BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Manajemen sumber daya manusia
2.1.1
Definisi Manejemen sumber daya manusia Menurut Drs. Joko Raharjo (2013:11), mendefinisikan manajemen sumber
daya manusia yang dilaksanakan dengan baik akan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam usaha mencapai sasaran organisasi atau perusahaan. Di balik daya pikat dan popularitasnya dikalangan akademis I, sejak diluncurkannya konsep Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) sekitar tahun 1980-an, konsep MSDM terdahulu sering mencurangi kegunaan dan moralitas SMDM.Beberapa atau semua filosofi MSDM dan berusaha untuk diterapkan dengan beragam tingkat keberhasilan untuk beragam alasan baik dan buruk, yang dikutip dari(AMSTRONG:2003) sebagai berikut :
1. Konsep MSDM dipercayai dengan sungguh-sungguh sebagai pendekatan yang tepat untuk mengelola manusia. 2. Disesuaikan dengan apa yang terjadi pada organisasi dalam kondisi ingin kompetitif, ditambahkan manfaat dan dikelola secara efisien 3. Hal ini benar-benar merupakan ide baru yang dikemas dengan menarik oleh penulis atau konsultan.
10
11 Menurut Prof.Dr.H.Abdurrahmat Fathoni,M.Si (2008) Manajemen sumber daya manusia merupakan modal dan kekayaan yang terpenting dari setiap kegiatan manusia. Manusia sebagai unsur terpenting mutlak, dianalisis dan dikembangkan dengan cara tersebut, waktu, tenaga, dan kemampuan benar-benar dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan oraganisasi maupun kepentingan individu. Ada lima prinsip pendekatan terhadap manajemen sumber daya manusia, yaitu : 1. Sumber daya manusia adakah merupakan kekayaan yang paling penting, yang dimiliki oleh suatu organisasi, sedangkan manajemen yang efektif adalah kunci bagi keberhasilan organisasi tersebut. 2. Keberhasilan sangat mungkin dicapai manakala peraturan atau kebijaksanaan dan prosedur, serta mekanisme kerja, yang nertalian dengan manusia dan perusahaan tersebut saling berhubungan dan memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan perusahaan dan pencapaian strategis. 3. Budaya dan nilai perusahaan, suasana organisasi dan perilaku manajerial yang berasal dari kultur tersebut akan memberikan pengaruh yang besar terhadap hasil pencapaian terbaik. 4. Manajemen sumber daya manusia berhubungan secara intergrasi, menjadikan semua anggota organisasi terlibat untuk mencapai tujuan. 5. Empat prinsip tersebut harus tertanam dalam diri setiap anggota (manusia). Menurut,Siagian, Sondang P. (2006), dari bukunya yang berjudul Manajemen Sumber Daya Manusia. Definisi Manajemen sumber daya manusia, disingkat MSDM, adalah suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh individu secara efisien dan efektif
12 serta dapat digunakan secara maksimal sehingga tercapai tujuan (goal) bersama perusahaan, karyawan dan masyarakat menjadi maksimal. MSDM didasari pada suatu konsep bahwa setiap karyawan adalah manusia - bukan mesin - dan bukan semata menjadi sumber daya bisnis.Kajian MSDM menggabungkan beberapa bidang ilmu seperti psikologi, sosiologi, dll. Pengertian MSDM menurut Arfin Murtie (2012:1) Mendefinisikan MSDM adalah sebuah bagian dari ilmu manajemen yang mempelajari hubungan antar manusia sebagai asset dan sumber daya perusahaan serta bagaimana mengelolanya agar benar-benar dapat menjalankan tugas dan wewenang masingmasing dengan baik dan benar.
Dengan demikian, dari definisi di atas dapat disimpulkan MSDM adalah sebuah bagian dari manajemen yang mempelajari hubungan manusia sebagai sumber dan asset dari perusahaan, dan bagaimana melakukannya. Agar berjalan baik dan lancer sesuai dengan wewenang dan tidak terpaksa.
2.2 Pemberdayaan Karyawan (Employee Empowerment) 2.2.1. Definisi Pemberdayaan Karyawan Pemberdayaan karyawan bisa disebut juga mengelola karyawan, disebutkan oleh Arfin Murtie (2012:101) mengelola karyawan dengan metode Training, Coaching , Motivation (TCM) yang menarik maka nantinya karyawan tidak akan merasa terpaksauntuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan baik. Menurut Stewart (2009) pemberdayaan karyawan berarti memampukan dan memberi kesempatan kepada karyawan untuk merencanakan, melaksanakan rencana,
13 dan mengendalikan rencana pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya atau tanggung jawab kelompoknya. Luthans (1998) mendefinisikan pemberdayaan sebagai wewenang dalam membuat keputusan dalam sebuah area pekerjaan tanpa membutuhkan persetujuan dari orang lain. Konteks mengenai pemberdayaan sangat luas karena itu dalam konteks bisnis Spreitzer (1997) membedakan pemberdayaan jadi dua perspektif umum yaitu : relation perspective (oraganizational empowerment) dan psychological perspective (psychological empowerment). Relation empowerment meyakini bahwa pemberdayaan tercipta ketika tingkatan yang lebih tinggi dalam hirarki perusahaan membagi kekuasannya kepada tingkatan yang lebih rendah. Psychological perspective focus pada persepsi pemberdayaan yang dimiliki karyawan. Psychological empowerment merupakan variable yang mereflesikan atau mencerminkan tingkatan pe,berdayaan yang dirasakan karyawan. Hal ini didukung juga oleh Conger dan Kanungo (1988) bahwa pemberdayaan dibedakan menjadi dua yaitu : relation (organizational empowerment ) yang merupakan sebuah proses untuk berbagi kekuasan, dan motivational yang sekarang ini lebih dikenal sebagai psychological empowerment. Linden dan Arad dalam Seibert et al., 2004 membedakan pemberdayaan menjadi dua perpektif yaitu makro dan mikro. Perspektif makro berhubungan dengan struktur organisasi dan kebijakan organisasi.
14 Sedangkan perspektif mikro berhubungan edngan reaksi psikologis yang dimiliki karyawanterhadap struktur dan kebijakan organisasi. Dari definisi diatas maka dapat di simpulkan pemberdayaan karyawan bisa disebut juga mengelola karyawan, dengan program-program TCM, untuk kemajuan dan keberhasilan perusahaan itu sendiri 2.2.2Training Training adalah sebuah proses yang dilalui oleh seseorang individu dalam rangka untuk mengubah sikap, pengetahuan, keterampilan, dan perilakunya. Menurut Arfin Murtie (2009:37) Terbagi menjadi 5 indikator yaitu : -
Training pengenalan perusahaan & struktur organisasi(Sub:indikator, Pengenalan visi dan misi perusahaan dan juga struktur organisasi)
-
Training pengenalan produk (Pengenalan produk yang di jual kepada customer)
-
Training keamanan dan physical training (Cara kerja yang aman bagi restoran dan juga tamu)
-
Training inventory, kebersihan, & pelayanan (Pembelajaran penggunaan alat-alat pendukung dan buku catatan inventory)
15 2.2.3. Coaching Menurut Arfin Murtie (2012:56) Setelah merumuskan tema sampai dengan tujuan diadakannya coaching, tersebut mulai dilakukan oleh MSDM dan atau bersama lembaga terkait lain yang lebih professional terhadap karyawannya. Proses coaching ini merupakan gambaran umum tentang strategi atau metode pengelolahan kegiatan yang hamper mirip dengan metode penyampaian/pencapaian. Pelatihan mempersiapkan peserta latihan untuk mengambil jalur tindakan tertentu yang dilukiskan oleh teknologi dan organisasi tempat bekerja, dan membantu peserta memperbaiki prestasi dalam kegiatannya terutama mengenai pengertian dan keterampilan. (Rolf P. Lynton dan Udai Pareek-Pelatihan dan Pengembangan Tenaga Kerja, Pustaka Binaman Jakarta 1998) Terbagi menjadi 3 indikator yaitu (54) : -
Building rapport (Sebuah komunikasi 2 arah, yaitu antara atasan dengan bawahan, atasan dengan atasan ,dan bawahan dengan bawahan.
-
Feedback technique (Umpan balik dari atasan dan bawahan yang berusahan untuk mengkomunikasikan kinerja yang sebenarnya)
-
Action plan (Implementasi dari proses coaching yang menghasilkan lembar persetujuan anatara atasan dengan bawahan tentang sasaran kerja yang telah di sepakati)
16 Menurut Cut Zurnali (2004:Wikipedia.org), terdapat 3 (tiga) tingkatan atau level analisis dalam menentukan kebutuhan pelatihan yang harus dipenuhi, yaitu: •
Pertama, organization analysis (analisis organisasi): Memfokuskan pada pengenalan di dalam organisasi dimana pelatihan dibutuhkan.
•
Kedua, operations analysis (analisis operasi): Mencoba mengenal isi pelatihan-apa yang tenaga kerja harus lakukan agar bekerja secara kompeten.
•
Ketiga, individual analysis (analisis individual): Menentukan seberapa baik setiap pekerja atau karyawan yang sedang melakukan tugas dalam menyelesaikan tugasnya.\
2.2.4. Motivation Menurut Arfin Murtie (2012:82) Motivasi dikatakan sebagai pendorong bagi seseorang karyawan. Hal tersebut memang nyata adanya. Kenapa dikatkan demikian, karena karyawan yang termotivasi akan lebih semangat untuk bekerja serta mencoba menggapai produktivitas serta prestasi kerja yang baik. Daya pendorong yang luar biasa dan dahsyat bernama motivasi ini berbanding lurus dengan kepuasan kerja. Motivasi sendiri berasal dari oerkataan motive yang berarti “dorongan” Terdapat 5 indikator coaching yaitu (74) : -
Pembayaran ( MSDM bisa mengusulkan kepada pengusaha atau pemilik perusahaan untuk lebih mementingkan perbayaran gaji atau upah para karyawannya, MSDM juga bisa mengusulkan bonus prestasi)
-
Pekerjaan itu sendiri ( Pekerjaan yang di harapkan dan yang harus di kuasai)
17 -
Promosi pekerjaan ( Promosi jabatan di lakukan agar memotivasi pekerjaan yang dilakukan)
-
Supervisi (Supervisor tidak segan-segan memberikan reward minimal dalam bentuk pujian)
-
Rekan kerja( Tidak di pungkiri bahwa suasana kerja yang kondusif bersama rekan kerja yang baik saling membantu bisa menimbulkan motivasi sendiri)
Menurut Tb. Sjafri Mangkuprawira (2011:46) mengatakan bahwa, Kekesalan Seorang Karyawan bisa berdampak pada motivasi kerja, bsai menurunkan motivasi kerja atau malah bisa sebaliknya. Misalnya ada atasan yang berkata kasar dapat dipastikan karyawan bersangkutan akan kesal. Sudah kerja keras kok atasan menilai seperti itu. Semacam tidak ada penghargaan. Apa yang kemudian terjadi, Bagi karyawan yang berkribadian lemah, semakin kesal semakin menurun motivasi kerjanya. Kondisi ini potensial menurunkan kinerjanya. Namun, bagi mereka yang bermental kuat, justru kekesalan bisa mendorongnya keluar dari rasa kesal. Dengan segala upaya, termasuk belajar bekerja dengan baik, maka karyawan bersangkutan ingin membuktikan bahwa dirinya bukanlah seperti yang dinilai oleh atasan seperti yang dikatakan di atas.
2.3
Perputaran Karyawan (Turnover)
2.3.1 Definisi Perputaran Karyawan Menurut Harnoto dalam bukunya Managing Turnover (2009:2): “Turnover intentions ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat, mulai malas kerja, naiknya keberanian untuk
18 melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya.” Indikasi-indikasi tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk memprediksikan turnover intentions karyawan dalam sebuah perusahaan. 1. Absensi yang meningkat Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya. 2. Mulai malas bekerja Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan bersangkutan. 3. Peningkatan terhadap pelanggaran tatatertib kerja Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya. 4. Peningkatan protes terhadap atasan Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan.
19 Menurut David F.Falino (2012:118) , Dengan kesehatan mental dan fisik yang lebih baik, dan usia lanjut, orang mampu untuk bekerja di atas umur 60 tetapi saat itu tidak bisa lagi untuk kerja penuh, perencanaan finansial adalah satu keharusan untuk hidup yang enak setelah akhir masa kerja, juga dikenal dengan nama pengunduran diri. Memulai perencanaan sekarang ini membuat hidup anda nyaman dan menyenangkan setelah mengundurkan diri, selain itu berikut tujuan merencanakan pengunduran diri / perputaran karyawan. 1. Mendapatkan kebebasan financial 2.Menghadapi babak baru kehidupan dengan percaya diri. 3. Memungkinkan anda melakukan rencana. Anda yang sebelumnya tidak bisa anda lakukan. 4.Mehilangkan kebimbangan yang berhubungan dengan perasaan tidak berguna , pleonastic, tergantung. 5.Merencanakan pemanfaatan waktu luang yang anda miliki setelah pengunduran diri. 6. Mendapatkan kepuasan untuk mampu menjaga identitas. Jadi
dapat
disimpulkan
bahwa
perputaran
karyawan
adalah
pergerakan keluar masuknya karyawan dalam suatu organisasi. Sedangkan standar tingkat perputaran karyawan yang biasa ditolerir sangat bergantung dari sudut pandang tiap-tiap pribadi dan komunitas tertentu. Namun mengingat kerugian dalam hal biaya dan waktu yang ditimbulkan untuk merekrut seorang karyawan hingga mendapatkan tenaga kerja siap pakai, maka roseman (1981) dalam bukunya managing turnover menyatakan
20 bahwa jika annual turnover di dalam suatu perusahaan melebihi angka 10 %, maka turnover di dalam perusahaan tersebut dapat di kategorikan tinggi. Maka dari definisi di atas dapat disimpulkan keinginan untuk keluar perusahaan terdapat beberapa factor penunjang yang di pengaruhi dengan pemberdayaan/ dan juga keinginan dari si pekerja. 2.3.2. Jenis-jenis Perputaran Karyawan Menurut Lee-Ross (1999) perputaran karyawan dibagi menjadi perputaran karyawan yang sukarela dan tidak sukarela, fungsional dan tidak fungsional, serta bias dihindari dan tidak bias dihindari. 1. Sukarela dan tidak sukarela Perputaran karyawan sukarela adalah perputaran karyawan yang terjadi atas kemauan karyawan sendiri. Perputaran karyawan sukarela memungkinkan perusahaan untuk mencari karyawan dengan kinerja yang lebih baik dari pada karyawan yang berhenti, dengan kemungkinan gaji yang rendah. Sedangkan perputaran karyawan tidak sukarela adalah perputaran karyawan yang terjadi bukan atas kemauan sendiri (diberhentikan oleh perusahaan), (Mello:2002). 2. Fungsional dan Disfungsional Perputaran karyawan fungsional terjadi bila karyawan dengan performa yang tidak memenuhi harapan perusaahaan keluar, sedangkan perputaran karyawan disfungsional terjadi bila karyawan dengan performa yang memenuhi harapan perusahaan keluar. Perputaran karyawan fungsional atau disfungsional tergantung pada 2 faktor, yaitu tingkat kinerja karyawan secara individual dan tingkat kesulitan
21 perusahaan untuk menggantiu keosongan posisi karyawan yang berhenti (Mello:2002). 3. Bisa Dihindari dan Tidak Bisa Dihindari Perputaran Kryawan yang tidak bias dihindari terjadi ketika karyawan keluar karena alas an-alasan yang berhubungan dengan pekerjaan, misalnya masalah gaji, kondisi kerja, atau maslaah dengan atasan dan sebagainya, sedangkan perputaran karyawan yang bias dihindari terjadi ketika karyawan keluar karena alasan-alasan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, misalnya sseorang harus pindah keluar kota karena mengikuti suami (Lee-Ross:1999).
Perputaran karyawan sukarela dan tidak sukarela dapat dikendalikan secara strategis agar memungkinkan perusahaan untuk memaksimalkan manfaat yang diperoleh dari perputarankaryawan dan meminimalkan biaya yang disebabkan oleh proses perputaran karyawan. Martin dan bartol mengembangkan sebuah alat yang memungkinkan perusahaan untuk mengendalikan tingkat perputaran karyawan secara strategis yang disebut Perfomance-Replaceability
Strategy
Natrix.
Semakin
disfungsional
perputaran karyawan, maka semakin besar juga perhatian yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk memperthankan karyawan. (Mello:2002).
2.3.3. Komponen-Komponen Turnover Intention Menurut Lillie Lum et. Al (2008) menyatakan bahwa intensi keluar merupakan variable yang paling berhubungan dan lebih banyalk menjelaskan
22 perilaku turnover. Dimana keinginan untuk keluar dapat diukur dengan 3 komponen berikut ini : 1. Keterikatan untuk mencari pekerjaan baru di bidang yang sama di perusahaan lain Melihat adanya perusahaan lain yang dirasa mampu memberikan keuntungan lebih bayak dibandingkan tempat dia bekerja saat ini, dapat menjadi alas an utama bagi individu untuk memicu keinginannya keluar dari perusahaan. Namun hal itu akan terbatas di saat dia hanya akan menerima jika sesuai dengan keahliannya saat ini.
2. Kemauan untuk mencari pekerjaan baru di bidang yang berbeda di perusahaan lain. Seorang individu yang merasa selama ini kurang mengalami kemajuan pada pekewrjaan akan mencoba untuk beralih pada bidang yang berbeda, Tanpa harus mempelajari keahlian baru, individu tersebut mencari pekerjaan di bidang yang baru dengan keahlian sama dengan yang dia miliki saat ini.
3. Keinginan untuk mencari profesi baru. Dengan memiliki keahlian yang cukup banyak, maka akan mudah bagi seseorang untuk timbul keinginan mencari pekerjaan baru yang sebelumnya tidak pernah dia kerjakan.
Hom dan Griffeth (2001) mengemukakan bahwa intensi keluar karyawan dapat di ukur dengan mengembangkan pertanyaan sebagai berikut (dalam Panggabean,2004,p.141):
23 1. Adanya pemikiran untuk meninggalkan pekerjaan. 2. Karyawan telah mengevaluasi kerugian yang diakibatkan jika keluar dari pekerjaan. 3. Karyawan memiliki keinginan untuk keluar. 4. Karyawan memiliki kemungkinan untuk pindah pekerjaan pada waktu yang akan dating. Studi oleh Defense Manpower Data Center pada tahun 1999 mengindikasikan bahwa masalah keuangan dan kehidupan yang jauh dari keluarga merupakan factor yang menentukan keingina karyawan untuk keluar. Masalah ini keluarga bukan menjadi masalah utama terjadinya turnover. Perusahaan ini mungkin mengabaikan masalah utama mengapa karyawan memiliki keinginan untuk keluar dari perusahaan. Studi saat ini menunjukan bahwa pemberdayaan merupakan sebuah konsep baru dalam kepemimpinan dengan menggunakan atau memanfaatkan pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk mencapai goal organisasi serta menciptakan sebuah atmosfir dimana karyawan akan mempertimbangkan untuk tetap tinggal dan bekerja dalam perusahaan.sudah ditangani dengan menaikan gaji karyawan
dan
memberikan
subsidi
bagi
keluarga
karyawan
yang
mendapatkan tidak dapat dipenuhi seperti orang sipil. Untuk kehidupan yang jauh dari keluarga, perusahaan juga sudah berusaha meminimalisasi dengan mengakomodasi seluruh kebutuhan yang dibutuhkan karyawan. Walaupun demikian keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan tetap terus terjdai. Hal ini mengindikasikan bahwa gaji yang rendah dan kehidupan yang jauh dari
24 Penelitian ini menggunakan teori dari Eby (1999) pemberdayaan karyawan, partisipasi dan hubungan antar manusia merupakan pendekatan yang dapat membantu mencegah terjadinya turnover intention. Hubungan antara pemberdayaan karyawan dan keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan memberikan perspektif yang berbeda mengenai perilaku karyawan di tempat kerja, termasuk kemungkinan karyawan untuk keluar dari organisasi. Turnover intention dan turnover (Godin:2000). Sampel yang diganakan dalam penelitian ini adalah mid-level managers. Penelitian ini melibatkan 30 karyawan dari The Belly Clan Restaurant, dimana 30 responden menggunakan metode kuisioner. Untuk menguji hipotesis bahwa karyawan akan meneruskan karir di restoran tersebut ketika karyawan merasa diberdayakan dalam pekerjaannya digunakan analisis regresi. Lebih dari 60% responden menyatakan bahwa responden merasa kurang diberdayakan di dalam pekerjaan. Lebih dari 55% mengatakan bahwa responden berencana untukmeninggalkan perusahaan. Analisis korelasi menunjukan hubungan yang cukup kuat dan positif bahwa karyawan akan tetap berkarir di angkatan darat ketika karyawan merasa diberdayakan dengan nilai r-nya 0,399. Studi ini menyimpulkan bahwa ada hubungan antar pemberdayaan karyawan dan turnover intention. Jika karyawan tidak diberdayakan dalam sebuah proses kerja, maka karyawan kemungkinan besar akan meninggalkan perusahaan. Hickman (1998) menyatakan bahwa pemberdayaan karyawan sesuai untuk sebuah organisasi yang didirikan fleksibilitas, kualitas, dan service yang sangat penting di dalam era kompetisi global seperti saat ini.
25 2.4 Kerangka Pemikiran
Pemberdayaan Karyawan (X)
Turnover Intention (Y)
* Training
* Absensi yang meningkat
* Coaching
* Mulai malas bekerja
* Motivation
* Peningkatan terhadap pelanggaran tatatertib kerja * Peningkatan protes terhadap atasan
Gambar Kerangka pemikiran 2.1 Kerangka Pemikiran Pemberdayaan Karyawan terhadap turnover intention Sumber : Data Peneliti, 2013
Dari gambar 2.1 dapat dilihat bahwa peneliti memiliki kerangka pemikiran dari dimensi-dimensi Pemberdayaan karyawan yang mempengaruhi dimensi-dimensi turnover intention.