BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Consumer Behavior Pengertian consumer behavior adalah studi dari individu, kelompok, atau
organisasi dan proses yang mereka gunakan untuk memilih, mengamankan, menggunakan, menempatkan produk, pelayanan, pengalaman, atau ide untuk memuaskan kemauan dan dampak dari proses ini kepada konsumen dan masyarakat (Hawkins et al., 2007, p 6). Ruang lingkup consumer behavior mencakup banyak hal karena consumer behavior adalah sebuah studi dari proses yang berkembang ketika individu atau sekelompok orang memilih, menggunakan, atau membuang sebuah produk, pelayanan, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan (Solomon, 2007, p 7). Sehingga consumer behavior bisa disimpulkan sebagai studi mengenai pribadi seseorang atau kelompok dalam menentukan hak mereka dalam memilih, membeli, menggunakan, dan mengganti suatu produk atau layanan agar tercapainya apa yang mereka inginkan dari suatu produk atau layanan tersebut.
2.2
Pengaruh Dari Kelompok Biasanya perilaku konsumen bisa dipengaruhi oleh sebuah kelompok dari
luar. Kelompok dapat diartikan dua atau lebih orang yang berbagi norma, nilai, atau
6
7
kepercayaan dan kadang-kadang dapat diartikan secara implisit atau eksplisit adalah relasi antara satu dengan yang lain dimana perilaku mereka yang saling mempengaruhi (Hawkins et al., 2007, p 228). Di dalam kelompok, biasanya dapat diklasifikasi berdasarkan jumlah variabel yang ada. Ada empat kriteria yang biasa digunakan antara lain (Hawkins et al., 2007, p 228): 1. Membership (Keanggotaan) Salah satu dari kelompok masyarakat yang memiliki keanggotaan dari sebuah kelompok. 2. Strength of social tie (Kekuatan ikatan sosial) Dapat dilihat pada kedekatan dan keakraban dari sebuah kelompok yang memiliki hubungan satu dengan lain. Kelompok ini terdiri atas dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok primer seperti keluarga dan temen, termasuk yang memiliki ikatan satu dengan yang lain lebih kuat. Dan kelompok yang kedua adalah kelompok sekunder seperti sebuah asosiasi pekerjaan dan tetangga, termasuk yang memiliki ikatan satu dengan yang lain lebih lemah. 3. Type of contact (Tipe dari kontak) Interaksi dari tipe ini ada dua, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Kontak secara langsung termasuk interaksi secara tatap muka (face-to-face) sedangkan kontak secara tidak langsung adalah interaksi tidak secara tatap muka. Contoh kontak secara tidak langsung adalah melalui internet seperti komunitas virtual.
8
4. Attraction (Ketertarikan) Keinginan keanggotaan itu yang diberikan oleh suatu kelompok untuk seorang individu. Keinginan seseorang masuk dalam anggota itu akan diberikan oleh kelompok yang ada dalam anggota tersebut.
Tipe kelompok terbagi atas tiga, antara lain (Hawkins et al., 2007, pp 228235): 1. Consumption Subcultures (Cabang Kebudayaan Konsumsi) Kelompok yang berdasarkan konsumsi, biasanya disebut juga dengan cabang kebudayaan konsumsi, adalah bagian kelompok yang khusus dari masyarakat yang memilih sendiri berdasarkan komitmen berbagi untuk kelas produk tertentu, merek, atau aktivitas konsumsi. Biasanya kelompok ini memiliki : 1) Sesuatu yang bisa diidentifikasi, struktur sosial yang hirarkis. 2) Sebuah kepercayaan atau nilai yang bisa dibagi. 3) Unique jargon, rituals, dan model-model ungkapan simbolis. 2. Brand Communities (Komunitas Merek) Komunitas merek adalah suatu komunitas yang tidak ada kaitannya secara geografis, tetapi berdasarkan struktur hubungan antara pemilik-pemilik dari suatu merek dan hubungan secara psikologis pemilik dengan mereknya secara langsung, penggunaan produk, dan perusahaan.
9
3. Virtual Communities (Komunitas Virtual) Komunitas
virtual
adalah
sebuah
komunitas
yang
saling
berhubungan setiap waktu terhadap suatu topik yang menarik dalam internet. Interaksi ini biasanya bisa dalam forum, blog, situs profesional, dan situs untuk kelompok yang tidak cari keuntungan.
2.3
Attitude (Sikap) Setiap orang pasti memiliki sikapnya masing-masing. Biasanya sikap
digunakan untuk mengevaluasi perilaku seseorang. Sikap biasanya bersifat kekal, karena sikap bisa bertahan dari waktu ke waktu (Solomon, 2007). Psikolog Daniel Katz menjelaskan bahwa sikap itu ada karena sikap itu memiliki beberapa fungsi untuk orang. Fungsi-fungsi yang telah diidentifikasi oleh katz antara lain (Solomon, 2007, pp 234-235) : •
Utilitarian function Fungsi bermanfaat (utilitarian function) berhubungan dengan sikap terhadap produk tersebut disukai atau tidak disukai.
•
Value-expressive function Fungsi nilai ekspresif (value-expressive function) berhubungan dengan bagaimana seseorang membentuk sikap terhadap sesuatu produk bukan hanya berdasarkan keuntungan semata, tetapi nilai dari produk tersebut.
10
•
Ego-defensive function Fungsi
mempertahankan
ego
(ego-defensive
function)
berhubungan dengan bagaimana seseorang mempertahankan ancaman dari luar dengan membentuk pertahanan ego sendiri. •
Knowledge function Fungsi pengetahuan (knowledge function) berhubungan dengan membentuk sikap berdasarkan apa yang diinginkan.
Dalam sikap terdapat tiga komponen, antara lain (Hawkins et al., 2007, pp 397-402): •
Cognitive Component Cognitive component berisi kepercayaan konsumen atas suatu objek. Biasanya kepercayaan konsumen atas suatu produk bisa didapat dari konsumen yang sudah pernah menggunakan atau memiliki produknya.
•
Affective Component Perasaan atau reaksi secara emosional terhadap suatu objek adalah merepresentasikan affective component. Contohnya suatu konsumen mengeluarkan statement “saya suka coca cola” atau “saya tidak suka coca cola” adalah hasil ekspresi konsumen terhadap suatu produk yang digunakan.
11
•
Behavioral Component Behavioral component adalah kecenderungan seseorang untuk merespon dengan cara tertentu terhadap suatu objek atau aktivitas. Contohnya orang mencoba menawarkan produk coca cola terhadap temennya atau juga menawarkan produk selain coca cola karena orang tersebut tidak suka terhadap produk coca cola.
Pada Gambar 2.1 mengilustrasikan aspek penting dalam sikap : semua ketiga komponen diatas sikap tersebut seharusnya bersifat konsisten. Ini berarti jika salah satu komponen sikap ada yang berubah maka akan mempengaruhi komponen sikap yang lainnya.
Affective Component (feelings) Overall attitude
Behavioral Component (response tendencies)
Cognitive Component (beliefs)
Gambar 2.1 Component Consistency (Sumber : Hawkins et al., 2007, p 40)
12
2.4
Postpurchase Consumer Behavior
Purchase Nonuse
Postpurchase dissonance Usage Product disposal Evaluation
Committed customers
Repeat purchases
Increased use
Complain Behavior
Brand switching
Discontinued use
Gambar 2.2 Postpurchase Consumer Behavior (Sumber : Hawkins et al., 2007, p 638)
Pada Gambar 2.2 bisa dilihat bagaimana hubungan yang bisa terjadi pada perilaku konsumen setelah pembelian (postpurchase consumer behavior). Sehabis membeli barang bisa diikuti oleh sebuah fenomena yang disebut dengan pembelian yang ganjil (postpurchase dissonance). Dimana ini bisa terjadi ketika si pembeli meragukan kebijaksanaan yang telah dilakukan untuk membeli barang tersebut. Dan
13
yang lain adalah tidak berguna (nonuse). Konsumen bisa tetap menggunakannya atau mengembalikan kembali tanpa menggunakannya. Kebanyakan pembelian barang pasti akan digunakan, walaupun keraguan atas membeli barang tersebut tetap ada. Penggunaan produk selalu membutuhkan urutan kemasan produk atau produk itu sendiri. Selama dalam pemakaian atau setelah menggunakannya, produk tersebut akan dievaluasi oleh konsumen. Ketidakpuasan akan membuat konsumen tersebut komplain. Respon yang diberikan secara baik-baik oleh perusahaan akan meredakan ketidakpuasan konsumen yang melakukan komplain. Dan hasil terakhir dari proses ini adalah kepuasan konsumen dimana yang bisa menghasilkan setia (loyal), konsumen yang terikat (committed customer), mau membeli kembali lagi (one who is willing to repurchase), atau konsumen yang mengganti merek (brand switching) atau tidak menggunakan produk dengan kategori yang sama (discontinued use) (Hawkins et al., 2007, p 638).
2.5
Proses Evaluasi Setelah pembelian suatu barang oleh konsumen, pasti barang tersebut akan
mengalami proses evaluasi dengan cara ketika dalam menggunakannya atau setelah menggunakan barang yang baru dibeli. Dan hasil evaluasi ini akan memberikan hasil bagaimana performa barang yang sudah dibeli. Apabila hasil evaluasi sesuai dengan apa yang diharapkan oleh konsumen maka konsumen akan merasa puas terhadap barang yang dibeli. Jika hasil evaluasi tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh konsumen maka konsumen akan merasa tidak puas terhadap barang yang dibeli.
14
Karena ekspektasi kinerja dan kinerja yang sebenarnya adalah faktor utama dalam proses evaluasi, maka kita harus mengetahui dimensi kinerja dari produk dan layanan itu sendiri. Untuk beberapa produk, ada dua dimensi untuk kinerja yaitu instrumental dan expresive atau symbolic. Instrumental performance berhubungan dengan fungsi secara fisik dari produk tersebut. Symbolic performance berhubungan kinerja peningkatan derajat orang (image-enhancement). Contohnya ketahanan jaket olah raga adalah aspek instrumental performance, sedangkan untuk gaya atau model jaketnya adalah aspek symbolic performance. Biasanya ketidakpuasan itu disebabkan oleh gagalnya instrumental performance. Selain
kedua
dimensi
diatas,
produk
juga
menyebabkan
affective
performance. Affective performance ini adalah respon secara emosional ketika sedang memiliki atau menggunakan produk tersebut. Contohnya mendapat pujian dari orang ketika menggunakan LCD TV yang bagus dan menghasilkan respon positif affective (Hawkins et al., 2007).
2.6
Consumer Complaint Behaviour (CCB) CCB (Perilaku Komplain Konsumen) biasanya dikenal sebagai respon
konsumen yang melakukan komplain. Crie mengartikan CCB sebagai sebuah proses dimana “melembagakan suatu subset dari semua tanggapan yang mungkin terhadap ketidakpuasan yang bisa dirasa dalam periode membeli, ketika menggunakannya atau ketika memiliki barang atau pelayanan”. Crie juga beragumen bahwa perilaku komplain konsumen tidak terjadi seketika, tetapi adalah sebuah proses dimana tidak
15
secara langsung bergantung pada faktor pemicunya tetapi berdasarkan evaluasi dari situasi yang dialami oleh konsumen dari evolusi waktu ke waktu (Ndubisi and Ling, 2005, p 66). CCB juga diartikan seperti tanggapan yang diterima dengan merasakan ketidakpuasan yang tidak bisa diterima secara psikologis maupun bisa cepat dilupakan dengan mengkonsumsi produk atau layanan (Phau and Sari, 2004, pp 408409). Umumnya, konsumen menjadi tidak puas ketika ekspektasi mereka tidak sesuai harapan mereka dengan performa yang diberikan oleh produk atau layanan, pembelajaan secara langsung atau tidak langsung dan keuntungan dalam memperoleh barang atau layanan (Phau and Sari, 2004, p 409). Ekspektasi konsumen mengenai suatu produk atau performa layanan dan respon mereka terhadap kepuasan dan ketidakpuasan dengan produk atau layanan dapat dipengaruhi secara demografi. Variabel demografi antara lain umur, pendapatan dan edukasi yang ditemukan dalam mempengaruhi perilaku komplain (Phau and Sari, 2004, p. 410). Biasanya konsumen yang melakukan komplain umurnya lebih mudah, memiliki pendapatan yang lebih banyak, dan juga memiliki pendidikan tinggi (Ndubisi and Ling, 2005, p 69). Selain itu ada faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku komplain konsumen. Perilaku konsumen juga bisa dipengaruhi oleh karakteristik individu tersebut dan juga produk dan situasi merupakan faktor yang penting (Donoghue and Klerk, 2006, p 44). Produk yang dimaksud adalah mengenai kualitas produk itu sendiri sedangkan untuk situasi adalah situasi bagaimana pemberian pelayanan dan after sale service yang diberikan kepada konsumen.
16
Umumnya, konsumen yang komplain cenderung memiliki sifat percaya diri, bertanggungjawab secara sosial, tegas, individual dan tidak suka bergantung terhadap orang lain (independent) dan berani menerima resiko seperti keadaan resiko yang memalukan dalam mengkomplain (Phau and Sari Riana, 2004, p 410). Sikap percaya diri biasanya mencerminkan orang yang memiliki kepercayaan akan kemampuannya secara keseluruhan. Orang yang bertanggungjawab secara sosial mencerminkan bahwa orang tersebut cenderung untuk komplain sebagaimana mereka percaya bahwa orang sekitar mereka akan mendapat keuntungan dari komplain yang dilakukan. Tegas yang dimaksud disini adalah memancarkan perilaku seseorang dalam konteks hubungan antar pribadi (interpersonal) dimana mencerminkan ekspresi, sikap, keinginan, pendapat, atau hak secara langsung, dengan kuat dan jujur ketika menghormati perasaan, sikap, keinginan, pendapat, dan hak dari orang lain. Konsumen yang komplain biasanya lebih tegas dan mampu mempertahankan hak mereka. Ini berbeda dengan sifat agresif, sifat konsumen yang tegas tidak menggunakan kekerasan dalam menjaga hak mereka. Bagaimanapun orang yang sifat tegas ini bisa berubah menjadi agresif jika pendekatan secara tegas dalam komplain gagal dicapai untuk mencapai tujuan dari komplain tersebut (Phau and Sari, 2004, pp 410-411). Ketika konsumen tidak puas terhadap produk atau layanan, mereka juga bisa menyalahkan diri sendiri karena sudah membuat kesalahan dalam memilih produk atau menyalahkan orang lain seperti orang sellernya yang sudah memberikan produk atau layanan yang memiliki kualitas yang jelek (Phau and Sari , 2004, p 412).
17
2.7
Tipe Konsumen Komplain Setidaknya ada 5 tipe perilaku konsumen dalam melakukan komplain (http://edis.ifas.ufl.edu/HR005). Setiap tipe perilaku orang bisa dimotivasi dari perbedaan kepercayaan, sikap, dan keperluan. Kelima tipe perilaku tersebut antara lain : •
The Meek Customer Umumnya konsumen tidak akan mengeluh.
•
The Aggresive Customer Kebalikan dari The Meek Customer, konsumen ini sudah siap-siap mengeluh, sering berbicara keras dan lama.
•
The High-Roller Customer Konsumen tipe ini ketika melakukan komplain lebih masuk akal dan lebih sopan, tidak seperti tipe aggresive customer.
•
The Rip-Off Customer Tujuan utama customer ini bukan kepuasan dalam mengeluh, melainkan mendapatkan sesuatu yang seharusnya diterima oleh customer. Konsistensi dan pengulangan respon yang tidak baik akan terus dikomplain oleh customer tipe ini.
18
•
The Chronic Complainer Customer Customer tipe ini adalah customer yang tidak pernah puas untuk mengeluh, dan selalu beranggapan bahwa ada yang salah. Tapi tipe customer ini mau mendengar dan menghargai atas bantuan yang diberikan. Dan mau memberi tahu kepada customer yang lain jika pelayanan yang diterima sangat baik.
2.8
Dissatisfaction (Ketidakpuasan) Michael (2001) menggambarkan ketidakpuasan diantara industri pelayanan
seperti kurangnya ekspektasi pelayanan yang diterima disebabkan oleh kegagalan pelayanan. Ekspektasi itu ditentukan oleh faktor-faktor seperti iklan, pengalaman masa lalu, kebutuhan pribadi, word-of-mouth, dan gambaran penyedia layanan, meskipun kegagalan dalam pelayanan adalah masalah yang dihadapi oleh konsumen. Peyrot dan Doris (1994) membentuk suatu ekspektasi sebelum membeli suatu produk, dan akan mengevaluasi produk tersebut setelah dibeli, konsumen akan menghasilkan ketidakpuasan jika ekspektasi produk tersebut tidak sesuai dengan harapan konsumen (Ndubisi and Ling, 2005, p 66).
2.9
Respon Ketidakpuasan Ketika konsumen melakukan komplain terhadap perusahaan atau toko yang
dibeli. Biasanya komplain dari konsumen bisa mendapatkan sisi positif maupun sisi negatif untuk perusahaan tersebut. Jika konsumen tersebut dilayani dengan baik dan
19
barang yang dibeli tidak masalah lagi setelah diperbaiki, maka konsumen akan menjadi senang terhadap barang yang dibeli dan juga akan meningkatkan loyalitas konsumen terhadap produk tersebut. Jika komplain tersebut tidak ditanggapi oleh perusahaan, maka konsumen bisa memberikan efek negatif bagi perusahaan atau toko tersebut. Pada Gambar 2.3 bisa dilihat bahwa respon ketidakpuasan konsumen memiliki beberapa pilihan. Dan respon ketidakpuasan konsumen tersebut tidak dipengaruhi oleh faktor luar. Dalam respon ketidakpuasaan, biasanya konsumen memiliki dua pilihan, yaitu dengan mengambil aksi (take action) atau tidak mengambil aksi (take no action). Jika konsumen mengambil langkah tidak mengambil aksi, berarti konsumen tersebut menerima kondisi barang tersebut dalam ketidakpuasan dan tidak berbuat apa-apa kepada perusahaan atau toko. Sedangkan jika konsumen mengambil langkah mengambil aksi, biasanya konsumen bisa melakukan lebih dari satu pilihan yang ada antara kelima pilihan tersebut. Tetapi kebanyakan konsumen lebih suka mengambil alternatif komplain langsung ke toko atau perusahaan, ganti merek (switching brand), dan negatif wordof-mouth.
20
Dissatisfaction
Take Action
Take No Action
Less favorable Attitude
Complain to store or manufacturer
Stop buying that brand or at that store
Negative word-ofmouth
Complain to private or government agencies
Gambar 2.3 Dissatisfaction Responses (Sumber : Hawkins et al., 2007, p 652)
Initiate legal action