variabel total
Tingkat Leverage Keuangan (DFL)
/ Degree of Financial Leverage
11
Leverage financial terjadi akibat perusahaan menggunakan sumber dana dari hutang, yang menyebabkan perusahaan harus menanggung beban tetap atas penggunaan dana hutang perusahaan setiap tahunnya di bebani biaya bunga. Financial leverage mengukur pengaruh perubahan keuntungan operasi (EBIT) terhadap perubahan pendapatan bagi pemegang saham (EAT) yang mempengaruhi perndapatan pemilik adalah besarnya EBIT yang di terima dan struktur modal yang dipunyai. Ukuran tingkat leverage keuangan adalah Degree of Financial Leverge (DFL).Untuk mengukur DFL biasanya digunakan rumus :
Degree of Financial Levergae (DFL)
=
EBIT EBIT – I
Atau DFL
=
Q (P – V) BT Q (P-V) – BT – I
3.
Tingkat Leverage Kombinasi
/ Degree of Combine Leverage
(DCL) Combine leverage adalah pengaruh perubahan penjualan terhadap penambahan laba setelah pajak. Untuk mengukur besarnya financial leverage biasanya digunakan rumus :
12
Degree of combine leverage (DCL) =
S – BV = EBIT – I
2.2
Financial Leverage
2.2.1
Pengertian Financial Leverage
Q(P–V) Q (P - V) – BV – I
Financial leverage menurut Gitosudarmo dan Basri ( 2002 : 222) adalah penggunaan dana dengan beban tetap dengan harapan untuk menambah atau memperbesar pendapatan per lembar saham biasa. Financial leverage merupakan suatu alat yang sangat penting bagi manager keuangan dalam merencanakan laba perusahaan dan dalam kaitannya untuk menentukan alternatif sumber dana yang paling tepat guna membelanjai pertambahan modal usaha perusahaan selaras dengan pertumbuhan dari perusahaan yang diharapkan atau dianggarkan untuk tahun-tahun mendatang. Rahardjo (2005 : 70) mengemukakan bahwa financial leverage berkaitan dengan penggunaan biaya tetap dalam usaha meningkatkan profitabilitas, yaitu melibatkan
pembiayaan
aktiva
(harta
dan
kekayaan)
perusahaan
dengan
memanfaatkan dana yang diperoleh dari pemberi pinjaman (kreditur) atau dari pemegang saham preferen yang mempunyai tingkat harga atau tingkat dividen (tingkat penghasilan) tertentu atau tetap. Menurut Sutrisno (2007 : 201), leverage financial terjadi akibat perusahaan menggunakan sumber dana dari hutang yang menyebabkan perusahaan harus
13
menanggung beban tetap atas penggunaan dana hutang perusahaan setiap tahunnya dibebani biaya bunga. Menurut Riyanto (1999:375-376), Penggunaan financial leverage yang menimbulkan beban tetap dalam suatu perusahaan dapat menguntungkan atau merugikan. Penggunaannya dikatakan ; 1.
Menghasilkan leverage yang menguntungkan (favourable financial leverage), jika pendapatan yang diterima dari penggunaan dana tersebut lebih besar dari beban tetap yang harus dibayar.
2.
Menghasilkan leverage yang merugikan (unfavourable financial leverage), apabila pendapatan yang diterima dari pengguna dana tersebut kecil dari beban tetap yang harus dibayar. Financial
Leverage
dapat
memperbesar
tingkat
pengembalian
yang
diharapkan bagi pemegang saham karena 2 faktor yaitu; 1.
Adanya bunga atas hutang yang dapat memperkecil pajak dan memperbesar laba yang tersedia bagi pemegang saham.
2.
Jika tingkat pengembalian atas aktiva (EBIT) melebihi tingkat bunga atas hutang maka perusahaan dapat menggunakan hutang untuk membiayai aktivanya karena setelah perusahaan mampu membayar bunga atas hutangnya, perusahaan masih menyisakan “bonus” bagi pemegang sahamnya.
14
Walaupun penggunaan financial leverage memiliki resiko yang cukup besar, perusahaan tetap cenderng memilih financial leverage yang tinggi, Wetson and Copeland (1999:299) karena berarti ; 1.
Jika pengusaha mengivestasikan sebagian kecil saja dari keseluruhan dana yang dibutuhkan perusahaan, maka resiko perusahaan ditanggung kreditur.
2.
Dengan menambah pendanaan yang berasal dari hutang, pemegang sahan dapat mengontrol perusahaan dengan jumlah investasi yang lebih.
3.
Jika perusahaan dapat menghasilkan keuntungan atas penggunaan hutang, pengembalian atas modal (ROE) dapat bertambah atau meningkat. Pernyataan diatas menunjukan perusahaan yang menggunakan financial
leverage yang tinggi berarti tambahan dana untuk investasi, maka perusahaan berharap dapat meningkatkan EPS perusahaan tersebut. Peningkatan EPS tidak terlepas kaitannya dengan volume penjualan perusahaan. Raharjaputra ( 2009 : 220) menjelaskan bahwa financial leverage merupakan usaha memperbesar atas efek perubahan atas laba sebelum pajak dan bunga/earning before interest and tax (EBIT) terhadap earning per share / EPS atau pendapatan per saham. Hal sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Martono dan Harjito (2007 : 300) bahwa leverage keuangan merupakan penggunaan dana dengan beban tetap dengan harapan atas penggunaan dana tersebut akan memperbesar pendapatan per lembar saham (Earning Per Share, EPS).
15
Menurut Sugiono (2009 : 71) Financial leverage juga dikenal dengan sebutan DER (Debt to Equity Ratio). Rasio ini menunjukkan perbandingan utang dan modal. Rasio ini merupakan salah satu rasio yang penting karena berkaitan dengan masalah “trading on equity”, yang dapat memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap rentabilitas modal sendiri dari perusahaan tersebut. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Prawironegoro (2006 : 54) , leverage Keuangan mempunyai pengaruh langsung terhadap pendapatan per lembar saham (Earning Per Share). Pada kondisi bisnis krisis, dimana penjualan kecil dan laba operasi kecil, jika leverage keuangan tinggi maka Earning Per Share akan rendah bahkan negatif. Sebaliknya, jika kondisi bisnis baik, dimana penjualan tinggi dan laba operasi tinggi, jika leverage keuangan tinggi maka Earning Per Share tinggi. Hakekatnya, penggunaan hutang untuk membiayai perusahaan adalah beresiko. Makin perusahaan dibiayai dengan hutang, makin tinggi resikonya. Financial leverage dinyatakan dengan rumus : Financial Leverage = Total Kewajiban Total Modal Sendiri
2.2.2
Rasio – rasio Leverage Menurut Sutrisno (2007 : 232), Rasio leverage menunjukkan seberapa besar
kebutuhan dana perusahaan dibelanjai dengan hutang. Apabila perusahaan tidak
16
mempunyai leverage atau leverage faktornya = 0, artinya perusahaan dalam beroperasi sepenuhnya menggunakan modal sendiri atau tanpa menggunakan hutang. Semakin rendah leverage faktor, perusahaan mempunyai resiko yang kecil bila kondisi ekonomi merosot. Penggunaan hutang bagi perusahaan tersebut mempunyai 3 dimensi, yaitu : 1.
Pemberi kredit akan menitikberatkan pada besarnya jaminan atas kredit yang diberikan.
2.
Dengan menggunakan dana hutang, maka apabila perusahaan mendapat keuntungan yang lebih besar dari beban tetapnya maka pemilik perusahaan keuntungannya akan meningkat.
3.
Dengan penggunaan hutang, pemilik mendapatkan dana tanpa kehilangan pengendalian pada perusahaannya.
Semakin besar tingkat leverage perusahaan, akan semakin besar jumlah hutang yang digunakan dan semakin besar resiko bisnis yang dihadapi, terutama bila kondisi perekonomian menurun. Menurut Sutrisno (2007 : 233-235) Ada lima rasio leverage yang biasa dimanfaatkan oleh perusahaan, yaitu : 1)
Total Debt to Total Asset Ratio Total Hutang dengan Total Aktiva yang biasa di sebut resiko hutang
(debt ratio), mengukur prosentase besarnya dana yang berasal dari hutang. Yang dimaksud hutang adalah semua hutang yang dimiliki perusahaan, baik
17
yang berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Kreditur lebih menyukai debt ratio yang rendah, sebab tingkat keamanan dananya menjadi semakin baik. Untuk mengukur besarnya debt ratio bisa dihitung dengan rumus : Rasio Hutang =
Total Hutang
x 100 %
Total Aktiva 2)
Financial Leverage Rasio hutang dengan modal sendiri merupakan imbangan antara
hutang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini berarti modal sendiri semakin sedikit dibandingkan dengan hutangnya. Bagi perusahaan, sebaiknya besarnya hutang tidak boleh melebihi modal sendiri agar beban tetapnya tidak terlalu tinggi. Untuk pendekatan konservatif besarnya hutang maksimal sama dengan modal sendiri, artinya debt to equitynya maksimal 100%. Untuk menghitung debt to equity bisa mengggunakan rumus sebagai berikut : Financial leverage = Total Hutang x 100 % Total Modal
3)
Times Interest Earned Ratio Times Interest Earned Ratio sering disebut sebagai coverage ratio
merupakan rasio antara laba sebelum bunga dan pajak dengan beban bunga.
18
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi beban tetapnya berupa bunga dengan beban yang di perolehnya atau mengukur berapa kali besarnya laba bisa menutup beban bunganya. Rumus yang digunakan adalah Times Interest Earned Ratio = Laba Sebelum Bunga dan Pajak Beban Bunga
4)
Fixed Charge Coverage Ratio Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk menutup beban
tetapnya termasuk pembayaran dividen saham preferen, bunga, angsuran pinjaman dan sewa. Karena mengukur segi perusahaan menggunakan aktiva tetap dengan cara leasing, sehingga harus membayar angsuran tertentu. Untuk menghitung rasio ini digunakan rumus : Fixed Charge Coverage Ratio = EBIT + Bunga + Angsuran Lease Bunga + Angsuran Lease
5)
Debt Service Ratio Debt Service Ratio merupakan kemampuan perusahaan dalam
memenuhi beban tetapnya termasuk angsuran pokok pinjaman. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : Debt Service Coverage = Laba Sebelum Bunga dan Pajak Bunga + Sewa + Angsuran Pokok Pinjaman ( 1 + Tarif Pajak)
19
2.2.3
Sumber dan Jenis-Jenis Modal Agar dalam pelaksanaan kegiatan perusahaan berhasil, diperlukan sejumlah
modal kerja yang cukup, namun dalam kenyataannya perusahaan yang berhasil dalam melaksanakan kegiatannya adalah oerusahaan yang mempunyai modal kerja lebih dari cukup. Menurut Gitosudarmo dan Basri (2002 : 42-44), sumber-sumber pemenuhan modal kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan dapat dipenuhi dari dua sumber, yaitu : 1.
Sumber Intern (internal sources) Sumber modal kerja intern terdiri dari : a)
Laba yang ditahan, besar kecilnya laba ditahan menjadi sumber
intern dalam pemenuhan modal kerja. Hal ini di pengaruhi oleh beberapa faktor : 1) Besarnya laba yang diperoleh dalam periode yang bersangkutan. 2) Kebijaksanaan tentang dividen policy. Apabila pembayaran dividen ditetapkan dalam presentase atau jumlah yang relatif tinggi, maka laba di tahannya relatif kecil dan sebaliknya apabila pembayaran dividen ditetapkan dalam presentase yang relatif rendah, maka laba ditahan relatif besar. 3) Kebijaksanaan penanaman kembali dividen yang diterima oleh pemegang
saham
(plowing
back
policy).
Apabila
ada
20
kebijaksanaan untuk penanaman kembali dividen yang diterima ke perusahaan, maka laba ditahan akan menjadi relatif besar, asalkan penanaman kembali dividen tersebut dapat ditanamkan pada investasi yang ratio rate of return lebih besar daripada biaya modal/cost of capitalnya. b)
Keuntungan penjualan surat-surat berharga/efek di atas harga normal
c)
Penjualan aktiva tetap yang dilaksanakan oleh perusahaan
d)
Cadangan penyusutan. Penyusutan merupakan biaya operasional perusahaan, tetapi penyusutan bukan merupakan pengeluaran kas. Oleh karena itu, apabila dalam satu periode dalam perusahaan tidak terjadi transaksi penjualan maka penyusutan bukan merupakan sumber modal kerja, tetapi bila terjadi transaksi penjualan maka penyusutan merupakan sumber modal kerja.
2.
Sumber Ekstern (external sources) Pemenuhan modal kerja dapat diambil dari sumber-sumber dari luar
perusahaan yang merupakan hutang atau modal sendiri bagi perusahaan. Pihak-pihak luar sebagai sumber pemenuhan modal kerja adalah a. Suplier (leveransir penjual bahaan baku, bahan penolong atau alatalat investasi perusahaan.
21
Suplier memberikan dana sebagai pemenuhan kebutuhan modal kerja kepada perusahaan dengan memberikan penjualan bahan baku, bahan penolong atau alat-alat investasi secara kredit baik jangka pendek
maupun jangka menengah yang besarnya
merupakan hutang bagi perusahaan. b. Bank-bank Bank adalah lembaga pemberian kredit, baik kredit jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang dan pemberian jasa-jasa lain di bidang keuangan. pemberian kredit oleh bank biasanya didasarkan pada hasil penilaian dari bank terhadap perusahaan sebagai pemohon kredit. c. Pasar Modal Pasar modal yang dalam bentuk konkretnya adalah pasar perdana berfungsi mengalokasikan dana dari perorangan atau lembaga yang mempunyai surplus tabungan kepada perusahaan yang mempunyai kekurangan modal. Menurut Riyanto (2001 : 227 - 244) modal “asing” adalah modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya sementara bekerja di dalam perusahaan dan bagi perusahaan yang bersangkutan, modal tersebut merupakan “hutang”, yang pada saatnya harus dibayar kembali. Mengenai
22
penggolongan hutang, ada yang hanya membaginya dalam 2 golongan, dan ada yang membaginya ke dalam 3 golongan, yaitu : a. Hutang Jangka Pendek (Short Term Debt) Hutang jangka pendek adalah modal asing yang jangka waktunya paling lama satu tahun. Sebagian besar hutang jangka pendek terdiri dari kredit perdagangan, yaitu kredit yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan usahanya. Jenis-jenis modal jangka pendek adalah : 1) Kredit Rekening Koran, adalah kredit yang diberikan oleh bank kepada perusahaan dengan batas plafond tertentu dimana perusahaan mengambil sebagian demi sebagian sesuai dengan kebutuhannya dan bunga yang dibayar adalah bunga atas jumlah yang diambil saja. 2) Kredit dari penjual (leverancier credit), merupakankredit perniagaan (trade credit) dan kredit ini terjadi apabila penjualan produk dilakukan dengan kredit. 3) Kredit dari pembeli (afnemers credit), adalah kredit yang diberikan oleh perusahaan sebagai pembeli kepada pemasok (supplier) dari bahan mentahnya atau barang-barang lainnya. 4) Kredit wesel, terjadi apabila suatu perusahaan mengeluarkan “surat pengakuan hutang” yang berisi kesanggupan untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pihak tertentu dan
23
pada saat tertentu (surat promes atau notes payables), dan setelah ditandatangani, surat tersebut dijual atau diuangkan pada bank. b. Hutang Jangka Menengah (Intermediate Term Debt) Hutang jangka menengah adalah hutang yang jangka waktu atau umurnya lebih dari 1 tahun dan kurang dari 10 tahun. Kebutuhan membelanjai usaha dengan jenis kredit ini dirasakan karena adanya kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi dengan kredit jangka pendek di satu pihak dan juga sukar untuk dipenuhi dengan kredit jangka panjang di lain pihak. Bentuk-bentuk dari kredit jangka menengah adalah : 1) Term Loan, adalah kredit usaha dengan umur lebih dari satu tahun dan kurang sari 10 tahun. Pada umumnya term loan dibayar kembali dengan angsuran tetap selama satu periode tertentu (amortization payments). 2) Leasing, adalah suatu alat atau cara untuk mendapatkan service dari suatu aktiva tetap yang pada dasarnya adalah sama seperti halnya kalau kita menjual obligasi untuk mendapatkan services dan hak milik atas aktiva tersebut dan bedanya pasa leasing tidak disertai dengan hak milik.
24
c. Hutang Jangka Panjang (Long Term Debt) Utang jangka panjang adalah hutang yang jangka waktunya panjang, umumnya lebih dari 10 tahun. Hutang jangka panjang pada umumnya digunakan untuk membelanjai perluasan perusahaan (ekspansi) atau modernisasi dari perusahaan, karena kebutuhan modal untuk keperluan tersebut meliputi jumlah yang besar. Bentuk-bentuk hutang jangka panjang, antara lain : 1) Pinjaman obligasi (Bonds Payables), adalah pinjaman uang untuk jangka waktu yang panjang, dimana debitur mengeluarkan surat pengakuan utang yang mempunyai nominal tertentu. 2) Pinjaman hipotik (Mortgage), adalah pinjaman jangka panjang dimana pemberi uang (kreditur) diberi hak hipotik terhadap suatu barang tifak bergerak agar supaya bila pihak debitur tidak memenuhi kewajibannya, barang itu dapat dijual dan dari hasil penjualan tersebut dapat digunakan untuk menutup tagihannya.
Sedangkan “Modal sendiri” pada dasarnya adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan dan yang tertanam di dalam perusahaan untuk waktu yang tidak tentu lamanya. Oleh karena itu, modal sendiri ditinjau dari sudut likuiditas merupakan “dana jangka panjang yang tidak tertentu waktunya”. Modal sendiri selain berasal dari ‘luar’ perusahaan dapat juga berasal dari
25
“dalam” perusahaan sendiri, yaitu modal yang dihasilkan atau dibentuk sendiri di dalam perusahaan. Modal sendiri berasal dari “sumber intern” adalah dalam bentuk “keuntungan yang dihasilkan perusahaan”. Adapun modal sendiri yang berasal dari “sumber ekstern” adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan. Modal yang berasal dari pemilik perusahaan terdiri dari berbagai macam bentuk. Modal sendiri di dalam suatu perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) terdiri dari : a.
Modal Saham Saham adalah bukti pengambilan bagian atau peserta dalam
suatu perseroan terbatas (PT) bagi perusahaan yang bersangkutan, yang diterima dari hasil penjualan sahamnya “akan tetap tertanam” di dalam perusahaan tersebut selama hidupnya, meskipun bagi pemegang saham sendiri iu bukanlah merupakan penanaman yang permanen, karena setiap waktu pemegang saham dapat menjual sahamnya. Jenisjenis saham adalah : 2) Saham biasa (common stock) Pemegang saham biasa akan mendapatkan dividen pada akhir tahun pembukuan, apabila perusahaan tersebut mendapatkan
26
keuntungan, tapi apabila perusahaan merugi, maka pemegang saham tidak akan mendapatkan dividen. Fungsi dari saham biasa adalah : a) Sebagai alat untuk membelanjai perusahaan dan terutama sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan akan modal permanen. b) Sebagai alat untuk menentukan pembagian laba c) Sebagai alat untuk mengadakan fusi atau kombinasi dari perusahaan-perusahaan. d) Sebagai alat menguasai perusahaan.
3) Saham Preferen (preferred stock) Pemegang
saham
preferen
mempunyai
beberapa
‘preferensi’ tertentu di atas pemegang saham biasa, terutama dalam hal : a. Pembagian
dividen,
dividen
dari
saham
preferen
diambilkan terlebih dahulu, kemudian sisanya adalah untuk saham biasa.
27
b. Pembagian kekayaan, apabila perusahaan dilikuidasi, maka dalam pembagian kekayaannya, saham preferen didahulukan daripada saham biasa.
4) Saham preferen kumulatif (cumulative preferred stock) Jenis saham ini pada dasarnya sama dengan saham preferen. Perbedaannya hanya terletak pada adanya hak kumulatif pada saham preferen kumulatif. Dengan demikian pemegang saham preferen kumulatif apabila tidak menerima dividen selama beberapa waktu karena besarnya laba tidak mengizinkan atau kerugian, maka di kemudian hari apabila perusahaan mendapatkan keuntungan berhak untuk menuntut dividen-dividen
yang
tidak
dibayarkan
diwaktu-waktu
sebelumnya. b.
Cadangan Cadangan yang dimaksud adalah cadangan yang dibentuk dari
keuntungan yang diperoleh perusahaan selama beberapa waktu yang lampau atau dari tahun yang berjalan (Deserve that are surplus). Tidak semua cadangan masuk dalam modal sendiri. Cadangan yang termasuk dalam modal sendiri antara lain : 1. Cadangan ekspansi
28
2. Cadangan modal kerja 3. Cadangan selisih kurs 4. Cadangan untuk menampung hal-hal atau kejadian-kejadian yang tidak diduga-duga sebelumnya (cadangan umum) Adapun cadangan yang tidak termasuk dalam modal sendiri, antara lain adalah cadangan depresiasi, cadangan piutang, cadangan ragu-ragu dan cadangan yang bersifat hutang (cadangan untuk pensiun pegawai, cadangan untuk membayar pajak). c.
Laba Ditahan Keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan dapat sebagian
dibayarkan sebagai dividen dan sebagian ditahan oleh perusahaan. Apabila penahanan keuntungan tersebut sudah dengan tujuan tertentu, maka dibentuklah cadangan sebagaimana diuraikan di atas. Apabila perusahaan belum mempunyai tujuan tertentu mengenai penggunaan
keuntungan
tersebut,
maka
keuntungan
tersebut
merupakan “keuntungan yang ditahan” (retained earnings). Di dalam neraca sering di sebut “cadangan“ dan “laba ditahan” dijadikan satu dalam pos “retained earnings”. Perbedaan antara modal asing atau hutang dengan modal sendiri adalah sebagai berikut :
29
Modal asing atau hutang Modal
yang
memperhatikan
Modal Sendiri
terutama Modal
terutama
tertarik
kepada berkepentingan
kepentingannya sendiri, yaitu kontinuitas, kepentingan kreditor
dan
terhadap kelancaran
dan
keselamatan perusahaan
Modal yang tidak mempunyai Modal yang dengan kekuasaannya pengaruh
terhadap dapat
penyelenggaraan perusahaan
mempengaruhi
politik
perusahaan.
Modal dengan beban bunga Modal yang mempunyai hak atas yang tetap, tanpa memandang laba sesudah pembayaran bunga adanya
keuntungan
atau kepada modal asing
kerugian Modal yang hanya sementara Modal yang digunakan di dalam turut bekerja sama di dalam perusahaan untuk waktu yang perusahaan
tidak terbatas atau tidak tertentu lamanya
30
2.3
Earning Per Share
2.3.1 Pengertian Earning Per Share (EPS) Pertumbuhan Earning Per Share (EPS) memberikan informasi yang lebih banyak tentang perkembangan suatu perusahaan. Peningkatan laba dapat dihasilkan dari berbagai hal, misalnya perusahaan dapat memiliki saham perusahaan lain sehingga akan meningkatkan labanya, tapi jika presentase peningkatan laba lebih kecil daripada presentase peningkatan jumlah saham, maka laba per saham akan turun, walaupun perusahaan memiliki laba yang tinggi. Rahardjo (2001 : 109) mengemukakan bahwa penghasilan per lembar saham biasa (EPS) menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memberikan
imbalan
(return) pada setiap lembar saham biasa. Pembeli saham biasa (common stock) umumnya lebih memperhatikan penghasilan per lembar saham daripada dividen yang diperoleh. Biasanya penghasilan per lembar saham biasa mempengaruhi harga saham di bursa saham. Definisi earning per share menurut Tandelilin (2001 : 241) adalah menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan bagi semua pemegang saham perusahaan. Pada umumnya manajemen perusahaan, pemegang saham biasa dan calon pemegang saham sangat tertarik akan Earning Per Share (EPS) karena hal ini menggambarkan jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa.
31
Hal serupa dikemukakan oleh Syamsuddin (2004 : 66), para calon pemegang saham tertarik dengan Earning Per Share yang besar, karena hal ini merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu perusahaan. Menurut Sundjaja dan Berlian (2003 : 68), earning per share merupakan komponen penting dari hasil investasi perusahaan (aliran dana) yang mempengaruhi harga per lembar saham perusahaan. EPS
menunjukan
kemampuan
perusahaan
untuk
mendistribusikan
pendapatannya kepada para pemegang sahamnya. Para investor atau pemegang saham menyukai perusahaan yang memiliki EPS yang tinggi untuk menanamkan modalnya, karena akan berpengaruh pada harga saham perusahaan tersebut. Semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk mendistribusikan pendapatannya kepada pemegang saham atau dengan kata lain semakin tinggi EPSnya, maka semakin besar keberhasilan perusahaan tersebut. Perusahaan dengan prestasi saham yang lebih baik akan lebih mudah memperoleh tambahan dana baru. Menurut Alimansyah dan Padji (2006 : 112), Earning per share (pendapatan per saham) adalah laba netto perusahaan atau bank dalam jangka waktu tertentu setelah pemotongan bunga dari modal hutang, pajak pengendalian dan dividen preferensi yang di batas jumlah saham biasa yang telah di keluarkan.
32
2.3.2 Penentu Laba Per Lembar Saham (EPS) Laba merupakan alat ukur utama kesuksesan suatu perusahaan, namun analis harus menghubungkan laba dengan total aktiva dan ekuitas saham biasa untuk menghindari adanya kerancuan. Adapun penentu laba per lembar saham (EPS) menurut Fabozzi (2000 : 873) adalah : 1.
Pengembalian atas ekuitas pemegang saham Pemegang saham merupakan penuntut residual terhadap laba setelah pajak dikurangi dividen preferen (laba tersedia bagi pemegang saham biasa). Tingkat yang dihasilkan atas modal yang diinvestasikan pemegang saham (pengembalian ekuitas pemegang saham) dan perilaku
komponen
dasar
menentukan
bahwa
pengembalian
merupakan kriteria utama dalam memilih saham. Dua penentu dasar besarnya pengembalian atas ekuitas pemegang saham adalah pengembalian atas total aktiva dan proporsi aktiva yang didanai oleh pemilik, bukan kreditor. 2.
Nilai buku per lembar saham Semakin tinggi rasio nilai buku per lembar saham semakin baik hasil yang diperoleh perusahaan. Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai buku per lembar saham, yaitu :
33
a.
Perusahaan dapat melakukan penahanan laba. dengan cara ini, ekuitas akan meningkat, namun tidak terjadi perubahan dalam jumlah lembar saham yang beredar. Hal ini mengasumsikan laba ditahan dapat digunakan seefektif ekuitas pemilik sebelumnya, dengan kata lain, pengembalian atas ekuitas pemilik dapat di pertahankan.
b.
Membeli kembali saham perusahaan pada harga yang lebih rendah daripada nilai buku per lembar saham. menghasilkan peningkatan nilai buku per lembar saham bagi perusahaan yang bertahan karena nilai buku dari saham yang diperoleh mungkin lebih besar jika dibandingkan nilai buku saham yang di pertukarkan.
2.3.3 Mengukur Besarnya Earning Per Share Tandelilin ( 2001 : 241) berpendapat bahwa besarnya EPS suatu perusahaan bisa diketahui dari informasi laporan keuangan perusahaan. Meskipun beberapa perusahaan tidak mencantumkan besarnya EPS perusahaan bersangkutan dalam laporan keuangannnya, tetapi besarnya EPS suatu perusahaan bisa kita itung berdasarkan informasi laporan neraca dan laporan rugi laba perusahaan. Rumus untuk menghitung EPS suatu perusahaan adalah sebagai berikut :
34
EPS = Laba bersih setelah bunga dan pajak (EAT) Jumlah saham beredar Di samping rumus diatas, dapat juga menggunakan rumus : EPS = ROE x Nilai buku per lembar saham = laba bersih setelah bunga dan pajak x jumlah modal sendiri jumlah modal sendiri
jumlah saham beredar
Menurut Walsh (2003 : 148) laba per lembar saham adalah salah satu nilai statistik yang paling sering digunakan ketika sedang membahas kinerja suatu perusahaan atau nilai saham. Laba yang digunakan dalam perhitungan adalah angka setelah di klaim pihak lain terpenuhi. Klaim yang mendapat bagian lebih dulu atas laporan laba rugi ini biasanya adalah bunga dan pajak. Oleh karena itu, nilai laba setelah pajak (EAT) akan dibagi dengan jumlah lembar saham biasa untuk menghitung nilai laba per lembar saham. Angka ini memberikan informasi tentang berapa laba yang diperoleh pemegang saham biasa atas setiap lembar saham yang dimilikinya. Pertumbuhan EPS bukanlah satu-satunya komponen yang sangat penting. Stabilitas juga penting. Investor akan sangat memperhatikan kualitas labanya. Mereka tidak menyukai kinerja perusahaan yang tidak menentu dengan laba yang fluktuatif. Peningkatan kualitas laba yang tinggi akan diberikan pada laba yang menunjukkan peningkatan yang stabildan tidak berfluktuasi.
35
2.4
Pengaruh Financial Leverage Terhadap Earning Per Share Penggunaan
financial
leverage
yang
berbeda-beda
besarnya
akan
menghasilkan EPS yang berbeda pula, selanjutnya perubahan pada EPS akan mempengaruhi naik turunnya harga saham. Hal ini seperti yang kemukakan oleh Brigham dan Houston (2001 : 19), bahwa perubahan dalam penggunaan hutang akan mengakibatkan perubahan laba per lembar saham (earning per share) dan karena itu juga akan mengakibatkan perubahan harga saham. Perusahaan yang menggunakan financial leverage dikatakan menguntungkan atau berpengaruh positif terhadap EPS apabila pendapatan yang diterima lebih besar dari pada beban tetapnya, yaitu beban bunga yang harus dibayar perusahaan, sedangkan perusahaan yang menggunakan financial leverage dikatakan merugikan atau berpengaruh negatif terhadap EPS apabila pendapatan yang diterima lebih kecil dari pada beban tetap yang harus dibayar oleh perusahaan. Semakin besar financial leverage mengandung arti bahwa semakin besar beban bunga yang harus ditanggung perusahaan. Financial leverage akan meningkatkan keuntungan potensial yang tersedia bagi pemegang saham, apabila keadaan atau kegiatan operasi perusahaan berjalan dengan lancar atau sesuai dengan yang diharapkan. Namun, apabila keadaan dan kegiatan operasi perusahaan tidak berjalan dengan baik atau tidak sesuai dengan yang diharapkan maka perusahaan akan mengalami kerugian dengan adanya beban bunga yang harus dibayar. Oleh
36
sebab itu, semakin besar penggunaan financial leverage akan semakin besar pula ketidakpastian hasil pengembalian yang akan di terima oleh para pemegang saham. Perusahaan yang menggunakan financial leverage diharapkan dapat meningkatkan EPS-nya, dimana dengan adanya penggunaan modal pinjaman akan mempengaruhi perubahan pada laba setelah pajak perusahaan (EAT) yang akan memberikan dampak positif atau negatif terhadap EPS. Apabila EAT yang dihasilkan tinggi, yang di sebabkan peningkatan modal pinjaman, maka EPS perusahaan akan mengalami peningkatan. Namun, apabila EAT rendah, yang disebabkan penggunaan modal pinjaman, maka EPS perusahaan juga akan mengalami pernurunan. Perusahaan yang menggunakan modal pinjaman tentu saja akan meningkatkan EPSnya, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan para pemegang saham.