BAB II Landasan Teori
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Manajemen Sumber Daya Manusia
Berdasarkan pendapat Robert dan Jackson (2003, p4-5), Human Resources (HR) Management the design of formal system in an organization to ensure effective and efficient use of human talent to accomplish organizational goals. Manajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari suatu organisasi, yang digunakan untuk memastikan keefektifan dan keefisienan dari kemampuan karyawan dalam memenuhi tujuan organisasi. Berdasarkan pendapat Dessler (2003, p2), Human Resource Management (HRM) the policies and practices involved in carrying out the “people” or human resource aspects of a management position, including recruiting, screening, training, rewarding, and appraising. Berdasarkan pendapat Cushway (2002, p4-6), Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan bagian dari proses organisasi dalam mencapai tujuannya. Setelah arah dan strategi umum ditentukan, maka langkah berikutnya adalah merumuskan tujuan yang lebih tegas dan mengembangkannya dalam bentuk rencana kerja. Tujuan tidak dapat dicapai tanpa adanya sumber yang diperlukan, termasuk sumber daya manusia. MSDM harus merupakan bagian dari proses yang menentukan apa yang diperlukan oleh manusia, bagaimana menggunakan
7
manusia, bagaimana memperolehnya, dan bagaimana mengatur mereka. MSDM harus diintegrasikan secara penuh dengan proses-proses manajemen yang lain. Letak MSDM dalam hubungannya dengan aktivitas organisasi yang lain digambarkan dalam gambar 2.1
Kebudayaan topik
Tujuan strategis
lingkungan
Strategi SDM
Rekrutmen analisis kerja
Struktur organisasi
Manajemen kinerja Pelatihan dan pengembangan
output
Manajemen pengupahan Hubungan antar karyawan
Gambar 2.1 Letak MSDM dalam hubungannya dengan aktivitas organisasi yang lain Sumber gambar : (Cushway, Manajemen Sumber Daya Manusia,2002,p5)
8
2.1.2 Tujuan MSDM Berdasarkan pandapat Cushway (2002, p6-7), Tujuan pasti dari MSDM bervariasi antara satu organisasi dengan organisasi yang lain, tergantung pada tingkat perkembangan organisasi, yang mencakup hal-hal berikut : •
Memberikan saran kepada manajemen tentang kebijakan SDM guna memastikan organisasi memiliki tenaga kerja yang bermotivasi dan berkinerja tinggi, serta dilengkapi dengan sarana untuk menghadapi perubahan dan dapat memenuhi kebutuhan pekerjanya.
•
Melaksanakan dan memelihara semua kebijakan dan prosedur SDM yang diperlukan untuk memastikan pencapaian tujuan organisasi.
•
Membantu perkembangan arah dan strategi organisasi secara keseluruhan, terutama dengan memperhatikan segi-segi SDM.
•
Menyediakan bantuan dan menciptakan kondisi yang dapat membantu manajer lini dalam mencapai tujuan mereka.
•
Mengatasi krisis dan situasi sulit dalam hubungan antar pegawai untuk memastikan tidak adanya gangguan dalam pencapaian tujuan organisasi.
•
Menyediakan sarana komunikasi antara karyawan dengan manajemen organisasi.
•
Bertindak sebagai penjamin standard an nilai organisasi dalam pengloalaan SDM.
9
2.1.3
Aktivitas Utama SDM
Berdasarkan pendapat Cushway (2002, p7-9), Aktivitas utama yang membentuk fungsi personalia dapat dikaitkan dengan kegiatan dari sebelum, selama, dan sesudah pengangkatan sebagai pegawai. Dengan kata lain, MSDM adalah kegiatan mendapatkan, mengelola, dan melepaskan sumber-sumber, dalam hal ini adalah manusia. • Mendapatkan Sumber Daya, merupakan langkah dalam proses penentuan persyaratan organisasi mengenai sumber yang ingin diperoleh dengan memerhatikan kuantitas, tipe dan kualitas. •
Mengelola Sumber Daya, setelah organisasi mendapatkan semua tenaga yang diperlukan untuk mencapai tujuannya, prioritas berikutnya adalah memastikan bahwa tenaga kerja tersebut akan tinggal cukup lama di organisasi, sehingga efektif dan dapat menunjukkan kinerja yang bagus selama mereka di sana. Salah satunya adalah menasihati dan menetapkan strategi perngupahan yang dapat menunjang tujuan organisasi dan rencana bisnis, yaitu strategi pengupahan yang dapat menarik dan mempertahankan pegawai sesuai dengan kemampuannya.
•
Pemutusan Sumber Daya, akan tiba masanya di mana pegawai harus melepaskan diri dari organisasi. Alasannya bias karena pension, mengundurkan diri, selesai kontrak, berkahirnya kontrak pelatihan, pemecatan, redundansi, dan sebagainya.
10
2.2
Pengertian Tekanan Kerja
Menurut Stephen Williams dengan bukunya yang berjudul “Managing Pressure for Peak Performance” (1997, p14) tekanan atau pressure merupakan sesuatu yang tidak terhindarkan. Tidak mungkin kita menjalani hidup tanpa pernah mengalami tekanan, dan mencoba menghindarinya adalah sama dengan melarikan diri. Yang paling penting untuk dilakukan adalah mengendalikan tekanan secara aktif. Menurut P. Siagian, Sondang dengan bukunya yang berjudul ” Managemen Sumber Daya Manusia” (2002, p206) tekanan adalah kekuatan yang netral. Artinya, tekanan bisa menimbulkan akibat baik maupun buruk, tergantung pada kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengannya dan kecakapan untuk mengatasinya. Tekanan juga bisa menjadi stimulus yang kia perlukan untuk menikmati hidup, untuk menikmati tantangan dan menyelesaikan sesuatu. Tetapi tekanan juga bisa menjadi kekuatan yang mengakibatkan depresi dan kecemasan, menyulitkan kita menyelesaikan proyek sesuai deadline, merusak hubungan kita dengan orang lain, dan mengakibatkan sakit yang serius. Dengan kata lain, tekanan bisa membantu meningkatkan kinerja tetapi juga bisa juga menimbulkan stress. Agar dapat berkembang, kita membutuhkan tekanan. Kalau kita mencoba menghindari stress dengan menghilangkan tekanan, kita akan berhenti tumbuh atau malah akan memunculkan tekanan-tekanan baru. Menghilangkan tekanan bukanlah solusi untuk menghindari stress.
11
Kita harus mengendalikan tekanan, bukan menyingkirkannya. Mengendalikan tekanan artinya mengendalikan respons kita terhadap tekanan dan mengendalikan persepsi kita mengenai tekanan. Kita harus menghadapinya dengan menggunakan apa yang telah kita miliki. Menghilangkan tekanan bukanlah solusi untuk menghindari stress. Kita harus mengendalikan tekanan, bukan menyingkirkannya. Mengendalikan tekanan artinya mengendalikan respons kita terhadap tekanan dan mengendalikan persepsi kita mengenai tekanan. Kita harus menghadapinya dengan menggunakan apa yang telah kita miliki. Menurut pendapat saya, tekanan kerja itu adalah suatu kekuatan yang netral yang di mana sewaktu-waktu akan terjadi dan kita sebagai yang akan terjun dalam dunia kerja, maka kita harus dapat menyesuaikan diri sebelum terjun dalam dunia kerja.
2.2.1
Pengertian Stres
Menurut Stephen P. Robbins dalam bukunya yang berjudul “Perilaku Organisasi” (2006, p376) stres adalah suatu kondisi dinamik yang didalamnya seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala, atau tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting. Stres dikaitkan dengan kendala dan tuntutan. Kendala: kekuatan yang mencegah individu dari melakukan apa yang sangat diinginkan. Tuntutan: hilangnya sesuatu yang sangat diinginkan.
12
Kadang kala stres menyerang kita dan memiliki kualitas negatif. Stres mengandung unsur-unsur fisik, psikologis dan emosional. Tidak perlu ada penyebab dari luar dan stres dapat mempengaruhi kesehatan fisik, mental, dan social kita. Akibat yang ditimbulkan stres bias menjangkau jauh dan berdampak terhadap seluruh aspek kehidupan kita. Tetapi, stres bukan sesuatu yang tidak bias dihindari. Stres adalah hasil dari sebuah proses yang kompleks dan interaktif. Membedakan tekanan dengan stres akan jelas memperlihatkan bahwa stres adalah sesuatu yang buruk bagi kita dan tekanan adalah sesuatu yang bisa mengakibatkan stres. Menurut Efendi. H (2005, p 303) stres adalah situasi ketegangan/tekanan emosional yang dialami seseorang yang sedang menghadapi tuntutan yang sangat besar, hambatan-hambatan dan adanya kesempatan yang sangat penting yang dapat mempengaruhi emosi, pikiran dan kondisi fisik seseorang.
13
2.2.2
Memahami Stres dan Konsekuensinya
Sumber potensial
Perbedaan individu
Faktor lingkungan
• Persepsi
• Ketidakpastian ekonomi
• Pengalaman kerja
• Ketidakpastian politik
• Dukungan social
• Ketidakpastian teknologi
• Percaya dalam letak
Konsekuensi Gejala psikologis • Sakit kepala • Tekanan darah tinggi • Sakit hati
pengawasan • Permusuhan
Faktor organisasi Gejala Psikologis • Tuntutan tugas • Tuntutan sarana
• Gelisah Pengalaman Stres
• Tuntutan antarpersonal
• Depresi
• Penurunan kepuasan
• Struktur organisasi
kerja • Kepimpinan organisasi • Tahap perkembangan organisasi Gejala Perilaku • Produktivitas • Tidak hadir • Perpindahan
Gambar 2.2 Gambar Model Stres
14
2.2.3
Akibat Stres
Kita tidak bisa mengukur stress secara obyektif dengan mengukur suhu atau tekanan darah seseorang. Stres bersifat personal dan, seperti halnya rasa sakit, hanya penderita sendirilah bukan orang lain yang bisa benar-benar merasakan akibat buruk serta penderitaan yang diakibatkannya. Tingaktan stress yang kita rasakan amat sedikit berkaitan dengan besarnya tekanan eksternal, malahan tingkatan itu berkaitan erat dengan cara kita bereaksi terhadap tekanan tersebut. Sekalipun stress amat menyangkut pikiran, pengaruhnya atas tubuh kita sangat besar.
2.2.4
Gejala Stres
Selain memahami stres sari aspek fisiologinya, kita juga perlu mengenali stres di dalam diri kita sendiri atau dalam diri orang lain. Untuk mengindentifikasikan stres pada diri kita sendiri, kita perlu mengenali beberapa gejala atau symptom yang lebih bersifat umum. Menurut Stephen Williams dengan bukunya yang berjudul “Managing Pressure for Peak Performance” (1997,p40) gejala adalah apa yang biasanya dikeluhkan orang, yang bagi orang lain mungkin tidak jelas; sedangkan sinyal atau tanda adalah petunjuk stres yang kelihatan, yang mungkin tidak terlihat oleh orang yang sedang menderita stres.
15
Gejala-gejala yang bersifat fisik : 1. Perubahan pola tidur- sulit memulai tidur, bangun lebih awal 2. Lelah 3. Lesu 4. Pusing-pusing, sesak nafas, kepala seperti melayang 5. Gangguan percernaan, antara lain rasa panas di perut 6. Mual 7. Gangguan pada alat percernaan misalnya diare dan sembelit terus menerus 8. Sakit kepala 9. Otot-otot tegang, leher kaku, sakita pinggang 10. Sering kedutan 11. Terjadi perubahan kebiasaan, misalnya : - Nafsu makan berkurang - Sering minum - Banyak merokok Gejala-gejala yang bersifat mental : 1. Mudah marah dan lekas tersinggung 2. Cemasan dan gelisah 3. Sulit mengambil keputusan 4. Perhatian lebih tercurah pada hal-hal yang sepele 5. Kehilangan kemampuan menyusun skala prioritas 6. Sulit menyelesaikan persoalan
16
7. Suasana hati mudah berubah atau labil 8. Sulit berkonsentrasi 9. Sulit mengingat bahkan hal-hal yang baru saja didengar 10. Merasa gagal 11. Merasa kehilangan harga diri 12. Suka menyendiri atau mengurung diri
2.2.5
Tanda-tanda Stres
Pengaruh stres terhadap setiap orang berbeda-beda, dan tidak ada petunjuk yang dengan tepat dapat digunakan untuk mengindentifikasikan stres pada orang lain. Hal terbaik yang bisa kita lakukan adalah membuat diri kita peka akan perasaan orang lain, dan mengamati segala perubahan dalam penampilan, perilaku, serta kebiasaannya. Perubahan dalam penampilan : 1. Kurang memperhatikan penampilan 2. Murung 3. Tampak lelah 4. Tampak gelisah dan cemas akan masa depan 5. Tampak tidak tenang
Perubahan dalam kebiasaan : 1. Makan jadi lebih banyak atau jadi lebih sedikit 2. Minum lebih banyak daripada biasanya
17
3. Merokok lebih banyak 4. Lebih sering tidak masuk kerja 5. Semakin sering melakukan kesalahan atau kecelakaan Perubahan dalam perilaku : 1. Lekas marah dan tersinggung 2. Agresif 3. Suasana hati mudah berubah 4. Sulit berkonsentrasi 5. Sulit mengambil keputusan 6. Kinerja merosot Sekalipun tidak mencakup semua sinyal yang menunjukkan adanya stres, daftar itu menunjukkan sebagian aspek yang secara jelas menunjukkan bekerjanya stres. Stres adalah reaksi manusiawi yang normal dan wajar terhadap ancaman. Menurut Keith Davis dan John W. Newstrom dengan bukunya yang berjudul “Perilaku Dalam Organisasi”
(2003, p255) stress adalah suatu kondisi
ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran, dan kondisi fisik seseorang. Stres adalah istilah umum yang diterapkan pada tekanan perasaan hidup manusia. Orang yang mengalami stres bisa menjadi nervous dan merasakan kekhawatiran yang kronis. Stres juga dapat menimbulkan gangguan fisik, sebab system tubuh bagian dalam mengalami perubahan untuk mengatasi stres. Gangguan fisik tersebut ada yang bersifat jangka pendek dan ada pula yang bersifat jangka panjang, seperti gangguan pencernaan atau peradangan usus. Stres yang berlangsung terlalu lama dapat juga menimbulkan penyakit jantung, ginjal,
18
pembuluh darah, dan bagian-bagian lain dari tubuh. Oleh karena itu, perlu bahwa stress baik pada maupun di luar pekerjaan, diusahakan serendah mungkin agar kebanyakan orang mampu menghadapinya tanpa gangguan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja adalah kondisi ketegangan atau tekanan emosional yang dihadapi seseorang yang timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda.
2.2.6
Penyebab Stres
Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stres disebut stressor. Meskipun stres dapat disebabkan oleh hanya satu stressor, biasanya mengalami stres karena kombinasi stressor.
Penyebab stress:
Tipe stress
Akibat stres
Stresor
Stress positif
Akibat dari organisasional dan personal yang kontruktif
organisasional Karyawan
- Jangka pendek - Jangka panjang
Stresor nonpekerjaan
Akibat dari organisasional dan personal yang destruktif Stres negatif -
Jangka pendek
-
Jangka panjang
Gambar 2.3 Gambar Penyebab Tipe dan Akibat dari Stres
19
2.2.7
Pekerjaan Menyebabkan Stres
Beban kerja yang berlebihan dan desakan waktu membuat karyawan tertekan dan menjadi stress. Konflik dan ketaksaan (ambiguity) peran juga berkaitan dengan stress. Penyebab stress adalah perbedaan antara nilai perusahaan dan nilai karyawan. Artinya: perbedaan ini mencabik-cabik karywan dengan tekanan mental pada waktu suatu upaya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nilai perusahaan dan karyawan. Karyawan yang berorientasi pada prestasi juga dapat menimbulkan dorongan stress dengan menetapkan nilai dan tujuan mereka sendiri yang jauh melebihi apa yang sanggup mereka kerjakan dalam pekerjaan. Penyebab stres yang umum dan secara luas dikenal adalah perubahan suatu pekerjaan, karena memerlukan penyesuaian dari karyawan. Perubahan cenderung menyebabkan stres yang lebih berat apabila perubahan tersebut penting dan tidak lazim, misalnya pemberhentian sementara atau pemindahan tugas.
2.2.8
Ambang Stres
Setiap orang mempunyai toleransi yang berbeda terhadap situasi stress. Tingkat stressor yang dapat ditoleransi seseorang sebelum perasaan stress terjadi adalah ambang stress (stress threshold) seseorang. Sejumlah orang begitu mudah sedih atau kecewa hanya karena masalah sepele. Sebaliknya, bebrapa orang lain bersikap dingin, tenang, dan santai, terutama karena mereka mempunyai keprcayaan diri atas kemampuannya untuk menghadapi stres.
20
2.2.9
Tindakan-tindakan Mengatasi Stres
Konseling hanyalah salah satu dari beberapa cara untuk mengurangi stres. Tiga pendekatan yang lain yang cocok adalah : 1. Meditasi Meditasi mencakup pemusatan pikiran untuk menenangkan fisik dan emosi. Meditasi membantu menghilangkan stress duniawi secara temporer dan mengurangi gejala-gejala stres. Meditasi transendental adalah salah satu praktek yang popular. Ada sejumlah praktek yang lain yang mirip dengan praktek meditasi, seperti yoga. Umumnya semua meditasi memerlukan unsur berikut: •
Lingkungan yang relative tenang
•
Posisi yang nyaman
•
Rangsangan mental yang repentif
•
Sikap yang pasif
2. Biofeedback Suatu pendekatan yang berbeda terhadap suasana kerja ynag mengandung stress dalah biofeedback. Dengan biofeedback orang di bawah bimbingan medis belajar dari umpan balik instrument untuk mempengaruhi gejala stres seperti peningkatan detak jantung atau sakit kepala yang keras. 3. Personal Wellness. Umumnya, ada kecenderungan terhadap program pemeliharaan preventif bagi personal wellness yang didasarkan pada riset obat perilaku. Pendekatan preventif adalah lebih baik dalam mengurnagi penyebab stres,
21
walaupun
metode-metode
penanggulangan
membantu
seseorang
mengadaptasi stressor yang berada di bawah pengendalian langsung. Yang paling penting adalah menciptakan kenyamanan yang lebih baik antara orang-orang dengan lingkungan mereka, dan pendekatan alternative bisa bermanfaat bagi karyawan yang berbeda.
2.2.10 Pengertian Keletihan Kerja Roda kehidupan perusahaan pada dasarnya dijalankan para karyawan yang bekerja sesuai posisi. Para karyawan dapat diibaratkan mesin yang menggerakkan motor, yaitu perusahaan. Dengan jam kerja normal - 8 jam sehari – para karyawan bekerja sesuai tugas dan tanggung jawab mereka. Oleh karena itu, para karyawan sering kali dikatakan aset perusahaan yang penting, sebab mereka menentukan masa depan perusahaan. Namun, para karyawan memiliki berbagai keterbatasan, sama seperti mesin. Sebagai contoh, mesin mobil jika dijalankan terus menerus tanpa istirahat tentu pada suatu saat mengalami keletihan mesin pun macet. Terlebih lagi jika mesin mobil tersebut digunakan untuk kondisi perjalanan parah, banyak tanjakan, lubang, dsb. Jadi, identik dengan mesin, karyawan yang bekerja di perusahaan pun bias mengalami keletihan. Keletihan kerja para karyawan dalam tingkat berat bias mengakibatkan karyawan berhenti bekerja atas kemauan sendiri atau di luar kemampuan mereka. Hal ini biasanya terindikasi dengan banyaknya karyawan meminta izin tidak masuk kerja akibat ketidakmampuan fisik yang terlalu letih bekerja secara berlebihan.
22
Dalam kaitannya dengan keletihan kerja, Weisberg (1994) mengungkapkan tiga keletihan kerja, yaitu keletihan karena fisik, mental, dan emosional. Keletihan fisik cenderung berkaitan dengan energi karyawan yang terkuras karena bekerja terlalu keras. Keletihan mental menyangkut perasaan senang atau tidak senang karyawan selama bekerja. Keletihan emosi berhubungan dengan suasana hati karyawan. Tanda-tanda keletihan kerja karyawan bisa diungkapkan jika perusahaan menjalankan survey terhadap karyawannya.
2.3.1
Pengertian Prestasi Kerja
Sebagai bawahan, karyawan menjalankan tugas yang telah diberikan atasan sebagai tanggung jawab mereka. Karyawan harus siap melakukan berbagai tugas dengan baik, sebab hasil kerja mereka dinilai atasan. Indikator atau tolak ukur bawahan melaksanakan pekerjaan sering kali dilihat dari hasil akhir. Sebagai contoh, prestasi karyawan bagian pelintingan rokok dinilai dari jumlah rokok yang dihasilkan. Pekerjaan karyawan bagian ekspedisi barang dievaluasi dari ketepatan waktu barang yang mereka antarkan. Ukuran-ukuran ini hanya berdasar hasil akhir saja, tanpa mempertimbangkan proses pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan karyawan. Padahal, pengukuran proses
sangat
penting
dilakukan
untuk
memahami
aspek-aspek
yang
memengaruhi hasil kerja. Artinya, tidak cukup jika perusahaan hanya mengandalkan ukuran hasil akhir saja, sebab kurang memberikan petunjuk cara memperbaiki atau meningkatkan prestasi kerja karyawan. Sebagai alternatif, pengukuran terhadap aspek-aspek kerja karyawan—kualitas kerja, tanggung
23
jawab karyawan terhadap pekerjaan, kerja sama tim, motivasi kerja, orientasi dan inisiatif karyawan—juga perlu dilakukan. Penilaian unsur-unsur ini memberi informasi yang sangat berharga bagi pengelola SDM. Pengertian prestasi kerja disebut juga sebagai kinerja atau dalam bahasa Inggris disebut dengan performance. Pada prinsipnya, ada istilah lain yang lebih menggambarkan pada “prestasi” dalam bahasa Inggris yaitu kata “achievement”. Tetapi karena kata tersebut berasal dari kata “to achieve” yang berarti “mencapai”, maka dalam bahasa Indonesia sering diartikan menjadi “pencapaian” atau “apa yang dicapai” (http://www.damandiri.or.id/detail.php?id=338). Bernardin dan Russel (1993:378) memberikan definisi tentang prestasi kerja sebagai berikut : “performance is defined as the record of outcome produced on a specified job function or activity during a specified time period” (Prestasi kerja didefinisikan sebagai catatan dari hasil-hasil yang diperoleh melalui fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama tempo waktu tertentu). Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa prestasi kerja lebih menekankan pada hasil atau yang diperoleh dari sebuah pekerjaan sebagai kontribusi pada perusahaan.
2.3.1
Pengertian Penilaian Prestasi Kerja
Penilaian prestasi kerja dalam bahasa inggris disebut sebagai performace appraisal. Pada kamus Manajemen SDM dan Perilaku Organisasi (Tunggal, 1997:48) berarti suatu proses organisasi menilai performa individu. Sedangkan Bittel (1996:233) menyebutkan suatu evaluasi formal dan sistematis tentang
24
seberapa baik seseorang melakukan tugasnya dan memenuhi perannya yang sesuai dalam organisasi. Blanchard dan Spencer (1982:100) menyebutkan penilaian prestasi kerja merupakan proses organisasi yang mengevaluasi prestasi kerja karyawan terhadap pekerjaannya. Esensinya, supervisor dan karyawan secara formal melakukan evaluasi terus menerus. Kebanyakan mereka mengacu pada prestasi kerja sebelumnya dan mengevaluasi untuk mengetahui apa yang akan dilakukan selanjutnya. Ketika prestasi kerja tidak memenuhi syarat, maka manajer atau supervisor harus mengambil tindakan, demikian juga apabila prestasi kerjanya bagus maka perilakunya perlu dipertahankan. Putti dalam bukunya A Manager’s Primer on Performance Appraisal, sebagaimana yang dikutip oleh Achmad S. Ruky (2002:12-13), terdapat beberapa definisi penilaian prestasi kerja, antara lain : 1. Roger Belows, dalam Psycology of Personnal in Business Industry, Prentice Hall, New Jersey 1961, p.370 mendefinisikan suatu penilaian periodik atas nilai seorang individu karyawan bagi organisasinya, dilakukan oleh atasannya atau seseorang yang berada dalam posisi untuk mengamati atau menilai prestasi kerjanya. 2. Dale S. Beach, The management of People at Work, Mac Milian New York, 1970 p.257, mendifinisikan sebuah penilaian sistimatis atas individu karyawan mengenai prestasinya dalam pekerjaannya dan potensinya untuk pengembangan.
25
3. Bernardin dan Russel (1993:379), mendefinisikan suatu cara mengukur kontribusi individu (karyawan) kepada organisasi tempat mereka bekerja. 4. Cascio (1992:267), mendefinisikan sebuah gambaran atau diskrips sistimatis tentang kekuatan dan kelemahan yang terkait dengan pekerjaan dari seseorang atau satu kelompok. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian prestasi kerja merupakan cara sistematis untuk mengevaluasi prestasi, kontribusi, potensi dan nilai dari seorang karyawan oleh orang-orang yang diberi wewenang perusahaan sebagai landasan pengembangan dan sebagainya.
2.3.2
Tujuan Penilaian Prestasi Kerja
Perusahaan maupun organisasi menggunakan penilaian prestasi kerja bagi para karyawan atau individu mempunyai maksud sebagai langkah administratif dan pengembangan.
Secara
administratif,
perusahaan
atau
organisasi
dapat
menjadikan penilaian prestasi kerja sebagai acuan atau standar di dalam membuat keputusan yang berkenaan dengan kondisi pekerjaan karyawan, termasuk untuk promosi pada jenjang karir yang lebih tinggi, pemberhentian, dan penghargaan atau penggajian. Sedangkan untuk pengembangannya adalah cara untuk memotivasi dan meningkatkan keterampilan kerja, termasuk pemberian konseling pada perilaku karyawan dan menindak-lanjuti dengan pengadaan training (Gomez, 2001, p226). Cherrington (1995:276) menambahkan tujuan lainnya antara lain untuk mengidentifikasi kebutuhan training untuk kepentingan karyawan agar tingkat
26
kemampuan dan keahliannya pada suatu pekerjaan dapat ditingkatkan pada level yang lebih tinggi. Kemudian diintegrasikan pada perencanaan sumberdaya manusia yang dihubungkan pada fungsi-fungsi SDM. Lebih jelasnya, penilaian prestasi kerja mempunyai tujuan (Rahmanto) untuk: 1. Membedakan tingkat prestasi kerja setiap karyawan. 2. Pengambilan keputusan administrasi seperti : seleksi, promosi, retention, demotion, transfer, termination, dan kenaikan gaji. 3. Pemberian pinalti seperti : bimbingan untuk meningkatkan motivasi dan diklat untuk mengembangkan keahlian. Dari beberapa tujuan penilaian prestasi kerja di atas, dapat diklasifikasikan melalui persentase mayoritas perusahaan yang menggunakan untuk kepentingan yang sama pada 26 perusahaan Amerika, 25 perusahaan Inggris, dan Korea yang beroperasi di negara Malaysia. Penelitian yang dilakukan oleh Tan dan Torrington (1998) sebagai berikut : 1. Alasan terpenting bagi perusahaan Amerika untuk menerapkan system penilaian prestasi kerja karyawan adalah sebagai dasar bagi kenaikan gaji (81%), keputusan promosi (77%), pelatihan dan pengembangan (68%), dan pembinaan (60%). 2. Urutan pada perusahaan Inggris ada sedikit perbedaan, yaitu keputusan promosi (88%), pelatihan dan pengembangan (75%), dan penentuan kenaikan gaji (67%). 3. Pada perusahaan Korea yang beroperasi di Malaysia, penilaian prestasi kerja karyawan sebagai dasar keputusan promosi (75%), pelatihan (57%),
27
perencanaan sumber daya manusia (50%), dan penentuan kenaikan gaji (36%). Dari data di atas, dapat diketahui bahwa setiap perusahaan di dalam menetapkan tujuan penilaian prestasi kerja tidak ada yang diprioritaskan atau hanya memiliki satu tujuan saja dari beberapa tujuan yang ada.
2.3.3
Beberapa Bentuk Proses Penilaian Prestasi Kerja
a. Carol and Schneir Carroll dan Schneir membuat model penilaian prestasi kerja yang mencakup ketiga aspek di dalamnya, antara lain: identification, measurement, dan management mengenai prestasi kerja karyawan di dalam organisasi. 1. Identification Mengidentifikasi segala ketentuan yang menjadi area kerja seorang manajer untuk melakukan uji penilaian prestasi kerja. Identifikasi secara rasional dan legal memerlukan sistem pengukuran berdasarkan job analysis. Sistem penilaian akan terfokus pada prestasi kerja yang mempengaruhi keberhasilan organisasi dari pada karateristik yang tidak berhubungan dengan prestasi kerja seperti ras, umur, dan jenis kelamin. Dimensi ini langkah awal yang penting di dalam proses penilaian. Apabila dimensi yang signifikan itu gagal, moril karyawan yang diinginkan untuk mendapatkan tipe karyawan yang bekerja dengan baik pada dimensi tersebut tidak akan diterima dan dihargai. Apabila sudah tidak relevan dan dimensi tersebut tidak dihiraukan maka karyawan merasa bahwa proses penilaian tidak memiliki arti secara keseluruhan.
28
2. Measurement Pengukuran (measurement) merupakan bagian tengah dari system penilaian, guna membentuk managerial judgment prestasi kerja karyawan yang memilah hasil baik-buruknya. Pengukuran prestasi kerja yang baik harus konsisten melalui organisasi. Sehingga seluruh manajer di dalamnya diharuskan menjaga standar tingkat perbandingannya. Pengukuran prestasi kerja karyawan melibatkan sejumlah ketetapan untuk merefleksikan perilaku karyawan pada pengenalan beberapa karakteristik maupun dimensi. Secara tehnis, sejumlah ketetapan itu seperti halnya predikat exellent (sempurna), good (baik), average (cukup), dan Poor (kurang) dapat digunakan dengan pemberian nomor dari 1 hingga 4 untuk tingkatan prestasi kerja karyawan. Dari segi alat pengukuran, Gomez-Mejia dkk (2001, p227). memiliki format penilaian yang diklasifikasikan pada dua cara : (1) the type of judgment that is required (relative or absolute), dan (2) the focus of the measure (trait, behavior, or outcome). Relative judgment merupakan format penilaian yang menganjurkan supervisor untuk membandingkan prestasi kerja sesama karyawan yang satu dengan yang lain pada jenis pekerjaan yang sama. Sedangkan absolute judgment menyangkut format penilaian yang menganjurkan supervisor untuk membuat penilaian mengenai prestasi kerja karyawan berdasarkan standar. Sistem pengukuran prestasi kerja dapat diklasifikasikan dengan bentuk data yang terfokus pada: trait (karakteristik) data, behavior (perilaku) data, dan
29
outcome (hasil) data. Trait appraisal instruments (penilaian sifat atau karakter) menjadi tugas supervisor untuk membuat penilaian mengenai karakter-karakter pekerja yang cenderung konsisten dan berlangsung lama. Sistem kedua dari pengukuran prestasi kerja adalah behavioral appraisal instruments (penilaian perilaku) terfokus pada aspek penilaian perilaku karyawan. Pada outcome appraisal instrumen (penilaian yang berorientasi pada hasil) yang digunakan untuk menilai hasil kerja karyawan yang telah dilakukan. Bentuk penilaian ini menurut Bittel (1996:222) mengharuskan sasaran khusus dalam bentuk hasil yang dapat diukur, disepakati sebelumnya oleh atasan dan bawahan. 3. Management Penilaian prestasi kerja karyawan memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan-tujuan dan standarstandar kerja serta memotivasi karyawan di masa berikutnya. Hal ini dapat dipahami sebagai suatu tahapan yang dirancang untuk memperbaiki kinerja perusahaan secara keseluruhan melalui perbaikan prestasi kerja karyawan oleh manajer lini. b. Pendekatan sistem penilaian prestasi kerja Penilaian prestasi kerja pada sistem ini harus mengidentifikasi prestasi kerja yang berhubungan dengan kriteria yang telah ditetapkan, mengukurnya dan memberikan timbal balik pada karyawan dan departemen personalia ataupun SDM. Apabila pengukuran prestasi kerja tidak ada keterkaitan dengan
30
pekerjaan, maka evaluasi/penilaian dapat mengarah pada hasil yang tidak akurat atau menimbulkan bias (prasangka) (Werther dan Davis, 1986:284). Setelah proses penilaian telah dilaksanakan maka ada imbal-balik bagi karyawan atas hasil yang telah dicapai, kemudian catatan-catatan tersebut dijadikan dasar pertimbangan untuk diputuskannya hasil prestasi kerja karyawan. Pada penelitian ini, proses performance appraisal (penilaian prestasi kerja) pada gambar tersebut merupakan tahapan-tahapan yang akan diteliti guna mendapatkan hasil dari prestasi kerja karyawan selama bekerja di perusahaan.
Human Performance
Performance appraisal
Employee feedback
Performance Measure
Performance related criteria
Personal decision
Employee record
Gambar 2.4 Sistem penilaian prestasi kerja Sumber: Werther, B. William and Keith Davis, 1986. “Personnel management And Human Resource, 2nd ed., Singapore: McGraw-Hill Book Company.
Mulai dari tahapan kriteria-kriteria atau faktor-faktor yang berhubungan dengan prestasi kerja yang akan dinilai karena dituntut untuk menyelesaikan proses kerja
31
dengan baik hingga prestasi kerja yang dapat diukur dengan mencantumkan poinpoin atau angka-angka pada setiap dimensi kerjanya. Dengan demikian akan menghasilkan suatu hasil penilaian prestasi kerja yang sesuai dengan objektifitas penilaian. c. Pendekatan “input-process-output” Pendekatan ini merupakan suatu bentuk yang terjadi dalam sebuah pekerjaan atau jabatan mulai dari sebuah proses yang mengelola input menjadi output. (Ruky, 2002, p17). Pada metode yang menfokuskan penilaian pada input, atau person centered approach, menurut Putti (1985) merupakan cara tradisional yang menekankan pada pengukuran atau penilaian ciri-ciri kepribadian karyawan dari pada hasil prestasi kerjanya. Ciri-ciri atau karakteristik kepribadian yang banyak dijadikan objek pengukuran adalah : kejujuran, ketaatan, disiplin, loyalitas, inisiatif, kreativitas, adaptasi, komitmen, motivasi, sopan santun, dan lain-lain. Menurut Ruky, fokus perhatian dari metode tersebut adalah manusianya. Faktor-faktor yang disebutkan sebelumnya oleh Putti di atas bukan merupakan prestasi, tetapi lebih tepat disebut sebagai persyaratan atau karakteristik yang harus dipenuhi oleh karyawan agar mereka mampu atau akan melaksanakan tugas-tugasnya dengan tepat, benar, dan sempurna, sehingga akhirnya memperoleh prestasi yang bagus. Sistem input yang cenderung pada karakteristik atau suatu pengetahuan dan keterampilan yang cenderung subyektif dalam penilaian, maka penilaian
32
lebih
difokuskan
pada
prestasi
kerja
karyawan
dengan
meneliti
baikburuknya karyawan tersebut melaksanakan pekerjaan dan tugas-tugas yang telah diberikan kepadanya. Dengan demikian tanggung-jawab dan persyaratan
yang dituntut oleh
pekerjaannya
menjadi tolak
ukur
keberhasilannya. Penilaian yang terfokus pada prestasi kerja karyawan diukur dengan cara menilai sikap dan perilaku seorang pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung-jawabnya. Cara ini merupakan penjabaran dari pergeseran fokus penilaian dari input ke process, yaitu bagaimana proses tersebut dilaksanakan. (Ruky, 2002, pp58-59) Sedangkan output seringkali disebut sebagai sistem manajemen kinerja yang berbasiskan pada pencapaian sasaran kerja individu, atau disebut juga sebagai manajemen berbasis sasaran. d. Proses Penilaian Beberapa bentuk pendekatan proses penilaian prestasi kerja tersebut dapat diklasifikasikan pada tiga tahapan sebagai berikut : 1. Pada tahapan identifikasi, dapat disebut sebagai input penilaian prestasi kerja karena mengidentifikasi karakteristik (trait) yang ada pada diri seseorang (karyawan yang akan dinilai). Suatu sikap terhadap penilaian prestasi kerja pada saat melakukan aktivitas pekerjaan di organisasi atau perusahaan. Dalam hal ini, metode yang dipergunakan untuk mengukur input seorang karyawan dalam penilaian prestasi kerja melalui Graphic Rating Scale. Metode ini menfokuskan pada penilaian orang yang
33
melakukan pekerjaan pada sejumlah karakteristik atau faktor. Artinya berapakah karakteristik atau faktor tersebut dimiliki oleh seseorang. Penilaian prestasi kerja pada graphic rating scale ini penilaiannya berkisar 5 –7 skala poin, dan sejumlah tingkatan faktor antara 5 hingga 20. Gambar 2.2 di bawah ini salah satu contoh graphic rating scale pada macam-macam dimensi prestasi kerja. X Job Knowledge
Low High 5
4
3
2
X
Quality of Superior
Above
work Average
Average Dependability
1
Below Unacceptable
Average
Rate this employee’s dependability by assigning score
according the following scale :
9
1 to 5
(score) (poor) Gives up quickly
6 to 10 (Average) Does the routine work 11 to 15 (Good) Rarely gives up
34
Quality of work
Consistenly
Frequently
Meets job
Frequently
Exceeds job
exceeds job
requirement
below job
Consistently
below Requirement requirement
requirement
requirment
Practical judgment
5
4
3
2
1
Gambar 2.5 Beberapa contoh GRS Sumber: Muchinsky, M., Paul, 1993. “Psychology Applied to work”, California : Pacific Grove.
2. Pada tahapan pengukuran, proses penilaian prestasi kerja yang focus utamanya adalah menggambarkan pelaksanaan tugas seorang karyawan, atau perilaku yang dihasilkannya. Salah satu bentuk alat penilaian perilaku adalah behavioral anchored rating scales (BARS) atau skala penilaian berdasarkan perilaku yang menurut Bittel (1996, p221) berbagai item atau standarnya diuraikan atau digambarkan dalam bentuk perilaku yang diharapkan dari seorang karyawan.
35
Menurut Flippo (1995, p253), BARS meliputi 2 (dua) jenis skala : 1. Skala dugaan perilaku atau Behavioral Expectation Scales (BES) dasarnya adalah uraian yang membantu penilai untuk merumuskan perilaku karyawan sebagai individu yang unggul,rata-rata, dan di bawah rata-rata. 2. Skala pengamatan perilaku atau Behavioral Observation Scales (BOS) di mana penilai melaporkan frekuensi yang digunakan karyawan dalam perilaku yang diperinci dalam dasar (anchored). Penilaian prestasi kerja berdasarkan perilaku merupakan metode yang representatif untuk menetapkan perkembangan rating scale dengan menyediakan banyak gambaran perilaku yang spesifik untuk memberikan poin pada skala penilaian di setiap dimensi pekerjaan. Untuk mengembangkannya, supervisor menyediakan gambaran perilaku berdasarkan kejadian yang spesifik, di mana tipe-tipe karakter yang efektif dan yang tidak efektif dalam pekerjaannya diklasifikasikan (Long, 1998, p527). Garis besar model penilaian dengan metode BARS menurut Flippo (1995, pp253254) terdapat 5 (lima) tahapan, yaitu : 1. Menelaah uraian pekerjaan untuk pegembangan 5 (lima) hingga 10 (sepuluh) dimensi prestasi kerja. 2. Mencatat bagian-bagian perilaku yang melukiskan berbagai tingkatan prestasi untuk setiap dimensi. Dasar atau patokan perilaku tersebut tidak boleh dinyatakan dalam pengertian yang samar sehingga membuat asumsi tentang pengetahuan karyawan. Contoh perilaku yang spesifik harus digunakan,
36
kemudian diberi skala dalam arti prestasi yang baik, rata-rata, dan di bawah rata-rata. 3. Semua dasar yang dihasilkan disusun dengan urutan acak, kemudian dibagi menjadi dimensi-dimensi khusus. 4. Dilakukan percobaan terhadap daftar yang telah tersusun untuk dipilih yang paling sesuai dengan situasi. 5. Terakhir, semua dasar yang terpilih dipakai untuk setiap dimensi, diberi peringkat dalam urutan yang digunakan dan dibentuk suatu skala. Hasilnya adalah suatu skala penilaianyang mempunyai contoh-contoh pendasaran (anchoring) perilaku untuk setiap tingkatan. 3 Tahapan manajemen menfokuskan penilaiannya pada hasil kerja (output) yang berbasiskan pencapaian sasaran kerja individu. Hal ini dapat disebut sebagai manajemen berdasarkan sasaran atau menyebutnya sebagai managment by objectives (MBO). Dari ketiga tahapan bentuk penilaian prestasi kerja di atas, metode penilaian yang digunakan lebih cenderung pada tahapan yang kedua karena dinilai lebih efektif dan dapat terhindar dari unsur subjektifitas penilai. e. Dimensi Penilaian Prestasi Kerja Penilaian prestasi kerja dapat terpenuhi apabila penilaian mempunyai hubungan dengan pekerjaan (job related) dan adanya standar pelaksanaan kerja (performance standar). Agar penilaian dapat dilaksanakan secara efektif, maka standar penilaian hendaknya berhubungan dengan hasil-hasil yang diinginkan setiap pekerja (Notoatmodjo, 1992:133).
37
Dimensi penilaian sifat dan karakteristik pekerja yang digambarkan ke dalam bentuk perilaku yang dapat diukur tersebut dapat diklasifikasikan menurut penjelasan maupun contoh yang diambil dari beberapa sumber bacaan, antara lain: 1. Ahmad S. Ruky dalam bukunya Sistem Manajemen Kinerja (2002: 4748) menyebutkan bahwa ada enam karakteristik kepribadian atau disebut juga sebagai karakteristik inti yang berlaku bagi semua orang yang bekerja di perusahaan perbankan, yaitu : teliti, akurat, taat aturan dan prosedur,gesit/cepat, penuh konsentrasi, dan ramah/sopan. 2. Gomez-Mejia, Balkin, dan Cardy, dalam bukunya Managing Human Resource (2001: 229) menyebutkan empat karakteristik, yaitu: decisiveness (ketegasan), reliability (dapat dipercaya/diandalkan), energy (kekuatan/daya kerja), dan loyality (loyalitas). 3. Noe, A. et.al., (2000:286) di dalam bukunya Human Resource Management menyebutkan ada sepuluh faktor penilaian terkait dengan dimensi prestasi kerja, yaitu: knowledge (pengetahuan), Communication (komunikasi), Judgment (keputusan), Managerial skill (keterampilan manajerial), Quality performance (kualitas prestasi kerja), teamwork (kerja sama), interpersonal skill (keterampilan hubungan antar karyawan), initiative (inisiatif), creativity (kreatifitas), problem solving (pemecahan masalah). 4.
Bittel dan Newstrom (1996) di dalam bukunya yang berjudul What Every Supervisor Should Know atau yang telah diterjemahkan ke dalam
38
Indonesia dengan judul Pedoman Bagi Penyelia disebutkan ada delapan faktor prestasi kerja, yaitu: mutu pekerjaan, kuantitas pekerjaan, keandalan, sikap, inisiatif, kerumah-tanggaan, kehadiran, potensi pertumbuhan dan kemajuan. 5.
As’ad di dalam bukunya Psikologi Industri (1991:27) menyebutkan empat kriteria karakteristik prestasi kerja, yaitu: pengetahuan kerja, motivasi, hubungan antar individu, dan supervisi.
39
2.4
Kerangka Pemikiran
Tekanan Kerja
Keletihan Kerja
•
Stress
•
Fisik
•
Persepsi
•
Mental
•
Depresi
•
Emosional
Prestasi Kerja
Gambar 2.6 Gambar Kerangka Pemikiran
40
2.5
Hipotesis Hipotesis Penelitian 1 : H0 :
Tidak ada pengaruh antara tekanan kerja karyawan dan keletihan kerja terhadap prestasi kerja karyawan PT. Asuka Bahari Nusantara.
H1 :
Ada pengaruh antara tekanan kerja karyawan dan keletihan kerja terhadap prestasi kerja karyawan PT. Asuka Bahari Nusantara.
Hipotesis Penelitian 2 : H0 :
Tidak ada hubungan antara tekanan kerja karyawan dan keletihan kerja terhadap prestasi kerja karyawan PT. Asuka Bahari Nusantara.
H1 :
Ada hubungan antara tekanan kerja karyawan dan keletihan kerja terhadap prestasi kerja karyawan PT. Asuka Bahari Nusantara.
41