BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Model Pembelajaran Model pembelajaran menurut Suwarto (2014: 136) adalah suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menuntukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, gambar, video, RPP, kurikulum, dan lain sebagainya. Setiap model pembelajaran mengarah kepada desain pembelajaran
untuk
membantu
peserta
didik
dalam
mencapai
tujuan
pembelajaran. Arends dalam Suwarto (2014: 136) menyatakan istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaknya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya. Dengan demikian model pengajaran pada hakikatnya suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaknya, lingkungan, dan sistem pengelolaannya, sehingga model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pendekatan, strategi, metode atau prosedur. Model pembelajaran menurut Tampubolon (2014: 88) adalah “kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu”. Secara luas, Joyce & Weil dalam Tampubolon (2014: 88) mengemukakan bahwa model pembelajaran merupakan diskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan
perencanaan
kurikulum,
kursus-kursus,
rancangan
unit
pembelajaran , perlengkapan belajar, buku-buku pelajaran, program multi-media. Secara khusus, model pembelajaran diartikan sebagai suatu pola kegiatan pendidik dan peserta didik akibat proses pembelajaran. Joyce & Weil menidentifikasi karakteristik model pembelajaran ke dalam aspek-aspek sebagai berikut:
8
9
a. Sintaks, suatu model pembelajaran memiliki sintaks/urutan dan tahapan (fase) kegiatan pembelajaran. b. Sistem social, menggambarkan bentuk kerjasama antar guru-peserta didik dalam pembelajaran. c. Prinsip reaksi, menghargai atau menilai peserta didik dan menaggapi yang dilakukan peserta didik. d. Sistem pendukung, menggambarkan kondisi-kondisi yang diperlukan untuk mendukung keterlaksanaan model pembelajaran.
2. Model Cooperative Learning a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Menurut Kagan dalam Hosnan (2014: 235) pembelajaran kooperatif adalah strategi pengejaran yang sukses di mana tim kecil, masing-masing dengan peserta didik dari tingkat kemampuan yang berbeda, menggunakan berbagai aktivitas belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang suatu subjek. Setiap anggota tim bertanggung jawab tidak hanya untuk belajar apa yang diajarkan, tetapi juga membantu rekan belajar, sehingga menciptakan suasana presentasi bersama-sama. Students work through the assignment until all group members successfully understand and complete it (peserta didik bekerja melalui penugasan sampai semua anggota kelomok berhasil memahami dan menyelesaikannya). Menurut Slavin dalam Hosnan (2014: 235) Cooperative learning adalah suatu metode pembelajaran dimana peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri atas 4 sampai 8 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Model pembelajarn kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap peserta didik yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama dalam
10
menyelesaikan
permasalahan
untuk
menerapkan
pengetahuan
dan
keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Definisi tersebut sependapat dengan Brody and Davidson’s dalam Koutrouba dalam jurnalnya yang berjudul Cooperative Learning Effectiveness in the Bureaucratic School: Views of Greek Secondary Education Teachers (2015: 65) yang menyatakan: cooperative learning as a process where students’s work in group towards a common goal or outcomes, or share a common problem on taks in such a way that they can only succeed in completing the work through behavior that demonstrates independendence, while holding individual constributions and efforts accountable Menurut Roger, dkk. (1992) dalam Huda (2013:29) menyatakan bahkan pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisisr oleh satu prinsip yang didasarkan pada perubahan secara sosial dimana setiap orang bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri. b. Tujuan Strategi Pembelajaran Kooperatif Menurut Ibrahim dalam Hosnan (2014: 239) Strategi pembelajaran koperatif dikembangkan untuk mencapai setidaknya tiga tujuan pembelajaran 1) Bertujuan untuk meningkatkan kinerja peserta didik dalam tugas-tugas akademik . 2) Penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. 3) Mengajarkan kepada peserta didik keterampilan kerjasama dan kolaborasi. c. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif Menurut Johnson dalam jurnalnya Kupcznski, Mundy, Goswami, Meling (2012: 82) yang berjudul Cooperative Learning in Distance Learning: A Mixed Methods Study menyatakan: “The cooperative learning model incorporates five essential elements: positive interdependence, individual accountability, face to face, promotive interaction, social skill, and group processing”. 1) Positive Interdependence, hal ini menunjukkan adanya saling ketergantungan diantara anggota kelompok.
11
2) Individual accountability, setiap individu mempunyai rasa tanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kelompok agar hasil belajar menjadi baik. 3) Face to face promotive interaction, maksudnya adalah setiap anggota kelompok harus saling membelajarkan dan mendorong agar tujuan dan tugas yang diberikan dapat dikuasai oleh semua anggota kelompok. 4) Apporopriate use of collaborative skill, dalam kelompok ini setiap individu berlatih untuk dapat dipercaya, mempuyai jiwa kepemimpinan, dapat mengambil keputusan, mampu berkomunikasi, dan memiliki keterampilan untuk mengatur konflik. 5) Group processing, setiap anggota harus dapat mengatur keberhasilan kelompok,
secara
berkala
mengevaluasi
kelompoknya,
serta
mengidentifikasi perubahan yang akan dilakukan agar pekerjaan kelompoknya lebih efektif lagi. d. Prinsip-Prinsip Strategi Pembelajaran Kooperatif 1) Belajar Aktif, ditunjukkan dengan adanya keterlibatan intelektual dan emosional dalam proses pembelajaran. Peserta didik diberi kesempatan untuk berdiskusi, mengemukakan pendapat dan idenya, melakukan eksplorasi terhadap materi yang sedang dipelajari serta menafsirkan hasilnya secara bersama-sama di dalam kelompok. 2) Pendekatan Konstruktivistik, Strategi pembelajaran kooperatif dapat mendorong peserta didik untuk mampu membangun pengetahuan secara bersama-sama di dalam kelompok. Mereka didorong untuk menemukan dan mengkonstruksi materi yang sedang dipelajari melalui diskusi, observasi atau percobaan. 3) Pendekatan Kooperatif, pendekatan ini mendorong dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk terampil berkomunikasi. Artinya, peserta didik didorong untuk mampu untuk menyatakan pendapat atau idenya dengan jelas, mendengarkan orang lain dan menaggapinya dengan tepat.
12
e. Manfaat Cooperatif Learning Pembelajaran kooperatif memiliki manfaat atau kelebihan yang sangat besar dalam memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk lebih mengembangkan kemampuannya dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan pembelajaran kooperatif, peserta didik dituntut untuk aktif dalam belajar melalui kegiatan kerjasama dalam kelompok. Manfaat cooperative learning sebagai berikut: 1) Penerimaan terhadap perbedaan individu yang lebih besar 2) Konflik antarpribadi berkurang 3) Sikap apatis berkurang 4) Pemahaman yang lebih mendalam 5) Meningkatkan kemajuan belajar 6) Meningkatkan kehadiran peserta didik dan sikap yang lebih positif 7) Menambah motivasi dan percaya diri 8) Pembelajaran kooperatif dapat mencegah keagresifan dalam sistem kompetisi dan keterasingan dalam sistem individu tanpa mengorbankan aspek kognitif Thabrany dalam Hosnan (2014: 263) mengemukakan kelebihan atau keuntungan dan kekurangan kerja kelompok atau pembelajaran kooperatif, yaitu sebagai berikut: 1) Keuntungan kerja kelompok a) Dapat mengurangi rasa kantuk dibanding belajar sendiri b) Dapat merangsang motivasi belajar c) Ada tempat bertanya d) Kesempatan melakukan resitasi oral e) Dapat membentu timbulnya asosiasi dengan peristiwa lain yang mudah diingat 2) Kekurangan kerja keleompok a) Bisa menjadi tempat mengobrol atau gossip b) Sering terjadi debat sepele di dalam kelompok, bisa jadi kesalahan kelompok.
13
f. Metode-Metode Pembelajaran Kooperatif Menurut Slavin dalam Huda (2013: 114) menampilkan beberapa metode pembelajaran kooperatif yang banyak diteliti dan paling sering digunakan. Slavin membagi metode-metode tersebut dalam tiga kategori: 1) Metode-Metode Student Team Learning a) Student Team Achievement Division (STAD) b) Teams Games Turnaments (TGT) c) Jigsaw II 2) Metode-Metode Supported Cooperative Learning a) Learning Together (LT) - Circle of Learning (CL) b) Jigsaw c) Jigsaw III d) Cooperative Learning Structures (CLS) e) Group Investigation (GI) f) Complex Instruction (CI) g) Team Accelerated Instruction (TAI) h) Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) i) Structured Dyadic Methods (SDM) 3) Metode-Metode Informal a) Spontaneous Group Discussion (SGD) b) Number Head Together ( NHT) c) Team Product (TP) d) Cooperative Review (CR) e) Think Pair Share (TPS) f) Discussion Group (DG) – Group Project (GP)
3. Teknik Pembelajaran Menurut Suwarto (2014: 104) teknik adalah cara yang dilakukan orang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode, yakni cara yang harus dilakukan agar metode yang dilakukan berjalan efektif dan efisien. Teknik pembelajaran mengacu pada ragam khas penetapan suatu metode sesuai dengan
14
latar penerapan tertentu, seperti kemampuan dan kebiasaa, ketersediaan peralatan, kesiapan siswa, dan sebagainya. Teknik pembelajaran merupakan wujud konkret dari penggunaan metode, strategi dan pendekatan pembelajaran. Salah satu yang menandai profesionalisme guru adalah komitmennya untuk selalu memperbarui dan meningkatkan kemampuannya dalam suatu proses bertindak dan berefleksi. Jelas, guru harus bertindak dalam kegiatan belajar sehari-hari. Sebagai seorang professional, guru harus mempunyai pengetahuan dan persediaan strategi-strategi pembelajaran. Tidak semua strategi yang diketahuinya harus dan bisa ditepakan dalam kenyataan sehari-hari di ruang kelas. Meski demikian, guru yang baik tidak akan terpaku pada satu strategi saja, guru yang ingin maju dan berkembang perlu mempunyai persediaan strategi dan teknik-teknik pembelajaran yang pasti akan selalu bermanfaat dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar sehari-hari. Guru bisa memilih dan juga memodifikasi sendiri teknik-teknik pembelajaran agar lebih sesuai dengan situasi kelas mereka. Menurut Anita Lie dalam Isjoni (2013: 77) Dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar di kelas. a. Teknik Mencari Pasangan, salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topic dalam suasana yang menyenangkan b. Teknik Bertukar Pasangan, teknik ini memberi kesempatan siswa untuk bekerjasama dengan orang lain. c. Teknik berpikir Berpasangan Berempat, teknik ini memberik kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri saerta bekerjasama dengan orang lain. d. Berkirim Salam dan Soal, teknik ini memberi kesempatan kepada siswa untuk melatih pengetahuan dan keterampila mereka e. Kancing Gemerincing, kencing memberikan kesempatan pada masing-masing anggota kelompok untuk memberikan konstribusi mereka dan mendengarkan pandangan orang lain. f. Lingkaran Kecil Lingkaran Besar, di kembangkan Spenser Kagan untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar saling berbagi informasi pada saat bersamaan. g. Tari Bambu, teknik ini memeberikan modifikasi Lingkaran Kecil Lingkaran Besar karena keterbatasan ruang kelas.
15
h. Dua Tinggal Dua Tamu, teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk membagikan hasil informasi dengan kelompok lain.
4. Teknik Kancing Gemerincing Teknik belajar kancing gemerincing dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkat usia anak didik. Dalam Kegiatan pembelajaran teknik kancing gemerincing, Huda (2013: 142) menyatakan: masing-masing anggota kelompok memperoleh kesempatan yang sama untuk memberikan konstribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota kelompok lain. Keunggulan dari teknik ini adalah untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok. Dalam banyak kelompok sering ada anggota yang terlalu dominan dan banyak bicara. Sebaliknya ada juga anggota yang pasif dan pasrah saja pada rekannya yang lebih dominan. Dalam situasi seperti ini, pemerataan tanggung jawab dalam kelompok bisa tidak tercapai karena anggota yang pasif akan menggantungkan diri pada rekannya yang dominan. Teknik belajar mengajar kancing gemerincing memastikan bahwa setiap siswa dapat mendapat kesempatan untuk berperan serta dalam kelompoknya masing-masing. Proses belajar mengajar dengan penerapan teknik kancing gemerincing yaitu sebagai berikut: a. Guru menyiapkan satu kotak kecil yang berisi kancing-kancing (atau bendabenda kecil lainnya). b. Sebelum memulai tugasnya, masing-masing peserta didik dari setiap kelompok mendapatkan tiga buah kancing. c. Setiap kali peserta didik selesai berkonstribusi dalam pengerjaan tugas kelompok, ia harus menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakkannya di tengah-tengah kelompok. d. Jika kancing yang dimiliki salah seorang habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua rekannya menghabiskan kancingnya masing-masing. e. Jika semua kancing sudah habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok boleh mengambil kesepakatan untuk membagi-bagi kancing lagi dan mengulangi prosedurnya kembali.
16
Sintak teknik kancing gemerincing menurut Huda (2013: 142) dijelaskan dalam Tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Sintak Teknik Kancing Gemerincing Fase Fase-1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik Fase-2 Menyajikan informasi Fase-3 Mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompokkelompok belajar
Aktivitas Guru Guru menyampaikan tujuan pembelajaran (atau indikator hasil belajar), guru memotivasi peserta didik, guru mengaitkan pelajaran sekarang dengan yang terdahulu. Guru menyajikan informasi kepada peserta didik dengan jalan demonstrasi atau lewat bacaan. Guru mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok belajar (setiap kelompok beranggotakan 4-5 orang, dan harus heterogen terutama jenis kelamin dan kemampuan peserta didik, dan setiap anggota diberi tanggung jawab untuk mempelajari atau mengerjakan tugas), guru menjelaskan penggunaan media kancing sebagai salah satu tiket untuk berpendapat di dalam kelompoknya masing-masing. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat peserta didik mengerjakan tugas.
Fase-4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Fase-5 Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi Evaluasi yang telah dipelajari atau meminta peserta didik mempresentasiakan hasil kerjanya. Fase-6 Guru memberikan penghargaan kepada peserta Memberikan penghargaan didik yang berprestasi untuk menghargai upaya dan hasil belajar peserta didik baik secara individu maupun kelompok. 5. Keaktifan Pada dasarnya peseta didik adalah manusia aktif yang mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar hanya mungkin terjadi apabila peserta didik aktif mengalami sendiri. Guru hanya sekedar membimbing dan pengarah. Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang diterima, tidak sekedar menyimpannya saja tanpa mengadakan tranformasi. Keaktifan memiliki keragaman bentuk yang berbeda, Arifin (2013: 294) mengemukakan:
17
Keaktifan beraneka ragam bentuknya, mulai dari kegiatan fisik yang mudah diamati sampai kegiatan psikis yang susah diamati. Kegiatan fisik dapat berupa membaca, mendengar, berbicara, menulis, dan sebagainya. Kegiatan psikis, seperti menggunkan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan, dan lain-lain. Dimyati dan Mudjiono (2013:62) mengemukakan bahwa untuk dapat menimbulkan keaktifan pada diri peserta didik, maka guru diantaranya dapat melaksanakan perilaku-perilaku berikut: a. Menggunakan multimetode dan multimedia. b. Memberikan tugas secara individual dan kelompok. c. Memberikan kesempetan pada peserta didik untuk melaksanakan eksperimen dalam kelompok kecil. d. Memberikan tugas untuk membaca bahan ajar, mencatat hal-hal yang kurang jelas. e. Mengadakan tanya jawab dan diskusi. Munurut Sudjana (2011: 61) “penilaian proses belajar-mengajar terutama adalah melihat sejauh mana keaktifan peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar”. Keaktifan peserta didik dapat dilihat dalam hal: a. Turut serta dalam tugas belajarnya b. Terlibat dalam pemecahan masalah c. Bertanya kepada peserta didik lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya d. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah e. Melakukan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru.. f. Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya. g. Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis. h. Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya. Banyak jenis keaktifan yang dapat dilakukan oleh peserta didik di sekolah. Keaktifan tidak hanya mencatat dan mendengarkan. Paul B. Diedrich dalam Nasution (2000: 91) membuat daftar kegiatan peserta didik yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut:
18
a. Visual
activities,
yang
termasuk
didalamnya
meliputi:
membaca,
memperhatikan gambar, percobaan b. Oral
activities,
yang
termasuk
didalamnya
meliputi:
menyatakan,
merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi. c. Listening activities, yang termasuk didalamnya meliputi: mendengarkan, uraian, percakapan, diskusi, music, pidato. d. Writing activities, yang termasuk didalamnya meliputi: menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin e. Drawing activities, yang termasuk didalamnya meliputi: menggambar, membuat grafik, peta diagram. f. Motor activities, yang termasuk di dalamnya meliputi: melakukan percobaan, membuat konstruksi, bermain, berkebun, berternak. g. Metal activities, yang termasuk didalamnya meliputi: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan. h. Emotional activities, yang termasuk didalamnya meliputi: menaruh minat, merasa bosan, gembira, semangat, berani, gugup, tenang. Klasifikasi aktivitas belajar yang diuraikan diatas, yang akan diteliti antara lain visual activities, oral activities, listening activities, writing activities, metal activities, dan emotion activities. Sedangkan drawing activities, dan motor activities sudah terwakili dari enam aktivitas yang lain.
6. Hasil Belajar Menurut Nasution dalam Suwarto (2014 : 9) hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar. Hasil belajar adalah hasil belajar yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti sesuatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Untuk melihat hasil belajar dilakukan suatu penelitian terhadap peserta didik yang bertujuan untuk mengetahui apakah peserta didik telah menguasai suatu materi atau belum.
19
Menurut Krishananto dalam Suwarto (2014 : 10) hasil belajar merupakan alat untuk melihat kemajuan belajar peserta didik dalam penguasaan materi pelajaran yang telah dipelajarinya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar merupakan nilai yang didapat dari perubahan seseorang terhadap setiap pengalamannya, sehingga dapat diketahui sejauh mana kemampuan yang dialami oleh orang tersebut. Penilaian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses pendidikan serta kualitas kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, sehingga fungsi hasil belajar tidak hanya sebagai indikator keberhasilan dalam bidang tertentu, tapi juga sebagai indikator kualitas institusi pendidikan. Disamping itu hasil belajar juga berguna sebagai umpan balik bagi guru dalam melakukan proses belajar dan pembelajaran, sehingga dapat menentukan apakah perlu mengadakan diagnosis, bimbingan/ penempatan peserta didik. Hasil belajar merupakan suatu alat untuk mengevaluasi kegiatan belajar mengajar. (Suwarto 2014 : 9). Menurut Huda, Kartanegara, Zakarian (2015: 581) dalam jurnalnya yang berjudul the effect of learning strategy of reading aloud on student’s achievement in the subject of Islamic studies at secondary school in semarang menyatakan: Arguaded the learning achievement is result acquired from mastering knowledge, attitude, as well as skill which is developed by the subject matter and usually shown with the score or number as the measurement given by teacher, and also served on the report. That the function of the achievement is to obtain the proven data showing that the student are gaining the purpose. Learning achivements simply it can be made as the sign to measure the extent of students’ attainment after learning. In addition, the porpose of learning achievement is to identify the students’ accession in mastering the subject matter studied in accordance with determained goal. Benyamin Bloom dalam Sudjana (2011: 22) mengemukakan tiga ranah hasil belajar yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. a. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya terasuk kognitif tingkat tinggi.
20
b. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. c. Ranah psikomotor, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni: gerakan reflex, keterampilan bergerak dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, gerakan ekspresi dan interpretative. Ketiga ranah tersebut menjadi aspek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh guru karena berkaitan dengan kemampuan peserta didik dalam menguasai isi bahan. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek. Keenam aspek tersebut terangkum dalam dimensi proses kognitif menurut Taksonomi Anderson dan Kratwohl (2010:100-102) sebagai berikut: Tabel 2.2 Kategori Taksonomi Anderson dan Kratwohl Kategori dan Proses Kognitif Nama-Nama Lain Definisi dan Contoh 1. Mengingat – Mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang 1.1.Mengenali Mengidentifikasi Menempatkan pengetahuan dalam memori jangka panjang yang sesuai dengan pengetahuan tersebut (misalnya, mengenali tanggal terjadinya peristiwa penting dalam sejarah Indonesia) 1.2.Mengingat kembali Mengambil Mengambil pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang (misalnya mengingat kembali tanggal peristiwaperistiwa penting dalam sejarah Indonesia) 2. Memahami – Mengkonstruksi makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru 2.1.Menafsirkan Mengklarifikasikan Mengubah satu bentuk Memparafrasekan gambaran (misalnya angka) Mempresentasi jadi bentuk lain (misalnya kataMenerjemahkan kata), (misalnya memparafrasekan puisi menjadi karangan bebas 2.2.Mencontohkan Mengilustrasikan Menemukan contoh atau Memberi contoh ilustrasi tentang konsep atau prinsip (misalnya memberi contoh aliran-aliran seni lukis)
21
2.3.Mengklasifikasikan
Mengategorikan, Mengelompokkan
Menentukan sesuatu dalam satu kategori (misalnya mengklasifikasikan hewanhewan bertulang belakang) 2.4.Merangkum Mengabstraksi Mengabstraksikan tema umum Menggeneralisasi atau poin-poin pokok (misalnya menulis ringkasan pendek tentang peristiwaperistiwa yang ditayangkan di televisi) 2.5.Menyimpulkan Menyarikan, Membuat kesimpulan yang Mengesktrapolasi, logis dari informasi yang Menginterpolasi, diterima (misalnya dalam Memprediksi belajar bahasa Inggris, menyimpulkan tata bahasa berdasarkan contohnya 2.6.Membandingkan Mengontraskan, Menentukan hubungan antara Memetakan, dua ide, dua objek, dan Mencocokkan semacamnya (misalnya, membandingkan peristiwaperistiwa sejarah dengan keadaan sekarang) 2.7.Menjelaskan Membuat model Membuat model sebab – akibat dalam sebuah sistem (misalnya, menjelaskan sebab terjadinya peristiwa-peristiwa penting pada abad ke 18 di Indonesia 3. Mengaplikasikan – Menerapkan atau menggunakan suatu/prosedur dalam keadaan tertentu 3.1.Mengeksekusi Melaksanakan Menerapkan gaya gravitasi dalam kehidupan sehari-hari 3.2.Mengiplementasikan Menggunakan Menerapkan suatu prosedur pada tugas yang tidak familier (misalnya, menggunakan Hukum Newton kedua pada konteks yang tepat) 4. Menganalisis - Memecah-mecah materi jadi bagian-bagian penyusunnya dan menentukan hubungan-hubungan antar bagian itu dan hubungan antara bagian-bagian tersebut dengan keseluruhan struktur atau tujuan 4.1.Membedakan Menyendirikan, Membedakan bagian materi Memilah, pelajaran yang relevan dan Memfokuskan, tidak relevan, (membedakan Memilih antara bilangan prima dan bukan bilangan prima dalam matematika)
22
4.2.Mengorganisasikan
Menemukan koherensi, Memadukan, Membuat garis besar, Mendeskripsikan peran, Menstrukturkan
Menentukan bagaimana elemen-elemen bekerja atau berfungsi dalam sebuah struktur (misalnya, menyusun bukti-bukti dalam cerita sejarah menjadi bukti-bukti yang mendukung dan menentang suatu penjelasan historis) 4.3.Mengatribusikan Mendekonstruksi Menentukan sudut pandang, bias, nilai, atau maksud dibalik materi pelajaran (misalnya menunjukkan sudut pandang penulis cerita berdasarkan latar belakang pendidikan penulis) 5. Mengevaluasi - Mengambil keputusan berdasarkan kriteria atau standar 5.1.Memeriksa Mengoordinasi, Menemukan kesalahan dalam Mendeteksi, suatu proses atau produk; Memonitor, menemukan efektivitas suatu Menguji prosedur yang sedang dipraktikkan (misalnya memeriksa apakah kesimpulan seseorang sesuai dengan datadata pengamatan atau tidak) 5.2.Mengkritik Menilai Menemukan inkonsistensi antara suatu produk dan kriteria eksternal; menentukan apakah suatu produk memiliki konsistensi eksternal, menemukan ketepatan suatu prosedur untuk menyelesaikan masalah (misalnya, menentukan satu metode dari dua metode untuk menyelesaikan suatu masalah) 6. Mencipta - Memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang orisinal 6.1.Merumuskan Membuat hipotesis Membuat hipotesis-hipotesis berdasarkan kriteria (misalnya membuat hipotesis tentang sebab-sebab terjadinya gempa bumi) 6.2.Merencanakan Mendesain Merencanakan prosedur untuk menyelesaikan suatu tugas (misalnya merencanakan proposal penelitian tentang
23
6.3.Memproduksi
Mengkonstruksi
topik sejarah Candi Borobudur) Menciptakan suatu produk (misalnya membuat habitat untuk spesies tertentu demi suatu tujuan)
B. Penelitian Relevan Sebagai bahan perbandingan, perlu dikemukakan penelitia-penelitian terahulu yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti agar dapat memberikan gambaran yang jelas, antara lain: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniati Puspaningtyas (2012), dengan judul penelitian: “ Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Kancing Gemerincing Dalam Pembelajaran IPS untuk Meningkatkan Keaktifan Siswa Kelas VIII A SMP N 2 Depok”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan keaktifan siswa setelah penerapan model Cooperative Learning Teknik Kancing Gemerincing pada pembelajaran IPS di kelas VIII A SMP N 2 Depok. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan subyek penelitian adalah siswa kelas VIII A SMP N 2 Depok tahun ajaran 2011/2012 yang terdiri dari 36 siswa. Penelitian dilakukan dalam bentuk siklus. Setiap siklusnya terdiri dari empat komponen: perencanaan (planning), tindakan (action), observasi (observation), dan refleksi (reflection). Data hasil penelitian diperoleh dari hasil observasi, angker, wawancara, catatan lapangananecdotal record, dan dokumentasi. Kriteria keberhasilan dalam penelitian ini adalah apabila rata-rata presentase indikator keaktifan mencapai 75%. Teknik pemeriksaan keabsahan data adalah menggunkan teknik triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: dalam hal keaktifan, model Cooperative Learning
teknik Kancing Gemerincing telah memberikan
konstribusi terhadap tingginya keaktifan siswa dalam pembelajaran. Peerapan model Cooperative Learning teknik kancing Gemerincing dapat meningkatkan
24
keaktifan siswa VIII A dalam pembelajaran IPS. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peningkatan rata-rata presentase keaktifan siswa pada siklus I ke siklus II. Pada siklus I rata-rata persentase keaktifan siswa dari data angket keaktifan siswa adalah 61,90%. Pada siklus II meningkat sebesar 13, 33% menjadi 75,23%. Sedangkan data yang diperoleh dari hasil observasi menunjukkan bahwa pada siklus I keaktifan belajar adalah 59,43%. Pada siklus II meningkat sebesar 24,55% menjadi 82,98%. Peningkatan pada siklus I ke siklus II tersebut sudah mencapai 75% atau kriteria keberhasilan yang ditentukan, sehingga penelitian dikatakan berhasil. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Nikmah Rahayu (2014), dengan judul penelitian: “ Penerapan Model Pembelajaran VAK (Visualization Auditory Kinesthetic) Dengan Teknik Kancing Gemerincing Dalam Meningkatkan Keaktifan Pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas X Man 1 Surakarta”. Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran VAK (Visualization, Auditory Kinesthetic) dengan teknik kancing gemerincing yang dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas X Boarding School MAN 1 Surakarta. (2) untuk mengetahui
peningkatan
keaktifan
belajar
siswa
setelah
diterapkan
pembelajaran VAK dengan teknik kancing gemerincing. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Subyek penelitian adalah siswa kelas X MAN 1 Surakarta yang berjumlah 23 siswi. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data keterlaksanaan pembelajaran dan data keaktifan kelas belajar siswa. Sumber data diperoleh dari hasil observasi yang dilakukan selama proses pembelajaran. Validasi data dari keaktifan kelas belajar siswa dan keterlaksanaan pembelajaran matematika dengan menggunakan teknik triangulasi sumber. Indikator keberhasilan penelitian ini adalah setidaknya rata-rata persentase keaktifan kelas mencapai 75%. Hasil penelitian menyimpulkan langkah pembelajaran VAK dengan teknik kancing gemerincing dapat meningkatkan keaktifan kelas belajar siswa. Pada
25
kegiatan awal, guru menyampaikan tujuan pembelajaran, apersepsi dan motivasi. Pada kegiatan inti (penerapan kancing gemerincing), siswa akan diberikan materi untuk menunjang dalam mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sudah disediakan oleh guru. Setelah pembentukan kelompok belajar dilakukan, guru membagikan 8 buah kancing. Siswa memperhatikan aturan cara menggunaan kancing tersebut. Dalam kegiatan ini guru juga memantau jalannya diskusi kelompok dan membantu siswa apabila mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal. Pada kegiatan penutup, guru merefleksi hasil pembelajaran. Selanjutnya guru menginformasikan kepada siswa tentang materi yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya. Berdasarkan hasil observasi, persentase rata-rata keaktifan belajar siswa pada pra siklus sebesar 41.67%, pada siklus I mengalami peningkatan sebesar 28.13% menjadi 69.80% dan pada siklus II mengalami peningkatan sebesar 13.54% menjadi 83.34%. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran VAK (Visualization Auditory Kinesthetic) dengan teknik kancing gemerincing dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas X Boarding School MAN 1 Surakarta. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Maryati (2011), dengan judul penelitian: “Penggunaan Metode Peer Instruction” Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Geografi Kompetensi Dasar Menganalisis Pelestarian Lingkungan hidup di Kelas XI IPS 6 SMA Negeri 2 Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011”. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan keaktifan belajar siswa dalam pembelajaran geografi dengan menggunkan peer Instruction pada kompetensi dasar menganalisis pelestarian lingkungan hidup di kelas XI IPS 6 SMA Negeri 2 Surakarta. (2) Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran geografi dengan menggunkan peer Instruction pada kompetensi dasar menganalisis pelestarian lingkungan hidup di kelas XI IPS 6 SMA Negeri 2 Surakarta.
26
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Subyek penelitian adalah siswa kelas XI 6 SMA Negeri 2 Surakarta semester genap tahun ajaran 2010/2011 sebanyak 36 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi dan tes formatif. Teknik analisis data dan penelitian ini adalah analisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I menunjukkan pada penggunaan metode Peer Instruction dalam pembelajaran geografi belum mampu meningkatkan keaktifan dan hasil belajarar secara optimal . hasil penelitian pada siklus II menunjukkan bahwa penggunaan motode Peer Instruction dalam bembelajaran geografi disertai dengan pemutaran video mampu meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Rata-rata skor keaktifan belajar siswa dari siklus I kel siklus II meningkat, siklus I=1,95 dan siklus II=2,55. Hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II meningkat 22,23% (siklus I=58,33% dan siklus II=80,56%). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunanaan metode pembelajaran Peer Instruction yang divariasi dengan pemutaran video dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar pada pembelajaranGeografi kompetensi Dasar Menganalisis Pelestarian Lingkungan Hidup di Kelas XI IPS 6 SMA Negeri 2 Surakarta.
27 Tabel 2.3 Penelitian yang Relevan No Nama Peneliti dan Judul Penelitian Tujuan Metode 1. Kurniati Puspaningtyas 1. Untuk mengetahui Penelitian Penerapan Model Pembelajaran peningkatan keaktifan tindakan Cooperative Learning Teknik siswa setelah kelas Kancing Gemerincing Dalam penerapan model Pembelajaran IPS Untuk Cooperative Learning Meningkatkan Keaktifan Siswa Kelas teknik Kancing VIII A SMP N 2 Depok gemerincing pada pembelajaran IPS di kelas VIII A SMP N 2 Depok
Data Observasi Angket Wawancara Catatan lapangan Anecdotal record
Hasil Hasil penelelitian menunjukkan adanya peningkatan rata-rata presentase keaktifan siswa pada siklus I ke siklus II. Pada siklus I rata-rata persentase keaktifan siswa dari data angket keaktifan siswa adalah 61,90%. Pada siklus II meningkat sebesar 13, 33% menjadi 75,23%. Sedangkan data yang diperoleh dari hasil observasi menunjukkan bahwa pada siklus I keaktifan belajar adalah 59,43%. Pada siklus II meningkat sebesar 24,55% menjadi 82,98%. Peningkatan pada siklus I ke siklus II tersebut sudah mencapai 75% atau kriteria keberhasilan yang ditentukan, sehingga penelitian dikatakan berhasil.
2.
Observasi
Berdasarkan hasil observasi, persentase rata-rata keaktifan belajar siswa pada pra siklus sebesar 41.67%, pada siklus I mengalami peningkatan sebesar 28.13% menjadi 69.80% dan pada siklus II mengalami peningkatan sebesar 13.54% menjadi 83.34%. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model
Nikmah Rahayu 1. untuk Penelitian Penerapan Model Pembelajaran VAK mendeskripsikan Tindakan (Visualization Auditory Kinesthetic) pelaksanaan Kelas Dengan Teknik Kancing pembelajaran dengan Gemerincing Dalam Meningkatkan model pembelajaran Keaktifan Pada Pembelajaran VAK (Visualization, Matematika Siswa Kelas X Man 1 Auditory Kinesthetic) Surakarta dengan teknik kancing gemerincing
28
3.
yang dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas X Boarding School MAN 1 Surakarta. 2. Untuk mengetahui peningkatan keaktifan belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran VAK dengan teknik kancing gemerincing Maryati 1. Untuk mengetahui Penelitian Penggunaan Metode “Peer ada tidaknya tindakan Instruction” Untuk Meningkatkan peningkatan keaktifan kelas Keaktifan Dan Hasil Belajar Siswa belajar siswa dalam Pada Pembelajaran Geografi pembelajaran Kompetensi Dasar Menganalisis geografi dengan Pelestarian Lingkungan Hidup di menggunkan peer Kelas XI IPS 6 SMA Negeri 2 Instruction pada Surakarta Tahun Ajaran 2010 /2011. kompetensi dasar menganalisis pelestarian lingkungan hidup di kelas XI IPS 6 SMA Negeri 2 Surakarta. 2. Untuk mengetahui
pembelajaran VAK (Visualization Auditory Kinesthetic) dengan teknik kancing gemerincing dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas X Boarding School MAN 1 Surakarta.
Observasi Tes
Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I menunjukkan pada penggunaan metode Peer Instruction dalam pembelajaran geografi belum mampu meningkatkan keaktifan dan hasil belajarar secara optimal . hasil penelitian pada siklus II menunjukkan bahwa penggunaan motode Peer Instruction dalam bembelajaran geografi disertai dengan pemutaran video mampu meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Rata-rata skor keaktifan belajar siswa dari siklus I kel siklus II meningkat, siklus I=1,95 dan siklus II=2,55. Hasil belajar siswa
29
ada tidaknya peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran geografi dengan menggunkan peer Instruction pada kompetensi dasar menganalisis pelestarian lingkungan hidup di kelas XI IPS 6 SMA Negeri 2 Surakarta.
dari siklus I ke siklus II meningkat 22,23% (siklus I=58,33% dan siklus II=80,56%). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunanaan metode pembelajaran Peer Instruction yang divariasi dengan pemutaran video dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar pada pembelajaranGeografi kompetensi Dasar Menganalisis Pelestarian Lingkungan Hidup di Kelas XI IPS 6 SMA Negeri 2 Surakarta.
30
C. Kerangka Berfikir SMA Negeri Colomadu merupakan salah satu sekolah menengah atas di daerah Karanganyar yang masih menerapkan kurikulum 2013 dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Kurikulum 2013 tidak lagi di dominasi oleh guru, tetapi lebih banyak menempatakan peserta didik sebagi subyek didik, sehingga menuntut diterapkannnya penggunaan model pembelajaran yang lebih berpusat pada peserta didik. Namun dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang terjadi di SMA Negeri colomadu, guru dan peserta didik kurang mengaplikasikan kurikulum 2013. Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan studi dokumentasi maka dapat diidentifikasi permasalah yang terjadi selama proses pembelajarn dikelas yaitu materi pembelajaran disampaiakan oleh guru dengan menggunakan model konvensional karena model tersebut dianggap lebih mudah dan praktis dalam pelaksaan proses pembelajaran. selain itu guru juga beranggapan bahwa tidak semua materi pembelajaran
geografi
dapat
disampaiakan menggunakan
model/metode pembelajaran dan pendekatan scientific sesuai dengan kurikulum 2013. Penyampaian materi oleh guru yang cenderung satu arah ini membuat peserta didik kurang antusias dan cenderung pasif. Hal tersebut ditandai dengan banyaknya peserta didik yang melakukan aktivitas sendiri seperti bermain handphone, bercerita dengan teman sebangku, mengerjakan tugas mata pelajaran lain, kepala disendarkan ke meja, dan hanya beberapa peserta didik saja terutama peserta didik yang duduk di depan yang mendengarkan dan mencatat penjelasan guru, dan peserta didik cenderung diam saat diberi pertanyaan dan diberi kesempatan untuk bertanya. Beradasarkan
permasalahan
tersebut
peneliti
berencana
untuk
meningkatkan keaktifan peserta didik pada saat proses pembelajaran berlangsung dan meningkatkan hasil belajar peserta didik agar nilai mata mata pelajaran geografi meningkat yaitu sebesar 70% peserta didik mendapatkan nilai diatas kriteria ketuntasan minimum. Untuk itu peneliti menggunakan model cooperative learning teknik kancing gemerincing. Cooperative learning merupakan model pembelajaran kolaboratif yang membagi peserta didik menjadi beberapa
31
kelompok kecil yang terdiri dari 4-8 orang. Dalam pembagian kelompok kooperatif tersebut harus heterogen baik secara jenis kelamin maupun kemampuan akademik (tinggi-sedang-rendah), karena dalam pembelajaran kooperatif disini bukan hanya untuk meningkatkan kemampuan masing-masing anggota namun juga belajar bekerja sama antara satu anggota dengan anggota lainnya untuk mecapai tujuan yang sama. Teknik
kancing
gemerincing
disini
bertujuan
untuk
pemerataan
kesempatan yang sering mewarnai kinerja dalam suatu kelompok. Dengan penerapan teknik kancing gemerincing semua anggota kelompok dapat ikut berkonstribusi dalam pelaksanaan proses pembelajaran, karena setiap anggota kelompok hanya memiliki dua atau tiga kancing untuk berpartisipasi aktif. Dengan demikian semua anggota kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk mengeluarkan pendapatnya sehingga nilai keaktifan dalam kelas tersebut rata-ratanya hampir sama tidak ada yang terlalu tinggi dan tidak ada yang rendah karena semua peserta didik memiliki kesempatan yang sama. Penerapan model cooperative learning teknik kancing gemerincing ini dilaksanakan selama 2 siklus. Masing-masing siklus terdapat empaat tahapan yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Apabila dalam pelaksanaan siklus I masih banyak terdapat kekurangan dan indikator ketercapaian belum tuntas maka dilaksanakan proses tindakan siklus II, dan seterusnya sampai indikator ketercapaian berhasil. Indikator ketercapaian yang telah di targetkan oleh peneliti yaitu rata-rata keaktifan 70% peserta didik dengan kategori aktif dan hasil belajar geografi 70% peserta didik memperoleh nilai diatas KKM (70).
32
Keaktifan peserta didik rendah
Hasil belajar peserta didik rendah
Kondisi Awal
Penerapan model cooperative learning teknik kancing gemerincing
Siklus II
Siklus I Perencanaan Pelaksanaan Observasi Refleksi
Target belum tercapai
Perencanaan Pelaksanaan Observasi Refleksi
Rata-rata keaktifan peserta didik 70% dengan kategori aktif
Rata-rata keaktifan peserta didik 70% dengan kategori aktif
Hasil belajar geografi 70% memperoleh nilai diatas KKM
Hasil belajar geografi 70% memperoleh nilai diatas KKM
Berhenti
Berhenti
Gambar 2.1 Skema Krangka Berfikir
Target belum tercapai
Siklus n
33
D. Hipotesis Berdasarkan rumusan dan analisis masalah diatas, maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut: 1.
Model cooperative learning teknik kancing gemerincing dapat meningkatkan keaktifan peserta didik kelas XI IIS 3 SMA Negeri Colomadu tahun ajaran 2014/2015 pada kompetensi dasar pelestarian lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan.
2. Model cooperative learning teknik kancing gemerincing dapat meningkatkan hasil belajar geografi kelas XI IIS 3 SMA Negeri Colomadu tahun ajaran 2014/2015 pada Kompetensi Dasar pelestarian lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan.