BAB II LANDASAN TEORI
A. Teori yang Terkait dengan Penelitian 1.
Teori Kognitif Psikologi kognitif dalam Mardianto (2013) menjelaskan bahwa perilaku
manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor internal tersebut berupa kemampuan untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan pada hal tersebut, teori kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran untuk mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Teori kognitif menjelaskan bahwa perubahan persepsi dan pemahaman setiap orang terjadi setelah memiliki pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya. Berdasarkan teori kognitif, proses belajar seseorang mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang telah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman sebelumnya. Jean Piaget dalam Mardianto (2013) adalah salah satu tokoh yang berpengaruh dalam aliran kognitif. Menurut Piaget ada tiga prinsip utama pembelajaran bagi manusia, yaitu:
11
12
a. Belajar aktif Untuk mengembangkan aspek kognitif individu, perlu diciptakan kondisi belajar yang memungkinkan individu tersebut untuk belajar sendiri mengenai suatu hal. Belajar dengan cara aktif secara individu tidak lepas dari unsur pengetahuan, kemampuan, dan inisiatif dari individu tersebut. Melalui hal-hal tersebut seorang individu akan aktif mencari tahu hal-hal yang baru, mengolah informasi yang ada, dan pada akhirnya dapat memberikan pengetahuan yang baru bagi individu tersebut. Belajar secara aktif juga dapat mengembangkan cara berpikir dan proses mental seorang individu terhadap suatu hal tertentu. b. Belajar melalui interaksi sosial Tanpa interaksi sosial, perkembangan kognitif seorang individu akan bersifat egosentris. Sebaliknya melalui interaksi sosial, perkembangan kognitif seorang individu akan mengarah pada banyak pandangan dengan bermacam-macam sudut pandang dari alternatif tindakan. c. Belajar melalui pengalaman sendiri Pengalaman sendiri mengenai suatu hal tertentu adalah sarana belajar yang cukup optimal dan efektif. Melalui pengalaman yang ada, individu akan memperoleh gambaran mengenai apa yang harus dilakukan ketika menghadapi suatu hal yang sama.
13
Aplikasi teori kognitif dapat digunakan untuk mengkaji bagaimana auditor mengambil suatu pertimbangan berdasarkan pengalaman dan keahliannya dalam melaksanakan tugas audit. Kualitas audit akan lebih baik apabila seorang auditor memiliki banyak pengalaman. Setiap kali auditor melakukan audit maka auditor akan belajar dari pengalaman sebelumnya, memahami serta meningkatkan kecermatan dalam pelaksanaan audit. Auditor akan mengintegrasikan pengalaman auditnya dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Proses memahami dan belajar inilah yang menjadi proses peningkatan keahlian auditor, seperti bertambahnya pengetahuan audit dan meningkatnya kemampuan auditor dalam mengaudit. Peristiwa yang pernah dihadapi dalam proses audit menjadikan auditor akan berfikir dua kali untuk mengulangi kesalahan yang sama, karena dampak negatif dari kasus tersebut telah menjadi pembelajaran dalam diri auditor sehingga akan lebih berhati-hati dalam menghadapi hal yang serupa. Auditor yang berpengalaman dan didukung keahlian dalam mengaudit dapat menghasilkan judgment yang lebih berkualitas dibandingkan dengan auditor yang tidak berpengalaman dan tidak mempunyai keahlian audit.
2.
Teori Agensi (Agency Theory) Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Khomsiyah, dkk (2004),
menyatakan bahwa teori keagenan adalah sebuah kontrak antara prinsipal dan agen. Sedangkan menurut Ridwan dan Camelia (2007:16) menyatakan bahwa teori agensi merupakan teori yang menjelaskan tentang hubungan kontraktual antara pihak yang mendelegasikan pengambilan keputusan tertentu (principal/
14
pemilik/ pemegang saham) dengan pihak yang menerima pendelegasian tersebut (agent/ direksi/ manajemen). Sedangkan menurut Hendry (2008:3) menyatakan bahwa agency theory merupakan teori tentang hubungan antara kepentingan pemilik atau pemegang saham terhadap kepentingan para pengelola atau manajer. Teori Keagenan (Agency Theory) menjelaskan adanya konflik antara manajemen selaku agen dengan pemilik selaku principal. Principal ingin mengetahui segala informasi termasuk aktivitas manajemen, yang terkait dengan investasi atau dananya dalam perusahaan. Hal ini dilakukan dengan meminta laporan pertanggung jawaban pada agen (manajemen). Tetapi yang sering terjadi adalah kecenderungan manajemen melakukan tindakan yang membuat laporannya terlihat baik, sehingga kinerjanya dianggap baik. Untuk mengurangi atau meminimalkan kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dan membuat laporan keuangan yang dibuat manajemen lebih reliable (dapat dipercaya), maka diperlukan penguji yaitu auditor yang kompeten dan independen. Pengguna informasi laporan keuangan akan mempertimbangkan pendapat auditor sebelu menggunakan informasi tersebut sebagai dasar dalam mengambil keputusan. Pengguna infromasi laporan keuangan lebih mempercayai informasi yang disediakan oleh auditor yang
kredibel. Auditor yang kredibel dapay
memberikan informasi yang lebih baik kepada pengguna informasi, karena dapat mengurangi asimetris informasi antara pihak manajemen dengan pihak pemilik. Jadi teori keagenan ini membantu auditor sebagai pihak ketiga dalam memahami konflik kepentingan yang mungkin muncul antara principal dan agen. Dengan adanya auditor yang independen diharapkan tidak terjadi kecurangan
15
dalam laporan keuangan yang dibuat manajemen. Sekaligus dapat mengevaluasi kinerja agen sehingga akan menghasilkan sistem informasi yang relevan yang berguna bagi investor, kreditor dalam mengamil keputusan untuk investasi.
3.
Auditing Komite Konsep Audit Dasar (Committee on Basic Auditing Concepts)
telah merumuskan definisi umum dari audit adalah sebagai berikut : Suatu proses sistematis mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif sehubungan dengan asersi atas tindakan dan peristiwa ekonomi untuk memastikan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dan menetapakan kriteria serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihakpihak yag berkepentingan. Menurut Randal Elder, dkk (2011:4) audit adalah pengumpulan dan evaluasi bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan indepeden. Pengertian audit menurut Mulyadi (2002:9) adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataanpernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Pengertian audit menurut Sukrisno Agoes (2004:3) adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen
16
beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa audit adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, dimana audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.
4.
Kompetensi Dalam Standar Profesional Akuntan Publik, yang dimuat dalam Standar
Umum Seksi 210 berbunyi “Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor”. Menurut Randal Elder, dkk (2011:5) auditor harus memiliki kualifikasi untuk memahami kriteria yang digunakan dan harus kompeten (memiliki kecakapan) untuk mengetahui jenis serta jumlah bukti audit yang akan dikumpulkan guna mencapai kesimpulan yang tepat setelah bukti-bukti audit tersebut selesai diuji. Menurut Kamus Kompetensi LOMA dalam Hanni (2011) kompetensi didefinisikan
sebagai
aspek-aspek
pribadi
dari
seorang
pekerja
yang
memungkinkan dia untuk mencapai kinerja superior. Aspek-aspek pribadi ini mencakup sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap, pengetahuan dan keterampilan dimana kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan
17
menghasilkan kinerja. Kompetensi juga merupakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan, serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan non-rutin. Adapun kompetensi menurut De Angelo dalam Hanni (2011) dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yakni sudut pandang auditor individual, audit tim dan Kantor Akuntan Publik (KAP). Masing-masing sudut pandang akan dibahas lebih mendetail berikut ini: a. Kompetensi Auditor Individual Ada banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan auditor, antara lain
pengetahuan
dan
pengalaman.
Untuk
melakukan
tugas
pengauditan, auditor memerlukan pengetahuan pengauditan (umum dan khusus) dan pengetahuan mengenai bidang pengauditan, akuntansi dan industri klien. Selain itu juga pengalaman dalam melakukan audit. b. Kompetensi Tim Audit Standar pekerjaan lapangan yang kedua menyatakan bahwa jika pekerjaan menggunakan asisten maka harus disupervisi dengan semestinya. Dalam suatu penugasan, satu tim audit biasanya terdiri dari auditor yunior, auditor senior, manajer dan partner. Tim audit ini dipandang sebagai faktor yang lebih menentukan kualitas audit (Wooten,
2003).
Kerjasama
yang
baik
antar
anggota
tim,
profesionalisme, persistensi, skeptisisme, proses kendali mutu yang kuat, pengalaman dengan klien, dan pengalaman industri yang baik akan menghasilkan tim audit yang berkualitas tinggi. Selain itu,
18
adanya perhatian dari partner dan manajer pada penugasan ditemukan memiliki kaitan dengan kualitas audit. c. Kompetensi dari Sudut Pandang KAP Besaran KAP menurut Deis & Giroux dalam Hanni (2011) diukur dari jumlah
klien
dan
presentase
dari
audit
fee
dalam
usaha
mempertahankan kliennya untuk tidak berpindah pada KAP yang lain. Berbagai penelitian menemukan hubungan positif antara besaran KAP dan kualtas audit. KAP yang besar menghasilkan kualitas audit yang lebih tinggi karena ada insentif untuk menjaga reputasi di pasar. Selain itu KAP yang besar biasanya mempunyai sumber daya yang lebih banyak dan lebih baik untuk melatih auditor mereka, membiayai auditor ke berbagai pendidikan profesi berkelanjutan, dan melakukan pengujian audit daripada KAP kecil.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka kompetensi dapat dilihat melalui berbagai sudut pandang. Namun dalam penelitian ini akan digunakan kompetensi dari sudut auditor individual, hal ini dikarenakan auditor adalah subyek yang melakukan audit secara langsung dan berhubungan langsung dalam proses audit sehingga diperlukan kompetensi yang baik untuk menghasilkan audit yang berkualitas. Dan berdasarkan konstruk yang dikemukakan oleh De Angelo (1981), kompetensi diproksikan dalam dua hal yaitu pengetahuan dan pengalaman.
19
5.
Independensi Standar Profesi Akuntan Publik mengharuskan bahwa auditor dalam
penugasannya harus mempertahankan sikap mental independen. Independensi dalam audit berarti cara pandang yang tidak memihak dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, dan penyusunan laporan audit. Banyak pihak yang menggantungkan kepercayaan terhadap kelayakan laporan keuangan berdasarkan laporan auditor, karena harapan pemakai laporan keuangan untuk mendapatkan suatu pandangan yang tidak memihak. Nilai auditing sangat berpengaruh pada persepsi publik atas independensi auditor. Menurut Arens dkk. (2008:111) independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias. Auditor tidak hanya harus independen dalam fakta, tetapi juga harus independen dalam penampilan. Independensi dalam fakta (independence in fact) ada bia auditor benar-benar mampu mempertahankan sikap yang tidak bias sepanjang audit, sedangkan independensi dalam penampilan (independence in appearance) adalah hasil dari interpretasi lain atas independensi ini. Independensi akuntan publik dinyatakan dalam Standar Profesional Akuntan Publik, yang dimuat dalam Standar Umum Seksi 220 yang berbunyi “Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan.” Standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Dengan demikian ia tiak diperkenankan memihak kepada kepentingan siapapun, sebab bagaimana pun sempurnanya
20
keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak, yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya. Menurut Randal Elder, dkk (2011:5) seorang auditor juga harus memiliki sikap mental yang independen. Kompetensi orang-orang yang melaksanakan audit tidak akan ada nilainya jika mereka tidak indeenden dalam mengumpulkan dan mengevaluasi bukti.. Para auditor berusaha keras mempertahankan tingkat independensi yang tinggi untuk menjaga kepercayaan para pemakai yang mengandalkan laporan mereka. Nilai auditing sangat bergantung pada persepsi publik akan independensi yang dimiliki auditor. Independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias dalam melakukan ujian audit, mengevaluasi hasilnya, dan membuat laporan audit. Supriyono (1988) dalam Elfarini (2007) meneliti 6 faktor yang mempengaruhi independensi, yaitu: (1) Ikatan kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan klien, (2) Jasa-jasa lainnya selain jasa audit, (3) Lamanya hubungan audit antara akuntan publik dengan klien, (4) Persaiangan antar KAP, (5) Ukuran KAP, dan (6) Audit fee. a.
Lama Hubungan dengan Klien (Audit Tenure) Di Indonesia, masalah audit tenure atau masa kerja auditor dengan klien sudah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.423/KMK.O6/2002 tentang jasa akuntan publik. Keputusan menteri tersebut membatasi masa kerja auditor paling lama 3 tahun untuk klien yang sama. Terkait dengan lama waktu masa kerja, Deis dan Giroux (1992) dalam Kharismatuti (2012) menemukan bahwa semakin lama audit tenure, kualitas audit akan semakin
21
menurun. Hubungan yang lama antara auditor dengan klien mempunyai potensi untuk menjadikan auditor puas pada apa yang telah dilakukan, melakukan prosedur audit yang kurang tegas dan selalu tergantung pada pernyataan manajemen. b. Tekanan dari Klien Dalam menjalankan fungsinya, auditor sering mengalami konflik kepentingan dengan manajemen perusahaan. Manajemen mungkin ingin operasi perusahaan atau kinerjanya tampak berhasil yakni tergambar melalui laba yang lebih tinggi dengan maksud untuk menciptakan penghargaan. Goldman dan Barlev (1974) dalam Kharsmatuti (2012) berpendapat bahwa usaha untuk mempengaruhi auditor melakukan tindakan yang melanggar standar profesi kemungkinan berhasil karena pada kondisi konflik ada kekuatan yang tidak seimbang antara auditor dengan kliennya. Kondisi keuangan klien juga berpengaruh terhadap kemampuan auditor untuk mengatasi tekanan klien. Klien yang mempunyai kondisi keuangan yang kuat dapat memberikan fee audit yang cukup besar dan juga dapat memberikan fasilitas yang baik bagi auditor. Pada situasi ini auditor menjadi puas diri sehingga kurang teliti dalam melakukan audit. Kualitas audit yang baik dalam menjalankan profesinya sebagai pemeriksa, auditor harus berpedoman pada kode etik, standar profesi dan akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia. Setiap auditor harus mempertahankan integritas dan objektivitas dalam menjalankan tugasnya dengan bertindak jujur, tegas, tanpa pretensi sehingga dia dapat bertindak adil, tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak
22
tertentu untuk memenuhi kepentingan pribadinya (Khomiyah dan Indriantoro, 1998 dalam Kharismatuti (2012). c.
Telaah dari Rekan Auditor (Peer Review) Tuntutan pada profesi akuntan untuk memberikan jasa yang berkualitas menuntut transparasi informasi yang dihasilkan. Kejelasan informasi tentang adanya sistem pengendalian kualitas yang sesuai dengan standar profesi merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban terhadap klien dan masyarakat luas akan jasa yang diberikan. Oleh karena itu, perkejaan akuntan publik perlu dimonitor dan di audit guna menilai kelayakan desain sistem pengendalian kualitas dan kesesuaiannya dengan standar kualitas yang tinggi. Peer review sebagai mekanisme monitoring dipersiapkan oleh auditor dapar meningkatkan kualitas jasa akuntansi dan audit. Peer review dirasakan memberikan manfaat baik bagi klien, Kantor Akuntan Publik yang direview dan auditor yang terlibat dalam tim peer review.
d. Jasa Non Audit Pemberian jasa selain audit dapat menjadi ancaman potensial bagi independensi auditor, karena manajemen dapat meningkatkan tekanan pada auditor agar bersedia untuk mengeluarkan laporan yang dikehendaki oleh manajemen, yaitu wajar tanpa pengecualian (Barkes dan Simmet (1994) dalam Kharismatuti (2012). Pemberian jasa selain jasa audit berarti auditor telah terlibat dalam aktivitas manajemen klien. Jika pada saat dilakukan pengujian laporan keuangan klien ditemukan kesalahan yang terkait dengan jasa yang diberikan auditor tersebut.
23
6.
Kualitas Audit Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya
harus memegang prinsip-pronsip profesi. Menurut Arens dkk. (2008:111) enam prinsip yang harus dipatuhi akuntan publik, yaitu : 1) Tanggung Jawab Dalam mengemban tanggung jawabnya sebagai profesional, para anggota harus melaksanakan pertimbangan profesional dan moral yang sensitif dalam semua aktivitas mereka. 2) Kepentingan Publik Para anggota harus menerima kewajiban untuk bertindak sedemikian rupa agar dapat melayani kepentingan publik, menghargai kepercayaan publik, serta menunjukkan komitmennya pada profesionalisme. 3) Integritas Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan publik, para anggota harus melaksanakan seluruh tanggung jawab profesionalnya dengan tingkat integritas tertinggi. 4) Objektivitas dan Independensi Anggota harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya. Anggota yang berpraktik bagi publik harus independen baik dalam fakta maupun dalam penampilan ketika menyediakan jasa audit dan jasa atestasi lainnya. 5) Keseksamaan Anggota harus memperhatikan standar teknis dan etis profesi, harus berusaha keras meningkatkan kompetensi dan mutu jasa yang diberikannya, serta melaksanakan tanggung jawab profesional sesuai dengan kemampuan terbaiknya. 6) Ruang Lingkup dan Sifat Jasa Anggota yang berpraktik bagi publik harus memperhatikan prinsip-prinsip Kode Perilaku Profesional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan disediakannya. Selanjutnya menurut De Angelo dalam Alim, dkk (2007) mendefinisikan kualitas audit sebagai sebagai probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran pada sistem akuntansi klien. Deis dan Groux dalam Alim, dkk (2007) menjelaskan bahwa probabilitas untuk menemukan pelanggaran tergantung pada kemampuan teknis auditor dan probabilitas melaporkan
24
pelanggaran tergantung pada independensi auditor. Seorang auditor dituntut untuk dapat menghasilkan kualitas pekerjaan tinggi, karena auditor mempunyai tanggungjawab yang besar terhadap pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan suatu perusahaan termasuk masyarakat (Ermayanti, 2009 dalam Kharismatuti, 2012). Lebih lanjut dinyatakan bahwa tidak hanya bergantung pada klien saja, auditor merupakan pihak yang mempunyai kualifikasi untuk memeriksa dan menguji apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dan menurut AAA Financial Accounting Committee dalam Hanni Handayani (2011) menyatakan bahwa kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan independensi. Kedua hal tersebut berpengaruh langsung terhadap kualitas audit. Dari pengertian tentang kualitas audit diatas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas audit merupakan segala kemungkinan (probability) dimana auditor pada saat mengaudit laporan keuangan klien dan melaporkannya dalam laporan keuangan auditan, dimana dalam melaksanakan tugasnya tersebut auditor berpedoman pada standar auditing dan kode etik akuntan publik yang relevan.
7.
Etika Auditor Menurut Randal Elder, dkk (2011:60) etika dapat didefinisikan secara luas
sebagai seperangkat prinsip-prinsip moral atau nilai-nilail. Masing-masing kita memiliki seperangkat nilai, meskipun kitamungkin belum meyakininya secara nyata. Menurut Messier, dkk (2005:53) istilah etika (ethics) mengacu pada sistem
25
atau kode perilku berdasarkan tugas dan kewajiban moral yang mengindikasikan bagaimana seseorang harus bertindak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007) etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Etika dalam bahasa latin “ethica” yang berarti falsa moral, yang merupakan pedoman cara bertingkah laku yang baik dari sudut budaya, susila serta agama. Dasar pikiran yang melandasi penyusunan etika profesional setiap profesi adalah kebutuhan profesi tersebut tentang kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa yang diserahkan oleh profesi, terlepas dari anggota profesi yang menyerahkan jasa tersebut. Masyarakat akan sangat menghargai profesi yang menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan anggota profesinya, karena dengan demikian masyarakat akan terjamin untuk memperoleh jasa yang dapat diandalkan dari profesi yang bersangkutan. Etika profesional bagi praktik akuntan di Indonesia disebut dengan istilah kode etik dan dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, sebagai organisasi profesi akuntan. Anggota IAI yang berpraktik sebagai akuntan publik bertanggung jawab untuk mematuhi pasal-pasal yang tercantum dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kewajiban untuk mematuhi kode etik ini tidak terbatas pada akuntan yang menjadi anggota IAI saja, namum mencakup pula semua orang yang bekerja dalam praktik profesi akuntan publiknya, seperti karyawan, partner, dan staf. Anggota profesi juga tidak diperkenankan membiarkan pihak lain melaksanakan pekerjaan atas namanya yang melanggar kode etik profesi.
26
B. Pengembangan Hipotesis 1.
Hubungan Kompetensi dengan Kualitas Audit Kompetensi auditor adalah auditor yang dengan pengetahuan dan
pengalamannya yang cukup dapat melakukan audit secara objektif, cermat, dan seksama. Kualitas audit merupakan segala kemungkinan dimana auditor pada saat mengaudit laporan keuangan klien dapat menemukan pelanggaran yang terjadi dalam sistem akuntansi klien dan melaporkannya dalam laporan keuangan auditan, dimana dalam melaksanakan tugasnya tersebut auditor berpedoman pada standar auditing dan kode etik akuntan publik yang relevan. Penelitian yang dilakukan oleh Alim, dkk (2007) menyatakan bahwa kualitas audit dapat dicapai jika auditor memiliki kompetensi yang baik. Kompetensi tersebut terdiri dari dua dimensi yaitu pengalaman dan pengetahuan. Sementara itu, penelitian yang dilakukan Hamilton da Wright (1982) dalam Kharismatuti (2012) menemukan bahwa auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik. Mereka juga lebih mampu memberikan penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasari (Libby et. Al, 1985 dalam Kharismatuti 2012) Menurut Tubbs (1992) dalam Kharismatuti (2012) auditor yang berpengalaman memiliki keunggulan dalam hal : (1) Mendeteksi kesalahan, (2) memahami kesalahan secara akurat, (3) Mencari penyebab kesalahan. Hasilnya
27
menunjukkan bahwa semakin berpengalaman auditor, mereka semakin peka dengan kesalahan. Semakin peka dengan kesalahan yang tidak biasa dan semakin memahami hal-hal yang terkait dengan kesalahan yang ditemukan. Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa seorang auditor yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang memadai akan lebih memahami dan mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam dan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks dalam lingkungan audit kliennya. Jadi, semakin tinggi kompetensi yang dimiliki auditor maka semakin tinggi pula kualitas audit yang dihasilkan. Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya yang memberikan bukti bahwa kompetensi dalam melakukan audit mempunyai dampak signifikan terhadap kualitas audit. Oleh karena itu dapat dibuat hipotesis bahwa : H1: Kompetensi berpengaruh positif terhadap Kualitas Audit
2.
Hubungan Kompetensi, Etika Auditor, dengan Kualitas Audit Dalam penelitian sebelumnya Behn et al. (1997) dalam Widagdo et al.
(2002) sebagaimana yang dikutip dalam Alim, dkk (2007) mengembangakan atribut kualitas audit yang salah satu diantaranya adalah standar etika yang tinggi, sedangkan atribut-atribut lainnya terkait dengan kompetensi auditor. Audit yang berkualitas sangat penting untuk menjamin bahwa profesi akuntan memenuhi tanggungjawabnya kepada investor, masyarakat umum dan pemerintah serta
28
pihak-pihak lain yang mengandalkan kredibilitas laporan keuangan yang telah diaudit, dengan menegakkan etika yang tinggi. Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya yang memberikan bukti bahwa kompetensi dan etika auditor dalam melakukan audit mempunyai dampak signifikan terhadap kualitas audit. Oleh karena itu, dapat dibuat hipotesis bahwa : H2: Interaksi Kompetensi dan Etika Auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit
3.
Hubungan Independensi dengan Kualitas Audit Independensi merupakan sikap yang diharapkan dari seorang akuntan
publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Oleh karena itu, untuk menghasilkan audit yang berkualitas diperlukan sikap independen dari auditor. Karena apabila auditor kehilangan independensinya maka laporan audit yang dihasilkan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada sehingga tidak dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Penelitian yang dilakukan oleh Gosh dan Moon (2003) dalam Kharismatuti (2012) menghasilkan temuan bahwa kualitas audit meningkat dengan semakin lamanya audit tenure. Deis dan Giroux (1992) dalam Alim, dkk (2007) menemukan bahwa semakin lama audit tenure, kualitas audit akan semakin menurun. Hubungan yang lama antara auditor dengan klien mempunyai potensi untuk menjadikan auditor puas pada apa yang telah dilakukan, melakukan
29
prosedur audit yang kurang tegas dan selalu tergantung pada pernyataan manajemen. Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya yang memberikan bukti bahwa independensi dalam melakukan audit mempunyai dampak signifikan terhadap kualitas audit. Oleh karena itu, dapat dibuat hipotesis bahwa: H3: Independensi berpengaruh positif terhadap Kualitas Audit
4.
Hubungan Independensi, Etika Auditor, dengan Kualitas Audi Ketika auditor dan manajemen tidak mencapai kata sepakat dalam aspek
kinerja, maka kondisi ini dapat mendorong manajemen untuk memaksa auditor melakukan tindakan yang melawan standar, termasuk dalam pemberian opini. Kondisi ini akan sangat menyudutkan auditor sehingga ada kemungkinan bahwa auditor akan melakukan apa yang diinginkan oleh pihak manajemen. Hal ini dapat membuat auditor tidak akan dapat bertahan dengan tekanan klien tersebut sehingga menyebabkan indepedensi mereka melemah. Posisi auditor juga sangat dilematis dimana mereka dituntut untuk memenuhi keinginan klien namun disatu sisi tindakan auditor dapat melanggar standar profesi sebagai acuan kerja mereka. Penelitian Nichols dan Price (1976) dalam Alim, dkk (2007) menemukan bahwa ketika auditor dan manajemen tidak mencapai kata sepakat dalam aspek kinerja, maka kondisi ini dapat mendorong manajemen untuk memaksa auditor melakukan tindakan yang melawan standar, termasuk dalam pemberian opini. Kondisi ini akan sangat menyudutkan auditor sehingga ada kemungkinan bahwa auditor akan melakukan apa yang diinginkan oleh pihak manajemen.
30
Sedangkan Deid dan Giroux (1992) dalam Alim, dkk (2007) mengatakan bahwa pada konflik kekuatan, klien dapat menekan auditor untuk melawan standar professional dan dalam ukuran yang besaran kondisi keuangan klien yang sehat dapat digunakan sebagai alat untuk menekan auditor dengan cara melakukan pergantian auditor. Hal ini dapat membuat auditor tidak akan dapat bertahan dengan tekanan klien tersebut sehingga menyebabkan indepedensi mereka melemah. Posisi auditor juga sangat dilematis dimana mereka dituntut untuk memenuhi keinginan klien namun disatu sisi tindakan auditor dapat melanggar standar profesi sebagai acuan kerja mereka. Hipotesis dalam penelitan mereka terdapat argumen bahwa kemampuan auditor untuk dapat bertahan di bawah tekanan klien mereka tergantung dari kesepakatan ekonomi, lingkungan tertentu, dan perilaku di dalamnya mencangkup etika professional. Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya yang memberikan bukti bahwa etika auditor dalam melakukan audit mempunyai dampak signifikan terhadap kualitas audit. Oleh karena itu, dapat dibuat hipotesis bahwa : H4: Interaksi Independensi dan Etika Auditor berpengaruh positif terhadap Kualitas Audit.
31
Berdasarkan pemaparan di atas, berikut ini digambarkan model penelitian sebagai berikut :
Kompetensi (X1) Kualitas Audit (Y) Independensi (X2)
Etika Auditor (X3) Gambar 2.1 Model Penelitian
C. Penelitian Terdahulu Pada penelitian terdahulu akan diuraikan mengenai hasil-hasil penelitian yang didapat oleh peneliti terdahulu yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. M. Nizarul Alim, Trisni Hapsari, dan Liliek Purwanti (2007) meneliti tentang pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualtas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi berpengaruh terhadap kualitas audit. Hal ini berarti bahwa kualitas audit dapat dicapai jika auditor memiliki kompetensi yang baik. Kompetensi tersebut terdiri dari dua dimensi yaitu pengalaman dan pengetahuan. Pengaruh interaksi kompetensi dan etika auditor terhadap kualitas audit dalam penelitian ini tidak dapat diketahui karena dari hasil olah data menurut SPSS, kedua variabel
32
tersebut dikeluarkan dari model (Excluded Variables). Akibat dikeluarkan kedua variabel dari model, maka pengaruh interaksi kompetensi dan etika auditor terhadap kualitas audit tidak dapat dianalisa. Selanjutnya dalam penelitian tersebut, hasil pengujian dengan regresi berganda menunjukkan bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Auditor harus memiliki kemampuan dalam mengumpulkan setiap informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan audit dimana hal tersebut harus didukung dengan sikap independen. Tidak dapat dipungkiri bahwa sikap independen merupakan hal yang melekat pada diri auditor, sehingga independen seperti telah menjadi syarat mutlak yang harus dimiliki. Hasil penelitian ini juga menjukkan bahwa interaksi independensi dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Kredibilitas auditor tentu sangat tergantung dari kepercayaan masyarakat yang menggunakan jasa mereka. Auditor yang dianggap telah melakukan kesalahan maka akan mengakibatkan mereduksinya kepercayaan klien. Namun meskipun demikian klien tetap merupakan pihak yang mempunyai pengaruh besar terhadap auditor. Hal tersebut bisa dilihat dari kondisi saat ini dimana telah terdapat berbagai regulasi yang mengatur mengenai kerjasama klien dengan auditor. Kualitas audit yang dipengaruhi oleh independensi dan etika dalam melaksanakan tugas audit masih terkait dengan perilaku klien kepada auditor. Klien yang menginginkan hasil audit sesuai dengan kebutuhannya tentu akan memperlakukan auditor dengan lebih baik dimana auditor harus bersikap tegas jika dihadapkan pada situasi yang demikian.
33
Selain itu, Norma Kharismatuti (2012) dalam penelitiannya tentang pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualtas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi menunjukkan bahwa kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Pengaruh positif menunjukkan bahwa pengaruh kompetensi adalah searah dengan kualitas audit atau dengan kata lain kompetensi yang terdiri dari pengetahuan dan pengalaman berpengaruh terhadap kualitas audit, demikian sebaliknya bila kompetensinya buruk maka kualitas auditnya menjadi buruk pula. Pengaruh interaksi kompetensi dan etika auditor terhadap kualitas audit dalam penelitian menyatakan bahwa interaksi kompetensi dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Selanjutnya dalam penelitian tersebut, hasil pengujian dengan regresi berganda menunjukkan bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Hasil tersebut dapat dipahami bahwa untuk meningkatkan kualitas audit, seorang auditor harus memiliki independensi yang baik. Hasil penelitian ini juga menjukkan bahwa interaksi independensi dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Sementara Nur Samsi, Akhmad Riduwan, dan Bambang Suryono (2013), melakukan penelitian tentang pengaruh pengalaman kerja, independensi, dan kompetensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel pemoderasi. Dan didapatkan hasil dari penelitian tersebut adalah: 1. Pengalaman kerja berpengaruh negatif terhadap kualitas pemeriksaan.
34
2. Independensi
berpengaruh
positif
terhadap
kualitas
hasil
pemeriksaan, yang berarti bahwa kualitas audit dapat dicapai jika auditor memiliki independensi dalam melaksanakan tugas auditnya. 3. Interaksi
pengalaman
kerja
dan
kepatuhan
etika
auditor
berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan. 4. Interaksi independensi dan kepatuhan etika auditor berpengaruh negatif terhadap kualitas pemeriksaan. 5. Untuk hipotesa ketiga dan keenam tidak terbukti karena variabel kompetensi dan Interaksi kompetensi dan kepatuhan etika auditor tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan.
35
Tabel 2.1 Ikstisar Penelitian-Penelitian Terdahulu No
1
Peneliti Alim, (2007)
Variabel Penelitian
dkk Variabel bebas: kompetensi dan independensi Variabel terikat: kualitas audit Variabel moderating: etika auditor
2
Kharismatuti (2012)
Variabel bebas: kompetensi dan independensi Variabel terikat: kualitas audit Variabel moderating: etika auditor
3
Samsi, (2013)
dkk Variabel bebas: pengalaman kerja, independensi, dan kompetensi Variabel terikat: kualitas audit Variabel moderating: etika auditor
Sumber : dari beberapa jurnal
Topik Penelitian Pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi.
Pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi
Pengaruh pengalaman kerja, independensi, dan kompetensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel pemoderasi
Hasil Penelitian Kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Sedangkan interaksi kompetensi dan etika auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
Kompetensi dan independensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Serta interaksi antara kompetensi dan etika auditor, dan interaksi antara independensi dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
Pengalaman serta interaksi pengalaman dan kepatuhan etika auditor berpengaruh terhadap kualitas audit. Independensi serta interaksi independensi dan kepatuhan etika auditor berpengaruh terhadap kualitas audit. Kompetensi serta interaksi kompetensi dan kepatuhan etika auditor tidak berpengaruh terhadap kualitas audit.