BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Vegetable Leather Vegetable leather memiliki definisi hampir sama dengan fruit leather hanya saja memiliki bahan yang berbeda, vegetable leather memiliki bahan dasar puree sayur-sayuran sedangkan fruit leather memiliki bahan dasar buah-buahan. Fruit leather merupakan suatu produk pengolahan dari buah-buahan, berbentuk lembaran tipis yang umumnya mempunyai konsistensi dan rasa yang khas tergantung dari jenis buah sebagai bahan bakunya. Pembuatannya dengan cara mengeringkan pasta buah yang berbentuk lembaran tipis. Untuk mendapatkan tingkat kekeringan serta penampakan yang disukai perlu dilakukan pengeringan dengan baik (Murdinah, 2010). Sedangkan menurut Handayani dkk (2014), Vegetable leather adalah produk berbasis sayuran yang dikeringkan, dimakan sebagai snack dengan bentuk strip atau lembaran yang fleksibel dan teksturnya kenyal. Fruit leather merupakan produk makanan berbentuk lembaran tipis dengan ketebalan 2-3 mm. Fruit leather dibuat dari campuran hancuran (puree) buah dan bahan lain yang dimasak, permukaan kering dan dapat digulung. Beberapa varietas dapat digunakan menjadi bahan baku pembuatan fruit leather seperti jambu biji, nangka dan durian (Okilya et al., 2010). Tidak hanya buah-buahan saja yang dapat diolah menjadi leather, menurut Harisson (2010) sayuran seperti brokoli, asparagus, wortel, tomat dapat dijadikan vegetable leather. Selain itu sayuran pare gajih juga dapat dijadikan vegetable leather. Berikut ini merupakan gambar fruit leather yang sudah di komersilkan di luar negeri, kenampakan vegetable leather hampir sama hanya berbeda bahan yang diolah saja.
8
9
(a) (b) Gambar 2.1 Fruit Leather (a) Fruit Leather Mangga (Elise, 2008), (b) Macam – Macam Rasa Fruit Leather (Lynda, 2011) Standar mutu vegetable leather belum ada, sama halnya dengan fruit leather. Namun menurut Nurlaely (2002), fruit leather yang baik mempunyai kandungan air 10-20%, nilai aw kurang dari 0,7, tekstur plastis, kenampakan tipis seperti kulit, terlihat mengkilat, dapat dikonsumsi secara langsung serta mempunyai warna, aroma dan cita rasa khas suatu jenis buah sebagai bahan baku. Fruit leather memiliki daya simpan 9 bulan, bila dikeringkan sampai kadar air 17%, activity water (Aw) 0,6, pH 3,8, dikemas dengan vacuum sealer dan disimpan pada suhu dingin (Karki, 2011).. Pengeringan
menggunakan
matahari
langsung,
pengeringan
konveksi oven dengan tenaga surya dan pengeringan menggunakan kabinet listrik merupakan beberapa metode pengeringan yang dapat digunakan dalam pengolahan fruit leather. Cabinet dan oven konveksi menghasilkan fruit leather yang berkualitas namun fruit leather yang dikeringkan menggunakan cabinet lebih diterima. Pengeringan dengan matahari dan oven menghasilkan kehilangan warna yang lebih banyak sebab membutuhkan waktu pengeringan yang lebih lama yaitu 72 jam untuk pengeringan matahari dan 18 jam untuk oven (Okilya dkk, 2010). Dalam pembuatan fruit leather dapat timbul masalah seperti plastisitasnya yang kurang baik. Untuk menghasilkan fruit leather yang plastis maka diperlukan bahan pengikat yang diharapkan dapat memperbaiki plastisitas dari fruit leather tersebut (Histoarsih, 2010). Upaya
pemecahan
masalah
tersebut
yaitu
dengan
penambahan
10
hidrokoloid. Hidrokoloid adalah suatu koloid larut dalam air, yang mampu mengentalkan larutan atau mampu membentuk gel dari larutan tersebut (Dwiyana, 2011). Hidrokoloid yang biasa digunakan seperti karaginan, pektin, agar-agar, alginate, tapioka, maizena, terigu, maltodekstrin, dan gelatin (Winarti, 2008). 2. Pare Gajih (Momordicha charantia L.) Pare (Momordica charantia L.) sinonim Momordica balsamina Blanco, Momordica balsamina Descourt, Momordica cylindrica Blanco, Momordica jagorana C.Koch, Momordica operculata Vell, Cucumis africanus Lindl. merupakan tanaman tropis, hidup di dataran rendah dan dapat merupakan tanaman yang dibudidayakan atau tanaman liar di tanah kosong. Bila dibudidayakan akan ditanam di ladang, halaman tumah, dirambatkan pada anjang anjang bambu, atau dipohon dan pagar. Tanaman pare tergolong dalam bangsa Cucurbitaceae, jenis Momordica charantia L. Penyebarannya meliputi Cina, India dan Asia Tenggara (Williams, 1971). Klasifikasi tanaman pare menurut Sudarsono (2002) adalah: Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophta Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Dilleniidae
Ordo
: Violales
Family
: Cucurbitaceae
Genus
: Momordica
Spesies
: Momordica charantia L.
Ada tiga jenis tanaman pare, yaitu pare gajih, pare ayam dan pare belut. Pare gajih berdaging tebal, warnanya hijau muda atau keputihan, bentuknya besar dan panjang dan rasanya tidak begitu pahit. Pare ayam buahnya bulat pendek, rasanya pahit. Pare belut adalah pare yang tumbuh liar, buahnya kecil-kecil dan rasanya pahit. Buah yang panjang dan lurus,
11
biasanya pada ujung buah yang masih kecil digantungkan batu. Daun dari pare yang tumbuh liar, dinamakan daun tundung (Rukmana, 1997). Sedangkan menurut Yashifa (2013), pare gajih memiliki rasa yang tidak terlalu pahit dan banyak dibudidayakan dan paling disukai, buahnya panjang dengan ukuran 30 - 50 cm, diameter buah 3 - 7 cm, berat rata-rata 200 - 500 gr/buah. Sedangkan pare ayam memiliki rasa yang pahit, berbentuk lonjong kecil dan berwarna hijau dengan bintil-bintil agak halus engan
panjang
15
–
20
cm.
Dan
pada
pare
belut
jarang
dibudidaya,bentuknya memanjang seperti belut panjangnya antara 30 – 110 cm dan diameter 4 – 8 cm.
Gambar 2.2 Pare Gajih (Momordica charantia L.) (Sani, 2013) Di Indonesia, pare selain dikenal sebagai sayuran, juga secara tradisional digunakan sebagai peluruh dahak, obat penurun panas dan penambah nafsu makan. Selain itu, daunnya dimanfaatkan sebagai peluruh haid, obat luka bakar, obat penyakit kulit dan obat cacing (Pramono dkk. 1988). Pare juga diketahui mengandung β-karoten lima kali lebih besar dari pada wortel (Tuan, 2011), sedangkan dibandingkan dengan brokoli, pare mengandung kadar β-karoten dua kali lebih banyak (Sampoerna, 2004). Menurut Sampoerna (2004), β-karoten sangat baik untuk membasmi sel kanker dan menghambat serangan jantung. Kalium yang terdapat pada pare bermanfaat untuk mengatasi konsumsi natrium berlebih sehingga berkhasiat untuk mengatasi tekanan darah tinggi. β-karoten merupakan pigmen tumbuhan, dan merupakan provitamin A yang paling penting bagi manusia. β-karoten dapat membentuk dua molekul vitamin A.
12
Sebagian besar sumber provitamin A adalah β-karoten yang banyak terdapat di dalam bahan-bahan nabati. Sayuran dan buah-buahan yang berwarna hijau, jingga atau merah (Almatsier, 2004; Suhardjo dan Kusnanto, 1999). Hasil penelitian Sakka (2013), kadar kalsium yang terkandung dalam pare gajih 28,6658 mg/g, sedangkan pare kodok 30,7425 mg/g. Menurut Food Composition (1964), menyatakan bahwa pare secara umum mengandung kalsium 32,00 mg/g. Perbedaan kandungan kalsium dalam 2 macam varietas pare tersebut dapat diasumsikan bahwa adanya kondisi lingkungan, iklim, unsur hara tanah yang mempengaruhi kandungan mineralnya. Pare gajih memiliki kadar kalsium yang lebih tinggi dibandingkan dengan labu siam dan terong ungu. Menurut Nugraheni dkk (2011), kadar kalsium labu siam 26 mg/100gr sedangkan kadar kalsium terong ungu menurut University of Illinois (2010) sebesar 15 mg/100 gr. Kalsium adalah mineral yang amat penting bagi manusia, antara lain bagi metabolisme tubuh, penghubung antar syaraf, kerja jantung, dan pergerakan otot. Kalsium merupakan unsur penting untuk kekuatan tulang dan gigi serta terdapat banyak pada sayuran berdaun hijau atau kacangkacangan.
Kekurangan
asupan
kalsium
dalam
tubuh
manusia
menyebabkan abnormalitas metabolisme terutama pada usia dini, gangguan pertumbuhan seperti tulang kurang kuat, mudah bengkok, dan rapuh (Ensminger dkk, 1995). Kandungan gizi buah pare dapat dilihat pada Tabel 2.1 Sejak diketahui bahwa tanaman pare berkhasiat terhadap kesehatan maka beberapa peneliti berusaha mengetahui dan mengisolasikan bahan yang terkandung dalam tanaman pare. Sebagai tumbuhan bangsa Cucurbitaceae, juga buah pare mengandung bahan yang tergolong dalam glikosida triterpen atau kukurbitasin (Okabe dkk, 1980).
13
Tabel 2.1 Kandungan Gizi Buah Pare No Kandungan Gizi
Banyaknya 1)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Kalori (energi) Protein Lemak Karbohidrat Serat Kalsium Zat besi Fosfor Vitamin A Vitamin B Vitamin C Air Bagian yang dapat dimakan
29,00 kal 1,10 gr 1,10 gr 0,50 gr 0,90 gr 45,00 mg 1,40 mg 64,00 mg 18,00 SI 0,08 mg 52,00 mg 91,20 gr -
2) 29,00 kal 1,10 gr 0,30 gr 6,60 g 45,00 mg 1,00 mg 64,00 mg 180,00 SI 0,08 mg 52,00 mg 91,20 g 77,00%
Sumber : 1) Yashifa (2013) 2) Daftar Komposisi Bahan Makanan (2015)
Menurut Tati (2004) kandungan kimia pada buah pare ada saponin, flavonoid, steroid/triterpenoid, karbohidrat, momordisin, alkaloid, vitamin A, vitamin B, vitamin C, dan karantin. Pada daun pare mengandung vitamin A, vitamin B, vitamin C, saponin, flavonoid, steroid/triterpenoid, asam fenolat, alkaloid, dan karotenoid. Sedangkan pada biji terkandung asam lemak, asam butirat, asam palmitat, asam linoleat, dan asam stearat. 3. Sorbitol Glukosa merupakan bagian utama diet penduduk di Indonesia. Selain sebagai makanan pokok, gula juga dikonsumsi sebagai makanan ringan atau camilan seperti yang terdapat dalam permen, wafer, kue, biskuit, dan dalam minuman ringan (Sabir, 2001). Menurut penelitian di posyandu di wilayah DKI Jakarta tahun 1993, diperoleh data bahwa sekitar 96,7% ibu membelikan jajan makanan manis kepada anaknya dan hanya 3,3% yang membelikan jajan yang mengandung protein (Yuyus dkk, 2002). Jenis gula yang paling banyak digunakan adalah sukrosa (Harris dkk, 1995). Konsumsi sukrosa dalam jumlah besar dapat menurunkan kapasitas buffer saliva sehingga mampu meningkatkan insiden terjadinya karies (Amerongen dkk, 1991). Sukrosa banyak dikonsumsi orang karena rasa manisnya enak, bahan dasarnya mudah
14
diperoleh, dan biaya produksinya cukup murah. Tapi ternyata menurut penelitian, sukrosa yang menaikkan indikasi karies paling besar. Hal ini disebabkan karena sintesa ekstra sel sukrosa lebih cepat daripada gula lainnya seperti glukosa, fruktosa, dan laktosa sehingga cepat diubah oleh mikroorganisme dalam rongga mulut menjadi asam (Harris dkk, 1995). Oleh karena itu, dicari suatu solusi untuk mengurangi jumlah konsumsi sukrosa yaitu menggantikannya dengan gula alkohol. Gula alkohol adalah gula yang komposisi kimianya terdiri dari tiga atau lebih kelompok hidroksil. Bentuk gula alkohol antara lain sorbitol, xylitol, manitol, dulcitol, dan inositol (Goldberg, 1994). Di Indonesia, sorbitol lebih banyak digunakan daripada jenis gula alkohol yang lainnya karena bahan dasar pembuatannya lebih mudah diperoleh dan harganya lebih murah yaitu dari tepung tapioka (Houwink, 1993). Tabel 2.2 Spesifikasi Sorbitol Karakteristik Kenampakan Aroma Rasa pH Kelembaban Densitas Titik leleh Titik didih Sumber: Arkhiles et al. (2012)
Keterangan Bubuk putih kekuningan, bentuk tidak tetap Tidak berbau Manis 4,5-6,5 3%(maks) 1,489 g/cm3 95 °C 296 °C
Sorbitol (C6H14O6) berasal dari golongan gula alkohol (Almatsier, 1994). Gula alkohol merupakan hasil reduksi dari glukosa di mana semua atom oksigen dalam molekul gula alkohol yang sederhana terdapat dalam bentuk kelompok hidroksil, sinonim dengan polyhidric alcohol (polyols). Polyols dapat dibagi menjadi dua yaitu polyols asiklik dan polyols siklik. Sorbitol termasuk dalam kelompok polyols asiklik dengan enam rantai karbon (Goldberg, 1994). Rumus kimia sorbitol dapat dilihat pada Gambar 2.3.
15
Gambar 2.3 Rumus Kimia Sorbitol (Linder, 1991) Menurut Sidi dkk (2014), sorbitol (C6H14O6) merupakan senyawa organik pengganti gula. Tujuan penambahan sorbitol dalam penelitian adalah sebagai humektan, mencegah reaksi maillard dan sebagai pangan alternatif bagi penderita diabetes militus. Sorbitol merupakan sebuah poliol (gula alkohol), adalah pemanis massal yang ditemukan di berbagai produk makanan. Selain memberikan rasa manis, juga berfungsi sebagai Texturizing Humectant Agent. Sorbitol memiliki tingkat kemanisan sekitar 60% dari tingkat kemanisan sukrosa. Sorbitol memiliki kesan halus dan manis, sejuk dan menyenangkan selera di mulut. Sorbitol bersifat noncariogenic dan berguna bagi penderita diabetes (Luthana, 2009 dalam Atmaka dkk, 2013). Sorbitol sangat cocok untuk memproduksi berbagai produk rendah kalori dan telah terbukti aman digunakan hampir setengah abad. Sorbitol juga mempunyai sifat yang dapat menjaga keseimbangan kandungan air dan tekstur sehingga cocok untuk produk-produk permen dan sejenisnya. Berdasarkan SNI 01-6993-2004 mengenai kajian bahan pemanis buatan batas penggunaan sorbitol dalam bahan pangan tidak lebih dari 50 g per hari karena dapat mengakibatkan efek laktasif. JECFA (The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additive) menyatakan sorbitol merupakan bahan tambahan pangan yang aman dikonsumsi oleh manusia. CAO (Codex Alimentarus Commission) mengatur maksimum penggunaan sorbitol pada berbagai produk pangan sekitar 500 mg/kg produk sampai dengan 200.000 mg/kg produk (Cahyadi, 2008). Apabila sorbitol dipakai dalam jumlah yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya diare.
16
Sorbitol merupakan gula yang diabsorbsi sangat sedikit oleh usus halus, sehingga sorbitol akan langsung masuk ke usus besar dan dapat menunjang terjadinya diare dan perut kembung (Kusumaningsih, 1999). Penambahan sorbitol pada pembuatan vegetable leather pare gajih dalam penelitian ini sebesar 9,8%. Hal ini merujuk pada penelitian Fauziah dkk (2015), dalam pembuatan fruit leather pisang tanduk dilakukan penambahan sorbitol sebesar 9,8%. Hal ini juga didukung pada penelitian Sidi dkk (2014), dilakukan penambahan sorbitol sebesar 9,8% pada fruit leather nanas dan wortel. 4. Karaginan Karaginan merupakan kelompok polisakarida galaktosa yang diekstraksi dari rumput laut. Sebagian besar karaginan mengandung natrium, magnesium, dan kalsium yang dapat terikat pada gugus ester sulfat dari galaktosa dan kopolimer 3,6-anhydro-galaktosa (Usov, 1998). Karaginan kompleks, bersifat larut dalam air, berantai linier dan sulfat galaktan. Senyawa ini terdiri atas sejumlah unit-unit galaktosa dan 3,6anhidrogalaktosa yang berikatan dengan gugus sulfat atau tidak dengan ikatan ɑ 1,3-D-galaktosa dan ß 1,4-3,6-anhidrogalaktosa. Berdasarkan subtitiuen sulfatnya pada setiap monomer maka karaginan dapat dibedakan dalam beberapa tipe yaitu kappa, iota, lamda, mu, nu dan xikaraginan. Secara alami, jenis iota dan kappa dibentuk secara enzimatis dari prekursornya oleh sulfohydrolase. Sedangkan secara komersial, jenis ini diproduksi menggunakan perlakuan alkali atau ekstraksi dengan alkali. Saat ini jenis kappa-karaginan dihasilkan dari rumput laut tropis Kappaphycus alvarezii, yang di dunia perdagangan dikenal sebagai Eucheuma cottonii (Van de Velde dkk, 2002). Dalam penelitian ini, karaginan yang digunakan adalah jenis kappa yang berfungsi sebagai gelling agent yang dapat memperbaiki tekstur vegetable leather. Karena menurut Fauziah dkk (2015), karaginan jenis kappa paling baik diantara iota dan lambda. Hal ini disebabkan karena jenis lambda karaginan merupakan
jenis
karaginan
yang
tidak
mempunyai
kemampuan
17
membentuk gel dan terhadap asam gel lambda mengalami hidrolisa namun merupakan pengikat air yang baik. Sedangkan jenis karaginan iota merupakan jenis yang dapat membentuk gel jika bertemu dengan ion kalsium namun gel yang terbentuk stabil/kaku dan jika terhadap asam gel iota karaginan mengalami hidrolisa. Dan karaginan jenis kappa merupakan karaginan yang dapat membentuk gel jika bertemu dengan ion kalium, gel yang terbentuk elastis dan lentur serta gel kappa karaginan stabil terhadap asam atau tidak mengalami hidrolisa. Struktur kimia kappa karaginan dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Struktur Kimia Kappa Karaginan (Tojo dan Prado 2003) Karaginan memiliki kemampuan untuk membentuk gel secara thermo-reversible atau larutan kental jika ditambahkan ke dalam larutan garam sehingga banyak dimanfaatkan sebagai pembentuk gel, pengental dan bahan penstabil di berbagai industri seperti pangan, farmasi, kosmetik, percetakan dan tekstil (Van de Velve dkk, 2002). Kappa-karaginan tersusun dari α(1,3)-D-galaktosa-4-sulfat dan β(1,4)-3,6-anhidro-Dgalaktosa. Kappa-karaginan juga mengandung D-galaktosa-6-sulfat ester dan 3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat ester. Adanya gugusan 6-sulfat, dapat menurunkan daya gelasi dari kappa-karaginan, tetapi dengan pemberian alkali mampu menyebabkan terjadinya transeliminasi gugusan 6-sulfat, yang menghasilkan
3,6-anhidro-D-galaktosa.
Dengan demikian derajat keseragaman molekul meningkat dan daya gelasinya juga bertambah (Winarno, 1996).
18
Kappa karaginan jika dimasukkan ke dalam air dingin akan membesar membentuk sebaran kasar yang memerlukan pemanasan sampai 700C untuk melarutkannya. Suhu pembentukan gel dan kualitas gel dipengaruhi oleh konsentrasi, jumlah dan adanya ion-ion logam seperti K+, NH4+, Ca++, Sr++ dan Ba++. Secara umum karaginan membentuk gel yang keras pada suhu antara 450C dan 650C dan meleleh kembali jika suhu dinaikkan sampai 10-200C dari suhu yang telah ditetapkan tadi. Gel yang lebih lemah terbentuk jika terdapat ion NH4+, Ca++, Sr++ dan Ba++. Kappa karaginan mempunyai tipe gel yang rigid atau mudah pecah dicirikan dengan tingginya sineresis, yaitu adanya aliran cairan pada permukaan gel. Aliran ini berasal dari pengerutan gel sebagai akibatnya meningkatnya gumpalan pada daerah penghubung. Sineresis tergantung pada konsentrasi kation-kation yang ada dan harus dicegah dalam jumlah yang berlebih (Mustamin, 2012). Gel yang terbentuk dari kappa karaginan berwarna agak gelap dan mempunyai tekstur mudah retak (Fardiaz 1989).
19
Tabel 2.3 Sifat-sifat Karaginan Kelarutan Lambda Panas (80°C) Larut Dingin (20°C) Seluruh garam-garam larut
Iota Larut Na+ larut, Ca++
Susu Panas (80°C) Susu Dingin (20°C) Larut gula (50%) Larut garam (10%) Gelation
Larut
Larut
Kappa Larut Na+ larut, agak sedikit swelling untuk K+, Ca++ Larut
Kental
Tidak larut
Tidak larut
Larut
Tidak larut
Larut (panas)
Larut (panas)
Larut (panas)
Tidak larut
Efek kation
Non-gelling
Kekuatan Gel meningkat dengan K+
Tekstur Gel Sineresis
-
Kekuatan Gel meningkat dengan Ca++ Stabil Tidak
Histerisis Freeze-thaw Stable Sinergi dengan locust bean gum Sinergi dengan konjac flour Sinergi dengan Pati Shearreversible Kestabilan (asam) Reaktivitas Protein
Ya
5-10°C Ya
10-20°C Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya Hidrolisis
Ya Hidrolisis
Tidak Gel stabil
Elastis Ya
Interaksi yang Reaksi spesifik kuat dalam dengan kappa kondisi yang asam kasein Sumber: Imeson (2010) Menurut Fardiaz (1989), pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk
20
struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya. Gel mempunyai sifat seperti padatan, fkhususnya sifat elastis dan kekakuan. Kappa-karaginan dan iota-karaginan merupakan fraksi yang mampu membentuk gel dalam air dan bersifat reversible yaitu meleleh jika dipanaskan dan membentuk gel kembali jika didinginkan. Proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan polimer karaginan dalam larutan menjadi random coil (acak). Bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini akan terikat silang secara kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang kuat (Glicksman, 1969). Jika diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi dan gel akan mengerut sambil melepaskan air. Proses terakhir ini disebut sineresis (Fardiaz, 1989). Karaginan telah dimanfaatkan sebagai bahan pembentuk gel dalam pembuatan permen jeli dikombinasikan dengan konjak (Sinurat dkk, 2007). Kemampuan karaginan untuk membentuk gel dengan ion-ion merupakan dasar dalam penggunaannya di bidang pangan. Pengaplikasian karaginan terutama dalam produk jeli, saus, permen, sirup, pudding, dodol, salad dressing, nugget, dan produk susu. Pemanfaatan senyawa hidrokoloid dalam industri makanan yang berasal dari rumput laut lebih mendominasi daripada hidrokoloid lainnya, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.4.
21
Tabel 2.4 Persentase Pemanfaatan Senyawa Hidrokoloid dalam Industri Makanan Jenis Hidrokoloid 1978 1993 1998 (%) (%) (%) Guar Gum Xanthan Gum Arabic Gum Pektin Gelatin Locust Bean Gum Carboxy Methyl Cellulose (CMC) Karaginan Agar Alginat
6 11 5 15 16 6 13
5 7 6 14 14 6 8
6 5 6 12 11 7 5
13 9 6
18 12 10
21 15 12
Sumber : Zatnika (2013) Dalam pembuatan vegetable leather, fungsi penambahan kappa karaginan dapat memperbaiki keplastisan karena dapat membentuk gel, selain memperbaiki keplastisan juga dapat memperkaya kandungan gizi dalam vegetable leather di antaranya kadar abu dan serat pangan. Hal ini berdasarkan pada pernyataan Fauziah dkk (2015) dalam penelitian fruit leather pisang tanduk dengan penambahan karaginan menunjukkan hasil bahwa penambahan konsentrasi karaginan 0,6% merupakan perlakuan terbaik dan menghasilkan fruit leather pisang tanduk dengan karakteristik fisik dan kimia yang baik serta penerimaan yang baik pada karakteristik organoleptiknya. Berdasarkan penelitian Sidi dkk (2015), penambahan karaginan 0,6% berpengaruh terhadap karakteristik fisik, kimia dan organoleptik pada fruit leather nanas dan wortel. 5. Pengeringan Vegetable leather terbuat dari lapisan tipis puree sayuran yang dikeringkan dengan hasil akhir bertekstur kenyal, hal ini sama halnya dengan yang dikatakan Azeredo dkk (2006) bahwa fruit leather terbuat dari lapisan tipis puree buah yang dikeringkan dengan hasil akhir bertekstur kenyal sehingga mirip dengan kulit buah yang lembut. Saat
22
dikeringkan, produk dilepaskan dari loyang, digulung dan dikonsumsi sebagai makanan ringan. Pengaturan suhu pengeringan sangat diperlukan, karena suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan teksturnya mengeras. Selain itu, penting juga mengontrol ketebalan puree buah, jika lapisannya terlalu tipis, maka produk akan rapuh dan sulit untuk ditarik dari permukaan plastik. Sedangkan lapisan puree yang terlalu tebal mengakibatkan tingkat pengeringan sangat rendah (Azeredo dkk, 2006). Dalam proses pengeringan, menurut Gaman dan Sherrington (1992), hal yang paling penting adalah suhu yang digunakan tidak terlalu tinggi, karena akan menyebabkan perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki pada bahan pangan. Jika suhu yang digunakan terlalu tinggi akan menyebabkan case hardening yaitu suatu keadaan dimana bagian luar bahan menjadi keriput dan keras, sedangkan air terperangkap di dalamnya. Air ini tidak bisa menerobos bahan dengan proses difusi secara normal. Menurut Winarno dkk (1980), pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan secara alami dengan sinar matahari dan pengeringan buatan dengan alat-alat pengering seperti oven. Lamanya pengeringan bervariasi dan tergantung pada jenis makanan, besarnya potongan dan tipe pengering. Suhu yang digunakan untuk pengeringan buah-buahan dan sayur-sayuran menurut Apandi (1984), adalah 60-800C dengan lama antara 6-16 jam. Jika suhu teralu rendah pengeringan akan berlangsung lama, sementara jika suhu terlalu tinggi tekstur bahan akan kurang baik.
23
B. Kerangka Berpikir Ketidakseimbangan pola konsumsi pangan masyarakat Tingginya pola konsumsi masyarakat untuk mengkonsumsi makanan cepat saji Konsumsi sayur-sayuran rendah dan menyebabkan semakin meningkatnya masyarakat yang menderita penyakit degeneratif seperti jantung koroner,hipertensi, kanker, diabetes Sorbitol Olahan sayuran Memperbaiki cita rasa, kemanisanya 60% dari sukrosa, pengemulsi, non toksik, pengawet, humektan, mencegah reaksi maillard, rendah kalori
Mengandung kalsium, β-karoten dan rendah kalori Karaginan
Ketersediaan bahan baku melimpah, membentuk tekstur plastis, gelling agent, larut air, stabilitator, kandungan serat tinggi
Vegetable Leather (tekstur plastis, flavor khas sayur, dapat digulung)
Vegetable Leather Pare Gajih
Pare gajih
Cita rasa khas, tersedia sepanjang musim, warna hijau menarik konsumen
Karakteristik fisik, sensori, β-karoten serta kadar kalsium Gambar 2.5 Kerangka Berpikir
24
C. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah variasi konsentrasi karaginan akan berpengaruh terhadap karakteristik fisik (kuat tarik) dan karakteristik kimia (kadar air, kalsium, kadar abu, nilai kalori, β-karoten ) serta sensoris (warna, rasa, aroma, tekstur, dan overall) dari vegetable leather pare gajih.