6
BAB II LANDASAN TEORI
2.1.1. Persediaan Persediaan merupakan salah satu pos modal dalam perusahaan yang melibatkan investasi yang besar. Kelebihan persediaan dapat berakibat pemborosan atau tidak efisien, sedangkan kekurangan persediaan dapat berakibat terganggunya stabilitas perusahaan. Oleh karena itu, kebijakan pengendalian persediaan merupakan aspek penting dalam kegiatan manajemen sehari-hari. 2.1.1 Pengertian Persediaan Persediaan (inventory) akan mempunyai pengertian yang bermacammacam, tergantung dari sudut pandang seseorang dalam menafsirkannya. Tetapi persediaan merupakan suatu istilah umum untuk menunjukan kepemilikan atau harta organisasi yang disimpan untuk antisipasi terhadap pemenuhan permintaan baik dari internal maupun eksternal organisasi. Dengan demikian, persediaan
7
merupakan harta yang dalam status menunggu untuk digunakan oleh mekanisme organisasi dalam upaya menjaga stabilitas sistem organisasi. Ringkasnya, persediaan dapat didefinisikan sebagai barang yang disimpan untuk digunakan atau dijual pada periode selanjutnya. Sebagaimana yang terdapat dalam Biegel (1992), “Inventory may be define as material held in storage for later use or sale”. Pada topik manajemen produksi dan persediaan, Fogarty dkk. (1991) menyatakan: “Persediaan meliputi semua barang dan bahan yang digunakan pada proses produksi dan distribusi bahan baku, komponen bagian, subrakitan, dan produk akhir, dimana semua persediaan itu merupakan berbagai pasokan yang dibutuhkan dalam proses produksi dan distribusi perusahaan” Lebih khusus pada kajian manajemen bahan dan persediaan, Tersine (1994) memandang persediaan sebagai sumberdaya menganggur (idle resources) yang menunggu proses selanjutnya. Sedangkan pada istilah ekonomi didapati menurut Assauri (1999) persediaan merupakan : “suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal, atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi, ataupun persedia-an bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam proses produksi” Pengertian persediaan diatas, lebih identik dengan istilah persediaan keluaran produk (product output) meskipun banyak organisasi menyimpan persediaan lain, seperti uang, peralatan, ruangan, dan tenaga kerja.
8
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa persediaan merupakan segala sumberdaya milik perusahaan; baik itu berupa jenis persediaan keluaran produk (seperti bahan baku, barang dalam proses, barang jadi, subrakitan, dan bahan pembantu) maupun jenis persediaan lain (misalnya uang, peralatan, ruangan, dan tenaga kerja), yang disimpan untuk menjaga keseimbangan antara pasokan dan permintaan sehingga menjamin kelancaran proses produksi dan distribusi. Aktivitas “pengendalian persediaan” (inventory control) ditujukan sebagai aktivitas dan teknik pemeliharaan persediaan pada tingkat yang diinginkan. Menurut Assauri (1999), aktivitas pengendalian persediaan merupakan bagian dari urutan-urutan kegiatan yang berkaitan erat satu sama lain dalam seluruh operasi perusahaan sesuai dengan apa yang telah direncanakan baik waktu, kuantitas maupun ongkosnya. Definisi “pengendalian” sendiri menurut Ahyari (1995) adalah: “Pengendalian merupakan pengawasan yang sekaligus dapat mengambil beberapa tindakan untuk perbaikan yang diperlukan”. Oleh karena itu, pengendalian persediaan merupakan bagian dari aktivitas manajemen (manajemen produksi dan operasi) yang mempunyai pengertian sebagai usaha-usaha perencanaan, penyelenggaraan, dan perbaikan sistem serta pengelolaan secara optimal penggunaan sumberdaya-sumberdaya atau faktorfaktor produksi dalam proses transformasi bahan dan tenaga kerja untuk menciptakan dan menambah kegunaan suatu produk atau jasa (Handoko, 1992; Assauri, 1999).
9
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, “manajemen persediaan” dapat diartikan
sebagai
kebijakan
pengelolaan
terencana
dalam
memelihara,
memperkirakan, dan menentukan tingkat persediaan yang diinginkan, yang hasilnya dapat dievaluasi dan dipertanggungjawabkan kepada keseluruhan operasi perusahaan. Pada umumnya terdapat dua masalah yang dihadapi suatu system di dalam mengelola persediaanya yaitu : 1. Masalah kuantitatif, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan penentuan kebijaksanaan persediaan, antara lain :
Berapa banyak jumlah barang yang akan dipesan/ dibuat
Kapan pemesanan/ pembuatan barang harus dilakukan
Berapa jumlah persediaann pengamannya
Metode pengendalian persediaan mana yang paling tepat
2. Masalah kualitatif, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan system pengoperasian persediaan yang akan menjamin kelancaran pengelolaan system persediaan seperti :
Jenis barang apa yang dimiliki
Di mana barang tersebut berada
Berapa jumlah barang yang sedang dipesan
Siapa saja yang menjadi pemasok (supplier) masing-masing item
10
2.1.2. Fungsi dan Jenis Persediaan Persediaan timbul disebabkan oleh ketidakseimbangan permintaan (demand) dengan pasokan (supply) dan waktu yang digunakan untuk memproses bahan. Untuk menjaga keseimbangan permintaan dengan pasokan dan waktu proses, maka diperlukan persediaan. Fungsi persediaan ditentukan oleh empat faktor, yaitu : 1. waktu 2. ketidakpastian penggunaan dalam pabrik 3. ketidakpastian waktu datang 4. factor ekonomi Suatu persediaan diadakan mulai dari bentuk bahan baku sampai barang jadi, antara lain berguna untuk : a. Menghilangkan resiko keterlambatan pasokan b. Menghilangkan resiko pengembalian mutu barang yang cacat c. Mengantisipasi pasokan yang dihasilkan secara musiman d. Mempertahankan stabilitas operasi e. Mencapai penggunaan mesin yang optimal f. Menjamin tetap tersedianya barang jadi sehingga memberikan kepuasan kepada pelanggan g. Membuat pengadaan atau produksi tidak perlu sesuai dengan penggunaan atau penjualan.
11
Dilihat dari jenisnya, persediaan terbagi menjadi empat macam yaitu : 1. Bahan baku (raw materials) adalah barang-barang yang dibeli dari pemasok (supplier)dan akan digunakan atau diolah menjadi produk jadi yang akan dihasilkan oleh perusahaan 2. Bahan setengah jadi (work in process) adalah bahan baku yang sudah diolah atau dirakit menjadi komponen namun masih membutuhkan langkah-langkah lanjutan agar menjadi produk jadi 3. Barang jadi (finished goods) adalah barang jadi yang telah selesai diproses, siap untuk disimpan di gudang barang jdi, dijual, atau didistribusikan ke lokasi-lokasi pemasaran 4. Bahan-bahan pembantu (supplies) adalah barang-barang yang dibutuhkanuntuk menunjang produksi, namun tidak akan menjadi bagian pada produk akhir yang dihasilkan perusahaan Dari informasi diatas, dapat digambarkan titik-titik jenis persediaan yang terjadi pada proses transformasi bahan ke produk yang terlihat pada Gambar 2.1 sehingga diketahui keadaan suatu persediaan. Bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi menjadi klasifikasi utama dalam persediaan, dan dua persediaan lainnya merupakan klasifikasi tambahan. Pada kepala sistem, bahan baku menjadi masukan (input) untuk dapat melakukan proses produksi, maka harus direncanakan dengan baik dan mendapat prioritas karena menyangkut kelancaran jalannya proses produksi dan distribusi barang jadi kepada pelanggan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Tingkat permintaan barang jadi mempengaruhi besarnya tingkat persediaan bahan
12
baku yang harus ada sehingga tidak terjadi keterlambatan pasokan bahan yang akan diproduksi.
Gambar 2. 1 Titik Persediaan Pada Proses Transformasi Bahan ke Produk 2.1.3. Ongkos Persediaan Suatu ongkos atau biaya didefinisikan sebagai waktu dan sumberdaya yang dibutuhkan dan menurut konvensi diukur dengan satuan mata uang. Dalam kaitan biaya dikenal istilah cost dan expense, cost didefinisikan sebagai suatu nilai tukar prasyarat, pengorbanan yang dilakukan guna memperoleh manfaat, sedangkan expense merupakan arus keluar barang atau jasa, yang akan dibebankan (matched) dengan pendapatan untuk menentukan laba. Pada literatur akuntansi biaya (cost accounting) berbahasa Indonesia, cost diistilahkan dengan ‘biaya’ dan expense adalah ‘beban’, walaupun demikian banyak orang seringkali menganggap keduanya sama yaitu biaya. Oleh karena itu, pada laporan tugas akhir ini, istilah cost akan diartikan sebagai “ongkos” karena dalam pengertian umum lebih tepat untuk menyatakan nilai satuan mata uang.
13
Secara umum ongkos persediaan terdiri dari ongkos tetap dan ongkos variabel. Untuk tujuan penentuan besarnya persediaan biasanya perhatian lebih dipusatkan pada ongkos variabel (Handoko, 1992). Ongkos persediaan didasarkan pada parameter ekonomis yang relevan dengan jenis ongkos, adalah terdiri dari : a. Ongkos pembelian (purchasing
cost), adalah ongkos untuk
pembelian barang, besarnya bergantung kepada jumlah dan harga barang tiap unit. b. Ongkos pesan (order cost/setup cost), adalah ongkos pengadaan barang (procurement costs) yang berasal dari pembelian pesanan dari pemasok atau ongkos persiapan (setup cost) apabila barang diproduksi sendiri. Ongkos ini meliputi ongkos: pemrosesan pesanan dan ekspedisi, upah, telepon, surat menyurat, pengepakan, pengiriman ke gudang, dan sebagainya. c. Ongkos simpan (holding cost/carrying cost), adalah ongkos yang dikeluarkan
atas
investasi
persediaan,
penyimpanan
dan
pemeliharaan persediaan. d. Ongkos kekurangan persediaan (stockout cost) adalah ongkos yang timbul akibat kehabisan persediaan, misalnya kerugian akibat kehilangan penjualan/permintaan, dan ongkos proses pemesanan ulang. 2.1.4. Pengendalian Persediaan Berikut ini adalah langkah-langkah yang biasa diperlukan untuk mengendalikan persediaan adalah :
14
1. Menetapkan Metode Pengendalian Persediaan Dalam menetapkan metode mana yang terbaik tergantung pada jenis dan sifat persediaan, kapasitas gudang, modal yang tersedia dan keadaan pasar. Yang perlu diperhatikan, pendekatan pengendalian persediaan adalah berdasarkan metode penilaian permintaan. Dimana ada asumsi bahwa permintaan suatu barang berhubungan langsung dengan permintaan barang lain (dependen), dan sebaliknya ada asumsi bahwa permintaan suatu barang tidak tergantung dari permintaan barang lain (independen). Metode statistikal
menggunakan
asumsi
permintaan
persediaan
bersifat
“independen”, sedangkan metode nonstatistikal adalah menggunakan asumsi permintaan persediaan bersifat “dependen”. 2. Menetapkan Jumlah Persediaan Agar jumlah persediaan sesuai dengan kebutuhan, maka dapat dilakukan dengan cara : a. peramalan kebutuhan (forecast) b. menentukan jumlah pesanan dengan memperhatikan jumlah kebutuhan tiap periode dan ongkos-ongkos yang akan dikeluarkan c. menentukan persediaan pengaman jika persediaan akan melebihi perkiraan d. menentukan titik pemesanan kembali yang merupakan strategi operasi persediaan sehubungan dengan adanya tenggang waktu dan persediaan pengaman.
15
3. Menetapkan Administrasi Persediaan Administrasi persediaan (stock administration) harus memperhatikan : 1) prosedur pembelian, penerimaan, penyimpanan, dan pemakaian 2) masalah pembukuan dan inventarisasi 3) masalah pengawasan. Secara kronologis terdapat tiga metode pengendalian persediaan, yaitu :
Metode pengandalian tradisional
Metode perencanaan kebutuhan material (MRP)
Metode kanban Dari ketiga metode tersebut, maka pada penulisan Laporan Tugas Akhir
ini yang dipakai adalah Metode Perencanaan Kebutuhan Material (MRP). Pemilihan metode tersebut didasarkan pada keadaaan dan situasi pada perusahaan yang telah diteliti. 2.2.
Material Requirement Planning (MRP) Perkembangan teknologi komputer telah banyak mengurangi peran
manajemen tradisional dalam berbagai bidang, salah satunya adalah dalam kegiatan manufaktur, yaitu dalam hal perencanaan sumber daya material. Salah satu kesulitan yang dialami manajemen tradisional dalam perencanaan sumber daya material adalah menentukan tingkat persediaan optimal untuk komponenkomponen yang bersifat dependent (bergantung) dan banyak jenisnya. Metode perencanaan sumber daya material ini dikenal dengan istilah MRP atau Material Requirement Planning.
16
2.2.1. Definisi dan Tujuan MRP MRP adalah prosedur logis, aturan keputusan dan teknik pencacatan terkomputerisasi yang dirancang untuk menterjemahkan jadwal induk produksi (MPS) menjadi kebutuhan bersih (Net Requirement) material untuk semua item komponen produk. MRP dikembangkan sebagai metode perencanaan dan pengendalian pesanan dan inventory untuk item-item dependent demand, dimana permintaan cenderung discontinues dan lumpy (tidak halus/ tidak rata). Tujuan utama dari system MRP adalah merancang suatu system yang mampu menghasilkan informasi untuk melakukan aksi yang tepat (pembatalan pesanan, pesan ulang, penjadwalan ulang) Terdapat empat kemampuan yang menjadi ciri utama dari MRP yaiatu : 1. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat Menentukan secara tepat kapan suatu pekerjaan harus selesai (material harus tersedia) untuk memenuhi permintaan atas produk akhir yang sudah direncanakan dalam jadwal induk produksi. 2. Pembentukan kebutuhan minimal setaip item Deengan diketahui kebutuhan akan produk akhir, MRP dapat menentukan secara tepat system penjadwalan (prioritas) untuk memenuhi semua kebutuhan minimal setiap item. 3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan Memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan pemesanan harus dilakukan. Pemesanan perlu dilakukan lewat pembelian atau dibuat di pabrik sendiri.
17
4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang dijadwalkan pada waktu yang diinginkan, maka MRP dapat memberikan indikasi untuk melakukan rencana penjadwalan ulang (jika mungkin) dengan menentukan prioritas pesanan yang realistic. Jika penjadwalan ulang ini masih tidak memungkinkan untuk memenuhi pesanan, maka pembatalan atas suatu pesanan harus dilakukan Keberhasilan
suatu
system
manufaktur
sangat
tergantung
pada
kemampuan untuk mengontrol aliran bahan yang tepat, di suatu tempat yang tepat, pada saat yang tepat untuk memenuhi jadwal pengiriman kepada konsumen (dengan waktu ancang-ancang sebagai pembatas), menekan jumlah persediaan seminimum mungkin, memelihara tingkat pembebanan atas pekerjaan dan mesin, pada akhirnya untuk mencapai efisiensi produksi yang optimum. 2.2.2 Input Untuk Sistem MRP Ada tiga input yang dibutuhkan oleh system MRP, yaitu : 1. Master Production Schedule/ Jadwal Induk Produksi (MPS) Jadwal induk produksi merupakan suatu rencana produksi yang menetapkan jumlah serta waktu suatu produk harus tersedia sesuai dengan jadwal yang harus diproduksi. MPS biasanya diperoleh dari hasil peramalan kebutuhan melalui tahapan perhitungan perencanaan produksi yang baik serta jadwal pemesanan produk dari pihak konsumen.
18
Tabel 2. 1 Contoh Jadwal Induk Produksi Product A B C
1 10 5 10
2 20 20 30
Period 3 4 20 10 10 30 20 30
5 20 10 20
6 10 10 20 .
2. Struktur Produk (Product Structure Record & Bill of Material) Setiap item dan komponen produk harus memiliki identifikasi yang jelas dan unik sehingga berguna pada saat komputerisasi. Hal ini dilakukan dengan membuat struktur produk dan bill of material tiap produk. Struktur produk berisi informasi mengenai hubungan antar komponen dalam perakitan. Informasi ini penting dalam penentuan kebutuhan kotor dan kebutuhan bersih suatu komponen. Lebih jauh lagi, struktur produk juga mengandung informasi tentang semua item, seperti nomor item, serta jumlah yang dibutuhkan pada tiap tahapan perakitan. Struktur produk ini dibagi menjadi beberapa level/tingkatan. Level 0 (nol) ialah tinkatan produk akhir. Level di bawahnya (level 1) merupakan sub assembly yang jika dirakit akan menjadi produk akhir. Level di bawahnya lagi (level 2) merupakan tingkatan sub-sub assembly yang membentuk sub assembly jika dirakit. Untuk kemudahan kodifikasi, item komponen yang sama sebaiknya ditempatkan pada level yang sama. Ini berarti bahwa item komponen yang berada di level yang lebih tinggi harus diturunkan ke level terendah dimana komponen tersebut digunakan.
19
Level
Product Structure for Item A
0 1
A B
C
2
D
3
E (6)
F (2)
Gambar 2. 2 Contoh Struktur Produk (BOM) 3. Inventory Master File/ Catatan Keadaan Persediaan Catatan keadaan persediaan menggambarkan status semua item yang ada dalam persediaan. Setiap item persediaan harus didefinisikan untuk menjaga kekeliruan perencanaan. Pencatatan-pencatatan itu harus dijaga agar tetap “up to date”, dengan selalu melakukan pencatatan tentang transaksi-transaksi yang terjadi, seperti : penerimaan, pengeluaran, produk gagal dan sebagainya. Catatan persediaan juga harus berisi data tentang waktu ancang-ancang, teknik ukuran lot yang digunakan, persediaan cadangan, dan catatan-catatan penting lainnya dari semua item. Tabel 2. 2 Contoh Catatan Persediaan Item Master Record Files as of Period 1 Order Qty On Hand On Order Lead Time Item A 10 25 30 2 B 5 20 25 3 C 10 10 15 2
20
2.2.3
Output Dari Sistem MRP Rencana pemesanan merupakan output dari MRP yang dibuat atas dasar
waktu ancang-ancang dari setiap komponen. Waktu ancang-ancang dari suatu system yang dibeli merupakan periode antara pesanan dilakukan sampai barang diterima (on hand), sedangkan untuk produk yang dibuat di pabrik sendiri, merupakan periode antara perintah item harus dibuat sampai dengan selesai di proses. Ada dua tujuan yang hendak dicapai dengan adanya rencana pemesanan yaitu:
Menentukan kebutuhan bahan pada tingkat lebih bawah
Memproyeksikan kebutuhan kapasitas
Secara umum, output dari MRP adalah : 1. Memberikan catatan tentang pesanan penjadwalan yang harus dilakukan/ direncanakan baik dari pabrik sendiri maupun dari supplier 2. Memberikan indikasi untuk penjadwalan ulang 3. Memberikan indikasi untuk pembatalan atas pesanan 4. Memberikan indikasi untuk keadaan persediaan Output dari MRP dapat pula disebut sebagai suatu aksi yang merupakan tindakan atas pengendalian persediaan dan penjadwalan produksi.
21
Gambar 2. 3 Output dari MRP Pada Gambar 2.3 di bawah ini, diberikan system MRP secara lengkap yang mencakup input dan outputnya. Pada gambar tersebut tampak pengendalian dan pengotrolan material.
Gambar 2. 4 Sistem Lengkap MRP
22
2.2.4 Langkah-langkah Dasar Proses Pengolahan MRP Langkah-langkah pada proses MRP adalah sebagai berikut : 1. Netting (Perhitungan KebutuhanBersih) Adalah proses perhitungan untuk menetapkan jumlah kebutuhan bersih, yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan (yang ada dalam persediaan dan yang sedang dipesan). Data yang diperlukan dalam proses perhitungan kebutuhan bersih ini adalah :
Kebutuhan kotor untuk setiap periode
Persediaan yang dipunyai pada awal perencanaan
Rencana penerimaan untuk setiap periode perencanaan Tabel 2. 3 Contoh Kebutuhan Kotor
Periode
1
Kebutuhan Kotor
2
3
20
4
5
25
6
7
8
Total
15 12
72
Tabel 2. 4 Status Data Kebutuhan Sebelum Perhitungan Kebutuhan Bersih Periode (Minggu) Kebutuhan Kotor Jadwal Penerimaan Persediaan di tangan (23)
1
2
3
20
4 25
30
5
6
7
15
12
8
Total 72
23
Tabel 2. 5 Perhitungan Kebutuhan Kotor Kebutuhan
Jadwal
Persediaan
Periode
Kotor
Penerimaan
di tangan
Hasil
Bersih
1
0
-0
-23
-23
0
2
20
-0
-23
-3
0
3
0
-30
-3
-33
0
4
25
-0
-33
-8
0
5
0
-0
-8
-8
0
6
15
-0
-8
7
7
7
12
-0
-0
12
12
8
0
-0
-0
0
0
72
30
Kebutuhan
19
Tabel 2. 6 Hasil Keseluruhan Perhitungan Kebutuhan Bersih Periode
1
Kebutuhan Kotor
2 20
Jadwal Penerimaan Persediaan di Tangan (23) Kebutuhan Bersih
3
4
5
25
6
7
15
12
8
72
30 23
3
33
Total
30 8
8
-7
-19
7
12
-19
-19 19
24
2. Lotting (Penentuan Ukuran Slot) Proses lotting adalah suatu proses untuk menentukan besarnya pesanan individu yang optimal berdasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan bersih. Beberapa teknik diarahkan untuk ongkos set-up dan ongkos simpan, ada juga yang bersifat sederhana dengan menggunakan jumlah pemesanan tetap atau dengan periode pemesanan tetap. Pada contoh dibawah ini dipakai teknik ukuran lot yang besarnya sama dengan kebutuhan bersih untuk setiap periode. Tabel 2. 7 Contoh Proses Lotting Periode
1
2
3
4
5
6
7
8
Total
Kebutuhan Bersih
7 12
19
Ukuran Lot
7 12
19
3. Offsetting (Penetapan Besarnya Lead Time) Langkah ini bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melakukan rencana pemesanan dalam rangka memenuhi kebutuhan bersih. Rencana pemesanan diperoleh dengan cara mengurangkan saat awal tersedianya ukuran lot yang diinginkan dengan besarnya lead time.lead time itu sendiri merupakan besarnya waktu saat barang mulai dipesan atau diproduksi sampai barang tersebut selesai dan diterima siap untuk dipakai.
25
Tabel 2. 8 Contoh Proses Offsetting Periode
1
2
3
4
5
Ukuran lot
6 7
Rencana Pemesanan
4. Explosion
7
(Perhitungan
7
8
Total
12
19
12
Selanjutnya
19
untuk
Item
Level
berikutnya) Proses explosion merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat item/ komponen yang lebih bawah, tentu saja didasarkan atas rencana pemesanan. Dalam proses explosion ini data mengenai dua struktur produk sangat memegang peranan karena atas dasar struktur produk inilah proses explosion akan berjalan dan dapat menentukan ke arah komponen mana harus dilakukan explosion.
Struktur Produk (BOM)
26
Maka Proses Explosionnya adalah : Item A – Tingkat 0 Periode
1
Kebutuhan Kotor
10
Jumlah Penerimaan
2
3
4
5
6
15
10
20
5
7
8
Total
10
80
14
14
Persediaan di Tangan (12)
2
Rencana Pemesanan
2
1
-9
-29 -34
-34
9
20
5
10
15
2
3
4
6
7
9
20
5
10
15
-1
-6
-6
-16
-31
10
15
-44
-44 44
Item B – Tingkat 1 Periode
1
Kebutuhan Kotor
5
8
Total 44
Jumlah Penerimaan Persediaan di Tangan (28)
28
19
Rencana Pemesanan
1
5
-31
-31 31
2.2.5 Teknik – teknik Penentuan Ukuran Lot Perkembangan teknik-teknik ukuran lot sebagai salah satu proses terpenting dalam MRP dapat dikategorikan sebagai berkut : 1. Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas tak terbatas 2. Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas terbatas
27
3. Teknik ukuran lot untuk banyak tingkat dengan kapasitas tak terbatas 4. Teknik ukuran lot untuk banyak tingkat dengan kapasitas terbatas Beberapa teknik penerapan ukuran lot untuk satu tingkat dengan asumsi kapasitas tak terbatas yang banyak dipakai secara meluas pada industri mekanis dan elektronis secara berturut-turut, adalah :
Fixed Period Requirement (FPR)
Fixed Order Quantity (FOQ)
Economic Order Quantity (EOQ)
Teknik ukuran lot FOQ dan EOQ berorientasi pada tingkat kebutuhan (demand rate), sedangkan teknik ukuran lot FPR merupakan teknik ukuran lot distrik karena hanya memenuhi permintaan sesuai dengan yang telah direncanakan dalam periode tertentu. Ukuran lot distrik tidak akan menghasilkan sisa jumlah komponen karena teknik tersebut hanya memenuhi permintaan dengan jumlah yang sama seperti telah direncanakan. Kelemahan dari teknik ukuran lot distrik ini adalah bila di masa yang akan datang (periode mendatang) terjadi lonjakan permintaan, maka harus dilakukan perhitungan nilai kembali. Teknik penentuan ukuran lot mana yang paling baik dan tepat bagi suatu perusahaan adalah persoalan yang sangat sulit, karena sangat tergantung pada halhal sebagai berikut : a.
Variasi dari kebutuhan, baik dari segi jumlah maupun
periodenya b.
Lamanya horison perencanaan
28
c.
Ukuran periodenya (mingguan, bulanan, dan sebagainya)
d.
Perbandingan biaya pesan dari biaya unit
Fixed Order Quantity (FOQ) Dalam memecahkan metode ini menggunakan intuisi, karena
sesuai dengan teori yang ada bahwa metode ini tidak memperlihatkan kapasitas produksi, fasilitas, jumlah dan metode ini berprinsip pada order quantity tetap. Dimana dalam penentuan rencana pemesanan ditetapkan berdasarkan pengalaman yang telah ada dan intuisi.Teknik ini digunakan karena adanya keterbatasan fasilitas, misalnya keterbatasan kemampuan gudang, kemampuan pabrik untuk memesan atau jika bahan itu dibuat sendiri. Tabel 2. 9 Contoh Fixed Order Quantity Periode
1
2
Kebutuhan Bersih
35
10
Ukuran Lot
40
40
Jumlah Persediaan
5
35
3 0
4 40
5 0
6 20
7 5
8
9
10
30
150
40
160
10
180
40 35
35
35
15
10
0
Misalkan : Biaya pemesanan
= $ 100 sekali pesan
Biaya penyimpanan
= $ 0,24 /unit
Sehingga :
biaya pemesanan
= 4 x $ 100
= $ 400
Biaya penyimpanan
= 180 x $ 0,24 = $ 43,2
Total
29
Biaya total
= $ 400 + $ 43,2 = $ 443,2
Economic Order Quantity (EOQ) Model yang paling sederhana ini memakai asumsi-asumsi sebagai berikut : -
Hanya satu macam barang yang dipesan, disimpan dan diperhitungkan.
-
Setiap pesanan diterima sekali pengiriman dan langsung dapat digunakan.
-
Kebutuhan atau permintaan barang diketahui dan konstan.
-
Biaya pemesanan dan biaya penyimpanan diketahui secara konstan.
-
Barang yang dipesan dan diterima dalam satu batch.
-
Waktu tenggang (lead time) diketahui konstan.
-
Tidak ada diskon untuk jumlah pembelian banyak (no quantity discount).
Grafik persediaan dalam model ini berbentuk gigi gergaji, karena permintaan dianggap konstan, persediaan berkurang dalam jumlah yang sama dari waktu ke waktu (berkurang secara linier). Pada waktu tingkat persediaan mencapai nol, pesanan untuk batch yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q. nilai Q yang optimal/ekonomis dapat diperoleh dengan menggunakan pendakatan tabel dan grafik atau dengan formula.
30
Jumlah Persediaan
Q
Tingkat Persdiaan
Q/2
Rata-rata Persediaan
0
Waktu
Gambar 2.5. Grafik Persediaan Dalam Model EOQ
Cara ini menggunakan pendekatan trial and error untuk mengetahui jumlah pesanan yang paling ekonomis. Caranya dimulai dengan menghitung biaya-biaya yang timbul pada setiap kemungkinan frekuensi pesanan, yaitu pemesanan 1 kali dalam setahun, 2 kali setahun, dan seterusnya. Dengan membandingkan biaya total dari setiap frekuensi pesanan dan jumlah pesanan yang paling ekonomis. Yaitu yang memberikan biaya total yang terendah. Perhitungan EOQ diformulasikan sebagai berikut : (Referensi Teguh Baroto, 2002) Dimana : A = Order Cost D = Demand rata-rata per horison H = Holding Cost
(Referensi Arman Hakim Nasution, 2006)
31
Dimana : D = Demand rata-rata per horison k = Order Cost h = Holding Cost Dengan mengasumsikan kebutuhan pemakaian tahunan :
Tabel 2.10. Contoh Economic Order Quantity Perioda
1
2
Kebutuhan Bersih
35
10
Rencana Pemesanan
58
Jumlah Pemesanan
0
Biaya pemesanan
=3
3
4
5
40
7
8
9
Total
20
5
10
30
150
58
174
0
0
58 0
0
X $ 100
0
0
0
0
0
= $ 300
Biaya penyimpanan = 0
=$
Total biaya
= $ 300
6
0
+
Fixed Period Requirement (FPR) Konsep ini menggunakan konsep pemesanan dengan interval tetap, tetapi jumlah yang dipesan bervariasi. Jumlah yang dipesan merupakan penjumlahan dari permintaan pada periode-periode yang ada. Misalnya kebutuhan bersih dua periode telah ditetapkan, teknik ini dapat memasukkan pesanan paeriode lainnya, kecuali saat kebutuhan bersih
32
dalam suatu periode yang ditentukan sama dengan nol dapat memajukan interval pemesanan. Tabel 2. 11 Contoh Fixed Period Requirement Periode
1
2
Kebutuhan Bersih
35
10
Ukuran Lot
45
Jumlah Persediaan
10
3 0
4 40
5 0
40 0
0
0
0
6
7
9 30
20
5
10
25
5
40
5
0
30
Misalkan : Biaya pemesanan
= 4 x $ 100
Biaya penyimpanan
= 45 x $ 0,24 = $ 10,8
Sehingga :
8
= $ 400
Biaya total = $ 400 + $ 10,8 = $ 410,8
Total 150 150
0
45