Bab II Landasan Teori
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Bahan dasar baja pada konstruksi Bahan dasar baja pada kebanyakan konstruksi yang ada saat ini merupakan baja paduan (alloy steel), yang mana pada umumnya terdiri dari komposisi besi (Fe) yang lebih besar dari 98% dan kurang dari 1% material karbon (C), Selain hal tersebut di atas baja dapat juga mengandung elemen–elemen lainnya seperti magnesium (Mg), silikon (Si), mangan (Mn), dengan berbagai komposisi sesuai dengan disain yang diinginkan. Beberapa jenis produk baja yang umum digunakan :
Profil I WF
Profil WF
Profil Canal
Profil Siku
Profil CNP
Profil Pipa
Gambar 2.1 Produk baja di pasaran
II -1
Bab II Landasan Teori
2.2
Sifat Struktural Material Baja Baja untuk pemakaian struktural yang digiling panas (hot rolled), dapat dibedakan atas baja karbon, baja paduan rendah berkekuatan rendah berkekuatan tinggi dan baja paduan. Adapun yang material baja yang dipakai dalam penelitian ini adalah jenis baja paduan.
2.2.1
Baja Paduan (Alloy Steel) Baja paduan rendah dapat didinginkan dalam air (quenched), dan dipanasi kembali (tempered),, untuk memperoleh kekuatan leleh sebesar 80 sampai 110 ksi (550 sampai 760 Mpa), kekuatan leleh biasanya didefinisikan sebagai tegangan pada regangan tetap 0.20%, karena baja ini tidak menunjukkan titik leleh yang jelas. Baja ini dapat dilas sesuai prosedur yang sesuai, dan biasanya tidak membutuhkan perlakuan perla panas (heat treatment) setelah dilas. Seperti yang ditunjukkan pada kurva (c). (c)
Gambar 2.2 Kurva tegangan regangan yang umum
Besarnya tegangan pada kurva tegangan – regangan ditentukan dengan membagi beban dengan luas penampang lintang semua benda uji dan II -2
Bab II Landasan Teori
besarnya regangan dihitung sebagai perpanjangan dibagi dengan panjang semula. Hal ini dapat dituliskan dalam rumus :
Tegangan
σ = N/A
.....................................................
(2.1)
Regangan
ε = ∆L/Lo
.....................................................
(2.2)
Keterangan :
σ
adalah tegangan
N
adalah beban tarik yang diberikan
A
adalah luas penampang melintang spesimen tarik
ε
adalah regangan
∆L
adalah pertambahan panjang antara dua titik acuan pada spesimen
Lo
adalah panjang semula diantara dua titik
Rasio tegangan dan regangan pada daerah garis lurus awal disebut modulus elastisitas, atau modulus young (E), Besaran ini merupakan konstanta proporsional antara tegangan dan regangan (Hukum Hooke) dapat dituliskan sebagai berikut :
E = σ/ε
..........................................
(2.3)
Berdasarkan SNI 03-1729-2002 besar Modulus Elastisitas (E) adalah 2,0 x 105 mpa.
2.3
Sifat Mekanis Material Baja Sifat mekanis material baja didapat dari uji tarik, dalam pengujian ini menggunakan material sampel baja dan bersamaan dengan itu dilakukan pengukuran beban dan perpanjangan sehingga diperoleh kurva hubungan tegangan dan regangan (Gambar 2.3).
II -3
Bab II Landasan Teori
Gambar 2.3 Kurva Tegangan – Regangan pada baja lunak
Daerah pertama yaitu OA, merupakan garis lurus dan menyatakan daerah linier elastis, kemiringan garis ini menyatakan besarnya modulus elastis, diagram tegangan regangan untuk baja lunak umumnya memiliki titik leleh atas (upper yield point), tegangan dan daerah leleh datar. Secara praktis letak titik leleh atas ini (A’), tidaklah terlalu berarti sehingga pengaruhnya sering diabaikan. Lebih lanjut tegangan pada titik A disebut sebagai tegangan leleh, dimana regangan pada kondisi ini berkisar 0,0012. Dari Gambar 2.3 dapat terlihat bahwa bila regangannya terus bertambah hingga melampaui harga ini, ternyata tegangannya dapat dikatakan tidak mengalami pertambahan, maka sifata dalam daerah AB ini kemudian disebut sebagai kondisi plastis, Lokasi titik B adalah titik akhir sebelum tegangan sedikit mengalami kenaikkan, tidaklah dapat ditentukan, tetapi sebagai perkiraan dapat ditentukan terletak pada regangan 0,0014 atau secara praktis dapat ditetapkan sebesar sepuluh kali besarnya regangan leleh. Daerah BC merupakan daerah strain-hardenig, dimana pertambahan regangan akan diikuti oleh sedikit pertambahan tegangan. Disamping itu hubungan tegangan-regangannya tidak bersifat linier. Kemiringan garis setelah titik B ini didefinisikan sebagai Es. Dititik M, tegangan mencapai nilai maksimum yang disbut sebagai tegangan tarik ultimit (ultimate tensile strength). Pada akhirnya material akan putus ketika mencapai titik C. II -4
Bab II Landasan Teori
2.4
Metodologi Perencanaan Struktur Baja Pada dasarnya ada dua jenis metodologi perencanaan yang dipergunakan dalam merencanakan struktur baja adalah metodologi elastis atau disebut dengan metodologi ASD (Allowable Stress Design) dan metodologi perencanaan kekuatan batas atau disebut dengan metodologi LRFD (Load and Resistance Factor Design).
2.4.1
Metodologi ASD (Allowable Stress Design) Metodologi desain ini mempertahankan tegangan dalam selang elastis pada kurva tegangan – regangan (Gambar 2.3) elemen – elemen struktur dirancang sehinggan tegangannya tidak melebihi tegangan titik leleh (σy), atau dengan kata lain “tegangan yang dihitung harus berada dalam batas elastis yaitu tegangan sebanding dengan regangan”, misalnya pada balok kriteria aman dalam perencanaan tegangan kerja bisa dinyatakan sebagai : ] = ≤
...........................................
(2.4)
Dengan fb adalah tegangan diserat terluar pada penampang balok akibat momen beban kerja maksimum M, yang dihitung dengan menganggap balok bersifat elastis; c adalah jarak dari garis netral keserat terluar dan I adalah Momen Inersia penampang balok. Tegangan ijin Fb diperoleh dengan membagi tegangan batas seperti tegangan leleh Fy atau tegangan tarik Fcr dengan faktor keamanan Fs.
2.4.2
Metodologi LRFD (Load and Resistance Factor Design) Perencanaan struktur dan komponen – komponennya dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan kekuatan seperti terlihat pada persamaan :
ϕRn = Σyi x Qi
......................................................
(2.5)
Pada ruas kiri menyatakan kekuatan nominal Rn yang dikalikan oleh faltor reduksi kekuatan Φ untuk memperhitungkan reduksi kekuatan.
II -5
Bab II Landasan Teori
Ruas kanan merupakan jumlah hasil kali pengaruh beban Qi dan faktor pengali beban yi. Subkrip 1 menunjukkan jenis beban, seperti beban mati (Dead Load)/DL, /DL, beban hidup (Life Load)/LL,, beban angin (Wind)/W, beban salju (Snow)/S. (Snow)/S Berdasarkan Tata cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung yang tertuang dalam SNI-03-1729-2002, SNI 2002, ditetapkan faktor reduksi (ϕ) untuk berbagai keadaan batas, adapun tabel t Faktor Reduksi (ϕ) ( untuk berbagai keadaan kekuatan batas bat sebagai berikut :
Tabel 2.1 Faktor reduksi (ϕ) keadaan kuat batas
II -6
Bab II Landasan Teori
2.5
Tinjauan Desain Struktur Baja Dalam tinjauan desain, Struktur harus direncanakan untuk dapat memikul beban yang lebih besar dari perkiraan pemakaian normal. Dalam desain elastis tegangan leleh pada elemen struktur disamakan dengan terjadinya kegagalan / keruntuhan struktur, walaupun bahan baja secara aktual tidak gagal, dan untuk tegangan leleh baja yang dipergunakan dalam analisis plastis tidak melebihi 450 Mpa. Tegangan maksimum (tegangan ijin) yang dipergunakan dan sesuai yang teruang dalam SNI-031729-2002 untuk beberapa mutu baja adalah sebagai berikut :
Jenis
Tegangan putus
Tegagangan leleh
Peregangan
minimum (fu)
minimum (fy)
Minimum
Baja
Kg/cm2
Mpa
Kg/cm2
Mpa
%
Bj 34
3400
340
2100
210
22
BJ 37
3700
370
2400
240
20
BJ 41
4100
410
2500
250
18
BJ 50
5000
500
2900
290
16
BJ 55
5500
550
4100
410
13
Tabel 2.2 Nilai tegangan leleh dan tegangan dasar untuk berbagai mutu baja.
2.6
Desain Elemen Struktur Baja Metode LRFD
2.6.1
Desain Komponen struktur Tarik Elemen batang tarik merupakan elemen struktur yang memikul gaya aksial tarik yang bekerja
tegak lurus pada penampang, adapun
contoh penggunaan dan aplikasi batang tarik dapat dijumpai pada banyak struktur, misalnya pada penggantung (Cat Walk), struktur rangka batang, tieroads, dan berbagai bracing. Untuk syarat kekuatan elemen ini, komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial terfaktor Nu harus memenuhi :
II -7
Bab II Landasan Teori
Nu ≤ ϕ Nn
..........................................................
(2.6)
Keterangan : Nu
adalah Kuat tarik perlu
Nn
adalah Kuat tarik nominal
Kuat tarik nominal, ditentukan dengan mengambil nilai terendah diantara dua persamaan pada kondisi berikut : a. Kondisi leleh pada seluruh penampang (bruto) : ϕ = 0,9 Nn = Ag x fy
..........................................................
(2.7)
b. Kondisi retakan pada penampang efektif ϕ = 0,75 Nn = Ae x fu
..........................................................
(2.8)
Keterangan : Ag adalah luas penampang bruto (mm2) Ae adalah luas penampang efektif (mm2) fy
adalah tegangan leleh (Mpa)
fu
adalah tegangan tarik putus (Mpa)
2.6.2 Desain Komponen Struktur Tekan
N
lk
N Gambar 2.4 Gaya tekan pada komponen struktur
II -8
Bab II Landasan Teori
Suatu elemen struktur yang mengalami beban aksial tekan (N) konsentris, akibat beban terfaktor (Nu) seperti yang terlihat pada Gambar 2.5, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Nu ≤ ϕn Nn
.........................................................
(2.9)
Keterangan : ϕn adalah faktor reduksi kekuatan = 0.85 Nn adalah kuat tekan nominal komponen struktur Nu adalah kuat tekan perlu b. Daya dukung nominal struktur tekan pada kondisi tekuk lentur : Nn = Ag. fcr Nn = Ag. fcr =
.........................................................
(2.10)
...........................................................
(2.11)
...........................................................
(2.12)
Keterangan : Ag adalah luas penampang bruto (mm2) fcr adaalah tegangan kritis penampang (Mpa) fy adalah tegangan leleh material (Mpa) ω adalah faktor tekuk
c. Nilai faktor tekuk (ω) dihitung berdasarkan syarat – syarat berikut : -
Untuk λc < 0,25, maka ω = 1,0
-
Untuk 0,25 < λc < 1,2, maka ω = ,.!"# ..................
(2.14)
-
Untuk λc > 1,2, maka ω = 1,25 λc2 .............................
(2.15)
............................. ,
(2.13)
d. Nilai angka kelangsingan dapat ditentukan berdasarkan : %&
λc = $
'
(
)
.....................................................
(2.16)
Keterangan : lk adalah panjang tekuk r
adalah jari – jari girasi
II -9
Bab II Landasan Teori
e. Perbandingan kelangsingan komponen struktur tekan juga harus memenuhi : -
Kelangsingan elemen penampang untuk pelat sayap balok I dan kanal dalam lentur λf < λp *
<
+,
-
.....................................................
(2.17)
Kelangsingan komponen struktur tekan λ=
2.6.3
!
-
.& '
< 200
.....................................................
(2.18)
Desain komponen struktur lentur Balok merupakan salah satu contoh elemen struktur yang sering dijumpai pada struktur gedung, dimana balok berfungsi sebagai pemikul beban yang bekerja tegak lurus pada sumbu longitudinalnya sehingga hal ini menyebabkan balok menjadi melentur. Suatu komponen struktur yang memikul lentur terhadap sumbu kuat (sumbu x), dan dianalisis dengan metode elastis harus memenuhi syarat :
Mux < ϕ Mn
.................................................
(2.19)
Keterangan : Mux
adalah momen lentur terfaktor perlu terhadap sumbu x
ϕ
adalah faktor reduksi = 0,9
Mn
adalah kuat nominal dari momen lentur penampang
Kelangsingan
penampang
untuk
balok
lentur
dapat
ditentukan
berdasarkan: a. Pelat sayap berpenampang kompak λf < λp * ,
<
!
-
.....................................................
(2.20)
II -10
Bab II Landasan Teori
b. Pelat badan berpenampang kompak λw< λp *
,2
3
<
-
.....................................................
(2.21)
Gambar 2.5 symbol untuk penampang
Untuk balok yang berpenampang kompak, maka kuat lentur nominal penampang adalah : Mn = Mp dimana, Mp = fy x Z
................................................
(2.22)
Kuat lentur nominal penampang dengan pengaruh tekuk lateral ditinjau dengan membagi jenis balok menurut panjang bentang yang tak terkekang secara lateral (Lb) sebagai berikut : a. Untuk batang pendek dengan Lb < Lp, kuat lentur nominal : Mn = Mp
.................................................
(2.23)
b. Untuk bentang menengah dengan Lp < Lb < Lr, kuat lentur nominal : 8 %'% ; = < Mp Mn = Cb 4 56 + 859 − 56; 8%'%< ;
...................
(2.24)
c. Untuk bentang panjang dengan Lr < L, kuat lentur nominal untuk profil I dan Kanal ganda : Mn = Mcr < Mp
................................................ +
$ $) Mn =Cb % (>?@ AB + C % D ?@. ?E <Mp
...................
(2.25) (2.26)
II -11
Bab II Landasan Teori
2.6.4
Desain komponen struktur geser
Gambar 2.6 Diagram Momen dan Lintang ( Geser )
Berdasarkan Gambar 2.6 diagram geser / lintang (L) diatas diperoleh nilai dari gaya geser yang terjadi di titik momen lentur maksimum, dimana pelat badan yang memikul gaya geser perlu Vu harus memenuhi : Vu = ϕ Vn
................................................
(2.27)
Keterangan : Vu
adalah kuat gaya geser perlu
ϕ
adalah faktor reduksi = 0,9
Vn
adalah kuat gaya geser nominal pelat badan
Besaran kuat geser nominal (Vn) pelat badan ditentukan berdasarkan kondisi sebagai berikut : a. Jika perbandingan maksimum tinggi terhadap tebal panel h/tw memenuhi : (h/tw) < 1,10 (
FG.)
.....................................................
(2.28)
.....................................................
(2.29)
Dengan, Kn = 5 +
H
I K C D J
Maka, kuat geser nominal pelat badan : Vn = 0,6 fy Aw
.....................................................
(2.30)
Aw adalah luas kotor pelat badan
II -12
Bab II Landasan Teori
b. Jika perbandingan maksimum tinggi terhadap tebal panel h/tw memenuhi : 1,10 (
FG.)
≤
L
,2
≤ 1,37 (
FG.)
.
...............................
(2.31)
Maka, kuat geser nominal pelat badan : Vn = 0,6 fy Aw P1,10 (
FG.)
Q
C
J D RS
...............................
(2.32)
c. Jika perbandingan maksimum tinggi terhadap tebal panel h/tw memenuhi : 1,37 (
FG.)
L
...............................
≤ ,2
(2.33)
Maka, kuat geser nominal pelat badan : Vn=
,T.U2.FG.) C
...............................
J K D RS
(2.34)
Apabila pada suatu balok bekerja gaya geser dan normal, maka balok harus direncanakan untuk memikul kombinasi lentur dan geser yaitu : VW
XVG
2.6.5
+ 0,625
[W
X[G
≤ 1,375
................................
(2.35)
Desain komponen struktur yang mengalami gaya kombinasi Pada komponen struktur yang mengalami momen lentur dan gaya aksial secara bersamaan akan bekerja tegangan normal yang tegak lurus dengan penampang, atau yang sering disebut dengan komponen struktur prismatis yang mengalami gaya kombinasi terhadap satu atau kedua sumbu simetris penampang. Adapun yang dimaksud dengan sumbu kuat penampang adalah sumbu – x, sedangkan sumbu lemah penampang adalah sumbu – y. Maka komponen struktur ini harus memenuhi ketentuan berikut : \W
a. Untuk X\G > 0,2 \W
X\W
+
3 T
VW]
CX* VG] +
VW
X* VG
D ≤ 1,0 .............................
(2.36)
II -13
Bab II Landasan Teori
\W
b. Untuk X\G < 0,2 \W
+X\W
+ C
VW]
X* VG]
+
VW
X* VG
D ≤ 1,0
.............................
(2.37)
Keterangan :
2.7
Nu
adalah gaya aksial (tarik atau tekan) terfaktor, N
Nn
adalah kuat nominal penampang, N gaya aksial (tarik atau tekan)
ϕ
adalah faktor reduksi kekuatan = 0,85
Mux
adalah Momen lentur terfaktor terhadap sumbu x
Muy
adalah Momen lentur terfaktor terhadap sumbu y
Mnx
adalah kuat nominal lentur penampang terhadap sumbu x
Mny
adalah kuat nominal lentur penampang terhadap sumbu y
ϕb
adalah faktor reduksi kuat lentur = 0,90
Tinjauan Desain pada Kolom Persyaratan
dalam
merencanakan
kolom
harus
memenuhi
persyaratan yang telah di standarkan berikut ini :
Nu / ϕNn > 0,4
.................................................
(2.38)
Keterangan : Nu
adalah gaya aksial terfaktor N
Nn
adalah kuat tekan nominal komponen struktur N
ϕ
adalah faktor reduksi kekuatan = 0,85
selain persyaratan diatas, kolom juga harus dibatasi pula dengan persyaratan sebagai berikut : a. Gaya tekan aksial terfaktor kolom, tanpa adanya pengaruh momen – momen yang bekerja, ditetapkan berdasarkan kombinasi pembebanan sebagai berikut : 1,2 D + γL L + Ωo Eh
.................................................
(2.39)
II -14
Bab II Landasan Teori
b. Gaya tarik aksial terfaktor kolom, tanpa adanya pengaruh momen – momen yang berkerja, ditetapkan berdasarkan kombinasi pembebanan sebagai berikut : 0,9 D - Ωo Eh
.................................................
(2.40)
c. Gaya aksial terfaktor yang ditetapkan pada butir 2.7.a dam 2.7.b tidak perlu melampaui salah satu dari kedua nilai berikut : -
Beban maksimum yang dipindahkan kepada kolom dengan memperhitungkan faktor reduksi tegangan leleh (Ry) sebesar 1,1 kali kuat nominal balok atau bresing pada struktur bangunan yang merangka pada kolom tersebut
-
Nilai batas yang ditentukan oleh kapasitas pondasi untuk memikul gaya angkat akibat momen guling
Keterangan : D adalah pengaruh beban mati yang disebabkan oleh berat elemen struktur dan beban tetap pada struktur L adalah pengaruh beban hidup akibat pengguna gedung dan peralatan bergerak γL = 0,5 bila L < 5 Kpa dan γL
= 1 bila L > 5 Kpa
Eh adalah pengaruh dari komponen horizontal gaya gempa Ωo adalah faktor kuat cadang struktur
2.8
Tinjauan Desain Struktur Gedung Berlantai Banyak Tinjauan desain struktur atau yang sering disebut dengan perencanaan struktur bisa didefinisikan sebagai paduan dari seni dan ilmu, yang menggabungkan intuiatif seorang insinyur berpengalaman dalam kelakuan struktur dengan pengetahuan mendalam tentang prinsip statika, dinamika, mekanika bahan dan analisis struktur, untuk mendapatkan struktur yang ekonomis dan aman serta sesuai dengan tujuan pembuatannya serta merupakan suatu proses untuk menghasilkan penyelesaian optimum, dalam tinjauan keamanan, untuk menyatakan suatu struktur sudah dirancang dengan cukup aman atau tidak aman, dapat dinyatakan dengan menggunakan faktor keamanan (Safety Factor). II -15
Bab II Landasan Teori
2.8.1
Pembebanan Penentuan beban yang bekerja pada struktur atau elemen struktur secara tepat tidak selalu dapat dilakukan, walaupun lokasi beban pada struktur diketahui, distribusi beban dari elemen ke elemen pada struktur biasanya membutuhkan anggapan dan pendekatan. Berdasarkan SNI-03-1727-1989 Pedoman Perencanaan Untuk Rumah dan Gedung beberapa jenis beban yang bekerja antara lain : a. Beban Mati Beban mati ialah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang berfifat tetap termasuk segala unsure tambahan, penyelesaian – penyelesaian mesin – mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu. b. Beban Hidup Beban hidup ialah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan kedalamnya termasuk beban – beban pada lantai yang berasal dari barang – barang yang dapat berpindah, mesin – mesin serta peralatan yang merupakan bagian yang tak tepisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. c. Beban Angin Beban angin ialah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif (isapan) yang bekerja tegak lurus pada bidang – bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positif dan tekanan negatif ditentukan dengan cara mengalihkan tekanan tiup yang ditentukan untuk berbagai kondisi dengan koefisien – koefisien angin yang ditentukan. d. Beban Gempa Beban gempa ialah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu. Jika pengaruh gempa pada struktur gedung II -16
Bab II Landasan Teori
ditentukan berdasarkan suatu analisa dinamika, maka yang diartikan dengan beban gempa disini adalah gaya–gaya di dalam stuktur tersebut yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa itu, Analisis gempa yang umum digunakan yaitu Analisis Ekuivalen.
2.8.2 Kategori Gedung Dalam berbagai kategori gedung sangat bergantung pada probabilitas terjadinya keruntuhan struktur gedung selama umur gedung dan umur gedung tersebut yang diharapkan, pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan (I) : ............................................................
I = I1.I2
(2.41)
Keterangan : I1
adalah Faktor keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu selama umur gedung
I2
adalah Faktor keutamaan untuk menyesuaikan periode ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian umur gedung tersebut
Adapun nilai I1 dan I2 ditetapkan sebagai berikut : Faktor Keutamaan Kategori Gedung Gedung
umum
seperti
untuk
penghunian
I1
I2
I
1,0
1,0
1,0
1,0
1,6
1,6
1,4
1,0
1,4
1,6
1,0
1,6
1,5
1,0
1,5
perniagaan dan perkantoran Monumen dan bangunan monumental Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelematan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, gas beracun Cerobong, tangki diatas menara
Tabel 2.3 Faktor Keutamaan I untuk berbagai kategori gedung II -17
Bab II Landasan Teori
2.8.3
Faktor reduksi gempa Dalam arah pembebanan gempa akibat pengaruh gempa rencana sistem struktur gedung terdiri dari beberapa subsistem struktur gedung yang berbeda, faktor reduksi gempa representatif dari struktur gedung itu untuk arah pembebanan gempa tersebut, adapun nilai faktor reduksi gempa sebagai berikut :
Tabel 2.4 Faktor reduksi gempa (R)
II -18
Bab II Landasan Teori
2.8.4
Wilayah Gempa dan Spektrum Respon Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 (enam) wilayah gempa, dimana wilayah gempa 1 (satu) adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan wilayah gempa 6 (enam) adalah kegempaan paling tinggi. Pembagian wilayah gempa ini dodasarkan atas percepatan percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh gempa rencana dengan periode ulang 500 (lima ratus) tahun.
Gambar 2.7 Respons spektrum gempa rencana
Dalam studi kasus tugas akhir ini berada rencana gedung akan dibangun di daerah jakarta sehingga termasuk dalam wilayah gempa 3 (tiga).
II -19
Bab II Landasan Teori
2.8.5
Analisis dinamik Ekuivalen gempa Berdasarkan SNI-03-1729-2002 untuk struktur gedung tidak beraturan atau jumlah lantai melebihi 10 lantai dan ketinggian melebihi 40 meter, maka pengaruh gempa rencana terhadap struktur gedung tersebut harus ditentukan melalui Analisis Respon Dinamik, sehingga dalam analisis diperhitungkan terhadap pengaruh P delta yaitu suatu gejala yang terjadi pada struktur gedung yang fleksibel, dimana simpangan ke samping yang besar akibat beban gempa lateral menimbulkan beban lateral tambahan akibat momen guling yang terjadi oleh beban gravitasi yang titik tangkapnya menyimpang ke samping. Dalam perencanaan struktur gedung, arah utama pengaruh gempa rencana harus ditentukan sedemikian rupa sehingga memberi pengaruh terbesar terhadap unsur-unsur subsistem dan sistem struktur gedung secara keseluruhan. Untuk mensimulasikan arah pengaruh beban rencana pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama harus dianggap efektif 100% dan
harus
dianggap
terjadi
bersamaan
dengan
pengaruh
pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi, tetapi efektifitas hanya 30%.
Syarat analisis dinamik ekuivalen : V=
^ ] _ `
a b
.....................................................
(2.42)
Keterangan : V
adalah gaya geser dasar rencana total
R
adalah reduksi gempa
Wt
adalah berat total struktur
I
adalah faktor kepentingan struktur
C1
adalah faktor respon gempa
Untuk menentukan nilai faktor respon gempa C, harus diketahui nilai waktu getar alami struktur yang dalam perencanaan dapat ditentukan dengan rumus empiris atau perkiraan sebagai berikut :
II -20
Bab II Landasan Teori ¾
.....................................................
T =0,085.H
(2.43)
Keterangan : T
adalah waktu getar alami fundamental
H
adalah tinggi gedung
Nilai waktu getar alami fundamental, T harus lebih kecil dari 20% dari nilai T1 yang diperoleh dari : ∑g
T1 = 6,30 (khij ∑g
de ] fe K
hij le
] fe
...............................................
(2.44)
Keterangan : Wi
adalah berat lantai pada tingkat ke-i
Fi
adalah beban gempa pada tingkat ke-i
di
adalah simpangan horizontal pada lantai tingkat ke-i yaitu berupa percepatan gravitasi sebesar 9,81 m/dt2.
Beban lateral total yang disarankan untuk distribusi pada setiap lantai untuk arah x atau arah y dapat dihitung dengan : de ] me
Fi = ∑g
hij de.me
n
...............................................
(2.45)
Keterangan :
2.8.6
Fi
adalah gaya lateral di lantai tingkat ke-i
zi
adalah tinggi lantai tingkat kedari atas tanah
V
adalah gaya geser dasar rencana total
Kombinasi pembebanan Dalam perencanaan khususnya analisis gempa menggunakan gaya– gaya statis horizontal yang setara untuk merancang sebuah bangunan terhadap gerak gempa maksimum, berdasarkan SNI-1729-2002 diatur beberapa kombinasi ultimit dengan memberikan kombinasi faktor – faktor beban pada masing – masing komponen atau jenis beban sebagai berikut :
a. 1,4D
..................
(2.46) II -21
Bab II Landasan Teori
b. 1,2D + 1,6L + 0,5 (La atau H)
..................
(2.47)
c. 1,2D + 1,6 (La atau H) + (γL L atau 0,8W)
..................
(2.48)
d. 1,2D + 1,3W + γL L + 0,5 ( La atau H)
..................
(2.49)
e. 1,2D ± 1,0E + γL L
..................
(2.50)
f. 0,9D ± 1,3W atau 1,0E)
..................
(2.51)
Keterangan : D
adalah beban mati
L
adalah beban hidup
La
adalah beban hidup di atap
H
adalah beban hujan
W
adalah beban angin
E
adalah beban gempa
dimana, γ L = 0,5 bila L < 5 kPa, dan γ L = 1 bila L ≥ 5 kPa.
2.9
Desain Sambungan Baut Pada dasarnya sambungan terdiri dari beberapa komponen sambungan (pelat pengisi, pelat buhul, pelat pendukung dan pelat penyambung) dan alat pengencang (baut dan las). Dalam tahap perencanaan sambungan terkait pada kuat rencana setiap komponen sambungan tidak boleh kurang dari beban terfaktor yang dihitung. Adapun perencanaan sambungan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Gaya dalam yang disalurkan berada dalam keseimbangan dengan gaya-gaya yang berkerja pada sambungan. b. Deformasi pada sambungan masih berada dalam batas kemampuan deformasi sambungan. c. Sambungan dan komponen yang berdekatan harus mampu memikul gaya-gaya yang bekerja padanya.
2.9.1
Baut mengalami gaya aksial akibat momen II -22
Bab II Landasan Teori
Pada sambungan antara kolom dan balok seperti seperti yang terlihat pada gambar 2.8,, baut yang mengikat baja siku akan menerima tegangan tarik dan tekan, oleh karenanya baut yang berada diatas garis netral akan tertarik dan baut yang berada di bawah garis netral akan tertekan.
Gambar 2.8 Sambungan kolom dan balok
Untuk menghitung tegangan yang terjadi pada kumpulan baut dapat digambarkan oleh suatu luasan bidang pengganti atau luasan rata – rata (luasan tertarik) yang berupa sebuah persegi panjang dengan lebar : o q *,
a = Ab. p . r <'
................................................ ..........................
(2.52)
Keterangan : Ab
adalah luasan baut (cm2)
m
adalah jumlah baris baut
s
adalah jarak sumbu ke sumbu baut (cm)
σbt
adalah tegangan ijin baut (kg/cm2) 2400 kg/cm2
σpr
adalah tegangan ijin profil (kg/cm2) 1600 kg/cm2
II -23
Bab II Landasan Teori
Gambar 2.9 Luasan Pengganti pembebanan
Lebar bagian baja siku penghubung yang tertekan adalah sama dengan kaki baja siku tersebut yang menekan pada flens kolom. Menentukan garis netral a (h-x) C
L] +
]
D = b.x C+D
(b-a).x2 + 2.a.h.x – a.h2
...................................................... ................................
(2.53)
................................................ ..........................
(2.54)
Dari persamaan diatas diperoleh harga x, yaitu letak garis netral, tegangan maksimum akibat momen yang terjadi pada pada baut (baut paling atas), adalah sama dengan tegangan maksimum yang terjadi pada luasan pengganti ini. Maka Momen Inersia yang terjadi adalah : Ix = 1/3.a.(h-x)3 + 1/3.b.x3
.......................................... _]
Momen tahanan = Wx = 8L]; ................................................ ..........................
(2.55) (2.56)
Tegangan tarik maksimum yang terjadi (untuk dua baris baut) adalah : V
σ = d] =
V8L ]; _]
r *,
. r <'
................................................ ..........................
(2.57)
Disamping tegangan tarik geser diatas, maka baut tersebut juga mendapat gaya geser, apabila sebaris baut adalah n, makas tiap baut mendapat gaya sebesar P/n, sehingga tegangan geser rata – rata yang terjadi pada setiap baut adalah : II -24
τ=
s/G U*
Bab II Landasan Teori
s/G
=j u
................................................
$.fK
(2.58)
Tegangan kombinasi terjadi karena momen dan gaya geser bekerja pada saat yang sama, maka setiap baut akan mendapat kombinasi tegangan aksial dan tegangan geser, maka tegangan kombinasi yang terjadi harus memenuhi syarat :
σ1= -v2 + 1,56 τ+ < σ bt
................................................
(2.59)
keterangan :
σ1
adalah tegangan idiil (kg/cm2)
σ
adalah tegangan aksial yang terjadi (kg/cm2)
τ
adalah tegangan geser yang terjadi (kg/cm2)
σ bt
adalah tegangan ijin baut (kg/cm2)
Cara untuk menghitung tegangan aksial pada baut akibat momen tersebut dinamakan Transformed Area Methode (metode luasan pengganti)
2.9.2
Pengurangan luas akibat baut Luas lubang yang dipergunakan adalah luas penuh, pada lubang yang tidak diselang-seling, Luas pengurangnya adalah jumlah maksimum luas lubang dalam irisan penampang tegak lurus terhadap arah gaya yang bekerja pada unsur struktur, seperti yang terlihat dalam Gambar 2.9 :
d h d Gambar 2.10 Lubang tidak selang-seling
An = ht – ndt
.....................................................
t
(2.60)
Apabila lubang dibuat selang seling, luas yang dikurangkan setidaknya harus sama dengan jumlah luas lubang dalam irisan zig zag yang dibuat II -25
Bab II Landasan Teori
dikurangi perbandingan terbalik antara jarak baut horizontal dengan jarak baut vertikal, seperti yang terlihat dalam Gambar 2.10 :
d h d
t Gambar 2.11 Lubang selang-seling w
An = ht – ndt + ∑ wk
................................................
(2.61)
Keterangan : An
adalah luas bersih baut (A netto)
h
adalah tinggi profil baja yang digunakan
t
adalah tebal profil yang digunakan
n
adalah jumlah baut
d
adalah diameter lubang yang digunakan, dimana : do + 2mm (db ≤ 22 mm) do + 3mm (db > 22 mm)
Sp, Sg adalah jarak antar baut horizontal dan vertikal
Dimana kekuatan suatu baut yang memikul gaya terfaktor Ru, harus memenuhi : Ru ≤ ϕ Rn
.............................................. ...
(2.62)
Keterangan : ϕ
adalah faktor reduksi kekuatan
Rn
adalah kuat nominal baut
II -26
Bab II Landasan Teori
2.9.3
Kekuatan baut dalam geser Kuat geser rencana dari suatu baut dapat dihitung sebagai berikut : Vd = ϕf Vn
..............................................
(2.63)
r1.fub.Ab
...........................................
(2.64)
Keterangan : r1= 0,5 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser r1= 0,4 untuk baut dengan ulir pada bidang geser ϕf=0,75
2.9.4
adalah faktor reduksi kekuatan untuk fraktur
fub
adalah tegangan tarik putus baut
Ab
adalah luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir
Kekuatan baut yang memikul gaya tarik Kuat tarik rencana satu baut dihitung sebagai berikut : Td = ϕf Tn
...........................................
(2.65)
Tn = 0,75.fub.Ab
.............................................
(2.66)
Keterangan : ϕf=0,75
2.9.5
adalah faktor reduksi kekuatan untuk fraktur
fub
adalah tegangan tarik putus baut
Ab
adalah luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir
Kekuatan baut pada sambungan tipe tumpu yang memikul kombinasi geser dan tarik Baut yang memikul gaya geser terfaktor, Vu , dan gaya tarik terfaktor Tu, secara bersamaan harus memenuhi persyaratan berikut ini :
fuv =
[W
GU*
≤ r1.ϕf.fub.Ab.m
Td = ϕf Tn = ϕf.ft.Ab >
xW G
ft ≤ f1 – r2.fuv ≤ f2
......................................................
(2.67)
......................................................
(2.68)
................................................
(2.69)
Keterangan : ϕf=0,75 n
adalah faktor reduksi kekuatan untuk fraktur
adalah jumlah baut II -27
Bab II Landasan Teori
m
adalah jumlah bidang geser,
untuk baut mutu tinggi : f1 = 807 Mpa, f2 = 621 Mpa r2 = 1,9 untuk baut dengan ulir pada bidang geser r2 = 1,5 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser untuk baut mutu normal : f1 = 410 Mpa, f2 = 310 Mpa r2 = 1,9 2.9.6
Kekutan baut kuat tumpu Kuat tumpu rencana bergantung pada yang terlemah dari baut atau komponen pelat yang disambung. Apabila jarak lubang tepi terdekat dengan sisi pelat dalam arah kerja gaya lebih besar daripada 1,5 kali diameter lubang, jarak antar lubang lebih besar daripada 3 kali diameter lubang, dan ada lebih dari satu baut dalam arah kerja gaya, maka kuat rencana tumpu dapat dihitung sebagai berikut : Rd = ϕf Rn = 2,4 ϕf.db.tp.fu
...............................................
(2.70)
Kuat tumpu yang didapat dari perhitungan di atas berlaku untuk semua jenis lubang baut. Sedangkan untuk lubang baut selot panjang tegak lurus arah kerja gaya berlaku persamaan berikut ini : Rd = ϕf Rn = 2,0 ϕf.db.tp.fu
...............................................
(2.71)
Keterangan : ϕf=0,75adalah faktor reduksi kekuatan untuk fraktur db
adalah diameter baut nominal pada daerah tak berulir
tp
adalah tebal pelat
fu
adalah tegangan tarik putus yang terendah dari baut atau pelat
II -28
Bab II Landasan Teori
2.10
Batang Bresing
MRF
CBF
Gambar 2.12 Sitem penahan gempa yang umum
Menurut Gideon (1993) sistem yang umum dipakai untuk menahan beban gempa adalah Momen Resisting Frame (MRF) dan Concentrically Braced Frame (CBF), seperti terlihat pada gambar 2.10 keterbatasan MRF dan CBF memunculkan kemungkinan penggunaan struktur lain, yaitu dengan menggeser diagonal bracing pada sambungan balok kolom pada CBF. Adapun sistem ini dikenal sebagai Eccentrically Braced Frame (EBF), yang juga disebut sebagai Sistem Rangka Bracing Eksentrik (SRBE), Beberapa tipe contoh bracing SRBE dapat dilihat pada gambar 2.13 :
Tipe D
Tipe V
Gambar 2.13 Sistem Rangka Bracing Eksentrik
Kelangsingan batang bresing harus memenuhi syarat kelangsingan sebagai berikut : % '
<
++H -
...............................................
(2.72)
Keterangan : kc
adalah faktor panjang efektif kolom
L
adalah panjang komponen struktur
fy
adalah tegangan leleh profil baja (mpa) II -29
Bab II Landasan Teori
adapun tipe bresing yang direncanakan dalam Tugas Akhir ini yaitu tipe bracing tipe “X” yang dipasang selang seling pada kolom baja tersebut. Pengaruh gempa merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk dianalisis dalam perencanaan struktur gedung, terutama bangunan bangunan yang berada dalam wilayah yang sering dilanda gempa besar. Mengingat bahwa wilayah kepulauan Indonesia terletak didaerah rawan gempa. Oleh karena itu diperlukan suatu perencanaan bresing yang baik terhadap bahaya gempa agar tidak terjadi tingkat kecelakaan dan kerugian yang besar. Dalam tugas akhir ini akan dibahas perencanaan tentang pengaruh bracing sebagai penahan gaya akibat gempa pada portal tanpa bracing dan dengan portal memakai bracing struktur baja sesuai dengan SNI 03-1726-2002 dan SNI 03-1729-2002. dengan dipilihnya struktur bracing concentrically braced frames tipe X
dikarenaka memiliki
kekakuan yang tinggi untuk menahan gaya lateral (gempa) karena bresing tipe X mampu berdeformasi inelastik yang besar tanpa kehilangan yang signifikan kekuatan dan kekakuan struktur.
2.11
Perencanaan pelat lantai Pelat adalah elemen horizontal struktur yang mendukung beban mati maupun beban hidup dan menyalurkannya ke rangka vertikal dari sistem struktur, adapun Pelat merupakan struktur bidang (permukaan) yang lurus, (datar atau melengkung) yang tebalnya jauh lebih kecil dibanding dengan dimensi yang lain. Dalam Segi statika, kondisi tepi (boundary condition) pelat dibagi menjadi : Tumpuan bebas (free), Bertumpu sederhana (simply supported) dan jepit. Pelat dapat ditumpu diseluruh tepinya, atau hanya pada titik – titik tertentu (misalnya oleh kolom - kolom), atau campuran antara tumpuan menerus dan titik Untuk syarat – syarat tumpuannya dapat berlaku tiga kondisi, yaitu pelat dapat ditumpu bebas, terjepit penuh dan terjepit sebagian.
II -30
Bab II Landasan Teori
Perencanaan pelat dapat dilakukan dengan mengikuti langkah – langkah sebagai berikut : a. Menentukan spesifikasi material beton dan tulangan serta geometrinya b. Menentukan dimensi pelat c. Menghitung beban , dengan faktor beban sebagai berikut : .................................. ..
Wu = 1,2 WD + 1,6 WL
(2.73)
d. Menentukan momen – momen yang terwakili e. Momen ditentukan terlebih dahulu dengan meninjau tipe pelat lantai yang digolongkan sebagai berikut :
I-1
I-2
I-3
I-4
I-5
I-6
I-7
I-8
I-9
Tumpuan bebas Tumpuan jepit Gambar 2.14 Beberapa tipe pelat lantai
2.11.1 Pelat lantai sistem cor ditempat (Cast In Situ) Dalam perencanaan bangunan yang menggunakan struktur baja, maka sebaiknya struktur pelat lantainya menggunakan boundeck sebagai bekisting bawahnya, selain lebih cepat dalam proses pekerjannya juga dapat berfungsi sebagai tulangan positif dan menambah kekauan struktur pada saat dilakukan pengecoran diatasnya. Adapun tumpuan yang II -31
Bab II Landasan Teori
digunakan satu arah dengan diagram penyaluran beban seperti gambar berikut :
Gambar 2.15 Penyaluran beban satu arah pelat ke tumpuan
Pada bangunan bangunan beton bertulang, suatu jenis lantai yang umum dan dasar adalah tipe konstruksi pelat balok-balok balok balok induk (gelagar), dimana permukaan pelat itu dibatasi oleh dua balok yang bersebelahan pada sisi dan dua gelagar pada kedua ujung. Pelat satu arah adalah pelat yang panjangnya dua kali atau lebih besar dari pada lebarnya, maka hampir semua beban lantai menuju ke balok-balok balok dan sebagian kecil saja yang akan menyakur secara langsung ke gelagar. Kondisi pelat ini dapat direncanakan sebagai pelat p satu arah dengan tulangan utama sejajar dengan gelagar atau sisi pendek dan tulangan susut atau suhu sejajar dengan balok-balok balok balok atau sisi panjangnya. Permukaan yang melendut dari sistem pelat satu arah mempunyai kelengkungan tunggal. Sistem pelat satu arah dapat terjadi pada pelat tunggal maupun menerus, asal perbandingan panjang bentang kedua sisi memenuhi.
II -32
Bab II Landasan Teori
Gambar 2.16 Tabel data bahan penggunaan boundeck ex Union Metal tipe Floor deck II
2.11.2 Pelat lantai sistem beton pra tegang (Pre - Cast) Penggunaan produk precast concrete sebagai pelat lantai, relatif sudah banyak dijumpai di sekitar kita. dengan dengan digunakan precast maka pemakaian bekisting dan perancah akan berkurang drastis sehingga dapat menghemat waktu pelaksanaan. Salah satu produk precast untuk lantai adalah adalah precast hollow core slab (HCS). Sistem precast hollow core slab menggunakan sistem pretensioning dimana kabel prategang ditarik terlebih dahulu pada suatu dudukan khusus yang telah disiapkan dan kemudian dilakukan pengecoran. Oleh karena itu pembuatan produk precast ini harus ditempat fabrikasi khusus yang menyediakan dudukan yang dimaksud. Adanya lubang bang dibagian tengah pelat secara efektif mengurangi berat sendirinya tanpa mengurangi kapasitas lenturnya. Jadi precast ini relatif ringan dibanding solid slab bahkan karena digunakannya pre-stressing pre maka kapasitasnya dukungngya lebih besar. Keberadaan lubang pada slab tersebut sangat berguna jika diaplikasikan pada bangunan tinggi karena mengurangi bobotnya lantai. II -33
Bab II Landasan Teori
Bayangkan saja, untuk solid slab, tebal 120 mm saja maka beratnya adalah sekitar 288 kg/m2 hampir sama dengan berat beban hidup rencana untuk kantor yaitu 300 kg/m2. Padahal kontribusi kekuatan pelat hanya untuk mendukung pembebanan tetap saja (DL + LL). Bahkan karena beratnya tersebut akan menjadi penyumbang utama besarnya gaya gempa. Jadi jika berat lantai berkurang maka beban gempa rencananya juga kurang. Dengan demikian penggunaan lantai precast yang ringan juga mengurangi resiko bahaya gempa. Beberapa keuntungan menggunakan HCS sebagai berikut : a. Menggunakan sistem pra tegang yang menghasilkan lendutan yang sangat kecil disebabkan lawan lendut dari gaya prategang itu sendiri b. Precompression Effect, memberikan ketahanan terhadap suhu tinggi daripada beton konvensional c. Rongga ditengah tengah HCS membuat berat sendiri lebih ringan 28 sampai dengan 49 % dibandingan beton konvensional sehingga membuat struktur bangunan dan dimensi lebih kecil. d. Pasangan keramik diatas HCS bisa menambah perkakuan struktur gedung
Gambar 2.17 Beberapa tipe HCS ex BEP
II -34
Bab II Landasan Teori
Tabel 2.5 Tabel kapasitas beban HCS ex BEP
Perletakkan HCS pada konstruksi baja jika ditinjau dari sisi pelaksanaan dan teori untuk perkakuan pada gedung adalah sebagai berikut :
Gambar 2.18 Isometri Pemasangan HCS
II -35
Bab II Landasan Teori
Gambar 2.19 Sistem Perkakuan struktur HCS
II -36