9
BAB II LANDASAN TEORI
A.
TEORI SIGNAL Signaling Theory mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Menurut Ratna (2006) sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain. Teori sinyal menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal, karena terdapat asimetri informasi (Asymmetri Information) antara perusahaan dan pihak luar. Perusahaan (agent) mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang daripada pihak luar (investor, kreditor). Kurangnya informasi pihak luar mengenai perusahaan menyebabkan mereka melindungi diri mereka dengan memberikan harga yang rendah untuk perusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan, dengan mengurangi asimetri informasi. Salah satu cara untuk mengurangi informasi asimetri adalah dengan memberikan sinyal pada pihak luar berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya dan akan mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan yang akan datang (Wolk et.al, 2000 dalam Sari dan Zuhrotun, 2006).
10
Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan. Informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi. Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat berupa informasi akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan laporan keuangan dan informasi non-akuntansi yaitu informasi yang tidak berkaitan dengan laporan keuangan. Laporan tahunan hendaknya memuat informasi yang relevan dan mengungkapkan informasi yang dianggap penting untuk diketahui oleh pengguna laporan baik pihak dalam maupun pihak luar. Jika pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar dan terjadi perubahan dalam volume perdagangan saham yang tentunya berimbas pada naiknya harga-harga saham dan IHSG. Teori signal juga berlaku untuk Inflasi, BI Rate (Suku Bunga), dan Kurs Dollar AS dalam Profitabilitas perusahaan yang mengakibatkan naiknya harga saham mereka dan berujung naiknya IHSG secara keseluruhan.
11
Tabel 2.1
Sumber : Eduardus, 2010 :343-344
12
B.
Teori Portofolio Teori Portofolio (portofolio) lahir dari seseorang yang bernama Henry Markowitz. Dasar pemikiran dibentuknya portofolio seperti yang dikatakan Markowitz yaitu: “do not put all eggs in one basket” (janganlah menaruh semua telur ke dalam satu keranjang), karena jika keranjang tersebut jatuh, maka semua telur yang ada dalam keranjang tersebut akan pecah. Begitu pula dengan investasi yang dilakukan, jangan menanamkan seluruh dana dalam satu bentuk investasi, karena ketika investasi tersebut gagal, maka seluruh dana yang tertanam kemungkinan tidak akan kembali. Teori Markowitz menggunakan beberapa pengukuran statistik dasar untuk mengembangkan suatu rencana portofolio, diantaranya expected return, standar deviasi baik sekuritas maupun portofolio dan korelasi antar return. Teori ini memformulasikan keberadaan unsur return dan risiko dalam suatu investasi, dimana unsur risiko dapat diminimalisir melalui diversifikasi dan mengkombinasikan berbagai instrumen investasi ke dalam portofolio. Menurut Jogiyanto (2010), bahwa Teori portofolio Markowitz didasarkan atas pendekatan mean (rata-rata) dan variance (varian), dimana mean merupakan pengukuran tingkat return dan varian merupakan pengukuran tingkat risiko. Teori portofolio Markowitz ini disebut juga sebagai
mean-varian
memaksimalkan
model,
ekspektasi
yang
retun
menekankan
(mean)
dan
pada
usaha
meminimumkan
ketidakpastian atau resiko (varian) untuk memilih dan menyusun
13
portofolio optimal. Tujuan melakukan portofolio adalah untuk mengurangi risiko bagi pihak yang memegang portofolio. Pengurangan risiko itu dapat dilakukan dengan diversifikasi risiko. Dalam membangun sebuah portofolio yang dimiliki oleh seorang investor, karakteristik investor harus dipahami. Karakteristik investor sangat bervariasi dan berbeda. Dengan memahami
karakteristik
investor
maka
manajer
investasi
dapat
memberikan nasihat portofolio yang akan dibangun untuk kepentingan investor. Portofolio yang akan dibangun tidak akan terlepas dari situasi politik, ekonomi, sosial yang ada di suatu negara. Perkembangan ekonomi lebih sangat berpengaruh terutama perkembangan tingkat bunga, tingkat inflasi, dan kurs valuta asing.
C.
Pasar Modal
1.
Pengertian Pasar Modal Pasar modal menurut Undang-Undang Pasar Modal No.8 tahun 1995 tentang Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan Efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. Pasar modal adalah pasar tempat memperdagangkan berbagai instrument keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, misalnya saham (ekuiti atau penyertaaan), obligasi (surat utang), reksadana, dan berbagai instrument derivative seperti option, futures, waran, right,
14
maupun instrument lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi pemerintah, sekaligus sarana bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan investasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli surat berharga dan kegiatan terkait lainnya. Investor membeli produk keuangan di pasar modal karena ingin mendapatkan keuntungan lebih besar daripada yang didapatkan dari tabungan atau deposito. Semakin besar resiko investasi, semakin besar pula potensi keuntungannya. Untuk meminimalkan resiko investasi tersebut, kita harus memahami investasi tersebut dengan benar. Bagi perusahaan yang membutuhkan tambahan modal usaha bisa menjual sebagian sahamnya melalui pasar modal atau menerbitkan surat hutang (obligasi). Penambahan modal usaha dengan cara menerbitkan saham atau obligasi dilakukan perusahaan karena dianggap lebih murah daripada mengajukan kredit di bank. Bagi pemerintah maupun instansi-instansinya yang membutuhkan dana dalam menjalankan fungsinya seperti membiayai hutang luar negeri yang jatuh tempo, menyeimbangkan neraca pembayaran Negara yang defisit, menggerakkan ekonomi dengan memberi stimulus ekonomi, dan lain-lain selain dari peminjaman utang luar negeri bisa dengan melakukan surat hutang (obligasi pemerintah) yang dikenal dengan nama ORI. Dengan cara menerbitkan obligasi ini diharapkan keuntungan kupon bunga dari obligasi ini dinikmati oleh masyarakat sendiri bukan dinikmati oleh pihak luar negeri maupun lembaga-lembaganya.
15
Pasar modal seperti dijumpai di banyak Negara menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Dalam menjalankan fungsi ekonomi, pasar modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana (lenders) kepada pihak yang membutuhkan dana (borrower). Sedangkan dalam menjalankan fungsi keuangan, pasar modal menyediakan dana yang diperlukan para borrower, sementara para lenders menyediakan dana tanpa harus terlibat langsung dalam kepemilikan aktiva rill yang diperlukan untuk investasi tersebut. Masyarakat (Investor) Yang Memiliki Kelebihan Dana
PASAR MODAL
Perusahaan / Instansi Pemerintah Yang Membutuhkan Dana
Gambar 2.1 Pasar Modal sebagai penghubung investor dengan Emiten
2.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pasar Modal Secara fundamental harga suatu jenis saham dipengaruhi oleh kinerja Perusahaan dan kemungkinan resiko yang dihadapi perusahaan. Kinerja perusahaan tercermin dari laba operasional dan laba bersih per saham serta beberapa rasio keuangan yang menggambarkan kekuatan manajemen dalam mengelola perusahaan. Resiko perusahaan tercermin dari daya tahan perusahaan dalam menghadapi siklus ekonomi serta faktor makro ekonomi dan mikro ekonomi (Muhammad, 2006).
16
a.
Faktor Makro Faktor makro merupakan faktor yang berada diluar perusahaan, tetapi mempunyai pengaruh terhadap kenaikan atau penurunan kinerja perusahaan baik secara langsung atau tidak langsung. Faktor makro ekonomi yang secara langsung dapat mempengaruhi kinerja saham maupun kinerja perusahaan antara lain : 1) Tingkat bunga umum domestic. 2) Tingkat inflasi. 3) Peraturan perpajakan. 4) Kebijakan khusus pemerintah yang terkait dengan perusahaan tertentu. 5) Kurs valuta asing. 6) Tingkat bunga pinjaman luar negeri. 7) Kondisi perekonomian internasional. 8) Siklus ekonomi. 9) Faham ekonomi. 10) Peredaran uang. Faktor makro mempengaruhi kinerja perusahaan dan perubahan kinerja perusahaan secara fundamental mempengaruhi harga saham di pasar. Investor fundamentalis akan memberi nilai saham sesuai dengan kinerja perusahaan saat ini dan prospek perusahaan di masa datang. Jika kinerjanya meningkat, harga saham akan meningkat dan jika kinerja menurun, maka harga saham akan menurun. Jika
17
salah satu variabel makro berubah, maka investor akan bereaksi positif atau negatif tergantung pada apakah perubahan variabel makro itu bersifat positif atau negatif di mata investor. b.
Faktor Mikro Baik buruknya kinerja perusahaan tercermin dari rasio-rasio keuangan yang secara rutin diterbitkan oleh emiten. Banyak sekali rasio keuangan yang dapat di analisis, tetapi tidak semua rasio itu dibutuhkan oleh investor. Beberapa rasio keuangan mungkin sangat penting bagi manajemen tapi kurang penting bagi investor. Investor lebih tertarik pada hasil pengelolaan tersebut dan bukan pada cara pengelolaannya. Oleh karena itu, laba usaha per saham, laba bersih per saham, dan nilai buku per saham lebih penting bagi investor. Faktor mikroekonomi yang mempunyai pengaruh terhadap harga saham suatu perusahaan berada dalam perusahaan itu sendiri, yaitu variabel-variabel seperti : 1) Laba bersih per saham. 2) Laba usaha per saham. 3) Nilai buku per saham. 4) Rasio ekuitas terhadap utang. 5) Rasio laba bersih terhadap ekuitas. 6) Cash flow per saham.
18
Jika rasio keuangan sangat baik tetapi hasil akhirnya yang tercermin dalam laba per saham, rasio ekuitas terhadap utang, dan return on equity sangat rendah. Maka hal ini tidak berarti apa-apa bagi investor. Oleh karena itu, bagi investor yang penting adalah hasil akhir yang akan dicapai menejemen dan bukan proses atau cara memperoleh hasil tersebut.
3.
Lembaga –Lembaga Dalam Pasar Modal Kegiatan pasar modal merupakan kegiatan yang kompleks dan melibatkan banyak lembaga yang terkait, baik pemerintah maupun swasta, yang sifatnya saling melengkapi, baik dengan mendapatkan maupun tanpa balas jasa. Keterkaitan di Antara lembaga tersebut ada yang karena dituntut oleh sifat usahanya, ada pula karena tuntutan dari Undang-undang pasar modal dan peraturan perundang-undangan atau kebijakan lainnya (Paulus, 2008: 27-28). Lembaga tersebut dikelompokkan sebagai berikut: a.
Otoritas Pasar Modal, yaitu Departemen keuangan yang dalam hal ini BAPEPAM.
b.
Lembaga penyelenggara pasar modal, yakni Bursa Efek, Lembaga Kliring dan penjaminan (LKP), Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian.
c.
Lembaga penunjang pasar modal, yakni Biro Administrasi Efek (BAE), Kustodian, Wali Amanat.
19
d.
Lembaga Profesi Pasar Modal, Yakni Akuntan Publik, Notaris, Konsultan Hukum Perusahaan Penilai.
e.
Lembaga Pemerintahan yang terkait, yakni Badan Koordinasi penanaman modal (BKPM), Departemen Teknis, Departemen Kehakiman dan HAM.
4.
Fungsi dan Manfaat Pasar Modal Menurut Munir Fuady (1996:11) dalam Hendy M.Fakhruddin (2008) suatu pasar modal memainkan peranan yang penting bagi perekonomian suatu Negara dalam menjalankan fungsinya seperti: 1) Sarana untuk menghimpun dana-dana masyarakat untuk disalurkan ke dalam kegiatan-kegiatan yang produktif. 2) Sumber pembiayaan yang mudah, murah, dan cepat bagi dunia usaha dan pembangunan nasional. 3) Mendorong
terciptanya
kesempatan
berusaha
dan
sekaligus
menciptakan kesempatan kerja. 4) Mempertinggi efisiensi alokasi sumber produksi. 5) Memperkokoh beroperasinya mekanisme finansial market dalam menata sistem moneter, karena pasar modal dapat menjadi sarana “open market operation” yang sewaktu-waktu diperlukan oleh Bank Sentral. 6) Menekan tingginya tingkat bunga menuju suatu “rate” yang reasonable (logis).
20
7) Sebagai alternative investasi bagi para pemodal. Manfaat pasar modal dapat dirasakan baik oleh investor, emiten, pemerintah maupun lembaga penunjang (PAU-UGM, 26-27 Januari 1990). Manfaat pasar modal bagi emiten yaitu: 1) Jumlah dana yang bisa dihimpun bisa berjumlah besar. 2) Dana tersebut dapat diterima sekaligus pada saat pasar perdana selesai. 3) Tidak ada “convenant” sehingga manajemen dapat lebih bebas dalam pengelolaan dana atau perusahaan. 4) Solvabilitas
perusahaan
tinggi
sehingga
memperbaiki
citra
perusahaan. 5) Ketergantungan emiten terhadap bank menjadi kecil. 6) Cash flow hasil penjualan saham biasanya lebih besar dari harga nominal saham. 7) Emisi sangat cocok untuk membiayai perusahaan yang beresiko tinggi. 8) Tidak ada bebas finansial yang tetap. 9) Jangka waktu pengguna dana tidak terbatas. 10) Tidak dikaitkan dengan kekayaan penjamin tertentu. 11) Profesionalisme dalam manajemen meningkat.
21
Sedangkan manfaat pasar modal bagi investor adalah sebagai berikut: 1) Nilai investasi berkembang mengikuti pertumbuhan ekonomi. Peningkatan tersebut tercermin pada meningkatnya harga saham yang mencapai capital gain. 2) Memperoleh deviden bagi mereka yang memiliki atau memegang saham dan bunga tetap atau bunga yang mengambang bagi pemegang obligasi. 3) Mempunyai hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bagi pemegang saham, mempunyai hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) bila diadakan bagi pemegang obligasi. 4) Dapat dengan mudah mengganti instrument investasi, misal dari saham A ke saham B sehingga dapat meningkatkan keuntungan atau mengurangi resiko. 5) Dapat sekaligus melakukan investasi dalam beberapa instrument yang mengurangi resiko. Manfaat pasar modal bagi lembaga penunjang, yaitu: 1) Menuju kearah professional di dalam memberikan pelayanannya sesuai dengan bidang tugas masing-masing. 2) Sebagai pembentukan harga dalam bursa parallel. 3) Semakin memberi variasi pada jenis lembaga penunjang. 4) Likiuditas efek semakin tinggi. Sedangkan Manfaat pasar modal bagi pemerintah: 1) Mendorong laju pembangunan.
22
2) Mendorong investasi. 3) Penciptaan lapangan kerja. 4) Memperkecil debt service rasio (DSR). 5) Mengurangi Beban Anggaran bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
D.
Inflasi
1.
Pengertian Inflasi Inflasi adalah meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi ini adalah deflasi. Inflasi merupakan salah satu fenomena ekonomi moneter yang menarik untuk ditelaah karena dijumpai hampir di seluruh Negara di dunia. Menurut para ahli ekonomi moneter, inflasi dapat diibaratkan sebagai api dalam perekonomian. Bila tingkat inflasi yang terjadi cukup tinggi – berkisar Antara 30 sampai 100% per tahunnya – bukan saja akan manghambat kelancaran roda perekonomian, bahkan dapat merusak tatanan atau sendi-sendi perekonomian Negara yang mengalaminya. Akan tetapi pada keadaan tertentu, inflasi seolah-olah sengaja ditimbulkan guna mendorong pembangunan ekonomi suatu Negara seperti dalam kasus pengekangan tingkat harga dan kebijaksanaan mempertahankan stabilitas moneter yang dapat memperlambat perkembangan ekonomi. Untuk itu
23
diperlukan suatu inflasi pada tingkat relevan. Sebab jika laju inflasi tidak terkendali dengan baik justru akan menjadi boomerang bagi perekonomian itu sendiri (Yusman, 2010). Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang atau jasa di setiap kota. Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara lain: a.
Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual atau pedagang besar pertama dengan pembeli atau pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas.
b.
Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan
24
membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.
2.
Teori Inflasi Ada tiga teori utama yang menerangkan mengenai inflasi diantaranya sebagai berikut (Cavanese dalam Adwin.S, 1999): a.
Teori Kuantitas Teori ini adalah teori yang tertua yang membahas tentang inflasi, tetapi
dalam
perkembangannya
teori
ini
mengalami
penyempurnaan oleh para ahli ekonomi Universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai model kaum moneteris (monetarist models). Teori ini menekankan pada peranan jumlah uang beredar dan harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap timbulnya inflasi. Inti dari teori ini adalah sebagai berikut : 1). Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik uang kartal maupun giral. 2). Laju inflasi juga ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan oleh harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa mendatang. b.
Keynesian Model. Dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini, bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan
25
ekonomisnya,
sehingga
menyebabkan
permintaan
efektif
masyarakat terhadap barang-barang (permintaan agregat) melebihi jumlah
barang-barang
yang
tersedia
(penawaran
agregat),
akibatnya akan terjadi inflationary gap. Keterbatasan jumlah persediaan barang (penawaran agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Oleh karenanya sama seperti pandangan kaum monetarist, Keynesian model sini lebih banyak dipakai untuk menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek. Dengan keadaan daya beli antara golongan yang ada di masyarakat tidak sama (heretogen), maka selanjutnya akan terjadi realokasi barang-barang yang tersedia dari golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang relatif rendah kepada golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang lebih besar. Kejadian ini akan terus terjadi di masyarakat. Sehingga, laju inflasi akan berhenti hanya apabila salah satu golongan masyarakat tidak bisa lagi memperoleh dana (tidak lagi memiliki daya beli) untuk membiayai pembelian barang pada tingkat harga yang berlaku, sehingga permintaan efektif masyarakat secara keseluruhan tidak lagi melebihi supply barang (inflationary gap menghilang).
26
c.
Mark-up Model Pada teori ini dasar pemikiran model inflasi ditentukan oleh dua komponen, yaitu cost of production dan profit margin. Relasi antara perubahan kedua komponen ini dengan perubahan harga dapat dirumuskan sebagai berikut : Price = Cost + Profit Margin Karena besarnya profit margin ini biasanya telah ditentukan sebagai suatu prosentase tertentu dari jumlah cost of production, maka rumus tersebut dapat dijabarkan menjadi : Price = Cost + ( a% x Cost ) Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada komponenkomponen yang menyusun cost of production dan atau kenaikan pada profit margin akan menyebabkan terjadinya kenaikan pada harga jual komoditi di pasar.
d.
Teori struktural Banyak study mengenai inflasi di negara-negara berkembang, menunjukan
bahwa
inflasi
bukan
semata-mata
merupakan
fenomena moneter, tetapi juga merupakan fenomena struktural atau cost push inflation. Hal ini disebabkan karena struktur ekonomi negara-negara berkembang pada umumnya yang masih bercorak agraris. Sehingga, goncangan ekonomi yang bersumber dari dalam negeri, misalnya gagal panen (akibat faktor eksternal pergantian musim yang terlalu cepat, bencana alam, dan sebagainya), atau hal-
27
hal yang memiliki kaitan dengan hubungan luar negeri, misalnya memburuknya term of trade; utang luar negeri; dan kurs valuta asing, dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik. Fenomena struktural yang disebabkan oleh kesenjangan atau kendala struktural dalam perekonomian di negara berkembang, sering disebut dengan structural bottlenecks. Strucktural bottleneck terutama terjadi dalam tiga hal, yaitu: 1). Supply dari sektor pertanian (pangan) tidak elastis. Hal ini dikarenakan pengelolaan dan pengerjaan sektor pertanian yang masih menggunakan metode dan teknologi yang sederhana, sehingga seringkali terjadi supply dari sektor pertanian domestik
tidak
mampu
mengimbangi
pertumbuhan
permintaannya. 2). Cadangan valuta asing yang terbatas (kecil) akibat dari pendapatan ekspor yang lebih kecil daripada pembiayaan impor. Keterbatasan cadangan valuta asing ini menyebabkan kemampuan untuk mengimpor barang-barang baik bahan baku; input antara; maupun barang modal yang sangat dibutuhkan untuk pembangunan sektor industri menjadi terbatas pula. Belum lagi ditambah dengan adanya demonstration effect yang dapat menyebabkan perubahan pola konsumsi masyarakat. Akibat dari lambatnya laju pembangunan sektor industri,
28
seringkali menyebabkan laju pertumbuhan supply barang tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan permintaan. 3). Pengeluaran pemerintah terbatas. Hal ini disebabkan oleh sektor penerimaan rutin yang terbatas, yang tidak cukup untuk membiayai pembangunan, akibatnya timbul defisit anggaran belanja, sehingga seringkali menyebabkan dibutuhkannya pinjaman dari luar negeri atau pun mungkin pada umumnya dibiayai dengan pencetakan uang (printing of money). Dengan adanya structural bottlenecks ini, dapat memperparah inflasi di Negara berkembang dalam jangka panjang, oleh karenanya fenomena inflasi di Negara-negara yang sedang berkembang kadangkala menjadi suatu fenomena jangka panjang, yang tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang pendek. Berbeda dengan kaum monetaris yang memandang inflasi sebagai fenomena moneter, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam sektor moneter akibat dari ekspansi jumlah uang beredar, kaum neo-structuralist menekankan pada struktur sektor keuangan. Dasar pemikiran kaum neo-structuralist ini adalah pengaruh uang terhadap perekonomian terutama ditransmisikan dari supply side atau produksi. Menurut pemikiran kaum neo-structuralist, uang merupakan salah satu faktor penentu investasi dan produksi. Bila jumlah uang yang tersedia untuk investasi melimpah, menyebabkan harga uang (suku
29
bunga) akan murah, maka volume investasi akan meningkat. Dengan meningkatnya volume investasi, volume produksi juga akan meningkat. Sehingga, penawaran barang meningkat, yang pada gilirannya akan menekan tingkat inflasi. Dengan dasar pemikiran yang seperti ini, timbul pendapat bahwa deregulasi di sektor finansial dan peningkatan jumlah uang beredar akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi seraya menekan inflasi. Kaum strukturalis berpendapat, bahwa selain harga komoditi pangan, penyebab utama terjadinya inflasi di Negara-negara berkembang adalah akibat inflasi dari luar negeri (imported inflation). Hal ini disebabkan antara lain oleh harga barang-barang impor yang meningkat di daerah asalnya, atau terjadinya devaluasi atau depresiasi mata uang di negara pengimpor. Menurut kesimpulan dari penelitian M.N. Dalal dan G. Schachter (1988), bila kontribusi impor terhadap pembentukan output domestik sangat besar, yang artinya sifat barang impor tersebut sangat penting terhadap price behavior di negara importir, maka kenaikan harga barang impor akan menyebabkan tekanan inflasi di dalam negeri yang cukup besar. Selain itu, semakin rendah derajat kompetisi yang dimiliki oleh barang impor (price inelastic) terhadap produk dalam negeri, akan semakin besar pula dampak perubahan harga barang impor tersebut terhadap inflasi domestik.
30
3.
Jenis-Jenis Inflasi
a.
Inflasi Berdasarkan tingkat lajunya (Yuli, 2009: 132): 1).
Inflasi ringan (creeping inflation) Adalah inflasi yang lajunya kurang dari 10 % setahun, sehingga inflasi ini tidak begitu dirasakan. Inflasi ini sering disebut juga inflasi yang merayap, dan tidak begitu mengganggu perekonomian secara nasional. Seperti pada tahun 2004 lalu di Indonesia laju inflasi di bawah 10 %, sehingga perekonomian Indonesia pada posisi yang stabil.
2).
Inflasi sedang Adalah inflasi yang lajunya antara 10% - 30% setahun. Pada tingkatan ini mulai dapat dirasakan naiknya harga-harga meski tidak begitu signifikan, dan jika tidak segera diatasi akan menjadi inflasi berat.
3).
Inflasi berat Inflasi yang lajunya berada pada batas antara 30% - 100% setahun. Pada tingkat ini harga-harga kebutuhan masyarakat naik secara signifikan dan sulit dikendalikan. Indonesia pernah mengalami inflasi berat pada tahun 1998. Pada waktu itu inflasi per Desember mencapai 77,63 %.
4).
Hiperinflasi Jenis inflasi ini sangat dirasakan karena dapat terjadi secara besarbesaran dan jika diukur berada di atas 100% setahun. Di Indonesia
31
pada tahun 1966 pernah mengalami inflasi sebesar 600%, hal ini disebabkan pencetakan uang baru secara besar-besaran untuk menutup defisit anggaran pada waktu itu.
b.
Inflasi Berdasarkan Penyebab Utamanya Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas atau uang atau alat tukar) dan yang kedua adalah desakan (tekanan) produksi dan atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan atau juga termasuk kurangnya distribusi)). Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan atau pungutan atau insentif atau disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dan lain lain. a.
Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor
32
produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanaa biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan. b.
Inflasi desakan biaya (cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dan lain lain), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tersebut, aksi spekulasi (penimbunan), dan lain lain, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal
33
yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting. Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal, yaitu : kenaikan harga, misalnya bahan baku dan kenaikan upah atau gaji, misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang. Selain dua faktor penyebab inflasi diatas, dikenal juga inflasi diimpor. Inflasi ini bersumber dari kenaikan harga-harga barang yang diimpor. Inflasi ini akan wujud apabila barang-barang impor yang mengalami kenaikan harga mampunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran perusahaan. Contohnya adalah peristiwa ekonomi Indonesia sesudah krisis ekonomi di Asia pada tahun 1997. Pada tahun berikutnya pendapatan nasional Indonesia menurun sebesar 13 persen, penganguran mengalami kenaikan yang sangat nyata dan tingkat inflasi mencapai lebih dari 70 persen. Stagflasi ini berlaku sebagai akibat kemerosotan nilai ekonomi Rupiah yang sangat besar dan ketidakstabilan politik yang ditimbulkan oleh penurunan nilai mata uang yang drastis tersebut. Ahli ekonomi menamakan masalah seperti ini dengan nama stagflasi yang menggambarkan keadaan dimana kegiatan ekonomi semakin menurun, pengangguran semakin tinggi, dan pada waktu yang sama proses kenaikan harga-harga semakin bertambah cepat (Sadono, 2004: 336).
34
c.
Inflasi Menurut Asalnya
1)
Inflasi dari dalam negeri (domestic inflation) Inflasi yang sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan pengelolaan perekonomian baik di sektor rill atau pun di sektor moneter di dalam negeri oleh pelaku ekonomi dan masyarakat. Inflasi ini juga bisa disebabkan terjadi defisit anggaran belanja negara yang secara terusmenerus, kemudian pemerintah memerintahkan Bank Indonesia untuk mencetak uang baru dalam jumlah besar atau misalnya karena panen yang gagal secara menyeluruh.
2)
Inflasi dari luar negeri (imported inflation) Inflasi yang disebabkan oleh adanya kenaikan harga-harga komoditi di luar negeri yang memiliki hubungan perdangangan dengan Negara kita. Inflasi ini terjadi pada Negara yang menganut sistem perekonomian terbuka (globalisasi). Inflasi ini dapat ‘menular’ baik melalui harga barang-barang impor maupun harga barang-barang ekspor. Misalnya di Jepang terjadi inflasi, sedangkan bahan-bahan untuk keperluan industri perakitan mobil, elektronik, foto, tekstil, farmasi dan lain-lain Indonesia mengimpor dari Jepang. Dengan adanya inflasi maka bahan-bahan tersebut ikut naik. Indonesia sebagai negara pengimpor mau tidak mau juga harus mengikuti kenaikan harga tersebut, imbasnya mau tidak mau hasil produksi dari unit produksi juga akan naik. Selanjutnya hal ini juga akan mengakibatkan inflasi di Indonesia.
35
4.
Dampak Inflasi Selama periode inflasi terjadi, tingkat harga dan upah tidak bergerak dalam tingkatan yang sama, maka inflasi akan memberikan dampak redistribusi pendapatan dan kekayaan diantara golongan ekonomi dalam masyarakat. Serta menimbulkan terjadinya distorsi dalam harga relatif, output, kesempatan kerja, dan ekonomi secara keseluruhan (Samuelson, 1989). Dampak inflasi terhadap kegiatan ekonomi masyarakat terbagi menjadi dua yakni dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif dari inflasi menyebabkan peredaran dan perputaran barang lebih cepat di masyarakat sehingga produksi barang-barang bertambah, dan keuntungan pengusaha bertambah. Kesempatan kerja bertambah, karena terjadi tambahan investasi yang tercipta berarti membuka banyak lapangan kerja baru sehingga masalah pengangguran dapat berkurang. Ketika inflasinya terkendali dan diikuti dengan pendapatan nominal yang bertambah, maka pendapatan rill masyarakat meningkat. Inflasi
pun
memberikan
dampak
yang
negatif
terhadap
perekonomian seperti kenaikan harga kebutuhan hidup, nilai, dan kepercayaan terhadap uang akan berkurang. Menimbulkan tindakan spekulasi terhadap investasi portofolio terutama portofolio asing yang paling diminati sehingga berdampak terhadap melemahnya nilai tukar mata uang domestik. Banyak proyek pembangunan macet atau terlantar karena tidak sanggup membayar input dalam proyek yang harganya
36
mengalami peningkatan. Dengan terjadinya inflasi menjadikan minat menabung masyarakat berkurang sebagai akibat dari turunnya nilai mata uang jika hal ini terjadi secara terus-menerus maka akan mematikan industri perbankan nasional (Fanny, 2011).
E.
BI Rate
1.
Pengertian BI Rate BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. Secara sederhana, BI Rate merupakan indikasi level suku bunga jangka pendek yang diinginkan Bank Indonesia dalam upaya mencapai target inflasi.
2.
Fungsi BI Rate BI Rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter. Sasaran
operasional
kebijakan
moneter
dicerminkan
pada
perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O atau N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga
37
kredit perbankan. Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan.
3.
Jadwal Penetapan dan Penentuan Penetapan respon kebijakan moneter biasa dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) triwulanan (Januari, April, Juli dan Oktober) untuk berlaku selama triwulan berjalan. Apabila diperlukan, perubahan BI Rate juga dapat dilakukan dalam RDG bulanan. Dalam setiap RDG triwulanan yang dilakukan asesmen menyeluruh terhadap kondisi makroekonomi, prakiraan inflasi, dan penentuan respon kebijakan moneter. Dalam RDG bulanan, review atas perkembangan inflasi, nilai tukar, dan kondisi moneter dan likuiditas di pasar dilakukan untuk memonitor dan menilai apakah sesuai dengan prakiraan yang dilakukan dalam RDG triwulanan. Perubahan BI Rate dilakukan dalam kelipatan 25 bps (perubahan dapat 25, 50 atau pun 75 bps sesuai dengan situasi moneter yang terjadi). BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia dengan mempertimbangkan rekomendasi BI Rate yang dihasilkan oleh fungsi reaksi kebijakan dalam model ekonomi untuk pencapaian sasaran inflasi. Selain itu BI Rate yang ditetapkan juga mempertimbangkan
38
berbagai informasi lainnya seperti leading indicators, survei, informasi anekdotal, variable informasi, expert opinion, asesmen faktor risiko dan ketidakpastian serta hasil-hasil riset ekonomi dan kebijakan moneter. BI rate diumumkan ke publik segera setelah ditetapkan dalam RDG.
Langkah-langkah
dimaksud
ditujukan
untuk
meningkatkan
efektivitas tata kelola (governance) kebijakan moneter dalam mencapai kestabilan harga sebagai elemen sasaran akhir kebijakan ekonomi makro yang menyeluruh. Dalam hal jadwal penentuan penetapan BI rate dilakukan sebagai berikut : a.
Penetapan respons (stance) kebijakan moneter dilakukan setiap bulan melalui mekanisme RDG Bulanan dengan cakupan materi bulanan.
b.
Respon kebijakan moneter (BI Rate) ditetapkan berlaku sampai dengan RDG berikutnya.
c.
Penetapan respon kebijakan moneter (BI Rate) dilakukan dengan memperhatikan efek tunda kebijakan moneter (lag of monetary policy) dalam memengaruhi inflasi.
d.
Dalam hal terjadi perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan stance Kebijakan Moneter dapat dilakukan sebelum RDG Bulanan melalui RDG Mingguan.
4.
Besar Perubahan BI Rate Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam perubahan BI Rate (secara konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis poin (bps)).
39
Dalam kondisi untuk menunjukkan intensi Bank Indonesia yang lebih besar terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka perubahan BI Rate dapat dilakukan lebih dari 25 bps (dalam kelipatan 25 bps).
F.
Suku Bunga SBI
1.
Pengertian Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Salah satu instrument keuangan yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk mengendalikan perekonomian adalah Sertifikat Bank Indonesia (SBI). SBI merupakan instrument keuangan jangka pendek yang dijadikan tolak ukur (benchmark) oleh bank-bank pemerintah, swasta nasional dan swasta asing dalam menentukan tingkat suku bunga tabungan, deposito, dan pinjaman kepada masing-masing nasabahnya. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang jangka pendek. Adapun dasar hukum dari sertifikat Bank Indonesia ini adalah surat keputusan direktsi Bank Indonesia no. 21/52/Lep/Dir tertanggal 27 Oktober 1998. Dalam kondisi normal, fungsi utama Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah menjaga jumlah uang yang beredar dalam jumlah yang optimal. Namun sejak krisis moneter melanda Indonesia tahun 1997, SBI juga digunakan oleh Bank Sentral untuk mencegah meningkatnya permintaan dana oleh masyarakat dan kalangan pengusaha swasta nasional untuk keperluan transaksi dan berjaga-jaga.
40
2.
Teori Tentang Tingkat Suku Bunga Tingkat suku bunga menurut Sunariyah (2003: 62), didefinisikan sebagai, “harga dari pinjaman dimana tingkat bunga dinyatakan dalam persentase uang pokok perunit waktu dan merupakan ukuran harga sumber daya yang digunakan debitur dan dibayarkan pada kreditur”. Tingkat suku bunga yang dibicarakan ini merupakan suku bunga umum dari berbagai suku bunga dalam sistem ekonomi. Sunariyah (2003: 63) berpendapat bahwa ada beberapa teori yang membahas tingkat suku bunga, diantaranya adalah: a.
Teori Klasik Tingkat suku bunga dinyatakan sebagai balas jasa modal. Tingkat suku bunga memiliki pengaruh berbanding terbalik. Semakin banyak modal tersedia, semakin rendah tingkat suku bunga dan semakin sedikit dana yang tersedia, maka semakin tinggi tingkat suku bunga. Dalam penentuannya, tingkat suku bunga dipengaruhi oleh dua hal, yaitu: 1) Penawaran akan tabungan 2) Permintaan investasi Namun demikian, teori klasik memiliki berbagai kelemahan, yaitu: 1) Terlalu berkonsentrasi pada tabungan dan investasi hingga mengabaikan tingkat pendapatan dimana sangat menentukan jumlah tabungan
41
2) Individu
dan
pemerintah
dapat
mempengaruhi
tingkat
penawaran dan permintaan dana b.
Teori Preferensi Likiuditas (Liquidity Preference Theory) Teori ini dikemukakan oleh ekonom asal Inggris bernama John Maynard Keyness yang berpendapat bahwa apabila suku bunga pasar surat berharga naik, maka masyarakat akan lebih cenderung menghindari biaya penggunaan dana penurunan suku bunga dengan memegang uang tunai. Ada tiga motif yang dikemukakan keyness yang menyebabkan tumbuhnya permintaan akan uang, yaitu : 1) Motif Transaksi (Transaction Motive) 2) Motif Berjaga-jaga (Precauntonary Motive) 3) Motif Spekulasi (Speculation Motive) Tingkat bunga mempunyai kelemahan seperti hanya untuk jangka pendek dikarenakan berdasarkan asumsi tingkat pendapat stabil, dimana pada kenyataannya tingkat pendapatan selalu berubah. Tingkat bunga dipengaruhi oleh pendapatan yang diterima investor. Selain itu teori ini hanya mempertimbangkan permintaan dan penawaran uang. Adapun fungsi suku bunga menurut Sunariyah (2004:81) adalah : 1) Sebagai daya tarik bagi para penabung yang mempunyai dana lebih untuk diinvestasikan.
42
2) Suku bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam suatu perekonomian.
Misalnya,
pemerintah
mendukung
pertumbuhan suatu sektor industri tertentu apabila perusahaanperusahaan dari industri tersebut akan meminjam dana. Maka pemerintah memberi tingkat bunga yang lebih rendah dibandingkan sektor lain. 3) Pemerintah dapat memanfaatkan suku bunga untuk mengontrol jumlah uang beredar. Ini berarti, pemerintah dapat mengatur sirkulasi uang dalam suatu perekonomian.
3.
Tujuan Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
SBI dimaksudkan untuk digunakan dalam pasar primer dan pasar sekunder. a.
Pasar Primer Pasar primer digunakan sebagai alat pemerintah untuk mengatur jumlah uang yang beredar. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengatur sistem lelang melalui penggerak pasar (market maker), dengan penjualan SBI maupun pembelian SBI. Apabila pemerintah menilai bahwa jumlah uang yang beredar terlalu banyak maka Bank Indonesia akan Menjual SBI. Sebaliknya, apabila pemerintah menilai perlu ada dana tambahan dalam masyarakat, maka Bank Indonesia akan membeli kembali Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
43
b.
Pasar sekunder 1) Cadangan sekunder (secondary reserve) Untuk menjaga likuiditas pemilik SBI. Jika pada saat pemilik SBI mengalami kekurangan dana, maka mereka dapat menjual SBI kepada Bank Indonesia. 2) Ambil untung (profit taking) Pemilik SBI dapat membeli atau pun menjual kembali SBI pada tingkat bunga yang menguntungkan.
4.
Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Lelang SBI dapat dilakukan dengan 3 cara: a.
Lelang harian, yang diadakan sesuai dengan kebutuhan.
b.
Lelang mingguan, yang dilakukan setiap hari rabu. Kecuali bila hari rabu tersebut jatuh pada hari libur, maka lelang mingguan diadakan pada hari kerja berikutnya.
c.
Lelang bilateral, yaitu lelang yang dilakukan oleh Bank Indonesia melalui perantara (broker).
5.
Tata Cara Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Tata cara perdangan SBI dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: a.
Outright adalah transaksi jual beli SBI atas dasar jatuh tempo SBI bersangkutan, dimana penjual tidak memiliki kewajiban untuk membeli kembali SBI sebelum jatuh tempo.
44
b.
Repurchase Agreement adalah transaksi yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan perjanjian bahwa penjual wajib membeli kembali SBI yang bersangkutan sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan.
6.
Fungsi penggerak pasar dan perantara dalam perdagangan SBI a.
Penggerak Pasar (Market Maker) Berfungsi sebagai agen pelaksana lelang SBI harian atau mingguan.
b. Perantara (Broker) Berfungsi meningkatkan transaksi SBI dengan mempertemukan penjual dan pembeli dipasar sekunder, dimana perantara merahasiakan nama pembeli dan penjual sebelum transaksi terjadi. Konsep mengenai BI Rate sebagai policy rate atau suku bunga kebijakan memang lekat dengan tingkat suku bunga SBI sebagai instrumen operasinya. Yang satu sebagai sinyal, sementara yang satu sebagai pelaksanaannya. Bank Indonesia mengumumkan BI Rate pada saat ini sebesar 6.75 persen. Hal ini berarti BI memberikan sinyal bahwa BI menginginkan tingkat suku bunga pasar berada di sekitar 6.75 persen. BI percaya bahwa tingkat suku bunga pasar sebesar itu akan dapat diteruskan mempengaruhi suku bunga jangka panjang lainnya, misalnya suku bunga kredit. Kemudian tingkat suku bunga ini dapat mempengaruhi kegiatan perekonomian dan berujung pada tingkat inflasi yang sesuai dengan targetnya, misal 4.5 persen di tahun 2012. Bagaimana BI dapat mempengaruhi suku bunga pasar? Mengumumkan sinyal saja tentunya tidak cukup. Suku bunga pasar terbentuk dari kondisi likuiditas, yaitu supply dan
45
demand-nya. BI sebagai bank sentral memegang kontrol supply likuiditas di pasar. Dengan demikian, BI harus mengatur jumlah likuiditas yang beredar di pasar agar suku bunga yang terbentuk sesuai dengan yang diinginkan oleh BI, yaitu 6.75 persen. Itulah sebabnya BI mempunyai sasaran operasional, yaitu tingkat suku bunga PUAB overnite (PUAB O atau N). PUAB adalah Pasar Uang Antar Bank, di mana bank melakukan pinjam meminjam antar mereka untuk saling menutupi mismatch likuiditas setiap harinya. Bank yang kelebihan dana pada hari itu akan meminjamkan dana pada bank yang kekurangan dana pada hari itu. Transaksi yang paling likuid adalah pada jangka waktu overnite atau satu hari. Untuk dapat mempengaruhi suku bunga pasar, yaitu PUAB O atau N rate, BI kemudian melakukan operasi moneter. Kegiatan ini mengarahkan likuiditas di pasar agar tingkat suku bunga yang terbentuk di PUAB overnite berada di sekitar BI Rate, yaitu 6.75 persen. Caranya, adalah dengan menyerap kelebihan likuiditas atau pun menambah likuiditas dengan menggunakan instrumen operasi moneter. Jika PUAB pada hari itu mengalami kelebihan likuiditas, BI menggunakan instrumen absorbsi untuk menyerapnya, misalnya SBI dan term deposit. Jika mengalami kekurangan likuiditas, BI menawarkan instrumen injeksi, misalnya SBI Repo dan SUN Repo. SBI yaitu Sertifikat Bank Indonesia, adalah surat utang yang diterbitkan oleh BI dengan sistem diskonto. BI melakukan lelang SBI untuk menyerap kelebihan likuiditas dengan meminjam dana dari pasar dan membayar kembali bersama diskontonya setelah jatuh tempo.
46
Dengan demikian, terlihat di sini bahwa SBI adalah instrumen yang digunakan BI dalam operasi moneternya, untuk mengarahkan agar suku bunga pasar berada di sekitar BI Rate. SBI Rate, tentunya adalah tingkat suku bunga yang harus dibayar BI. Besarnya, tentu merujuk kepada 6.75 persen sebagai suku bunga kebijakan, sekaligus sasaran operasional PUAB O atau N di tingkat suku bunga yang sama (Fitria Irmi Triswati, 2011).
G.
Nilai Tukar Mata Uang (Kurs)
1.
Pengertian Kurs Setiap Negara memiliki mata uang sendiri, agar dapat dipakai sebagai alat tukar antar Negara, perlu adanya perbandingan nilai mata uang. Nilai tukar Rupiah atau disebut juga kurs Rupiah adalah perbandingan nilai atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antarnegara di mana masing-masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut kurs valuta asing atau kurs (Dominick, 2008:67). Sedangkan menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2004) no.10, kurs adalah “Rasio pertukaran dua mata uang”. Nilai tukar terbagi atas nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain. Sedangkan nilai riil (real exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar barang dan jasa dari suatu negara dengan barang
47
dan jasa dari negara lain (N. Gregory, 2000:115). Nilai tukar yang melonjak-lonjak secara drastis tak terkendali akan menyebabkan kesulitan pada dunia usaha dalam merencanakan usahanya terutama bagi mereka yang mendatangkan bahan baku dari luar negeri atau menjual barangnya ke pasar ekspor, oleh karena itu pengelolaan nilai mata uang yang relatif stabil menjadi salah satu faktor moneter yang mendukung perekonomian secara makro (Aulia, 2008:5)
2.
Perubahan Nilai Tukar Menurut Jeff Madura (1997: 154), Perubahan kurs terbagi menjadi :
a.
Depresiasi Suatu penurunan mata uang terhadap mata uang lainnya. Misal pada tanggal 1 November 2013, 1 Dollar AS=11.500, dan pada tanggal 5 November 2013, 1 dollar AS=12.000. Maka nilai rupiah terhadap dollar AS mengalami depresiasi sebesar 500 poin. Depresiasi nilai mata uang ini umumnya disebabkan oleh : 1) Berkurangnya Investor luar negeri. 2) Adanya para spekulan yang menginginkan keuntungan dengan menyimpan US$ di Negara lain yang memiliki kondisi ekonomi dan politik yang lebih stabil. 3) Adanya kredit macet dari para pengusaha Indonesia yang memiliki kewajiban dalam US$ (Syahrul 2000: 389).
48
b.
Apresiasi Kenaikan nilai suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. Misal pada tanggal 6 November 2013, 1 dolas AS=12.100 dan pada tanggal 10 November 2013, 1 dollar AS=11.500. Maka nilai rupiah terhadap dollar AS mengalami apresiasi sebesar 600 poin. Apresiasi nilai mata uang ini umumnya disebabkan oleh : 1) Adanya peningkatan dalam volume perdagangan eksport. 2) Banyaknya jumlah investor yang menanamkan modalnya dalam bentuk US$ di Indonesia. 3) Meningkatnya jumlah devisa yang dapat dihasilkan oleh Indonesia. 4) Meningkatnya jumlah pinjaman luar negeri dalam bentuk dollar Amerika baik yang dilakukan oleh pemerintah atau pun swasta. 5) Adanya bantuan luar negeri dalam bentuk Dollar Amerika. Menurut Sadono (2004: 402) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
kurs, seperti: 1)
Perubahan Dalam Cita Rasa Masyarakat Perubahan cita rasa masyarakat dan adanya keinginan untuk menikmati hasil produksi dari luar negeri, dapat merubah pola konsumsi mereka. Kualitas produk luar negeri yang lebih baik dari pada di dalam negeri akan meningkatkan bahkan mengalihkan penggunaan produk-produk dalam negeri ke produk luar negeri. Semakin besar konsumsi mereka atas barangbarang import maka akan semakin banyak valas yang dibutuhkan untuk melakukan pembayaran.
49
2)
Perubahan Harga Barang Ekspor Dan Impor Barang-barang dalam negeri yang dijual dengan harga relatif murah akan menaikkan ekspor dan apabila harganya naik maka eksport akan berkurang. Pengurangan harga barang import akan menambah jumlah impor, dan sebaliknya kenaikan harga barang impor akan mengurangi impor. Dengan demikian perubahan harga-harga barang eksport dan import akan menyebabkan perubahan dalam penawaran dan permintaan terhadap valuta asing.
3)
Kenaikan Harga Umum (Inflasi) Inflasi yang berlaku umum cenderung menurunkan nilai valuta asing. Hal ini dapat terjadi karena efek inflasi yaitu: 1) Inflasi menyebabkan harga-harga di dalam negeri lebih mahal daripada harga-harga di luar negeri oleh sebab itu inflasi cenderung akan mendorong import. Dalam keadaan ini akan menyebabkan permintaan valas bertambah. 2) Inflasi menyebabkan harga-harga barang eksport lebih mahal dari pada barang-barang import, oleh sebab itu inflasi akan menurunkan jumlah eksport. Dalam kondisi ini akan menyebabkan penawaran valuta asing berkurang sehingga harga valas bertambah.
4)
Perubahan Suku Bunga Dan Tingkat Pengembalian Investasi Nilai mata uang suatu Negara akan merosot apabila lebih banyak modal dialirkan keluar negeri karena tingkat suku bunga dan tingkat pengembalian yang lebih tinggi di Negara-negara lain.
50
5)
Pertumbuhan Ekonomi Efek yang akan diakibatkan oleh suatu kemajuan ekonomi kepada nilai mata uangnya tergantung kepada corak pertumbuhan ekonomi. Jika kemajuan itu terutama diakibatkan oleh ekspor, maka permintaan ke atas mata uang itu bertambah dan mengakibatkan nilai mata uang itu bertambah juga.
3.
Sistem Nilai Tukar Kurs atau nilai tukar merupakan sebuah kunci bagi suatu negara untuk bertransaksi dengan dunia luar. Sistem pembayaran yang dilakukan baik di dalam negeri maupun luar negeri mau tidak mau harus terikat dengan nilai tukar atau kurs. Beberapa macam kurs valuta asing yang terkenal saat ini menurut Nopirin (2000), yaitu: a.
Sistem Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange Rate) Saat sistem nilai kurs tetap, nilai dari suatu mata uang ditentukan terhadap nilai mata uang asing dengan nilai yang konstan selama beberapa periode oleh lembaga otoritas moneter atau bank sentral (Bank Indonesia). Misalnya 1 US $ = Rp 9.500 dalam sistem ini kurs tersebut tidak akan berubah untuk beberapa lama. Dalam menstabilkan nilai kurs, bank sentral melakukan intervensi dengan membeli US Dollar yang ada di pasar. Jika pemerintah menganggap bahwa kurs tersebut tidak wajar lagi, maka bank sentral akan mengambil kebijaksanaan devaluasi yaitu menurunkan
51
nilai rupiah terhadap US Dollar. Sebaliknya apabila pemerintah menilai bahwa nilai rupiah cenderung menguat selama beberapa periode terhadap US Dollar maka bank sentral akan mengambil kebijaksanaan revaluasi yaitu menaikkan nilai Rupiah terhadap US Dollar. Untuk mempertahankan agat kurs ini stabil, maka bank sentral harus memiliki cadangan devisa yang cukup besar sebagai sarana untuk mengintervensi pasar. Tetapi sistem ini menyebabkan kurang berkembangnya pasar valas bahkan sering menimbulkan pasar gelap yang dimanfaatkan oleh para spekulan, bila nilai tukar yang ditetapkan tidak realistis. Keunggulan : 1) Kegiatan spekulasi di pasar uang semakin sempit. 2) Intervensi aktif pemerintah dalam mengatur nilai tukar sehingga tetap stabil. 3) Pemerintah memegang peranan penuh dalam pengawasan transaksi devisa. 4) Kepastian nilai tukar, sehingga perencanaan produksi sesuai dengan hasilnya. Kelemahan : 1) Cadangan devisa harus besar, untuk menyerap kelebihan dan kekurangan di pasar valas. 2) Kurang fleksibel terhadap perubahan global.
52
3) Penetapan kurs yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan mempengaruhi pasar ekspor impor. Sistem nilai tukar tetap pernah berlaku di Indonesia. Berdasarkan UU No.32 tahun 1964 ditetapkan bahwa nilai tukar Indonesia sebesar Rp. 250,- per US Dollar. Sedangkan nilai tukar Indonesia terhadap negara lainnya ditetapkan berdasarkan nilai tukar dollar terhadap negara tersebut sesuai dengan yang berlaku di pasar valuta asing Jakarta dan internasional. Dalam periode penetapan kurs tetap tersebut, Indonesia juga menetapkan peraturan sistem kontrol devisa yang ketat. Dalam sistem ini, tidak ada pembatasan kepemilikan, penjualan, maupun pembelian valas namun para eksportir wajib menjual devisanya kepada bank sentral. Sebagai dampak dari penetapan kurs tetap tersebut maka Bank Indonesia harus mampu memenuhi kebutuhan pasar valas bagi bank komersial maupun masyarakat. Dalam perjalanannya, Indonesia juga sempat mendevaluasi kurs tetapnya sebagai dampak dari overvaluated dan jika dibiarkan akan mengancam aktivitas eksporimpor. Pada tanggal 17 April 1970 Indonesia merubah kurs tetapnya dari posisi semula sebesar Rp. 250,- per US Dollar menjadi Rp 378,- per US Dollar. Devaluasi yang kedua dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 1971 menjadi Rp 415,- per US Dollar dan yang ketiga pada tanggal 15 November 1978 dengan nilai tukar sebesar Rp 625,- per US Dollar.
53
b.
Sistem Nilai Tukar Mengambang (Floating Exchange Rate) Dalam sistem ini nilai tukar dibiarkan menurut keseimbangan permintaan dan penawaran mata uang asing yang terjadi di pasar sehingga nilainya selalu berubah-ubah, tergantung dari transaksi jual atau beli di pasar uang. Kurs mengambang dapat dibedakan lagi menjadi : 1)
Kurs Mengambang Terkendali (Managed Floating Exchange Rate) Dalam sistem ini bank sentral mempersiapkan sistem kurs mengambang pada batas tertentu, jika kurs melampaui batas yang ditentukan oleh bank sentral, maka bank sentral akan melakukan intervensi untuk menstabilkan kurs mata uang tersebut. Keunggulan : a) Mampu menjaga stabilitas moneter dengan lebih baik dalam neraca pembayaran suatu negara. b) Adanya aktifitas MD atau MS dalam pasar valuta berdasarkan kurs indikasi akan mampu menstabilkan nilai tukar dengan lebih baik sesuai dengan kondisi ekonomi yang terjadi. c) Devisa yang diperlukan tidak sebesar pada nilai tukar tetap. d) Mampu memadukan sistem tetap dan mengambang. Kelemahan : a) Devisa harus selalu tersedia dan siap diguankan sewaktuwaktu.
54
b) Persaingan yang ketat antara pemerintah dan spekulan dalam memprediksi dan menetapkan kurs. c) Tidak selamanya mampu mengatasi neraca pembayaran. d) Selisih kurs yang terjadi dalam pasar valuta akan mengurangi devisa karena memakai devisa untuk menutupi selisihnya. Sistem nilai tukar mengambang terkendali di Indonesia ditetapkan bersamaan dengan kebijakan devaluasi Rupiah pada tahun 1978 sebesar 33 %. Pada sistem ini nilai tukar Rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata uang (basket currencies) negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Dengan sistem tersebut, Bank Indonesia menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah, maka Bank Indonesia melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah spread. Pada saat sistem nilai tukar mengambang terkendali diterapkan di Indonesia, nilai tukar Rupiah dari tahun ke tahunnya terus mengalami depresiasi terhadap US Dollar. Nilai tukar Rupiah berubah-ubah antara Rp 644 per US Dollar sampai Rp 2.383 per US Dollar. Dengan perkataan lain, nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar cenderung tidak pasti.
55
2)
Kurs Mengambang Murni (Clean Floating Exchange Rate) Dalam sistem ini kurs yang terjadi semata-mata tergantung dari permintaan dan penawaran dipasar uang, jadi bank sentral tidak melakukan intervensi pasar untuk menstabilkan kurs. Keunggulan : 1) Cadangan devisa lebih aman. 2) Persaingan pasar ekspor-impor sesuai dengan mekanisme pasar. 3) Kondisi ekonomi negara lain tidak akan berpengaruh besar terhadap kondisi ekonomi dalam negeri. 4) Masalah neraca pembayaran dapat diminimalisir. 5) Tidak ada batasan valas. 6) Equilibrium pasar uang. Kelemahan : 1) Praktik spekulasi semakin bebas. 2) Penerapan sistem ini terbatas pada negara yang sistem perekonomiannya mapan, masih kurang tepat untuk negara berkembang. 3) Tidak adanya intervensi pemerintah untuk menjaga harga. Indonesia mulai menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas pada periode 1997 hingga sekarang. Sejak pertengahan Juli 1997, Rupiah
mengalami
tekanan
yang
mengakibatkan
semakin
melemahnya nilai Rupiah terhadap US Dollar. Tekanan tersebut
56
diakibatkan oleh adanya currency turmoil (gejolak mata uang) yang melanda Thailand dan menyebar ke negara-negara ASEAN termasuk Indonesia. Untuk mengatasi tekanan tersebut, Bank Indonesia melakukan intervensi baik melalui spot exchange rate (kurs langsung) maupun forward exchange rate (kurs berjangka) dan untuk sementara dapat menstabilkan nilai tukar Rupiah. Namun untuk selanjutnya tekanan terhadap depresiasi Rupiah semakin meningkat. Oleh karena itu dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang, pada tanggal 14 Agustus 1997, Bank Indonesia memutuskan untuk menghapus rentang intervensi sehingga nilai tukar Rupiah dibiarkan mengikuti mekanisme pasar. c.
Kurs Pengawasan Devisa Dalam sistem ini pemerintah memonopoli seluruh transaksi valas. Tujuannya adalah untuk mencegah adanya aliran modal keluar dan melindungi pengaruh depresiasi dari Negara lain terutama dalam hal jika Negara menghadapi keterbatasan cadangan valuta asing dibandingkan dengan permintaannya. Dalam perjalanan sejarah Nusantara kita, tidak kurang dari seperempat abad kita menggunakan sistem pengawasan devisa. Kita diperkenalkan dengan sistem pengawasan devisa oleh pemerintah Belanda pada tanggal 10 Mei 1940 (IMF, 1955: 186). Sekalipun mulai tanggal 15 April 1954 negara kita menjadi
57
anggota International Monetary Fund, namun baru mulai tanggal 22 Februari 1967 kita betul-betul meningalkan sistem pengawasan devisa tersebut (Reksoprajitno, 1993). Selain tiga sistem kurs tersebut, ada satu sistem lagi yang dikembangkan di beberapa Negara eropa dan afrika, sistem nilai tukar ini dilakukan dengan mengaitkan nilai tukar mata uang lokal dengan nilai mata uang asing Negara lain atau sejumlah mata uang tertentu. Sistem ini dikenal dengan istilah Pagged Exchange Rate System, misalnya beberapa Negara eropa yang tergabung dalam EEC sejak tahun 1972 menjalankan sistem ini yang dikenal dengan sebutan Snake System yang kemudian berubah menjadi European Monetery System (EMS), dimana mata uang anggota EEC dikaitkan nilainya dengan European Currency Unit (ECU) dan dapat berfluktuasi dalam batas 2,25% diatas atau dibawah kurs tengah. Atau misalkan beberapa Negara Afrika mengaitkan nilai mata uangnya dengan mata uang Prancis (FRF).
4.
Pelaku Pasar Valuta Asing Pelaku utama dalam pasar valas sangat beragam, tidak hanya dalam skala operasi namun juga tujuan dan metode memanfaatkan pasar ini. Pelaku ekonomi yang utama dalam pasar valuta asing dapat digolongkan menjadi (Mudrajad, 1996:108):
58
a.
Individu Individu menggunakan pasar valuta asing untuk mempermudah pelaksanaan transfer investasi atau komersial yang terdorong oleh kebutuhan bisnis dan pribadinya. Kebutuhan pribadi, misalnya seseorang ingin mengirim sejumlah uang kepada familinya di luar negeri maka ia akan memanfaatkan pasar valuta asing untuk memperoleh mata uang dari negara di mana familinya tinggal. Sedangkan kebutuhan bisnis muncul apabila seseorang terlibat dalam
bisnis
internasional.
Misalnya,
importir
individu
menggunakan pasar valas untuk memperoleh mata uang yang diperlukan untuk membayar kepada pemasok barangnya di luar negeri. Mereka adalah pengguna dan pemasok valuta asing yang bersifat langsung. b.
Institusi Institusi-institusi merupakan pelaku penting dalam pasar valuta asing karena kebutuhan mereka yang besar dan bervariasi akan mata uang. Perusahaan transnasional adalah pelaku utama di pasar valuta asing, yang mentransfer sejumlah besar mata uang melewati batas-batas negara sangat memerlukan konversi dari satu mata uang ke mata uang lain. Institusi-institusi keuangan yang mempunyai investasi internasional juga merupakan pelaku pasar valuta asing karena seringkali harus mengkonversi investasi multicurrency-nya yang dapat menciptakan transaksi valuta asing
59
yang cukup besar. Selain untuk mencukupi kebutuhan transaksi bisnis, baik individu maupun institusi memanfaatkan pasar valuta asing untuk mengurangi risiko akibat fluktuasi kurs yang berdampak merugikan. c.
Pialang pasar valuta asing Pialang pasar valuta asing adalah perantara yang menghubungkan antara pihak yang membutuhkan dan menawarkan valuta asing di pasar valuta asing. Mereka tidak memperdagangkan valuta asingnya sendiri dan bukan merupakan pihak untuk melakukan transaksi yang sebenarnya. Salah satu modal dasar pialang adalah penguasaannya terhadap informasi pasar. Pialang berfungsi mempertemukan berbagai pelaku pasar valuta asing serta menjaga kerahasiaan dan anonimitas pelaku pasar.
d.
Perbankan Perbankan adalah pelaku pasar valas yang terbesar dan paling aktif. Perbankan beroperasi dalam pasar valas lewat para pedagangnya. Istilah teknis untuk menyebut para pedagang ini adalah exchange dealer atau exchange trader.
e.
Bank Sentral Bank Sentral memasuki pasar valas dengan tujuan utama bukan untuk memperoleh laba atau menghindari resiko dari operasi valas yang
dilakukannya.
Tujuan
utama
Bank
Sentral
adalah
mempengaruhi nilai mata uangnya dan nilai mata uang penting lain
60
agar bergerak sesuai dengan nilai yang menurut Bank Sentral tersebut sesuai dengan kepentingan ekonomi negaranya. f.
Spekulan dan Arbitraser Arbitraser adalah orang yang mengeksploitasi perbedaan kurs antar valas. Peran serta Spekulan dan arbitraser dalam pasar valas semata-mata didorong oleh motif mengejar keuntungan. Mereka justru menuai laba dari fluktuasi drastis yang terjadi di pasar valas. Dengan kata lain, mereka tidak mempunyai transaksi bisnis atau komersial yang perlu dilindungi di pasar valas.
5.
Fungsi Pasar Valuta Asing Fungsi pokok pasar valuta asing dalam membantu lalu-lintas pembayaran
internasional menurut Nopirin (1987:165-166) dalam Bambang (2007: 57) yaitu: a.
Mempermudah pertukaran valuta asing serta pemindahan dana dari satu negara ke negara lain. Proses penukaran atau pemindahan dana ini dapat dilakukan dengan sistem clearing seperti halnya yang dilakukan oleh bank-bank serta pedagang.
b.
Karena sering terdapat transaksi internasional yang tidak perlu segera diselesaikan pembayaran atau penyerahan barangnya, maka pasar valuta asing memberikan kemudahan untuk dilaksanakannya perjanjian atau kontrak jual beli dengan kredit.
c.
Memungkinkan dilakukannya hedging. Seorang pedagang melakukan hedging apabila dia pada saat yang sama melakukan transaksi jual beli
61
valuta asing yang berbeda, untuk menghilangkan atau mengurangi resiko kerugian akibat perubahan kurs.
H.
Saham
1.
Pengertian Saham Saham merupakan salah satu jenis efek yang paling banyak diperdagangkan di pasar modal. Saham dapat di definisikan sebagai surat berharga sebagai bukti penyertaan atau pemilikan individu maupun institusi dalam suatu perusahaan. Apabila seorang investor membeli saham, maka ia akan menjadi pemilik dan disebut sebagai pemegang saham perusahaan tersebut (Pandji, 2001: 58). Selembar saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik (berapapun porsinya) dari suatu perusahaan yang menerbitkan kertas (saham) tersebut, sesuai porsi kepemilikannya yang tertera pada saham. Tentu saja makna kata pemilik ini tidak dalam arti leksikal, artinya benar-benar memiliki perusahaan tersebut. Namun, dalam arti konotatif, yaitu mempunyai andil dalam pemilikan Perusahaan tersebut (Sawidji, 2008: 54). Saham memiliki tiga macam nilai yaitu nilai nominal, nilai efektif dan nilai interistik yang dapat dijelaskan sebagai berikut (Pandji, 2001:56): a.
Nilai nominal, yaitu nilai yang tercantum dalam saham tersebut.
b.
Nilai efektif, yaitu nilai yang tercantum dalam kurs resmi kalau saham tersebut diperdagangkan di bursa.
62
c.
2.
Nilai interistik, yaitu nilai saham pada saat dilikuidasi.
Jenis-Jenis Saham Menurut Paulus (2008 : 47), saham dapat dibedakan berdasarkan atas cara
peralihan hak dan hak tagih. a.
Cara peralihan hak Dilihat dari cara peralihannya, saham dapat dibagi atas : 1)
Saham Atas Unjuk (Bearer Stock) Saham Atas Unjuk adalah saham yang tidak dituliskan nama pemiliknya agar mudah dipindahtangankan dari satu investor ke investor lain, sehingga wujudnya mirip dengan uang. Pemegang saham atas unjuk secara hukum dianggap sebagai pemilik dan berhak ikut hadir dan mengeluarkan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pemilik saham ini harus berhati-hati dalam membawa dan menyimpannya, karena jika hilang tidak dapat dimintakan duplikat atau saham pengganti.
2) Saham Atas Nama (Registered Stock) Saham Atas Nama adalah saham yang ditulis dengan jelas nama pemiliknya dan cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu, yaitu dengan dokumen peralihan dan nama pemiliknya dibuat dalam buku perusahaan yang khusus memuat daftar pemegang saham. Apabila sertifikat ini hilang, maka pemilik dapat meminta pergantian karena namanya sudah ada di dalam buku perusahaan.
63
b.
Hak Tagihan Ditinjau dari segi manfaatnya, saham dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: 1)
Saham Biasa (Common Stock) Saham biasa adalah saham yang menempatkan pemiliknya paling yunior terhadap pembagian deviden dan hak atas harta perusahaan jika perusahaan dilikuidasi. Saham biasa terdiri dari lima jenis saham, yaitu : a) Blue Chip Stock, yakni saham biasa dari suatu perusahaan yang mempunyai reputasi tinggi, sebagai leader dari perusahaan sejenisnya dan memiliki pendapatan yang stabil, serta konsisten dalam membayar deviden. b) Income Stock, yakni saham dari suatu emiten yang dapat membayar deviden lebih tinggi dari rata-rata deviden yang dibayarkan pada tahun sebelumnya. c) Growth Stock, yakni saham-saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai leader perusahan sejenis yang memiliki reputasi tinggi. d) Speculative stock, yakni saham dari emiten yang tidak bisa secara kontisten memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapi mempunyai kemampuan penghasilan yang tinggi di masa mendatang meskipun belum pasti.
64
e) Country Cyclical Stock, yakni saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum. 2)
Saham Preferen (Preferen Stock) Sebagaimana dalam praktek di amerika, saham jenis ini adalah saham yang berbentuk gabungan Antara obligasi dengan saham biasa, karena dapat menghasilkan pendapatan tetap seperti obligasi, tetapi juga tidak mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor. Saham preferen serupa dengan saham biasa karena : a) Mewakili kepemilikan ekuitas dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo yang tertulis di atas lembaran saham tersebut. b) Membayar deviden. Sedangkan persamaan dengan obligasi adalah : a) Ada klaim atas laba dan aktiva sebelumnya. b) Devidennya tetap selama berlaku (hidup) dari saham. c) Memiliki hak tebus dan dapat dipertukarkan (convertible) dengan saham biasa.
3.
Keuntungan Dan Resiko Pembelian Saham Terdapat tiga keuntungan yang diperoleh pemodal dengan membeli atau
memiliki saham :
65
a.
Deviden Deviden adalah pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Deviden diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan deviden maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relative lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam proses dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapat deviden. Deviden yang dibagikan perusahaan dapat berupa deviden tunai, artinya kepada setiap pemegang saham diberikan deviden berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham, atau dapat pula berupa deviden saham yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan deviden sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah yang berasal dari pembagian deviden saham tersebut.
b.
Capital Gain Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital Gain terbentuk dari aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Misal, seorang pemodal membeli saham Indofood dengan harga per saham Rp. 10.000, kemudian kembali dijual dengan harga per saham Rp. 12.000 yang berarti pemodal tersebut mendapat capital gain sebesar Rp. 2.000 untuk setiap saham yang dijual.
66
c.
Manfaat non Finansial Manfaat yang diperoleh atas kepemilikan saham tersebut berupa kekuasaan, kebanggaan, dan khususnya hak suara dalam menentukan jalannya perusahaan. Misal, bila investor tersebut ingin memiliki suatu perusahaan yang sudah ada, besar dan mapan. Investor tersebut tinggal memiliki lebih dari 50% saham, maka secara hukum investor tersebut memiliki perusahaan tersebut dan mempunyai kemampuan baik secara langsung atau tidak langsung dalam menentukan pengelolaan maupun kebijakan perusahaan.
Sebagai instrument investasi, saham memiliki resiko antara lain : a.
Capital Loss Merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi dimana investor menjual saham lebih rendah dari harga beli. Contoh, saham PT.XYZ yang dibeli dengan harga Rp. 3.000 per saham, kemudian harga saham tersebut terus mengalami penurunan harga mencapai Rp. 2.500 per saham. Karena takut harga saham tersebut akan terus turun, investor menjual pada harga Rp. 2.500 tersebut sehingga mengalami kerugiaan sebesar Rp. 500 per saham.
b.
Resiko Bangkrut atau Likuidasi Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh pengadilan atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini hak klaim atas pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi. Jika masih terdapat sisa dari hasil
67
penjualan kekayaan perusahaan tersebut, maka sisa pembayaran tersebut dibagikan secara proporsional kepada seluruh pemegang saham. c.
Saham di Delist (dikeluarkan) dari bursa (Delisting) Resiko lain yang dihadapi oleh para pemodal adalah jika saham perusahaan dikeluarkan dari pencatatan Bursa Efek atau di delist. Suatu saham perusahaan di delist dari Bursa saham karena kinerja yang buruk misal dalam kurun waktu tertentu tidak pernah diperdagangkan, mengalami kerugian beberapa tahun, tidak membagikan deviden secara berturut-turut selama beberapa tahun, dan lain sebagainya sesuai dengan Peraturan Pencatatan efek di Bursa.
d.
Saham di Suspend Resiko lain yang dihadapi oleh para pemodal, yaitu jika suatu saham di suspend atau dihentikan perdagangan suatu saham oleh otoritas Bursa Efek. Dengan demikian, pemodal tidak dapat menjual saham hingga suspend dicabut.
4.
Harga Saham Tinggi rendahnya harga saham merupakan salah satu indikator
keberhasilan atau kinerja suatu perusahaan. Harga saham tergantung pada arus kas yang dibayarnya kepada pemegang saham, penentuan waktu arus kas dan risiko. Sedangkan tingkat dan risiko arus kas dipengaruhi oleh lingkungan keuangan, investasi, pembiayaan dan keputusan kebijakan dividen yang dibuat oleh manajer keuangan.
68
5.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham
Menurut Zaenal (2001: 116 – 125) pergerakan harga saham dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: a.
Kondisi Fundamental Emiten Faktor fundamental merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi perusahaan yaitu kondisi manajemen organisasi sumber daya manusia, kondisi keuangan perusahaan yang tercermin dalam kinerja keuangan perusahaan. Nilai fundamental merupakan nilai intrinsik dari suatu saham yang dianalisis dengan menggunakan analisis sekuritas fundamental. Analisis fundamental merupakan analisis yang menggunakan data–data finansial yaitu data–data yang berasal dari laporan keuangan perusahaan, contohnya laba, deviden yang dibagi, penjualan, dan sebagainya. Data rasio–rasio keuangan merupakan faktor fundamental, contohnya jumlah devidend yang dibagi, rata–rata penjualan, pertumbuhan penjualan, dan sebagainya. EPS dan pertumbuhan penjualan merupakan data–data dari laporan keuangan yang dapat digunakan untuk menganalisis harga saham. Data–data dari laporan keuangan merupakan faktor fundamental, dan faktor fundamental merupakan faktor yang mempengaruhi pergerakan harga saham. Pekembangan harga saham tidak akan lepas dari perkembangan kinerja perusahaan. Secara teoritis jika kinerja perusahaan mengalami peningkatan maka harga saham akan merefleksikannya dengan peningkatan harga saham, demikian sebaliknya. Faktor fundamental merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pergerakan harga saham.
69
Faktor fundamental merupakan faktor yang berkaitan dengan kinerja emiten yang tercermin dalam kinerja keuangan perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan perusahaan. Semakin baik kinerja emiten maka semakin besar pengaruhnya terhadap kenaikan harga saham. Demikian sebaliknya, semakin menurun kinerja emiten maka semakin besar kemungkinan
merosotnya
harga
saham
yang
diterbitkan
dan
diperdagangkan. Selain itu keadaan emiten akan menjadi tolok ukur seberapa besar resiko yang akan ditanggung oleh investor. Saham–saham yang bagus atau saham blue chip tentu memiliki resiko yang lebih kecil jika dibanding dengan jenis saham lainnya. Ini karena faktor fundamental perusahaan penerbitnya bagus. Baik kondisi keuangannya, strategi bisnisnya, produknya, maupun manajemennya. b.
Hukum Permintaan dan Penawaran Faktor hukum permintaan dan penawaran berada di urutan kedua setelah faktor
fundamental.
Karena
begitu
investor
mengetahui
kondisi
fundamental perusahaan tentunya mereka akan melakukan transaksi jual maupun beli. Transaksi–transaksi inilah yang akan mempengaruhi fluktuasi harga saham. Perlu diwaspadai juga bahwa kenaikan harga saham karena permintaan yang banyak atau penawaran yang sedikit tidak akan berlangsung terus sebab pada suatu titik harga akan terlalu mahal. c.
Tingkat Suku Bunga Faktor suku bunga ini penting untuk diperhatikan karena rata–rata semua orang, termasuk investor saham, selalu mengharapkan hasil investasi yang
70
lebih besar. Dengan adanya perubahan suku bunga, tingkat pengembalian hasil berbagai sarana investasi akan mengalami perubahan, ada yang cenderung naik dan ada pula yang cenderung turun. Yang mengalami kecenderungan naik misalnya investasi di pasar uang seperti tabungan, deposito, dan mata uang asing. Bunga yang tinggi ini tentunya akan berdampak pada alokasi dana investasi para investor. Investor produk bank seperti deposito atau tabungan jelas lebih kecil resikonya jika dibanding dengan investasi dalam bentuk saham. Karenanya investor akan menjual saham dan dananya akan ditempatkan di bank. Penjualan saham secara serentak ini akan berdampak pada penurunan harga saham secara signifikan. d.
Valuta Asing Dollar Amerika merupakan mata uang kuat yang dapat mempengaruhi nilai dari mata uang Negara–negara lain. Sebagai contoh ketika suku bunga Dollar Amerika naik, investor asing mengharapkan hal yang sama. Mereka akan berbondong-bondong menjual sahamnya untuk ditempatkan di bank dalam bentuk dollar. Otomatis harga saham akan menjadi turun.
e.
Dana Asing di Bursa Mengamati jumlah dana investasi asing merupakan hal yang penting, karena dengan semakin besarnya dana yang ditanamkan, hal ini menandakan bahwa kondisi investasi di Indonesia telah kondusif yang berarti pertumbuhan ekonomi tidak lagi negatif, yang tentu saja akan merangsang kemampuan emiten untuk mencetak laba. Sebaliknya, jika
71
investasi asing berkurang, ada perkiraan bahwa mereka sedang ragu atas negeri ini, baik atas keadaan sosial politik maupun keamanannya. Jadi besar kecilnya investasi dana asing di bursa akan berpengaruh pada kenaikan atau penurunan harga saham. f.
Indeks Harga Saham Kenaikan indeks harga saham gabungan sepanjang waktu tertentu, tentunya menandakan kondisi investasi dan perekonomian negara dalam keadaan baik. Sebaliknya jika turun berarti iklim investasi sedang buruk. Kondisi demikian akan mempengaruhi naik atau turunnya harga saham di pasar bursa.
g.
News and Rumors Berita yang beredar di masyarakat yang menyangkut berbagai hal baik itu masalah ekonomi, sosial, politik, keamanan, hingga berita seputar reshuffle kabinet. Dengan adanya berita tersebut, para investor bisa memprediksi seberapa kondusif keadaan negeri ini sehingga kegiatan investasi bisa dilaksanakan. Ini akan berdampak pada pergerakan harga saham di bursa.
I.
Indeks Harga Saham Gabungan
1.
Pengertian IHSG Indeks harga saham merupakan bagian penting dalam pembicaraan
mengenai pasar modal. Untuk mengetahui bagaimana kegiatan ekonomi bergerak, naik atau turun, banyak orang akan melihat dari sisi indeks yang dicapai pada saat
72
itu karena indeks ini merupakan indikator dari berbagai hal dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan-kebijakan di bidang ekonomi makro, ekonomi mikro, moneter dan kebijakan lainnya. Sebelum kita mengetahui tentang Indeks Harga Saham Gabungan, ada baiknya kita lebih dahulu mengenal apa yang dimaksud dengan indeks. Indeks adalah angka yang digunakan untuk membandingkan suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Angka indeks pada dasarnya merupakan suatu angka yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan untuk melakukan perbandingan Antara kegiatan yang sama (produksi, ekspor, dan lain-lain) dalam dua waktu yang berbeda (J.Suprapto, 1994). Demikian juga dengan Indeks Harga Saham, Indeks di sini akan membandingkan perubahan harga saham dari waktu ke waktu. Apakah harga suatu saham mengalami penurunan atau kenaikan dibandingkan dengan suatu waktu tertentu (Paulus, 2008: 135). Indeks Harga Saham Gabungan (merupakan salah satu indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (dahulu Bursa Efek Jakarta). Diperkenalkan pertama kali pada tanggal 1 April 1983, sebagai indikator pergerakan harga saham di BEJ, Indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI.
73
2.
Fungsi IHSG Indeks harga saham merupakan indikator utama yang menggambarkan
pergerakan harga saham. Di pasar modal sebuah indeks diharapkan memiliki lima fungsi yaitu: a. Sebagai indikator trend pasar. b. Sebagai indikator tingkat keuntungan. c. Sebagai tolak ukur (benchmark) kinerja suatu portofolio. d. Memfasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif. e. Memfasilitasi berkembangnya produk derivative.
3.
Metode Perhitungan
a.
Rumus Indeks Harga Saham
Secara sederhana rumus untuk menghitung indeks harga saham adalah berikut ini. IHS=( Ht / Ho)x 100% IHS = Indeks harga saham Ht = Harga pada waktu yang berlaku Ho = Harga pada waktu dasar b.
Rumus Indeks Harga Saham Gabungan
Rumus untuk menghitung Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah sebagai berikut. IHSG=(∑Ht / ∑Ho) x 100% ∑Ht = Total harga semua saham pada waktu yang berlaku ∑Ho= Total harga semua saham pada waktu dasar
74
4.
Jenis-Jenis Indeks Harga Saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) Saat ini Bursa Efek Indonesia memiliki 11 jenis indeks harga saham, yang
secara terus menerus disebarluaskan melalui media cetak maupun elektronik. Indeks-indeks tersebut adalah: a.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Menggunakan semua Perusahaan Tercatat sebagai komponen perhitungan Indeks. Agar IHSG dapat menggambarkan keadaan pasar yang wajar, Bursa Efek Indonesia berwenang mengeluarkan dan atau tidak memasukkan satu atau beberapa Perusahaan Tercatat dari perhitungan IHSG. Dasar pertimbangannya antara lain, jika jumlah saham Perusahaan Tercatat tersebut yang dimiliki oleh publik (free float) relatif kecil sementara kapitalisasi pasarnya cukup besar, sehingga perubahan harga saham Perusahaan Tercatat tersebut berpotensi mempengaruhi kewajaran pergerakan IHSG. IHSG adalah milik Bursa Efek Indonesia. Bursa Efek Indonesia tidak bertanggung jawab atas produk yang diterbitkan oleh pengguna yang mempergunakan IHSG sebagai acuan (benchmark). Bursa Efek Indonesia juga tidak bertanggung jawab dalam bentuk apapun atas keputusan investasi yang dilakukan oleh siapapun Pihak yang menggunakan IHSG sebagai acuan (benchmark).
b.
Indeks Sektoral Menggunakan semua Perusahaan Tercatat yang termasuk dalam masingmasing sektor. Sekarang ini ada 10 sektor yang ada di BEI yaitu sektor
75
Pertanian, Pertambangan, Industri Dasar, Aneka Industri, Barang Konsumsi, Properti, Infrastruktur, Keuangan, Perdagangan dan Jasa, dan Manufatur. c.
Indeks LQ45 Indeks yang terdiri dari 45 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan. Review dan penggantian saham dilakukan setiap 6 bulan.
d.
Jakarta Islmic Index (JII) Indeks yang menggunakan 30 saham yang dipilih dari saham-saham yang masuk dalam kriteria syariah (Daftar Efek Syariah yang diterbitkan oleh Bapepam-LK)
dengan
mempertimbangkan
kapitalisasi
pasar
dan
likuiditas. e.
Indeks Kompas100 Indeks yang terdiri dari 100 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan. Review dan penggantian saham dilakukan setiap 6 bulan.
f.
Indeks BISNIS-27 Kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan harian Bisnis Indonesia meluncurkan indeks harga saham yang diberi nama Indeks BISNIS-27. Indeks yang terdiri dari 27 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih
76
berdasarkan kriteria fundamental, teknikal atau likuiditas transaksi dan Akuntabilitas dan tata kelola perusahaan. g.
Indeks PEFINDO25 Kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan lembaga rating PEFINDO meluncurkan indeks harga saham yang diberi nama Indeks PEFINDO25. Indeks ini dimaksudkan untuk memberikan tambahan informasi bagi pemodal khususnya untuk saham-saham emiten kecil dan menengah (Small Medium Enterprises atau SME). Indeks ini terdiri dari 25 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih dengan mempertimbangkan kriteriakriteria seperti: Total Aset, tingkat pengembalian modal (Return on Equity atau ROE) dan opini akuntan publik. Selain kriteria tersebut di atas, diperhatikan juga faktor likuiditas dan jumlah saham yang dimiliki publik.
h.
Indeks SRI-KEHATI Indeks ini dibentuk atas kerjasama antara Bursa Efek Indonesia dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI). SRI adalah kependekan dari Sustainable Responsible Investment. Indeks ini diharapkan memberi tambahan informasi kepada investor yang ingin berinvestasi pada emiten-emiten yang memiliki kinerja sangat baik dalam mendorong usaha berkelanjutan, serta memiliki kesadaran terhadap lingkungan dan menjalankan tata kelola perusahaan yang baik. Indeks ini terdiri dari 25 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih dengan mempertimbangkan kriteri-kriteria seperti: Total Aset, Price Earning Ratio (PER) dan Free Float.
77
i.
Indeks Papan Utama Menggunakan saham-saham Perusahaan Tercatat yang masuk dalam Papan Utama.
j.
Indeks Papan Pengembangan Menggunakan saham-saham Perusahaan Tercatat yang masuk dalam Papan Pengembangan.
k.
Indeks Individual Indeks harga saham masing-masing Perusahaan Tercatat.
J.
Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya mengenai harga saham dengan judul “Pengaruh
Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Kurs Rupiah Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Pada Bursa Efek Jakarta”. Hasil penelitian Dwi Rangga Adi Wijaya (2006), menunjukkan adanya hubungan yang negative Antara pergerakan Tingkat Suku Bunga SBI terhadap IHSG dan terjadi hubungan yang positif Antara kurs rupiah dengan Dollar AS terhadap IHSG. Hubungan negative ini berarti terdapat hubungan yang tidak searah, yaitu ketika nilai tingkat suku bunga SBI mengalami kenaikan mengakibatkan penurunan IHSG dan hubungan positif berarti pergerakan kurs dan IHSG berjalan searah, yaitu ketika kurs mengalami peningkatan, maka IHSG mengalami peningkatan pula dan sebaliknya. Hasil penelitian Sri Wahyuni dengan judul “Pengaruh Kurs Dollar dan Tingkat Inflasi terhadap Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek
78
Jakarta” menunjukkan adanya hubungan yang negative Antara kurs dollar dan tingkat inflasi terhadap IHSG. Hal ini berarti bahwa kenaikan kedua variabel kurs dollar dan tingkat inflasi akan mengakibatkan penurunan terhadap IHSG (Wahyudi, 2010). Hasil penelitian Rd.Soegia Purnama dengan Judul “Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI dan Kurs Dollar AS Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (2007-2011)” menunjukkan adanya hubungan yang negative antara pergerakan kurs Dollar AS dan suku bunga terhadap IHSG. Hubungan negative berarti pergerakan berjalan tidak searah, yaitu ketika Kurs Dollar AS dan suku bunga mengalami kenaikan mengakibatkan penurunan IHSG dan sebaliknya. Sedangkan Hasil penelitian Rina Melani dengan Judul “Pengaruh Kurs Dollar AS, Tingkat Inflasi dan Tingkat Suku Bunga Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Tahun 2003-2009” menunjukkan adanya hubungan yang positif bila Kurs Dollar AS dan Inflasi naik maka IHSG akan naik dan hubungan negatif bila SBI naik IHSG akan turun, dan sebaliknya.
K.
Kerangka Pemikiran Sebagaimana diuraikan dalam pembahasan diatas bahwa inflasi, BI Rate ,
dan Kurs Valuta asing khususnya Dollar AS berpengaruh terhadap Kenaikan maupun penurunan IHSG, sehingga secara sistematis dapat digambarkan sebagai berikut :
79
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran X1 Tingkat Inflasi
X2
Y
BI Rate
IHSG
X3 Kurs Dollar AS
Penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi naik turunnya IHSG. Variabel-variabel yang akan dianalisis adalah Inflasi, BI Rate, dan Kurs Dollar AS untuk mengukur pengaruh terhadap naik turunnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI).
K.
Hipotesis Investasi melalui pasar modal selain memberikan hasil, juga mengandung
resiko. Besar kecilnya resiko di pasar modal sangat dipengaruhi oleh keadaan Negara khususnya di bidang ekonomi, hukum, sosial, dan politik. Bila kondisi ini stabil tentu akan menciptakan iklim investasi yang kondusif dan sinyal yang baik bagi investor. Beberapa faktor yang mempengaruhi pasar modal dan harga saham adalah tingkat bunga (BI Rate), tingkat inflasi, Kondisi ekonomi internasional,
80
dan nilai tukar rupiah. Faktor-faktor tersebut bisa memberikan sinyal positif dan negative bagi investor dan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar sehingga terjadi perubahan dalam volume perdagangan saham yang tentunya berimbas pada naiknya turunnya harga-harga saham dan IHSG. Inflasi yang tinggi akan menyebabkan suku bunga akan meningkat dan akan mengurangi tingkat investasi. Dalam kondisi inflasi yang tinggi biasanya pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat dalam upaya mencapai target inflasi. Dengan adanya kenaikan bunga tersebut membuat perusahan harus membayar bunga pinjaman lebih tinggi yang berimbas pada menurunnya keuntungan perusahaan, belum lagi Investor yang mengharapkan imbal hasil yang lebih tinggi dari investasi sebagai akibat inflasi yang meningkat itu. Inflasi juga membuat minat menabung masyarakat berkurang sebagai akibat dari turunnya nilai mata uang. Nilai tukar mempunyai peranan penting sebagai alat tukar antar Negara dan transaksi oleh investor asing. Jika Nilai tukar Dollar naik maka permintaan saham akan naik dengan begitu maka akan terjadi kenaikan dalam IHSG karena Banyaknya jumlah investor asing yang menanamkan modalnya dalam bentuk US$ di Indonesia karena menilai harga saham Indonesia menjadi murah bagi investorinvestor tersebut, dan sebaliknya. Nilai tukar Rupiah yang naik akan menyebabkan kesulitan pada dunia usaha dalam merencanakan usahanya terutama bagi mereka yang mendatangkan bahan baku dari luar negeri atau menjual barangnya ke pasar ekspor karena akan menaikkan harga sebagai akibat naiknya
81
harga bahan baku tersebut sehingga daya saing dunia usaha kita menurun di dunia internasional. Banyak faktor yang mempengaruhi perubahan dalam pasar modal, salah satunya adalah Tingkat Inflasi, BI Rate, dan Kurs Dollar AS. 1.
Tingkat Inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Penelitian sebelumnya oleh Rima Melani (2011) dan Sri Wahyuni telah menguji pengaruh inflasi. Inflasi adalah meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Inflasi dalam perekonomian menurut ahli ekonomi ibarat api dalam perekonomian. Bila tingkat inflasi yang terjadi cukup tinggi bukan saja akan manghambat kelancaran roda perekonomian, bahkan dapat merusak tatanan atau sendisendi perekonomian Negara yang mengalaminya. Namun bila dijaga Pada tingkat yang relevan inflasi dapat mendorong pembangunan ekonomi suatu Negara. Dengan ekonomi yang berkembang, maka pasar modal pun akan berkembang yang tercermin dari IHSG. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis alternative sebagai berikut: H1 : Ada pengaruh tingkat inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.
2.
Tingkat BI Rate terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Penelitian sebelumnya oleh Dwi Rangga Adi Wijaya (2006), Sri Wahyuni, Rd.Soegia Purnama (2012) dan Rina Melani (2011) telah menguji
82
pengaruh SBI (BI Rate). BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia. BI Rate merupakan indikasi level suku bunga jangka pendek yang diinginkan Bank Indonesia dalam upaya mencapai target inflasi, apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan Bank Indonesia akan menaikkan BI Rate, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan. Pemerintah juga dapat memanfaatkan suku bunga untuk mengontrol jumlah uang beredar. Dengan Inflasi dan kontrol jumlah uang yang beredar yang terjaga diharapkan
memberikan
sinyal
yg
positif
bagi
investor
dalam
menanamkan uangnya di bursa saham sehingga bisa menaikkan IHSG. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis alternative sebagai berikut: H2 : Ada pengaruh BI Rate terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.
3.
Kurs Dollar AS terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Penelitian sebelumnya oleh Dwi Rangga Adi Wijaya (2006), Sri Wahyuni, Rd.Soegia Purnama (2012) dan Rina Melani (2011) telah menguji pengaruh Kurs. Setiap Negara memiliki mata uang sendiri, agar dapat dipakai sebagai alat tukar antar Negara, perlu adanya perbandingan nilai mata uang. Nilai tukar Rupiah atau disebut juga kurs Rupiah adalah perbandingan nilai atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Jika nilai rupiah naik, maka harga-harga eksport kita akan naik sehingga
83
menurunkan jumlah eksport, dan sebaliknya. Nilai rupiah juga berpengaruh yang besar bagi pasar modal. Dengan turunnya nilai rupiah membuat banyak investor-investor asing khususnya yang menggunakan mata uang Dollar AS masuk ke pasar modal kita karena mereka beranggapan rupiah lebih murah dan mereka bisa membeli saham lebih banyak yang bukan hanya akan menaikkan nilai saham tapi IHSG juga. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis alternative sebagai berikut: H3 : Ada pengaruh Kurs Dollar AS terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.
4.
Tingkat Inflasi, BI Rate, Kurs Dollar AS terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Penelitian sebelumnya oleh Rina Melani (2011) telah menguji pengaruh kurs dollar AS, tingkat inflasi dan tingkat suku bunga terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pengambilan data dari tahun 2003-2009 menyatakan bahwa ketiga variabel ini mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap indeks harga saham gabungan. sedangkan penelitian ini akan menganalisis pengaruh tingkat inflasi, BI Rate, kurs dollar AS terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada bursa efek indonesia tahun 2009-2013 khususnya setelah krisis ekonomi yang banyak meruntuhkan bursa saham di seluruh dunia. Termasuk Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis alternative sebagai berikut:
84
H4 : Ada pengaruh Tingkat Inflasi, BI Rate, Kurs Dollar AS terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.