BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Multi Protocol Label Switching (MPLS) Multi Protocol Label Switching (MPLS) menurut Internet Engineering
Task Force (IETF), didefinisikan sebagai arsitektur jaringan yang berfungsi untuk menggabungkan label swapping dengan layer 3 routing agar dapat mempercepat pengiriman suatu packet. MPLS ini diterapkan pada sisi backbone oleh service provider. Beberapa Keunggulan MPLS, yaitu : a. Aplikasi Virtual Private Network (VPN); dengan menggunakan MPLS, service provider akan dapat menciptakan layer 3 VPN melalui backbone service provider tersebut untuk banyak customer tanpa perlu melakukan encrypsi maupun aplikasi khusus antar end-user.
b. Pengukuran Quality of Service (QoS); menggunakan MPLS QoS (QoS), service provider akan dapat menyediakan multiple class of service dengan menjamin garansi bandwidth pada customer VPN. Jaringan berbasis MPLS menggunakan label-label yang berisi informasi dalam mengirimkan packet tersebut, dimana label – label tersebut diletakkan di dalam packet oleh router yang berada paling ujung dari suatu jaringan yang disebut sebagai Label Edge Router (LER). LER bertugas melakukan analisa dan pengelompokan packet yang dilakukan hanya satu kali sebelum paket memasuki jaringan . Router pertama yang menerima paket pada jaringan MPLS (ingress) akan mengirim paket ke Forwarding Equivalence Class (FEC) yaitu kumpulan paket-paket yang akan diteruskan (forward) dengan mendapat perlakuan yang sama dan jalur yang sama, ketika paket tersebut memasuki jaringan MPLS. Paket
5
yang berada pada FEC akan diberikan angka berisi 32 bit yang disebut dengan label. Router ingress memberikan label sebelum paket tersebut dikirim, sehingga ketika paket tersebut berada pada router berikutnya (hop), router tersebut hanya akan melihat label yang terdapat pada paket. Label yang terdapat pada paket akan berfungsi sebagai indeks yang berada pada tabel yang dimiliki masing - masing router, dimana tabel tersebut akan berisi informasi hop berikutnya. Ketika paket yang sudah mempunyai label diterima router berikutnya atau hop berikutnya, label tersebut akan diganti dengan label lain (label lokal) yang terdapat pada router tersebut dan paket tersebut akan dikirim menggunakan label baru yang diberikan oleh router tersebut berdasarkan informasi routing dari router tersebut, proses ini disebut sebagai swap. Router terakhir pada jaringan MPLS disebut egress akan melepaskan label pada packet. 2.1.1
Komponen MPLS Multi Protocol Label Switching (MPLS) mempunyai dua komponen utama 1. Forwarding Plane, berfungsi untuk meneruskan packet ke router berikutnya atau pada layer OSI forwarding plane berfungsi sebagai layer 2. Paket tersebut harus terlebih dahulu diberikan label yaitu Label Forwarding Information Base (LFIB) dan LFIB melihat tabel yang terdapat pada Label Information Base (LIB), yaitu tabel yang berisi label – label lokal yang dimiliki oleh router tersebut dan pada LIB akan berisi IP Prefix jaringan–jaringan yang melalui MPLS.
6
G Gambar 2.1 Proses Forwarding Plane 2.
Control Plane, berfungsi untuk melakukan pertukaran informasi
routing serta melakukan pertukaran label yang berguna untuk penerusan packet tersebut oleh LFIB . Pertukaran label dilakukan oleh protocol Label Distribution Protocol (LDP MPLS) yang merupakan standar dari MPLS . Pada Control Plane terdapat sebuah table yaitu tabel LIB, tabel yang diisi oleh LDP ketika LDP melakukan pertukaran informasi routing dengan router – router yang lain.
2.1.2
Label MPLS dirancang untuk digunakan pada semua lapisan dan enkapsulasi
layer 2. Lapisan layer 2 merupakan frame, dan MPLS memasukan label dengan panjang 32 bit diantara layer dua dan layer tiga header.
7
Header 2
Data
Layer 2
Header 3
Label MPLS
Header 2
Data
Layer 3 Gambar 2.2 Posisi label MPLS 32 it yang digunakan oleh label tersebut berisi : 1. 20-bit label. 2. 3-bit experimental, digunakan menentukan class of service. 3. Bottom-of-stack 1 bit, pada MPLS packet dapat berisi banyak label, sehingga bottom-of-stack menentukan apakah label ini merupakan label terakhir dari paket. 4. Time-to-live yang terdiri dari 9 bit, mempunyai fungsi yang sama dengan TTL pada IP header, yaitu untuk menentukan waktu maksimum suatu packet yang diijinkan untuk melewati suatu jaringan internet . Gambar 2.3 memperlihatkan format label pada MPLS.
Gambar 2.3 Format Label MPLS Label yang dipasang ini tidak mengandung informasi apapun yang berhubungan dengan isi packet dan pada sebuah packet dapat diberikan lebih dari satu buah label . Untuk penambahan label yang lebih dari satu atau label of stack tergantung dari aplikasi yang digunakan oleh MPLS . Penggunaan label ganda ini terjadi pada MPLS VPN dimana label pertama atau label teratas berisi label MPLS yang diberikan ketika packet memasuki MPLS domain (label tersebut
8
selalu berubah–ubah sesuai dengan switchingnya) sedangkan label kedua berisi label untuk mengenali paket merupakan VPN dan isi label kedua ini selalu tetap. 2.1.3
Elemen MPLS Terdapat beberapa elemen dari MPLS, yaitu : 1. Label Switch Router (LSR) Pada domain MPLS terdapat dua jenis LSR yang digunakan, yaitu : a. Perangkat yang akan memberikan/melepaskan label ketika packet tersebut memasuki/keluar MPLS cloud . Router yang memberikan label pada Edge LSR disebut ingress sedangkan router yang melepaskan label pada Edge LSR disebut egress . b.
Label Switch Router (LSR), perangkat yang hanya meneruskan packet tersebut
Berdasarkan label. Label Switch Router mempunyai fungsi sebagai berikut: 1. Menukar informasi layer 3. 2. Menukar label. 3. Meneruskan packet dimana fungsi ini dilakukan oleh LFIB. Pada penerusan packet yang masuk ke LSR, LSR tidak dapat melihat IP address yang terdapat pada packet sehingga hanya label yang terdapat pada packet yang terlihat oleh LSR. Untuk melakukan pertukaran informasi LSR memerlukan routing protocol, dan routing protocol yang dapat bekerja di LSR adalah seperti OSPF, IS-IS, EIGRP, IGRP, RIPv2. Dan juga diperlukan LDP sebagai pertukaran label .
9
Gambar 2.4 Arsitektur LSR
Gambar 2.5 Arsitektur Edge LSR
LSR dan Edge LSR merupakan perangkat yang mampu melakukan label switching dan IP routing . Penempatan Edge LSR dan LSR bedasarkan posisi mereka pada MPLS cloud, dimana Edge LSR ditempatkan pada akhir dari jaringan sedangkan LSR berada pada tengah – tengah jaringan, seperti terlihat pada Gambar 2.8 . Router Edge LSR ini tidak hanya berfungsi sebagai jaringan MPLS saja tetapi dapat meneruskan packet bedasarkan IP address bila terdapat interface yang digunakan oleh packet data untuk keluar atau masuk dalam format packet IP. Sedangkan bila packet data tersebut memasuki interface yang menggunakan teknologi MPLS, edge LSR akan memberi label pada packet tersebut.
Gambar 2.6 LSR dan Edge LSR
10
2. Label Switched Path (LSP) LSP merupakan jalur lalu lintas packet yang spesifik melalui jaringan MPLS dari satu Edge LSR sampai Edge LSR yang lain.
Gambar 2.7 Label Switched Path 3. Label Distribution Protocol (LDP) Digunakan sebagai layer 3 routing protokol untuk mendistribusikan informasi label antar LSR pada label switching network. Setiap LSR yang memakai LDP menggunakan port TCP 646, pemakaian TCP berfungsi sebagai layer 4 pada OSI layer, yaitu memastikan bahwa packet tersebut sampai ketujuan yang dikirim. LDP merupakan protokol standar yang digunakan untuk pertukaran label antara router – router yang ada pada jaringan MPLS. Secara periodik LSR selalu akan mengirim “hello messages” (routing update) ke semua router MPLS yang berada pada networknya menggunakan packet UDP dan jika terdapat router baru yang berada pada jaringan MPLS, jaringan tersebut akan merespon dengan membuka port TCP (646) yang dimiliki.
11
2.2
Quality Of Service (QoS) Aplikasi Quality of Service (QoS) adalah salah satu kemampuan jaringan
MPLS untuk
menyediakan layanan yang lebih baik bagi trafik-trafik yang
melewatinya. QoS merupakan sebuah system arsitektur end to end, dan bukan merupakan sebuah feature yang dimiliki oleh jaringan. Pada dasarnya QoS dalam suatu jaringan berfungsi untuk menyediakan layanan yang lebih baik dan lebih mudah diprediksikan, dengan cara : 1. Mengatur pemakaian bandwidth pada saat kongesti. 2. Mengatur trafik pada jaringan saat terjadi kongesti. 3. Mengatur prioritas layanan trafik yang masuk dalam suatu jaringan . Dengan adanya QoS maka setiap service provider akan dapat menyediakan layanan yang terbaik untuk kepuasan customer. Aplikasi QoS memberikan suatu sistem layanan yang mampu menyediakan cara yang paling mudah dan sederhana bagi klasifikasi bermacam-macam aplikasi yang akan dijalankan pada jaringan. Munculnya QoS pada dasarnya dimaksudkan untuk mendukung layanan yang sifatnya real time. Dimana dewasa ini layanan real time merupakan kebutuhan utama untuk pengiriman aplikasi-aplikasi bagi para pelanggan terutama perusahaan yang berada di tengah-tengah perlombaan untuk menjadi yang terbaik. Secara aktual QoS dalam jaringan akan menentukan efisiensi pengiriman sebuah layanan, karena mekanisme QoS ini dapat didistribusikan baik itu dalam edge maupun dalam core sebuah jaringan. Dengan mempergunakan QoS akan dapat dibedakan berbagai macam layanan disesuaikan dengan Class of Service (CoS) untuk masing-masing trafik, sehingga perlakuan terhadap trafik-trafik tersebut akan berbeda- beda. Tujuan utama dengan adanya mekanisme QoS dalam jaringan ini ialah untuk membawa end host mendapatkan kinerja yang lebih baik.
12
Quality of Service suatu network merujuk ke tingkat kecepatan dan keandalan penyampaian berbagai jenis beban data di dalam suatu komunikasi. 2.2.1
Quality of Service Dalam Jaringan MPLS Virtual Private Network (VPN)
Peranan Bandwidth dalam suatu komunikasi sangat penting untuk mendapatkan tingkat kualitas trafik yang baik. Karena pentingnya peranan bandwidth ini maka diperlukan suatu mekanisme pengaturan pemakaian bandwidth. Disamping pengaturan bandwidth, pemberian prioritas pada kelas trafik dapat meningkatkan kualitas dari trafik tersebut . Dalam jaringan MPLS VPN, QoS digunakan untuk menunjukan fitur jaringan berbasis Internet Protocol (IP) yang memiliki kemampuan spesifikasi dan pengiriman layanan paket, sehingga proses pengiriman paket yang real time dapat dipenuhi. QOS akan didistribusikan di Label Switching Router (LSR), CE, ataupun core LSR jaringan MPLS. Router yang terdapat dalam CE jaringan, akan menyediakan teknik untuk
klasifikasi, marking, queuing, shaping dan
management congestion untuk setiap paket data yang dikirimkan. MPLS menggunakan fitur QoS yang terdapat didalam Cisco IOS untuk membangun system arsitektur yang bersifat end to end QoS. End to end QoS memiliki arti bahwa kinerja pengiriman paket dalam jaringan tersebut harus diukur dari end host ke end host lainnya. 2.2.2
Mekanime Pada QoS MPLS
Terdapat beberapa mekanisme yang dijalankan sebuah jaringan dalam pengaturan. Qualitas of Service (QoS), yaitu :
13
1. Classification dan Marking Classification merupakan proses untuk mengidentifikasikan packet ke suatu dalam kelas atau grup. Dimana proses ini didasarkan pada beberapa criteria seperti port number untuk menentukan dari tipe aplikasi, IP address untuk menentukan bedasarkan alamat IP. Ketika packet tersebut telah teridentifikasi maka jaringan akan memberi tanda (marking) ke setiap packet tersebut. Seluruh packet tersebut akan diberi tanda menggunakan tiga bit IP Precedence dan ditempatkan pada Type of Service (ToS) byte pada IP Header, sehingga seluruh elemen jaringan akan memperlakukan packet tersebut sesuai dengan IP precedence dari packet tersebut. Dengan menggunakan IP Precedence maka jaringan MPLS dapat mengkhususkan layanan sebuah paket sesuai dengan Class of Service (CoS). Dalam label MPLS, IP Precedence menggunakan 3 bit label sehingga ada delapan nilai prioritas paket dalam jaringan MPLS, dengan nilai terbesar akan mendapat prioritas pertama. Tabel 2.8 IP Precedence Nilai IP Precedence
Jenis layanan
(dalam bit) 0 (000) 1 (001)
Best Effort Layanan paket bukan dari jaringan IP
2 (010)
Background
3 (011)
Business critical
4 (100)
Kontrol beban
5 (101)
Layanan voice dengan waktu Keterlambatan kurang 100 ms
6 (110)
Layanan video dengan waktu Keterlambatan kurang 10 ms
7 (111)
Kontrol Jaringan
14
2. Queueing
Proses queueing pada pengaturan QoS memiliki peran yang penting . Ketika suatu packet telah diklasifikasikan maka trafik tersebut akan dimasukan kedalam antrian yang berbeda. Terdapat beberapa teknik queueing yang digunakan dalam jaringan, beberapa teknik diantaranya adalah Class Base Weight Fair Queueing (CBWFQ) dan Low Latency Queueing (LLQ).
a. Class-Based Weight Fair Queueing (CBWFQ)
Class-based weighted fair queueing (CBWFQ) adalah teknik queueing dimana traffic trafik dikelompokkan berdasarkan nilai IP Precedence yang sama besarnya dan setelah itu masing-masing kelompok tersebut akan dimasukan ke dalam antrian yang berbeda-beda berdasarkan kelompok IP Precedence. Setelah itu CBWFQ akan menentukan alokasi bandwidth berdasarkan kelas-kelas menurut besarnya nilai IP Precedence
dari
antrian yang telah dibuat tersebut. Pengalokasian bandwidth digunakan untuk menggaransi bahwa kelas-kelas tersebut akan memperoleh bandwidth sesuai dengan yang telah ditentukan ketika jaringan dalam keadaan penuh (congested). Untuk menentukan perlakuan dalam jaringan bedasarkan prioritas yang dimiliki kelas tersebut maka CBWFQ menggunakan fitur Low Latency Queueing (LLQ).
b. Low Latency Queueing (LLQ) CBWFQ hanya menggaransi alokasi bandwidth untuk masing – masing kelas dan akan memperlakukan kelas – kelas tersebut dengan perlakuan yang sama. Hal ini membuat semua kelas dianggap memiliki kualitas yang sama, walaupun beberapa kelas didalamnya mempunyai sensitifitas yang berbeda terhadap parameter QOS. Untuk itu diperlukan
15
queueing tools yang mampu memberikan prioritas pada salah satu antrian sehingga membuat jaringan memprioritaskan antrian tersebut, sehingga kelas dengan tingkat sensitifitas lebih tinggi akan diutamakan oleh jaringan. Pada router cisco queuing tools tersebut dimiliki oleh fitur Low Latency Queueing (LLQ). Jaringan akan memeriksa antrian yang mempunyai prioritas tertinggi terlebih dahulu dimana didalamnya antrian tersebut telah diaktifkan LLQ oleh CBWFQ . Bila pada antrian terdapat packet didalamnya maka kelas tersebut akan didahulukan terlebih dahulu. Sedangkan ketika tidak ada packet pada kelas tersebut, maka jaringan akan melihat ke antrian berikutnya. Ketika antrian dari LLQ tidak mempunyai packet maka, packet – packet yang berasal dari antrian lain berhak menggunakan bandwidth yang dimiliki oleh antrian LLQ melewati batas alokasi yang dimiliki oleh antrian tersebut. 2.3
Request For Comment (RFC) 2544
Standar RFC 2544 adalah standar yang disusun oleh Internet Engineering Task Force (IETF), badan standarisasi Internet, yang berisi garis besar metode pengujian yang diperlukan untuk mengukur kualitas jaringan carrier Ethernet dengan kriteria tertentu. Standar ini berisi metodologi pembandingan secara out-of-service (tanpa trafik) untuk mengevaluasi performa suatu jaringan dengan menggunakan 4 parameter, yaitu : a. Throughput Test b. Frame Loss Test c. Latency Test d. Back-to-Back Test Dimana masing-masing pengujian tersebut pada akhirnya memberikan validasi untuk tiap kriteria di dalam kesepakatan yang sudah dibuat Service Level Agreement (SLA). Di dalam RFC 2544 didefinisikan ukuran frame dalam pengujian, durasi pengujian, dan berapa kali pengulangan yang perlu dilakukan dalam setiap
16
pengujian. Setelah selesai, serangkaian pengujian ini akan memberikan nilai tertentu yang menentukan performa dari jaringan ethernet yang sedang diuji. Paket pengujian RFC 2544 mempunyai tujuh ukuran frame dasar yang sudah ditetapkan yaitu: 64, 128, 256, 512, 1024, 1280 dan 1518 octet untuk simulasi berbagai jenis trafik. Tujuannya adalah agar dapat memastikan jaringan Ethernet yang diuji dapat mendukung segala macam jenis layanan (seperti VoIP, Video streaming, CES, dan sebagainya). Ukuran frame yang kecil (misal 64 octet) akan membuat jumlah frame ethernet yang terkirim sangat banyak (dibandingkan dengan frame ethernet yang besar) sehingga akan membuat peralatan banyak melakukan proses switching frame ethernet tersebut. Sehingga ini dapat menguji batas kemampuan perangkat jaringan untuk melakukan switching frame.
Gambar 2.9 Alat Test RFC 2544 yang bernama Smart Class Ethernet
2.4
Frame Loss
Frame Loss adalah parameter dari sistem multi media streaming yang dapat diukur, yaitu dengan cara mencari nilai selisih dari paket frame yang dikirim oleh transmitter dikurang dengan packet frame yang diterima oleh receiver. Sehingga, hasil dari selisih tersebut didapatkan nilai frame loss.
17
Frame Loss kemungkinan terjadi pada jaringan akibat dari kapasitas buffer yang terdapat dari node yang dilewati, serta bandwidth yang rendah pada saat data multimedia tersebut melewati jaringan, sehingga data tersebut mengalami drop tail dan discarding.
2.5
Error Rate
Pada error rate terdapat dua jenis kesalahan (error), yaitu :
1.
Bit error adalah normal dari suatu komunikasi audio dan video
dikarenakan akibat ganguan dan interferensi. Hal tersebut sangat rendah di dalam jaringan modem. Kehilangan paket data (packet loss) sebagian besar disebabkan oleh network switches yang memiliki kekurangan kapasitas buffer yang terbatas.
2.
Packet Loss, merupakan suatu parameter yang menggambarkan suatu
kondisi yang menunjukkan jumlah total paket yang hilang, dapat terjadi karena collision dan congestion pada jaringan dan hal ini berpengaruh pada semua aplikasi karena retransmisi akan mengurangi efisiensi jaringan secara keseluruhan meskipun jumlah bandwidth cukup tersedia untuk aplikasi-aplikasi tersebut. Umumnya perangkat jaringan memiliki buffer untuk menampung data yang diterima. Jika terjadi kongesti yang cukup lama, buffer akan penuh, dan data baru tidak akan diterima.
Beberapa penyebab terjadinya paket loss yaitu: 1. Congestion, disebabkan terjadinya antrian yang berlebihan dalam jaringan 2. Node yang bekerja melebihi kapasitas buffer 3. Memory yang terbatas pada node 4. Policing atau kontrol terhadap jaringan untuk memastikan bahwa jumlah trafik yang mengalir sesuai dengan besarnya bandwidth. Jika besarnya trafik yang mengalir didalam jaringan melebihi dari kapasitas bandwidth yang ada maka policing control akan membuang kelebihan trafik yang ada.
18
Tabel 2.10 Standarisasi Packet Loss KATEGORI DEGREDASI PACKET LOSS
2.6
Sangat bagus
0
Bagus
3%
Sedang
15 %
Jelek
25 %
Intermittent
Kondisi dimana konektivitas sebuah jaringan mengalami ketidakstabilan pengiriman trafik dalam waktu tertentu. Sebagai ilustrasi adalah pelanggan berlangganan kepada provider dengan bandwidth 10 Mbps, maka ketika pelanggan ingin mengakses sebuah website, maka bandwidth yang didapatkan tidak mencapai 10 Mbps dan bandwidth yang didapat fluktuatif.
19