BAB II LANDASAN TEORI
2.1.
Pengertian Brand Brand (label atau merk) telah ada selama berabad – abad untuk membedakan produk atau barang dari produsen yang satu dengan yang lain. Brand berasal dari bahasa Norse kuno brandr yang berarti membakar. Pada jaman dahulu, dan masih diteruskan hingga saat ini, peternak menandai hewan ternaknya dengan stempel besi panas sebagai tanda bahwa hewan ternak tersebut adalah miliknya. Menurut American Marketing Association (AMA), brand / merk adalah sebuah nama, tanda, symbol, desain, atau kombinasinya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang dan jasa dari penjual atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari pesaing. (Kevin Lane Keller, 2008 : 2). Menurut Interbrand (www.interbrand.com), sebuah perusahaan konsultan branding terkemuka, brand adalah sebuah campuran antara atribut berwujud (tangible) dan tak berwujud (intangible) yang disimbolkan dalam merk dagang, yang, jika dikelola dengan baik, dapat menciptakan
pengaruh
dan
menghasilkan
(http://tutor2u.net/business/marketing/brands _introduction.asp)
8
nilai.
9
Brand sangat penting dan memiliki beberapa peranan jika dilihat dari sisi konsumen dan perusahaan, antara lain adalah: •
Dari sisi konsumen, brand berfungsi untuk: o Mengetahui asal produk o Mengurangi resiko dalam pemilihan produk o Mengurangi biaya pencarian o Jaminan kualitas
•
Dari sisi perusahaan, brand berfungsi untuk: o Mempermudah penanganan dan pelacakan produk o Melindungi ciri khas produk secara hukum o Sumber keuntungan dari segi keuangan o Sumber keunggulan dari pesaing
2.2.
Strategi Perluasan Merk (Leveraging The Brand) Salah satu resep untuk berhasil secara strategis adalah menciptakan dan memanfaatkan asset. Sebuah merk biasanya adalah asset yang paling penting yang dimiliki oleh perusahaan. Ada berbagai cara untuk memanfaatkan merk agar dapat menciptakan entity bisnis yang lebih besar dan kuat (David A. Aaker, 1996), yang dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini.
10
Leveraging The Brand
Line Extensions in existing Product Class
Stretching the Brand Vertically in existing Product
Stretching Down
Stretching Up
Brand Extensions In different Product Classes
Ad Hoc Brand Extension
Co-Branding
Creating A Range Brand
Gambar 2.1 Leveraging the brand
•
Line Extensions Perusahaan menggunakan parent brand pada sebuah produk baru dalam kategori produk yang sama dengan parent brand, namun dengan target segmen yang berbeda. Line extension biasanya hanya menambahkan rasa yang berbeda atau variasi bahan dasar, bentuk atau ukuran yang berbeda, atau fungsi yang berbeda pada brand baru (Kevin Lane Keller, 2008). Line extensions dapat meningkatkan biaya namun belum tentu memberikan timbal balik yang setimpal seperti peningkatan dalam volume. Selain itu line extensions juga dapat membuat brand kurang focus dan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Namun ada beberapa keuntungan dari line extensions, antara lain (David A. Aaker, 1996):
11
o Meningkatkan jumlah pengguna. Konsumen setia sebuah merk mungkin melihat merk tersebut sebagai pemenuh kebutuhan mereka yang unik. Namun konsumen tanpa kebutuhan yang unik ini dapat merasa bahwa merk tersebut bukan untuk mereka. Line extensions dapat mengatasi masalah ini dengan menambah daya tarik merk, sehingga dapat menjangkau segmen konsumen baru. o Menambahkan variasi. Line extension dapat memberi konsumen cara baru menikmati variasi tanpa perlu berpindah merk. o Memperkuat merk. Line extension dapat memperkuat sebuah merk, membuat merk tersebut lebih menarik. Dengan line extension, sebuah merk dapat menciptakan diferensiasi baru, membuat
usaha
komunikasi
menjadi
lebih
efektif,
dan
meningkatkan penjualan. o Menciptakan inovasi. Line extension menyediakan jalur baru untuk melakukan inovasi, yang merupakan salah satu cara untuk mencapai
keuntungan
menciptakan
kompetitif.
diferensiasi,
Inovasi
meningkatkan
produk
nilai
merk,
dapat dan
memperluas cara penggunaan. o Menghalangi kompetitor.
Line extension dapat menjadi cara
perusahaan untuk menghalangi langkah kompetitornya.
12
•
Vertical Brand Extensions Vertical brand extensions dilakukan dengan memperkenalkan brand extension dalam kategori produk yang sama dengan core brand, namun dengan harga dan kualitas yang berbeda. Topik ini akan dibahas lebih detail pada bagian 2.3.
•
Brand Extensions Brand
extension
terjadi
ketika
sebuah
perusahaan
menggunakan brand yang sudah ada untuk memperkenalkan produk baru. Terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam brand extension, yaitu: •
Sub-brand, adalah brand baru yang dikombinasikan dengan brand yang sudah ada
•
Parent brand / core brand, adalah brand lama yang menciptakan sebuah brand extension / sub-brand baru. Bagi sebagian besar perusahaan, permasalahan yang sering
muncul adalah kapan, dimana dan bagaimana melakukan brand extension. Brand extension yang terencana dan dijalankan dengan baik dapat menghasilkan keuntungan bagi perusahaan, yaitu: •
Memfasilitasi penerimaan produk baru o Meningkatkan brand image. Konsumen dapat membentuk ekspektasi tentang komposisi dan kegunaan produk baru
13
berdasarkan apa yang telah mereka ketahui tentang parent brand. o Menurunkan resiko yang dirasakan oleh konsumen. Konsumen merasa aman dan percaya terhadap reputasi parent brand. o Meniadakan biaya pengembangan brand baru. Biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan brand baru sangat mahal, dan belum menjamin kesuksesan brand baru tersebut. o Meningkatkan efisiensi dalam bidang promosi. Akan lebih mudah untuk menghubungkan sebuah produk baru dengan brand yang telah ada di benak konsumen daripada membangun brand baru terlebih dahulu dan kemudian menghubungkan produk baru. •
Menghasilkan timbal balik berupa keuntungan bagi Parent Brand dan perusahaan. o Memperjelas makna dan di segmen mana brand tersebut beroperasi. o Meningkatkan image Parent Brand. o Membawa konsumen baru kedalam franchise brand dan meningkatkan jangkauan market. o Merevitalisasi brand. Terkadang, brand extension dapat meningkatkan ketertarikan pada brand.
14
o Memungkinkan
perluasan
selanjutnya.
Salah
satu
keuntungan dari brand extension yang berhasil adalah bahwa brand extension tersebut dapat menjadi awal sebuah brand extension yang baru. Sedangkan kerugian dari brand extension adalah: •
Membingungkan konsumen. Banyaknya jenis produk dari line extension dapat mempersulit konsumen untuk menentukan produk mana yang tepat bagi mereka.
•
Gagal dan merusak image parent brand. Dengan melakukan extension, perusahaan meningkatkan resiko menghadapi masalah yang tak terduga dengan salah satu produk dalam brand family, yang dapat menghancurkan image dari salah satu atau seluruh produk lainnya.
•
Berhasil namun mengambil market (cannibalize) penjualan parent brand. Penjualan yang tinggi dari sub-brand bisa jadi hanya merupakan perpindahan (switching) dari produk yang ditawarkan parent brand.
•
Berhasil namun merusak image parent brand. Dapat terjadi jika nilai (value) yang ditawarkan oleh sub-brand tidak konsisten atau bahkan bertentangan dengan nilai yang ditawarkan oleh parent brand.
15
•
Co-Branding Sebuah brand dapat juga dimanfaatkan untuk memasuki kelas produk baru namun bukan dengan brand extension, melainkan dengan co-branding. Ada beberapa bentuk co-branding, antara lain (David A. Aaker, 1996): •
Ingredient Brands. Salah satu bentuk dari co-branding adalah menjadi merk bahan baku dari merk lain. Cara ini mengurangi resiko terutama jika bidang yang ingin dimasuki adalah bidang yang benar – benar baru bagi perusahaan. Dengan menjadi ingredient brand, perusahaan juga dapat menjadi lebih popular.
•
Composite Brands. Merupakan bundling dua merk untuk meningkatkan nilai bagi konsumen atau mengurangi biaya.
2.3.
Vertical Brand Extension
2.3.1.
Definisi Vertical Brand Extension Vertical brand extension, dimana brand diperluas ke segmen market yang lebih tinggi atau lebih rendah, sangat umum dilakukan untuk menarik segmen konsumen yang baru. Vertical brand extension dapat dilakukan ke dua arah, yaitu ke atas (step up) dan ke bawah (step down) (Chung K. Kim, Anne M. Lavack, 1996). •
Step up brand extension dilakukan dengan memperkenalkan produk yang memiliki harga dan kualitas lebih tinggi dari core
16
brand. Hal ini dilakukan jika segmen yang berkembang adalah bagian high-end dari market. Segmen ini menawarkan margin yang lebih besar dan konsumen yang tidak terlalu sensitif dengan harga. •
Step
down
brand
extension
dilakukan
dengan
memperkenalkan produk yang memiliki harga dan kualitas lebih rendah dari core brand
2.3.2.
Customers Attitude Toward Brand Extension Berbagai hasil riset telah mengemukakan bahwa ada hubungan positif antara berbagai dimensi dalam brand equity, yaitu brand awareness, perceived quality, dan brand associations, dengan hasil evaluasi konsumen terhadap sebuah brand extension. Respon konsumen terhadap sebuah brand extension akan menjadi lebih positif jika tingkat kepedulian terhadap brand asli (core brand) tinggi. Selain itu, tingkat pengetahuan konsumen juga mempengaruhi reaksi konsumen terhadap brand extension. Perceived quality juga mempengaruhi respon konsumen terhadap sebuah extension secara positif. Banyak penelitian menemukan pengaruh langsung yang positif antara perceived quality dengan respon konsumen terhadap brand extension. Jadi, semakin tinggi perceived quality terhadap parent brand, semakin besar pula pengaruh positifnya terhadap
17
penerimaan konsumen kepada sebuah extension. Begitu pula dengan brand association (Isabel Buil et al, 2009).
2.3.3.
Perceived Image Fit Perceived fit, yang mengacu pada keselarasan antara core brand dan sub brand, adalah sebuah variabel penting dalam proses evaluasi brand extension. Konsumen dapat mengevaluasi brand extension berdasarkan respon mereka terhadap core brand dan sub brand. Ketika kedua faktor tersebut telah dipenuhi, faktor ketiga yang juga penting adalah perceived fit. Pada umumnya, sebuah extension yang memiliki tingkat keselarasan tinggi dengan core brand-nya akan lebih memiliki nilai yang tinggi dan dipilih oleh konsumen (Isabel Buil et al, 2009). Riset mengenai brand extension telah mengembangkan dua pendekatan untuk mengukur konsep ini. Aaker dan Keller mengemukakan tiga dimensi keselarasan, yaitu complement, substitute, dan transfer. Sedangkan peneliti lain seperti Bhat dan Reddy, serta Grime mengemukakan dua dimensi keselarasan yaitu category fit dan image fit.
2.4.
Brand Equity
2.4.1.
Definisi Brand Equity David A. Aaker mendefinisikan Brand Equity sebagai seperangkat asset dan liabilitas merk yang berhubungan dengan sebuah merk, nama,
18
symbol yang menambah atau mengurangi nilai yang disediakan produk atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan (David A. Aaker, 1996). Aset dan liabilitas ini dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu: •
Brand Awareness adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu brand merupakan bagian dari kategori produk tertentu.
•
Loyalitas brand, merupakan ukuran inti dari brand equity. Loyalitas brand merupakan satu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah brand.
•
Perceived quality adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas atau keunggulan suatu produk atau layanan, ditinjau dari fungsinya secara relative dengan produk – produk lain. Banyak manfaat yang akan diperoleh jika sebuah brand memiliki perceived quality yang tinggi, salah satunya adalah Return of Investment yang tinggi pula.
•
Brand Associations adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah brand. Asosiasi itu tidak hanya eksis namun juga mempunyai suatu tingkatan kekuatan. Kaitan pada brand akan lebih kuat jika dilandasi pada pengalaman untuk mengkomunikasikannya.
Perusahaan periklananan global Young & Rubicam (Y&R) mengembangkan system brand equity lain yang disebut Brand Asset
19
Valuator (David L. Kurtz, 2008). Menurut Y&R, sebuah perusahaan membangun brand equity di atas 4 dimensi dari brand personality, yaitu: •
Differentiation, mengacu pada kemampuan sebuah brand untuk berbeda dari pesaingnya.
•
Relevance, mengacu pada kelayakan sebuah brand terhadap konsumen pada segmen pasar yang besar. Sejumlah besar konsumen harus merasa membutuhkan keutungan yang ditawarkan oleh brand.
•
Esteem, merupakan kombinasi dari kualitas yang ditawarkan dan persepsi konsumen terhadap peningkatan atau penurunan popularitas brand.
•
Knowledge, mengacu pada tingkat kesadaran konsumen terhadap brand dan mengerti kegunaan dari produk atau jasa tersebut.
Knowledge
menunjukkan
bahwa
konsumen
merasakan hubungan yang sangat dekat dengan sebuah brand. Menurut Kurtz, brand equity adalah nilai tambah yang diberikan oleh sebuah brand kepada produknya. Brand dengan equity yang tinggi memberikan keuntungan secara financial bagi perusahaan karena biasanya menghasilkan market share yang besar dan konsumen tidak terlalu mempermasalahkan harga yang sedikit mahal (David L. Kurtz, 2008). Untuk perusahaan yang berskala global, brand equity yang tinggi dapat memfasilitasi ekspansi ke segmen pasar yang baru. Menurut Interbrand,
20
sebuah brand yang kuat memiliki pengaruh dalam meningkatkan penjualan dan keuntungan perusahaan.
2.4.2.
Sumber Brand Equity Brand equity berasal dari konsumen, sehingga seringkali disebut sebagai Customer-based brand equity (CBBE). CBBE muncul ketika konsumen memiliki tingkat kesadaran dan keakraban yang tinggi dengan sebuah brand, dan memiliki asosiasi yang kuat dan unik terhadap brand tersebut dalam pikirannya (Kevin Lane Keller, 2008). Ada dua sumber dari CBBE ini, yaitu: •
Brand Awareness Brand awareness terdiri dari brand recognition dan brand recall performance. o Brand recognition adalah kemampuan konsumen untuk mengenali sebuah merk sebelum diberikan penjelasan. o Brand recall performance adalah kemampuan konsumen untuk memilih brand dari ingatannya ketika diberikan kategori produk, atau kebutuhan yang dipenuhi oleh kategori produk tersebut.
•
Brand Image Menciptakan
sebuah
brand
image
yang
positif
membutuhkan program marketing yang menghubungkan brand
21
dengan asosiasi yang kuat, menguntungkan dan unik dalam benak konsumen. Yang terpenting dalam CBBE adalah kekuatan, keuntungan, dan keunikan sebuah merk. •
Asosiasi brand yang kuat Semakin
dalam
seseorang
berpikir
tentang
informasi produk dan menghubungkannya dengan pengetahuan tentang brand tersebut, maka semakin kuat asosiasi brand yang terjadi. Dua faktor yang memperkuat asosiasi dengan informasi adalah relevansi
pribadi
dan
konsistensi.
Konsumen
membentuk keyakinan tentang brand attributes dan brand benefits dengan cara yang berbeda. Brand attributes adalah fitur deskriptif yang menjadi ciri sebuah produk atau jasa. Brand benefits adalah nilai dan makna pribadi yang dilekatkan konsumen pada atribut sebuah produk atau jasa. •
Asosiasi brand yang menguntungkan Pemasar
menciptakan
asosiasi
brand
yang
menguntungkan dengan meyakinkan konsumen bahwa brand tersebut memiliki brand attributes dan brand benefits yang relevan yang dapat memuaskan kebutuhan
dan
keinginan
mereka,
sehingga
22
akhirnya konsumen memiliki penilaian yang positif terhadap brand. Asosiasi yang menguntungkan bagi sebuah brand adalah asosiasi diinginkan oleh konsumen (desirability) dan disampaikan oleh produk (deliverability). Desirability tergantung pada tiga faktor : seberapa relevan, seberapa khas, dan seberapa percayanya konsumen dengan asosiasi brand. Deliverability juga tergantung pada tiga faktor: kemampuan sebenarnya atau kemampuan potensial dari produk, kemungkinan menyampaikan kemampuan tersebut saat ini atau di masa depan, dan kesinambungan kemampuan sebenarnya dan kemampuan yang dikomunikasikan. •
Asosiasi brand yang unik Inti dari positioning brand adalah bahwa brand memiliki
keuntungan
kompetitif
yang
berkesinambungan atau nilai jual yang unik, yang memberi alasan bagi konsumen untuk membelinya. Keunikan ini biasanya diperoleh dari perbandingan dengan
kompetitor.
Perbandingan
ini
dapat
didasarkan pada atribut atau keuntungan yang berhubungan atau tidak berhubungan dengan produk.
23
2.4.3.
Brand Extension dan Brand Equity Keberhasilan sebuah brand extension sangat tergantung pada kemampuan sub brand untuk memperoleh brand equity-nya sendiri pada segmen yang baru, dan kontribusi sub brand tersebut terhadap equity dari parent brand (Kevin Lane Keller, 2008). •
Creating extension equity, sangat tergantung pada tiga faktor: o Seberapa menonjolkah asosiasi core brand dalam benak konsumen dalam konteks brand extension. o Seberapa
menguntungkankah
setiap
asosiasi
yang
dilakukan konsumen dalam konteks brand extension. o Seberapa unik setiap asosiasi yang dilakukan konsumen dalam konteks brand extension. •
Kontribusi
terhadap
brand
equity
core
brand.
Untuk
memberikan kontribusi terhadap equity core brand, sebuah sub brand
harus
memperkuat
atau
menambahkan
asosiasi
menguntungkan dan unik kepada core brand. Efek dari sebuah extension terhadap pengetahuan brand konsumen tergantung pada 4 faktor: o How compelling, seberapa menarikkah informasi tentang produk tersebut serta seberapa gampang informasi tersebut diinterpretasikan oleh konsumen.
24
o How relevant, seberapa mampu sub brand menunjukkan performa yang mewakili core brand. o How consistent, seberapa konsisten nilai – nilai yang ditawarkan oleh sub brand dengan nilai – nilai dari core brand. o How
strongly,
seberapa
kuat
asosiasi
atribut
dan
keuntungan dari core brand yang masih tersimpan di benak konsumen.
2.5.
Distancing Technique Distancing technique adalah alat untuk memposisikan sebuah sub brand dekat atau jauh dari core brand. Dalam sebuah vertical brand extension, memberi jarak antara core brand dan sub brand biasanya berguna untuk melindungi core brand. Sangat penting bahwa positioning dari core brand tidak terpengaruh oleh pengenalan sebuah sub brand baru. Berbagai variasi distancing technique secara linguistic dan grafis dapat digunakan dalam periklanan, promosi penjualan, atau packaging (Chung K. Kim, Anne M. Lavack, 1996). •
Graphical distancing techniques, melibatkan manipulasi terhadap ukuran nama core brand dengan tujuan untuk memposisikan sub brand pada jarak yang tepat dari core brand. Memperkecil ukuran nama core brand, atau bahkan tidak
25
mencantumkannya, memberi asosiasi jarak yang jauh antara core brand dan sub brand. Memperbesar ukuran nama core brand berakibat dekatnya asosiasi antara core brand dan sub brand. •
Linguistic distancing techniques, menggunakan kata – kata untuk memanipulasi jarak antara core brand dan sub brand. Terdapat dua jenis linguistic distancing technique, yaitu: o Memperkenalkan sebuah slogan atau motto baru untuk memberi identitas unik pada sub brand. Slogan atau motto baru ini dapat digunakan terpisah, atau digabungkan dengan nama core brand. o Menggunakan tanda – tanda yang menunjukkan hubungan antara core brand dengan sub brand, seperti “brought to you by”, atau “from”