BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Break Even ( titik impas ) Break even point atau titik impas sampai saat ini belum bisa diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia secara pasti. Hal ini dikarenakan belum adanya kesepakatan tentang pengertian break even point oleh pakar. Terdapat perbedaan-perbedaan tentang pengertian break even point ini. Berikut ini beberapa definisi break even menurut pakar-pakar ekonomi dalam literaturnya. Menurut L.M Samryn (2001:168) dalam bukunya yang berjudul “Akuntansi Manajerial” Analisis break even adalah: “ Titik Impas adalah titik dimana total pendapatan sama dengan total biaya atau sebagai titik dimana total margin kontribusi sama dengan total biaya tetap”. Menurut Charles T. Horngren, Srikant M Datar, dan Gorge Foster (2003:75) mendefinisikan break even dalam buku terjemahan “Akuntansi Biaya: Penekanan Manajerial” sebagai berikut: “ Titik impas (break even point) adalah volume penjualan dimana pendapatan dan jumlah bebannya sama, tidak terdapat laba maupun rugi bersih”. Menurut Hansen dan Mowen (2005:274) dalam buku terjemahan
6
7
“Management Accounting” break even point adalah: “ Break even point adalah titik dimana total pendapatan sama dengan total biaya, titik dimana laba sama dengan nol”. Dari beberapa uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa analisis break even point adalah suatu cara, alat atau teknik yang digunakan untuk mengetahui volume kegiatan produksi (usaha) dimana dari volume produksi tersebut perusahaan tidak memperoleh laba dan juga tidak menderita rugi. Analisis break even point digunakan untuk menentukan tingkat penjualan dan bauran produk yang diperlukan hanya untuk menutup semua biaya yang terjadi selama periode tersebut. Dengan mengetahui titik impasnya (Break Even Point), manajer suatu perusahaan dapat mengindikasikan tingkat penjualan yang disyaratkan agar terhindar dari kerugian, dan diharapkan dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk masa yang akan datang. Dengan mengetahui titik impas ini, manajer juga dapat mengetahui sasaran volume penjualan minimal yang harus diraih oleh perusahaan yang dipimpinnya.
B. Asumsi yang mendasari analisis biaya, volume dan laba serta titik impas Menurut Martono, SU dan D.Agus Harjito dalam bukunya “Manajemen Biaya” analisis BEP memerlukan beberapa asumsi yang harus dipenuhi, yaitu : 1. Biaya di dalam perusahaan dapat digolongkan ke dalam biaya tetap dan biaya variable. Oleh karena itu semua biaya yang dikeluarkan perusahaan harus dapat diukur secara realistik sebagai biaya tetap dan biaya variabel.
8
2. Biaya
variabel
secara
total
berubah
sebanding
dengan
volume
penjualan/produksi, tetapi biaya variabel per unitnya tetap. 3. Biaya tetap secara total jumlahnya tetap (pada range produksi tertentu) meskipun terdapat perubahan volume penjualan/produksi. Hal ini berarti biaya tetap per
unitnya
berubah-ubah
karena
adanya
perubahan
volume
penjualan/produksi. 4. Harga jual per unit tidak berubah selama periode waktu yang dianalisis. Tingkat harga pada umumnya akan stabil dalam jangka pendek. Dengan demikian apabila harga berubah, maka break even pun tidak berlaku. 5. Perusahaan hanya menjual atau memproduksi satu jenis barang. Artinya hanya terdapat satu jenis produk yang diproduksi atau dijual perusahaan. Apabila perusahaan memproduksi lebih dari satu jenis produk, maka perimbangan atau komposisi penggunaan biaya dan penghasilan atas produk yang dijual (sales mix) harus tetap konstan. 6. Kebijakan manajemen tentang operasi perusahaan tidak berubah secara material (perubahan besar) dalam jangka pendek. 7. Kebijakan persediaan barang tetap konstan atau tidak ada persediaan sama sekali, baik persediaan awal maupun persediaan akhir. 8. Efesiensi dan produktivitas per karyawan tidak berubah dalam jangka pendek. Dari asumsi-asumsi yang ada pada analisis BEP tersebut di atas, maka Break Even Point akan berubah bila asumsi-asumsi tersebut di atas mengalami perubahan.
9
1. Adanya perubahan harga jual Perubahan harga jual produk akan berubah naik atau turun. Menurut hokum permintaan, apabila harga jual naik maka jumlah barang yang diminta oleh konsumen akan menurun. Hal ini akan berakibat perubahan jumlah penghasilan totalnya (TR). Demikian pula jika harga jual turun, maka jumlah barang yang diminta oleh konsumen akan naik sehingga total penghasilannya akan naik. Jika harga jual naik, dengan asumsi jumlah barang yang diminta tetap, maka titik inpas (BEP) akan turun. Hal ini karena titik impas akan diperoleh dengan penjualan barang yang lebih sedikit. Sebaliknya, jika harga jual turun, maka titik impas akan naik karena untuk mencapai BEP diperlukan penjualan barang yang lebih banyak. 2. Adanya perubahan biaya tetap dan atau biaya variabel Naik-turunnya biaya (biaya tetap dan biaya variabel) juga akan mempengaruhi besarnya BEP. Apabila biaya naik, berarti kita memerlukan barang yang lebih banyak untuk mencapai titik break even (BEP). Sebaliknya apabila biaya turun, maka kita memerlukan jumlah barang yang lebih sedikit untuk mencapai titik break even. Batas penurunan jumlah produk yang direncanakan untuk dijual yang dianggap aman disebut margin of safety. Besarnya penurunan yang dimaksud adalah penurunan dari penjualan yang direncanakan.
10
3. Adanya perubahan komposisi penjualan (sales mix) Analisis BEP merupakan analisis keuangan yang cukup lemah karena asumsinya. Asumsi BEP bahwa perusahaan hanya menjual satu macam produk hampir tidak mungkin terpenuhi. Hal ini karena sangat jarang perusahaan yang hanya menjual satu jenis produk saja. Oleh karana itu, apabila analisa BEP diberlakukan bagi perusahaan yang menjual barang lebih dari satu macam produk, maka komposisi atau perimbangan biaya dan produk yang dijual harus tetap. Misalnya perusahaan menjual 2 macam produk A dan B dengan perimbangan 2 banding 3. Maka, apabila produk A menambah penjualannya 2 bagian, maka produk B juga harus menambah sebanyak 3 bagian. Dengan demikian, maka komposisi penjualan produk A dan B akan tetap sama.
C. Manfaat Break Even Point Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2006:208) kegunaan break even yang dapat dimanfaatkan oleh manajemen adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. 2. Mengetahui jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh tingkat keuntungan tertentu. 3. Mengetahui seberapa jauh berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita kerugian.
11
4. Mengetahui sebagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume penjualan. 5. Menentukan bauran produk yang diperlukan untuk mencapai jumlah laba yang ditargetkan.
D. Klasifikasi Biaya Pada umumnya pola perilaku biaya diartikan sebagai hubungan antara total biaya dengan perubahan volume kegiatan. Berdasarkan perlakuannya dalam hubungannya dengan volume kegiatan, penggolongan biaya dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: 1. Biaya Tetap Adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisaran perubahan volume kegiatan tertentu. Biaya tetap per satuan berubah dengan adanya perubahan volume kegiatan. Biaya tetap atau biaya kapasitas merupakan biaya untuk mempertahankan kemampuan beroperasi perusahaan pada tingkat kapasitas tertentu. Besar biaya tetap dipengaruhi oleh kondisi perusahaan jangka panjang, tekhnologi dan metode serta strategi manajemen. Contoh biaya tetap diantaranya; depresiasi, bunga, gaji, sewa. 2. Biaya Variabel Adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya variabel per unit konstan (tetap, semakin besar volume kegiatan semakin besar pula biaya totalnya, sebaliknya semakin
12
kecil biaya volume kegiatan, semakin kecil pula biaya totalnya). Biaya bahan baku merupakan contoh biaya variabel yang berubah sebanding dengan perubahan volume produksi. Ada jenis biaya variabel yang perilakunya bertingkat (step like behavior) yang mempunyai perilaku sebagai step variable cost. Contoh biaya variabel ; material, upah buruh. 3. Biaya Semi Variabel Adalah biaya yang memiliki unsur biaya tetap dan biaya variabel didalamnya. Unsur biaya tetap merupakan jumlah biaya minimum untuk penyediaan jasa, sedangkan unsur variabel merupakan bagian dari biaya semi variabel yang dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan. Contoh biaya semi variabel; selling expenses, administrasi dan umum, biaya perawatan dan perbaikan. 4. Biaya Total Biaya total atau cost yang digunakan dalam analisa break even adalah jumlah biaya tetap total ditambah dengan biaya variabel total pada tingkat atau volume produksi.
E. Pendekatan dalam perhitungan Break Even Point Dalam menghitung BEP dapat digunakan tiga pendekatan sebagai berikut : 1. Pendekatan persamaan 2. Pendekatan marjin konstribusi 3. Pendekatan grafik
13
Adapun penjabaran dari ketiga pendekatan tersebut, antara lain : 1. Pendekatan persamaan Pendekatan persamaan adalah laba sama dengan hasil penjualan dikurangi dengan biaya, atau dapat dinyatakan dengan persamaan. Persamaan ini diturunkan dari laporan Laba / Rugi Akuntansi yaitu : Laba = Total Pendapatan – ( Total Biaya Variabel + Total Biaya Tetap ) Atau Total Pendapatan = Total Biaya Tetap + ( Total Biaya Variabel + Laba ) Hubungan tersebut dapat diturunkan dalam persamaan secara matematis dalam bentuk persamaan liniear sebagai berikut : P = BT (Vs x P) + L P – (Vs x P) = BT + L P = (1 – Vs) = BT + L P=
=
Dimana : P = Total Penjualan BT = Total Biaya Tetap Vs = Biaya Variabel satuan L = Laba Persamaan tersebut dinyatakan dalam bentuk laporan akan terlihat sebagai berikut :
14
Hasil Penjualan
=P
Biaya Variabel
=V
Marjin konstribusi
=P–V
Biaya Tetap
= BT
Laba
=L
Dalam keadaan titik impas, apabila jumlah hasil penjualan sama dengan nol, dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut : TI (Rp) =
=
=
Atau TI (unit) = Dimana : TI
= Titik Impas
BT
= Total Biaya Tetap
V
= Total Biaya Variabel
P
= Total Pendapatan
MIR
= Marginal Income Ratio ( MKR = Marjin Konstribusi Rasio )
Vs
= Variabel satuan
15
Contoh 1 Berikut anggaran Laba/Rugi PT. XXX untuk tahun 2006 : PT. XXX Laporan Laba Rugi Untuk tahun 2006 Rp. Penjualan (25.000 x 3.200)
80.000.000
Budget Biaya : Biaya Tetap
Biaya Variabel Rp.
Bahan Langsung
RP. -
14.400.000 Rp.
TKL
RP. -
13.200.000
BOP
RP. 9.000.000
RP. 8.400.000
Biaya Pemasaran
Rp. 8.200.000
Rp. 7.200.000
Biaya Adm dan umum
Rp. 8.400.000
Rp. 4.800.000
Total Biaya
Rp.25.600.000
Rp.48.000.000
Beban Operasi :
Laba
Rp.73.600.000 Rp. 6.400.000
Dengan pendekatan persamaan maka, titik impas dapat dihitung sebagai berikut :
16
TI (unit)
=
= 20.000 unit
TI (Rp)
=
= Rp.64.000.000
Bukti : Penjualan
20.000 unit x 3.200
= Rp. 64.000.000
Biaya Variabel
20.000 unit x 1.920
= Rp. 38.400.000
Marjin Konstribusi
= Rp. 25.600.000
Biaya Tetap
= Rp. 25.600.000
Laba
=
0
Jadi berdasarkan contoh 1 diatas maka titik impas yang diperoleh adalah sebesar 20.000 unit atau sebesar Rp.64.000.000 dengan arti kata jika perusahaan mampu menjual sebesar 20.000 unit maka perusahaan tidak mendapat keuntungan dan juga tidak mengalami kerugian. Hal ini juga ditunjukkan dari bukti diatas. Tetapi jika perusahaan menginginkan kuntungan maka tentu perusahaan harus mampu menjual melebihi titik impas, sebaliknya jika perusahaan menjual kurang dari titik impas maka perusahaan akan mengalami kerugian. 2. Pendekatan Marjin Konstribusi Pendekatan marjin konstribusi adalah perhitungan biaya, volume dan laba dengan menghitung marjin konstribusi terlebih dahulu. Marjin konstribusi diperoleh dari pengurangan total penjualan dengan total biaya
17
variable, sehingga didapat marjin konstribusi per unit sebagai berikut : 1. Untuk menghitung titik impas dalam unit, terlebih dahulu dihitung marjin konstribusi per unit sebagai berikut : Harga jual per unit
Rp.
3.200
Biaya variable per unit
Rp.
1.920
Marjin konstribusi per unit
Rp.
1.280
Rumus : TI (unit)
=
BT
= Biaya tetap
MK
= Marjin Konstribusi
TI (unit)
=
= 20.000 unit
2. Untuk menghitung titik impas dalam rupiah, terlebih dahulu dihitung marjin konstribusi rasio sebagai berikut : Harga jual per unit
Rp. 3.200
100 %
Biaya variable per unit
Rp. 1.920
60 %
Marjin Konstribusi per unit
Rp. 1.280
40 %
Rumus = TI (Rp) = MK rasio = Marjin Konstribusi Rasio TI (Rp)
=
= Rp. 64.000.000
MK rasio
18
3. Pendekatan Grafik Pendekatan Grafik adalah perhitungan biaya, volume dan laba dengan menggunakan grafik. Pada pendekatan ini, titik impas digambarkan sebagai titik perpotongan antara garis penjualan dengan garis biaya total atau dapat digambarkan dengan rumus sebagai berikut : Biaya Total = Total Biaya Variabel + Total Biaya Tetap. Berikut ini langkah-langkah dalam membuat grafik : Langkah 1 : Buatlah grafik x dan y dengan sumbu x menunjukkan jumlah unit (output) dan y menunjukkan biaya dan penerimaan. Langkah 2 : Buatlah titik pada sumbu y yang menunjukkan biaya tetap total (BT), kemudian tariklah garis lurus tersebut sejajar sumbu x. Langkah 3 Buatlah titik pertemuan antara jumlah unit yang terjual dengan jumlah rupiah unit yang terjual, kemudian tarik garis dari titik nol melalui titik tersebut. Garis yang terbentuk disebut dengan garis penerimaan total (total pendapatan = P). Langkah 4 Tariklah garis dari titik perpotongan biaya tetap dengan sumbu y (pada langkah 2 diatas) yang menunjukkan garis biaya total (B).
19
80 73,6 64
32 25,6
16
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
Gambar 2.1 Selain titik impas konvesional diatas, beberapa analisis dapat menggunakan grafik lain yang berbeda, yaitu grafik titik impas dengan biaya tetap diplot di atas biaya variabel sebagai berikut :
20
80 73,6 64 48
32 25,6
16
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
Gambar 2.2 Dari grafik di atas terlihat bahwa ruang diantara garis biaya variabel dengan garis biaya penjualan disebut marjin konstribusi. Titik impas adalah perpotongan antara total biaya dan garis total penjualan. Daerah laba adalah ruang antara garis penjualan dan garis total biaya diatas titik impas. Sedangkan ruang antara garis total biaya dengan garis total penjualan di kiri titik impas mencerminkan bahwa biaya tetap tidak tertutup oleh marjin konstribusi dan merupakan kerugian pada periode tersebut.
21
F. Faktor-faktor yang mempengaruhi Break Even Salah satu aspek yang penting dalam break even bahwa adanya perubahan dalam satu faktor atau lebih yang mempengaruhi analisis, diadakan penilaian atau evaluasi. Aspek ini sangat penting bagi manajemen dalam proses penyusunan atau peranan budget, karena hal ini akan memungkinkan diadakan testing untuk menentukan akibat adanya perubahan berbagai faktor atau mempertimbangkan berbagai alternatif. Perubahan salah satu faktor penentu break even atau faktor yang mengakibatkan perubahan pada faktor-faktor yang lain, misalnya perubahan hanya terjadi pada jumlah biaya tetap sedangkan biaya variabel, harga jual maupun volume penjualan tetap. Tetapi kemungkinan bisa terjadi perubahan dalam salah satu faktor dan akan mengakibatkan perubahan pada faktor lain, misalnya perubahan harga jual akan mengakibatkan perubahan volume penjualan. Faktor-faktor yang mempengaruhi break even adalah sebagai berikut : a. Perubahan biaya tetap dan volume penjualan. b. Perubahan biaya variabel dan volume penjualan. c. Perubahan biaya tetap, harga jual dan volume penjualan. d. Perubahan biaya variabel, biaya tetap dan volume penjualan. e. Perubahan dari harga reguler.
22
G. BEP Untuk Perencanaan Laba Analisis BEP sangat bermanfaat untuk merencanakan laba perusahaan. Dengan mengetahui besarnya BEP maka kita dapat menentukan berapa jumlah minimal produk yang harus dijual (budget sales) dan harga jualnya (sales price) apabila kita menginginkan laba tertentu. Dengan mengetahui budget sales tersebut kita juga dapat mengetahui margin of safety yang harus dipertahankan oleh perusahaan. Margin of safety (MOS) merupakan persentase batas penurunan penjualan sampai dengan keadaan BEP. Margin of safety ini juga merupakan batas resiko penurunan penjualan hingga perusahaan tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian. Contoh : Sebuah perusahaan berproduksi dengan biaya tetap Rp.600.000, biaya variable per unit Rp.80, harga jual per unit Rp.160, kapasitas produksi maksimal 16.000 unit. Laba yang direncanakan sebesar 20%. Perencanaan laba = Penjualan
=
=
= = Rp.1.440.000
23
H. Perubahan-perubahan Yang Mempengaruhi Break Even Dalam analisa break even, biaya-biaya dan harga jual haruslah konstan, karena naik turunnya biaya dan harga jual akan mempengaruhi titik break even. Dalam melihat saling keterkaitan antara biaya, volume dan laba maka, sebaiknya memahami perubahan-perubahan sebagai berikut : 1. Perubahan dalam fixed cost (biaya tetap) Perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat bertambahnya kapasitas produksi. a. Perubahan fixed cost dalam grafik dapat ditandai dengan naik atau turunnya garis total cost, tetapi perubahan ini tidak mempengaruhi miringnya garis tersebut. b. Bila fixed cost naik, maka BEP akan bergeser ke atas dan sebaliknya bila fixed cost turun maka BEP akan bergeser ke bawah. Keadaan ini dapat dilihat dalam gambar 2.3 sebagai berikut, contoh apabila fixed cost mengalami penurunan :
24
Perubahan FC (turun)
TR TC1 BEP 1
Cost/Revenue
TC2
BEP 2
FC1 FC2
Sales (unit) Gambar 2.3 Ket : TR
= Total Revenue
TC 1 = Total Cost awal (sebelum mengalami perubahan) TC 2 = Total Cost setelah mengalami perubahan FC FC 1
= Fixed Cost awal
FC 2
= Fixed Cost mengalami penurunan
BEP 1 = Break Event Point sebelum mengalami perubahan BEP 2 = Break Event Point setelah mengalami perubahan FC turun
2. Perubahan pada variable cost ratio atau variabel cost per unit a. Perubahan pada biaya variabel ini akan menentukan bagaimana miringnya garis total cost. b. Naiknya biaya variabel per unit akan menggeser BEP ke atas. Maka sebaliknya apabila biaya variabel mengalami penurunan akan menggeser
25
BEP ke bawah. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut ini, contoh apabila biaya variabel mengalami kenaikan : Perubahan VC (naik)
TR
TC2
Cost/Revenue
TC1 BEP 2
BEP 1
VC2
VC1 FC
Sales (unit) Gambar 2.4 Ket :
VC 1 = Variable Cost ( Biaya variabel ) awal sebelum mengalami kenaikan VC 2 = Biaya variabel setelah mengalami kenaikan
3. Perubahan dalam sales prices per unit a. Perubahan ini akan mempengaruhi miringnya garis total revenue. b. Naiknya harga jual per unit pada level penjualan yang sama walaupun semua biaya adalah tetap akan menggeser BEP ke bawah, dan sebaliknya.
26
Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.5 berikut ini : Perubahan Harga Jual Per Unit (Naik) TR2
TR1
Cost/Revenue
TC BEP 1 BEP 2
FC
Sales (unit) Gambar 2.5 Ket :
TR1 = Total Revenue (Total pendapatan/penjualan) awal sebelum mengalami kenaikan TR2 = Total Pendapatan/penjualan setelah mengalami perubahan harga jual
I. Pendapatan Marginal ( Contribution Margin ) Pendapatan Marginal adalah jumlah lebih penjualan diatas biaya variabel yang tersedia untuk menutup biaya tetap dan laba selama periode tertentu. Pendapatan Marginal = Tingkat Penjualan – Biaya Variabel Apabila jumlah pendapatan marginal sama dengan jumlah biaya tetap maka terjadi titik impas.
27
J. Tingkat Keamanan ( Margin Of Safety ) Dalam mengevaluasi resiko dalam pengoperasian suatu usaha, para manajer dapat memakai beberapa indikator. Salah satu indikator yang paling penting adalah margin pengamanan penjualan. Margin pengamanan penjualan adalah kelebihan penjualan yang dianggarkan atas volume penjualan impas. Dengan ini maka perusahaan dapat menentukan seberapa banyak penjualan boleh diturunkan agar perusahaan tidak menderita kerugian. Rumus yang digunakan adalah : Margin Pengamanan Penjualan = Total Penjualan – Penjualan Impas Dimana : Total Penjualan : jumlah penjualan yang telah didapat oleh perusahaan dalam periode tertentu. Penjualan Impas : jumlah penjualan yang harus tercapai dimana dalam kondisi ini perusahaan tidak mengalami untung maupun rugi. Contoh : Sebuah perusahaan X berproduksi dengan biaya tetap Rp.600,000.- biaya variabel per unit Rp.80.- harga jual per unit Rp.160.- kapasitas produksi maksimal 16.000 unit dan kenaikan laba yang direncanakan sebesar 20% maka margin pengamanan penjualannya sebesar : MOS
= (160 x 16.000) – (Rp.1.200.000) = Rp.2.560.000 – Rp.1.200.000 = Rp.1.360.000
28
Sedangkan jika dinyatakan dalam prosentase, maka : Prosentase Pengamanan Penjualan =
=
=
x 100%
= 53,1% Hal ini dapat dilihat pada perhitungan berikut yang menguraikan Margin Pengamanan Penjualan diatas. Margin Pengamanan Penjualan
Penjualan : Rp.160 x 16.000 Kurang : Biaya Variabel = Rp.80 x 16.000 Margin Konstribusi Kurang : Biaya Tetap Laba Bersih
Perusahaan X Jumlah Persen Rp.2.560.000 100% Rp.1.280.000 50% Rp.1.280.000 50% Rp.600.000 Rp.680.000
Titik Impas Rp.600.000 : 0,5%
Rp.1.200.000
Margin Pengamanan Penjualan dalam Rupiah (Jumlah Penjualan - Penjualan Impas) Rp.2.560.000-Rp.1.200.000
Rp.1.360.000
Margin Pengamanan Penjualan dalam Persentase Rp.2.260.000/Rp.2.560.000
53,1%