BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Kecemasan Komunikasi Interpersonal 2.1.1
Pengertian Komunikasi Interpersonal Komunikasi mengacu pada tindakan, oleh salah satu atau lebih, yang
mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan, terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempuanyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan Latin Communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari bahasa latin Communico yang dalam bahasa inggris berarti to share. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa komunikasi adalah proses memberi dan menerima dari pihak yang satu kepada pihak lain. Menurut Liliweri (2007) komunikasi adalah : (1) pernyataan diri yang efektif. (2) pertukaran pesan-pesan yang tertulis, pesan-pesan dalam percakapan bahkan melalui imajinasi. (3) pertukaran informasi atai hiburan dengan kata-kata melalui percakapan atau dengan metode lain. (4) pengalihan informasi dari seseorang kepada orang lain. (5) pertukaran makna antarpribadi dengan sistem symbol. (6) proses pengalihan pesan melalui saluran tertentu kepada orang lain dengan efek tertentu.
7
Komunikasi interpersonal adalah adanya komunikasi secara langsung atau face to face communication pada waktu dan tempat yang sama. Liliweri (2007) mengatakan bahwa komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan oleh dua atau tiga orang dengan jarak fisik diantara mereka yang sangat dekat, bertatap muka dan bermedia dengan sifat umpan balik yang berlangsung cepat, adaptasi pesan bersifat khusus, serta memiliki tujuan atau maksud komunikasi tidak berstruktur. 2.1.2
Kecemasan Komunikasi Interpersonal Kecemasan komunikasi adalah kondisi ketika individu merasa takut untuk
melakukan komunikasi dengan individu lain dalam berbagai situasi umum, individual,
maupun
kelompok.
Adanya
kecemasan
dalam
komunikasi
menyebabkan seseorang takut, gugup, tidak tertarik dalam percakapan serta perasaan tidak nyaman saat terlibat dalam suatu pembicaraan face to face maupun kelompok. Dalam berkomunikasi dibutuhkan suatu proses timbal balik yang aktif antara dua individu dalam memberi dan menerima informasi, sehingga terjalin adanya saling pengertian bagi kedua belah pihak. Menurut Shannon dan Weaver (dalam Cangara, 2007) gangguan komunikasi terjadi jika terdapat intervensi yang mengganggu salah satu elemen komunikasi sehingga proses komunikasi tidak dapat berlangsung secara efektif. Menurut Burgoon dan Ruffner (dalam Lita, 2004) menjelaskan bahwa hambatan komunikasi antar pribadi merupakan istilah
8
yang tepat untuk menggambarkan reaksi dalam bentuk kecemasan yang dialami oleh seseorang dalam pengalaman komuniksinya. Individu
yang
mengalami
hambatan
komunikasi
(communication
apprehension)akan merasa cemas bila berpartisipasi dalam komunikasi bentuk yang lebih luas, tidak sekedar cemas berbicara di muka umum. Individu tidak mampu untuk mengantisipasi perasaan negatifnya, dan sedapat mungkin berusaha untuk menghindari berkomunikasi. Jadi, istilah hambatan komunikasi (communication apprehension) mencakup kondisi yang lebih luas, baik kecemasan komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, dan komunikasi massa. Menurut Burgoon dan Ruffner (dalam Mariani, 1991) cirri-ciri kecemasan dalam berkomunikasi dalam buku human communication yang terbagi atas : a. Unwillingness atau ketidaksediaan minat untuk berpartisipasi dalam komunikasi yang ditandai dengan : 1) Kecemasan 2) Introversi 3) Rendahnya frekuensi partisipasi adlam berbagai situasi komunikasi b. Avoiding atau penghindaran dari partisipasi karena pengalamaan komunikasi yang tidak menyenangkan, dengan indikasi : 1) Kecemasan 2) Kurangnya pengenalan situsi komunikasi yang mempengaruhi intimasi dan empati. 9
c. Control atau rendahnya pengendalian terhadap situasi komunikasi, yang terjadi karena : 1) Faktor lingkungan 2) Ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan individu yang berbeda 3) Reaksi lawan jenis bahwa individu yang mengalami kecemasan dapat dilihat dari kurang minat (keengganan) berkomunikasi dan menghindar untuk terlibat dalam komunikasi, yang ditandai oleh usaha individu untuk tidak berbicara di depan banyak orang, menutup diri dan kurang berpartisipasi dalam berbagai komuniksi yang ditunjukan dengan perilaku seperti ragu-ragu, was-was dan tidak bisa berkonsentrasi ketika berkomunikasi dengan orang lain. Control yang kurang atau tidak mampu mengendalikan diri dalam situasi komunikasi mengakibatkan individu tertekan, sulit untuk berkomunikasi dan tidak berani mengungkapkan pendapat secara optimal, yang diwujudkan dalam perilaku seperti bicara agak gugup, jantung berdebar dan berkeringat dingin saat berinteraksi dengan orang lain sehingga kalimat yang diucapkan ketika akan mengungkapkan sesuatu yang berarti ganda atau ambigu. Informasi yang disampaikan oleh individu yang mengalami kecemasan dalam komunikasi interpersonal akan diterima oleh orang lain sebagai informasi yang kacau, misalnya saat berkomunikasi individu kurang jelas menyampaikan isi pesan karena terbata-bata saat berbicara dan merasa takut
10
sehingga kalimat yang diucapkan menjadi jelas dan membuat penerima pesan kurang mengerti apa yang disampaikan. Begitu juga apabila individu yang mengalami kecemasan dalam komunikasi menjadi penerima informasi, maka akan mendapat informasi yang kabur atau tidak jelas karena individu merasa minder dan kurang terbuka sehingga tidak dapat memberi umpan balik. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa timbulnya kecemasan dalam komunikasi interpersonal pada remaja akan menghambat kemampuan inidvidu sebagai komunikasi dalam menjalankan komunikasi yang efektif. Burgoon (dalam Triyono, 2010) dalam penelitiannya menemukan beberapa aspek yang memberi kontribuasi terhadap munculnya ketidakinginan individu untuk berkomunikasi dengan orang lain, yaitu : Pertama, alienasi social. Persoalan ini terjadi ketika seseorang tidak mampu mengadopsi nilai-nilai dan norma-norma kemasyarakatan. Individu tersebut dalam kesehariannya masih mengembangkan perasaan gelisah (insecurity), isolasi dan perasaan tidak mempunyai kekuasaan (powerlessness). Kedua, introversi. Apa yang dimaksud sebagai introversi merupakan aspek lain yang memberi kontribusi terhadap ketidakinginan seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena orang yang mempunyai sifat tertutup (introvert) tidak menempatkan komunikasi sebagai medium interaksi yang
11
penting, dan karenanya komunikasi tidak cukup dibutuhkan oleh individu yang berkepribadian tertutup. Ketiga, harga diri (self-esteem). Harga diri merupakan satu bagian dari sindrom ketidakpastian untuk berkomunikasi, karena individu yang mempunyai harga diri rendah akan merasa khawatir orang lain memberi reaksi negative kepadanya. Akibatnya, ia kurang untuk berkomunikasi karena ia merasa tidak bisa untuk melakukannya. 2.2 Teknik Permainan 2.2.1 Pengertian Teknik Permainan Menurut Santrock (2002) permainan adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh kenikmatan dan menyenangkan, yang melibatkan aturan dan sering kali kompetisi dengan satu anak atau lebih. Sedangkan teknik yang banyak dipakai penulis dalam melakukan bimbingan kelompok adalah teknik permainan, karena dalam teknik ini siswa lebih terlibat aktif serta dapat bekerjasama dan saling mendukung satu sama lain sehingga ada peningkatan kecemasan komunikasi interpersonal pada siswa yang memiliki rasa kecemasan komunikasi interpersonal yang rendah melalui teknik permainan ini, teknik permainan terdapat berbagai permainan sebagai berikut.
12
Permainan yang pertama adalah permainan lempar bola, dalam permainan ini dimaksudkan untuk melatih peserta agar mau memperkenalkan diri kepada peserta lain yang ada didalam kelompok tersebut. Permainan yang kedua adalah permainan komunikata, dalam permainan ini dimaksudkan untuk melatih peserta membangun komunikasi antar peserta, apakah terdapat komunikasi yang baik antar permainan setelah mereka melakukan permainan tersebut. Permainan yang ketiga yaitu permaianan the fast the forious, dalam permainan ini melatih peserta dalam berkomunikasi menggunakan kode atau isyarat didalam koordinasi diri peserta dalam organisasi. Permainan yang keempat ini adalah permainan kisah kata-kata, dalam permainan ini dimaksdukan untuk melatih komunikasi peserta dalam kelompok dengan menggunakan kata-kata yang ada dipermainan. Permainan kelima adalah permainan berdiri jika, dalam permainan ini dimaksudkan untuk melatih peserta berkomunikasi dan bekerja sama dalam kelompok. Sehingga terjadi komunikasi yang baik antar peserta. Permainan yang keenam adalah permainan badai berhembus, dalam permainan ini dimaksudkan untuk melatih peserta bekerja sama dan berkomunikasi yang baik didalam kelompok. Permainan yang adalah permainan menghitung mundur, dalam permainan ini dimaksudkan untuk melatih peserta agar mau berkonsentrasi
13
dan bekerja sama didalam kelompok, sehingga terjalin komunikasi yang baik dalam memainkan permainan tersebut. Permainan yang kedelapan adalah permainan mencari jodoh, dalam permainan ini dimaksudkan untuk melatih peserta agar bekerja sama dan berkomunikasi yang baik atar peserta. Dari kedelapan permainan yang telah dijelaskan di atas peneliti memiliki keyakinan bahwa kecemasan komunikasi interpersonal peserta eksperimen akan meningkat. 2.3 Bimbingan Kelompok 2.3.1
Pengertian Bimbingan Kelompok Layanan bimbingan kelompok merupakan layanan yang diberikan
kepada sekelompok individu yang berjumlahkan 10-15 orang yang dipimpin oleh konselor atau pemimpin kelompok dimana membahas masalah yang bersifat umum dan aktual yang menjadi kepeduliaan para anggota kelompok untuk mengembangkan dinamika kelompok, pengembangan kepribadian, sosial, belajar dan karier. Layanan bimbingan kelompok merupakan suatu bantuan untuk membahas permasalahan siswa yang memanfaatkan dinamika kelompok yang bertujuan menggali dan mengembangkan potensi diri individu. Dalam kelompok ini semua anggota kelompok bebas mengeluarkan pendapat. Semua yang dibicarakan bermanfaat bagi semua anggota kelompok. Bimbingan kelompok sangat tepat bagi remaja karena memberikan kesempatan untuk menyampaikan gagasan, permasalahan, dan perasaan. 14
Sukardi (2002) layanan bimbingan kelompok adalah layanan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh bahan dari nara sumber tertentu (terutama guru pembimbing atau konselor) yang berguna unuk menunjang kehidupan sehari-hari baik individu sebagai pelajar, anggota kelompok, anggota keluarga dan masyarakat serta untuk mempertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Sedangakan menurut Romlah (2002) bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang diberikan pada individu dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok ditujukan
untuk
mencegah
timbulnya
masalah
pada
siswa
dan
mengembangkan potensi siswa. Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa adalah salah satu teknik dalam bimbingan konseling untuk memberikan bantuan kepada
peserta
didik
atau
siswa
yang
dilakukan
oleh
seorang
pembimbing/konselor melalui kegiatan kelompok yang dapat berguna untuk mencegah berkembangnya masalah-masalah yang dihadapi anak. 2.3.2
Tahap-tahap Layanan Bimbingan Kelompok Layanan bimbingan kelompok yang akan dilaksanakan dalam
penelitian ini adalah layanan bimbingan kelompok dengan kelompok tugas. Dalam kelompok tugas, topik masalahnya adalah “topik tugas”yaitu topik atau masalah yang datangnya dari pemimpin kelompok yang ditugaskan kepada para peserta untuk membahasnya.Menurut Prayitno (1995) tahap-tahap
15
layanan bimbingan kelompok dalam kelompok tugas adalah tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap kegiatan dan tahap pengakhiran. a.
Tahap pembentukan.Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap pemasukan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini, pada umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan yang ingin dicapai baik oleh masing-masing,
sebagian
maupun
seluruh
anggota
kelompok.Dalam tahap pembentukan ini, pemimpin kelompok hendaknya memunculkan dirinya sehingga tertangkap oleh para anggota sebagai orang yang benar-benar bisa dan bersedia membantu para anggota kelompok mencapai tujuan mereka. Kegiatan yang dilakukan dalamtahap pembentukan ini adalah : a) Mengungkapkan pengertian dan tujuan kegiatan bimbingan kelompok dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling. b) Menjelaskan cara-cara dan asas-asas bimbingan kelompok. c) Saling memperkenalkan dan mengungkapkan diri. d) Teknik khusus. e) Permainan penghangatan/pengakraban. b.
Tahap Peralihan. Tahap peralihan ini adalah jembatan antara tahap pertama dan tahap ketiga. Pada tahap ini pemimpin kelompok menjelaskan apa yang akan dilakukan oleh anggota 16
kelompok pada tahap kegiatan lebih lanjut yaitu inti dari keseluruhan kegiatan (tahap ketiga). Kegiatanyang dilakukan dalam tahap peralihan ini adalah : a). Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya. b). Menawarkan atau mengamati apakah para anggota siap menjalani kegiatan selanjutnya. c).
Membahas suasana yang terjadi.
d).
Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota.
e). Kalau perlu kembali ke beberapa aspek tahap pertama (tahap pembentukan). f). Tahap Kegiatan.Tahap ketiga merupakan inti kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek tersebut perlu mendapat perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok. Tahap ini merupakan kehidupan yang sebenarnya dari kelompok. Namun keberhasilan tahap ini tergantung pada hasil dari dua tahap sebelumnya. Dalam tahap ini, saling hubungan antar anggota kelompok harus tumbuh dengan baik. Saling tukar pengalaman dalam bidang suasana perasaan yang terjadi, pengutaraan, penyajian dan pembukaan diri berlangsung dengan bebas. Dinamika 17
kelompok dalam tahap kegiatan ini harus diperhatikan secara seksama oleh pemimpin kelompok.Kegiatan yang dilakukan dalam tahap kegiatan ini adalah : g). Pemimpin kelompok mengemukakan suatu masalah atau topik.Masalah yang diangkat dalam kegiatan bimbingan kelompok iniadalah masalah yang sifatnya umum. h). Tanya jawab antara anggota dan pemimpin kelompok tentang hal-hal yang belum jelas yang menyangkut masalah atau topik yangdikemukakan pemimpin kelompok. i). Anggota membahas masalah atau topik tersebut secara mendalam dan tuntas. Para peserta melakukan pembahasan tanpa secarakhusus menyangkut pautkan isi pembicaraannya itu kepada peserta tertentu. j). Kegiatan selingan. c.
Tahap Pengakhiran. Setelah kegiatan kelompok memuncak pada tahap ketiga,kegiatan kelompok ini kemudian menurun dan selanjutnya kelompok akan mengakhiri kegiatannya pada saat yang tepat. Pokok perhatian utama dalam tahap ini adalah bukan pada berapa kali kelompok ituharus bertemu, tetapi pada hasil yang telah dicapai oleh kelompok itu ketika menghentikan pertemuan. Ketika kelompok memasuki tahap pengakhiran, kegiatan kelompok hendaknya dipusatkan pada pembahasan dan 18
penjelajahan tentang apakah para anggota kelompok akan menerapkan hal-hal yang telah mereka pelajari pada kehidupan nyata mereka. d.
Dalam
kegiatan
Layanan
Bimbingan
Kelompok
anggota
kelompok harus mengetahui dan melaksanakan asas-asas yang ada dalam bimbingan kelompok, sehingga dengan dipahaminya hal tersebut diharapkan layanan bimbingan kelompok dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan. Seperti yang diutarakan oleh Dahlan (2010) asas-asas yang ada dalam bimbingan kelompok sebagai berikut a) Asas Kesukarelaan Dalam asas kesukarelaan ini anggota kelompok dengan sukarela mengikuti layanan bimbingan kelompok tanpa paksaan untuk mengemukakan pendapatnya. b) Asas Keterbukaan Dalam asas keterbukaan ini anggota kelompok diharapkan dapat
terbuka
dengan
apa
yang
sedang
menjadi
permasalahannya tanpa ada rekayasa dari diri anggota kelompok. c) Asas Kegiatan Partisipasi semua anggota kelompok dalam mengemukakan pendapatnya sehingga tujuan dalam layanan bimbingan 19
kelompok dapat tercapai sesuai dengan apa yang menjadi harapan. d) Asas Kenormatifan Aturan dalam menyampaikan ide dan gagasan hendaknya dilaksanakan dengan baik, benar dan gaya bahasa yang menyenangkan dan tidak menyalahkan anggota kelompok yang lainnya. e) Asas Kerahasiaan Apapun topik
yang dibahas,
ataupun kejadian dalam
bimbingan kelompok itu, anggota kelompok harus menjaga kerahasiaannya itu. 2.4 Penelitian yang Relevan Dian (2013) meningkatkan kepercayaan diri melalui layanan bimbingan kelompok teknik permainan pada siswa kelas VIII A Negeri 9 Salatiga. Dengan penelitian ini terdapat signifikan bimbingan kelompok teknik permainan dalam meningkatkan kepercayaan diri. 2.5 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada kecemasan komunikasi interpersonal yang signifikan melalui layanan bimbingan kelompok menggunakan teknik permainan pada peserta didik baru kelas VII SMP Negeri 2 Banyubiru.
20