II-1
BAB II
LANDASAN TEORI
Suatu sistem penggerak yang terdapat dalam sebuah mobil tidak lepas dari
peranan motor penggerak dan transmisi sebagai penghantar putaran dari motor penggerak sehingga mobil dapat bergerak maju. Dalam hal ini mobil yang akan di
gerakkan adalah sebuah mobil listrik, sehingga motor penggerak yang di gunakan
berupa motor listrik.
Sistem Electric
2.1.
Pada umumnya kendaraan roda empat menggunakan motor bakar sebagai penggerak utama kendaraan. Namun dengan seiringnya waktu, keberadaan motor bakar mulai mengganggu kehidupan lingkungan di mana makhluk hidup tinggal. Maka dari itu, demi menciptakan sebuah kendaraan roda empat yang ramah akan lingkungan, motor listrik dapat menjawab kekhawatiran tersebut dikarenakan motor listrik tidak membutuhkan pembakaran dalam menghasilkan putarannya. Berdasarkan tegangannya, motor listrik terbagi menjadi 2 jenis yaitu: 1.
Motor listrik arus bolak – balik (Motor AC)
2.
Motor listrik arus searah (Motor DC)
Adapun motor yang di gunakan pada kendaraan roda empat ini ialah motor DC. Motor listrik DC adalah mesin listrik yang berfungsi merubah energi listrik arus searah menjadi energi kinetik (gerak rotasi). Sebagai masukan pada motor ini adalah energi listrik arus searah dan keluarannya adalah energi mekanik atau gerak putar (rotor). Motor listrik DC ini merupakan kebalikan dari generator arus searah.
II-2
2.1.1.
Perhitungan dan pemilihan daya pada motor DC yaitu: 1.
Spesifikasi yang diinginkan Diameterroda
Øroda
:m
Massa total kendaraan
m
: Kg
Kecepatan kendaraan
v
: Km/jam
Faktor koreksi
fc
: konstanta
Rrl
:N
Koefiesien tahanan gelinding
frl
: konstanta
Gravitasi bumi
g
: m/s2
Rg
:N
2.
Tahanan gelinding
Rrl = frl x N = frl x m x g 3.
Tahanan kelandaian Sudut kemiringan
sin α
Rg = w x sin α = m x g x sin α 4.
Kecepatan
V
: m/s
P
: Watt
F
:N
Gaya terhadap percepatan
F
:N
Waktu tempuh
t
:s
Percepatan
a
: m/s2
V=P F 5.
F m a m
6.
v t
Tahanan total pada tanjakan Fttanjakan = Rrl + Rg
Fttanjakan
:N
II-3
7. Tahanan total pada jalan datar
Ftjalan datar
:N
Ftjalan datar = F + Rrl
8. Daya yang diperlukan motor DC untuk memperoleh kecepatan, v pada kondisi tanjakan
Daya rencana
Pd
: watt
P = Fttanjakan x v
Pd = P x fc
2.1.2.
Batere
Batere merupakan sumber daya untuk motor DC. Batere adalah Peralatan yang mampu mengubah energi kimia menjadi energi listrik melalui reaksi kimia. Klsifikasi Batere 1. Batere Primer adalah batere yang tidak bisa diisi kembali secara elektris setelah isinya habis dipakai. Batere jenis ini biasa disebut sell kering. 2. Batere Sekunder adalah batere yang bisa diisi kembali secara elektris setelah batere tersebut kosong. Batere jenis ini mampu menyimpan energi listrik (accumulator). Jenis-jenis Batere 1. Batere Zinc-carbon - Juga dikenal sebagai batere karbon standard. Batere ini dikenal juga sebagai batere kering, yang tergolong pada batere ini adalah AA, C dan D. 2. Batere Alkaline – Batere ini terdiri dari electrode-electrode zinc dan mangan-oxyde dengan electrolite Alkaline. 3. Batere Lithium 4. Batere Lead-acid battery 5. Batere Nickel-cadmium
II-4
2.2.
Sistem Mekanik
Untuk dapat merancang bangun mobil listrik pengangkut barang ini penulis harus memperhitungkan beberapa hal dan tuntutan sebelum melakukan proses pengerjaan.
2.2.1.
Poros / Gandar Poros gandar adalah poros yang hanya mendapatkan beban lentur,
berikut adalah cara menentukan ukuran poros yang dibutuhkan.
1.
Beban Lentur
M
: N.mm / kg.mm
2.
Tegangan geser yang diijinkan
τa
(N/mm2)
Tegangan geser dihitung atas dasar kelelahan puntir. Kelelahan puntir
= 40 % . kelelahan tarik
Kelelahan tarik
= 45 % . kekuatan tarik (σu)
τa
= 40 % . 45 % . σu
τa
= 1 / 5,6 . σu
Untuk bahan SF
τa
= 1 / 6 . σu
Untuk bahan SC
Faktor ini dinyatakan dengan Sf 1
Alur pasak konsentrasi poros ber tan gga tegangan Sf 2 1,3 3
a
u Sf1 . Sf 2
( N / mm 2 )
II-5
3.
Faktor koreksi momen puntir (Kt)
4.
5.
Kt 1 Beban dikenakan sec ara halus Kt 1 1,5 Beban dikenakan sedikit keju tan Kt 1,5 3 Beban dikenakan dengan keju tan Faktor koreksi momen lentur (Km)
Km 1,5 Km 1 2
Tumbukan halus Tumbukan ringan
Km 2 3
Tumbukan berat
Diameter Poros
(ds, do, di )
M I R Dimana
: M = Momen lentur yang terjadi σ = Tegangan lentur yang terjadi. R = Jari-jari (d/2) I
I
64
d4
64
=
do
4
di 4
Momen
d /2.M M .d 4 4 64 d /2 / 64 . d
a
inersia
32 .M d3 .
10,2 .M d
1/ 3
II-6
Poros Berongga
M 4 4 do / 2 / 64 . do di
M . do / 2
/ 64 . do 4 di 4
di 4 / 64 . do . 1 4 do 4
M . do / 2
di k do
/ 64 . do 3 .1 k 4
do3
M / 2 . / 64 . 1 k 4
do3
32 . M . . 1 k 4
M 2 .
10,2 do .M 4 . 1 k
1/ 3
a 10,2 do . Kt . Km . M 4 a . 1 k
1/ 3
II-7
2.2.2.
Pengelasan
Tegangan Geser yang terjadi pada welding :
F A
F = Beban
A = Luas pengelasan ( t . L )
t = 0,707 . h
L = Panjang Pengelasan Tegangan Geser yang diijinkan :
a
y
σy = Yield strength
Sf
τy = 0,58 x σy Sf
= Safety factor
a
2.2.3.
Pegas
Fungsi utama pegas adalah untuk menyimpan atau menyerap energi. Tipe pegas dapat dibagi atas dasar jenis beban yang dapat diterima oleh pegas : a. Pegas tekan / kompresi b. Pegas tarik c. Pegas puntir d. Pegas volut e. Pegas daun f. Pegas piring g. Pegas cincin
II-8
Gambar 2. 1 Jenis-jenis Pegas
Pegas Tekan :
Hf
= Panjang bebas pegas
Hs
= Panjang awal terpasang
Hl
= Panjang pegas pada lendutan max.
Hc
= Panjang mampat pegas
Wo
= Beban awal terpasang
W
= Beban max. pegas
o
= Lendutan awal terpasang
= Lendutan total
h
= Lendutan efektif
Cs
= Kelonggaran antar kawat pada awal terpasang
Cl
= Kelonggaran antar kawat pada lendutan max.
II-9
Gambar 2. 2 Pegas Tekan
Perhitungan Pegas
1. Beban maximum pegas
W
: Kg/N
Diameter rata-rata pegas
D
: mm
Diameter kawat
d
: mm
Panjang bebas pegas
Hf
: mm
Panjang awal terpasang
Hs
: mm
Lendutan awal terpasang
δ
: mm
2. Indeks pegas
C
D d
3. Faktor tegangan wahl
k
4.C 1 0.615 4.C 4 C
4. Tegangan geser yang terjadi
k.
8.W .D .d 3
5. Bahan pegas Modulus elastisitas
G = Kg/mm2
Ultimate strength
σul = Kg/mm2
Pengecekan
a Hf 5 D
II-10
G.d 4 . 8.W .D3
6. Jumlah lilitan aktif pegas
n
7. Jumlah lilitan total
N=(n+x) x = jumlah lilitan mati (1 – 2)
8.n.D3 .W G.d 4
8. Lendutan total
1
9. Pengecekan
1 0.4.Hf
10. Konstanta pegas
Q
11. Lendutan awal terpasang
o Hf Hs
12. Beban awal terpasang
Wo Q.o
13. Lendutan efektif
h 1 o
14. Panjang pegas pada lendutan maximum
Hl = Hs – h
15. Panjang mampat pegas
Hc = (n + 1,5)d
16. Pengecekan
Hl Hc
17. Kelonggaran antar kawat pd awal terpasang
Cs
Hs Hc (n 1,5)
18. Kelonggaran antar kawat pd lendutan max.
Cl
Hl Hc (n 1,5)
2.2.4.
W 1
Penyetelan Roda Depan Mobil FWA ( Front Wheel Alighment )
FWA adalah teknik penyetelan roda bagian depan. Tujuannya agar steer ringan, setelah belok roda kembali lurus, keausan ban merata, ban lebih awet serta agar lebih aman dan nyaman ketika mengemudikan mobil.
II-11
2.2.4.1.
Sudut Camber 1-3º
Adalah sudut kemiringan roda depan pada bagian atasnya bila dilihat pada bagian depan. Sudut camber dikatakan positif (+) bila bagian atas roda miring keluar, dan sudut camber dikatakan negatif (-) bila bagian atas roda miring ke
dalam. Tujuannya untuk mencegah roda depan bagian bawah tertarik keluar dan berat kendaraan tertumpu pada bagian dasar poros depan.
Gambar 2. 3 Sudut Chamber
2.2.4.2.
Sudut Caster 1-3º
Adalah sudut antara garis kingpin dengan garis vertikal yang dilihat dari samping kendaraan. Sudut caster dikatakan positif (+) bila pada bagian atasnya mengarah ke bagian belakang kendaraan dan sudut caster dikatakan negatif (-) bila pada bagian atasnya mengarah ke depan kendaraan. Tujuannya agar steer dapat kembali lurus setelah kendaraan berbelok.
II-12
Gambar 2. 4 Sudut Caster
2.2.4.3.
Sudut Toe In dan Toe Out 2-5 mm
Adalah selisih antara proyeksi pertengahan lebar ban antara bagian depan dengan bagian belakang. Toe-in ( B > A), Toe-out ( B < A ). Tujuannya adalah meniadakan kecenderungan roda mengarah keluar.
Gambar 2. 5 Sudut Toe In dan Toe Out
2.2.4.4.
Sudut Kingpin ± 5º
Adalah sudut kemiringan kingpin terhadap garis vertikal bila dilihat dari depan kendaraan. Tujuannya untuk membantu kestabilan steer dan ketika steer diputar roda akan mengangkat poros roda sehingga roda akan kembali lurus.
II-13
Gambar 2. 6 Kingpin
2.2.4.5.
Turning Radius
Adalah sudut masing-masing roda depan bila kendaraan dibelokan. Sudut roda bagian dalam lebih besar daripada sudut roda bagian luar saat kendaraan belok. Semua jari-jari putar roda depan berpotongan pada satu titik perpanjangan garis sumbu poros belakang.
Gambar 2. 7 Turning radius
II-14