BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Teori – teori Dasar Dalam menjabarkan penelitian ini, maka penulis telah memilih beberapa teori umum, seperti : 1. Teori agenda setting 2. Teori uses and gratifications 3. Teori film Pemilihan teori di atas nantinya akan menjabarkan pengertian pentingnya komunikasi yang dikaitkan dengan dampak yang ditimbulkan oleh teori – teori tersebut. Maka dari itu, penulis pun akan menjabarkannya secara lebih terperinci yang terbagi dalam beberapa poin dibawah ini. 2.1.1 Teori Agenda Setting Setiap orang tentunya tidak ingin ketinggalan informasi – informasi mengenai apa saja yang sedang menjadi tren belakangan ini, agar mereka tidak ketinggalan berita maka mereka pun melakukan berbagai upaya. Mereka pun membaca koran dan majalah, menonton televisi , mengakses internet, dan tentunya saling bertukar informasi dengan sesamanya , ini semua merupakan upaya setiap orang agar mereka tidak ketinggalan dalam mengetahui perkembangan dunia. Namun, apabila diperhatikan secara lebih teliti maka medialah yang mengatur trend maupun berita
8
9 yang berkembang di masyarakat. Ini semua bisa terjadi karena media mempunyai peran yang penting di dalam kehidupan khalayak. Hal ini dijabarkan juga oleh John Vivian, karena media massa sangat berpengaruh, kita perlu tahu bagaimana media massa bekerja. Coba renungkan: • Melalui media massa kita mengetahui hampir segala sesuatu yang kita tahu tentang dunia di luar lingkungan dekat kita. Apa yang anda ketahui tentang Baghdad atau Badai Katrina atau Super Bowl jika tidak ada koran, televisi, dan media massa lainnya? • Warga yang berpengetahuan dan aktif sangat mungkin terwujud di dalam demokrasi modern hanya jika media massa berjalan dengan baik. • Orang membutuhkan media massa untuk mengekspresikan ide – ide mereka ke khalayak luas. Tanpa media massa , gagasan anda hanya akan sampai ke oran – orang sekitar anda kirimi surat. • Negara – Negara kuat menggunakan media massa untuk menyebarkan ideologinya dan untuk tujuan komersial. Media massa adalah alat utama para propagandis, pengiklan, dan para orang – orang semacam itu. ( Vivian , 2008 :5 ) Berita maupun trend yang berkembang di masyarakat seutuhnya diatur oleh media massa. Onong Uchjana Effendy menjabarkan bahwa jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting.Hal senada pun dijabarkan oleh McComb dan Shaw menunjukkan bahwa meski surat kabar dan televisi sama – sama mempengaruhi agenda politik khalayak ( Tan, 1981: 277 ) Dalam buku yang berjudul penghantar komunikasi massa karangan Nurudin, dijabarkan bahawa Stephen W. Littlejohn pernah mengatakan , agenda setting ini beroperasi dalam tiga bagian sebagai berikut : • Agenda media itu sendiri harus diformat. Proses ini akan memunculkan masalah bagaimana agenda media itu terjadi pada waktu pertama kali. • Agenda media dalam banyak hal memengaruhi atau berinteraksi dengan agenda publik atau kepentingan isu tertentu bagi publik.
10 •
Agenda publik memengaruhi atau berinteraksi ke dalam agenda kebijakan. Agenda kebijakan adalah pembuatan kebijakan publik yang dianggap penting bagi individu. ( Nurudin , 2007 : 195 )
Dalam bukunya Onong Uchjana Effendy menuliskan bahwa Manhein dalam pemikirannya tentang konseptualisasi agenda yang potensial untuk memahami proses agenda setting menyatakan bahwa agenda setting meliputi tiga agenda , yaitu agenda media, agenda khalayak, dan agenda kebijaksanaan. Masing – masing agenda itu mencakup dimensi – dimensi sebagai berikut : 1. Untuk agenda media , dimensi – dimensi : • visibility (visibilitas ) (jumlah dan tingkat menonjolnya berita) • audience salience (tingakat menonjol bagi khalayak) ( relevansi isi berita dengan kebutuhan khalak ) • valance( valensi ) (menyenangkan atau tidak menyenangkan cara pemberitaan bagi suatu peristiwa ) 2. Untuk agenda khalayak, dimensi – dimensi : • famililarity (keakraban (derajat kesadaran khalayak akan topic tertentu)) • personal salience ( penonjolan pribadi ( relevansi kepentingan dengan ciri pribadi )) • favorability (kesengan) ( pertimbangan senang atau tidak senang akan topik berita ) 3. untuk agenda kebijaksanaan, dimensi – dimensi : • support ( dukungan ) ( kegiatan menyenangkan bagi posisi suatu berita tertentu ) • likelihood of action ( kemungkinan kegiatan ) (kemungkinan pemerintah melaksanakan apa yang diibaratkan) • freedom of action (kebebasan bertindak) (nilai kegiatan yang mungkin dilakukan pemerintah) Konseptualisasi Manheim tersebut mendukung perkembangan teori agenda setting secara menyeluruh. (Efeendy , 2003: 288-289) Dalam memilih isu yang nantinya akan diangkat, media mempunyai beberapa pertimbangan. John Vivian dalam bukunya yang berjudul teori komunikasi massa menuliskan bahwa Robert Park berpendapat media lebih banyak menciptakan kesadaran tentang isu , bukan menciptakan pengetahuan atau sikap. Agenda Setting terjadi pada beberapa level : • Pencipta kesadaran : Jika individu menyadari isu, maka ia baru akan memerhatikan isu itu. Keprihatinan terhadap orang tua yang membunuh anaknya menjadi isu utama akibat liputan luas media
11
•
•
yang spektakuler. Pada tahun 1994 Susan Smith, seorang wanita dari South Carolina, menarik perhatian luas karena laporannya bahwa anaknya yang berumur 3 dan 1 tahun telah diculik. Kisah itu semakin mengerikan setelah wanita itu lalu mengakui bahwa dia menenggelamkan sendiri anak – anaknya dengan menaruh anak di mobil yang terkunci dan didorong ke danau. Selama beberapa hari perhatian media yang luas bukan hanya mengungkapkan detail dari apa yang terjadi, tetapi juga membuat orang tahu lebih banyak tentang isu –isu parental, keluarga, kesehatan mental, dan isu hukum yang ikut dibahas media dalam liputannya. Menentukan prioritas : Orang mempercayai berita media untuk mengetahui kejadian – kejadian dan mengurutkan kejadian – kejadian itu berdasarkan arti pentingnya. Berita utama atau di halaman 1 koran dianggap sebagai berita paling signifikan. Agenda seseorang akan terkena pengaruh bukan hanya dari cara suatu berita ditampilkan atau disampaikan, tetapi juga waktu dan ruang yang disediakan untuk berita itu. Mempertahankan isu : Liputan terus – menerus akan membuat isu menjadi kelihatan penting. Sebuh berita senator yang disuap ungkin akan segera dilupakan, tetapi berita lanjutannya selama berhari – hari akan menimbulkan reformasi etika. Sebaliknya, apabila gatekeeper media berahli ke berita lain, sebuah isu yang panas akan segera usang dalam semalam – dilupakan orang ( Vivian , 2008 : 495 – 496 ). Nurudin Menjabarkan bahwa meningkatnya nilai penting suatu
topik berita pada media massa menyebabkan meningkatnya nilai penting topik tersebut bagi masyarakat ( Nurudin , 2007 :195 ). Hal senada pun didukung oleh Hafied Cangara dalam bukunya penghantar ilmu komunikasi bahwa media massa radio berhasil dimanfaatkan sebagai alat propaganda oleh pihak – pihak yang terlibat dalam perang dunia kedua seperti Amerika , Jerman, dan Jepang ( Cangara , 2008 : 42 ). Hal seperti inilah yang membuat media massa mempunyai peran yang cukup penting di dalam kehidupan bermasyarakat.
12 Dalam Buku John Vivian yang berjudul teori komunikasi massa dituliskan beberapa contoh kasus dari teori ini diantaranya : • Hak Sipil. Hak – hak sipil warga kulit hitam Amerika dilecehkan selama seabad setelah Perang Sipil. Kemudian muncul liputan gerakan reformasi yang makin kuat pada 1960-an. Pemberitaan seperti pawai dan demonstrasi yang dipimpin oleh Martin Luther King Jr dan berita lain , termasuk rekaman polisi memperlakukan demonstran kulit hitam, membuat orang mulai berpikir tentang ketidakadilan rasial. Pada 1964, Kongres mengesahkan Civil Rights Act , yang secara tegas melarang diskiriminasi di hotel dan rumah makan, bantuan pemerintah, dan parktik ketenagakerjaan. Tanpa liputan media hak sipil tidak akan masuk ke agenda public dan membesar hingga awal 1964. • Watergate. Seandainya Washington Post tidak gigih menyelidiki situasi di kantor pusat Partai Demokratik pada 1972, public tidak akan pernah tahu bahwa orang – orang disekitar Presiden Nixon terlibat dalam sebuah skandal. Post menentukan agenda nasional • Skandal Seks Gedung Putih. Tak ada orang yang akan memikirkan apakah Presiden Bill Clinton terlibat skandal seks jika David Brock, yang menulis dalam American Spectator pada 1993, tidak melaporkan tuduhan oleh Paula Jones. Isu juga tidak akan memanas tanpa laporan Matt Drudge tahun 1997 di situs online-nya, Drudge Report, tentang Monica Lewinsky. ( Vivian , 2008 : 567 – 568 ) 2.1.2 Uses and Gratifications Theory Media massa mempunyai peran yang dalam melayani khalayak, hal inilah yang ingin disampaikan dalam teori ini. Onong Uchjana Effendy menjabarkan bahwa model uses and gratifications menunjukkan bahwa yang menjadi permasalahan utama bukanlah media yang mengubah sikap dan perilaku khalayak, tetapi bagaimana media memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial khalayak ( Effendy, 2003 : 289 – 290 ) . Hal ini pun dijabarkan oleh Severin dan Tankard di dalam buku teori komunikasi bahwa hal ini menyingkirkan keraguan atas indikasi dari penelitian sebelumnya bahwa tujuan utama dalam memanfaatkan media massa
13 adalah untuk kepentingan penguatan ( Severin and Tandkard , 2009 : 354 – 355 ). Hafied Cangara menuliskan di dalam bukunya bahwa Brent D. Ruben menyimpulkan bahwa khalayak menerima suatu pesan bukan saja ditentukan oleh isi pesan, tetapi juga oleh semua komponen yang mendukung terjadinya proses komunikasi. Faktor – faktor yang mempengaruhi penerimaan informasi : • Penerimaan o Keterampilan berkormunikasi o Kebutuhan o Tujuan yan diinginkan o Sikap , nilai , kepercayaan , dan , kebiasaan – kebiasaan o Kemampuan untuk menerima o Kegunaan pesona • Pesan o Tipe dan model pesan o Karakteristik dan fungsi pesan o Struktur pengelolaan pesan o Kebaharuan pesan • Media o Tersedianya media o Kehandalan media o Kebiasaan menggunakan media o Tempat dan situasi ( Cangara, 2008 : 172 -173 ) Penjabaran kebutuhan manusia pun beragam, namun hal tersebut tidak
menjadi
suatu
penghalang
bagi
media
massa
dalam
mengelompokkan kebutuhan manusia yang cenderung tak pernah puas dalam segala hal. Namun, ada salah satu ahli yang mencoba untuk menggelompokkan kebutuhan itu. Onong Uchjana Effendy menuliskan di dalam bukunya mengenai kebutuhan biasanya orang merujuk kepada hirarki kebutuhan yang ditampilkan oleh Abraham Maslow. Ia membedakan lima perangkat kebutuhan dasar : • Kebutuhan psikologis • Kebutuhan keamanan • Kebutuhan cinta • Kebutuhan penghargaan • Kebutuhan aktualitas diri ( Effendy , 2003 : 290 )
14 Dengan menekankan bahwa orang ymencari media untuk memenuhi keinginannya maka John Vivian juga menjabarkan bahwa orang menggunakan media , di antaranya : • Fungsi mengawasi : …. Liputan berita adalah bentuk paling jelas dari fungsi media sebagai pengawasan atau pemantauan….. Semua orang membutuhkan informasi yang reliabel atau dapat diandalkan tentang lingkungan sekitar mereka… Bukan hanya berita yang menyediakan fungsi ini. Dari drama dan karya sastra orang dapat mempelajari isu – isu kemanusiaan yang memberi mereka pemahaman yang lebih baik tentang kondisi manusia. Musik dan entertainment , yang disampaikan lewat media massa, menimbulkan rekasi emosional terhadap kemanusiaan , dan juga bisa memberi mereka pemahaman emosional tentang orang lain yang berada di tempat jauh. • Fungsi sosial : … Fungsi sosialisasi ini adalah proses seumur hidup, dan banyak dibantu oleh media massa…. Siaran televisi menyatukan, membuat mereka sama – sama mengalami pengalaman seperti menonton serangan 9/11. • Fungsi diversi : Melalui media massa, orang bisa melarikan diri dari kejenuhan sehari – hari… Hasil bisa berupa : o Stimulasi o Relaksasi o Pelepasan
15 Tabel 2.1.2.1 Model Uses and Gratifications
Social Environment Demographic characteristics 2. Group Affiliations 3. Personality characteristics 1.
Individual’s Needs Cognitive needs Affective needs Personal integrative needs 4. social integrative needs 5. tension – release 1. 2. 3.
or escape
Nonmedia Sources of Need Satisfaction 1. family, friends 2. interpersonal communication 3. hobbies and sleep 4. drugs etc
Mass Media Use Media type:newspaper, tv, movies, radio 2. Media contents 3. Exposure to media 4. Social context of media exposure 1.
Media Gratifications 1. 2. 3. 4.
Surveillance Entertainment personal Social relationships
16 Model uses and gratifications yang dibuat oleh Katz , Gurevitch, dan Haas memulai lingkungan sosial yang menentukan kebutuhan kita. Lingkungan sosial tersebut meliputi ciri – ciri afiliasi kelompok dan ciri – ciri kepbribadian. Kebutuhan individual dikategorisasikan sebagai : • Cognitive needs ( kebutuhan kognitif ): Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan informasi , pengetahuan dan pemahaman mengenai lingkungan. Kebutuhan ini didasarkan pada hastrat untuk memahami dan menguasai lingkungan; juga memuaskan rasa penasaran kita dan dorongan untuk penyelidikan kita. • Affective needs ( kebutuhan afektif ) : Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan pengalaman – pengalaman yang estetis, menyenangkan, dan emosional. • Personal integrative needs ( kebutuhan pribadi secara integratif ): Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan kredibilitas, kepercayaan, stabilitas, dan status individual. Hal – hal tersebut diperoleh dari hastrat akan harga diri. • Sicial integrative needs ( kebutuhan sosial secara integratif ): Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan kontak dengan keluarga, teman, dan dunia. Hal – hal tersebut didasarkan pada hasrat untuk berafiliasi. • Escapist needs ( kebutuhan pelepasan ): Kebutuhan yang berkaitan dengan upaya menghindarkan tekanan , ketegangan, dan hastrat akan keanekaragaman. West dan Turner dalam bukunya penghantar teori komunikasi analisis dan aplikasi menuliskan bahwa Katz , Blumler, dan Gurevitch menyatakan bahwa terdapat lima asumsi dasar teori kegunaaan dan grativikasi : • Khalayak aktif dan penggunaan medianya berorientasi pada tujuan. • Inisiatif dalam menghubungkan kepuasaan kebutuhan pada pilihan media tertentu terdapat pada anggota khalayak. • Media berkompetensi dengan sumber lainnya untuk kepuasaan kebutuhan. • Orang mempunyai cukup kesadaran diri akan penggunaan media mereka, minta, dan motif sehingga dapat memberikan sebuah gambaran yang akurat mengenai kegunaan tersebut kepada para peneliti. • Penilaian mengenai nilai isi media hanya dapat dinilai oleh khalayak. ( West and Turner , 2010 : 104 )
17 McQuail dan koleganya juga menjabarkan bagaimana anggota khalayak berusaha untuk menyelesaikan tujuannya melalui media. Hal ini digambarkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 2.1.2.2 Tabel Kebutuhan Akan Media TIPE KEBUTUHAN Kognitif
DESKRIPSI Memperoleh informasi, pengetahuan, pemahaman
Afektif
Pengalaman emosional, menyenangkan, atau estetis
Integrasi personal
Meningkatkan kredibilitas, percaya diri, dan status Meningkatkan hubungan dengan keluarga , teman, dan lainnya Pelarian dan pengalihan
Integrasi sosial
Pelepasan ketegangan
CONTOH MEDIA Televisi ( berita ) , video ( “ Bagaimana Memasang Lantai Keramik “ ), film ( dokumenter atau film berdasarkan sejarah , misalnya Cinderella Man ) Film, televisi ( komedi situasi , opera sabun ) Video ( “Berbicara dengan keyakinan “ ) Internet ( e- mail , chat room , listserv, IM ) Televisi, radio, film , internet, video
Asumsi pertama digambarkan bahwa semua orang mempunyai media favoritnya masing – masing. Hal ini bisa dicontohkan seperti berikut, kebanyakan dari masyarakat menyukai suatu film yang ditampilkan di bioskop dengan tema percintaan daripada film yang perang. Ini disebabkan mereka datang ke bioskop untuk menyegarkan pikiran mereka dari kesibukan sehari – harinya. Asumsi kedua menjelaskan bahwa untuk memuaskan kepuasaan terhadap kebutuhan khalayak maka pemilihan media pun berada di
18 tangan khalayak. Seperti apabila kita ingin tertawa maka kita bisa saja menonton Sex and The City dan bila kita ingin mencari informasi mengenai lagu – lagu yang terbaru maka kita bisa menonton MTV. Asumsi ketiga berpendapat bahwa dalam pemuasan akan kebutuhan khalayak, suatu media dipilih berdasarkan pengaruh dari orang lain atau masyarakat. Contoh, dalam kencan pertama maka mereka akan memilih bioskop untuk menonton sebuah film dibandingkan membeli DVD dan menontonnya di rumah. Asumsi keempat adalah mengumpulkan dan mengambarkan secara terperinci mengenai informasi yang akurat dari konsumen media dengan
cara
metodelogis
seperti
mewawancarai
responden
dan
mengamati reaksi mereka ketika mereka menjawabnya. Asumsi kelima yaitu berbicara sedikit terhadap khalayak, dikarenakan penulis harus bisa mempertahankan relasi antara hubungan akan kebutuhan khalayak dengan media. 2.1.3
Teori Film Film teatrikal adalah film yang diproduseri secara khusus untuk dipertunjukkan di gedung – gedung pertunjukan atau gedung bioskop. Film jenis ini berbeda dengan film televisi atau sinetron yang dibuat khusus untuk siaran televisi.
Film teatrikal dibuat secara mekanik, sedangkan film televisi dibuat secara elektronik. Pada tahun 1903 kepada publik Amerika Serikat diperkenalkan sebuah film karya Edwin S. Porter yang berjudul “The
19 Great Train Robbery” , pada pengunjung bioskop yang pada akhirnya dibuat terpukau. Mereka bukan saja seolah – olah melihat kenyataan , tetapi seakan – akan tersangkut dalam kejadian yang digambarkan pada layer bioskop itu. Mereka merasa, mereka sendiri yang mengejar bandit – bandit perampok kereta api seperti ysng dikisahkan dalam film tersebut. Mereka seolah – olah mereka sendiri yang menjadi koboi yang menangkap bandit – bandit tersebut.
Film yang berlangsung hanya 11 menit tersebut benar – benar sukses. Film The Great Train Robbery bersama nama pembuatnya , Edwin S. Porter terkenal sampai dimana – mana dan tercatat dalam sejarah film.
Film yang diperkenalkan kepada publik Amerika itu bukanlah film yang pertama , sebab setahun sebelumnya , yaitu 1902, Edwin S. Porter juga telah membuat film yang berjudul “ The Life of an American Firemen “ dan Ferdinand Zecca do Perancis pada tahun 1901 membuat film berjudul “ The Story of a Crime “ . Akan tetapi, film The Great Train Robbery lebih terkenal dan dianggap sebagai film cerita yang pertama. Ini disebabkan teknik pembuatannya yang benar – benar mengagumkan untuk waktu itu. Edwin S. Poeter sebagai cameraman benar – benar telah berhasil “mempermainkan” kameranya, sehingga dapat membuat penonton terpesona. Dengan tekniknya dalam editing , pada suatu saat tampak oleh
20 penonton suatu adegan secara panoramic dimana bandit – bandit sedang melarikan kudanya di lereng gunung. Di sisi yang lain dalam jarak yang sedang ( medium shot ) seorang koboy mempercepat kudanya, dan seketika dalam jarak yang sangat dekat sekali ( close up ) sebuah pistol dari seorang koboi meletus. Film tersebut hanyalah merupakan kisah singkat yang hanya berlangsung selama 11 menit. Orang – orang film menyadari bahwa yang diinginkan publik , seperti halnya dengan sandiwara panggung ( stage play ) , adalah sebuah cerita lengkap yang meliputi babak awal, babak tengah, dan babak akhir. Pada tahun 1913 seorang sutradara Amerika Serikat , David Wark Griffith, telah membuat film berjudul “ Birth of a Nation “ dan pada tahun 1916 film “ Intolerance “ dan durasi dari kedua film tersebut selama tiga jam. Ia dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai penemu “grammar” dari pembuatan film. Dari kedua filmnya tersebut tampak hal – hal baru dalam editing dan gerakan – gerakan kameranya bersifat dramatis, meskipun harus diakui bahwa di antaranya ada yang merupakan penyempurnaan dari apa yang telah diperkenalkan oleh Porter dalam filmnya The Great Train Robbery. Teknik
perfilman
hasil
pemikiran
Griffith
tersebut
diperkembangkan lagi oleh dua orang ahli bangsa Rusia yaitu Vsevolod Pudovskon dan Sergei Eisenstein. Sebuah sequence dari film karya Einsenstein yang berjudul “ Kapal Tempur Potemkin “ yang dibuat pada tahun 1925 dan berlangsung selama 6 menit. Film tersebut adalah film
21 bisu, akan tetapi cukup membuat khalayak terpesona dan berpengaruh kepada kejiwaan bagi para penontonnya. Orang – orang yang berkecimpungan dalam dunia perfilman menyadari bahwa film bisu belum merupakan tujuannya. Karena itulah , maka penelitian dilakukan dan eksperimen dilaksanakan untuk menciptakan film bicara. Guna mencapai hal tersebut diperlukan waktu yang cukup lama. Pada tahun 1927 di Broadway Amerika Serikat muncullah film bicara yang pertama meskipun dalam keadaan yang belum sempurna sebagaimana dicita- citakan. Sejak itulah sejalan dengan perkembangan teknologi, usaha – usaha untuk menyempurnakan film bicara terus dilakukan dan pada akhirnya mencapai titik keberhasilannya. Pada tahun 1935 film bicara boleh dikatakan mencapai kesempurnaan. Waktu pemutarannya cukup lama dan ceritanya panjang, karena banyak yang berdasarkan novel dari buku dan disajikan dengan teknik yang lebih baik. Ini semua menimbulkan pengaruh yang lebih besar kepada para pengunjung bioskop. Pada tahun 1952 Fred Waller memperkenalkan sistem “ Cinerama “ dengan layanya yang enam kali lebih besar daripada layar film biasa. Akan tetapi sistem ini tidak dapat digunakan secara umum karena mahalnya biaya dan karena kesukaran teknik dalam pemutaran di gedung – gedung bioskop. Pada tahun 1953 sistem “ 3 Dimensi “ ditemukan , suatu sistem yang benar – benar menilmbulkan kesan yang mendalam , suatu sistem yang benar – benar menimbulkan kesan yang mendalam, dikarenakan apa
22 yng dilihat penonton tidak rata seperti biasanya, melainkan menonjol keluar, seolah – olah apa yang disaksikannya itu adalah kenyataan . Pada tahun 1953 , perusahaan film 20th Century Fox memperkenalkan “ Cinemascope “ dengan layarnya yang meskipun tidak bisa menandingi Cinerama , tetapi dapat disajikan kepada publik. Masyarakat pun menyambutnya dengan antusias. Publik yang sekian lama terpesona oleh TV berhasil dapat ditarik kembali dari rumahnya untuk kembali ke gedung – gedung bioskop. Film dibedakan menurut sifatnya , yang umumnya terdiri dari jenis – jenis film sebagai berikut : •
Film Cerita Film yang mengandung suatu cerita , yaitu yang lazimnya dipertunjukkan di gedung – gedung bioskop dengan para bintang yang tenar. Film jenis ini didstribusikan sebagai barang dagangan dan diperuntukkan kepada khalayak dimana saja. Jenis film ini
merupakan
barang
dagang
dari
perusahaannya masing – masing oleh karena itu, mereka memproduseri film – film jenis ini dengan biaya yang sangat mahal dengan harapan bahwa film yang mereka buat akan sukses di pasaran. Film cerita sendiri merupakan film yang menyajikan kepada publik sebuah cerita. Sebagai cerita yang harus mengandung unsur – unsur yang dapat menyentuh rasa manusia. Film yang bersifat auditif visual , yang dapat disajikan kepada publik dalam bentuk gambar yang dapat
23 dilihat dengan suara yang dapat didengar , dan yang merupakan suatu medium yang bagus untuk mengolah unsur – unsur tadi. Contoh film jenis ini yaitu Ben Hur, Spartacus, dan Cleopatra. •
Film berita Film yang menyajikan fakta , peristiwa yang benar – benar terjadi dikarenakan bersifat berita makan film yang disajikan ini pun harus mengandung makna atau nilai berita.
•
Film dokumenter Istilah documentary mula – mula digunakan oleh seorang sutradara Inggris , John Grieson. Dia menggambarkan suatu jenis film yang dipelopori oleh seorang Amerika bernama Robert Flaherty. Flaherty termasuk salah seorang seniman besar
dalam
bidang
film.
Film
dokumenternya
itu
didefinisikan oleh Grierson sebagai karya ciptaan mengenai kenyataan. Film pertama dan yang paling terkenal besutan Flaherty adalah Nanook of the North yang di buat pada tahun 1922. Titik berat dari film documenter adalah fakta atau peristiwa yang terjadi. •
Film Kartun Timbulnya gagasan untuk menciptakan film kartun ini adalah dari seniman pelukis. Ditemukannya cinematography telah menimbulkan gagasan kepada mereka untuk menghidupkan
24 gambar – gambar yang mereka lukis. Dari hasil lukisan lukisan tersebut menimbulkan hal yang lucu dan menarik dikarenakan tokoh yang ada di dalam lukisan tersebut dapat memegang peranan apa saja yang tidak bisa dilakukan oleh manusia. Titik berat dari pembuatan film kartun ini adalah seni lukis. Emile Cohl seorang warga Prancis telah memuat film kartunnya yang berjudul Phantasmagora pada tahun 1908, satu tahun kemudian dibuatlah film kartun amerika untuk pertama kalinya oleh Winsor Mc.Cay yang menciptakan film yang diberi nama Gertie. Tidak sampai disitu saja, pada tahun 1928 Walt Disney membuat
film kartun fenomenal
yaitu Mickey Mouse , Donald Duck, dan Snow White.
2.2
Teori – teori Khusus yang Berhubungan dengan Topik Yang Dibahas Dalam teori khusus ini, penulis telah memilih bebrapa teori yang nantinya akan dijabarkan dan berhubungan dengan topik yang dibahas , diantaranya : 1. Teori Disonasi Kognitif Festinger 2. Model Lasswell 3. Teori Ego -defentif 4. Teori Afiliansi 5. Teori Identitas 6. Teori Rangsangan Emosional Teori ini akan dijabarkan lebih lanjut dalam poin – poin sebagai berikut.
25 2.2.1
Teori Disonasi Kognitif Festinger Dalam buku Teori Komunikasi Massa, Severin dan Tankard, Jr menjabarkan bahwa teori disonansi beranggapan bahwa dua elemen pengetahuan “ merupakan hubungan yang disonan ( tidak harmonis ) apabila, dengan mempertimbangkan dua elemen itu sendiri, pengamatan satu elemen akan mengikuti elemen satunya “ ( Saverin dan Tankard , Jr , 2009 : 165 ). Dalam disonansi kognitif elemen – elemen yang dipermasalahkan diantaranya : •
tidak relevan satu sama lain
•
konsisten satu sama lain
•
Tidak konsisten satu sama lain
Hal yang menarik muncul dari teori yang telah membangkitkan kontroversi yang cukup besar dalam bidang psikologi ini diantaranya : •
Pengambilan Keputusan Dalam Pengambilan keputusan, disonansi diprediksi akan muncul karena alternatif yang ditolak berisi fitur – fitur yang akan mengakibatkan ia diterima dan alternatif pilihan yang dipilih berisi fitur – fitur yang mengakibatkan ia ditolak. Dengan kata lain , semakin sulit sebuah keputusan dibuat , maka semakin besar disonansi setelah keputusan diambil.
26 Contoh dari penjelasan ini yaitu apabila seseorang ingin menonton suatu film maka ia akan mencari referensi mengenai film tersebut dan bukanlah film yang lainnya. •
Kepatuhan terpaksa Teori disonansi merumuskan bahwa ketika seseorang ditempatkan pada sebuah situasi di mana dia mengalami berperilaku di depan umum yang bertentangan dengan sikapnya pribadi, maka dia mengalami disonansi dari pengetahuan tentang fakta tersebut. Situasi itu sering terjadi sebagai akibat dari janji pemberian penghargaan atau ancaman hukuman, tetapi kadang hanya akibat tekanan kelompok untuk menyesuaikan terhadap norma yang tidak terlalu disetujuinya. Dalam hal ini, bisa menjabarkan keadaan perfilman Indonesia seperti yang dijabarkan oleh Ekky Imanjaya di buku Mau Dibawa ke Mana Sinema Kita? Dituliskan oleh beliau bahwa banyak produser yang memilih untuk membuat film horror karena genre film seperti inilah yang paling popular dan mampu menyedot jumlah penonton yang fantastis.
•
Paparan Selektif dan Perhatian Selektif Teori ini memprediksi bahwa setiap individu akan menolak informasi yang mengakibatkan disonansi , dan
27 terdapat cukup bukti yang menunjukkan bahwa personal media sangat menyadari akan hal ini. Dalam hal ini seseorang tidak secara lumrah memilih atau menolak seluruh paparan pesan ( paparan selektif ) karena masyrakat
sering
tidak
dapat
menilai
isi
pesan
sebelumnya. Hal ini dikarenakan masyarakat dikelilingi oleh orang – orang dan media yang setuju dengan orang tersebut dalam isu – isu besar. •
Pilihan Hiburan Orang yang sedang sedih umumnya akan memilih untuk menonton film komedi untuk mencari kesenangan.
•
Pengingatan Selektif Umumnya, orang cenderung mengingat hal – hal yang sesuai dengan “kerangka rujukan penting”, sikap , keyakinan, dan perilaku mereka serta melupakan hal – hal yang tidak sejalan dengan mereka.
28 2.2.2 Model Laswell Laswell berpendapat bahwa terdapat 3 fungsi dari komunikasi massa : 1. Kemampuan media massa memberikan informasi yang berkaitan dengan lingkungan di sekitar kita 2. Kemampuan media massa memberikan berbagai pilihan dan alternatif dalam penyelesaian masalah yang dihadapi masyarakat 3. Fungsi media massa dalam mensosialisasikan nilai – nilai tertentu kepada masyarakat
Laswell menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertayaan : Who Says What In Witch Channel To Whom With What Effect (Siapa Mengatakan Apa Kepada Siapa Dengan Efek Apa). Model verbal awal dalam komunikasi dapat dijabarkan sebagai berikut: •
Who = unsur sumber
•
What = unsur pesan
•
Channel = saluran komunikasi
•
To whom = unsur penerima
•
With what effect = unsur pengarah
29 Di dalam buku Ilmu , Teori , dan Filsafat Komunikasi, Onong Uchjana Effendy menjabarkan bahwa adapun fungsi komunikasi menurut Laswell sebagai berikut : 1. The surveillance of the invironment ( pengamatan lingkungan ) 2. The correlation of the parts of society in responding to the environment ( korelasi kelompok – kelompok dalam mastarakat ketika menanggapi lingkungan ) 3. The transmission of the social heritage from one generation to the next ( transmisi warisan sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain ) (Effendy , 2003 :253 – 254 )
2.2.3
Teori Ego – Defensif Dalam buku yang berjudul Psikologi Komunikasi yang ditulis oleh Jalaluddin Rakhmat dijabarkan bahwa dalam hidup ini kita mengembangkan citra diri yang tertentu dan kita berusaha untuk mempertahankan citra diri ini serta berusaha hidup sesuai dengan diri dan dunia kita. Kita berpegang teguh pada konsep diri ini karena kita membentuknya dengan susah payah. ( Rakhmat , 2008 : 214 ) Teori ini menjabarkan bahwa penjelasan mengapa terjadi perhatian selektif atau pemberian makna pada pesan komunikasi yang mengalami distorsi. Dengan kata lain, dengan menggunakan media massa seseorang akan memperoleh informasi untuk membangun konsep diri, pandangan dunianya, dan pandangan masing – masing individu mengenai sifat – sifat manusia dan hubungan sosialnya. Apabila pencitraan diri mengalami keterpurukan, maka media massa mampu mengahlikan perhatian masyarakat dari kecemasannya.
30 Dengan demikian komunikasi massa mampu memberikan bantuan dalam melakukan teknik – teknik untuk mempertahankan ego.
2.2.4
Teori Afiliansi Dalam buku yang berjudul Psikologi Komunikasi yang ditulis oleh Jalaluddin Rakhmat dijabarkan bahwa teori ini memandang manusia sebagai makhluk yang mencari kasih sayang dan penerimaan dari orang lain. Ia ingin memelihara hubungan baik dalam hibungan interpersonal dengan saling membantu dan mencintai ( Rakhmat , 2008 : 215 ) Dalam teori ini digambarkan bahwa isi media kembali menegaskan bahwa fungsi khalayak sebagai bagian dari drama kemanusian yang meluas. Dewasa ini pun, media massa juga sering digunakan untuk sarana dalam membina interaksi sosial.
2.2.5
Teori Identitas Teori ini merupakan gambaran dari karakter manusia sebagai aktor
yang
selalu
berusaha
untuk
memenuhi
egonya
dengan
menambahkan peranan yang memuaskan konsep dirinya. Dalam buku Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi yang dituliskan oleh Onong Uchjana Effendy dijabarkan bahwa sehubungan dengan itu dalam ilmu jiwa sosial terdapat gejala yang disebut identifikasi psikologis. Dalam melihat atau lebih tegas lagi, dalam menghayati sebuah film kerap kali penonton menyamakan ( mengidentifikasikan ) seluruh pribadinya dengan salah seorang pemegang peranan dalam film itu. Ia bukan saja dapat “memahami” atau “merasakan” apa yang dipikirkan atau dialami pemain itu dalam menjalankan perannya, tetapi lebih daripada itu : antara pemain dan penonton hampir tidak ada lagi perbedaan. Penonton asyik sekali mengikuti peristiwa – peristiwa dalam film itu, sehingga ia merasa bersangkutan dengan film itu ; dengan
31 perkataan lain, ia mengira bahwa ia sendiri yang jadi pemain itu. Bukan lagi pemain yanf memegang peran dalam berbagai peristiwa itu, melainkan dirinya sendiri ( Effendy , 2003 : 207 – 208 ).
Jalaluddin Rakhmat mengutip komentar Mcguire yang ditulis di dalam bukunya yang berjudul psikologi komunikasi yaitu karena media massa, terutama sekali pada penyajian fiktif dan sampai tingakt tertentu juga pada penyajian faktual, menyajikan orang – orang yang memajukan peran yang diakui dan berdasarkan gaya atertentu, maka teori identifikasi mempunyai cukup relevansi dengan pemuasaan yang diperoleh dari konumsi media. Bahkan pada saat isi komunikasi massa tidak secara ekslisit dirancang untuk menampilkan tokoh yang memainkan secara eksplisit ( misalnya kisah – kisah berita ) , media cenderung menggambarkan orang dalam berbagai situasi dramatis yang melibatkan respons – respons menarik dan memberikan bahan identitas peranan untuk memperkaya konsep diri. Isi yang bersifat fiktif secara eksplisit menampilkan orang dalam peran – peran yang secara tipikal dirancang untuk dikagumi dan seringkali diwarnai glamour yang dengan fantasi memudahkan khalayk untuk mengambil peran pendorong ego ( ego enhancing roles ) memalui identifikasi dengan tokoh – tokoh. Ketika orang – orang yang disajikan media memainkan peranan “ rakyat biasa “ penyajian media massa tetap menegaskan dan meninggikan makna peran – peran tersebut, yang sebenarnya secara meluas diperankan oleh kebanyakan anggota khalayak. ( Rakhmat ; 2008 : 215 - 216 )
32 2.2.6
Teori Rangsangan Emosional Berbagai
pertanyaan
muncul
,
bagiamana
media
massa
menimbulkan pengaruh yang luar biasa sehingga mampu membuat orang larut ke dalam apa yang ingin disampaikan oleh media massa tersebut. Dalam buku Psikologi Komunikasi , Jalaluddin Rakhmat menjabarkan bahwa menjawab pertanyaan itu dengan penelitian empiris tidaklah mudah. Peneliti mengalami kesukaran untuk mengukur emosi sedih, gembira, atau takut sebagai akibat pesan media massa. Kita tidak dapat mengukur efek emosional sebuah film tragedy dengan menampung air mata penonton yang tumpah; tidak juga mampu mengukur kegembiraan dengan mengukur kerasnya suara tertawa ketika bereaksi pada suatu adegan yang lucu. Tetapi para peneliti telah berhasil menemukan faktor – faktor yang mempengaruhi intensitas rangsangan emosional pesan media massa. Faktor – faktor itu, antara lain , suasana emosional, skema kognitif, suasana terpaan, predisposisi individual, dan tingkat identifikasi khalayak dengan tokoh dalam media massa . ( Rakhmat ; 2008 : 234 ) Faktor kedua, yang mempengaruhi intensitas emosional ialah skema kognitif. Ini merupakan “naskah” yang ada di dalam pikiran seseorang yang menjabarkan jalan cerita terhadap peristiwa yang ia tonton, misalnya ketika sang pahlawan hilang, orang tersebut tidak akan khawatir karena ia pasti akan kembali lagi. Faktor yang ketiga yaitu suasana terpaan. Dapat dijabarkan bahwa suasana dapat mengambil peran yang cukup besar. Misalnya, seorang anak kecil akan takut menonton tayangan televisi apabila ia hanya menontonnya sendirian saja. Jaluludin Rackmat menuliskan di dalam bukunya yang berujudul Psikologi Komunikasi yaitu faktor identifikasi menunjukkan sejauh mana orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditampilkan dalam media massa. Dengan identifikasi penonon, pembaca, atau pendengar menempatkan dirinya dalam posisi tokoh. Ia ikut merasakan apa yang dirasakan tokoh. Karena itu , ketika tokoh identifikasi ( disebut identifikan ) itu kalah, ia juga kecewa; ketika identifikan berhasil , ia ikut
33 gembira. Mungkin juga kita menggap seorang tokoh dalam televisi atau film sebagai lawan kita. Yang terjadi diidentifikan celaka, dan jengkel bila ia berhasil. Semua ini menunjukkan bahwa makin tinggi identifikasi ( atau disidentifikasi ) kita dengan tokoh yang disajikan , makin besar intensitas emosional pada diri kita akibat terpaan pesan media massa. ( Rakhmat ; 2008 : 236 ).