6
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Radiosonde
adalah alat untuk mengukur tekanan , suhu, arah dan kecepatan angin dan kelembaban udara diberbagai lapisan udara. alat tersebut berfungsi sebagai alat ukur untuk mengetahui karakteristik keadaan cuaca dari lapisan permukaan sampai lapisan tingkat atas. Selama alat berada di udara, alat memancarkan signal/isyarat data cuaca yang dipancarkan dan diterima oleh stasiun penerima. Alat penerima dimaksud terdiri dari : antenna, antenna control unit, receiver unit, printer dan recorder (digitizer).
Gambar 2.1 Radiosonde
2.1.1
Langkah- langkah Pengamatan Radiosonde
a.
Persiapan Ground Equipment Pemanasan Alat penerima (Ground Equipment) terlebih dahulu dilakukan pemanasan sekitar 15 menit sebelum pengamatan dilakukan.
7 Pengecekan Antena Pengecekan terhadap motor scanner b.
Persiapan Pengamatan 1) Persiapan balon Siapkan balon Rason (500 gram), tali benang putih4-6 meter dan parasut (digunakan ketika terjadi hujan pada saat pengamatan). Isi balon gas dengan gas Hydrogen (H2). 2) Persiapan Transmitter Siapkan transmitter dan dirangkai.
c.
Persiapan Menjalankan Program 1) Pastikan switch pada posisi Digitizer 2) Nyalakan semua peralatan Ground Rawinsonde 3) Nyalakan printer dan X-Y plotter 4) Nyalakan komputer, monitor, Digitizer, dan Buffer.
2.1.2
Baseline Check Sebelum Radiosonde diterbangkan, suhu dan kelembaban yang diukur oleh
Radiosonde harus disesuaikan dengan suhu dan kelembaban yang diukur dengan psychrometer, maka pada uraian tersebut diatas setelah terlihat data yang diterima mendekati benar, maka transmitter dimasukkan ke dalam sangkar Meteorologi dan dibiarkan sebentar agar sensor pada transmitter menyesuaikan terhadap kondisi sangkar dan ini ditandai dengan angka/data yang diterima untuk temperature dan kelembaban menjadi stabil. Bila sudah stabil komputer yang sudah dihidupkan, maka pada monitor akan terlihat menu utama dari program MOSS seperti tampak pada gambar dibawah
8
Gambar 2.2 Menu utama MOSS
Klik Initialize menu pertama dari MOSS untuk meriset receiver agar siap menerima perintah. Bila berhasil akan keluar menu completed to initialize a sonde receiver lalu klik ok. Klik BL Check menu kedua dari MOSS, lalu akan keluar langkah-langkah baseline check automatis. Proses automatis ini bertujuan untuk check Radiosonde, sensor dan mengaktifkan radiosonde. Apabila warna hijau seperti gambar dibawah berarti keadaan radio aktif atau ok dan tidak bermasalah berarti radio tersebut siap untuk dipakai. Lalu akan muncul menu terakhir pada BL check klik ok tanda BL check telah selesai dilakukan.
Gambar 2.3 Menu BL Check Running
Lalu klik Sonde ON menu ketiga dari MOSS, proses On kan radiosonde dan rubah frequensi radio dan penerima. Setelah itu akan keluar menu receive level.
9
Gambar 2.4 Receive Level
Klik frequensi yang biasa di gunakan. Yang terbaik warna hijau, yang tidak baik warna merah (banyak gangguan) lalu klik salah satu frequensi trus klik OK sampai ada bunyi tanda radio dan penerima sudah terhubung. Dan klik Obs.Start menu terakhir pada MOSS , start masuk menu observasi akan muncul nilai tekanan, kita masukkan nilai tekanan saat itu lalu klik ok. Maka akan keluar kolom surface weather data.
Gambar 2.5 Surface weather data
Isi data permukaan tekanan, temperature, humidity, arah dan kecepatan angin, kode awan, dan kode cuaca. Setelah semua selesai diisi klik end dan harus diperhatikan data yang diterima tidak boleh merah pada saat pelepasan. Sistem siap dan balon siap untuk diterbangkan.
10
G
Gambar 2.6 Program MOSS ready
2.1.3
Pelepasan Balon Gantungkan radiosonde pada balon yang telah disiapkan dengan panjang tali 15-20
meter dan dilengkapi dengan parasut.
Gambar 2.7 Pelepasan Balon Radiosonde Pada saat pelepasan/peluncuran balon, tekan tombol “Start” atau tombol “Print” pada Remote Control Unit. Selama pengamatan berlangsung, maka di layar monitor akan tampak seperti gambar dibawah.
11
Gambar 2.8 Menu Observasi
Bila balon turun dari ketinggian atau mengambang atau pecah, maka komputer memberikan isyarat /informasi dengan bunyi dan data yang diterima akan berubah warna menjadi merah keunguan dan ini harus diantisipasi apakah balon pecah atau tidak, bila tidak maka angka akan menjadi putih kembali dan balon naik lagi. Tapi jika balon turun terus, maka artinya komputer akan memproses data dengan urutan : a. Mengambil data standard b. Membuat kode/sandi WMO c. Menghitung angin dalam ribuan feet d. Merekam ke hardisk (wmo,win,dat,std,raw,dll) e. Mencetak ke printer f. Mencetak ke plotter.
2.2
Program RAOB 5.5 Program RAOB 5.5 (Radiosonde Observation) adalah perangkat lunak yang
digunakan untuk menganalisis kondisi atmosfer atas. Input data yang digunakan RAOB adalah data dari radiosonde. Radiosonde merupakan salah satu peralatan meteorologi berbentuk kotak kecil dilengkapi dengan alat ukur unsur cuaca dan pemancar sinyal radio.Radiosonde dapat mengetahui distribusi suhu, tekanan, dan kelembaban secara vertikal sampai ketinggian 30 km.
12 Radiosonde akan menghasilkan data unsur-unsur meteorologis untuk tiap-tiap ketinggian dan kemudian data radiosonde akan dianalisis dengan memasukkan data tersebut ke perangkat lunak RAOB.
Gambar 2.9 Program RAOB
Lalu RAOB akan mengeluarkan keluaran-keluaran seperti :
2.2.1
Showalter Stability Index (SSI) Metode Showalter Stability Indeks (SSI) diturunkan dari hukum thermodinamis yang
dipergunakan untuk memperhitungkan tingkat labilitas atmosfer berdasarkan analisis distribusi energi secara vertikal, yang kemudian digeneralisir secara geometris pada diagram aerogram. Metode ini dikembangkan oleh Peterson (Peterson S.Phd, weather analysis and forecasty in second edition volume II). SSI membandingkan kelembaban lapisan permukaan dan suhu lapisan level atas. SSI di gunakan untuk menentukan potensi untuk pengembangan TS. Nilai-nilai tertentu telah ditemukan untuk mengidentifikasi kemungkinan dan intensitas badai. Cara menentukan SI secara manual, langkah-langkahnya sebagai berikut: a) Dari level 850 mb, naikkan suhu titik embun (TD) // dengan Mixing Ratio (r) dan suhu bola kering (T) // dengan garis lapse rate adiabatis kering (AK)Dari titik potong kedua garis tersebut naikkan // lapse rate adibatis basah (AB) hingga mencapai level 500 mb. b) SI diperoleh dari selisih T 500 mb dan T’ pada perpotongan AB pada level 500 mb. c) SSI = T – T‟. .. ........................................................................................(2.1)
13 Tabel 2.1 Nilai SI Nilai harga Showalter Index
2.2.2
> +3
Kondisi Stabil
> +1 to < +3
Kondisi Menengah Stabil
>-3 to < +1
Kondisi tidak stabil
> -6 to < -3
Kondisi sangat tidak stabil
< -6
Kondisi Ekstrim tidak stabil
Lifted Index (LI) LI adalah indeks stabilitas yang digunakan untuk menentukan potensi badai. Nilai
LI didapatkan dari perbedaan suhu parsel udara yang bergerak naik secara adiabatik dengan suhu lingkungan pada tekanan udara 500 mb di atmosfer (AWS, 1990). Nilai LI positif menunjukkan atmosfer berada dalam kondisi stabil, tetapi jika bernilai negatif, menunjukkan atmosfer pada kondisi tidak stabil (terdapat gaya angkat ke atas) yang dapat mendukung proses terjadinya hujan (Tabel 2.2). Sumber lain juga menunjukkan bahwa dengan semakin negatif nilai LI yaitu mencapai -6 akan menyebabkan terjadinya hujan dengan intensitas sangat lebat (Kim dan Lee 2005). Adapun persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai LI adalah
LI = T500 - TP 500 .............................................................................. (2.2)
T500 = Suhu di lapisan 500 mb Tp 500 = Suhu parsel di lapisan 500 mb.
14
Tabel 2.2 Nilai LI-Index
>0
2.2.3
Nilai LI- Index Atmosfer stabil, tidak ada kemungkinan terjadi badai
0 to–2
Mungkin muncul Thunderstorms, kemungkinan kecil akan munculnya badai
3 to–5
Labil, thunderstorms mungkin terjadi dan kemungkinan akan munculnya badai besar
-6
Sangat labil,TS hebat mungkin terjadi
<-6
Sangat mungkin terjadi badai TS yang kuat bahkan Tornado
K- Index (KI) KI adalah ukuran potensi badai akibat gerak konvektif, berdasarkan selang suhu
vertikal, dan kelembaban atmosfer (AWS,1990). Indeks ini penting untuk memprediksi curah hujan dengan intensitas sangat lebat. K = (T850 – T500) + Td850 – (T700 –Td700)...................................... (2.3) Bila kita menganalisa data aerology dapat diketahui bahwa: 1.
Temperatur pada lapisan 850 mb – Temperatur pada lapisan 500 mb artinya untuk mengetahui profil suhu vertikal. Bila semakin condong maka keadaannya akan semakin labil dan bila semakin tegak maka keadaannya akan semakin stabil.
2.
Dew Point padaa lapisan 850 mb artinya untuk mengetahui kandungan uap air dilapisan 850 mb. Bila kandungan uap airnya banyak maka akan mempercepat terjadinya kondensasi.
3.
Temperatur pada lapisan 700 mb – Dew Point 700 mb artinya untuk mengetahui jumlah kandungan uap air dilapisan tengah.
Tabel 2.3 Nilai KI-Indeks KI Value 15-25 26-39 > 40
Potensial Konveksi Potensi Konveksi Kecil Potensi Konveksi Sedang Konveksi SSSSSsSedan Potensi Tinggi
15 2.2.4
CAPE (Convective Available Potential Energy) CAPE adalah jumlah energi yang dimiliki oleh sebuah parsel udara jika diangkat
secara vertikal pada jarak tertentu di atmosfer. CAPE dapat menggambarkan buoyancy positif dari sebuah parsel udara dan dapat mengindikasikan ketidakstabilan atmosfer. Peningkatan nilai CAPE umumnya menyebabkan konveksi semakin kuat sehingga nilai ini dapat digunakan sebagai indeks stabilitas atmosfer (table 2.4). Sumber lain menunjukkan bahwa nilai CAPE berkisar 1779 Jkg-1 – 2521 Jkg-1 akan menyebabkan terjadinya hujan dengan intensitas sangat lebat.
Tabel 2.4 Nilai CAPE
2.2.5
Nilai CAPE (Jkg-1)
Ketidakstabilan Atmosfer
<1000
Lemah
1000 – 2500
Sedang
>2500
Kuat
SWEAT Index Index SWEAT digunakan untuk memperkirakan potensi cuaca buruk, tetapi tetap
memperhitungkan adanya mekanisme pemicu lain yang dapat mempengaruhi terjadinya cuaca buruk. Apabila terdapat nilai indeks SWEAT yang tinggi pada pagi hari, dimungkinkan adanya nilai indeks SWEAT yang tinggi pada sore atau malam hari sebelumnya. Nilai indeks SWEAT yang rendah menandakan tidak adanya cuaca yang buruk tetapi nilai indeks ini dapat meningkat secara drastis selama periode 12 jam (AWS, 1990). Adapun persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai SWEAT : SWEAT = 12Td850 + 20(TT – 49) + 2f850 + f500 + 125 (s + 0.2) ........ (2.4) Keterangan : Td850
=
suhu titik embun pada 850 mb
TT
=
Indeks Total Totals
f850 dan f500
=
Kecepatan angina pada 850 dan 500 mb
s
=
sin (arah angin)
16
Tabel 2.5 Nilai SWEAT
2.2.6
Nilai SWEAT
Kondisi Cuaca
150-300
Cuaca sedikit buruk
300-400
Kemungkinan buruk
400+
Cuaca sangat buruk
Total – Totals Index Indeks Total Totals sebenarnya merupakan jumlah dari total vertikal (VT) (850
mb temp - 500 mb temperature) dan total cross (CT) (850 mb dewpoint – 500 mb temperature). Hal ini digunakan untuk mengukur potensi untuk pengembangan badai dan tingkat kehebatan badai. TT = (T850 – T500) + (Td850-T500) ......................................................... (2.5) Tabel 2.6 Nilai Total-Total
2.3
Nilai TT
Peluang Badai
TT > 46
Kemungkinan badai 75%
41-45
Kemungkinan badai 42%
TT < 39
Tidak ada badai 89%
Hujan
2.3.1 Pengertian Curah Hujan Hujan merupakan salah satu fenomena alam yang terdapat dalam siklus hidrologi dan sangat dipengaruhi iklim. Keberadaan hujan sangat penting dalam kehidupan, karena hujan dapat mencukupi kebutuhan air yang sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup. Hujan merupakan gejala meteorologi dan juga unsur klimatologi. Hujan adalah hydrometeor yang jatuh berupa partikel-partikel air yang mempunyai diameter 0.5 mm atau lebih.Hydrometeor yang jatuh ke tanah disebut hujan sedangkan yang tidak sampai tanah disebut Virga (Tjasyono, 2006). Hujan yang sampai ke permukaan tanah dapat diukur dengan jalan mengukur tinggi air hujan tersebut dengan berdasarkan volume air hujan per satuan luas.
17 Hasil dari pengukuran tersebut dinamakan dengan curah hujan. Curah hujan merupakan salah satu unsur cuaca yang datanya diperoleh dengan cara mengukurnya dengan menggunakan alat penakar hujan, sehingga dapat diketahui jumlahnya dalam satuan millimeter (mm). Curah hujan 1 mm adalah jumlah air hujan yang jatuh di permukaan per satuan luas ( m 2 ) dengan catatan tidak ada yang menguap, meresap atau mengalir. Jadi, curah hujan sebesar 1 mm setara dengan 1 liter/ m 2 ( Aldrian, E. dkk, 2011).
2.3.2 Penakar Hujan Penakar hujan adalah instrumen yang digunakan untuk mendapatkan dan mengukur jumlah curah hujan pada satuan waktu tertentu. Penakar hujan mengukur tinggi hujan seolah-olah air hujan yang jatuh ke tanah menumpuk ke atas merupakan kolom air. Air yang tertampung volumenya dibagi dengan luas corong penampung, hasilnya adalah tinggi atau tebal, satuan yang dipakai adalah milimeter (mm). Salah satu tipe pengukur hujan otomatis adalah tipe Hellman. Pengukur hujan Otomatis type Hellman adalah penakar hujan yang dapat mencatat sendiri, badannya berbentuk silinder, luas permukaan corong penakarnya 200 Cm2, tingginya antara 100 sampai dengan 120 Cm. Jika pintu penakar hujan dalam keadaan terbuka, maka bagian dalamnya akan terlihat seperti gambar terlampir :
Gambar 2.10 Penakar Hujan Otomatis Tipe Hellman
a.
Syarat –syarat pemasangan Pada umumnya persyaratan tempat pemasangan alat penakar hujan type Hellman,
sama dengan alat penakar hujan biasa (Obs). Alat ini dipasang dengan cara disekrup pada alas papan yang dipasang pada pondasi beton (lihat gambar), sehingga tinggi permukaan.
18 corongnya dari permukaan tanah adalah 140 Cm. Letak permukaan corong penakar, dan dasar tempat meletakkan tabung berpelampung harus benar-benar datar (waterpas). b.
Prinsip kerja alat Jika hujan turun, air hujan akan masuk kedalam tabung yang berpelampung
melalui corongnya, air yang masuk kedalam tabung mengakibatkan pelampung beserta tangkainya terangkat (naik keatas). Pada tangkai pelampung terdapat tangkai pena yang bergerak mengikuti tangkai pelampung, gerakan pena akan menggores pias yang diletakkan/digulung pada silinder jam yang dapat berputar dengan sendirinya. Penunjukkan pena pada pias sesuai dengan jumlah volume air yang masuk ke dalam tabung, apabila pena telah menunjuk angka 10 mm. Maka air dalam tabung akan keluar melalui gelas siphon yang bentuknya melengkung. Seiring dengan keluarnya air maka pelampung akan turun, dan dengan turunnya pelampung tangkai penapun akan bergerak turun sambil menggores pias berupa garis lurus vertikal. Setelah airnya keluar semua, pena akan berhenti dan akan menunjuk pada angka 0, yang kemudian akan naik lagi apabila ada hujan turun. 2.4
Guntur ( Thunderstorm) Pelepasan muatan listrik yang mendadak disertai kilat dan guntur yang berasal dari
awan Cumulunimbus (Cb). Definisi yang lebih luas menyatakan badai Guntur atau thunderstorm adalah fenomena cuaca akibat adanya loncatan muatan listrik dari awan cumulus nimbus secara tiba-tiba yang ditandai dengan adanya kilat dan Guntur. Peristiwa-peristiwa atau fenomena cuaca yang berkaitan dengan thunderstorm, antara lain: a. Adanya awan Cumulunimbus (Cb) b. Adanya kilat dan guntur → petir c.
Adanya hujan yang lebat/deras
d. Adanya angin kencang.
19 2.5
Regresi Linear Berganda Regresi linier berganda adalah analisis regresi yang menjelaskan hubungan antara
peubah respon (variabel dependen) dengan faktor-faktor yang mempengaruhi lebih dari satu prediktor (variabel independen). Regresi linier berganda hampir sama dengan regresi linier sederhana, hanya saja pada regresi linier berganda variabel bebasnya lebih dari satu variabel penduga. Tujuan analisis regresi linier berganda adalah untuk mengukur intensitas hubungan antara dua variabel atau lebih dan membuat prediksi perkiraan nilai Y atas X. Secara umum model regresi linier berganda untuk populasi adalah sebagai berikut :
................................ (2.6) Keterangan: Y
= Variabel dependen (nilai yang diprediksikan)
X1,X2,X3..Xn = Variabel independen β0
= Parameter Intercept
β1,β2,β3….Βn
= Parameter Koefisisen Regresi Variabel Bebas
Tabel 2.7 Tabel Perhitungan Koefisien Regresi Nomor
Responden
Variabel Bebas
Observasi
(Yi)
X1i
X2i
…
Xni
1
Y1
X11
X21
…
Xn1
2
Y2
X12
X22
…
Xn2
-
-
-
-
…
-
-
-
-
-
…
-
N
Yn
X1n
X2n
…
Xin
∑
∑Yi
∑X1i
∑X21
…
∑Xin
20 Untuk rumus diatas, dapat diselesaikannya dengan enam persamaan oleh enam variabel yang terbentuk. Misalnya diambil contoh dua variabel : ∑Y
= β0 + β1∑X1+ β2∑X2 ................................................................... (2.7)
∑X1Y = β0∑X1+ β1∑X12+ β2∑X1X2 ....................................................... (2.8) ∑X2Y = β0 ∑X2 + β1∑X1X2+ β2∑X22 ..................................................... (2.9) 2.6
Regresi Logistik Regresi logistik adalah bentuk khusus analisis regresi dengan variabel respon
bersifat kategori dan variabel prediktor bersifat kategori, kontinu, atau gabungan antara keduanya. (Wibowo,2002). Persamaan regresi logistik ini tidak menghasilkan nilai pada variabel respon, namun menghasilkan peluang kejadian pada variabel respon. Nilai peluang ini yang dipakai sebagai ukuran untuk mengklasifikasikan pengamatan. (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Regresi logistik telah banyak digunakan secara luas sebagai salah satu alat analisis pemodelan ketika variabel responnya (Y) bersifat biner. Istilah biner merujuk pada penggunaan dua buah bilangan 0 dan 1 untuk menggantikan dua kategori pada variabel respon(Nugraheni, 2010). Penelitian ini menggunakan respon terdiri dari 2 kategori yaitu y=1 (hujan) dan y=0 (tidak hujan), maka metode regresi logistik yang diterapkan adalah regresi logistik biner. Penelitian ini menggunakan lebih dari satu jenis peubah bebas (prediktor) yang dinotasikan dalam x , berpasangan dengan peubah tak bebas (respon) y yang bernilai 0 dan 1.
.............................. (2.10)
Dengan
:
π (x) = persamaan regresi logistik β0, β1..βn = koefisien regresi pada prediktor
21 Untuk mempermudah menaksir parameter regresi, maka π(x) pada persamaan (1) ditransformasikan dengan menggunakan transformasi logit. Uraian transformasi tersebut adalah sebagai berikut.
{π(x)} {1+ exp (β0 + β1x + β2x + β3x + β4x + β5x + β6x)} = exp (β0 + β1x + β2x + β3x + β4x + β5x + β6x)) {π(x)} + {π(x)exp(β0 + β1xβ2x + β3x + β4x + β5x + β6x)} = exp (β0 + β1xβ2x + β3x + β4x + β5x + β6x) π(x) = exp (β0 + β1xβ2x + β3x + β4x + β5x + β6x) – π(x)exp (β0 + β1xβ2x + β3x + β4x + β5x + β6x) π(x) = {1- π(x)}exp (β0 + β1xβ2x + β3x + β4x + β5x + β6x))
= ln{exp(β0 + β1x + β2x + β3x + β4x + β5x + β6x)}
ln ln
= β0 + β1x + β2x + β3x + β4x + β5x + β6x
Untuk memudahkan interpretasi, maka model logistik ditransformasi menjadi bentuk fungsi logit g(x). Apabila model persamaan diatas ditransformasi dengan transformasi logit, akan diperoleh bentuk logit : + β2x + β3x + β4x + β5x + β6x.................(2.11) dengan : ................................................................(2.12)
Metode untuk mengestimasi koefisien regresi logistik adalah dengan menggunakan metode kesamaan maksimum (maximum likelihood). Metode ini memperoleh koefisien dugaan maksimum likelihood bagi β dengan iterasi Newton Raphson (Nugraheni, 2010). Peluang y=1 dinotasikan dengan P(x),
22
=
Pengujian Ketepatan Klasifikasi Ketepatan klasifikasi mengasumsikan jika P g(x) yang diestimasi lebih besar atau sama dengan 0.50, maka peristiwa diprakiraan terjadi, dan sebaliknya.
Tabel 2.8 Tabel Ketetapan Klasifikasi Prakiraan Observasi
Xi = 1 Xi = 1 A Xi = 0 C N=a+b+c+d
Xi = 0 B D
Ketepatan Klasifikasi a/ (a+b) d / (c+d) ((a+d)/n)
Berdasarkan tabel di atas, maka ketetapan klasifikasi ditunjukkan dengan perhitungan statistik yaitu mencari nilai Akurasi = ((a+d)/Total) dimana a, b, c, d adalah banyaknya pengamatan pada masing- masing kategori. n adalah jumlah pengamatan, Sedangkan Xi = 1 adalah hujan , dan Xi = 0 adalah kategori tidak hujan. Perhitungan ini digunakan untuk mendefinisikan seberapa besar jumlah prakiraan yang benar secara keseluruhan. Jangkauan nilai : 0 – 1, dengan nilai sempurna 1. Tabel ketepatan klasifikasi akan dipergunakan nantinya dalam menentukan ketepatan klasifikasi dari validasi dan verifikasi persamaan prediksi kejadianhujan dan guntur yang terbentuk.