14
BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Definisi Pemasaran Dalam setiap bidang industri dimana pun industri tersebut berada baik itu
yang bergerak di bidang produk maupun jasa, pastilah tidak akan terlepas dari kegiatan pemasaran (marketing). Kegiatan pemasaran ini bertujuan pada dasarnya bertujuan untuk mengantarkan produk barang atau jasa yang ditawarkan tersebut agar bisa sampai ke tangan konsumen. Dari sekian banyak difinisi marketing, dimana definisi di bedakan antara sosial dan manajerial. Definisi sosial menunjukkan peran dari marketing itu sendiri di masyarakat, Philip Kotler sendiri pernah mengatakan bahwa peran marketing adalah untuk “deliver a higher standard of living”. (Philip Kotler, 2000, p.7) Berdarkan definisi sosial tersebut maka, marketing is a social process by wich individuals and groups obtain what they need and want through creating, offering, and freely exchanging products and services of values with others (Philip Kotler, 2000, p.8) Sedangkan untuk definisi managerial, marketing seringkali digambarkan sebagai “the art of selling products”. But people are surprised when they hear thet the most important part of marketing is not selling! Selling is only the tip of marketing iceberg (Philip Kotler, 2000, p.8)
15
2.2
Konsep Dasar Pemasaran Berdasarkan konsep dasar pemasaran bahwa kunci bagi suatu organisasi untuk
dapat mencapai tujuannya adalah dengan menjadi lebih efektif dari kompetitor dalam menciptakan, mengantar, dan mengkomunikasikan customer value kepada target market nya (Philip Koteler, 2000, p.19)
2.3
Definisi Merek Merek sebagai salah satu komponen utama dalam suatu product strategy.
Namun dalam rangka menciptakan suatu produk atau jasa yang bermerek memerlukan proses dan investasi jangka panjang terutama dalam hal iklan (advertising), promosi (promotion) dan packaging. Menurut The American Marketing Association, “brand si a name, term, sign, symbol, or design, or combination of them, intended to identify the goods or serices of one seller group of sellers and to differentiate them from those of competitors.”(Philip Kotler, 2003, p.418) Menurut Kotler (2003, p418-419) dalam bukunya tersebut, “brand is a complex symbol that can convey up to six levels of meaning”, yaitu : 1. Attributes Suatu merek mengingatkan akan atribut- atribut yang menempel npada produk tertentu. Misalnya, Mercedes adalah mahal, produk yang baik, mesin yang bagus, tahan lama (durable), mobil dengan prestise yang tinggi, dan lain sebagainya.
16
2. Benefits Atribut- atribut harus diterjemahkan kedalam keuntungan fungsional dan emosional. Misalnya, atribut “tahan lama” dapat diartikan dalambnetuk keuntungan fungsional “saya tidak akan membeli mobil lain dalam beberapa tahun”. Atribut “mahal” dapat diterjemahkan kedalam keuntungan emosional “mobil tersebut membuat saya merasa penting dan kagum”. 3. Values Suatu merek juga mengatakan sesuatu tentang nilai produsennya (producer’s values). Mercedes melambangkan performance yang tinggi, aman, dan prestisius. 4. Culture Suatu merek dapat mewakili suatu kebudayaan tertentu. Honda mewakili kebudayaan Jepang yang mewakili aspek- aspek seperti inovator, perkerja keras. 5. Personality Suatu merek dapat memproyeksikan suatu kepribadian (personality) tertentu. Honda dapat disugestikan sebagai seorang profesional muda dengan style dan mobilitas yang tinggi. 6. User Suatu merek mensugestikan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. kita akan mengharapkan untuk melihat eksekutif kelas atas berusia 55 tahun di belakang kemudi Mercedes, bukan seorang sekretaris berusia 20 tahun.
17
2.4
Merek Sebagai Aset yang Prestisius Dengan datang nya era globalisasi memberikan peluang dan tantangan bisnis
baru bagi perusahaan yang beroperasi dimanapun juga. Dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda, era globalisasi memperluas pasar produk dari suatu perusahaan di suatu negara, dan disisi lain, keaddan tersebut memunculkan persaingan yang semakin ketat antar perusahaan domestik maupun dengan perusahaan asing. Fenomena ini memunculkan suatu iklim persaingan yang sama sekali baru, dimana dalam era globalisasi akan semakin mengarahkan sistem perekonomian suatu negara ke mekanisme pasar yang memposisikan pelaku pasar untuk selalu mengembangkan dan merebut market share (pangsa pasar). Salah satu aset untuk mencapai keadaan tersebut adalah dengan brand (merek). Menurut Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak (2001) dalam bukunya yang berjudul “Strategy Menaklukan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek”, mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol disain, ataupun kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu produk/ jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Identifikasi tersebut juga berfungsi untuk membedakan dengan produk yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing. Lebih jauh lagi, sebenarnya merek merupakan tangible dan intangible aset yang terwakili dalam sebuah trademark (merek dagang) yang mampu menciptakan nilai dan pengaruh tersendiri dipasar bila diatur dengan tepat. Saat ini merek sudah menjadi konsep yang kompleks dengan sejumlah ratifikasi teknis dan psikologis
18
2.5
Peranan dan Kegunaan Merek Merek memgang peranana sangat penting, salah satunya adalah menjembatani
harapan konsumen pada saat kita menjanjikan sesuatu kepada konsumen. Dengan demikian dapat mengetahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil produk/ jasa melalui merek. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip, tapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama. Merek menjadi sangat penting saat ini, karena beberapa faktor seperti (Durianto, Sugiarto, dan Sijintak, 2001) : 1. Emosi konsumen terkadang turun naik. Merek mampu membuat janji emosi menjadi konsisten dan stabil 2. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat bahwa suatu merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia dan budaya. Contoh yang paling fenomenal adalah Coca Cola yang berhasil menjadi “Global Brand”, diterima di mana dan kapan saja di seluruh dunia. 3. Merek mampu mencipatakan komunikasi interaksi dengan konsumen. Semakin kuat suatu merek, makin kuat pula interaksinya dengan kosnumen dan makin banyak bran association (asosiasi merek) yang terbentuk dalam merek tersebut. Jika brand association yang terbentuk ini memiliki kualitas dan kuantitas yang kuat, potensi ini akan meningkatkan brand image (citra merek)
19
4. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen. Merek yang kuat akan sanggup mengubah perilaku konsumen. Sebagai contoh, keberhasilan Pall Mall dalam menembus perilaku konsumen mampu menciptakan suatu market niche (ceruk pasar) yang spesifik dan menguntungkan 5. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian suatu produk/ jasa oleh konsumen. Dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang akan dibelinya dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, kepuasan, kebanggan, atapu atribut lain yang melekat pada merek tersebut. 6. Merek berkembang menjadi sumber aset bagi perusahaan. Hasil sebuah penelitian menunjukkan bahwa Coca Cola yang memiliki Stock Market Value (SMV) yang besar, ternyata 97% dari SMV tersebut merupakan nilai merek. Begitu pula nilai merek Kellogs berkontribusi 89% dari SMVnya, dan pada IBM berkontribusi 73% dari SMV Dari ilustrasi tersebut dapat disimpulkan bahwa merek mempunyai peranan yang penting dan merupakan aset prestisius bagi perusahaan. Dalam kondisi suatu pasar yang kompetitif, preferensi dan loyalitas konsumen adalah kunci kesuksesan. Membangun persepsi merek dapat dilakukan melalui jalur merek. Merek yang prestisius dapat disebut memiliki brand equity (ekuitas merek) yang kuat. Suatu produk dengan brand equity yang kuat dapat membentuk brand platform (landasan merek) yang kuat dan mampu mengembangkan keberadaan suatu merek dalam jangka waktu yang lama.
20
Dengan semakin banyaknya jumlah pemain di pasar, meningkat pula ketajaman persaingan diantara merek- merek yang beroperasi di pasar dan hanya produk yang memiliki brand equity kuat yang akan tetap mampu bersaing, merebut dan menguasai pasar. Sedemikina pentingnya peran dari brand equity sebagai landasan dalam menentukan langkah dan strategy pemasaran dari suatu produk sehingga sering kali brand equity memperoleh pengkajian yang mendalam. Semakin kuar brand equity suatu produk/ jasa, semakin kuat pula daya tariknya dimata konsumen untuk mengkonsumsi produk/ jasa tersebut yang selanjutnya dapat menggiringi konsumen untuk melakukan pembelian serta mengantarkan perusahaan untuk meraup keuntungan dari waktu ke waktu. Karena itu, pengetahuan tentang elemen- elemen brand equity dan pengukurannya sangat diperlukan untuk menyusun langkah strategis dalam meningkatkan eksistensi merek yang akhirnya meningkatkan profitabilitas perusahaan.
2.6
Ekuitas Merek (Brand Equity) Aaker (1996, p7) dalam bukunya yang berjudul Building Strong Brands
mendefinisikan Brand Equity is a set of assets (and liabilities) linked to a brand’s name and symbol that adds to (or substract from) the value provided by a product or service to a firm and/ or that firm’s customers. Jadi ekuitas merek adalah seperangkat asset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa baik itu pada perusahaan maupun konsumen. Agar asset dan liabilitas mendasari
21
brand equity, maka asset dan liabilitas merek harus berhubungan dengan nama atau sebuah simbol sehingga jika dilakukan perubahan terhadap nama dan simbol merek, beberapa atau semua asset dan liabilitas yang menjadi dasar brand equity akan berubah pula. Menurut Aaker dalam buku Managing Brand Equity (Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak 2001), brand equity dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu : 1. Brand Awareness (kesadaran merek) Menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tersebut. 2. Brand Association (asosiasi merek) Mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain- lain. 3. Perceived Quality (persepsi kualitas) Mencerminkan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas/ keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan. 4. Brand Loyalty (loyalitas merek) Mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek produk. 5. Other propriatery brand assets (aset- aset merek lainnya)
22
Reduced Marketing Cost Trade Leverage
Brand Loyalty
Attracting New Customers : * Create Awareness * Reassurance
Provide Value to Customer by Enhancing Customer’s:
Time to Respond to Competitive Threats
- Interpretation/ Processing of Information - Confidence in the Purchase Decision
Anchor to Which Other Associations Can be Attached
Brand Awareness
- Use Statisfaction
Familiarity-Liking Signal of Substance/ Commitment Brand to Be Considered
Reason-to-Buy Differentiate/ Position
BRAND EQUITY
Perceived Quality
Price Channel Member Interest Extensions
Provides The Value to Firm by Enhancing: - Efficiency and Effectiveness of Marketing Programs - Brand Loyalty - Price / Margins - Brand Extensions - Trade Leverage
Reason-to-Buy Differentiate/ Position
Brand Associations
Price Channel Member Interest Extensions
Other Proprietary Brand Assets
Competitive Advantage
Gambar 2.1 Konsep Brand Equity
- Competitive Advantage
23
2.7
Brand Awareness Konsumen akan cenderung membeli suatu merek yang sudah dikenal, karena
dengan membeli merek tersebut, maka konsumen bisa merasa aman, terhindar dari berbagai resiko, dengan asumsi bahwa merek yang sudah dikenal bisa lebih dipercaya dan diandalkan.
2.7.1 Pengertian dan Peranan Brand Awareness Brand Awareness adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Mengapan dikatakan sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu, karena terdapat hubungan yang kuat antara kategoti produk dengan merek yang dilibatkan. Sebagai contoh, publikasi tentang penerbangan Garuda Indonesia tidak akan membantu brand awareness dari Kacang Garuda. Brand awareness membutuhkan continum ranging (jangkauan kontinum) dari perasaan yang tidak pasti bahwa merek tertentu telah dikenal sebelumnya, sehingga konsumen yakin bahwa produk tersebut merupakan satu- satunya merek dalam suatu kelompok produk. Kontinum ini dapat terwakili dalam tingkatan brand awareness yang berbeda yang dapat digambarkan dalam grafik berikut :
24
Puncak Pikiran (Top of Mind)
Pengingatan Kembali Merek (Brand Recall)
Pengenalan Merek (Brand Recognition)
Tidak Menyadar Merek (Brand Unaware)
Gambar 2.2 Grafik brand awareness
Peran brand awareness dalam brand equity tergantung pada tingkatan kana pencapaian kesadaran dibenak konsumen. Tingkatan brand awareness yang paling terendah adalah brand recognition (pengenalan merek) atau disebut juga tingkatan pengingatan kembali dengan bantuan (aided recall). Tingkatan berikutnya adalah tingkatan brand recall (pengingatan kembali merek) atau tingkatan pengingatan kembali merek tanpa bantuan (unaided recall) karena konsumen tidak perlu dibantu untuk mengingat merek. Pengukuran pengenalan merek tanpa bantuan lebih sulit dibandingkan pengenalan mereke dengan bantuan. Tingkatan berikutnya adalah merek yang disebut pertama kali saat pada tingkatan pengenalan tanpa bantuan yaitu
25
top of mind (kesadaran puncak pikiran). Top of mind adalah brand awreness tertinggi yang merupakan pimpinan dari berbagai merek yang ada dalam pikiran konsumen. 2.7.2
Bagaimana Brand Awareness Membantu Merek Peran brand awareness terhadap brand equity dapat dipahami dengan
membahas bagaimana brand awareness menciptakan suatu nilai. Penciptaan ini dapat dilakukan dengan : (Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak, 2001) 1. Anchor to which other association can be attached; Artinya suatu merek dapat digambarkan seperti suatu jangkar dengan beberapa rantai. Dimana rantai ini menggambarkan asosiasi dari merek tersebut. 2. Familarity – Linking; Artinya dengan mengenal merek akan menimbulkan rasa terbiasa terutama untuk produk- produk yang bersifat low involvement (keterlibatan rendah) seperti pasta gigi, tissue, dan lain- lain. Suatu kebiasaan dapat menimbulkan ketertarikan kesukaan yang kadang- kadang dapat menjadi suatu pendorong dalam membuat keputusan. 3. Substance/ Commitment; Jika kualitas dua merek sama, maka brand awareness akan menjadi factor yang menentukan bagi konsumen dalam pembuatan keputusan. Karena secara logika, suatu merek dikenal karena bebrapa alasan, program iklan perusahaan yang ekstensif, jaringan distribusi yang luas, eksistensi yang sudah lama dalam industri, dan masih banyak factor yang lainnya yang dapat mempengaruhi eksistensi merek tersebut.
26
4. Brand to consider; Merek yang telah mencapai tahapan Top of Mind di pikiran konsumen akan memiliki nilai yang tinggi di mata konsumen. Dan biasanya dalam proses pembelian konsumen akan menyeleksi dari sekelompok merek- merek dalam industri tersebut, apabila merek tersebut telah dikenal maka akan sangat berpengaruh dalam proses pembelian. 2.7.3
Bagaimana Mencapai Kesadaran Pengenalan maupun pengingatan merek akan melibatkan upaya mendapatkan
indetitas nama dan menghubungkannya ke kategori suatu produk. Agar brand awareness dapat dicapai dan diperbaiki dapat ditempuh beberapa cara berikut : 1. Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan tampil beda dibandingkan dengan lainnya serta harus ada hubungan antara merek dengan kategoti produknya. 2. Memkai slogan atau jingle lagu yang menarik sehingga membantu konsumen untuk mengingat merek. 3. Jika produk memmiliki symbol, hendaknya symbol yang dipakai dapat dihubungkan dengan mereknya (McDonald dengan Ronal Mc Donald) 4. Perluasan nama merek dapat dipakai agar merek semakin banyak diingat konsumen. 5. Brand awareness dapat diperkuat dengan memakai suatu isyarat yang sesuai kategori produk, merek, atau keduanya 6. Melakukan pengulangan untuk meningkatkan pengingatan karena membentuk ingatan lebih sulit dibandingkan membentuk pengenalan.
27
2.7.4
Mengukur Brand Awareness Pengukuran brand awreness didsarkan kepada pengertian- pengertian dari
brand awareness yang mencakup tingkatan brand awareness menurut Aaker (1996), yaitu Top of Mind (puncak pikiran), Brand Recall (pengingatan kembali merek), dan Brand Recognition (pengenalan merek). Informasi dapat diperoleh dengan menggunakan kuisoner. 1. Top of Mind Hal ini menggambarkan merek yang pertama kali diingat oleh responden atau pertama kali disebut ketika yang bersangkutan ditanya tentang suatu kategori produk. Dimana Top of Mind ini adalah single respond question, artinya satu responden hanya boleh memberikan satu jawaban untuk pertanyaan ini. Misalnya untuk kategori Operating System pada komputer, dapat dilontarkan pertanyaan sebagai berikut : “Sebutkan merek Operating System apa yang paling banyak digunakan ?” “Saat anda ingin membeli komputer Operating System apa yang akan anda masukkan ke komputer anda ?” 2. Brand Recall Disebut juga pengingatan kembali merek, hal ini mencerminkan merekmerek apa yang diingat responden setelah menyebutkan merek yang pertama kali disebut. Brand Recall merupakan multi response questions yang menghasilkan jawaban tanpa dibantu (unaided question). Pertanyaan dapat berupa :
28
“Selain merek OS yang telah disebut tadi, merek- merek OS apa saja yang anda ketahui ?” 3. Brand Recognition Brand Recognition atau pengenalan brand awareness merupakan pengukuran brand awareness responden dimana kesadarannya diukur dengan memberikan bantuan. Pertanyaan yang diajukan dibantu dengan menyebutkan ciri-ciri dari produk merek tersebut (aided question). Pertanyaan diajukan untuk mengetahui seberapa banyak responden yang perlu diingatkan akan keberadaan merek tersebut. Untuk mengukur pengenalan brand awreness selain mengajukan pertanyaan dapat dilakukan dengan menunjukkan foto atau informasi lainnya yang menggambarkan ciri- ciri merek tersebut. a. Mengajukan pertanyaan “Apakah anda mengenal OS dengan merek Windows ?” Dimana alternatif jawaban terbaik dapat berupa : 1. Ya, saya menebak dan telah menuliskannya dengan pertanyaan sebelumnya 2. Ya, saya mengenal setelah mengisi kuisoner 3. Tidak mengenal sama sekali Yang termasuk kelompok Brand Recognition adalah yang menjawab alternatif jawaban No.2 karen jawaban No.1 sudah termasuk kelompok Brand Recall dan Top of Mind. Biasanya pertanyaan di atas dilanjutkan dengan pertannyaan untuk mengetahui bagaimana cara responden
29
mengenal tersebut sebagai informasi pendukung dengan pertanyaan: “Dimana Anda mengenal merek Windows?” b. Menunjukkan foto atau gambar yang bisa mendeskripsikan atribut/ ciri produk merek Windows tanpa menunjukkan mereknya. Terhadap responden dapat ditanyakan: “Apakah anda mengetahui merek produk ini?” 5. Brand Unaware Untuk pengukuran brand awareness dilakukan observasi terhadap pertanaan pengenalan brand awareness sebelumnya dengan melihat responden yang menjawab alternatif no a.3 – jawaban tidak mengenal sama sekali atau yang menjawab tidak tahu ketika ditunjukkan foto atau gambar produknya.
2.8
Brand Association Brand Association (asosiasi merek) adalah kesan yang muncul di benak
seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek (Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak, 2001) Suatu merek yang telah mapan akan memiliki posisi menonjol dalam persaingan bila didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangsangan yang disebut brand images. Semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, semakin kuat brand image yang dimiliki oleh merek tersebut.
30
2.8.1
Fungsi Brand Association Pada umumnya asosiasi merek menjadi pijakan konsumen dalam membuat
keputusan pembelian dan loyalitasnya pada merek tersebut. Dalam prakteknya, didapati banyak sekali kemungkinan asosiasi dan variasi dari brand association yang dapat memberikan nilai bagi suatu merek, dipandang dari sisi perusahaan maupun pengguna. Fungsi dari asosiasi tersebut dapat berupa : (Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak, 2001) 1. Help process/ retrieve information (Membantu proses penyusunan informasi) 2. Differentiate (Membedakan) uatu asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi upaya pembedaan suatu merek dari merek lain. 3. Reason (Alasan pembelian) Brand association membangkitkan berbagai atribut pokok atau manfaat bagi konsumen (customer benefits) yang dapat memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli dan menggunakan merek tersebut. 4. Create positive attitude/ feelings (Menciptakan sikap atau perasaan positif) Beberapa asosiasi mampu merangsang suatu perasaan positif yang pada gilirannya merembet ke merek yang bersangkutan. Asosiasi- asosiasi tersebut dapat menciptakan perasaan positif atas dasar pengalaman mereka sebelumnya serta pengubahan pengalaman tersebut menjadi sesuatu yang lain daripada yang lain.
31
5. Basis for extensions (Landasan untuk perluasan) Suatu asosiasi dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan dengan menciptakan rasa kesesuaian (sense of fit) antara merek dengan sebuah produk baru, atau dengan menghadirkan alasan untuk membeli produk perluasan tersebut. 2.8.2 Acuan Brand Association Asosiasi- asosiasi yang terkait dengan suatu merek umumnya dihubungkan dengan berbagai hal berikut : (Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak, 2001) 1. Product attributes Mengasosiasikan atribut atau kateristik suatu produk merupakan strategi positioning yang paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi semacam ini efektif karena jika atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat secara langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek. Misalnya, apa yang tercermin dalam kata mobil BMW pasti berbeda dari kata yang tercermin dalam kata mobil Daihatsu. 2. Intangible attributes Suatu faktor tak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya persepsi kualitas, kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang mengikhtisarkan serangkaian atribut yang objetif 3. Customer’s benefits Manfaat bagi konsumen dapat dibagi dua, yaitu rational benfit (manfaat rasional) dan psychological benefir (manfaat psikologis). Manfaat rasional berkaitan erat dengan atribut dari produk yang dapat menjadi bagian dari
32
proses pengambilan keputusan yang rasional. Manfaat psikologis seringkali merupakan konsekuensi ekstern dalam proses pembentukan sikap, berkaitan dengan perasaan yang ditimbulkan ketika membeli atau menggunakan merek tersebut. Misalnya dalam merek produk Nokia terkandung manfaat kemudahan user interface bagi konsumen. 4. Relative Price Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk ini akan diawali dengan penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua daru tingkat harga. 5. Application Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu kegunaan atau aplikasi tertentu. 6. User/ Customer Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe pengguna atau konsumen dari produk tersebut. 7. Celebrity/ person Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentrasfer asosiasi kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke merek tersebut. 8. Life style/ personality Asosiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi para konsumen merek tersebut dengan aneka kepribadia dan karateristik gaya hidup yang hampir sama. Misalnya “Malboro” mencerminkan gaya hidup yang maskulin dan macho.
33
9. Product class Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya. Misalnya Sony mencerminkan nilai berupa inovasi, desain yang modern, kemudahan penggunaan, dan lain- lain. 10. Competitors Mengetahui para pesaing di industri dan berusahan untuk menyamai atau bahkan mengungguli pesaing. 11. Country/ geographic area Sebuah negara dapat menjadi simbol yang kuat asalkan memiliki hubungan yang erat dengan produk, bahan, dan kemampuan. Jepang yang diasosiasikan dengan Otomotif dan Robotik. Dimana asosiasi ini dapat dieksploitasi dengan mengaitkan merek sebuah negara. Contoh nya, merek mobil Toyota mencerminkan budaya Jepang yang inovatif, teknologi yang canggih, desain yang menarik. Disamping beberapa acuan yang telah disebutkan diatas, beberapa merek juga memiliki aosisasi dengan beberapa hal lain yang belum disebutkan. Dalam kenyataannnya, tidak semua merek produk memiliki semua asosiasi diatas. Merek tertentu berasosiasi dengan beberapa hal diatas dan merek lainnya berasosiasi dengan beberapa hal yang lain. 2.8.3
Riset Brand Association Terhadap brand association dapat dilakukan riset yang terkai dengan suatu
merek produk atau yang terkait dengan beberapa merek sekaligus untuk mengetahui posisi suatu merek dalam pasarnya. Karena pendekatannya berbeda, maka perlu
34
dipersiapkan pokok- pokok pertanyaan yang berbeda pada konsumen. Terlepas dari jumlah riset yang dilakukan, asosiasi merek yang ingin diketahui dapat dibangkitkan dengan mempertimbangkan berbagai atribut yang melekat pada suatu merek. Sebagai acuan dapat dipertimbangkan berbagai hal yang telah disebutkan sebelumnya, disamping juga asosiasi yang hidup dibenak konsumen. Agar asosiasi yang terbentuk dapat diandalkan, sebaiknya dilakukan
2.9
Brand Perceived Quality Brand Perceived Quality (Persepsi Kualitas Merek) yang dimaksud dalam
pembahasan ini adalah persepsi konsumen terhadap kualitas suatu merek produk. Perceived quality ini akan membentuk persepsi kualitas daru suatu produk di mata konsumen. Persepsi terhadap kualitas keseluruhan dari suatu produk atau jasa dapat menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh secara langsung kepada keputusan pembelian konsumen adan loyalitas mereka terhadap merek. Perceived quality yang positif akan mendorong kepuasan pembelian dan menciptakan loyalitas terhadap produk atau jasa tersebut. karena perceived quality merupakan persepsi konsumen maka dapat dikatakan jika perceived quality bernilai negatif, produk atau jasa tidak akan disukai dan tidak akan bertahan lama di pasar.
35
2.9.1
Pengertian Perceived Quality Perceived quality dapat didefinisikan sebagai persepsi pelangan terhadap
keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh konsumen (Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak, 2001) Karena peceived quality merupakan persepsi dari konsumen, maka akan melibatkan pada yang penting bagi konsumen (yang diukur secara relatif) yang berbeda- beda terhadap suatu produk atau jasa. Sebagai contoh misalkan kita ambil produk laptop yang ada di pasaran. Di pasar itu sendiri ada berbagai merek seperti Toshiba, NEC, Compaq, Sony, Fujitsu, dengan berbagai tipe. Dimana setiap merek menawarkan dan mempunyai kelebihan dan fungsi yang berbeda. Pembahasan mengenai perceived quality konsumen terhadap produk ini akan melibatkan pembahasan mengenai kepentingan setiap konsumen terhadap produk dan atribut yang dimiliki produk (karena setiap konsumen mempunyai kepentingan yang berbeda). Mengingat kepentingan dan keterlibatan konsumen yang berbeda- beda, perceived quality perlu dinilai berdasarkan sekumpulan kriteria yang berbeda pula. Perceived quality yang tinggi bukan berarti harapan konsumen rendah (konsumen merasakan kepuasan yang tinggi jika harapannya jauh lebih rendah dari kinerja atau kenyataan). Perceived quality juga mencerminkan perasaan konsumen secara menyeluruh mengenai suatu merek 2.9.2
Faktor yang Mempengaruhi Perceived Quality Berangkat dari kesadaran bahwa perceived quality perlu dikelola dan
dipahami untuk kepentingan perusahaan, pihak manajemen perusahaan perlu mempelajari dan mengetahui faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi perceived
36
quality, mengapa konsumen percaya bahwa beberapa merek mempunyai perceived quality yang tinggi atau rendah, bagaimana membangun suatu perceived quality yang positif dan kuat, faktor apa saja yang digunakan oleh konsumen dalam menilai kulaitas secara keseluruhan, dan sebagainya. Jawaban atas pertanyaan- pertanyaan tersebut akan tergantung kepada dimensi perceived quality dan konteksnya. Sebagai contoh, dimensi yang terkait dengan Laptop adalah kapasitas harddisk, besarnya memory, kemampuan graphic card, dan masih banyak lagi dimensi yang lain. Untuk mempelajadi dimensi- dimensi tersebut biasanya dilakukan riset dan konsumen akan ditanya mengapa dimensi suatu merek mempunyai kualitas yang lebih tinggu dibandingkan dengan merek lainnya. 2.9.3
Dimensi Perceived Quality Dimensi dari perceived quality dibagi menjadi tujuh, yaitu :
a. Kinerja Melibatkan berbagai karateristik operasional utama, misalnya karateristik operasional mobil adalah kecepatan, akselerasi, sistem kemudi, serta kenyamanan. Dikarenankan adanya kepentingan yang berbeda dari konsumen makan kinerja juga bisa mendapat nilai yang berbeda. b. Pelayanan Mencerminkan kemampuan memberikan layanan pada produk atau jasa tersebut. Misalnya mobil merek tertentu menyediakan pelayanan kerusakan atau service mobil 24 jam.
37
c. Ketahanan Mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut. Misalnya mobil merek tertentu yang memposisikan dirinya sebagai mobil tahan lama walau telah berumur 12 tahun tetapi masih berfungsi dengan baik. d. Keandalan Konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu pembelian ke pembelian berikutnya. e. Karateristik produk Bagian- bagian tambahan dari produk (feature), seperti remote control sebuah video, tape deck, sistem GPRS untuk telepon genggam. Penambahan ini biasanya digunakan sebagai pembeda yang penting ketika dua merek produk terlihat hampir sama. Tambahan- tambahan ini memberi penekanan bahwa perusahaan memahami kebutuhan konsumen nya yang dinami sesuai dengan perkembangan. f. Kesesuaian dengan spesifikasi Merupakan padangan mengenai kualitas proses manufaktur (error free) sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji. g. Hasil Mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enak dimensi sebelumnya, jika perusahaan tidak dapat menghasilkan “hasil akhir” produk yang baik maka kemungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai atribut kualitas yang penting.
38
2.9.4
Dimensi Perceived Quality untuk Konteks Jasa Dimesi- dimensi untuk konteks jasa serupa tapi tidak sama dengan dimensi
konteks produk. Penelitian mengenai persepsi konsumen tentang kualitas jasa yang sering dipakai sebagai acuan adalah penelitian yang dilakukan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry melibatkan industri jasa seperti pialang saham, perbankan, telekomunikasi, dan lainnya yang menghasilkan dimensi yang hampir sama denga n dimensi konteks produk. Dimensi kinerja dalam konteks produk berkaitan dengan kompentensi personal dalam bidang jasa. Dimensi tak berwujud sama dengan dimensi hasil akhir dalam konteks produk yang nilai pentingnya terletak pada peranannya dalam memberikan indikasi yang berbeda dengan konteks produk karena dalam konteks jasa melibatkan banyak orang. Pada umumnya yang sering digunakan sebagai dimensi dalam konteks jasa adalah: Kompetensi, Keandalan, Tanggung Jawab, dan Empati. Berbagai dimensi ini menjadi inti dalam interaksi antara konsumen dan pemasar bidang jasa.
2.10 Brand Loyalty Brand Loyalty (loyalitas merek) merupakan suatu ukuran keterikatan konsumen kepada sebuah merek (Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak, 2001). Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang konsumen beralih ke merek atau produk yang lain, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya
39
perubahan, baik dari segi harga maupun atribut lainnya yang dimiliki oleh merek tersebut. Apabila seorang konsumen telah memiliki loyalitas yang tinggi terhadap suatu merek tertentu, maka posisi suatu merek di mata konsumen akan semakin kuat dari ancaman merek produk pesaing dapat dikurangi. Dengan demikian, brand loyalty merupakan salah satu indikator inti dari brand equity yang jekas terkait dengan peluang penjualan, yang berarti pula jaminan perolehan laba perusahaan di masa mendatang. Konsemen yang loyal pada umunya akan melanjutkan pembelian merek tersebut walaupun dihadapkan pada banyak alternatif merek produk pesaing yang menawarkan karateristik produk yang lebih unggul dipandang dari berbagai sudut atributnya. Bila dengan banyak konsumen daru suatu merek masuk dalam kategori ini berarti merek tersebut memiliki brand equity yang kuat. 2.10.1 Fungsi Brand Loyalty Dengan proses pengelolaan dan pemanfaatan yang benar, maka brand loyalty dapat menjadi aset startegis bagi perusahaan. Berikut ini adalah beberapa fungsi dari brand loyalty yang bisa didapat oleh perusahaan : 1. Reduced marketing cost (mengurangi biaya pemasaran) Dalam kaitannya dengan biasa pemasaran, akan lebih murah mempertahankan konsumen dibandingkan dengan upaya untuk mendapatkan konsumen baru. jadi biaya pemasaran akan mengecil, jika brand loyalty meningkat. 2. Trade leverage (meningkatkan perdangangan) Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan peningkatan erdagangan dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran. Dapat
40
isimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini. 3. Attracting new customer (Menarik minat konsumen baru) Dengan banyaknya konsumen suatu merek yang merasa puas dan suka pada merek tersebut akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon konsumen untuk mengkonsumsi merek tersebut terutama jika pembelian yang mereka lakukan mengandung resiko tinggi. Di samping itu, konsumen yang puas umumnya akan merekomendasikan merek tersebut kepada orang yang dekat dengannya sehingga akan menarik calon konsumen baru. 4. Provide time to respond to competitive threats (memberi waktu untuk menjawab tantangan dari pesaing) Brand loyalty akan memberikan waktu ada sebuah perusahaan untuk bereaksi terhadap
tantangan/
ancaman
dari
pesaing.
Jika
salah
satu
pesaing
mengembangkan produk yang unggul, konsumen yang loyal akan memberikan waktu pada perusahaan tersebut untuk memperbaharui produknya dengan cara menyesuaikan atau menetralisasikannya. 2.10.2 Tingkatan Brand Loyalty Dalam kaitannya dengan brand loyalty suatu produk, didapati adanya beberapa tingkatan brand loyalty. Dan masing- masing tingkatan ini menunjukkan tantangan yang harus dihadapi oleh pemasar, sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan. Adapun tingkatan dari brand loyalty adalah sebagai berikut :
41
1. Switcher (berpindah- pindah) Konsumen yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai konsumen yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi konsumen untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek- merek lain mengindikasikan mereke sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Pada tingkatan ini merek apa pun yang mereka anggap memadai serta memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling nampak dari jenis konsumen ini adalah mereka membeli suatu produk hanya karen harganya murah. 2. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan) Pembeli yang berada pada tingkatan loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya mereke tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi merek produk tersebut. pada tingkatan ini pada dasarnya tidak didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan untuk membeli merek produk yang lain atau berpindah merek terutama jika peralihan tersebut memerlukan usaha, biaya maupun pengorbanan lain. Dapat disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini. 3. Satisfied buyer (pembeli yang puas denga biaya peralihan) Pada tingkatan ini, pembeli merek masuk dalam kategori puas bila mereka mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung switching cost (biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja
42
yang melekat dengan tindakan mereke beralih merek. Untuk dapat menarik minat pembeli yang masuk dalam tingkat loyalitas ini maka para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung oleh pembeli yang masuk dalam kategori ini, dengan menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya (switching cost loyal). 4. Like the brand (menyukai merek) Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang sungguh- sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek. Rasa suka pembeli bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun oleh kerabatnya ataupun disebabkan oleh perceived quality yang tinggi. Meskipun demikian sering kali rasa suka ini merupakan suatu perasaan yang sulit diidentifikasikan dan ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan ke dalam sesuatu yang spesifik. 5. Comitted buyer (pembeli yang komit) Pada tahapan ini pembeli merupakan konsumen yang setia. Mereka memiliki satu kebanggan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain.
43
Tiap tingkatan brand loyalty mewakili tantangan pemasaran yang berbeda dan juga mewakili tipe aset yang berbeda dalam pengelolaan dan eksploitasinya.
Commited Buyer
Liking the Brand
Satisfied Buyer
Habitual Buyer
Switcher
Gambar 2.3 Piramida Brand Loyalty Bagi Merek yang Belum memiliki Brand Equity yang Kuat
Dari piramida loyalitas tersebut terlihat bahwa bagi merek yang belum memiliki brand equity yang kuat, porsi terbesar dari konsumsinya berada pada tingkatan switcher. Selanjutnya, porsi terbesar kedua ditempati oleh konsumen yang berada pada taraf habitual buyer, dan seterusnya hingga porsi terkecil ditempati oleh commited buyer. Meskipun demikian bagi merek yang memiliki brand equity yang kuat, tingkatan dalam brand loyalty-nya diharapkan membentuk segitiga terbalik. Maksudnya makin ke atas makin melebar sehingga diperoleh jumlah committed buyer yang lebih besar daripada switcher seperti tampak pada gambar berikut :
44
Commited Buyer
Liking the Brand
Satisfied Buyer
Habitual Buyer
Switcher
Gambar 2.4 Piramida Brand Loyalty Bagi Merek yang memiliki Brand Equity yang Kuat
2.10.3 Pengukuran Brand Loyalty Berikut ini adalah tahap- tahap pengukuran brand loyalty : 1. Behavior measures (pengukuran perilaku) Suatu cara langsung untuk mendapatkan loyalitas, terutama untuk habitual buyer (perilaku kebiasaan) adalah dengan memperhitungkan pola pembelian yang actual. Berikut disajikan beberapa ukuran yang dapat digunakan : a. Repurchases rates (tingkat pembelian ulang) , yaitu tingkat persentase konsumen yang membeli merek yang sama pada kesempatan membeli jenis produk tersebut.
45
b. Percent of purchase (persentase pembelian), tingkat perentase konsumen untuk setiap merek yang dibeli dari beberapa pembelian terakhir. c. Number of brands purchase (jumlah merek yang dibeli), tingkat persentase konsumen dari siatu produk untuk hanya membeli satu merek, dua merek, tiga merek, dan seterusnya. Loyalitas konsumen sangat bervariasi di antara beberapa kelas produk, tergantung pada jumlah merek yang bersaing dan karateristik produk tersebut. Data mengenai perilaku walaupun obyektif tetap saja memiliki keterbatasan dalam kaitannya dengan kompleksitas ataupun biaya perolehannya. 2. Pengukuran switching cost Pengukuran terhadap variable ini dapat mengindikasikan loyalitas konsumen terhadap suatu merek. Pada umunya jika biaya untuk berganti merek sangat tinggi, maka konsumen akan enggan untuk berganti merek sehingga laju penyusutan dari kelompok konsumen dari waktu ke waktu akan semakin rendah. 3. Measuring satisfaction (pengukuran kepuasan) Pengukuran terhadap kepuasan maupun ketidakpuasan konsumen suatu merek merupakan indicator penting dari brand loyalty. Bila ketidakmpuasan konsumen terhadap satu merek rendah, maka pada umunya tidak akan ada cukup alasan bagi konsumen untuk beralih mengkonsumsi merek lain kecuali bila ada faktor- faktor penarik yang sangat kuat. Dengan demikian, sangat perlu bagi perusahaan untuk mengeskplor informasi dari konsumen yang
46
memindahkan pembeliannya ke merek lain dalam kaitannya dengan permasalahan yang dihadapi oleh konsumen dengan merek yang bersangkutan ataupun alasan lain yang menyebabkan mengapa merek memindahkan pembelian merek nya. 4. Measuring liking the brand (pengukuran kesukaan terhadap merek) Kesukaan terhadap merek, kepercayaan, perasaan- perasaan hormat atau bersahabat dengan suatu merek membangkitkan kehangatan dalam perasaan konsumen. Dimana akan sulit bagi merek lain untuk dapat menarik konsumen yang sudah mencintai merek hingga tahapan ini. Konsumen dapat saja sekadar suka pada suatu merek dengan alasan yang tidak dapat dijelaskan sepenuhnya melalui persepsi dan kepercayaan mereka yang terkait dengan atribut merek. Ukuran rasa suka tersebut dapat dicerminkan dengan kemauan untuk membayar harga yang lebih mahal untuk memperoleh merek tersebut. 5. Pengukuran komitmen Merek dengan brand equity yang tinggi akan memiliki sejumlah besar pelanggan yang setia dengan segala bentuk komitmennya. Salah satu indikator kunci adalah jumlah interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan produk tersebut. Kesukaan konsumen terhadap satu merek akan mendorong mereka untuk membicarakan merek tersebut kepada pihak lain, baik dalam taraf merekomendasikannya kepada orang lain untuk mengkonsumsi merek tersebut. indikator lain adalah sejauh mana tingkat kepentingan merek tersebut bagi seseorang berkenaan dengan aktivitas dan kepribadian mereka, misalnya
47
manfaat
atau
kelebihan
yang
dimiliki
dalam
kaitannya
dengan
penggunaannya.
2.11 Peran Brand Equity Brand Equity merupakan aset yang dapat memberikan nilai tersendiri dimata konsumen nya. Aset yang dikandungnya dapat membantu konsumen untuk menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi yang terkait dengan produk dan merek tersebut. Brand equity dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan, asosiasi dengan berbagai kateristik merek. Dalam kenyataannya, perceived quality dan brand association dapat mempertinggi tingkat kepuasan konsumen. Di smping memberi nilai konsumen, brand equity juga memberikan nilai bagi perusahaan dalam bentuk : 1. Brand equity yang kuat dapat mempertinggi keberhasilan program dalam memikat konsumen baru atau merangkul kembali konsumen lama. Promosi yang dilakukan akan lebih efektif jika merek dikenal. Brand equity yang kuat dapat menghilangkan keraguan konsumen terhadap ekuitas merek. 2. Empat dimensi brand equity, brand awareness, perceived quality, asosiasiasosiasi, dan aset merek lainnya dapat mempengaruhi alasan pembelian konsumen. Bahkan seandainya brand awareness, perceived quality, asosiasiasosiasi tidak begitu penting dalam proses pembelian merek, ketiganya tetap
48
dapat mengurangi keinginan atau rangsangan konsumen untuk mencoba merek- merek lain. 3. Brand Loyalty yang telah diperkuat merupakan hal penting dalam merespon inovasi yang dilakukan pesaing. Brand Loyalty adalah salah satu kategoti brand equity yang dipengaruhi oleh kategoti brand equity lainnya. Kategorikategori brand equity lainnya juga berhubungan satu sama lain. Perceived quality dapat dipengaruhi oleh brand awareness. Namun merek dapat memberikan kesan bahwa produk dibuat dengan baik (perceived quality), diyakinkan oleh asosiasi dan loyalitas (seorang konsumen yang loyal tidak akan menyukai produk yang kualitas rendah). 4. Brand association juga sangat penting sebagai dasar strategi positioning maupun strategi perluasan produk. Suatu analisis terhadap portofolio merek sangat diperlukan untuk mengetahui efektifitas dari perluasan merek yang telah dilakukan. 5. Salah satu cara memperkuat brand equity adalah dengan melakukan promosi besar- besaran yang membutuhkan biaya besar. Brand equity yang kuat memungkinkan perusahaan memperoleh margin yang lebih tinggi dengan menerapkan premium price (harga premium), dan mengurangi ketergantungan pada promosi sehingga diperoleh laba yang lebih tinggi. 6. Brand equity yang kuat dapat digunakan sebagai dasar untuk pertumbuhan dan perluasan merek kepada produk lainnya atau menciptakan bidang bisnis baru yang terkait, yang biayanya akan jauh lebih mahal untuk dimasuki tanpa merek yang memiliki brand equtiy tersebut.
49
7. Aset- aset brand equity lainnya dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan dengan memanfaatkan celah- celah yang tidak dimiliki pesaing. Biasanya, bila dimensi utama dari brand equity yaitu brand awareness, brand association, perceived quality, dan brand loyalty sudah sangat kuat, secara otomatis aset brand equity lainnya juga akan kuat. Sebagai contoh kesetiaan perantara maupun pemasar (dealer, grosir, dll) sangat tergantung pada kekuatan empat elemen utama dari brand equity. Pada umumnya, mereka tidak ragu lagi terhadap perusahaan yang memiliki brand equity yang kuat, sehingga kepercayaan untuk memasarkan produknya semakin meningkat. Oleh karenanya penekanan riset brand equity diberikan kepada empat elemen utama dari brand equity, sedangkan aset brand equity lainnya akan secara otomatis terimbas oleh kekuatan dari keempat elemen utama tersebut. Berdasarkan paparan yang dikemukakan diatas, disadari bahwa brand equity menempati posisi yang demikian penting bagi tercapinya tujuan perusahaan. Dengan demikian, perusahaan yang ingin tetap bertahan, dan melangkah lebih maju untuk memenangkan persaingan, sangat perlu mengetahui kondisi brand equity produknya melalui riset terhadap elemen- elemen brand equity.