Laporan Tugas Akhir
BAB II LANDASAN TEORI
2.1.
Prinsip Dasar Mesin Motor Bakar 4 Langkah Secara umum pemahaman mesin 4 tak (4 langkah) adalah sebuah kesatuan
banyak komponen dan sistem yang membentuk kinerja dimana dalam menghasilkan sebuah tenaga konversi kalor menjadi kinetik dibutuhkan 4 siklus kerja berdasarkan rotasi kruk as dan translasi torak/piston. 4 langkah gerak bolakbalik (reciprocal) piston itu adalah : langkah hisap, langkah kompresi, langkah usaha (power), langkah buang. Setiap langkah piston dari TMA (titik mati atas) ke TMB (titik mati bawah) dan sebaliknya membutuhkan durasi kinerja kruk as sejauh 180 derajat, oleh karenanya satu siklus utuh mesin 4 langkah membutuhkan 720 derajat durasi kruk as, sama dengan 360 derajat durasi camshaft, atau 2 kali putaran kruk as = 1 kali putaran camshaft. Pemahaman dasar tentang cara kerja mesin 4 langkah sangat penting sebelum kita mengembangkan tenaga lebih dari standarnya.
Universitas Mercubuana
31
Laporan Tugas Akhir
Grafik 2.1.
Ilustrasi Siklus Mesin 4 Langkah Dengan Spesifikasi Standar (Penggunaan Harian).
Universitas Mercubuana
32
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.1.
Ilustrasi 4 langkah mesin motor bakar 4-tak. (Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
1. Proses hisap. Piston bergerak dari TMA ke TMB, valve inlet terbuka, campuran udara/bahan-bakar terhisap masuk oleh piston. 2. Proses kompresi. Piston bergerak dari TMB ke TMA, kedua valve tertutup, campuran udara/bahan-bakar dipadatkan menuju kubah ruang bakar (combustion chamber) oleh piston. 3. Proses usaha. Busi menyala meledakkan campuran udara/bahan-bakar hingga terjadi ekspansi gas bakar dan mendorong piston bergerak dari TMA ke TMB.
Universitas Mercubuana
33
Laporan Tugas Akhir
4. Proses buang. Valve buang terbuka, piston bergerak dari TMB ke TMA membantu proses aliran gas sisa pembakaran keluar dari selinder.
2.2.
Definisi Metode High Performance Tuning Hasil daya pada mesin motor bakar bolak-balik (reciprocal), dihasilkan
dari perkalian besaran torsi dan besaran RPM. Maka semangkin besar torsi yang didapat pada setiap langkah usaha dikalikan dengan tingginya RPM yang dapat dicapai akan menghasilkan besaran nilai daya yang selaras, teori ini menjadi landasan metode high performance tuning. Definisi metode High Performance Tuning adalah suatu metode untuk merencanakan disain pada mesin motor bakar 4-langkah agar menghasilkan daya semaksimal mungkin untuk penggunaan secara maksimal, dengan cara meningkatkan jumlah RPM dan menerapkan perhitungan disain yang sesuai, agar besaran keluaran torsi tetap optimal pada RPM tinggi, tanpa menggunakan turbocharger ataupun supercharger. Catatan 2.1.:
Definisi metode High Performance Tuning adalah suatu kesimpulan dan rangkuman yang penulis peroleh dari buku karya A. Graham Bell berjudul “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”, Third Edition. London, penerbit : Haynes Publishing. 2006.
Sehingga dapat diringkaskan bahwa metode High Performance Tuning adalah menentukan disain dan memanage (managing) suatu mesin, agar memberikan nilai efisiensi dan efektifitas terbaik dari seluruh sistem pada mesin, terutama pada sistem sirkulasi fluida bakar, untuk difokuskan pada rentang RPM
Universitas Mercubuana
34
Laporan Tugas Akhir
tinggi potensial atau RPM maksimum. Dengan mengesampingkan raihan daya mesin pada rentang RPM rendah. Komponen mesin yang berpotensi menjadi tujuan utama dalam penerapan metode High Performance Tuning
:
1. Camshaft 2. Spring Valve 3. Valve 4. Inlet Port dan Exhaust Port 5. Ignition Management System 6. Exhaust System 7. Volume Ruang Bakar 8. Karburasi Seluruh metode peningkatan daya pada mesin motor bakar 4 langkah baik itu turbocharger, supercharger dan (NA (Naturally Aspirated) sebagai dasar dari metode high performance tuning) memiliki kesamaan, yang pada prinsipnya adalah “bagaimana sebuah mesin dengan kapasitas yang terbatas dapat memproses sebanyak mungkin campuran gas bakar yang dapat dihisap dan kemudian dikonversikan secara efektif menjadi energi kinetik dan menghasilkan daya maksimal” (Sumber : www.howstuffworks.com). Secara garis besarnya pada metode high performance tuning prinsip diatas diwujudkan dengan cara meningkatkan jumlah putaran mesin (RPM), semangkin tinggi RPM yang dapat dicapai oleh suatu mesin motor bakar 4 langkah, maka akan semangkin tinggi pula hasil daya yang dapat diraih. Dan
Universitas Mercubuana
35
Laporan Tugas Akhir
tantangan utama dalam mewujudkan metode ini adalah agar tetap menjaga optimalisasi besaran torsi yang dihasilkan pada rpm rentang tinggi.
*(Sumber : http://www.ajdesigner.com) Catatan 2.2.:
* Torque atau torsi adalah momen puntir / Rotational Force, besaran nilai torsi adalah selaras dengan besaran nilai ekspansi gas bakar pada langkah usaha. Torsi = F x r, gaya x jarak, satuannya (Nm) atau pound force-foot (lbf-ft). * Horsepower adalah satuan daya, disingkat Hp, 1 Hp = 745.699872watt.
Universitas Mercubuana
36
Laporan Tugas Akhir
Grafik 2.2.
Ilustrasi Performa Mesin Sepeda Motor 110cc spesifikasi standar (penggunaan harian).
Grafik 2.3.
Ilustrasi Performa Mesin Sepeda Motor 110cc dengan metode High Performance Tuning.
Universitas Mercubuana
37
Laporan Tugas Akhir
Metode ini memfokuskan suatu mesin untuk memberikan rentang torsi maksimum pada RPM tinggi, dimana untuk mendapatkan torsi maksimum adalah dengan meningkatkan efisiensi volumetrik (VE) pada tingkat RPM yang sama. Perlu diketahui bahwa apabila suatu mesin didisain untuk menghasilkan torsi maksimum pada rentang RPM rendah maka akan terjadi penurunan torsi pada RPM tinggi, akibat dari disain sistem kerja mesin yang tidak mendukung nilai efisiensi volumetrik pada RPM tinggi, hal ini juga berlaku sebaliknya. Kebanyakan mesin kendaraan pada penggunaan harian, rata-rata memiliki VE maksimum sebesar 90 – 97% dan tak lebih dari 100% dikarenakan penerapan disain port, valve dan camshaft diterapkan untuk mendukung pencapaian torsi maksimal pada rentang RPM pertengahan, yang mangakibatkan upaya mesin saat melakukan langkah hisap sangat mengandalkan gerak turun piston dari TMA ke TMB. Pada mesin yang didisain dengan metode high performance tuning, nilai VE maksimumnya dapat mencapai 120% dikarenakan usaha mesin saat melakukan langkah hisap tidak hanya mengandalkan pergerakan piston dari TMA ke TMB, tetapi juga dibantu momentum aliran gas yang terus terjaga akibat dari tingginya frekuensi langkah hisap, bantuan terbesar diberikan oleh sistem exhaust, pada metode high performance tuning yang mengizinkan mesin untuk memulai penghisapan campuran gas sebelum berakhirnya langkah buang akibat dari momentum gas buang yang masih memiliki tekanan agar dimanfaatkan untuk menarik campuran gas baru. Catatan 2.3. :
Keterangan mengenai bagaimana sistem exhaust dapat membantu mesin dalam proses penghisapan jumlah gas
Universitas Mercubuana
38
Laporan Tugas Akhir
bakar dan menaikan presentase VE. Akan dibahas pada subbab (2.2.5. Delapan Fase Pada Mesin Motor Bakar 4 Langkah Dengan Metode High Performance Tunning).
2.2.1. Efisiensi Volumetrik Besaran nilai torsi yang dapat dihasilkan pada rentang rpm tertentu adalah seiring dengan besaran presentase efisiensi volumetrik (VE) pada rpm yang terkait. Persentase VE yang baik lalu didukung dengan rasio kompresi yang ideal serta rasio campuran gas bakar ideal (FAR(Fuel to Air Ratio) akan memberikan nilai Brake Mean Effective Pressure (BMEP) yang maksimal, yang juga berarti nilai Torsi maksimal, lalu dikalikan dengan tingginya RPM artinya mesin akan memberikan Daya maksimal. Pada mesin dengan penerapan metode High Performance Tuning, akan memberikan nilai persentase VE lebih dari 100% bahkan dapat mencapai 120% tanpa menggunakan piranti tambahan seperti Turbocharger atau Supercharger, dan keterangan lebih lanjut mengenai bagai mana mesin dengan metode High Performance Tuning mewujudkan hal ini ada pada subbab (2.2.5. Delapan Fase Pada Mesin Motor Bakar 4 Langkah Dengan Metode High Performance Tunning).
Universitas Mercubuana
39
Laporan Tugas Akhir
Diagram 2.1.
Ilustrasi Mesin Performa Tinggi.
VE (maksimal ) + Rasio Kompresi dan FAR (ideal)
BMEP (maksimal)
X
Torsi (maksimal)
RPM (tinggi potensial)
TOP POWER
Perhitungan efisiensi volumetrik (VE)
VE
:
Efisiensi Volumetrik :
=
x 100%
Atau VE
=
Keterangan :
x 100%
CFM : Laju aliran Gas CID
: Cylinder displacement
*(Sumber : http://www.ajdesigner.com)
Universitas Mercubuana
40
Laporan Tugas Akhir
Teoritical Gas flow (cc/menit) Keterangan :
- CV
=
x CV
: Volume Selinder (cc )
Untuk mendapatkan nilai Total Gas flow pada suatu mesin motor bakar, dapat ditemukan dengan mengetahui jumlah konsumsi volume bahan bakar dari mesin tersebut. Ketentuan perbandingan rasio massa dan volume ideal antara bahan bakar dan udara, atau dapat disebut FAR (Fuel to Air Ratio), khusus bahan bakar bensin (Petrol) secara umum adalah : Rasio FAR berdasarkan massa fluida (Massa) FAR Ideal =
:
1 : 13
Rasio FAR berdasarkan volume fluida (Volume) FAR Ideal = 1 BBM : Total air flow (cc/menit)
: Udara
=
Fuel flow (cc/menit) x
Total Gas flow (cc/menit)
=
Fuel flow + Total air flow
Brake Mean Effective Pressure (BMEP), adalah tekanan rata-rata yang diberikan terhadap piston saat bergerak dari TMA ke TMB pada saat langkah usaha. Perhitungan BMEP
:
= *(Sumber : http://www.epi-eng.com) Universitas Mercubuana
41
Laporan Tugas Akhir
2.2.2. Rasio Kompresi Aspek selanjutnya untuk mendapatkan nilai perbandingan rasio kompresi (compression ratio) dengan akurat adalah mengukur volume ruang bakar dengean metode burret, dimana posisi piston ada di titik mati atas TMA/TDC (top death centre) lalu cairan dimasukan dengan perhitungan burret hingga penuh melalui lubang busi. Setelah volume ruang bakar didapat maka volume ini ditambahkan dengan volume selinder, setelah jumlah penambahan didapat lalu dibagi dengan volume ruang bakar. Metode perhitungan ini adalah perhitungan compression ratio secara teoritis.
CR = CR
:
Rasio Kompresi
CV
:
Volume Selinder
CCV :
Volume Ruang Bakar (combustion chamber)
*(Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell)) Untuk menghitung volume ruang bakar (combustion chamber),cara yang paling akurat adalah dengan menggunakan burette. Caranya adalah dengan mengatur selinder pada posisi tegak lurus, lalu piston diposisikan pada TMA, masukan cairan yang telah dihitung dengan burette kedalam ruang bakar melalui lubang busi seperti gambar dibawah
Universitas Mercubuana
:
42
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.2.
Volume Combustion Chamber. (Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
Saat menentukan perhitungan rasio kompresi, ada suatu ketetapan yang dapat diandalkan sebagai faktor yang dikalikan dengan nilai oktan bahan bakar. nilai oktan yang berlaku untuk perhitungan ini adalai nilai MON (Motor Octane Number), berikut perhitungannya
:
0,115 x MON, untuk mesin dengan sistem karburator, yang berarti jika kita menggunakan bahan bakar dengan MON = 90. Maka rasio kompresi yang tepat adalah: CR
=
0,115 x 90
=
1 : 10,35
Universitas Mercubuana
=
10,35
43
Laporan Tugas Akhir
0,118 x MON, untuk mesin dengan sistem fuel injection. Maka dengan bahan bakar MON = 90, rasio kompresi yang tepat adalah CR
=
0,118 x 90
=
1 : 10,62
=
:
10,62
*(Sumber konstanta (K) untuk perhitungan rasio kompresi : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell), halaman: 70)
Kebanyakan bahan bakar yang dapat dibeli di SPBU, mengidentifikasikan nilai RON (Research Octane Number), yang merupakan penilain nilai oktan bahan bakar dengan penelitian laboraturium. Sedangkan nilai MON adalah perhitungan nilai oktan bahan bakar yang lebih relevan pada penentuan nilai oktan saat bahan bakar terpengaruh oleh seluruh kondisi yang ada pada mesin, terutama karena tingkat temperatur pada mesin yang tinggi dan saat mesin bekerja pada beban puncak dengan periode yang lama. Sering dipercaya bahwa RON dapat memberikan indikasi yang lebih tepat untuk penentuan nilai rasio kompresi pada mesin saat beroperasi dengan beban ringan, atau pada mesin kendaraan yang jarang sekali digunakan pada performa maximum seperti pada penggunaan harian diperkotaan. Sedangkan nilai MON memberikan indikasi nilai rasio kompresi yang labih tepat pada mesin yang sering beoperasi dengan performa maksimum (FULL THROTTLE). Perbedaan angka pada kedua nilai oktan ini adalah MON lebih kecil sekitar 6 – 12 dari RON. Berikut Tabel perbandingannya
:
Universitas Mercubuana
44
Laporan Tugas Akhir
Tabel 2.1.
Nilai Oktan (Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
Pada penerapan mesin dengan metode High Performance Tuning dimana mesin diharapkan dapat memberikan Output Power setinggi mungkin, maka penerepan tinggi nilai rasio kompresi dibatasi secara praktikal hingga mesin tidak mengalami efek Knocking atau Detonasi. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan nilai rasio kompresi maksimal, dengan tingginya nilai kompresi yang diterapkan akan memberikan nilai ekspansi yang lebih besar pada campuran gas bakar yang dikompres, selain itu semangkin tinggi nilai rasio kompresi yang dapat diterapkan juga akan mempersingkat periode proses rambatan api atau pembakaran pada campuran bahan bakar dan udara, yang sangat menguntungkan saat mesin beroperasi pada RPM tinggi.
Universitas Mercubuana
45
Laporan Tugas Akhir
Untuk menentukan nilai rasio kompresi juga dipengaruhi oleh faktor efisiensi volumetrik (VE) pada mesin. Sebagai contoh mesin dengan kapasitas selinder 100cc dengan nilai rasio kompresi teoritis 1:12, beroperasi pada RPM tertentu dengan VE 70% yang berarti hanya mendapatkan 70cc gas bakar, maka secara nyata nilai rasio kompresi hanya 1:8,4. Maka dibutuhkan kompromisasi lain yaitu menentukan nilai rasio kompresi (CR) ideal dengan memasukan VE rata-rata pada rentang RPM saat Daya puncak dan menerapkan nilai CR maksimal pada rentang RPM pada VE/Torsi puncak.
Grafik 2.4.
Grafik Ilustrasi Kompromisasi Nilai Rasio Kompresi Pada Rentang Performa.
Universitas Mercubuana
46
Laporan Tugas Akhir
2.2.3. Kecepatan Gas Pada Inlet Port (Inlet Gas Speed) Mesin motor bakar 4-tak yang digunakan sehari-hari biasanya sengaja didisain agar memberikan keluaran torsi maksimum pada rentang RPM pertengahan (Mid RPM), hal ini diberlakukan agar kendaraan dapat dikendalikan dengan nyaman dan sesuai fungsi, dimana dalam penggunaan sehari-hari sangat jarang konsumen menggunakan performa mesin secara maksimal. Hal ini mewajibkan penerapan disain port serta bagian-bagian komponen pada head cylinder yang sesuai untuk mendukung sirkulasi fluida/aliran gas yang ideal, agar maksimalisasi persentase VE tetap terjaga pada rentang RPM menengah yang kemudian akan menghasilkan besaran torsi maksimal pada rentang RPM yang sama. Ada beberapa standarisasi dalam menentukan disain port untuk mendapatkan aliran gas yang ideal saat memasuki selinder, setelah menentukan nilai aliran gas yang ideal, dimana aliran gas (flow rate) ini didapat dari hasil perkalian antara kecepatan gas (GS) dan luas area inlet port. Satu cara untuk mendapatkan ukuran inlet port yang sesuai adalah dengan menjaga nilai kecepatan gas masuk (GS), gas speed harus terjaga pada angka 60 sampai 100 m/s. Hal ini penting sebagai standarisasi dalam penentuan disain inlet port. Kecepatan gas yang ideal akan membantu mesin untuk mendapatkan nilai VE yang baik, karena efek dari momentum aliran gas saat memasuki selinder yang diberikan dari kecepatan gas ideal. Kecepatan gas dibawah 60 m/s akan memberikan nilai VE yang buruk akibat dari kurangnya momentum aliran gas, dan kecepatan gas diatas 100 m/s akan memberikan efek buruk terhadap homogenisasi campuran bahan bakar dan udara.
Universitas Mercubuana
47
Laporan Tugas Akhir
Catatan 2.4.:
Kecepatan gas (GS) yang ideal akan meningkatkan nilai VE, gas speed ideal adalah 60 sampai 100 m/s. Kecepatan gas yang dimaksud adalah kecepatan gas pada inlet port pada saat langkah hisap.
Dengan rumus dibawah ini kita dapat menentukan besaran diameter Inlet Port dengan tetap menjaga kecepatan gas ideal pada RPM yang diinginkan sebagai puncak torsi pada suatu mesin.
Rpm =
IPa =
Keterangan : GS = K
=
Gas Speed ( Feet/Second) Konstanta 5.900 untuk dua valve dan 5.400 untuk empat valve
IPa =
Inlet Port area
CV =
Volume Selinder (cc)
*(Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
Universitas Mercubuana
48
Laporan Tugas Akhir
Contoh soal 2.1 : Sebuah mesin sepeda motor 110 cc dengan jumlah katup 2 buah, direncanakan untuk menghasilkan torsi maksimum pada 5000 rpm. Berapa diameter inlet port dan inlet valve yang sesuai?
Jawab : Rpm =
IPa =
*
IPa =
Kecepatan Gas (GS) memasuki selinder saat langkah hisap GS
=
215 ft/s pada 5000 rpm
=
65,5 m/s pada 5000 rpm
:
Contoh kecepatan gas bakar sebesar (215 ft/s = 65,5 m/s), adalah diambil karena tingkat RPM pada torsi maksimum 5000 rpm cukup tinggi, pada umumnya RPM maksimal untuk mesin sepeda motor mencapai 10000 RPM, maka mesin jenis ini termasuk kategori (Sport), dengan bentuk ruang bakar hemispherical, maka rata-rata kecepatan gas pada mesin jenis ini dapat dilihat pada (Tabel 2.3.Estimasi kecepatan gas pada Inlet Port (ft/sec). IPa =
=
Universitas Mercubuana
49
Laporan Tugas Akhir
= = 0,433 *
IPa =
*
IPa = =
r *
=
= 88,921
=
= 9,429 mm
Diameter Inlet Port = r x 2,
= 18,858 mm
Diameter Inlet Port
= Diameter Inlet Valve x 0,83
Diameter Inlet Valve
=
= *
Diameter Inlet Valve
=
Dapat digenapkan menjadi
Tabel 2.2. Maksimum Torsi pada (RPM) 5000
22,72 mm =
23 mm
Data Perhitungan Inlet Port pada Contoh soal 2.1.
CV
GS pada 5000 rpm
110 cc
65,5 m/s
Universitas Mercubuana
IPa
Diameter Inlet Port 18,858 mm
Diameter Inlet Valve 23 mm
50
Laporan Tugas Akhir
Grafik 2.5.
Ilustrasi Kecepatan Gas (GS) Saat Langkah Hisap Untuk Mesin Dengan Torsi Puncak Pada 5000rpm.
Untuk membuktikan kesesuaian perhitungan pada contoh soal diatas, kita dapat membandingkannya dengan ukuran inlet port pada mesin sepeda motor sejenis. Sebagai contoh, mesin standar pabrikan sepeda motor Yamaha 5TP 110cc. Dengan spesifikasi sebagai berikut
Universitas Mercubuana
:
51
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.3.
Brosur Spesifikasi Sepeda Motor Yamaha Jupiter Z. (Sumber : Dealer Sepeda Motor Yamaha)
* Torsi maksimum
=
0,92 Kgf.m pada 5000 rpm
=
6,654lbf-ft
Daya pada 5000 rpm =
Hp
=
= = 6,3 Hp * Daya maksimum
=
Torsi pada 8000 rpm =
8,8 Hp pada 8000 rpm Torsi x rpm
= Hp x 5252
Torsi =
Torsi = = 5,777 lbf-ft Universitas Mercubuana
52
Laporan Tugas Akhir
* Diameter Inlet Valve =
Gambar 2.4.
Diameter Inlet Valve Yamaha 5TP 110cc
* Diameter Inlet Port =
Gambar 2.5.
23 mm
18,5 mm.
Diameter Inlet Port Yamaha 5TP 110cc
Selanjutnya kita dapat menghitung kecepatan gas pada inlet port yang diterapkan oleh pabrikan kepada mesin ini
:
Rpm =
Universitas Mercubuana
53
Laporan Tugas Akhir
GS
=
*
Ipa =
x
=
GS
,r= ,r=
,
r = 9,25 mm
x
=
268,8
=
0,416
=
268,38
=
=
* GS
Tabel 2.3. Maksimum Torsi pada (RPM) 5000
Catatan 2.5.:
=
224,087 ft/s
=
68,3 m/s pada 5000 rpm
Data Inlet Port pada Mesin Yamaha 5TP 110cc. CV
GS pada 5000 rpm
110 cc
68,3 m/s
IPa
268,38
Diameter Diameter Inlet Port Inlet Valve 18,5 mm
23mm
Dengan membandingkan data dari Tabel 2.2 dan Tabel 2.3, maka dapat dibuktikan bahwa rumus (Rpm =
),
sesuai oleh salah satu produk mesin sepeda motor.
Universitas Mercubuana
54
Laporan Tugas Akhir
Contoh soal 2.2 : Sebuah mesin sepeda motor 110 cc dengan jumlah katup 2 buah, direncanakan untuk menghasilkan torsi maksimum pada 9000 rpm. Berapa diameter inlet port dan inlet valve yang sesuai? Jawab :
Rpm =
IPa *
=
IPa =
Kecepatan Gas (GS) memasuki selinder saat langkah hisap GS
Gas speed (
=
262,467 ft/s pada 9000 rpm
=
80 m/s pada 9000 rpm
:
= 80 m/s) adalah diambil karena tingkat
RPM yang tinggi pada mesin rancangan ini, 9000 RPM pada torsi maksimum dan lebih lagi untuk daya maksimumnya, maka mesin ini masuk dalam kategori (full race), dengan bentuk ruang bakar hemispherical, maka rata-rata kecepatan gas pada mesin jenis ini dapat dilihat pada (Tabel 2.3. Estimasi kecepatan gas pada Inlet Port (ft/sec). IPa =
=
=
Universitas Mercubuana
55
Laporan Tugas Akhir
= 0,639 *
IPa = 412,257
*
IPa = =
=
r *
*
Tabel 2.4. Maksimum Torsi pada (RPM) 9000
= 131,225
=
= 11,455 mm
Diameter Inlet Port = r x 2,
= 22,9 mm
Diameter Inlet Port
= Diameter Inlet Valve x 0,83
Diameter Inlet Valve
=
Diameter Inlet Valve
=
27,6 mm
Dapat digenapkan
=
28 mm
Data Perhitungan Inlet Port pada Contoh soal 2.2. CV
110cc
Universitas Mercubuana
GS pada 9000 rpm 80 m/s
IPa
Diameter Inlet Port
Diameter Inlet Valve
22,9 mm
28 mm
56
Laporan Tugas Akhir
Grafik 2.6.
Ilustrasi Kecepatan Gas (GS) Saat Langkah Hisap Untuk Mesin Dengan Torsi Puncak Pada 9000rpm.
Catatan 2.6.:
Dengan mengasumsikan torsi yang didapat pada perhitungan ukuran inlet untuk mesin 110 cc pada contoh soal 2.1, adalah ambil saja kira-kira 95% dari torsi maksimum pada mesin Yamaha 5TP 110 cc. Maka kita dapat memperkirakan daya yang dihasilkan oleh mesin dengan ukuran inlet pada contoh soal 2.2.
Torsi maksimum pada mesin Yamaha 5TP 110 cc adalah 6,654 lbf-ft. Maka asumsi torsi maksimum untuk contoh soal 2.2 adalah : 6,654 lbf-ft x 95%
Universitas Mercubuana
=
6,321 lbf-ft 57
Laporan Tugas Akhir
Hp
= =
=
=
10,831 Hp pada 9000 rpm
Terjadi peningkatan daya dari 8,8 Hp/8000 rpm menjadi 10,831 Hp, sedangkan hasil perhitungan daya ini belum merupakan keluaran daya maksimal, karena masih ada sisa RPM lanjutan.
Contoh soal diatas diadakan sebagai gambaran dari penerapan metode High Performance Tuning.
Universitas Mercubuana
58
Laporan Tugas Akhir
2.2.4. Beberapa sistem dan komponen pada mesin yang menjadi fokus utama penerapan metode high performance tuning, diantaranya :
Gambar 2.6.
Beberapa bagian penting pada mesin yang menjadi fokus penerapan metode High Performance Tuning. (Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Fourstroke_engine)
a) Sistem inlet 1. Inlet port :
Diameter inlet port yang menciptakan kecepatan
gas ideal pada RPM tinggi untuk menghasilkan persentase VE yang baik
Universitas Mercubuana
59
Laporan Tugas Akhir
2. Intake manifold :
Disain Intake yang membantu harmonisasi
aliran dan homogenisasi campuran gas bakar b) Sistem camshaft dan mekanisme valve 1. Camshaft :
Maksimalisasi durasi dan lift valve yang hanya akan
menguntungkan jika diterapkan pada RPM tinggi sebagai suatu cara untuk memanfaatkan tekanan gas buang pada RPM tinggi yang masih relatif tinggi akibat singkatnya waktu langkah usaha, agar momentum yang dihasilkan oleh tekanan gas sisa pada langkah buang dimanfaatkan untuk menarik campuran gas bakar pada langkah hisap 2. Disain valve
:
Valve yang lebih ringan dan disain yang
seminim mungkin mengurangi hambatan aliran 3. Pegas katup (spring valve)
:
Penyesuaian/peningkatan tekanan pegas katup (spring valve) agar valve tidak mengambang (floating valve) akibat tingginya RPM. c) Sistem Exhaust 1. Exhaust Port
:
Pembesaran diameter Exhaust Port akibat
meningkatnya laju aliran dan kecepatan gas buang 2. Disain pipa pembuangan : Perhitungan diameter dan panjang pipa pembuangan untuk RPM tinggi d) Sistem ruang bakar 1. Rasio kompresi
:
Semangkin tinggi rasio kompresi maka
waktu proses ekspansi akan semangkin singkat 2. Disain ruang bakar
Universitas Mercubuana
60
Laporan Tugas Akhir
e)
Waktu pengapian :
Advanced or Retarded Ignition Timing.
2.2.5. Delapan Fase Pada Mesin Motor Bakar 4 Langkah Dengan Metode High Performance Tunning Pada 1 kali proses/siklus kerja kompelit mesin 4 langkah berarti dua kali putaran kruk as atau 720º, ternyata akan menimbulkan beberapa fenomena seiring bertambah/meningkatnya putaran mesin (RPM). Semangkin tinggi RPM yang terjadi maka proses langkah kerja mesin akan semangkin dinamis dan semangkin jelas efek dari fenomena yang ada pada mesin 4 langkah. Pada pembagian proses kerja yang ada pada mesin 4 langkah ternyata dapat dijabarkan lagi menjadi delapan fase, sebagai efek dari dinamika gas pada setiap langkah kerja saat mesin berputar cepat. Dan delapan fase yang diberikan dari efek dinamika gas ini sangat membantu peningkatan efektifitas sirkulasi gas untuk memasuki selinder dan selanjutnya membantu menghasilkan performa mesin yang lebih besar. Grafik 2.7.
Siklus Mesin Dengan Spesifikasi Standar (Penggunaan Harian).
Universitas Mercubuana
61
Laporan Tugas Akhir
Grafik 2.8.
Siklus Mesin Dengan Metode High Performance Tuning.
Universitas Mercubuana
62
Laporan Tugas Akhir
Dua Fase Langkah Buang (Exhaust Blowdown / Exhaust Return)
1.
Exhaust Blowdown :
Sisa gas hasil ledakan harus dibersihkan tuntas dari silinder. Jalan satusatunya adalah dengan membuka exhaust valve lebih dini sekitar 50 – 80º sebelum akhir langkah usaha/ekspansi (TMB), sehingga tekanan gas yang masih bertekanan dapat mulai melarikan diri keluar dari silinder. Jika ledakan dibiarkan berlanjut mendorong piston hingga TMB, sedangkan kedua katup dalam keadaan menutup, akan menciptakan kevakuman silinder tingkat tinggi, maka piston akan bekerja terlalu keras untuk mendorong balik ke atas melawan tekanan yang diciptakan oleh gas yang masih terbakar dan melawan saat melakukan langkah buang. Oleh karena itu sebaiknya sebagian tekanan itu dipakai untuk meniup gas buang itu keluar dari silinder sementara piston masih bergerak turun.
Gambar 2.7.
Exhaust Blowdown. (Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
Universitas Mercubuana
63
Laporan Tugas Akhir
2.
Exhaust Return
:
Seketika piston berganti arah translasi dalam fase exhaust return, sisa tekanan berkurang, sedangkan posisi piston sudah mendekati TMA bertepatan dengan durasi overlep dimana kedua valve terbuka yang berarti campuran gas bakar ikut tersedot kedalam exhaust manifold yang desebabkan momentum aliran gas sisa yang mengalir menuju kenalpot tadi sebelum tekanannya hilang.
Gambar 2.8.
Exhaust Return & Intake Overlap. (Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
Tiga Fase Hisap
Ada tiga tahapan berbeda yang menstimulasi aliran campuran gas bakar memasuki silinder. 3.
Intake Overlap
:
Fase pemasukan sebenarnya dimulai saat akhir fase buang. Sekitar 20 derajat sebelum TMA , inlet valve mulai terbuka. Ini periode overlap camshaft
Universitas Mercubuana
64
Laporan Tugas Akhir
dikarenakan valve inlet & exhaust sama – sama terbuka dalam jumlah kecil pada saat yang sama, (katup buang dalam proses menutup – katup masuk dalam proses membuka). Tekanan gas buang yang relatif rendah menciptakan pola aliran udara di atas silinder yang menarik pengabutan campuran gas baru ke dalam selinder atau ruang bakar (combustion chamber) bahkan setelah tekanan gas sisa hilang maka campuran gas bakar yang ikut terhisap pada ekhaust manifold tadi akan mengarah kembali kedalam ruang silinder akibat dari turbulensi yang besar pada exhaust manifold dan pergerakan piston yang akan bergerak turun untuk langkah hisap. Hebatnya, perlu disardari bahwasanya aliran udara/bahan-bakar masuk ke dalam silinder bahkan sudah dimulai meski piston masih dalam translasi dari TMB ke TMA. Melawan arah dari aliran udara yang seharusnya terpompa.
Gambar 2.9.
Intake Overlap. (Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
Universitas Mercubuana
65
Laporan Tugas Akhir
4.
Intake Suction
:
Sekarang piston telah melewati 20 derajat setelah TMA dan berakselerasi turun menuju TMB, menciptakan tekanan yang rendah dalam silinder sehingga menarik udara/bahan-bakar. Pada saat yang sama, inlet valve sudah terbuka maksimal secara cepat mengijinkan campuran udara dan bahan-bakar untuk memasuki silinder dengan mudah. Jumlah yang terhisap dan kecepatan aliran udara ini akan meningkat seiring dengan kombinasi porting, tinggi angkatan valve dan putaran mesin -RPM-. 5.
Intake Charging
:
Ini adalah fase antara piston yang telah melalui akhir langkah hisap, dan mulai bergerak naik. Dikarenakan momentum dari kecepatan gas yang tinggi, sejumlah campuran gas baru masih terhisap melalui jalur inlet port untuk mengisi silinder meskipun piston mulai bergerak naik. Ini adalah fenomena yang meningkat sesuai kecepatan mesin, mencapai titik dimana secara progresif persentase dari pengisian silinder masih terjadi setelah piston tak lagi secara fisik “menghisap” campuran untuk masuk. Karenanya, penting untuk meningkatkan fase hisap lebih dari sekedar mendeskripsikannya dalam 180º kruk as. Rata-rata, dalam mendesain mesin high-performance, inlet valve tidak sepenuhnya tertutup meski piston sudah bergerak naik 55 – 70º setelah melampaui 180º langkah hisap (after bottom death center (ABDC)) untuk mengoptimalkan proses pengisian campuran gas baru kedalam selinder.
Universitas Mercubuana
66
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.10.
Intake Charging. (Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
Sebagaimana dapat kita pahami, efektifnya fase diatas berhubungan dengan kecepatan mesin. Pada puncak efektifitas dari delapan fase yang timbul pada mesin dengan penerapan metode high performance tuning, maka memungkinkan sebuah mesin untuk mendapatkan presentasi efisiensi volumetrik (VE) yang lebih dari 100%, sebagai salah satu tujuan dari penerapan metode High Performance Tuning. Selanjutnya timbul sebuah kompromi lainnya, dikarenakan sementara proses inlet valve yang tertunda untuk menutup demi meningkatkan pengisian pada RPM tinggi, kecepatan muatan tidak cukup tinggi pada RPM rendah, dan piston akan mendorong beberapa dari campuran gas baru kembali ke
Universitas Mercubuana
67
Laporan Tugas Akhir
inlet port bahkan lebih buruk tersembur ulang ke karburator menciptakan kekacauan kalibrasi. Juga, dengan tujuan meningkatkan efektifitas dari optimalisasi campuran gas baru yang didapat pada fase hisap, muatan gas yang terinduksi harus terbakar dengan sempurna. Jika karburator diseting dengan jet yang tepat, campuran udara/bahan-bakar akan benar. Namun, karena bahan-bakar lebih berat ketimbang udara, mungkin saja untuk beberapa molekul bahan bakar terpisah dari campurannya saat bergerak melalui porting memasuki silinder. Ini dapat menyebabkan campuran gas menjadi kacau, dan menjadikan efisiensi pembakaran yang buruk. Muatan udara dan bahan-bakar harus tetap berturbulensi dalam silinder untuk menjaga keseragaman (homogen) campuran gas masuk. Salah satu cara populer untuk melakukannya pada mesin 2 valve adalah menciptaka kelokan lembut (swirl effect) pada porting untuk memutar campuran udara memasuki silinder. Ini tidak terlalu efektif untuk mesin multi valve, dikarenankan terlalu banyak turbulensi tercipta dalam porting, yang merusak volume dari aliran udara ke dalam silinder. 6.
Compression Phase
:
Momen dimana inlet valve dan exhaust valve tertutup rapat, sementara piston bergerak naik melakukan tekanan menandai akhir fase hisap, dan dimulainya fase kompresi. Inilah sebenarnya rasio kompresi dihitung, yaitu kompresi Dinamis. Semakin banyak campuran udara dan bahan-bakar yang dapat ditekan, semakin besar pula total besaran ekspansi gas bakar. Semakin besar ledakan, semakin kuat daya lenting piston memutar kruk as dalam menghasilkan
Universitas Mercubuana
68
Laporan Tugas Akhir
tenaga. Batasan seberapa banyak yang mampu kita kompresikan? Seberapa kuat kita boleh memadatkan campuran bahan-bakar yang masuk?. Satu-satunya batasan adalah hingga tidak terjadi detonasi. Satu faktor yang menjadi efek merusak terhebat pada mesin adalah detonasi.
Grafik 2.9.
Siklus Mesin Dengan Metode High Performance Tuning.
Universitas Mercubuana
69
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.11.
Ilustrasi durasi bukaan Valve inlet & exhaust, pada derajat crankshaft.
Dua Fase Usaha
7.
Pre Power Burning Phase
:
Saat busi memantik loncatan api, rambatan api membutuhkan waktu beberapa saat untuk menyebar dan mengekspansi semua gas bakar. Jika waktu pengapian dilakukan saat piston mulai bergerak turun, maka ada sejumlah bahan-
Universitas Mercubuana
70
Laporan Tugas Akhir
bakar yang potensial untuk dapat diubah menjadi tenaga akan terbuang. Jadi, momentum terbaik untuk menyalakan busi adalah sebelum piston mencapai puncak dari langkah kompresi, antara 35 – 40º sebelum TMA. 8.
Power Production Stroke
:
Seketika piston mencapai TMA, inilah titik penting permukaan piston menerima terpaan ledakan ekspansi hasil pembakaran yang terfokus dalam menciptakan daya. Inilah inti mesin, memproduksi daya. Hasil ledakan dipakai mendorong piston, ditekan berat hingga melesat turun ke titik dimana fase exhaust blowdown, sekitar 140 derajat dari TMA, disaat ini exhaust valve mulai membocorkan tekanan dan meringankan beban kruk as serta meningkatkan akselerasi daya lenting piston. Setelah itu semua langkah ini terulang kembali dari awal. Catatan 2.7.:
Banyak tenaga/usaha yang dipakai untuk mengisi ulang silinder
hanya
untuk
menyiapkan
langkah
usaha.
Kenyataanya, dalam siklus yang sempurna (720 derajat kruk as), rata-rata fase langkah usaha hanya kurang dari 140 derajat!. Banyak peningkatan serta perbaikan dapat dilakukan untuk membuat sisa 580 derajat itu untuk memaksimalkan siklus langkah USAHA, dan begitu pula pentingnya, meminimalisir kehilangan pengisian ulang. Dari titik sederhana ini dapat dipahami betapa poin penentu dimana inlet valve menutup dalam mengatur kompresi, dan titik dimana exhaust valve mulai terbuka dalam mengatur tenaga akan memberi perubahan drastis pada mesin.
Universitas Mercubuana
71
Laporan Tugas Akhir
2.3.
The Head Cylinder Head cylinder adalah area terpenting untuk diperhitungkan bagi
tuner yang serius. Disain pada bagian ini dengan tegas menentukan hasil akhir dan
karakter performa, dibandingkan bagian lainnya pada high
performance
engine.
Tidak
ada
cara
yang
memungkinkan
untuk
menghasilkan tingginya horsepower yang diperoleh jika head cylinder tidak dapat memberikan flow yang optimal dan selanjutnya membakar campuran gas bakar dengan efektif. Kesesuaian aliran gas (gas flow) dengan kata lain harmonisasi aliran gas, adalah dasar untuk pengembangan disain head cylinder. Kesempurnaan atau keburukan gas flow didasari oleh bentuk port saat campuran gas bakar melewatinya. Port dengan Bentuk yang baik dengan arah yang lurus secara umum akan mengalirkan gas bakar dengan baik tanpa harus diberikan improvisasi/modifikasi. Kebanyakan stok m esin dari pabrikan memberikan disain head yang kurang baik maka akan memudahkan penerapan tuning performa. Sering dipercayai bahwa hubungan searah antara tinggi nilai aliran udara (air flow) pada percobaan suatu disain porting dengan tinggi produksi daya (power output). Pada perinsipnya teori ini sepertinya sesuai/benar, tapi pada pengoperasiannya tidak selalu berarti seperti itu. Saat melakukan perhitungan tingkat nilai aliran udara (flow check) pada beberapa head cylinder, lalu ditemukan satu head cylinder dengan tingkat nilai flow tertinggi dan memisahkan head cylinder lainnya yang memiliki nilai flow rata-rata. Lalu dipasangkan dengan mesin untuk dilakukan
Universitas Mercubuana
72
Laporan Tugas Akhir
perhitungan pada dynamometer, maka mesin dengan nilai flow checked tertinggi menunjukan catatan power output yang tidak lebih baik dari catatan head cylinder dengan nilai flow checked rata-rata. Bahkan satu dari head rata-rata itu mencatatkan power output terbaik. Jika ukuran valve diperbesar dan diameter port diperluas tanpa memperdulikan batasan ukuran yang optimal dengan harapan mengharapkan hasil daya yang besar, maka anda akan terjebak pada kegagalan.
2.3.1. Ukuran Inlet Valve Tabel dibawah ini akan memberikan indikasi penerapan ukuran valve yang sesuai. Data ukuran valve dibawah ini diterapkan pada mesin dengan racing tune akan memberikan daya maksimum pada 7000 sampai
9000
rpm,
beberapa
disain
ruang
bakar
pada
mesin
memungkinkan head cylinder menggunakan ukuran valve yang lebih besar pada data dibawah, ini akan memberikan daya maksimum pada 8500 – 11000 rpm. Ukuran valve dapat diperbesar lagi apabila menginginkan daya maksimum pada rentang rpm yang lebih tinggi lagi.
Universitas Mercubuana
73
Laporan Tugas Akhir
Tabel 2.5.
Data Ukuran Valve. (Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell)) High Performance Valve Diameter Untuk mesin dengan 2 valve per selinder Cylinder
Inlet Valve
Exhaust Valve
Volume (cc) Diameter (mm) Diameter (mm) 125
29
25
200
31-33
27-28,5
250
33-35
29-30,5
275
35-37
30,5-31,5
325
37-39
31,5-33,5
375
39,5-40,5
33,5-34,5
400
41-42,5
34,5-36
450
43-44,5
36-38
500
44,5-47
38-39,5
600
51
42
Universitas Mercubuana
74
Laporan Tugas Akhir
Tabel 2.6.
Data Ukuran Valve untuk mesin dengan 4 valve. (Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
Untuk mesin dengan 4 valve per selinder
Cylinder
Inlet Valve
Exhaust Valve
Volume (cc) Diameter (mm) Diameter (mm) 250
29
25
325
31,5
27
400
33+
28,5
450
34+
29
500
35
30,5
600
38
32,5
Rumus yang berlaku adalah : IPa = Inlet Valve Diameter (IVd)
=
Inlet Port Diameter / 0,83
*(Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
Rumus diatas dapat memperkirakan pada RPM berapa torsi maksimum akan dihasilkan oleh mesin dengan besaran area valve. Dimana : GS
: Gas speed (pada inlet port) dalam ft/sec
Universitas Mercubuana
75
Laporan Tugas Akhir
IPa
: Inlet Port area
IVd
: Inlet Valve Diameter
CV
: Cylinder Volume(cc)
K
: Konstanta, 5.900 untuk 2 valve dan 5.400 untuk 4 valve.
Pada tabel selanjutnya dituliksan perbedaan rata-rata kecepatan gas dengan memperhitungkan pemakain camshaft standar, sport, semi race atau full race. Harus diingat bahwa kebanyakan pabrikan kendaraan high performance menerapkan camshaft sport.
Tabel 2.7.
Estimasi kecepatan gas pada Inlet Port (ft/sec). (Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
Tipe Combustion Chamber Profil
Pent Roof & 45° Twisted
Camshaft
Hemi
Wedge
Bath-tub
Standard
200
200
190
175
Sport
215
215
210
210
Semi Race
235
230
225
220
Full Race
260-280
245-260
240-255
230-240
Permukaan dudukan (inlet valve face seat)
harus memiliki
kemiringan 45º dan lebar permukaan 1,65mm tetapi seringkali potongan permukaan yang lebih belakang (back cut) diterapkan dengan Universitas Mercubuana
76
Laporan Tugas Akhir
kemiringan 25º - 30º untuk mengurangi ketebalan dari lebarnya permukaan valve seat. Lalu ketebalan valve head margin harus 1,01mm dengan ujung yang tajam pada sikunya, untuk menghindari aliran balik (back flow) kedalam inlet port.
Gambar 2.12.
Inlet Valve & Valve Face Seat. (Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
2.3.2. Inlet Port Area selanjutnya yang harus disesuikan setelah pemilihan ukuran valve yang sesuai adalah disain inlet port. Port berbentuk bundar akan memberikan flow yang baik, sebaiknya berdiameter 0.81 - 0.83 kali diameter payung valve (valve head) untuk performa terbaik (for best performance). Bilangan ini untuk memberikan kompromi terbaik antara
Universitas Mercubuana
77
Laporan Tugas Akhir
jumlah aliran gas (high gas flow) dan kecepatan aliran gas (high gas velocity), hal ini penting untuk memberikan rentang power band yang wajar dan homogenisasi yang baik pada campuran gas. Hal ini dapat diberikan pengecualian apabila pemilihan ukuran valve telah sesuai maka pada saat pencocokan disain inlet port bisa terdapat beberapa kendala keterbatasan ruang akibat disain awal head cylinder yang kaku, salah satunya kedekatan bidang water jacket, maka dimungkinkan mengizinkan diameter inlet port yang lebih kecil, yang harus dijaga adalah ukuran diameter inlet port yang berlebihan. Banyak mesin memakai disain inlet port berbentuk oval dan persegi. Sesungguhnya disain ini tidak memberikan flow yang lebih baik dibanding bentuk bundar, terlebih pada keuntungan turbulensi dan tahanan permukaan (surface drag). Permukaan dinding Inlet Port tidak boleh di haluskan, harus tetap memiliki kontur seperti kulit jeruk, ini penting untuk menjaga homogenisasi campuran gas. Untuk disain port oval yang baik, rasio luas valve dengan luas inlet port (valve to port area ratio) adalah 100 : 72 atau 73. Sedangkan disain port persegi rasio yang terbaik adalah 100 : 75 sampai 76, pilihan yang lebih besar jika disain port tetap persegi pada bidang kelokannya.
2.3.3. Inlet Valve Seat Perpaduan dari tenggorokan inlet seat (inlet throat) kemudian valve seat hingga kepada penerusan ke dinding combustion chamber, harus dengan radius yang berkesinambungan. Radius kesinambungan
Universitas Mercubuana
78
Laporan Tugas Akhir
valve seat ini adalah 0,19 – 0,21 x diameter valve head, lalu lebar permukaan dudukan utama valve (primary valve seat) adalah 0,8 – 1,2 mm. Ujung valve seat yang bersambungan dengan inlet port (valve throat) memiliki diameter 0,9 kali diameter valve head dan dipadu lagi dengan pembesaran diameter inlet port yang sama dengan diameter valve head, sebelum bertemu dengan
diameter inlet port yang
sesungguhnya. Perpaduan pada bidang inlet port ini bermaksud untuk memberikan ventury effect dan mendukung aliran gas bakar.
Gambar 2.13.
Radius Valve Seat. (Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
Untuk meningkatkan tingkat daya tahan valve seat pada kebutuhan kompetisi/penggunaan
maksimum, dengan penggunaan pegas
valve
dengan kekerasan tingkat tinggi (very heavy valve spring preassure),
Universitas Mercubuana
79
Laporan Tugas Akhir
kebanyakan menerapkan Multi-angle seat. Tingkat alirannya hampir sama dengan Radiused seat, namun dengan daya tahan lebih baik. Pada penerapan multi angle seat, sudut pada permukaan primary seat adalah 45º, dengan lebar permukaan 1,3mm dan lebar outside diameter dari primary seat 0,35 – 0,7mm lebih kecil dari valve head diameter. Permukaan seat yang berpadu dengan dinding combustion chamber adalah 30º. Selanjutnya valve throat 60º - 80º sebesar 0,9 kali diameter valve head. Lalu dipadu dengan ventury side sebesar 0,87 diameter valve head, lalu 100% valve diameter lalu diameter port yang sesungguhnya (0,81-0,83 valve diameter). Pada mesin full race paduan 15º tambahan juga diberikan pada permukaan akhir sebelum dinding combustion chamber untuk meningkatkan aliran.
Gambar 2.14.
Inlet Port & Multi Angle Seat. (Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
Universitas Mercubuana
80
Laporan Tugas Akhir
Catatan 2.8.:
Permukaan Inlet Port tidak boleh dihaluskan, harus tetap memiliki kontur seperti kulit jeruk untuk menjaga homogenisasi campuran gas bakar.
Fenomena menarik lainnya adalah ketika flow check dilakukan pada inlet port, tingkat aliran jauh lebih baik saat flow check dilakukan pada inlet dengan valve tidak terpasang, ini menunjukkan bahwa ada ketidak sesuaian antara disain port dengan bentuk kepala valve. Penggunaan valve dengan bentuk yang baik, perbedaan tingkat aliran pada flow bench hanya sedikit berbeda saat flow check dilakukan tanpa valve. Kesesuain bentuk bagian belakang kepala valve (under head valve) dengan bentuk port, valve seat dan dinding sekitar valve seat pada combustion chamber harus saling berpadu membentuk suatu kesatuan.
2.3.4. Swirl Effect Pada Inlet Port Aspek selanjutnya yang mempengaruhi efektivitas sebuah head cylinder yaitu swirl effect, yaitu kecendrungan disain inlet port untuk membentuk efek aliran yang memutar saat campuran gas bakar memasuki selinder. Efek pemutaran aliran ini untuk memudahkan aliran gas bakar saat melewati payung inlet valve, meningkatkan kesempurnaan campuran udara dan bahan bakar karena akan membuat campuran lebih homogen dan mengarahkan campuran gas bakar saat memasuki selinder agar lebih teratur dengan mengarahkan aliran gas bakar mengitari dinding selinder. Selain itu swirl effect juga membantu mengeluarkan kemungkinan adanya sisa gas buang yang terperangkap didalam selinder dengan ikut
Universitas Mercubuana
81
Laporan Tugas Akhir
memutarnya sehingga lebih mudah melewati valve exhaust, sisa gas buang yang terperangkap dapat menghambat rambatan proses pembakaran (ignition flame travel) jika dalam jumlah yang melampaui batas ikut tercampur didalam selinder bersama-sama campuran gas baru. Efek swirl ini didapat dengan sedikit
tidak mensejajarkan
(offsetting inlet port) titik tengah inlet port dengan titik tengah inlet valve seat.
Gambar 2.15.
Disain Swirl Effect.
Selain swirl efek ada lagi kesesuaian yang perlu diperhatikan yaitu paduan yang sesuai antara inlet seat yang bersambung dengan permukaan combustion chamber. Kesesuaian paduan ini berlaku juga untuk bidang pada exhaust seat.
Universitas Mercubuana
82
Laporan Tugas Akhir
Paduan yang benar antara seat dengan combustion chamber
Gambar 2.16.
Disain paduan antara Valve Seat dengan Combustion Chamber.
Universitas Mercubuana
83
Laporan Tugas Akhir
2.3.5. Exhaust Port Ukuran exhaust valve dan exhaust port telah diteliti oleh banyak tuner diseluruh dunia . Untuk jangka waktu yang lama telah dipercayai bahwa mesin kompetisi membutuhkan setidaknya memiliki luas area exhaust port sebesar 85% dari luas area inlet port untuk optimalisasi aliran gas. Ukuran port seperti ini memungkinkan exhaust port dan valve memberikan nilai flow check pada flow bench sebesaar 80-85% dari nilai flow check pada inlet port dengan pengetesan flow bench. Beberapa tuner meyakini bahwa tidak ada peningktan daya jika nilai flow test pada exhaust port
ditingkatkan lebih dari 60% dari
nilai flow test pada inlet port, sebagian mengklaim penerunan daya dapat terjadi jika nilai exhaust port flow test diterapkan sekitar 8083%. Kita dapat mengambil jalan tengah, sekitar 65-68% flow test untuk semi race, dan 70-73% untuk full race. Biasanya luas area exhaust port 95 - 100% dari
luas area
exhaust valve . Dengan disain port berbentuk “ D “ terutama pada bagian siku (elbow) exhaust port. Selanjutnya harus ada perbedaan yang drastis antara diameter exhaust port dengan diameter exhaust header, untuk mencegah kemungkinan aliran balik gas buang kedalam selinder. Aliran balik gas buang sering kali menjadi masalah pada mesin yang menggunakan camshaft berdurasi panjang saat mesin bekerja pada rpm rendah dan menengah. Jadi perbedaan diameter exhaust port dengan diameter pipa header haruslah tersambung dengan singkat menggunakan collector model kerucut, dan perbedaan ukuran ini mempengaruhi hasil akhir
Universitas Mercubuana
84
Laporan Tugas Akhir
raihan daya keselurahan pada tiap tingkat rpm. Perhitungan diameter exhaust header akan dibahas pada subbab (2.5.Exhaust System).
2.3.6. Exhaust Valve Untuk mendapatkan
kesesuaian/keseimbangan flow antara inlet
flow dan exhaust flow, ukuran exhaust valve hanya membutuhkan 0,810,85 kali dari diameter inlet valve pada head cylinder model wedge dan bath-tub. Untuk head cylinder model Hemispherical heads
dengan
disain
seat
port
yang
dan pent roof
memiliki
kemiringan,
membutuhkan 0,79 - 0,83kali diameter valve inlet. Penerapan khusus diberikan pada mesin dengan kerakter rpm yang tinggi, contohnya pada mesin sepeda motor saat ini, dianjurkan menggunakan ukuran valve exhaust sebesar 0,78-0,82 kali diameter inlet valve pada head cylinder model hemispherical dan pent roof. Pada exhaust valve face seat dengan kemiringan yang sama 45º tapi lebar 2,1mm. Perbedaan juga pada ujung valve margin nya yaitu ketebalan
1,52
-
2,1mm
tergantung
pada
diameter
valve,
dan
memberikan radius yang ringan pada ujung sudutnya (tidak tajam) agar tidak manggangu aliran gas buang keluar dari selinder.
Universitas Mercubuana
85
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.17.
Exhaust Valve. (Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
2.3.7. Exhaust Valve Seat Pada exhaust valve, faktor ketinggian tingkat temperatur menjadi poin penting pada disain valve seat. Temperatur pada Exhaust valve mencapai hampir 1000ºC, faktor penyerapan panas harus memadai pada susunan komponen exhaust valve seat dan susunan exhaust valve sampai valve guide. Ukuran permukaan primary seat harus diperlebar menjadi 1,8mm, lalu outside diameter primary seat nya adalah sama atau paling kecil valve head diameter dikurang 0,25mm dengan sudut 45°. Lalu untuk potongan seat yang berpadu dengan combustion chamber (top cut) dengan sudut 30º. Dan sudut 60º pada valve throat.
Universitas Mercubuana
86
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.18.
Exhaust Port & Exhaust Valve Seat. (Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell)
2.3.8. Optimalisasi Disain Valve Masih banyak mesin stok/standar yang menggunakan valve model tulip. Bentuk ini harus dimodifikasi atau diganti dengan model yang lebih efektif terutama pada inlet valve, sedangkan untuk exhaust valve modifikasi pada bentuk yang lebih efektif harus disesuaikan dengan tuntutan kekuatan bahan material dari exhaust valve. Disain valve inlet yang meningkatkan efektifitas flow adalah yang memiliki radius kelengkungan bagian belakang permukaan valve (under head valve) dengan radius 0,19 – 0,21 kali dari valve haed diameter.
Universitas Mercubuana
87
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.19.
Tulip Valve
Gambar 2.20.
Disain Valve untuk Metode High Performance (Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
Universitas Mercubuana
88
Laporan Tugas Akhir
2.3.9. Batang Valve Diameter batang valve khususnya yang berpadu dengan valve under head harus diperkecil sekitar 0,8 – 1,2 mm tergantung pada diameter batang valve sebelumnya, pengecilan diameter ini diterapkan pada bidang batang valve yang tidak berpadu dengan valve guide pada posisi valve bersatu dengan seat. Ini akan meningkatkan efektifitas aliran pada saat valve terangkat. Dengan catatan pengecilan batang exhaust valve lebih hati-hati dengan mempertimbangkan kekuatan material dari batang valve.
Gambar 2.21.
Memperkecil diameter batang Valve. (Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
Universitas Mercubuana
89
Laporan Tugas Akhir
2.4.
Camshaft Diantara komponen terpenting pada mesin performa tinggi (High
Performance Engine) adalah Camshaft/Noken As dan kesinambungannya dengan mekanisme valve. Pada dasarnya camshaft didisain untuk untuk membuka valve sebelum piston memulai langkah dan untuk menutupnya setalah langkah selesai, dengan maksud memanfaatkan inersia dan momentum dari gas yang bergerak cepat saat mengisi dan mengosongkan selinder. Hal ini sudah dibahas pada subbab sebelumnya pada 8 fase pada sikus mesin performa tinggi. Pemanfaatan inersia, momentum atau kecepatan gas yang bergerak cepat oleh camshaft untuk penerapan metode High Performance Tuning, tidak berlaku saat mesin berkerja pada RPM rendah. Pada RPM rendah gas bakar memasuki selinder dengan kecepatan rendah dan berarti memiliki sedikit momentum. Pada faktanya piston akan menekan campuran gas bakar tersembur keluar selinder saat piston mulai bergerak naik pada langkah kompresi. Kekacawan yang sama juga terjadi saat valve exhaust diperlambat untuk menutup, saat gas sisa yang mengarah keluar dari selinder memiliki inersia yang rendah pada RPM rendah. Piston mengarah turun saat langkah hisap dan menyebabkan gas sisa ikut tertarik memasuki selinder atau kemungkinan lainnya adalah campuran gas bakar mengalir langsung melewati exhaust valve dan terbuang sia-sia karena tidak memiliki momentum balik yang cukup untuk ikut terisap kedalam selinder saat periode over lap. Ini secara jelas mengharuskan suatu kompromisasi untuk memilih sokongan terhadap pemilihan tingkat RPM rendah atau tinggi.
Universitas Mercubuana
90
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.22.
SOHC (Single Over Head Camshaft). (Sumber : http://netrala100.blogspot.com)
2.4.1. Camshaft Lobe, Lift dan Durasi Dengan peningkatan kemampuan mesin menghisap aliran campuran gas bakar, ini tidak hanya membutukan penerapan durasi camshaft yang panjang atau tingginya angkatan katup/valve lift. Pada faktanya bukan hanya valve timing, maximum valve lift dan durasi yang menentukan keberhasilan karakteristik dari sebuah camshaft tetapi profil bentuk camshaft dan dimensinya juga berpengaruh besar. Perhitungan disain camshaft sangatlah kompleks, tetapi pengarahan dasar akan mengarahkan kita dalam menentukan penerapan camshaft performa tinggi (high performance camshaft) dengan benar pada suatu mesin. Base Circle adalah satu-satunya bagian camshaft yang memiliki radius konstan pada bagian lobe camshaft. Ramp atau Clearance Ramp adalah bagian Universitas Mercubuana
91
Laporan Tugas Akhir
yang memulai mengangkat valve dari posisi bebas (valve clearance) agar camshaft dapat mengangkat valve secara halus. Flank sebagai bagian yang menandakan valve telah terbuka. Nose adalah durasi singkat sebagai puncak dari angkatan valve (maximum valve lift).
Gambar 2.23.
Camshaft Lobe. (Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
Saat menentukan disain camshaft performa tinggi, durasi base circle harus terjaga antara 140º - 160º (280º - 320º derajat crankshaft). Ini penting untuk memberikan keleluasaan pada mekanisme valve untuk mentransfer panas dan
Universitas Mercubuana
92
Laporan Tugas Akhir
memulihkan kondisi mekanisme valve setelah melalui kejutan. Lalu pada camshaft spesifikasi standard, rata-rata durasi pada bagian Ramp antara 30º - 40º, dan durasi Flank antara 60º - 70º. Untuk camshaft dengan spesifikasi performa tinggi, durasi pada radius flank ditingkatkan menjadi 70º - 80º, untuk itu kita harus memotong durasi ramp menjadi 20º - 30º. Semua produsen mesin cenderung memperpanjang durasi bagian ramp dengan maksud dapat membuka dan menutup valve dengan lembut. Hal ini memberikan efek untuk mengurangi tingkat getaran dan kebisingan mesin serta memperpanjang umur camshaft. Bagaimanapun kita tidak dapat mengurangi durasi base circle untuk mendisain camshaft performa tinggi, maka kita harus memperpendek durasi pada ramp. Spesifikasi camshaft standard rata-rata memiliki durasi 10º - 50º / 50º - 10 atau diartikan inlet valve membuka pada 10º sebelum TMA dan menutup 50º sesudah TMB, exhaust valve membuka 50º sebelum TMB dan menutup 10º sesudah TMA dengan perhitungan derajat crankshaft. Tipe cam seperti ini akan memberikan performa yang baik pada kecepatan RPM rendah. Camshaft tipe sport rata-rata memiliki durasi berkisar 25º - 65º / 70º - 20º yang akan memberikan peningkatan performa tetapi dengan sedikit penurunan pada RPM rendah. Camshaft yang lebih liar direkomendasikan untuk kebutuhan tingkat tinggi atau dapat disebut camshaft semi-race, memiliki durasi maksimum 290º pembagian durasinya adalah 40º – 70º / 75º - 35º. Tingkatan durasi camshaft berikutnya adalah tipe full race competition cam, (320º - 330º) pilihan durasi yang lebih rendah adalah untuk kebutuhan kompetisi pada ajang Rally dan Circuit
Universitas Mercubuana
93
Laporan Tugas Akhir
Aspal, sedangkan pilihan durasi yang lebih panjang untuk kebutuhan kompetisi Drag Race atau lintasan circuit oval seperti balap Nascar.
Tabel 2.8.
Durasi Camshaft. (Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
Universitas Mercubuana
94
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.24.
Ilustrasi durasi bukaan inlet & exhaust valve, pada derajat crankshaft.
Nilai bukaan/angkatan valve (valve lift) sangat mempengaruhi performa mesin. Camshaft standard biasanya membuka valve sebesar 23% dari diameter valve. Sedangkan cam competisi biasanya membuka valve hingga 35% dari diameter valve.
Universitas Mercubuana
95
Laporan Tugas Akhir
Tabel 2.9.
Disain Camshaft. (Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
Universitas Mercubuana
96
Laporan Tugas Akhir
2.4.2. LSA (Lobe Separation Angle) Secara singkat LSA adalah sudut yang menentukan posisi aktual dari camshaft lobe dan menetapkan dengan jelas waktu pembukaan dan penutupan valve inlet dan valve exhaust, dan periode overlap. Sebagai contoh, lobe camshaft racing dengan durasi 310 lalu LSA memberikan tahap pembagian waktu durasi misalkan 53º – 77º / 77º – 53º , 50º – 80º / 80º – 50º atau 47º – 83º / 83º – 47º. Lobe cam inlet dan exhaust sama-sama memiliki durasi 310, tetapi pada pembentukan disain lobe cam pada titik tengah (lobe center) yang berbeda akan memberikan perhitungan durasi pada derajat crankshaft untuk pembukaan dan penutupan valve inlet dan exhaust.
Gambar 2.25.
Lobe Separation Angle. (Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
Universitas Mercubuana
97
Laporan Tugas Akhir
Diasumsikan bentuk profil camshaft lobe adalah simetris. Puncak angkatan pada lobe cam (maximum cam lobe lift) berada pada titik tengah keseluruhan durasi lobe cam. Yang berarti 310º / 2 = 155º setelah titik bukaan pada inlet cam dan 155º sebelum titik penutupan pada exhaust cam. Lalu selanjutnya 155º dikurangi sudut durasi bukaan pada inlet valve sebesar 53º, maka kita mendapatkan posisi akurat titik tengah inlet cam lobe pada derajat crankshaft sebesar 102º, ini berarti inlet valve membuka maksimum (maximum valve lift) pada 102º setelah TMA pada langkah hisap. Untuk valve exhaust kita kurangi dengan sudut durasi pada penutupannya, yang pada contoh ini berarti 155º – 53º dan menemukan titik tengah exhaust valve 102º sebelum TMA pada langkah buang. Selanjutnya camshaft dapat dikatakan memiliki lobe separation angle (LSA) sebesar 102º. Dengan mengikuti metode yang sama ditemukan untuk LSA pada contoh selanjutnya diatas adalah 105º dan 108º.
Contoh 2.3. : Untuk menghitung LSA pada camshaft yang memiliki perhitungan durasi pada derajat crankshaft sebagai berikut
:
- Inlet Valve : 50º sebelum TMA – 80º sesudah TMB - Exhaust Valve : 80º sebelum TMB – 50º sesudah TMA Maka derajat Lobe Lift pada derajat camshaft adalah setengah ( dari derajat crankshaft - Inlet cam
:
: 25º + 90º + 40º = 155º
Maka titik tengah dari inlet cam lobe ( lobe center angle) = durasi total / 2 155º / 2 = 77,5º
Universitas Mercubuana
98
Laporan Tugas Akhir
Besar jarak sudut lobe center angle dari titk TMA pada lobe camshaft
:
77,5º – 25º = 52,5º
- Exhaust cam : 40º + 90º + 25º = 155º Lobe center angle = 77,5º Besar jarak sudut lobe center angle dari titk TMA pada lobe camshaft
:
77,5º – 25º = 52,5º
Maka sudul LSA = 52,5 + 52,5
Gambar 2.26.
= 105º
Derajat Lobe Separation Angle.
Universitas Mercubuana
99
Laporan Tugas Akhir
Pada mesin kompetisi yang memiliki volume relatif kecil penerapan camshaft dengan LSA 102º akan memberikan performa terbaik pada keseluruhan lebar rentang performa. Inlet valve menutup dengan durasi lebih singkat dan mengurangi efek kemungkinan campuran gas bakar terdorong keluar saat piston mulai bergerak naik, menyebabkan proses pengisian sellinder menjadi lebih baik untuk powerband pada rentang RPM pertengahan. Juga memperlebar periode overlap valve sebesar 106º (berbeda dengan contoh LSA dengan 105º dan 108º yang berarti periode overlap nya 100º dan 94º), maka selanjutnya memberikan potensi pernapasan yang lebih baik pada mesin karena memastikan momentum aliran gas buang memiliki cukup waktu untuk dimanfaat menarik tambahan campuran gas bahan bakar, yang akan membantu pengisian selinder pada tingkat RPM tinggi. Meskipun lamanya durasi penutupan exhaust valve dapat menyebabkan masalah pada tingkat RPM rendah. Karena gas bakar yang mengalir keluar memiliki inersia yang lemah, saat piston bergerak kebawah pada langkah hisap akan dengan mudah menarik gas bakar kembali kedalam selinder. Banyaknya gas bakar yang kembali terhisap membatasi jumlah campuran gas bakar yang masuk, ini juga menghambat rambatan proses pembakaran (combustion) dan mengurangi output power.
2.4.3. Tekanan Pegas Katup (Spring Valve) Untuk meningkatkan tinggi RPM suatu mesin lebih dari spesifikasi awal, maka sangat mungkin akan muncul gejala katup mengambang (floating valve). Hal ini terjadi karena kemampuan pegas katup yang tidak mendukung
Universitas Mercubuana
100
Laporan Tugas Akhir
peningkatan RPM yang diterapkan pada mesin. Biasanya pabrikan mesin kendaraan memberikan pegas katup yang kekuatannya dapat mendukung sampai RPM limit yang diterapkan pada engine management, hal ini dimaksudkan untuk tidak menambah beban mesin. Karena kemampuan pegas katup untuk menjaga dari terjadinya floating valve, sangat dipengaruhi oleh faktor kekerasan atau tekanan pegas katup saat ditekan oleh rocker arm atau camshaft. Untuk menemukan besaran tekanan pegas katup yang dibutuhkan
pada saat katup
terbuka penuh (maximum lift), dapat dihitung dengan rumus berikut
NP
:
=
*(Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
Keterangan : NP
: Tekanan pegas katup baru yang dibutuhkan saat tertekan penuh (full lift)
NRPM
: Tingktan RPM yang membatasi kemampuan pegas katup baru, hingga terjadinya efek floating valve
P
: Tekanan pegas katup standard/sebelumnya, saat tertekan penuh (full lift)
RPM
: RPM terjadinya efek floating valve saat menggunakan pegas katup standar.
Universitas Mercubuana
101
Laporan Tugas Akhir
Contoh 2.4. : Mesin sepeda motor Yamaha 5TP 110cc 4 tak, menggunakan pegas katup dengan tekanan sebesar 16,1 kgf saat pegas katup tertekan penuh 24,2 mm (full lift) oleh rocker arm. Engine limiter pada mesin membatasai putaran mesin hingga 9500 RPM, maka dapat diasumsikan bahwa akan terjadi efek
floating valve pada 10000 RPM, dengan
penggunaan pegas katup standard. Maka apabila mesin dinginkan untuk dapat berputar hingga 15000 RPM tanpa terjadi efek floating valve, dibutuhkan penggantian pegas katup baru yang memiliki tekanan saat 24,2 mm (full lift) sebagai berikut NP
=
NRPM
= 15000
P
= 16,1 kgf
RPM
= 9500
NP
=
:
=
2.5.
* NP
=
25,4 kgf
Exhaust System Dari kesuluruhan sistem dan area pada mesin performa tinggi (High
Performance Tuning), exhaust system adalah area yang ketentuan disainnya dipengaruhi oleh karakter performa mesin yang dirancang dan harus selaras dengan keseluruhan sistem. Tujuannya adalah mendukung agar gas buang (exhaust gas) dapat dikeluarkan secara tuntas. Universitas Mercubuana
Pada mesin performa tinggi 102
Laporan Tugas Akhir
exhaust system dirancang agar momentum dan gelombang tekanan gas buang benar-benar dapat menarik dan melesakkan campuran gas baru kedalam selinder, yang memungkinkan selinder dapat terisi oleh campuran gas bakar sedikit lebih banyak/padat (overfilled) atau dengan kata lain efisiensi volumetrik dapat ditingkatkan menjadi 101-120%. Periode overlap camshaft dan disain port yang baik manjadi bagian penting untuk mendukung terwujudnya maksud diatas. Perinsip dari pemanfaatan inersia dari gas buang yang memiliki massa, maka saat gas buang meluncur/mendesak keluar selinder, gas buang akan terus mengalir pada pipa pembuangan bahkan saat exhaust valve telah tertutup. Hal ini menciptakan kondisi vakum yang mengakibatkan terjadinya efek hisapan yang selanjutnya akan menarik sisa gas buang. Saat RPM mesin meningkat, waktu yang tersedia untuk mengeluarkan gas buang semangkin singkat, sebab itu dibutuhkan aksi dari hisapan ini untuk mengosongkan selinder.
2.5.1. Acoustical Tuning Dasar dari disain pipa exhaust header untuk mengambil keuntungan dari gaya inersia gas buang, kita harus menentukan panjang dan diameter pipa individual exhaust. Sebagai ruang untuk pulse tuning atau acoustical tuning memainkan peran. Gas buang tersembur dari selinder dengan kecepatan antara 70 – 95 m/s. Tetapi gelombang pulsa atau tekanan (pulses or pressure waves) yang beriak pada gas buang sekitar 457 – 518 m/s. Dengan Memahami karakter dari gelombang ini, kita dapat menggunakannya untuk meningkatkan penarikan gas buang dan meningkatkan proses pengisian selinder dengan campuran gas baru.
Universitas Mercubuana
103
Laporan Tugas Akhir
Diawali dengan kekuatan ledakan gas buang dari selinder menuju sistem exhaust, tercipta gelombang bertekanan positif yang menghantarkan gas buang keluar dengan kecepatan suara dan menyemburkannya ke atmosfir, gelombang positif terhambur dan menghilang lalu terciptalah gelombang negatif yang mengarah dari ujung pipa pembuangan menuju selinder. Ini menimbulkan efek penarikan pada ruang selinder dan menarik campuran gas bakar dari sistem inlet serta mengembalikannya kedalam selinder saat jarak gelombang balik negatif tadi semangkin mendekati selinder.
2.5.2. Menuntukan Dimensi Pipa Exhaust Saat durasi timing camshaft dan periode overlap meningkat maka perhitungan dimensi pipa exhaust header secara spesifik menjadi penting. Sebab utamanya adalah pada tingkat RPM rendah camshaft akan mengizinkan aliran gas balik yang tidak diharapkan, penerapan dimensi pipa exhaust header yang baik akan mengurangi efek buruk ini atau setidaknya mengurangi masalah yang dapat timbul. Pada kasus ini kita harus menerapkan harmonisasi/keselarasan karakter dari dimensi pipa exhaust header dengan camshaft, terutama saat mesin berputar pada RPM tinggi. Untuk kedua maksud dari efek hisapan gas buang dari selinder dan proses memasukan tambahan campuran gas baru kedalam selinder pada tempo yang singkat. Ini berarti tidak hanya menyambungkan sisi exhaust sistem dengan selinder dengan tepat, tapi juga harus menentukan pipa exhaust dengan diameter dan panjang yang sesuai. Sesungguhnya cara yang paling tepat untuk menentukannya adalah dengan melakukan eksperiman diatas dynamometer.
Universitas Mercubuana
104
Laporan Tugas Akhir
Bagaimanapun tetap memungkinkan untuk mencapai dimensi yang beralasan jika kita mengerti dasar dari exhaust tuning dan menentukan pilihan sesuai dengan aturan dasar. Diameter pipa exhaust header menentukan kecepatan gas buang saat melewati pipa. Lebar diameter pipa exhaust relatif tergantung dari volume selinder, untuk mengurangi kecepatan aliran gas buang. Karena kecenderungan mesin memproduksi puncak torsi dengan kecepatan gas buang sekitar 77 m/s pada pipa exhaust header, yang selanjutnya mempengaruhi titik RPM terjadinya torsi puncak. Mengubah panjang pipa exhaust header cenderung menggeser kurva daya mesin disekitar titik torsi maksimum. Memperpanjang pipa akan meningkatkan daya pada RPM rendah dan pertengahan, dengan penurunan daya pada RPM tinggi. Memperpendek pipa akan meningkatkan daya pada RPM tinggi, dengan penurunan daya pada RPM rendah dan menengah. Dengan seluruh faktor diatas akan menjadikan alasan penting untuk menentukan dimensi exhaust system. Untuk melakukan perhitungan dalam menentukan dimensi pipa exhaust header, telah ada suatu rumusan yang berasal dari eksperimentasi para engine tuner yang telah lama dipercaya. Rumus untuk menentukan panjang pipa exhaust header P
=
:
-3
*(Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
Universitas Mercubuana
105
Laporan Tugas Akhir
Keterangan
:
P
=
Panjang Pipa Primer (inchi)
ED
=
180 ditambah derajat awal bukaan valve exhaust sebelum TMB, berdasarkan derajat crankshaft
RPM =
Kecepatan mesin sebagai penentuan tuning disain pipa exhaust header.
Rumus untuk menentukan diameter dalam (inside diameter)
ID
=
:
x 2,1
*(Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell)) Keterangan
:
ID
:
Diameter Dalam Pipa Primer (inchi)
CC
:
Volume selinder
P
:
Panjang Pipa Primer (inchi)
Pada mesin dengan Multi selinder seperti pada mesin mobil pada umumnya memiliki 4 selinder maka untuk menyatukan ke empat pipa primer pada masing-masing selindernya menggunakan pipa sekunder yang rumus perhitungannya sebagai berikut IDS
:
: x 0,93
*(Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
Universitas Mercubuana
106
Laporan Tugas Akhir
Keterangan : IDS :
Diameter dalam Pipa Sekunder (inchi)
Tabel 2.10. Data Panjang Pipa Primer (Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
Keterangan
:
Panjang pipa dalam (inchi)
Universitas Mercubuana
107
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.27.
Exhaust Header sistem 4 – 1 . (Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
Rumus untuk menentukan diameter dalam Tailpipe : ID3
=
x 25
*(Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”).
Keterangan ID3 : P :
: Tailpipe Inside Diameter (inchi) Panjang pipa primer (inchi)
Universitas Mercubuana
108
Laporan Tugas Akhir
2.6.
Karburasi Dan Pengapian Dasar persyaratan terpenting karburasi untuk mesin performa tinggi
adalah memberikan porsi campuran udara dan bahan bakar (AFR (air to fuel ratio)) atau (FAR (fuel to air ratio)) dengan perbandingan terbaik. Biasanya perbandingan terbaik yang diinginkan adalah 1:12 sampai 1:13, yang artinya 1kg bahan bakar tercampur dengan 12-13kg udara. Ketentuan perbandingan rasio massa dan volume ideal antara bahan bakar dan udara, atau dapat disebut FAR (Fuel to Air Ratio). Khusus bahan bakar bensin (Petrol) umumnya
:
a. Rasio FAR berdasarkan massa fluida : (Massa) FAR Ideal =
1 : 13
b. Rasio FAR berdasarkan volume fluida
:
(Volume) FAR Ideal = 1 BBM :
Udara
Dengan menemukan FAR ideal berdasarkan volume seperti perhitungan diatas, maka juga dapat menghitung kebutuhan volume bahan bakar pada suatu mesin : Teoritical Gas flow (cc/menit)
=
Total Gas flow (cc/menit)
Fuel flow + Total air flow
Universitas Mercubuana
=
x CV
109
Laporan Tugas Akhir
Tabel 2.11. Rasio bahan bakar dan udara (Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
Tabel 2.12. Diameter Venturi Karburator (Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
Universitas Mercubuana
110
Laporan Tugas Akhir
Grafik 2.10. Grafik Pemajuan Kurva Pengapian (Ignition Advance Curve). (Sumber : Buku “FOUR STROKE PERFORMANCE TUNING”. (A.Graham Bell))
Universitas Mercubuana
111
Laporan Tugas Akhir
2.7.
Kumpulan Rumus-rumus Performa, Kebutuhan Gas Bakar Dan Efisiensi Pada Mesin.
2.7.1. Ketentuan perbandingan rasio massa dan volume ideal antara bahan bakar dan udara, atau dapat disebut FAR (Fuel to Air Ratio). Khusus bahan bakar bensin (Petrol) secara umum.
Rasio FAR berdasarkan massa fluida : (Massa) FAR Ideal =
1 : 13
Rasio FAR berdasarkan volume fluida
:
(Volume) FAR Ideal = 1 BBM :
Udara
2.7.2. Perhitungan aliran campuran bahan bakar dan udara (gas bakar) yang dapat dihisap oleh mesin :
Teoritical Gas flow (cc/menit) = Keterangan
:
- CV
Total Gas flow (cc/menit) =
x CV
: Volume Selinder (cc )
Fuel flow + Total air flow
Efisiensi Volumetrik : VE
=
x 100%
Atau
Universitas Mercubuana
112
Laporan Tugas Akhir
*(Sumber : http://www.ajdesigner.com)
2.7.3. Perhitungan Daya (Horsepower), Torsi Dan Kecepatan
Hp
=
Keterangan
:
- Torsi : Pound force Feet (lbf-ft)
*(Sumber : http://www.ajdesigner.com)
Hp
= Weight x
Keterangan
:
- Weight
: Pound (lb)
- Velocity
: Mile per Hour (Mph)
*(Sumber : http://www.ajdesigner.com)
Hp
=
Keterangan
:
- Weight
: Pound (lb)
- ET
: Quarter mile elapsed time (second)
*(Sumber : http://www.ajdesigner.com)
Hp = TE x Fuel Flow (PPH) x *(Sumber : http://www.epi-eng.com)
Universitas Mercubuana
113
Laporan Tugas Akhir
2.7.4. Perhitungan Efisiensi
Efisiensi Thermal adalah perhitungan yang membandingkan nilai energi total dari konsumsi bahan bakar terhadap daya yang dihasilkan oleh mesin, yang dinyatakan dengan besaran persentase nilai energi bahan bakar yang terkonversi menjadi energi kinetik. TE
=
Keterangan
:
- TE
:
Efisiensi thermal x 100%
- PPH :
Pound per Hour
- BTU :
British Thermal Unit
- Petrol Energy = 19.000 (BTU/lb) *(Sumber : http://www.epi-eng.com)
Engine Performance Coefficient (EPC), menyatakan keterangan performa suatu mesin dengan menguji hubungan/perbandingan antara produksi daya dengan aliran gas bakar potensial. Sehingga dapat menyatakan perbandingan prestasi dasar perhitungan lainnya (BMEP, BSFC, BHP/cc) antara suatu mesin terhadap mesin lainnya. EPC
=
Keterangan
:
- Peak Power : Maksimum Horsepower
- Displacement : Volume total selinder (
)
*(Sumber : http://www.epi-eng.com)
Universitas Mercubuana
114
Laporan Tugas Akhir
Brake Mean Effective Pressure (BMEP), adalah tekanan rata-rata yang diberikan terhadap piston saat bergerak dari TMA ke TMB pada saat langkah usaha. BMEP (psi)
=
*(Sumber : http://www.epi-eng.com)
Brake Specific Fuel Consumption(BSFC), BSFC
=
*(Sumber : http://www.epi-eng.com)
Universitas Mercubuana
115