BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Ergonomi 1.
Definisi Ergonomi Perubahan waktu, walaupun secara perlahan lahan telah merubah manusia dari keadaan primitif/tradisional menjadi manusia yang berbudaya/modern.
Disini manusia berusaha mengadaptasikan dirinya
menurut situasi dan kondisi lingkungannya. Hal ini terlihat pada perubahan rancangan peralatan yang dipergunakan manusia untuk menaklukan alam lingkungannya. Tujuan pokok manusia untuk selalu mengadakan perubahan rancangan peralatan yang dipakai adalah untuk memudahkan dan mengenakan penggunaannya. Disiplin keilmuan, lahir dan berkembang, sekitar pertengahan abad ke 20 ini , yang berkaitan dengan perancangan peralatan dan fasilitas kerja yang memperhatikan aspek-aspek manusia sebagai pemakainya,
dikenal kemudian dengan
(Nurmianto, 2008:3).
7
nama ergonomi
8
Ergonomi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua kata yaitu
ergon
yang
berarti
hukum(Sedarmayanti,2009:1).
kerja
dan
Ergonomi
nomos
merupakan
yang adalah
berarti suatu
cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi mengenai sifat kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat bekerja pada sistem termaksud dengan baik, guna mencapai tujuan melalui pekerjaan yang dilakukan dengan efisien, aman dan nyaman (Sedarmayanti,2009:2). Ergonomi adalah suatu aplikasi ilmu pengetahuan yang memperhatikan karakteristik manusia yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan dan penataan sesuatu yang digunakan, sehingga antara manusia dengan benda yang digunakan tersebut terjadi interaksi yang lebih efektif dan nyaman (Nurmianto, 2008:1). Ergonomi didefinisikan sebagai ilmu teknologi dan seni yang berupaya menserasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia untuk menciptakan kondisi kerja dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman dan efisien agar
dapat dicapai produktivitas kerja yang maksimum
(Suma’mur,1989:1). Ergonomi merupakan disiplin ilmu yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaannya. Ergonomi merupakan aplikasi prinsip keilmuan, metode dan data yang didapatkan dari disiplin ilmu yang bervariasi untuk membangun suatu sistem keteknikan dimana manusia terkait didalamnya (Kroemer,2001:1).
9
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ergonomi dapat diartikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, engineering, manajemen dan desain atau perancangan. Selain itu Ergonomi juga berhubungan dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyaman atau kemudahan manusia baik di tempat kerja, di rumah maupun di tempat lainnya. Di dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem di mana manusia, fasilitas kerja di lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utamanya yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya (Nurmianto, 2008:5). Ergonomi merupakan suatu cabang ilmu yang secara sistematis memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman, nyaman, sehat dan efisien. Ergonomi dapat didefinisikan melalui pendekatan yang lebih komprehensif dan membaginya atas tiga pokok pendekatan yang dijelaskan sebagai berikut (Nurmianto, 2008:6): 1.
Fokus
utama,
yaitu
mempertimbangkan
manusia
dalam
perancangan benda, prosedur kerja dan lingkungan kerja. Fokus dari ergonomi adalah manusiadan interaksinya dengan produk, peralatan, fasilitas, prosedur, dan lingkungan dari pekerjaan seharihari. Penekanannya terdapat pada faktor manusia, tidak seperti
10
dalam
ilmu-ilmu
teknik
yang
lebih
menekankan
pada
pertimbangan faktor-faktor teknis. 2.
Ergonomi mempunyai 2 tujuan utama, yaitu meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari pekerjaan dan aktivitas-aktivitas yang lain serta meningkatkan nilai-nilai tertentu yang diinginkan dari pekerjaan tersebut, termasuk memperbaiki keamanan, mengurangi kelelahan dan stress, meningkatkan kenyamanan, penerimaan pengguna yang lebih besar, meningkatkan kepuasan kerja dan memperbaiki kualitas hidup.
3.
Pendekatan utama, yaitu aplikasi sistematik dari informasi yang relevan tentang kemampuan, keterbatasan, karakteristik, motivasi manusia, perilaku manusia terhadap desain produk dan prosedur yang digunakan serta lingkungan tempat menggunakannya. Dalam ilmu ergonomi, manusia dipandang sebagai salah satu
komponen sentral dalam suatu sistem kerja, disamping komponenkomponen bahan, mesin, dan peralatan kerja serta lingkungan kerjanya. Dengan demikian manusia berperan sebagai perencana, perancang, sekaligus sebagai pengendali sistem kerja tersebut. Inti dari ergonomi adalah suatu prinsip fitting the task to the man, yang artinya adalah pekerjaan harus disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki oleh manusia. Hal ini berarti dalam merancang suatu jenis pekerjaan, perlu diperhitungkan faktor-faktor yang menjadi kelebihan dan keterbatasan manusia sebagai pelaku kerja.
11
2.
Bidang Kajian Ergonomi Pengkajian suatu permasalahan dengan menggunakan ilmu ergonomi tidak lepas dari disiplin ilmu lain yang terkait. Terdapat beberapa disiplin ilmu yang dapat digunakan dalam pengkajian permasalahan dengan menggunakan ilmu ergonomi diantaranya yaitu Psikologi, Anthropometri, Fisiologi, Biomekanik, Ilmu kognitif dan Ilmu keteknikan terkait sistem industri. Selain disiplin ilmu yang telah disebutkan, tidak menutup kemungkinan digunakannya disiplin ilmu lainnya dalam pengkajian permasalahan melalui ilmu ergonomi. Pada penerapan ergonomi, diperlukan informasi yang lengkap mengenai kemampuan manusia dengan segala keterbatasannya. Salah satu usaha untuk mendapatkan informasi tersebut adalah dengan melakukan penyelidikan - penyelidikan. Berkaitan dengan bidang penyelidikan yang dilakukan, ergonomi dikelompokkan atas 4 bidang penyelidikan, yaitu (Nurmianto, 2008:9) : 1. Penyelidikan tentang tampilan (display) Tampilan (display) adalah suatu perangkat antara (interface) yang menyajikan informasi tentang keadaaan lingkungan dan kemudian mengkomunikasikannya pada manusia dalam bentuk tanda-tanda, angka- angka, lambang dan sebagainya. Informasi tersebut dapat disajikan dalam bentuk dinamis yang menggambarkan perubahan menurut waktu sesuai dengan variabelnya, misalnya speedometer.
12
2. Penyelidikan tentang kekuatan fisik manusia Penyelidikan tentang kekuatan fisik manusia dilakukan ketika manusia mulai melakukan aktivitas kerja dan kemudian dipelajari cara mengukur
aktivitas-aktivitas
tersebut.
Penyelidikan
ini
juga
mempelajari perancangan objek serta peralatan yang sesuai dengan kemampuan fisik manusia pada saat melakukan aktivitasnya. 3. Penyelidikan tentang ukuran tempat kerja Penyelidikan
tentang
ukuran
tempat
kerja
bertujuan
untuk
mendapatkan rancangan tempat kerja yang sesuai dengan ukuran (dimensi) tubuh manusia, agar diperoleh tempat kerja yang baik yang sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan manusia. 4. Penyelidikan tentang lingkungan kerja Penyelidikan tentang lingkungan kerja meliputi kondisi fisik tempat kerja dan fasilitas kerja, seperti pengaturan cahaya, kebisingan, temperatur, getaran, dan lain-lain yang dianggap dapat mempengaruhi tingkah laku manusia.
3.
Tujuan Penerapan Ergonomi Maksud dan tujuan dari disiplin ergonomi adalah mendapatkan suatu pengetahuan yang utuh tentang permasalahan-permasalahan interaksi
manusia
dengan
teknologi
dan
produknya,
sehingga
dimungkinkan adanya suatu rancangan sistem manusia dengan mesin yang optimal. Kegunaan dari penerapan ergonomi adalah untuk (Serdamayanti, 2009:15) :
13
1. Memperbaiki
performasi
kerja
(menambah
kecepatan
kerja,
keakuratan, keselamatan kerja dan mengurangi energi kerja yang berlebihan serta mengurangi kelelahan). 2. Memperbaiki
pendayagunaan sumber daya manusia melalui
peningkatan ketrampilan yang diperlukan 3. Mengurangi waktu yang terbuang sia-sia dan meminimalkan kerusakan peralatan yang disebabkan “human error” 4. Memperbaiki kenyamanan manusia dalam kerja Disiplin Human Factor (faktor manusia) dalam ergonomi mempunyai definisi sebagai berikut (Kroemer, 2001:1): “Human Factor Engineering adalah pengetahuan tentang manusia, keterbatasan, kelebihan dan
karakterisitik
manusia
lainnya
yang
relevan
dalam
suatu
perancangan”. Dengan mengaplikasikan aspek-aspek ergonomi atau Human Factor Engineering,
maka dengan memanfaatkan informasi mengenai
sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia dapat dirancang sebuah stasiun kerja yang bisa dioperasikan oleh rata-rata manusia sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem tersebut dengan baik. Dalam arti dapat mencapai tujuan yang diinginkan melalui aktivitas tersebut dengan efektif, efisien, aman dan nyaman. Memang banyak bidang ilmu yang juga memiliki kaitan dengan isu-isu ini, tetapi ergonomi memiliki perspektif khusus, sesuai dengan naluri/insting manusia sejak beribu-ribu tahun yang lalu yaitu mencari cara terbaik untuk mengorganiasi aktivitas manusia agar mampu berproduksi
14
dengan lebih efisien dan produktif, bisa meningkatkan kesejahteraan, cukup dalam penyediaan makanan, baju, rumah, dan lain sebagainya. 2.2
Kelelahan (Fatigue) 1.
Pengertian Kelelahan Kelelahan bagi setiap orang lebih bersifat subjektif karena terkait dengan perasaan. Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai dengan penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja. Istilah kelelahan biasanya menunjukan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada penurunan efisiensi dan terjadinya penurunan vitalitas dan produktivitas kerja akibat faktor pekerjaan (Tarwaka,2004:54). Kelelahan merupakan suatu pola yang timbul pada suatu keadaan yang secara umum terjadi pada setiap individu. Gejala kelelahan kerja adalah adanya perasaan lelah, penurunan kesiagaan, persepsi yang lambat dan lemah disamping penurunan kerja fisik dan mental.Kelelahan diklasifikasikan dalam dua jenis, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot adalah merupakan tremor pada otot (perasaan nyeri pada otot). Sedangkan kelelahan umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerjayang disebabkan karena monotoni, intensitas, lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi. Penurunan produktivitas kerja pada pekerja terutama oleh adanya kelelahan kerja (Jurnal Koesyanto, 2007).
15
Kelelahan kerja adalah suatu kondisi dimana terjadi pada saraf dan otot manusia sehingga tidak dapat berfungsi lagi sebagaimana mestinya. Kelelahan dipandang dari sudut industri adalah pengaruh dari kerja pada pikiran dan tubuh manusia yang cenderung untuk mengurangi kecepatan kerja mereka atau menurunkan kualitas produksi atau kedua-duanya dari performansi optimum seorang operator. Cakupan dari kelelahan yaitu (Jurnal Dewi, 2009): a. Penurunan dalam performansi kerja. Pengurangan dalam kecepatan dan kualitas output yang terjadi bila melewati suatu periode tertentu disebut fatigue industri. b. Pengurangan
pada
kapasitas
kerja.
Perusakan
otot
atau
ketidakseimbangan susunan saraf untuk memberikan stimulus disebut fatigue fisiologis. c. Laporan-laporan subyektif dari pekerja. Berhubungan dengan perasaan gelisah dan bosan disebut fatigue psikologis. d. Perubahan-perubahan dalam aktivitas dan kapasitasnya. Perubahan fungsi fisiologis atau perubahan kemampuan dalam melakukan aktivitas fisiologis disebut fatigue fungsional. 2.
Faktor Penyebab Kelelahan Faktor yang mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja adalah adanya monotoni pekerjaan ; adanya intensitas dan durasi kerja mental dan fisik yang
tidak proporsional; faktor lingkungan kerja, cuaca dan
kebisingan; faktor mental seperti tanggung jawab, ketegangan dan adanya
16
konflik-konflik; serta adanya penyakit-penyakit, kesakitan dan nutrisi yang tidak memadai (Jurnal Dewi,2009). Faktor penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat bervariasi, dan untuk memelihara/ mempertahankan kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan di luar tekanan (cancel out the stress). Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran. Kelelahan yang disebabkan oleh karena kerja statis berbeda dengan kerja dinamis. Pada kerja otot statis, dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan maksimum otot hanya dapat bekerja selama 1 menit, sedangkan pada pengerahan tenaga < 20% kerja fisik dapat berlangsung cukup lama. Tetapi pengerahan tenaga otot statis sebesar 15-20% akan menyebabkan kelelahan dan nyeri jika pembebanan berlangsung sepanjang hari. Kerja dapat dipertahankan beberapa jam per hari tanpa gejala kelelahan jika tenaga yang dikerahkan tidak melebihi 8% dari maksimum tenaga otot . Kerja otot statis merupakan kerja berat (Strenous), kemudian mereka membandingkan antara kerja otot statis dan dinamis. Pada kondisi yang hampir sama, kerja otot statis mempunyai konsumsi energi lebih tinggi, denyut nadi meningkat dan diperlukan waktu istirahat yang lebih lama. Kontraksi otot baik statis maupun dinamis dapat menyebabkan kelelahan otot setempat. Kelelahan tersebut terjadi pada waktu ketahanan (Endurance time) otot terlampaui. Waktu ketahanan otot tergantung pada jumlah tenaga yang dikembangkan oleh otot sebagai suatu prosentase tenaga maksimum yang dapat dicapai oleh otot. Kemudian pada saat kebutuhan metabolisme
17
dinamis dan aktivitas melampaui kapasitas energi yang dihasilkan oleh tenaga kerja, maka kontraksi otot akan terpengaruh sehingga kelelahan seluruh badan terjadi. Untuk mengurangi tingkat kelelahan maka harus dihindarkan dari sikap kerja yang bersifat statis dan diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis. Hal ini dapat dilakukan dengan merubah sikap kerja yang statis menjadi sikap kerja yang lebih bervariasi atau dinamis, sehingga sirkulasi darah dan oksigen dapat berjalan normal ke seluruh anggota tubuh. Sedangkan untuk menilai tingkat kelelahan seseorang dapat dilakukan pengukuran kelelahan secara tidak langsung baik secara objektif maupun subjektif. Terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi tingkat keleahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kelelahan, yaitu: 1. Penentuan dan lamanya waktu kerja. 2. Penentuan dan lamanya waktu istirahat. 3. Sikap mental pekerja. 4. Besar beban kerja. 5. Kemonotonan pekerjaan dalam lingkungan kerja yang tetap. 6. Kondisi tubuh operator pada waktu melaksanakan pekerjaan. 7. Lingkungan fisik kerja. 8. Kecepatan kerja. 9. Jenis dan kebiasaan olahraga. 10. Jenis kelamin. 11. Usia. 12. Sikap Kerja
18
3.
Dampak Kelelahan Kelelahan merupakan bagian dari permasalahan umum yang sering ditemui pada manusia, permasalahan kelelahan sebaiknya mendapat perhatian khusus karena kelelahan yang tidak teratasi dengan baik akan berdampak negatif yaitu menurunnya produktivitas yang ditandai dengan menurunnya motivasi, menurunnya fungsi fisiologis motorik serta menurunnya konsentrasi ketika melakukan sesuatu.
2.3
Pengukuran Kelelahan Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Metode
pengukuran
kelelahan
dalam
beberapa
kelompok
(Tarwaka,2004:56), yaitu : 1.
Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan Pada metode ini, kuantitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Kelelahan dan jumlah produksi tertentu saling berhubungan dengan beberapa tingkatan, namun metode ini tidak bisa digunakan sebagai pengukuran
langsung
karena
banyak
faktor
yang
harus
dipertimbangkan, seperti target produsksi, faktor social dan perilaku psikologis
dalam
kerja.
Terkadang
kelelahan
membutuhkan
pertimbangan dalam hubungannya dengan kualitas output (kerusakan
19
produk,
penolakan
produk)
atau
frekuensi
kecelakaan
dapat
menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor. 2.
Uji Psikomotor ( Psychomotor test ) Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai pada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau gayangan badan. Terjadinya perpanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya pelambatan pada proses faal syaraf dan otot. Alat ukur waktu reaksi yang dikembangkan di Indonesia biasanya menggunakan nyala lampu dan denting suara sebagai stimuli. Tingkat kelelahan dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu reaksi yang diukur dengan reaction timer yaitu : 1. Normal (N)
: waktu reaksi 150 - 240 milidetik
2. Kelelahan Ringan (KR)
: waktu reaksi >240 - <410 milidetik
3. Kelelahan Sedang (KS)
: waktu reaksi 410 - <580 milidetik
4. Kelelahan Berat (KB) : waktu reaksi ≥ 580 milidetik 3.
Uji Frekuensi Subjektif kelipan mata (Flicker fusion eyes test) Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipatan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipatan. Uji kelipatan
20
disamping untuk mengukur kelelahan juga menunjukan keadaan kewaspadaan tenaga kerja. Frekuensi kelipan mulus dari mata adalah kemampuan mata untuk membedakan mengujinya
cahaya adalah
berkedip sebagai
dengan berikut:
cahaya
kontinu.
responden
yang
Cara diteliti
kemampuannya didudukan di depan sumber cahaya yang berkedip. Kedipan dimulai dari lambat (frekuensi rendah), kemudian perlahan-lahan dinaikan semakin cepat dan cahaya tersebut dianggao bukan sebagai cahaya kedipan lagi, melainkan sebagai cahaya yang kontinu (mulus). Frekuensi batas dari kelipan itulah yang disebut frekuensi kelipan mulus. Bagi orang yang tidak lelah, frekuensi ambang itu 2 Hz jika memakai cahaya pendek atau 0,6 Hz jika memakai cahaya siang. Jika seseorang dalam keadaan lelah, maka angka frekuensi berkurang dari 2 Hz atau 0,6 Hz. Pada seseorang yang lelah sekali atau setelah menghadapi pekerjaan monoton, angka frekuensi kelipan mulus bias antara 0,5 Hz atau lebih dibawah frekuensi orang yang tidak lelah. 4.
Perasaan kelelahan secara subjektif Pengujian ini dengan menggunakan IFRC (Subjective Self Rating Test - Industrial Fatique Research Committee ) dari Jepang, yang merupakan salah satu pengukuran dengan menggunakan kuesioner, yang dapat mengindentifikasi tingkat kelelahan subjektif. Kuisioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari :
21
Tabel 2.1 Daftar Pertanyaan Subjective Self Rating Test 10 pertanyaan pelamahan kegiatan Persaan berat dikepala Lelah seluruh badan Berat di kaki Menguap Pikiran kacau Mengantuk Ada beban pada mata Gerakan cangkung dan kaku
10 pertanyaan pelemahan motivasi Susah berfikir Lelah untuk bicara Gugup Tidak terkonsentrasi Sulit memusatkan perhatian Mudah lupa Kepercayaan diri berkurang
10 pertanyaan pelemahan fisik Sakit di kepala Kaku di bahu Nyeri di punggung Sesak nafas Haus Suara serak Merasa pening
Merasa cemas
Spasme di kelopak mata
Berdiri tidak stabil
Sulit mengontrol sikap
Tremor badan
Ingin berbaring
Tidak tekun pekerjaan
Merasa kurang sehat
dalam
pada
anggota
(Sumber : Tarwaka, 2004) Metode
pengukuran
kelelahan
menggunakan
skala
yang
dikeluarkan oleh Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) atau dapat disebut Subjective Symptomps Test (SST) yang berisi 30 pertanyaan yang berhubungan dengan gejala-gejala kelelahan, Jawaban untuk kuesioner IFRC tersebut terbagi menjadi 4 kategori besar yaitu sangat sering (SS) dengan nilai 4, sering (S) dengan nilai 3, kadangkadang (K) dengan nilai 2 dan tidak pernah (TP) dengan nilai 1. Dalam menentukan tingkat kelelahan, jawaban tiap pertanyaan dijumlahkan kemudian disesuaikan dengan kategori tertentu. Kategori yang ada antara lain: a. Nilai 30
= Tidak lelah
b. Nilai 31 – 60
= Kelelahan ringan
22
c. Nilai 61 – 90
= Kelelahan sedang
d. Nilai 91 – 120
= Kelelahan berat
(Manuaba,1971 dalam Jurnal Susetyo,2012) Penelitian Susetyo, J., dkk. (2012) yang berjudul Pengaruh Shift Kerja terhadap Kelelahan Karyawan dengan Metode Bourdon Wiersma dan 30 Items of Rating Scale dilatar belakangi oleh perkembangan teknologi yang mendorong manusia mengerahkan segenap potensi untuk bisa mengembangkan diri dan memanfaatkan fasilitas serta sumber daya yang ada. Kerja shift merupakan pilihan dalam cara pengorganisasia kerja yang tercipta karena adanya keinginan untuk memaksimalkan produktivitas kerja sebagai pemenuhan tuntutan customer. Penelitian ini menganalisis tingkat kelelahan umum antara shift pagi dan shift siang. Berdasarkan penelitian, diperoleh hasil rerata skor kelelahan subjektif untuk shift pagi 3,8 (tingkat kelelahan 1 dan klasifikasi kelelahan rendah) dan untuk shift siang 6,5 (tingkat kelelahan 2 dan klasifikasi kelelahan sedang). Penelitian yan berkaitan dengan kelelahan pengendara yaitu penelitian Rahman,A (2008) yang berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan Pengendara Mobil Pribadi dilatar belakangi oleh perkembangan kendaraan di Indonesia semakin berkembang mengalami peningkatan yang sangat pesat contohnya mobil pribadi tingkat penggunaan mobil pribadi yang sangat tinggi. Perkembangan ini diikuti oleh perilaku pengemudi mobil pribadi yang kemungkinan
23
mengalami kelelahan pada saat mengendarai mobil. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor kelelahan yang dialami pengemudi mobil pribadi. Manfaat penelitian ini memberikan informasi tentang perilaku pengemudi pada saat mengendarai mobil pribadi. Berdasarkan hasil penelitian menggunakan analisis korelasi ini, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan perilaku yang signifikan antara responden dengan variabel-variabel lainnya. Pengguna/pengendara mobil pribadi atau yang lebih mudah disebut sebagai pengemudi mobil pribadi mempunyai karakteristik
individu,
karakteristik
berkendaraan,
kelelahan/kenyaman
mobil
berkendaraan,
pribadi, fasilitas
prilaku mobil
pribadi dan jumlah kecelakaan yang dialami yang berbeda-beda. Hal ini menjadi ciri dan identitas setiap pengemudi dan sekaligus faktor pembeda yang dapat mempengaruhi penilaian yang ada pada si pengemudi. Karakteristik individu, karakteristik mobil pribadi, prilaku berkendaraan kelelahan/kenyaman berkendaraan, fasilitas mobil pribadi dan jumlah kecelakaan yang dialami. Penelitian yang berkaitan dangan kelelahan mahasiswa oleh Indah Mulyani (2013) yan gberjudul Kontribusi Kelelahan Fisik terhadap Motivasi Berprestasi Akademis Mahasiswa yang Bekerja, penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris apakah ada kontribusi danseberapa besar kontribusi kelelahan fisik terhadap motivasi berprestasi akademis padamahasiswa yang bekerja. Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa kelasmalam di Universitas Gunadarma.
24
Teknik pengambilan sampel menggunakan metode insidental sampling dengan
jumlah
79
orang.
Skala
yang
digunakan
penulis
untuk mengukur motivasi berprestasi akademis didasarkan pada karakteristik-karakteristik motivasi berprestasi dan skala kelelahan fisik didasarkan
pada
gejala-gejala
kelelahan fisik yang menunjukkan
penurunan motivasi oleh Sutalaksana (1979). Korelasi skor total dengan menggunakan Product
Moment
Pearson pada item-item valid
skalamotivasi berprestasi bergerak antara 0,222 sampai dengan 0,657 dan untuk skalakelelahan fisik bergerak antara 0,230 sampai dengan 0,426. Pengujian reliabilitasdengan menggunakan teknik Alpha Cronbach memperoleh angka sebesar 0.788 untuk skala motivasi berprestasi akademis dan 0.702 untuk skala kelelahan fisik. Uji hipotesisdengan menggunakan teknik regresi menghasilkan nilai F = 20.457 dengan signifikansi0.000 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis diterima. Sedang berapa besar kontribusi dapat dilihat dari nilai R = 0.200 yang berarti ada kontribusi kelelahan fisik sebesar 20% terhadap motivasi berprestasi akademis pada mahasiswa yang bekerja. 5.
Pengujian Mental Pada metode ini, konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersma Test merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian dan konsentrasi.
25
Hasil test akan menunjukan bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian dan konsentrasnya akan semakin rendah atau sebaliknya. Test ini lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas atau pekerjaan yang lebih bersifat mental. Dari uraian metode pengukuran kelelahan di atas dapat disimpulkan bahwa masing-masing metode pengukuran tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan yang dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 2.2 Kelebihan dan Kekurangan Metode Pengukuran Kelelahan No.
1
2
3
4
5
Metode
Kelebihan Kuantitas output Kualitas dan digambarkan sebagai jumlah proses kerja, waktu yang kuantitas kerja yang digunakan setiap item atau jumlah operasi yang dilakukan dilakukan setiap unit waktu.
Uji Psikomotor
Uji fekuensi subjektif kelipan mata Perasaan kelelahan secara subjektif
Pengujian mental
Dapat diamati secara langsung seseorang mengalami kelelahan kerja. Selain untuk mengukur kelelahan juga dapat menunjukan keadaan kewaspadaan seseorang. Kelelahan dapat dianalisis langsung dari gejala-gejala yang dirasakan oleh seseorang. Hasil test akan menunjukan bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat kecepatan, konsentrasi dan ketelitiannya akan semakin rendah atau sebaliknya.
Kekurangan Banyak faktor yang harus dipertimbangkan, seperti target produsksi, faktor social dan perilaku psikologis dalam kerja. Waktu reaksi tergantung dari sttimuli yang dibuat, intensitas dan lamanya rangsangan, usia subjek dan perbedaan-perbedaan individu lainnya. Dapat terjadi bias dalam menentukan besar frekuensi yang dihasilkan pada pengukuran. Pengukuran subjektif.
bersifat
Lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas yang lebih bersifat mental.
26
Selain itu, pengukuran kelelahan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Berikut adalah beberapa cara pengukuran kelelahan. 1. Mengukur kecepatan denyut jantung. 2. Mengukur kecepatan pernafasan. 3. Mengukur tekanan darah. 4. Jumlah oksigen yang terpakai dalam tubuh. 5. Jumlah karbondioksida yang terpakai dalam tubuh. 6. Perubahan komposisi kimia darah dan urine. 7. Perubahan temperatur tubuh. 8. Menggunakan alat uji kelelahan. 2.4
Mengatasi Kelelahan Timbulnya rasa lelah dalam diri manusia merupakan proses yang terakumulasi dari berbagai penyebab dan mendatangkan ketegangan (stress) yang dialami tubuh manusia. Untuk menghindari akumulasi kelelahan yang terlalu berlebihan, diperlukan adanya keseimbangan antara sumber datangnya kelelahan (faktor penyebab kelelahan) dengan proses pemulihan (recovery). Proses pemulihan dapat dilakukan dengan cara memberikan waktu istirahat yang cukup dan terjadwal. Kelelahan disebabkan oleh banyak faktor yang sangat kompleks dan saling mengkait antara faktor yang satu dengan yang lain. Yang penting adalah bagai mana menangani setiap kelelahan yang muncul agar tidak menjadi kronis. Agar dapat menangani kelelahan dengan tepat, maka harus diketahui apa yang menjadi penyebab terjadinya kelelahan,
27
penyegaran dan cara menangani kelelahan agar tidak menimbulkan resiko yang lebih parah. Berikut upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelelahan menurut Pusat kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI : 1.
Lingkungan kerja bebas dari zat berbahaya, penerangan memadai sesuai dengan jenis pekerjaan yang dihadapi, pengaturan udara yang baik, bebas dari kebisingan, getaran serta ketidaknyamanan
2.
Waktu kerja diselingi istirahat
3.
Kesehatan umum dijaga dan dimonitor
4.
Pemberian gizi yang memadai
5.
Beban kerja yang berat tidak berlangsung lama
6.
Tempat tinggal diusahakan sedekat mungkin dengan tempat kerja
7.
Pembinaan mental secara teratur
8.
Melakukan rekreasi
9.
Memanfaatkan waktu libur dengan sebaik-baiknya
10. Bebas alcohol, narkoba dan obat-obatan berbahaya
2.5
Pengujian Data Secara Statistik 2.5.1 Uji Keseragaman Data Uji keseragaman data perlu dilakukan guna menetapkan data standar. Uji keseragaman data biasa dilaksanakan dengan cara visual dan atau mengaplikasikan peta kontrol (control chart). Uji keseragaman data visual dilakukan dengan mudah dan cepat. Disini hanya melihat data yang terlalu ekstrim, data ekstrim adalah data yang terlalu besar atau terlalu
28
kecil dan jauh menyimpang dari rata-rata sebenarnya. Data terlalu ekstrim dibuang dan tidak dimasukan dalam perhitungan selanjutnya. p̅ =
𝛴𝛴𝛴𝛴𝛴𝛴 𝑘𝑘
BKA = p̅ + 3 � CL
p � (1−p �)
= p̅
BKB = p̅ - 3 � n
𝑛𝑛
=
p � (1−p �)
𝛴𝛴𝛴𝛴𝛴𝛴
𝑛𝑛
𝑘𝑘
Keterangan : pi
= persentase produktif di waktu ke – i
k
= jumlah waktu pengamatan
ni
= jumlah pengamatan di waktu ke – i
2.5.2 Uji Kecukupan Data Uji kecukupan data dilakukan untuk mengetahui apakah data telah cukup atau belum. Uji kecukupan data dihitung setelah semua nilai data berada dalam batas kendali, jumlah pengukuran dikatakan cukup bila N’ (Jumlah data yang diperlukan sesuai dengan tingkat kepercayaan (Z) dan tingkat ketelitian (s) yang telah ditentukan) lebih kecil atau sama dengan N (Jumlah data yang diperlukan dari pengukuran sebelumnya). N’ =
( )² . ( ) 𝑍𝑍 𝑠𝑠
1−𝑝𝑝 𝑝𝑝
29
2.5.3 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Suatu skala pengukuran dikatakan valid apabila skala tersebut digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur dan inferensi yang dihasilkan mendekati kebenaran (Sarwono, 2011: 249). Reliabilitas menunjuk pada adanya konsistensi dan stabilitas nilai hasil pengukuran tertentu di setiap kaali pengukuran dilakukan pada hal yang sama. Oleh karena itu, reliabilitas berkonsentrasi pada masalah akurasi pengukuran dan hasilnya (Sarwono, 2011: 250). Untuk menentukan butir – butir pertanyaan sudah valid, maka nilai koefisien korelasi (ri) hasil perhitungan harus lebih besar dari nilai koefisien dari tabel. Jika nilai koefisien korelasi lebih kecil dari nilai tabel, maka butir pertanyaan tersebut tidak valid dan harus dihilangkan untuk analisis selanjutnya. Sebagai contoh: jika kita mengambil tingkat kesalahan sebesar 5% atau probabilitas/alpha sebesar 0,05 maka nilai koefisien korelasi tabel sebesar 0,306, sehingga hasil perhitungan harus lebih besar dari 0,306 (Sarwono, 2011: 251). Menggunakan rumus Cronbach’s Alpha dengan ketentuan bahwa suatu butir pertanyaan mempunyai nilai reliabilitas jika nilai Cronbach’s Alpha hasil perhitungan sama dengan atau lebih besar dari 0,8 (Sarwono, 2011: 252). Untuk menguji validitas menggunakan rumus Pearson Product Moment:
rhitung =
n (xy ) − (xy)
�{nx 2 −(x )2 }.{ny 2 −(y )2 }
30
Keterangan : rhitung = koefisien validitas item yang dicari n
= jumlah responden
X
= skor yang diperoleh subjek dalam setiap item
Y
= skor total keseluruhan (Arikunto, 2005: 72)
Untuk menguji reliabilitas menggunakan rumus Alpha Cronbach : r
=
Keterangan :
𝑛𝑛 ( 𝑛𝑛−1 ) ( 1 - 𝜎𝜎𝜎𝜎𝜎𝜎𝜎𝜎²² )
r
= reliabilitas
n
= jumlah item pertanyaan yang diuji
σx²
= varians skor tiap item
σy²
= varians total Untuk melakukan uji validitas menggunakan SPSS maka lakukan
prosedur seperti dibawah ini: •
Analyse > pilih sub menu Correlate > Bivariate
•
Pindahkan semua butir pertanyaan yang akan dianalisis ke kolom Variables.
•
Pada bagian Correlate Coefficients pilih Pearson dan bagian Test of Significance pilih Two tailed > Ok.
Sedangkan untuk melakukan uji reliabilitas menggunakan SPSS maka lakukan prosedur seperti dibawah ini pada posisi Data View: •
Analyse > pilih sub menu Scale > Reliability Analysis
•
Pindahkan semua butir pertanyaan yang akan dianalisis ke kolom Items.
31
•
Pada bagian model pilih Alpha
•
Pada bagian statistic: pilih Item, Scale. Scale IF Item Deleted > Continue > Ok.
Hasil keluaran yang diperlukan adalah Reliability Statistic dan Item Total Statistics. Reliability Statistic digunakan untuk melihat nlai Cronbach’s Alpha secara keseluruhan. Sedangkan pada Item Total Statistics untuk validitas digunakan angka-angka yang terletak pada kolom “Corrected Item Total Correlation” dan untuk reliabilitas digunakan angka-angka pada kolom “Cronbach’s Alpha If Item Deleted” (Sarwono, 2011: 260). 2.5.4 Uji Kenormalan Data Uji kenormalan data bertujuan untuk menentukan apakah data yang diperoleh telah berdistribusi normal atau tidak.Uji yang diapakai adalah uji Kolmogorov Smirnov. Metode Kolmogorov-Smirnov, yang merupakan uji kenormalan paling populer, didasarkan pada nilai yang didefinisikan sebagai berikut: a = supx[Fn(x) – F0 (x)} Pada hakekatnya aadalah nilai deviasi absolut maksimum antara Fn(x) dan F0(x). Nilai a ini selanjutnya dibandingkan dengan nilai akritis pada tabel kolmogorov smirnov) untuk ukuran tes α. Jika a maksimum < a kritis pada tabel, maka data berdistribusi normal. Jika a maksimum > a kritis pada tabel, maka data tidak berdistribusi normal.
(Sumber: repository.politekniktelkom.ac.id)
32
2.6
Statistik Deskriptif Merupakan bidang ilmu statistic yang mempelajari bagaimana cara menyusun dan menyajikan data dari data yang telah dikumpulkan dalam penelitian serta mempelajari bagaimana cara melakukan pengukuran nilainilai statistic seperti mean, median, modus, standar deviasi dan sebagainya. Data yang telah dikumpulkan dapat disajikan dalam bentuk tabel ataupun grafik (Suliyanto, 2005: 7). 1. Distribusi frekuensi digunakan untuk meringkas dan memadatkan data dengan cara mengelompokan kedalam kelas-kelas dan mencatat berapa banyak poin-poin data yang jatuh di masingmasing kelas tersebut (Sarwono, 2011: 173). 2. Mean merupakan rata-rata.Rata-rata populasi diberi lambang µ, untuk sampel lambangnya x. 3. Median adalah nilai tengah yang membatasi setengah frekuensi bagian bawah dan setengah frekuensi bagian atas bila data disusun secara berurutan. 4. Modus merupakan nilai yang mempunyai frekuensi paling besar. 5. Standar
deviasi
merupakan
nilai
yang
digunakan
untuk
menunjukan seberapa besar data bervariasi. 6. Varians menggambarkan seberapa jauh suatu nilai terletak dari posisi rata-rata. 7. Range adalah jarak antara nilai tertinggi dengan nilai terendah.
33
2.7
Statistika Parametrik dan Non Parametrik Statistika
Parametrik
adalah
ilmu
statistika
yang
mempertimbangkan jenis sebaran data, yaitu berdistribusi normal. Sedangkan statistika non parametric adalah ilmu statistika yang tidak mensyaratkan datanya berdistribusi normal. Hipotesis statistic adalah suatu anggapan atau pernyataan, yang mungkin benar atau tidak, mengenai satu populasi atau lebih (Walpole,2010:327). Ciri-ciri statistika parametric adalah: a. Data berskala interval atau rasio b. Data tersebar secara normal c. Ukuran sampel cukup besar (>30 atau 5%-10% dari jumlah populasi) Beberapa jenis uji statistic pada statistika parametric antaralain: uji t, uji anova, uji perbandingan ganda, uji validitas dan reliabilitas, uji korelasi, regresi, dsb. Ciri statistika non parametric adalah: a. Data berskala nominal atau ordinal b. Data tidak menyebar secara normal c. Ukuran sampel kecil Beberapa jenis uji statistic pada statistika non parametric antaralain: uji independensi, uji homogenitas, uji kruskal wallis, regresi non parametric, dsb.
34
2.8
Uji Sampel Non Parametrik 2.8.1 Uji Mann- Whitney Uji Mann- Whitney merupakan uji non parametric yang setara dengan uji T namun memungkinkan terdapaat perbedaan jumlah sampel yang diteliti. Persyaratan untuk menggunakan uji ini adalah data berskala ordinal dan tidak harus berdistribusi normal (Sarwono, 2011: 157). Untuk menghitung nilai statistic uji mann whitney, rumus yang digunakan adalah : U
= N₁.N₂ +
𝑁𝑁 ₁ (𝑁𝑁₁ +1 ) 2
- R₁
Keterangan : U
= nilai uji Mann Whitney
N
= jumlah sampel
R
= rangking ukuran sampel Kriteria pengujian jika probabilitas (sig) > 0,05 H0 di terima dan
H1 ditolak, jika probabilitas (sig) < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima (Sarwono, 2011: 160). 2.8.2 Uji Wilcoxon Uji Wilcoxon
merupakan pengujian non parametric yang
digunakan untuk membandingkan dua kelompok yang berpasangan dengan cara melihat perbedaan kedua kelompok yang dibandingkan. Pasangan harus bersifat independen dan hanya membandingkan dua sampel( Sarwono,2011: 160).
35
Z
=
1
𝑇𝑇−[4𝑁𝑁(𝑁𝑁 +1)] 1
�24𝑁𝑁 (𝑁𝑁+1)(2𝑁𝑁+1)
Keterangan : N = jumlah data T = jumlah ranking dari nilai selisih yang negative atau positif Kriteria pengujian jika probabilitas (sig) > 0,05 H0 di terima dan H1 ditolak, jika probabilitas (sig) < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima (Sarwono, 2011: 163).
2.9
Regresi dan Korelasi Analisis
regresi
banyak
digunakan
karena
ada
beberapa
keistimewaan didalamnya, diantaranya di dalam analisis regresi sudah termasuk analisis korelasi antara variable independen (X) yang sering disebut faktor penyebab dengan variable dependen (Y). Salah satu khas dari analisis regresi yaitu adanya persamaan yang dihasilkan. Persamaan tersebut berguna untuk memprediksi seberapa jauh pengaruh suatu variabel bebas (independen) terhadap variable bergantung (dependen). Yang selalu erat dengan analisis regresi adalah analisis korelasi, karena jika variabel independen (X) berpengaruh nyata terhadap variabel dependen (Y) maka disebut berkolerasi kuat. Analisis keeratan hubungan sangat penting untuk dapat menentukan keputusan yang tepat. Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara dua variabel atau lebih (Suwarno, 2011: 205).
36
Regresi linear sederhana mengikuti persamaan dibawah ini : y
= a + bx
Keterangan : y
= variabel dependen (bergantung)
x
= variabel independent (bebas)
a
= konstanta regresi
a
= y̅ - bx̅
b
= kemiringan garis regresi
b
=
n (xy ) − (xy) {nx 2 −(x)2 }
Rumus yang paling sederhana yang dapat digunakan untuk menghitung koefisien korelasi : r
Keterangan :
=
n (xy ) − (xy)
�{nx 2 −(x )2 }.{ny 2 −(y )2 }
r
= korelasi antara X dan Y
y
= variabel dependen (bergantung)
x
= variabel independent (bebas)
n
= jumlah responden
Interpretasi angka korelasi menurut Prof. Sugiyono (2007): 0
-
0,199 : Sangat lemah
0,20
-
0,399 : Lemah
0,40
-
0,599 : Sedang
0,60
-
0,799 : Kuat
0,80
-
1,00
: Sangat kuat