BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Pemasaran Pemasaran ada di sekeliling kita. Pemasaran bukan hanya sekedar fungsi bisnis namun pemasaran juga merupakan falsafah yang menjadi pedoman seluruh organisasi. Sasaran pemasaran adalah menciptakan kepuasan pelanggan sambil mendatangkan laba dengan membangun hubungan yang searah dengan para pelanggan penting. Menurut Kotler (1997, p. 8), pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka
butuhkan
dan
inginkan
dengan
menciptakan,
menawarkan,
dan
mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Definisi pemasaran ini bersandar pada konsep inti: kebutuhan (needs), keinginan (wants), permintaan (demands). Menurut McLeod (1996, pp.183-184), pemasaran terdiri dari kegiatan perorangan dan orang yang memudahkan dan mempererat hubungan pertukaran yang memuaskan dalam lingkungan yang dinamis melalui penciptaan, pendistribusian, promosi, dan penentuan harga barang jasa, dan gagasan. Sedangkan menurut Stanton (Umar, 2000, pp. 31-36) bahwa pemasaran meliputi keseluruhan sistem yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan usaha, yang bertujuan untuk merencanakan, menentukan harga, hingga mempromosikan dan mendistribusikan barang-barang atau jasa yang akan memuaskan kebutuhan pembeli, baik yang aktual maupun yang
9
10
potensial. Terdapat empat kebijakan pemasaran yang disebut bauran pemasaran (marketing mix), yang terdiri dari: 1. Kebijakan Produk Produk adalah suatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, untuk dibeli, digunakan, atau dikonsumsi sehingga dapat memenuhi suatu keinginan atau kebutuhan. Yang termasuk dalam produk selain berbentuk fisik juga jasa atau layanan. Pengembangan sebuah produk mengharuskan perusahaan menetapkan manfaat-manfaat apa yang akan diberikan oleh produk itu. Produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke suatu pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan (Kotler, 1997, p. 52). Variabel mencakup: keragaman produk, kualitas, desain, bentuk, merek, kemasan, ukuran, pelayanan, jaminan dan pengembalian. 2. Kebijakan Harga Harga adalah sejumlah nilai yang ditukarkan konsumen dengan manfaat dari memiliki atau menggunakan produk atau jasa yang nilainya ditetapkan oleh pembeli dan penjual melalui tawar-menawar atau ditetapkan oleh penjual untuk satu harga yang sama terhadap semua pembeli. Harga merupakan jumlah uang yang pelanggan bayar untuk produk tertentu. Variabel yang tercakup di dalamnya adalah: daftar harga, rabat, potongan, syarat kredit, jangka waktu pembayaran. 3. Kebijakan Distribusi Distribusi adalah pemasaran perantara untuk memasarkan produk khususnya dengan cara membangun suatu saluran distribusi yaitu sekelompok organisasi yang saling tergantung dalam keterlibatan mereka pada proses yang
11
memungkinkan suatu produk atau jasa tersedia bagi pengguna atau konsumsi oleh konsumen atau pengguna industrial. Memahami di mana, mengapa, kapan dan bagaimana pelanggan sasaran membeli merupakan langkah penting. Pemasar harus memahami tingkat hasil pelayanan yang diinginkan pelanggan sasaran. Untuk menganalisis tingkat hasil pelayanan yang diinginkan pelanggan dalam alat pemasaran tempat, menggunakan: ukuran lot, waktu tunggu, kenyamanan tempat, variasi produk, dan pelayanan pendukung. 4. Kebijakan Promosi Promosi adalah suatu pemasaran produk yang mengkomunikasikan produk kepada masyarakat agar produk itu dikenal dan ujung-ujungnya dibeli. Sedangkan untuk mengkomunikasikan produk ini perlu disusun suatu strategi yang sering disebut dengan Strategi Bauran Promosi yang terdiri atas: periklanan, promosi penjualan, hubungan masyarakat, penjualan perorangan.
2.2 Konsep Jasa dan Kualitas Jasa Penawaran suatu perusahaan kepada pasar biasanya berbagai jenis jasa. Komponen jasa ini dapat merupakan bagian kecil
ataupun
bagian
utama
dari
keseluruhan penawaran tersebut. Berdasarkan kriteria ini, penawaran suatu perusahaan dapat dibedakan menjadi lima kategori (Tjiptono, 2002), yaitu: 1. Produk fisik murni
12
Penawaran yang hanya terdiri atas produk fisik, misalnya sabun mandi, pasta gigi, sabun cuci, tanpa ada jasa atau pelayanan yang menyertai produk tersebut. 2. Produk fisik dengan jasa pendukung Penawaran terdiri atas suatu produk fisik yang disertai dengan satu atau beberapa jasa untuk meningkatakan daya tarik konsumennya. Misalnya produsen mobil juga memberikan penawaran jasa pengantaran, reparasi, pemasangan suku cadang. 3. Hybrid Penawaran terdiri dari barang dan jasa yang sama besar porsinya. 4. Jasa utama yang didukung dengan barang dan jasa minor Penawaran terdiri atas suatu jasa pokok bersama-sama dengan jasa tambahan (pelengkap) dan atau barang-barang pendukung. Contohnya penumpang pesawat terbang yang membeli jasa transportasi juga dilayani makanan dan minuman, majalah, atau surat kabar selama di perjalanan sebagai unsur produk fisik yang terlibat. Jasa seperti ini memerlukan barang yang bersifat kapital intensif (dalam hal ini pesawat) untuk realisasinya, tapi penawaran utamanya adalah jasa. 5. Jasa murni Penawaran yang hampir seluruhnya berupa jasa. Misalnya fisioterapi, konsultasi psikologi, pemijatan, dan lain-lain. Paket jasa (service package) didefinisikan sebagai sekelompok barang dan jasa yang disediakan pada beberapa lingkungan. Kelompok ini terdiri dari (Fitzsimmons & Fitzsimmon, 2001, p.24):
13
1. Supporting Facility. Fasilitas pendukung, yang merupakan sumber daya fisik yang harus tersedia sebelum suatu jasa dapat ditawarkan. 2. Facilitating goods. Barang-barang yang dibeli atau dikonsumsi oleh pembeli, atau benda yang dimiliki pelanggan. Diantaranya: golf clubs dan bahan makanan. 3. Explicit Services. Merupakan manfaat yang dapat diamati dengan menggunakan indera perasa dan terdiri dari keunggulan esensial atau intrinsik dari suatu jasa. 4. Implicit Services. Jasa implisit merupakan suatu manfaat psikologis yang dapat dirasakan pelanggan secara tidak pasti, atau manfaat ekstrinsik dari suatu jasa. Misalnya bengkel mobil yang menawarkan reparasi tanpa rasa khawatir dari pemilik, kerahasiaan suatu pinjaman.
Pada umumnya produk dapat diklasifikasikan dalam berbagai macam cara, salah satu cara yang banyak digunakan adalah klasifikasi berdasarkan daya tahan dan berwujud tidaknya suatu produk. Berdasarkan kriteria ini, ada tiga kelompok produk (Tjiptono, 2002): 1. Barang tidak tahan lama (nondurable good) Barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau dalam beberapa kali pemakaian. 2. Barang tahan lama (durable good) Barang berwujud yang biasanya bisa bertahan lama dan memiliki umur ekonomis lebih dari satu tahun.
14
3. Jasa (service) Merupakan aktivitas, manfaat, atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual. Sebenarnya perbedaan secara jelas antara produk dan jasa seringkali sulit dilakukan. Hal ini dikarenakan pembelian suatu barang seringkali disertai dengan jasa tertentu. Dengan adanya berbagai macam variasi antara barang dan jasa, maka sulit menggeneralisir jasa bila tidak mengadakan perbedaan lebih lanjut. Menurut Fitzsimmons dan Sullivan (Manajemen Jasa, 1992), jika dilihat dari sudut pandang konsumen, jasa dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama, yaitu: 1. For consumers (facilitating services); jasa yang dimanfaatkan sebagai media atau sarana untuk mencapai tujuan tertentu. Meliputi misalnya transportasi, komunikasi, finansial, akomodasi, dan rekreasi. 2. To consumers (human services); jasa yang ditujukan pada konsumen.
Selain itu, klasifikasi jasa juga dapat dilakukan berdasarkan tujuh kriteria (Lovelock, 1987, dalam Evans and Berman, 1990), yaitu:
15
Tabel 2.1
Klasifikasi Jasa
No. BASIS 1. Segmen Pasar 2.
3. 4. 5. 6. 7.
KLASIFIKASI CONTOH * Konsumen akhir Salon kecantikan * Konsumen organisasional Konsultan manajemen Tingkat keberwujudan Penyewaan mobil * Rented-goods service Reparasi jam tangan * Owned-goods service Pemandu wisata * Non-goods service Keterampilan penyedia jasa * Professional service Dokter * Nonprofessional service Supir taksi Tujuan organisasi jasa Bank * Profit service Yayasan sosial * Nonprofit service Regulasi Angkutan umum * Regulated service Katering * Nonregulated service Tingkat intensitas karyawan * Equipment-based service ATM Pelatih sepak bola * People-based service Tingkat Kontak Penyedia * High-contact service Universitas Jasa dan Pelanggan Bioskop * Low-contact service Sumber: Tjiptono (2002) The 13 criteria just listed emphasize the scope of unique problems that
managers of service operations encounter (Fitzsimmons, 1990, p. 4): intangible, variable, nonstandard output, perishability, high customer contact throughout the service process, customer participation, skills sold directly to the customer, mass production, high personal judgement, labor intensiveness, decentralized facilities near customers, measures of effectiveness, quality control primarily process control, and expanded price basis. Services are deds, processes, and performances (Zeithaml and Mary Jo Bitner, 1996, p. 5). A service is an activity or series of activities of more or less intangible nature that normally, but not necessarily, take place in interactions between customer and service employees and/or physical resources or goods and/or
16
systems of the service provider, which are provided as solutions to customer problems (Groons, 1990, p. 27). Service sectors include all economic activities whose output is not a physical product or construction is generally consumed at the time it is produced, and provides added value in forms (such as convenience, amusement, timeliness, comfort or health) that are essentially intangible concerns of its first purchaser (Quinn, Baruch, and Paquette, 1987, p.50). A service is intangible and perishable. It is occurrence or process that is created and used simultaneously or nearly simultaneously. While the consumer cannot retain the actual service after it is produced, the effect of the service can be retained (Sasser, Olsen, and Wyckoff, 1978, p.8). A service is a time-perishable, intangible experience performed for a customer actng in the role of co-producer (Fitzsimmons, 2001, p.5). Menurut Kotler (1997, p. 83), jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik. Berbagai bisnis jasa banyak dijumpai dalam hidup kita sehari-hari dewasa ini. Diantaranya adalah asuransi, telekomunikasi, hiburan televisi, supir, pendidikan, binatu, reparasi, dan jasa finansial. Bisnis jasa tersebut sangat berpengaruh dalam dunia modern. Kini setiap konsumen tidak lagi sekedar membeli suatu produk, tetapi juga segala aspek jasa/pelayanan yang melekat pada produk terebut, mulai dari tahap prapembelian hingga tahap purnabeli. Salah satu cara yang efektif dalam melakukan diferensiasi adalah melalui jasa atau pelayanan yang diberikan. Misalnya, bisnis restoran bergeser dari sekedar menyediakan segala macam makanan untuk dijual, menjadi usaha melayani dan memuaskan rasa lapar
17
para pelanggan dengan disertai usaha menyediakan suasana yang kondusif bagi pelanggan untuk menikmati hidangan, seperti misalnya menyajikan hiburan musik (Tjiptono, 2002, p. 2). Sedangkan dalam buku Manajemen Jasa (Tjiptono, 2000, p6) memberikan pengertian jasa sebagai berikut: jasa merupakan aktivitas, manfaat, atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual. Berbagai faktor bisa dikemukakan sebagai pemicu perkembangan sektor jasa yang demikian pesat, diantaranya (Schoell and Gultinan, 1992): adanya peningkatan pengaruh sektor jasa dalam perekonomian, waktu santai lebih banyak, prosentase wanita yang masuk dalam angkatan kerja semakin besar, tingkat harapan hidup semakin meningkat, produk-produk yang dibutuhkan dan dihasilkan semakin kompleks, adanya peningkatan kompleksitas kehidupan, meningkatnya perhatian terhadap ekologi dan kelangkaan sumber daya, dan perubahan teknologi berlangsung semakin cepat. Menurut Fitzsimmons dan Sullivan (1982), perkembangan sektor jasa erat kaitannya dengan tahap-tahap perkembangan aktivitas ekonomi meliputi: 1. Primer (Ekstraktif), meliputi: pertanian, pertambangan, perikanan, dan kehutanan. 2. Sekunder (Produksi Barang), meliputi pemanufakturan dan pemrosesan. 3. Tersier (Jasa Domestik), terdiri atas restoran dan hotel, salon kecantikan, laundry dan dry cleaning, pemeliharaan dan reparasi. 4. Kuarter (Perdagangan), meliputi transportasi, perdagangan eceran, komunikasi, keuangan dan asuransi, real estate, dan pemerintahan. 5. Kuiner (Perbaikan dan Peningkatan Kapasitas Manusia), terdiri atas kesehatan, pendidikan, riset, rekreasi, dan kesenian.
18
Tingkat Intensitas Tenaga kerja
Tingkat Interaksi dan Customization Rendah Tinggi Service factory: Service shop: * Penerbangan * Rumah sakit Rendah * Pengangkutan dengan truk * Reparasi mobil * Hotel * Jasa reparasi lainnya * Resor dan rekreasi
Mass service: Professional service: * Penjualan eceran * Dokter Tinggi * Penjualan grosir * Pengacara * Sekolah * Akuntan * Aspek ritel dari perbankan * Arsitek Komersial Gambar 2.1 Matriks Proses Jasa Sumber: Tjiptono (2002) Ada empat karakteristik utama yang sangat mempengaruhi rancangan program pemasaran, yaitu: 1. Tidak berwujud (Intangibility); suatu jasa yang memiliki sifat tidak berwujud, tidak dapat dinikmati sebelum dibeli oleh konsumen. 2. Tidak terpisahkan (Inseparibility); jasa yang dihasilkan dan dirasakan pada waktu yang bersamaan. 3. Bervariasi (Variability); jasa yang senantiasa mengalami perubahan, tergantung dari siapa penyedia. 4. Mudah lenyap (Perishability); jasa yang daya tahannya tergantung pada situasi yang diciptakan oleh berbagai faktor. Distinctive characteristics of service operations include (Fitzsimmons, 2001, p. 25):
19
1. Customer participation in the service process The presence of the customer as a participant in the service process requires an attention to facility design that it is not found in traditional manufacturing operations. Artinya proses jasa tidak terlepas dari partisipasi pelanggan. Kehadiran pelanggan sebagai partisipan dalam proses jasa menuntut perhatian terhadap desain fasilitas. Dekorasi interior, mebel, tampilan, kebisingan, bahkan warna sekalipun, dapat mempengaruhi persepsi pelanggan terhadap jasa. 2. Simultaneity Services are created and consumed simultaneously, thus, cannot be stored a critical feature in the management of services. Bahwa jasa tercipta dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan; oleh sebab itu jasa tidak dapat disimpan. Proses penciptaan jasa dan konsumsinya yang bersamaan ini, bisa menghapuskan celah-celah yang mengganggu (intervensi) quality control. 3. Perishability A service is a perishable commodity. Jasa merupakan komoditi yang mudah lenyap. Apabila jasa tidak digunakan, maka jasa tersebut akan hilang. Permintaan pelanggan atas jasa membuktikan perilaku yang berulang dalam waktu yang singkat, dengan variasi antara puncak aktivitas dimana permintaan memuncak dan lembah (sepi permintaan). 4. Intangibility Services are ideas and concepts; products are things. The service innovations are not patentable. Jasa merupakan ide-ide serta konsep, sedangkan produk merupakan barang. Oleh karena itu, inovasi jasa tidak dapat dipatenkan. Sifat jasa
20
yang tidak berwujud ini menimbulkan masalah bagi pelanggan. Mereka harus percaya pada reputasi penyedia jasa. Lain halnya ketika pelanggan membeli sebuah produk. Pelanggan dapat melihat, merasa dan mencoba kemampuan produk tersebut sebelum melakukan pembelian. 5. Heterogeneity The combination of the intangible nature of service and the customer as a participant in the service delivery system results in variation of service from customer to customer. Kombinasi antara sifatnya yang tidak berwujud dan pelanggan sebagai pastisipan, menghasilkan sistem penyampaian jasa yang berbeda-beda untuk tiap pelanggan. Padahal pelanggan menginginkan agar diperlakukan sama dengan pelanggan yang lain, dalam hal menerima jasa dari penyedia jasa. Oleh karena itu, manajer jasa harus memperhatikan perilaku karyawan serta kemampuan mereka. Dengan melaksanakan pelatihan dan perhatian yang tulus untuk kesejahteraan karyawan, tujuan organisasi dapat terinternalisasi. Menurut Stanton, Etzel dan Walker (Tjiptono, 2000, p18), ada pengecualian dalam karakteristik perishability dan penyimpanan jasa. Dalam kasus tertentu, jasa bisa disimpan, yaitu dalam bentuk pemesanan, peningkatan permintaan pada saat permintaan sepi dan penundaan penyampaian jasa. Terdapat hubungan yang erat antara kualitas produk dan pelayanan, kepuasan pelanggan, dan profitabilitas perusahaan. Semakin tinggi tingkat kualitas menyebabkan semakin tingginya kepuasan pelanggan dan juga mendukung harga yang lebih tinggi serta (sering kali) biaya yang lebih rendah. Kualitas berdasarkan definisi dari American Society for
21
Quality Control, yang telah dipakai di seluruh dunia adalah keseluruhan ciri serta sifat suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat. Dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu expected service dan percieved service (Parasuraman et al, 1985) apabila jasa yang diterima atau dirasakan (percieved service) sesuai dengan yang diharapkan maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Kualitas memiliki hubungan yang sangat erat dengan kepuasan pelanggan, dimana kualitas itu sendiri memiliki definisi tersendiri. Menurut Kotler (1994), kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Pelangganlah yang mengkonsumsi dan menikmati jasa perusahaan, sehingga merekalah yang seharusnya menilai kualitas jasa. The costs of poor quality of services are even larger than those for goods. Crosby (1979) and others estimate the costs for poor quality to about 30-40% of the turnover. This means that it has become increasingly important to focus on and improve service quality (Bergman and Klefsjo, 1994, p. 265). There are thus three distinct trends that must be faced squarely by the company which designs, processes, and sells products and services in today’s competitive marketplace (Feigenbaum, 1991, pp. 24-25):
22
•
Customers have been increasing their quality requirements very sharply.
•
As a result of this increased customer demand for higher quality products, present quality practices and techniques are now, or soon will be, outmoded.
•
Quality costs have become very high. For many companies they may be much too high if these companies are to maintain and improve theier competitive position over the long run. Menurut Wyckof (dalam Lovelock, 1988) kualitas jasa adalah tingkat
keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Kualitas didefinisikan oleh Kotler (2003, p. 84) sebagai keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat. Definisi kualitas dalam arti luas yang diambil dari International Standard for Service Quality (1990) yaitu: kumpulan dari seluruh ciri-ciri dan karakteristik dari suatu produk atau jasa yang memiliki kemampuan untuk memuaskan keadaan saat ini atau kebutuhan yang diharapkan akan dapat diperoleh. Kualitas pelayanan dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan para pelanggan atas layanan yang mereka terima. Jika kenyataan yang diterima lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan berkualitas sedangkan jika kenyataannya kurang dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan tidak berkualitas. Apabila kenyataan sama dengan harapan, maka layanan disebut memuaskan.
23
Harapan pelanggan bisa berasal dari informasi mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, dan pengalaman masa lalu. Persepsi pelanggan atas layanan dari perusahaan tergantung
pada
beberapa
faktor: pengalaman mereka, pengetahuan yang
dikombinasikan dengan komitmen dan kemampuan melayani pelanggan, kemampuan menepati janji dan kepercayaan, perhatian yang tulus yang diberikan kepada para pelanggan, cepat dalam menangani keluhan pelanggan (Evardsson, Thomasson, and Ovretveit, 1994). Gazpers (2002, p. 4) memberikan dua definisi kualitas, yaitu: 1. Definisi Konvensional: kualitas biasanya menggambarkan karakterisitik langsung dari suatu produk, seperti performansi (performance), keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (ease for use), estetika (esthetics), dan sebagainya. 2. Definisi Strategik: kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers). Although Juran’s definition of quality has changed over the years, it can best be summed up as “fitness for use”. This means that a product or service should do what the user needs or wants and has a right to expect (Juran and Gryna, 1980; Schuler and Harris, 1992, p. 21). Quality is a predictable degree of uniformity and dependentability, at low cost and suited to the market (Gitlow and Oppenheim, 1995, p. 3). The quality of a service or product is determined by the user’s perception. It is the degree to which the bundle of service attributes as a whole satisfies the user. This is called expectations-to-perception match (Fitzsimmons, 1990, p. 419).
24
Word of mouth
Personal needs
Expected Service
Dimensions of Service Quality: Reliability Respnsiveness Assurance Empathy Tangibles
Perceived Quality
Past experience
Perceived Service Quality: 1. Expectations exceeded ES < PS (Quality surprise) 2. Expectations met ES = PS (Satisfactory quality) 3. Espectations not met ES > PS (Unacceptable quality)
Gambar 2.2 Perceived Service Quality Sumber: Fitzsimmons (2001) Gazpers (2002, p. 5) mengutip definisi kualitas jasa yang terdapat dalam ISO 8402 (Quality Vocabulary), yaitu bahwa kualitas adalah totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dispesifikasikan atau diterapkan. Kualitas sering diartikan sebagai kepuasan pelanggan (customer satisfaction) atau konformansi terhadap kebutuhan atau persyaratan (conformance to the requirements). Menurut Wyckof (dalam Lovelock, 1998), kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Sedangkan Goetsh dan Davis (1994) mendefinisikan kualitas sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Menurut Hutt dan Speh (1992), kualitas jasa terdiri dari tiga komponen utama, yaitu: 1. Technicall Skill; komponen yang berkaitan dengan kualitas output (keluaran) jasa yang diterima pelanggan.
25
a. Search quality; kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum membeli, misalnya harga. b. Experience quality; kualitas yang hanya bisa dievaluasi pelanggan setelah membeli atau mengkonsumsi jasa, misalnya ketepatan waktu, kecepatan pelayanan, dan kerapian hasil. c. Credence quality; kualitas yang sukar dievaluasi pelanggan meskipun telah mengkonsumsi suatu jasa misalnya operasi jantung. 2. Functional Quality; komponen yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian suatu jasa. 3.
Corporate Image; profil, reputasi, citra umum, dan daya tarik khusus suatu perusahaan.
Menurut Garvin (dalam Lovelock, 1994; Ross, 1993), ada lima macam perspektif kualitas yang berkembang, yaitu:
1. Transcendental approach Kualitas dipandang sebagai innate excellence, dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalisasikan. 2. Product-based approach Pendekatan ini menganggap kualitas merupakan karakterisik atau atribut yang dapat dikuantifikasikan dan dapat diukur. 3. User-based approach
26
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang memuaskan preferensi seseorang (misalnya perceived quality) merupakan produk yang berkualitas tinggi. 4. Manufacturing-based approach Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktik-praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian dengan persyaratan (conformance to requirements). 5. Value-based approach Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Kualitas didefinisikan sebagai “affordable excellence”. Enam prinsip pokok kualitas jasa meliputi (Wolkins dalam Scheuing dan Christopher, 1993): 1. Kepemimpinan; strategi kualitas harus merupakan inisiatif dan komitmen dari manajemen puncak. Manajemen puncak harus memimpin perusahaan untuk meningkatkan kinerja kualitasnya. 2. Pendidikan; semua personil perusahaan dari manajer puncak sampai karyawan operasional harus memperoleh pendidikan mengenai kualitas. 3. Perencanaan; proses perencanaan strategik harus mencakup pengukuran dan tujuan kualitas yang dipergunakan dalam mengarahkan perusahaan untuk mencapai visinya. 4. Review; proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi manajemen untuk mengubah perilaku organisasional.
27
5. Komunikasi; implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses komunikasi dalam perusahaan. Komunikasi harus dilakukan dengan karyawan, pelanggan, stakeholder perusahan lainnya seperti pemasok, pemegang saham, pemerintah, dan masyarakat umum. 6. Penghargaan dan pengakuan (Total Human Reward); penghargaan dan pengakuan merupakan aspek yang penting dalam implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan yang berprestasi perlu diberi penghargaan dan prestasinya diakui. Menurut Zeithaml et al (Umar, 2000, pp. 38-40), mengemukakan lima dimensi dalam menentukan kualitas jasa, yaitu: a. Reliability, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan. b. Responsiveness, yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang meliputi kesigapan karyawan dalam menangani konsumen, kecepatan karyawan dalam menangani transaksi, dan penanganan keluhan konsumen. c. Confidence/Assurance, meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan produk secara tepat, kualitas keramah-tamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberi pelayanan, keterampilan dalam memberikan informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan konsumen terhadap perusahaan. Ada beberapa dimensi yang dapat mempengaruhi sebuah jasa yaitu dimana dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi:
28
•
Kompetensi (Competence), artinya keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan.
•
Kesopanan (Courtecy), yang meliputi keramahan, perhatian, dan sikap para karyawan.
•
Kredibilitas (Credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi, dan sebagainya.
d. Empathy, yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada konsumen seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan konsumen, dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan konsumennya. Dimensi Empathy ini merupakan penggabungan dari dimensi: •
Akses (Access), meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan perusahaan.
•
Komunikasi
(Communication),
merupakan
kemampuan
melakukan
komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan. •
Pemahaman pada pelanggan (Understanding the Customer), meliputi usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan.
e. Tangibility, meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan ruangan front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan karyawan.
29
Terdapat tiga kunci pokok yang muncul dari kelima dimensi kualitas layanan, yaitu (Zeithaml et al, 1990): 1. Kualitas layanan lebih sukar untuk dievaluasi bagi pelanggan dibanding dengan kualitas barang. 2. Pelanggan tidak hanya mengevaluasi kualitas layanan dari apa yang mereka terima, tetapi mereka juga memperhatikan proses layanan antar. 3. Satu-satunya kriteria penilaian dari kualitas layanan hanya didapat dari pelanggan.
PEMEGANG SAHAM (PEMILIK) Sense of Ownership
Total Human Reward
Superior Perceived Value
Long Term Profit
Total Quality Service
KARYAWAN
PELANGGAN Ongoing Relationship
Gambar 2.3
Segitiga Jasa (The Service Triangel) Sumber: Tjiptono (2002)
Scope of service quality (Fitzsimmons, 2001, p. 49-52): •
Content; Are standard procedures being followed?
•
Process; Is the sequence of events in the service process appropriate?
•
Structure; Are the physical facilities and organizational design adequate for the sevice?
•
Outcome; What change in status has the service affected?
•
Impact; What is the long-range effect of the service on the consumer?
30
Tiga P tambahan Manajemen Jasa dalam perusahaan jasa (Kotler, 2003, pp. 450-451) yaitu: people, physical evidence, dan process. Christian Gronroos berpendapat bahwa pemasaran jasa tidak hanya membutuhkan external marketing, namun juga memerlukan internal marketing. “External marketing describes the normal work to prepare, price, distribute, and promote the service to customers. Internal marketing describes the work to train and motivate employees to serve customers well.” Tiga tipe pemasaran dalam industri jasa:
Company
Internal Marketing
Cleaning/ maintenance service
External Marketing
Financial/ Restaurant banking industry service
Interactive Customers Marketing Tiga Tipe Pemasaran dalam Industri Jasa Sumber: Kotler (2003)
Employees Gambar 2.4
The 9 M’s fundamental factors affecting quality: markets, money, management, men, motivation, materials, machines and mechanization, modern information methods, and mounting product requirements (Feigenbaum, 1991).
Manfaat dari kualitas yang superior antara lain berupa (Tjiptono, 2002, p. 55): loyalitas pelanggan lebih besar, pangsa pasar yang yang lebih besar, harga saham yang lebih tinggi, dan produktivitas yang lebih besar.
31
Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan (Kotler, 1994). Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang pelanggan. Secara garis besar, ada empat unsur pokok dalam konsep service excellence, yaitu (Elhaitammy, 1990): kecepatan, ketepatan, keramahan, dan
kenyamanan.
Tabel 2.2
Sasaran dan Manfaat Service Excellence
Sasaran Manfaat Service Excellence Service Bagi Bagi Bagi Excellence Pelanggan Karyawan Perusahaan Memuaskan pelanggan Kebutuhan terpenuhi Lebih percaya diri Meningkatnya kesan profesional (corporate image) Meningkatkan loyalitas Merasa dihargai dan Adanya kepuasan Kelangsungan usaha Pelanggan Mendapatkan pribadi perusahaan pelayanan yang baik terjamin Meningkatkan penjualan Merasa dipercaya Menambah Mendorong masyaproduk dan jasa sebagai mitra bisnis ketenangan bekerja rakat untuk berhubuPerusahaan ngan dengan perusahaan Meningkatkan Merasa menemukan Memupuk semangat Mendorong kemungPendapatan perusahaan yang untuk meniti karir kinan ekspansi Perusahaan Profesional Meningkatkan laba perusahaan Sumber: Tjiptono (2002)
32
2.3 Konsep Perilaku Konsumen Perilaku konsumen didefinisikan oleh Engel (1994, p. 3) sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Perilaku konsumen dapat dipengaruhi oleh pengaruh lingkungan, perbedaan individu, dan proses psikologis. Pengaruh lingkungan seperti budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, dan situasi. Sedangkan sumber daya konsumen, motivasi & keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup, dan demografi ikut mempengaruhi perbedaan individu. Proses psikologis seperti pengolahan informasi, pembelajaran, dan perubahan sikap/perilaku juga ikut berperan mempengaruhi perilaku konsumen. Consumer behavior in services can be quite complex because everty service encounter is potentially different. Some elements of consumer behavor that have an impact on marketing of services include (Fitzsimmons, 1990, pp. 538-540): •
Time budgeting; refers to the situation in which consumers make time the major variable in their service selection process.
•
Consumers socialization as a producer; another service trend is that of the consumer as coproducer of a service.
•
Dramatic states; refers to the development of a ‘mental script’ by consumers for often-repeated experiences.
•
Consumer evaluations of services; consumers avaluate services differentially than they do products.
33
•
Attitudes toward service alternative; consumers’ attitudes toward services are different from their attitudes toward products.
Kepuasan konsumen akan terpenuhi apabila proses penyampaian jasa dari si pemberi jasa kepada konsumen sesuai dengan apa yang dipersepsikan konsumen. Oleh karena berbagai faktor, seperti subyektivitas yang dipersepsikan konsumen dan pemberi jasa, maka sering disampaikan dengan cara yang berbeda dengan yang dipersepsikan oleh konsumen. Gap secara garis besar dimaksudkan untuk mengetahui kesenjangan yang terjadi dalam kualitas jasa. Tiga peneliti Amerika, Leonard L. Berry, A. Parasuraman, dan Valerie A. Zeithaml (1985) melakukan penelitian mengenai customer perceived quality pada empat industri jasa, yaitu retail banking, credit card, securities brokerage, dan product repair and maintance. Dalam
penelitian tersebut, mereka mengidentifikasikan 5 (lima) gap yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa. Terdapat lima kesenjangan (gap) yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa (Parasuraman dkk., 1988, p. 36; Tjiptono, 2002, pp. 8081), yaitu: 1. Kesenjangan (gap) antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami apa yang diinginkan para pelanggan secara tepat. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya didesain, dan jasa-jasa pendukung/sekunder apa saja yang diinginkan konsumen. Contohnya pengelola katering mungkin mengira para pelanggannya lebih mengutamakan ketepatan waktu pengantar makanannya, padahal para pelanggan tersebut mungkin lebih memperhatikan variasi menu yang disajikan.
34
2. Kesenjangan (gap) antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa. Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu standar kinerja tertentu yang jelas. Hal ini bisa dikarenakan tiga faktor yaitu, tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya, atau karena adanya kelebihan permintaan. Sebagai contoh, manajemen suatu bank meminta para stafnya agar memberikan pelayanan secara ‘cepat’ tanpa menentukan standar atau ukuran waktu pelayanan yang dapat dikategorikan cepat. 3. Kesenjangan (gap) antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Ada beberapa hal terjadinya gap ini, misalnya karayawan kurang terlatih, beban kerja yang melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja, atau bahkan tidak mau memenuhi standar kinerja yang ditetapkan. Selain itu mungkin pula, karyawan dihadapkan pada standar-standar yang kadangkala saling bertentangan satu sama lain. Misalnya juru rawat diharuskan meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluhan atau masalah pasien, tetapi disisi lain mereka juga harus melayani para pasien dengan cepat. 4. Kesenjangan (gap) antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Seringkali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Risiko yang dihadapi perusahaan adalaah apabila janji yang dberikan ternyata tidak dapat dipenuhi. Misalnya brosur suatu lembaga pendidikan menyatakan bahwa lembaganya merupakan yang terbaik, memiliki sarana kuliah praktikum dan perpustakaan yang lengkap, dan staf pengajarnya
35
profesional. Akan tetapi saat pelanggan datang dan merasakan bahwa ternyata fasilitas praktikum dan perpustakaannya biasa-biasa saja (hanya memiliki beberapa ruang mata kuliah, jumlah komputer relatif sedikit, dan eksemplar buku terbatas), maka sebenarnya komunikasi eksternal yang dilakukan lembaga pendidikan tersebut telah mendistorsi harapan konsumen dan menyebabkan terjadinya persepsi negatif terhadap kualitas jasa lembaga tersebut. 5. Kesenjangan (gap) antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan. Terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja/prestasi perusahaan dengan cara yang berlainan, atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut. Misalnya seorang dokter bisa saja terus mengunjungi pasiennya untuk menunjukkan perhatiannya. Akan tetapi pasien dapat menginterpretasikannya sebagai suatu indikasi bahwa ada yang tidak beres berkenaan dengan penyakit yang dideritanya.
36
Word-of-mouth communications
Personal needs
Past experience
Expected service
GAP 5 Perceived service
Service delivery (including pre- and post-contacts)
PEMASAR
External
GAP 4 communications to consumers
GAP 3 GAP 1 GAP 2
Translation of perceptions into service quality specifications Management perseptions of consumer expectations
Gambar 2.5
Service Quality Gap Model (A. Parasuraman dkk.) Sumber: Bergman dan Klefsjo
Model kualitas jasa dari A. Parasuraman dkk., tersebut dikenal dengan nama model SERVQUAL (service quality). Model SERVQUAL (Gambar 2.5) tersebut cukup populer dan hingga kini banyak digunakan acuan dalam riset pemasaran. Model tersebut berkaitan erat dengan model kepuasan pelanggan yang sebagian besar didasarkan pada pendekatan diskonfirmasi. Dalam pendekatan ini ditegaskan bahwa bila kinerja pada suatu atribut (attribute perfomance) meningkat lebih besar dari pada harapan (expectations) atas atribut yang bersaing, maka kepuasan pun akan meningkat.
37
Hal-hal pokok yang perlu diperhatikan dalam model Gap tersebut antara lain: •
Identifikasi atribut kunci kualitas jasa dari sudut pandang manajemen dan konsumen
•
Penekanan pada kesenjangan (gap) antara konsumen dan penyedia jasa terutama pada persepsi dan harapan
•
Pemahaman tentang implikasi teratasinya kesenjangan yang ada terhadap pengelolaan jasa Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan Berry dkk. tersebut meliputi :
1. Penilaian pelanggan terhadap kualitas jasa adalah hasil dari perbandingan antara harapan (sebelum menerima jasa) dan pengalaman mereka (setelah menerima jasa). Jika harapannya terpenuhi, maka mereka akan puas dan persepsinya positif, dan sebaliknya jika tidak
terpenuhi maka tidak puas dan persepsinya negatif.
Sedangkan bila kinerja jasa melebihi harapannya, mereka bahagia (lebih dari sekedar puas). 2. Penilaian pelanggan pada kualitas jasa dipengaruhi oleh proses penyampaian jasa dan output dari jasa. 3. Kualitas jasa ada dua macam, yaitu : •
Kualitas dari jasa yang normal
•
Kualitas dari deviasi jasa yang normal
4. Apabila timbul masalah, pelanggan.
perusahaan harus meningkatkan kontaknya dengan
38
Dalam
penelitian
mereka
lebih
lanjut
(1993),
ketiga
peneliti
ini
mengemukakan ada dua tingkat harapan pelanggan pada jasa yaitu adequate service dan desired service. Yang pertama adalah tingkat kinerja jasa minimal yang bisa diterima. Ini didasari oleh perkiraan tentang jasa apa yang mungkin akan diterima dan tergantung pada alternatif yang tersedia. Sedangkan yang kedua adalah tingkat kinerja jasa yang diharapkan pelanggan diterimanya, yang merupakan gabungan dari harapan apa yang bisa dan harus diterimanya. Sebagaimana karakteristik jasa terdiri atas intangibility, inseparability, variability, dan perishability, maka hal ini membawa dampak berupa munculnya
beberapa permasalahan sebagai berikut (Parasuraman dkk., 1985): 1. Masalah yang berkaitan dengan karakteristik intangibility: •
Jasa tidak dapat disimpan
•
Jasa tidak dapat dilindungi dengan hak paten
•
Perusahaan tidak dapat dengan mudah dan cepat mempertunjukkan atau mengkomunikasikan suatu jasa
•
Harga sukar ditetapkan
2. Masalah yang berkaitan dengan karakteristik inseparability: •
Konsumen terlibat dalam aktivitas produksi jasa
•
Kegiatan pemasaran dan produksi sangat interaktif
•
Produksi massa yang terpusat sangat sukar dilakukan dalam jasa
3. Masalah yang berkaitan dengan karakteristik variability: •
Sangat sulit melakukan standarisasi dan pengendalian kualitas jasa
39
4. Masalah yang berkaitan dengan karakteristik perishability: •
Jasa tidak dapat disimpan Dengan mempertimbangkan berbagai karakteristik khusus dan unik pada jasa,
serta permasalahan-permasalahan yang muncul, ada beberapa strategi yang dapat diterapkan perusahaan jasa, diantaranya: 1. Strategi mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh karakteristik intangibility: •
Menekankan petunjuk-petunjuk yang tampak (tangible cues), yaitu tempat (desain interior dan eketerior), sumber daya manusia (ramah, responsif, murah sentum, berpakaian rapih), peralatan (komputer, meja, kursi), bahan-bahan komunikasi (brosur, pamflet, leaflet, papan pengumuman), simbol perusahaan dan harga.
•
Menggunakan sumber daya personal lebih banyak daripada sumber daya lainnya.
•
Mensimulasikan atau mendorong komunikasi dari mulut ke mulut (word-ofmouth communication), misalnya melalui pesan komunikasi “Bila Anda tidak
puas, beritahukan kami. Tetapi bila Anda puas, beritahukanlah rekan-rekan Anda.” Atau cara lain yaitu memberikan insentif tertentu kepada setiap pelanggan misalnya berupa voucher, produk tertentu yang diberikan secara cuma-cuma. •
Menciptakan citra (image) organisasi yang kuat, misalnya lewat iklan, logo/simbol, perilaku manajemen dan karyawan yang positif.
•
Memanfaatkan akuntansi biaya dalam penetapan harga.
40
•
Melakukan komunikasi purnabeli (post-purchase communication), seperti mengumpulkan informasi mengenai kepuasan pelanggan, keluhan pelangan, saran dan kritik dari pelanggan, serta menyampaikan informasi produk baru dan program promosi baru kepada mereka.
2. Strategi mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh karakteristik inseparability: •
Melakukan seleksi dan pelatihan secara cermat terhadap public-contact personnel, yaitu setiap karyawan yang berhubungan langsung dengan orang
banyak harus mampu berkomunikasi dengan baik, responsif, sanggup melayani pelanggan, pengetahuan yang luas, dan dapat dipercaya. •
Mengelola konsumen (manage customers).
•
Menggunakan berbagai macam lokasi jasa (multisite locations), artinya jasa tidak terpusat pada satu tempat jasa dan karenanya mudah diakses dan relatif murah didatangi pelanggan.
3. Strategi mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh karakteristik variability: •
Mengindustrialisasikan jasa (industrialize service), dengan cara menambah dan memanfaatkan peralatan canggih, seperti melakukan standarisasi produk.
•
Melakukan service customization, artinya meningkatkan intensitas interaksi antara perusahaan dan pelanggan, sehingga produk dan program pemasaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan setiap pelanggan.
4. Strategi mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh karakteristik perishability: •
Menggunakan berbagai pendekatan untuk mengatasi permintaan yang berfluktuasi (manajemen permintaan), misalnya: tidak melakukan apapun,
41
mengurangi permintaan pada periode permintaan puncak, meningkatkan permintan pada saat-saat sepi, menyimpan permintaan dengan sistem reservasi dan janji, menerapkan sistem antrian, dan mengembangkan jasa atau pelayanan komplementer. •
Melakukan penyesuaian terhadap permintaan dan kapasitas secara simultan sehingga tercapai kesesuaian antara keduanya (manajemen permintan dan penawaran), misalnya menggunakan karyawan paruh-waktu pada periode sibuk, menyewa atau berbagi fasilitas dan peralatan tambahan dengan perusahaan lain, menjadwalkan aktivitas downtime selama periode permintaan rendah, melakukan pelatihan silang (cross-training) kepada para karyawan, dan meningkatkan partisipasi pelanggan.
Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kualitas suatu jasa menjadi buruk (Tjiptono, 2002), yaitu: 1. Produksi dan konsumsi yang terjadi secara simultan Salah satu karakteristik jasa yang penting adalah inseparability, artinya jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan (dibutuhkan kehadiran dan partisipasi pelanggan). Akibatnya timbul masalah-masalah sehubungan dengan interaksi produsen dan konsumen jasa. 2. Intensitas tenaga kerja yang tinggi Keterlibatan tenaga kerja yang intensif dalam penyampaian jasa dapat menimbulkan masalah pada kualitas, yaitu tingkat variabilitas yang tinggi. 3. Dukungan terhadap pelanggan internal (pelanggan perantara) kurang memadai
42
Karyawan front-line merupakan ujung tombak dari sistem pemberian jasa. Supaya mereka dapat memberikan jasa yang efektif, maka mereka perlu mendapatkan dukungan dari fungsi-fungsi utama manajemen (operasi, pemasaran, keuangan, dan sumber daya manusia). 4. Kesenjangan-kesenjangan komunikasi Komunikasi merupakan faktor yang sangat esensial dalam kontak dengan pelanggan. Bila tejadi kesenjangan (gap) dalam komunikasi, maka akan timbul penilaian atau persepsi negatif terhadap kualitas jasa. 5. Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama Pelangan adalah manusia yang bersifat unik, karena mereka memiliki perasaan dan emosi. Dalam hal interaksi pemberi jasa, tidak semua pelangan bersedia menerima pelayanan/jasa yang seragam (standardized service). 6. Perluasan atau pengembangan jasa secara berlebihan Memperkenalkan jasa baru atau memperkaya jasa lama dapat meningkatkan peluang pemasaran dan menghindari terjadinya pelayanan yang buruk. 7. Visi bisnis jangka pendek Visi jangka pendek (seperti orientasi pada pencapaian target penjalan dan laba tahunan, penghematan biaya, peningkatan produktivitas tahunan) bisa merusak kualitas jasa yang sedang dibentuk untuk jangka panjang.
Strategi meningkatkan kualitas jasa (Tjiptono, 2002), yaitu: 1. Mengidentifikasikan determinan utama kualitas jasa
43
Setiap perusahan perlu berupaya memberikan kualitas yang terbaik kepada pelanggannya. Untuk itu dibutuhkan identifikasi determinan utama kualitas jasa dari sudut pandang pelanggan. 2. Mengelola harapan pelanggan Semakin banyak janji yang diberikan, maka semakin besar pula harapan pelanggan (bahkan bisa menjurus menjadi tidak realistis) yang pada gilirannya akan menambah peluang tidak dapat terpenuhinya harapan pelanggan oleh perusahaan. 3. Mengelola bukti kualitas jasa Pengelolaan bukti kualitas jasa bertujuan untuk memperkuat persepsi pelanggan selama dan sesudah jasa diberikan. 4. Mendidik konsumen tentang jasa Membantu pelanggan dalam memahami suatu jasa merupakan upaya yang sangat positif dalam rangka menyampaikan kualitas jasa. Pelanggan yang lebih ‘terdidik’ akan dapat mengambil keputusan secara lebih baik. 5. Mengembangkan budaya kualitas Budaya kualitas merupakan sistem nilai organisasi yang menghasilkan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan penyempurnaan kualitas secara terus-menerus. Budaya kualitas terdiri dari filosofi, keyakinan, sikap, norma, nilai, tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas. 6. Menciptakan Automating Quality
Adanya otomatisasi dapat mengatasi variabilitas kualitas jasa yang disebabkan kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki.
44
7. Menindaklanjuti jasa Menindaklanjuti jasa dapat membantu memisahkan aspek-aspek jasa yang perlu ditingkatkan. Perusahaan perlu mengambil inisiatif untuk menghubungi sebagian atau semua pelanggan untuk mengetahui tingkat kepuasan dan persepsi mereka terhadap jasa yang diberikan. 8. Mengembangkan sistem informasi kualitas jasa Merupakan suatu sistem yang menggunakan berbagai macam pendekatan riset secara sistematis untuk mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi kualitas jasa guna mendukung pengambilan keputusan. Manfaat sistem informasi kualitas jasa, diantaranya: memungkinkan pihak manajemen untuk memasukkan ‘suara pelanggan’ dalam pengambilan keputusan, dapat mengetahui prioritas jasa pelanggan, memperlancar proses identifikasi prioritas penyempurnaan jasa dan menjadi pedoman dalam pengambilan keputusan alokasi sumber daya, memungkinkan dipantaunya kinerja jasa perusahaan dan pesaing setiap waktu, memberikan gambaran mengenai dampak inisiatif dan investasi kualitas jasa, serta memberikan performance-based data untuk keperluan penilaian.
Perusahaan
jasa
menghadapi
tiga
tugas
dalam
menyusun
strategi
pemasarannya (Kotler, 1997, p. 90), yaitu: 1. Mengelola Perbedaan Sejauh
pelanggan
melihat
suatu
jasa
cukup
homogen,
mereka
lebih
memperhatikan harga daripada penyedianya. Alternatif bagi kompetisi harga adalah:
45
a. Mengembangkan Penawaran Penawaran dapat mencakup keistimewaan inovatif untuk membedakannya dari penawaran pesaing. Apa yang diharapkan pelanggan disebut paket jasa primer (primary service package) dan ditambahkan keistimewaan jasa sekunder (secondary service features). Tantangan utamanya adalah sebagian besar inovasi jasa mudah ditiru. Namun perusahaan jasa yang meriset dan memperkenalkan inovasi jasa secara teratur akan memperoleh keuntungan temporer melebihi pesaingnya. b. Penyampaian Perusahaan dapat membedakan kualitas penyampaian jasa dengan memiliki lebih banyak petugas kontak pelanggan yang mampu dan dapat diandalkan. Di samping itu, perusahaan dapat membuat lingkungan fisik yang lebih menarik di tempat jasa itu dilakukan. Atau perusahaan dapat juga merancang proses penyampaian jasa yang unggul. c. Citra Mendiferensiasikan citra perusahaan terutama lewat simbol dan merek. 2. Mengelola Kualitas Jasa Kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat. (Kotler, 1997, p49). Salah satu cara utama mendiferensiasikan sebuah perusahaan jasa adalah memberikan jasa berkualitas lebih tinggi dari pesaing secara konsisten. Kuncinya adalah memenuhi atau melebihi harapan kualitas jasa pelanggan sasaran.
46
3. Mengelola Produktivitas Perusahaan tidak boleh terlalu keras mendesak produktivitas sehingga mengurangi kualitas yang diinginkan. Beberapa metode untuk meningkatkan produktivitas dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dengan menstandarisasi kualitas.
2.4
Konsep Kepuasan Konsumen Kepuasan didefinisikan oleh Kotler (1997, p. 36) adalah perasaan senang atau
kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk dengan harapan-harapannya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen, yaitu: mutu produk dan pelayanannya, kegiatan penjualan, pelayanan setelah penjualan, dan nilai-nilai perusahaan. Oliver mendefinisikan kepuasan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakannya dengan harapannya (Supranto, 1997, p. 233). Kepuasan adalah suatu perasaan senang atau kecewa dari seseorang konsumen ketika konsumen membandingkan persepsinya terhadap current perfomance suatu produk atau jasa dengan ekspetasinya (Darmadi, 2000, p. 38). Menurut Gerson (2001, p. 3), kepuasan konsumen adalah persepsi konsumen bahwa harapannya telah terpenuhi atau terlampaui. Menurut Day (2001), menyatakan bahwa
kepuasan
pelanggan
adalah
respon
pelanggan
terhadap
evaluasi
ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan dan sebelumnya dan kinerja aktual
47
produk yang dirasakan setelah memakainya. Menurut Wilkie (2001), mendefinisikan sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. Sedangkan menurut Engel dan kawan-kawan (2001), menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan. Menurut
Peter F. Drucker (1999), bagi pelanggan, apa yang dihasilkan suatu
perusahaan baginya tidak begitu penting. Pelanggan memikirkan apa yang akan dibelinya untuk memuaskan kebutuhannya atas dasar pertimbangan nilai dan pertimbangan nilai inilah selanjutnya akan menentukan bentuk apa bisnis yang perlu akan dikembangkan. Customer (dis) satisfaction is the outcome of providing value that meets or does not meet the customer need in that situation (Bounds, Yorks,
Adams, dan Ranney, 1994, p. 256). Tujuan Perusahaan
Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan
PRODUK Harapan Pelanggan Terhadap Produk
Nilai produk Bagi Pelanggan
Tingkat Kepuasan Pelanggan
Gambar 2.6 Konsep Kepuasan Pelanggan Sumber: Tjiptono (2002)
48
Perusahaan masa kini berusaha sekuat tenaga mempertahankan pelanggannya karena perusahaan sadar bahwa biaya menarik pelanggan itu lebih besar dari pada mempertahankan pelanggan yang ada. Berikut ini akan diuraikan beberapa definisi mengenai pelanggan, yaitu: 1. Pelanggan adalah pihak yang memaksimumkan nilai. (Kotler, 2002, p. 68). 2. Pelanggan adalah masyarakat pada umumnya yang membutuhkan produk dan jasa yang berpotensi untuk melakukan pembelian. (Yoeti, 1999, p. 11). 3. Pelanggan itu adalah boss, anda harus bisa melayaninya dengan baik. Apa saja yang anda miliki, ia akan membayarnya. (Nightingale, 1999, p.16). Konsumen dibagi atas dua macam, yaitu: 1. Konsumen Eksternal; mudah diidentifikasikan karena mereka ada di luar organisasi. 2. Konsumen Internal; merupakan orang-orang yang melakukan proses selanjutnya dari pekerjaan orang sebelumnya.
Para pelanggan jasa biasanya termotivasi untuk mencari jasa sebagaimana mereka mencari sebuah produk. Dengan demikian, maka harapan-harapan mereka membentuk perilaku berbelanja. Para pelanggan jasa dikategorikan dalam empat kelompok, yaitu: 1. The Economizing Customer. Pelanggan dalam kelompok ini ingin memaksimalkan nilai yang diperoleh atas penggunaan waktu, usaha dan uangnya. Mereka bersifat menuntut dan kadang kala tidak konsisten (berubah) dan mencari nilai yang akan menguji kekuatan kompetitif penyedia jasa di
49
pasar. Kehilangan pelanggan jenis ini menandakan peringatan awal dari ancaman kompetitif yang potensial. 2. The Ethical Customer. Pelanggan jenis ini merasakan obligasi moral untuk mendukung penyedia jasa yang bertanggung jawab secara sosial. Penyedia jasa yang telah mengembangkan reputasi jasa komunitas dapat menciptakan alasan bagi pelanggan untuk loyal. 3. The
Personalizing
Customer.
Pelanggan
yang
termasuk
grup
ini
menginginkan keramahan interpersonal, seperti pengakuan dan percakapan dari pengalaman jasa. 4. The Convenience Customer. Pelanggan seperti ini tidak tertarik untuk membeli jasa. Kenyamanan merupakan kunci untuk menarik mereka. Pelanggan yang merasa nyaman biasanya rela membayar ekstra untuk jasa yang “pribadi” atau jasa yang tidak hiruk pikuk.
Hampir kebanyakan pelanggan memiliki alasan dan egonya sendiri. Ego memberi arah tiap pelanggan bagaimana mengelola perusahaan. Bilamana suatu usaha memikirkan dari pelanggan hanya keuntungan saja dan mengabaikan kepentingan pelanggan maka usaha itu tidak akan bertahan lama. Mengelola usaha adalah mengelola pelanggan. Perusahaan yang ingin maju harus berorientasi pada pelanggan. Hendaknya perusahaan selalu memikirkan apa yang di butuhkan pelanggan, apa yang diinginkan pelanggan sehingga pelanggan tidak hanya puas tetapi menjadi setia kepada perusahaan. Yang diinginkan pelanggan adalah: 1. Pelanggan ingin merasa bahagia.
50
Suatu yang logis bila pelanggan yang ingin membelanjakan uangnya pelanggan harus menunggu lama, tidak diperhatikan/diacuhkan, maka tentu saja mereka akan kesal. Hal ini tidak diharapkan pelanggan dan oleh karena itu hal seperti ini haruslah di hindari. 2. Pelanggan tidak mau kalau mereka dibebankan macam-macam, baik dalam bentuk uang maupun waktu. Bila pelanggan membeli sesuatu berarti mereka memutuskan untuk membeli dan telah memberikan kapercayaan kepada perusahaan dari pada perusahaan saingan. Pelanggan selalu khawatir kalau mereka telah dicurangi. Pelanggan tidak akan keberatan kalau perusahaan mengambil untung tetapi dalam melakukan transaksi hendaknya menguntungkan baik kepada perusahaan maupun pelanggan. 3. Pelanggan adalah bos, baik kemarin, hari ini maupun besok. Pelanggan menginginkan bahwa suatu bisnis harus dapat dilakukan setiap waktu, terjadi berulang kali sehingga terjadi peningkatan usaha. Kerja ini dapat diartikan dalam bentuk uang, waktu, pelayanan, penghargaan dan banyak bentuk lainnya. Pelanggan lebih penting dari pada apapun dan pelanggan harus dipelihara dengan cara dihargai, dimuliakan dan dihormati. Terdapat dua macam kepuasan konsumen, yaitu: 1. Kepuasan Fungsional; yaitu kepuasan yang diperoleh dari fungsi suatu produk yang dimanfaatkan. 2. Kepuasan Psikologikal; yaitu kepuasan yang diperoleh dari atribut fisik yang bersifat tidak berwujud.
51
Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kesan kinerja yang dirasakan dengan harapan. Pelanggan dapat mengalami salah satu dari tiga tingkat kepuasan yang umum, yaitu: 1. Kalau kinerja dibawah harapan, pelanggan akan kecewa 2. Kalau kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan puas 3. Kalau kinerja melebihi harapan, pelanggan sangat puas, senang dan gembira. Kepuasan pelanggan tidak berarti memberikan kepada pelanggan apa yang diperkirakan disukai oleh pelanggan. Hal ini berarti perusahaan harus memberikan kapada mereka apa yang sebenarnya pelanggan inginkan, kapan mereka butuhkan dan cara mereka perolehnya. Dalam hal ini, dapat dibedakan tiga tingkat kepuasan pelanggan, yaitu : 1. Menemukan kebutuhan pokok pelanggan. 2. Mencari tahu apa sebenarnya yang menjadi harapan dari pelanggan sehingga mereka mau kembali lagi dan menjadi setia kepada perusahaan. 3. Selalu mempertahankan apa yang menjadi harapan pelanggan, melakukan hal yang melebihi seperti apa yang di harapkan pelanggan. Untuk menciptakan kepuasan pelanggan, perusahaan harus menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pelanggan yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pelanggannya. Perusahaan dengan filosofi berwawasan pelanggan menyadari bahwa kepuasan pelanggan adalah sasaran sekaligus kiat pemasar. Perusahaan yang mencapai tingkat kepuasan pelanggan tertinggi, memastikan bahwa pasar sasaran mereka juga menyadari tentang hal ini. Walaupun perusahaan berwawasan pelanggan ingin mencapai kepuasan pelanggan
52
yang tinggi, namun ada beberapa perusahaan yang belum tentu ingin memaksimalkan kepuasan
pelanggannya.
Hal
ini
dikarenakan:
Pertama,
perusahaan
dapat
meningkatkan kepuasan dengan menurunkan harga atau meningkatkan pelayanan, namun akibatnya laba perusahaan dapat turun. Kedua, perusahaan mungkin dapat meningkatkan keuntungan bagi pelanggan dengan cara lain, misalnya dengan memperbaiki produknya. Ketiga, mengeluarkan lebih banyak untuk kepuasan pelanggan. Dan yang keempat adalah dengan dasar filosofi perusahaan yaitu perusahaan berusaha memberikan tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi dan tetap memberikan tingkat kepuasan yang setidak-tidaknya dapat diterima oleh pihak yang berkepentingan dalam batasan sumber daya perusahaan. Harapan pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum membeli produk, yang menjadi acuannya dalam melihat kinerja produk tersebut (Zeithaml et.al 1993). Harapan pelanggan mempunyai peranan yang besar dalam menentukan kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasan pelanggan. Pada dasarnya ada hubungan yang erat antara penentuan kualitas dan kepuasan pelanggan. Dalam mengevaluasinya, pelanggan akan menggunakan harapannya sebagai standar atau acuan. Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi pemasar dan saingannya. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitif terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan. Umumnya faktor-faktor yang menentukan harapan pelanggan meliputi kebutuhan pribadi, pengalaman masa lampau, rekomendasi dari mulut ke mulut, dan iklan. Zeithaml, et al. (1993) melakukan penelitian khusus dalam sektor jasa dan
53
mengemukakan bahwa harapan pelanggan terhadap kualitas suatu jasa terbentuk oleh beberapa faktor berikut: 1. Enduring Service Intensifiers
Faktor ini merupakan faktor yang bersifat stabil dan mendorong pelanggan untuk meningkatkan sensitivitasnya terhadap jasa. Faktor ini meliputi harapan yang disebabkan oleh orang lain dan filosofi pribadi seseorang tentang jasa. Seorang pelanggan akan berharap bahwa ia patut dilayani dengan baik pula apabila pelanggan lainnya dilayani dengan baik oleh pemberi jasa. 2. Personal Needs
Kebutuhan yang dirasakan seseorang mendasar bagi kesejahteraannya juga sangat menentukan harapannya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisik, sosial, dan psikologis. 3. Transitory Service Intensifiers
Faktor ini merupakan faktor individual yang bersifat sementara (jangka pendek) yang meningkatkan sensitivitas pelanggan terhadap jasa. Faktor ini meliputi: •
Situasi darurat pada saat pelanggan sangat membutuhkan jasa dan ingin perusahaan bisa membantunya (misalnya jasa asuransi mobil pada saat terjadi kecelakaan lalu lintas).
•
Jasa terakhir yang dikonsumsi pelanggan dapat pula menjadi acuannya untuk menentukan baik-buruknya jasa berikutnya.
4. Perceived Service Alternatives
54
Perceived Service Alternatives merupakan persepsi pelanggan terhadap tingkat
atau derajat pelayanan perusahaan lain yang sejenis. Jika konsumen memiliki beberapa alternatif, maka harapannya terhadap suatu jasa cenderung akan semakin besar. 5. Self-Perceived Service Roles
Faktor ini adalah persepsi pelanggan tentang tingkat atau derajat keterlibatannya dalam mempengaruhi jasa yang diterimanya. Jika konsumen terlibat dalam proses pemberian jasa dan jasa yang terjadi ternyata tidak begitu baik, maka pelanggan tidak bisa menimpakan kesalahan sepenuhnya pada si pemberi jasa. 6. Situational Factors
Faktor situasional terdiri atas segala kemungkinan yang bisa mempengaruhi kinerja jasa, yang berada di luar kendali penyedia jasa. 7. Explicit Service Promises Faktor ini merupakan pernyataan (secara personal atau non personal) oleh organisasi tentang jasanya kepada pelanggan. Janji ini bisa berupa iklan, personal selling, perjanjian, atau komunikasi dengan karyawan organisasi tersebut. 8. Implicit Service Promises
Faktor ini menyangkut petunjuk yang berkaitan dengan jasa, yang memberikan kesimpulan bagi pelanggan tentang jasa yang bagaimana yang seharusnya dan yang akan diberikan. Petunjuk yang memberikan gambaran jasa ini meliputi biaya untuk memperolehnya (harga) dan alat-alat pendukung jasanya. Pelanggan biasanya menghubungkan harga dan peralatan (tangible assets) pendukung jasa dengan kualitas jasa.
55
9. Word of Mouth (Rekomendasi/Saran dari Orang lain) Word-of- mouth merupakan pernyataan (secara personal atau non personal) yang
disampaikan oleh orang lain selain organisasi (service provider) kepada pelanggan. Word-of-mouth ini biasanya cepat diterima oleh pelanggan karena yang menyampaikannya adalah mereka yang dapat dipercayainya, seperti para ahli, teman, keluarga, dan publikasi media massa. 10. Past Experience
Pengalaman masa lampau meliputi hal-hal yang telah dipelajari atau diketahui pelanggan dari yang pernah diterimanya di masa lalu. Persepsi adalah proses yang digunakan oleh seorang individu untuk memilih, mengorganisasi,
dan
menginterpretasi
masukan-masukan
informasi
guna
menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Persepsi tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan. Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan. Pelangganlah yang mengkonsumsi dan menikmati jasa perusahaan, sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa. Persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa. Namun perlu diperhatikan bahwa kinerja jasa sering kali tidak konsisten, sehingga pelanggan menggunakan isyarat intrinsik dan ekstrinsik jasa sebagai acuan.
56
Isyarat intrinsik berkaitan dengan output dan penyimpanan jasa itu sendiri. Pelanggan akan bergantung pada isyarat ini apabila berada di tempat pembelian atau jika isyarat intrinsik tersebut merupakan search quality dan memiliki nilai prediktif yang tinggi. Sedangkan yang dimaksud dengan isyarat ekstrinsik adalah unsur-unsur yang merupakan pelengkap bagi suatu jasa. Isyarat ini dipergunakan dalam mengevaluasi jasa jika dalam menilai isyarat intrinsik diperlukan banyak waktu dan usaha, dan apabila isyarat ekstrinsik tersebut merupakan experience quality dan credence quality. Isyarat ekstrinsik juga dipergunakan sebagai indikator kualitas jasa
apabila tidak ada informasi isyarat intrinsik yang memadai. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan ekspektasi pelanggan adalah: 1. “Kebutuhan dan keinginan” yang berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan pelanggan ketika ia sedang mencoba melakukan transaksi dengan produsen/pemasok (perusahaan). Jika pada saat itu kebutuhan dan keinginannya besar, harapan atau ekspektasi pelanggan tinggi, demikian pula sebaliknya. 2. Pengalaman masa lalu (terdahulu) ketika mengkonsumsi produk dari perusahaan maupun pesaing-pesaingnya. 3. Pengalaman dari teman-teman, dimana mereka akan menceritakan kualitas produk yang akan dibeli oleh pelanggan itu. Hal ini jelas akan mempengaruhi persepsi pelanggan teruatama pada produk-produk yang dirasakan berisiko tinggi. 4. Komunikasi melalui iklan dan pemasaran juga mempengaruhi persepsi pelanggan. Orang-orang di bagian penjualan dan periklanan seyogyanya tidak
57
membuat kampanye yang berlebihan melewati tingkat ekspektasi pelanggan akan mengakibatkan dampak negatif terhadap persepsi pelanggan tentang produk itu.
Dengan mengukur kepuasan pelanggan, organisasi atau perusahaan dapat mengukur mutu dan aktivitas pelayanan untuk menemukan tingkat kepuasan pelanggan dan membantu perusahaaan dalam mengembangkan program untuk meningkatkan ikatan pelanggan (Gerson, 2001, p. 4). Alat-alat untuk mengukur kepuasan pelanggan adalah: 1. Sistem keluhan dan saran Sebuah
perusahaan
yang
berfokus
pada
pelanggan
mempermudah
pelanggannya untuk memberikan saran dan keluhan. Banyak restoran dan hotel menyediakan formulir bagi tamu untuk melaporkan hal-hal yang mereka sukai dan tidak sukai. Rumah sakit dapat menempatkan kotak saran di koridor, menyediakan kartu komentar untuk pasien yang akan keluar, dan mempekerjakan staf khusus untuk menangani keluhan pasien. Beberapa perusahaan yang berfokus pada pelanggan Procter & Gamble, General Electric, Whirpool―membuat hot-lines pelanggan dengan nomor telepon gratis untuk memaksimalkan kemudahan yang diharapkan pelangganm, dalam menyampakan saran atau keluhan. Arus informasi ini menyediakan banyak gagasan yang baik bagi perusahaan-perusahaan ini dan memungkinkan mereka bertindak lebih cepat untuk menyelesaikan masalah.
58
2. Survei Kepuasan pelanggan Penelitian menunjukkan bahwa bila pelanggan tidak puas dengan satu dari setiap empat pembelian, kurang dari lima persen pelanggan yang tidak puas akan mengeluh. Kebanyakan pelanggan akan membeli lebih sedikit atau berganti pemasok daripada mengajukan keluhan. Karenanya, perusahaanperusahaan tidak dapat menggunakan banyaknya keluhan sebagai ukuran kepuasan pelanggan. Perusahaan-perusahaan yang responsif memperoleh ukuran kepuasan pelanggan secara langsung dengan melakukan survei berkala. Mereka mengirim daftar pertanyaan atau menelepon pelangganpelanggan terakhir mereka sebagai sampel acak dan menanyakan apakah mereka amat puas, puas, biasa saja, kurang puas, atau amat tidak puas dengan berbagai aspek kinerja perusahaan. Mereka juga meminta pendapat pembeli tentang kinerja para pesaing mereka. Selain mengumpulkan informasi tentang kepuasan pelanggan, juga berguna untuk mengajukan pertanyaan tambahan untuk mengukur keinginan pelanggan untuk membeli kembali; hal ini biasanya tinggi jika kepuasan pelanggan tinggi. Juga bermanfaat untuk mengukur kemungkinan atau kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan perusahaan dan merk kepada orang lain. Nilai positif tinggi dari informasi pelanggan
menunjukkan
bahwa
perusahaan
menghasilkan
kepuasan
pelanggan yang tinggi. What do your customers really want? How can you discover the wants and the needs of your customers? Just ask them. The customer satisfation is an extremely useful piece of market research that can
59
support
a
wide
variety
of
business
decisions
(http://www.clickz.com/metrics/cust.metrics/article.php/836211). 3. Belanja siluman Perusahaan-perusahaan dapat membayar orang-orang untuk bertindak sebagai pembeli potensial untuk melaporkan temuan-temuan mereka tentang kekuatan dan kelemahan yang mereka alami dalam membeli produk perusahaan dan produk pesaing. Para pembelanja siluman ini bahkan dapat menyampaikan masalah tertentu untuk menguji apakah para staf penjualan perusahaan manangani situasi tersebut dengan baik. Jadi, seorang pembelanja siluman dapat mengeluh tentang makanan restoran untuk menguji bagaimana restoran itu menangani keluhan ini. Bukan saja perusahaan harus membayar pembelanja meninggalkan
siluman, kantor
tetapi
para
mereka,
manajer
melihat
sendiri
situasi
terkadang
penjualan
harus
perusahaan
perusahaan dan pesaing dimana mereka tak dikenal, dan mengalami sendiri secara langsung perlakuan yang mereka terima sebagai “pelanggan”. Variasi dari hal ini adalah para manajer menelepon perusahaan mereka sendiri dengan berbagai pertanyaan dan keluhan untuk melihat bagaimana telepon itu ditangani. 4. Analisis kehilangan pelanggan Perusahaan-perusahan harus menghubungi para pelanggan yang berhenti membeli atau berganti pemasok untuk mempelajari sebabnya. Ketika IBM kehilangan pelanggan, perusahaan itu melakukan usaha yang mendalam untuk mempelajari kegagalan mereka. Bukan saja penting untuk melakukan
60
wawancara keluar ketika pelanggan pertama kali berhenti membeli, tetapi juga harus memperhatikan tingkat kehilangan pelanggan, dimana jika meningkat, menunjukkan bahwa perusahaan gagal memuaskan pelanggannya. Terdapat hubungan erat antara kualitas produk dan pelayanan, kepuasan pelanggan, serta profitabilitas perusahaan. Semakin tinggi tingkat kualitas menyebabkan semakin tingginya kepuasan pelanggan dan juga mendukung harga yang lebih tinggi (Kotler, 1997, p. 48). Menurut Umar (2000, p. 52), memperbaiki dan mempertahankan hubungan pelanggan antara perusahaan dengan konsumennya perlu terus dibina. Untuk mengendalikan tingkat kehilangan konsumen agar tetap pada posisi yang mana, perusahaan perlu mengambil empat langkah, yaitu: 1. Menentukan tingkat bertahannya konsumen. 2. Membedakan berbagai penyebab hilangnya konsumen dan menentukan penyebab utama yang bisa dikelola dengan baik. 3. Memperkirakan kehilangan keuntungan dari konsumen yang hilang. 4. Menghitung berapa biaya untuk mengurangi tingkat kehilangan konsumen. Harapan pelanggan dibentuk dan didasarkan oleh beberapa faktor, diantaranya pengalaman berbelanja di masa lampau, opini teman dan kerabat, serta informasi dan janji-janji perusahaan dan para pesaing (Kotler dan Armstrong, 1994). Faktor-faktor tersebutlah yang menyebabkan harapan seseorang biasa-biasa saja atau sangat kompleks. Ada beberapa penyebab utama tidak terpenuhinya harapan pelanggan seperti pada gambar 2.7. Diantara beberapa faktor penyebab tersebut ada yang
61
bisa dikendalikan oleh penyedia jasa. Dengan demikian penyedia jasa bertanggung jawab untuk meminimumkan miskomunikasi dan misinterpretasi yang mungkin terjadi dan menghindarinya dengan cara merancang jasa yang mudah dipahami dengan jelas. Dalam hal ini penyedia jasa harus mengambil inisiatif agar ia dapat memahmi dengan jelas instruksi dari klien dan klien mengerti benar apa yang akan diberikan.
Pelanggan Keliru Mengkomunikasikan Jasa yang Diinginkan
Pelanggan Keliru Menafsirkan Signal (harga, Positioning, dll)
Miskomunikasi Rekomendasi Mulut Ke Mulut
Gambar 2.7
Harapan Tidak Terpenuhi
Kinerja Karyawan Perusahan Jasa Yang Buruk
Miskomunikasi Penyediaan Jasa Oleh Pesaing
Penyebab Utama Tidak Terpenuhinya Harapan Pelanggan Sumber: Tjiptono (2002)
Dalam hal ketidakpuasan, ada beberapa kemungkinan tindakan yang bisa dilakukan pelanggan, yaitu: 1. Tidak melakukan apa-apa Pelanggan yang tidak puas tidak melakukan komplain, tetapi mereka praktis tidak akan membeli atau mengunakan jasa perusahaan yang bersangkutan lagi. 2. Melakukan komplain
62
Ada beberapa faktor yang mepengaruhi apakah seorang pelanggan yang tidak puas akan melakukan komplain atau tidak, yaitu derajat kepentingan konsumsi yang dilakukan, tingkat ketidakpuasan pelanggan, manfaat yang diperoleh, pengetahuan dan pengalaman, sikap pelanggan terhadap keluhan, tingkat kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi, dan peluang keberhasilan dalam melakukan komplain. Menurut Cross dan Smith (Umar, 2000, pp. 40-41), di dalam pemasaran terdapat suatu konsep yang dinamakan Customer Bonding dimana konsep itu merupakan suatu sistem yang berinisiatif untuk mempertahankan hubungan dengan pelanggan. Ada dua sudut pandang yang memberikan pengertian Customer Bonding tersebut, yaitu: 1. Sudut pandang pelanggan; yaitu suatu proses pengambilan keputusan yang menuju kepada penyeleksian perusahaan dimana produk atau jasa akan dibeli. 2. Sudut pandang perusahaan; merupakan pandangan strategi jangka panjang yang akan memperkuat dan memberikan inspirasi pada setiap elemen bauran pemasaran. Dengan memperhatikan penjelasan dari beberapa definisi pemasaran diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemasaran adalah suatu sistem kegiatan usaha, kegiatan perorangan dan proses sosial yang diarahkan untuk menciptakan pertukaran guna memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia atau konsumen dengan tujuan merencanakan, menentukan harga, dan mempromosikan produk yang didukung dengan suatu sistem untuk mempertahankan hubungan pelanggan untuk menciptakan loyalitas pelanggan pada perusahaan, yang disebut Customer Bonding.
63
The strategic service concept (Fitzsimmons, 2001, p. 84-86): •
Structural ! Delivery system ! Facility design ! Location ! Capacity planning
•
Managerial ! Service encounter ! Quality ! Managing capacity and demand ! Information
Terdapat tujuh peraturan paling efektif dalam menilai konsumen, seperti yang ditulis Broydrick (2000, p. 9), yaitu: 1. Tidak membuat produk yang sama. Tawaran produk atau jasa yang sangat berbeda dan istimewa sehingga perbandingan “produk atau jasa yang persis sama” tidak lagi dapat diterapkan. 2. Hilangkan risiko. Izinkanlah mereka mencoba produk Anda sebelum membelinya dan melindungi
pengeluaran
mereka
dikembalikan uang. 3. Buatlah konsumen Anda merasa puas.
setelah
membeli
dengan
jaminan
64
Harga adalah “end call” dan “be all” hanyalah bagian dari pasar―bagian yang ingin Anda hindarkan jika ingin memperoleh keuntungan. 4. Persempit tawaran Anda. Sederhanakan keputusan pembelian konsumen Anda dengan memberikan jumlah pilihan yang lebih sedikit. Lebih sedikit berarti lebih banyak. 5. Beritahukan keadaan yang sesungguhnya. Jangan berlebihan dalam memuji-muji produk Anda―penuhi janji Anda. Pelanggan Anda akan menjadi juru jual Anda. 6. Keunggulan yang konsisten mengalahkan keistimewaan yang sementara. Jadikan diri Anda mudah diduga, dapat diandalkan, tanpa kejutan. Sesekali ‘membuat mereka terkagum-kagum’ tidak sama pentingnya dengan membuat mereka puas setiap saat. 7. Upayakan selalu menjaga hubungan (bukan hanya ketika menyampaikan surat tagihan). Berupayalah untuk tetap berada dalam ingatan konsumen Anda dengan jalan memberikan mutu dan keunggulan, kemudian mengingatkan mereka tentang apa yang telah Anda berikan. Ada beberapa strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan (Tjiptono, 2002, p.161), yaitu: •
Relationship Marketing; hubungan transaksi antara penyedia jasa dan
pelanggan berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Menjalin suatu kemitraan jangka panjang dengan pelanggan secara terus-menerus sehingga diharapkan dapat terjadi bisnis ulangan (repeat business).
65
•
Strategi Superior Customer Service; berusaha menerapkan pelayanan yang lebih unggul daripada pesaingnya.
•
Strategi Unconditional Guarantees/Extraordinary Guarantees; berbentuk garansi internal (diberikan kepada pelanggan internal) dan eksternal (diberikan kepada pelanggan eksternal).
•
Strategi Penanganan keluhan yang efektif; ada empat aspek penting dalam penanganan keluhan, yaitu: empati terhadap pelanggan yang marah, kecepatan dalam penanganan keluhan, kewajaran atau keadilan dalam memecahkan permasalahan/keluhan, serta kemudahan bagi pelanggan untuk menghubungi perusahaan.
•
Strategi peningkatan kinerja perusahaan; berkesinambungan dan patok duga (benchmarking), menerapkan BPR (Business Process Reengineering) bila membutuhkan perubahan dan pembenahan yang bersifat fundamental, memantau dan mengukur kepuasan pelanggan secara berkesinambungan, memberikan pendidikan dan pelatihan yang menyangkut komunikasi, salesmanship, dan public relations kepada setiap jajaran manajemen dan
karyawan, melakukan sistem penilaian kinerja, penghargaan dan promosi karyawan yang didasarkan atas kontribusi mereka, membentuk tim-tim kerja lintas fungsional, serta memberdayakan karyawan. •
Quality Function Deployment; yaitu praktik untuk merancang suatu proses
sebagai tanggapan terhadap kebutuhan pelanggan.
66
Selain itu terdapat cara-cara untuk meningkatkan kepuasan pelanggan (Foster, 2001, p. v-ix), yaitu: 1. Tingkatkan pelayanan kepada pelanggan. Seperti mudah dihibungi, jangan tutup jika Anda seharusnya buka, cepat angkat telepon yang masuk, tangani antrean dengan baik, jangan membuat mereka menunggu―jelaskan keterlambatan yang terjadi, biarkan pelanggan melakukan sesuatu sesuai dengan cara mereka, mengenal produk Anda, jangan sampai kehabisan stok, barang yang dikirim sesuai dengan barang yang dipesan, harus tetap waspada setelah trasnsaksi didapat, mempermudah cara pembayaran, jangan membebani pelanggan dengan tagihan yang tidak perlu, mengirim pesanan tepat waktu, tawarkan garansi yang bermanfaat, harus cepat dalam membayar pengganti kerugian (refund), atau berikan hadiah karena dia melakukan transaksi dengan Anda. 2. Tingkatkan kualitas Anda. Misalnya menghasilkan produk yang bermutu, pastikan produk Anda dapat bekerja dengan baik pada saat dicoba untuk pertama kalinya, selalu memberikan sesuatu yang lebih daripada yang diharapkan, selalu mencari perbaikan, jangan pernah mengatakan kepada diri sendiri bahwa Anda tidak dapat berbuat apa-apa lagi, jangan pernah mau menerima pendapat seperti “Sudah cukup baik dengan pertimbangan…”, selalu ingat hal-hal yang mendasar, hindari perbaikan yang sepele, jangan melakukan hal-hal yang sepele untuk menutupi kekurangan, pastikan bahwa tidak ada kesempatan
67
untuk sesuatu yang perlu dimaafkan, menghargai produk sendiri, dan harus khawatir bila karyawan Anda tidak berminat terhadap produk Anda. 3. Pertahankan hubungan dengan pelanggan Anda. Misalnya merespon hasil penyelidikan iklan dengan cepat, dengarkan pelanggan Anda, siap membantu setiap saat, beri kesempatan kepada pelanggan untuk mengeluh, merespon keluhan, menganalisis keluhan, menghormati pelanggan Anda, perlakukan pelanggan Anda sebagai duta terbaik, jangan berasumsi bahwa keramahan saja sudah cukup, mendorong pelanggan agar tetap setia, buat pelanggan Anda merasa diperhatikan, jangan terlalu yakin dengan hubungan antara Anda dan relasi, bersikap relevan terhadap pelanggan, dan jika Anda kehilangan seorang pelanggan, selidiki kenapa hal tersebut terjadi. 4. Pelihara proses bisnis Anda. Anda harus strategis, melangkah keluar kotak, tentukan objektif (tujuan) yang mudah dicapai, tentukan objektif (tujuan) yang sulit dicapai, hubungkan objektif fungsi Anda, berlombalah dengan waktu: selalu inovatif, belajar dari praktik terbaik, jangan bersikap santai, pantau kompetisi Anda, integrasikan aktivitas pemasaran Anda, konsentrasi pada sesuatu yang berskala besar dan khawatirkan pada detailnya, konsentrasi pada detail dan khawatirkan pada sesuatu yang berskala besar, perhatikan tulisan di dinding, ambil bagian dalam solusi, bukan adalam masalah, mengatasi masalah, harus dipahami bahwa orang yang memberikan pelayanan, jangan berasumsi bahwa semuanya ada di komputer akan selalu benar, ubahlah sesuatu yang rumit menjadi sederhana
68
dan buatlah yang sederhana tetap sederhana, tahu kapan harus bertindak ketat dan kapan harus bertindak longgar, miliki buku peraturan yang padat dan ringkas, dorong karyawan Anda agar tidak langsung bertanya kepada penyelia mereka, sadari bahwa beberapa hal yang sudah akrab dengan anda dapat menyakiti Anda, mengakui kesalahan-kesalahan yang diperbuat, jangan melemparkan tanggung jawab, anda harus siap mengalami krisis, ingat Murphy’s law, fokuskan pada kebutuhan Anda sendiri, dan kebutuhan kolega
Anda, jangan mencoba, tetapi lakukan, periksa ulang, jangan berasumsi bahwa Anda telah melakukannya dengan benar, perlakukan pemasok Anda sebagai partner Anda, dan bayarlah segera pemasok Anda. 5. Realisasikan komunikasi Anda. Membuat diri Anda mudah dihubungi, membuat mendengarkan, dan merespon saran-saran, membuat unsur terkecil pelayanan ikut berperan, mendengarkan, tanyakan kenapa, jangan memberikan janji yang berlebihan, tepati janji Anda, jangan berbohong, beri ucapan selamat kepada diri Anda hanya apabila benar-benar telah mendapatkannya, jangan memasang iklan yang menyesatkan, perlakukan pekerjaan Anda dibidang periklanan lebih dari sekedar pekerjaan mengecat, selalu mempertimbangkan masalah public relations, berikan petunjuk yang jelas, serta jelaskan instruksi pemakaiannya
dengan tepat. 6. Galang hubungan yang baik antar karyawan. Misalnya memperlakukan karyawan Anda sebagai orang dewasa, hormati kaum minoritas, berikan keleluasaan wewenang kepada staff Anda, bantu
69
karyawan Anda supaya bisa lebih fleksibel, latih karyawan Anda dengan benar, rayakan dan beri hadiah kepada yang berprestasi, serta dapatkan insentif Anda-berikan hadiah kepada yang berhak mendapatkannya. 7. Perbaiki citra diri Anda. Seperti merencanakan citra yang benar, bertindak secara terhormat, terutama apabila Anda mengenakan seragam perusahaan, bersikap seperti orang dewasa, bertanggung jawab terhadap lingkungan, bertanggung jawab terhadap masyarakat sekitar, jangan menghina grup dengan minat khusus, tetap berdasarkan hukum yang berlaku, dan jangan menjadi gemuk, bodoh, dan bahagia-jangan pernah merasakan puas dengan diri Anda sendiri.