BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Labu Kuning (Cucurbita moschata) Labu kuning (Curcurbita moschata) termasuk jenis tanaman menjalar dari famili cucurbitaceae yang banyak dijumpai di Indonesia terutama di dataran tinggi. Labu kuning mempunyai klasifikasi sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Cucurbitales
Familia
: Cucurbitaceae
Genus
: Cucurbita
Spesies
: Cucurbita moschata Duch
Jenis tanaman yang serumpun dengan buah labu antara lain adalah tanaman timun, semangka, melon, dan lain-lain. Di Jawa Tengah labu kuning dikenal dengan nama waluh, di negara Inggris labu kuning disebut juga dengan pumpkin, di Jawa Barat disebut dengan labu parang atau labu merah dan labu manis (Sudarto, 1993). Labu kuning merupakan tanaman merambat dengan batang berbentuk segi lima. Daunnya cukup besar, berukuran 20x30 cm, dengan tangkai sepanjang 20-30 cm, bunganya berwarna kuning cerah dan berat rata-rata buahnya antara 3-5 kg bahkan bisa mencapai 15 kg dengan warna kuning kecoklat-coklatan. Labu kuning dapat dilihat pada Gambar 2.1. Labu kuning (waluh) merupakan tanaman menjalar yang hidup semusim, setelah berbuah sekali kemudian mati (Suprapti, 2005). Tanaman ini dapat tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi. Adapun ketinggian tempat yang ideal adalah antara 0-1500 m diatas permukaan laut. Tanaman ini tidak memerlukan jenis tanah khusus bahkan di lahan gambut C. moschata dapat tumbuh dengan baik. Kisaran pH yang
cocok untuk pertumbuhan tanaman labu kuning antara 5,5-7. Tanaman ini memerlukan curah hujan antara 20-35 mm per bulan. Tanaman ini menghendaki tempat terbuka dan banyak menerima sinar matahari (Sudarto, 1993).
Gambar 2.1. Labu Kuning Penyebaran buah labu kuning telah merata di Indonesia, hampir di semua kepulauan Nusantara terdapat tanaman buah labu kuning, karena di samping cara penanaman dan pemeliharannya mudah buah labu kuning memang dapat menjadi sumber pangan yang dapat diandalkan (Igfar, 2012). Produktivitas labu kuning di Indonesia pada tahun 2006-2013 sebesar 14 ton/ha (Slamet, 2014). Komposisi kimia dan nilai gizi labu kuning seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1. Labu kuning merupakan salah satu produk hortikultura termasuk famili Cucurbitaceae yang mempunyai nutrisi yang beragam. Warna oranye menandakan labu mengandung antioksidan penting yaitu β karoten. Bahan ini dikonversi menjadi vitamin A di dalam tubuh. Pada proses konversinya menjadi vitamin A menghasilkan banyak fungsi penting untuk kesehatan secara keseluruhan (Rahmi dkk, 2011). Selain itu, labu kuning memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, kaya vitamin (A dan C) dan mineral (Ca, Fe, dan Na). Waluh juga mengandung inulin dan serat pangan yang sangat dibutuhkan untuk pemeliharaan kesehatan. (Ramadhani dkk, 2012).
Tabel 2.1 Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Buah Labu Kuning (per 100 gr) Komponen Jumlah Air (g) 91,60 Energi (kkal) 26 Protein (g) 1 Lemak (g) 0,10 Karbohidrat (g) 6,50 Serat (g) 0,50 Gula (g) 2,76 Ca (mg) 21 Fe (mg) 0,80 Mg (mg) 12 P (mg) 44 K (mg) 340 Na (mg) 1 Zn (mg) 0,32 Vitamin C (mg) 9,00 Thiamin (mg) 0,05 Riboflavin (mg) 0,11 Niacin (mg) 0,60 Vitamin B-6 (mg) 0,061 Folat, DFE (µg) 16 Vitamin B-12 (µg) Vitamin A, RAE (µg) 426 Vitamin A, IU (IU) 8513 Vitamin E (alpha-tocopherol) (mg) 1,06 Vitamin D (IU) Vitamin K (µg) 1,10 Sumber: USDA (2015) 2. β Karoten
β karoten merupakan salah satu karotenoid yang paling penting di antara lebih dari 40 karotenoid dalam tanaman, mengingat senyawa ini yang paling aktif dari bermacam-macam karotenoid dan mempunyai aktivitas vitamin A yang tinggi (Yuniati, 2005). β karoten sebagai provitamin A merupakan unsur yang sangat potensial dan penting bagi vitamin A (Oktaviani dkk, 2014). Secara teoritis, satu molekul β karoten dapat dipecah menjadi dua molekul retinaldehid (bentuk vitamin A aktif) (Silalahi, 2006). β karoten sebagaimana karotenoid lain di alam sebagian besar berupa hidrokarbon yang larut dalam air dan lemak serta berikatan dengan senyawa yang strukturnya menyerupai lemak. Adanya struktur
ikatan rangkap pada molekul β karoten (11 ikatan rangkap pada 1 molekul β karoten) menyebabkan bahan ini mudah teroksidasi ketika terkena udara. Oksidasi karotenoid akan lebih cepat dengan adanya sinar dan katalis logam, khususnya tembaga, besi dan mangan (Masni, 2004). Penurunan kadar β karoten juga dapat terjadi jika waktu proses pemanasan lebih lama. Proses pemanggangan dengan suhu tinggi dapat menurunkan kadar β karoten serta memungkinkan produk terpapar oksigen yang akan menyebabkan oksidasi enzimatis terhadap β karoten oleh enzim lipoksigenase yang menyebabkan kerusakan molekul β karoten all-trans. Kontak dengan udara bebas pada saat proses penggilingan dan pencetakan adonan dapat menyebabkan terjadinya oksidasi yang berperan dalam menurunkan kadar β karoten (Aisiyah, 2012). β karoten merupakan salah satu antioksidan yang dapat mencegah penyakit. Senyawa antioksidan ini mampu menetralisir zat-zat radikal bebas dalam tubuh yang merupakan sumber pemicu timbulnya berbagai penyakit terutama penyakit degeneratif. β karoten termasuk antioksidan sekunder. Antioksidan sekunder bekerja dengan cara mengikat oksigen dan mengubahnya ke bentuk triplet oksigen. Secara alamiah β karoten banyak terdapat pada buah-buahan seperti wortel, labu merah, buah merah, semangka, mangga, tomat, melon dan terdapat juga pada cabe (Serlahwaty dkk, 2009).
Gambar 2.2 Struktur β Karoten (Robbinson, 1995 dalam Oktaviani dkk, 2014). Beberapa macam kerusakan karotenoid salah satunya β karoten yang mungkin terjadi:
a.
Kerusakan pada suhu tinggi Karotenoid akan mengalami kerusakan pada suhu tinggi melalui degradasi thermal sehingga terjadi dekomposisi karotenoid yang mengakibatkan turunnya intensitas warna karoten atau terjadi pemucatan warna. Hal ini terjadi dalam kondisi oksidatif (Amiruddin, 2013).
b. Oksidasi Oksidasi dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu oksidasi enzimatis dan oksidasi non enzimatis. Oksidasi enzimatis dikatalis oleh enzim lipoksigenase. Hasil proses oksidasi ini berupa hidroksi beta karoten, semi karoten, beta karotenon, aldehid, dan hidroksi beta neokaroten yang menyebabkan penyimpangan cita rasa (Amirrudin, 2013). 3. Tepung Labu Kuning Proses pembuatan tepung labu kuning meliputi proses pengupasan dan pembuangan bagian yang tidak dibutuhkan, pencucian, pengecilan ukuran, pengeringan, penepungan dan pengayakan (Purwanto dkk, 2013). Labu kuning matang, dikupas kulitnya, dibuang bijinya kemudian dicuci dengan air, kemudian diiris tipis dengan menggunakan mesin slicer dengan ketebalan 1-2 mm. Setelah itu dikeringkan dengan menggunakan mesin pengering kabinet dengan suhu 60oC selama 24 jam dan didapatkan labu kuning kering. Labu kuning dihancurkan dengan blender dan diayak dengan ayakan 80 mesh, didapatkan tepung labu kuning (Ratnasari dan Yunianta, 2015). Tepung labu kuning adalah tepung dengan butiran halus, lolos ayakan 60 mesh, bewarna putih kekuningan, berbau khas labu kuning, kadar ±13%. Kondisi fisik tepung labu kuning ini sangat dipengaruhi oleh kondisi bahan dasar dan suhu pengeringan yang digunakan. Semakin tua labu kuning, semakin tinggi kandungan gulanya. Oleh karena kandungan gula labu kuning yang tinggi ini, apabila suhu yang digunakan pada proses pengeringan terlalu tinggi, tepung yang dihasilkan akan bergumpal dan
berbau karamel (Hendrasty, 2003). Komposisi tepung labu kuning dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tepung labu kuning masih mempunyai karakteristik yang kurang dikehendaki yakni menggumpal, kurang dapat mengembang dan sedikit mengikat air (Yanuwardana dkk, 2013). Sehingga perlu dilakukan modifikasi
tepung
labu
kuning
sehingga
dapat
memperbaiki
karakteristiknya. Modifikasi pati dilakukan untuk mengubah sifat kimia dan atau fisik dari pati secara alami. Modifikasi secara fisika dapat dilakukan dengan cara heat treatment, shear stress (dengan gesekan pada suatu lempengan), freezing in liquid nitrogen, radiasi dan lain-lain. Modifikasi pati secara kimia dapat dilakukan seperti eterifikasi, esterifikasi, cross-linking, grafting, dekomposisi asam, hidrolisa dengan menggunakan enzim, dan oksidasi (Teja dkk, 2008). Tabel 2.2 Komposisi Tepung Labu Kuning Komposisi Satuan Ermakov Pongjata (2006) (1987) dalam Fang (2008) Kadar Air % 9,1 6,01 Protein % 9,0 3,74 Lemak % 1,34 Abu % 3,8 7,24 Karbohidrat % 78,77 Fiber % 2,9 Aw 0,24 β Karoten mg 5,6 7,29 Pektin g 18,7 Selulosa g 50,5 Hemiselulosa g 4,3 Lignin g 4,3 Asam g 0,0683 Askorbat Natrium g 0,65 Kalium g 1,9 Kalsium g 0,5 Fosfor g 0,03 Serat Pangan % Vitamin A µg/100gr Daya Serap % Air Kelarutan % -
Saelaw dan Gerhard (2011) 7,81 3,60 5,29 79,57 3,65 12,1 262 491,75 27,58
Ciri modifikasi kimia adalah dengan menambahkan gugus fungsional baru pada molekul pati sehingga mempengaruhi sifat fisika-kimia dari pati tersebut. Modifikasi secara kimia dapat dilakukan dengan cara penambahan reagen atau bahan kimia tertentu dengan tujuan mengganti gugus hidroksil (OH-) pada pati. Sebagai contoh, dengan adanya distribusi gugus asetil yang menggantikan gugus OH- melalui reaksi asetilasi akan mengurangi kekuatan ikatan hidrogen di antara pati dan menyebabkan granula pati menjadi lebih mengembang (banyak menahan air), mudah larut dalam air, serta meningkatkan freeze-thaw stability pati (Teja dkk, 2008). Modifikasi secara kimiawi (asam) membutuhkan biaya yang rendah, waktu lebih singkat dan metode yang relatif mudah sehingga lebih menguntungkan apabila digunakan dalam industri pangan (Yanuwardana dkk, 2013). Selain itu, keunggulan sifat fisikokimia yang dimiliki oleh pati terasetilasi seperti suhu gelatinisasi, swelling power, solubility, dan tingkat kejernihan pasta (paste clarity) yang tinggi, serta memiliki stabilitas penyimpanan dan pemasakan yang lebih baik jika dibandingkan dengan pati asalnya (Raina et al., 2006). Selain itu, kualitas produk yang dihasilkan dari pati terasetilasi lebih stabil dan tahan terhadap retrogradasi. (Teja dkk, 2008). Akan tetapi sama seperti pati alami, pati termodifikasi bersifat tidak larut dalam air dingin dan persamaan sifat birefringence-nya (Koswara, 2009).
Gambar 2.3 Reaksi Asetilasi Pati (Teja dkk, 2008) Asam asetat memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan asam asetat adalah termasuk kelompok Generally Recognize As Safe (GRAS) sehingga aman digunakan pada makanan, harganya relative murah, memiliki toksisitas yang rendah. Kekurangan asam asetat adalah bau dan rasanya yang asam sehingga sebelum digunakan asam
asetat ini biasanya diencerkan terlebih dahulu. Sifat hidrofilik yang dimiliki asam asetat juga mendukung proses pengawetan, karena fase air merupakan tempat mikroorganisme tumbuh (Hadittama, 2009). Tepung termodifikasi asam dibuat dengan cara menghidrolisis pati yang terdapat dalam tepung menggunakan asam di bawah suhu gelatinisasi, yaitu pada suhu sekitar 52oC. Reaksi dasar meliputi pemotongan ikatan α-1,4-glikosidik dari amilosa α-1,6-D-glikosidik dari amilopektin, sehingga ukuran molekul pati menjadi lebih rendah dan meningkatkan kecenderungan pasta untuk membentuk gel (Alsuhendra dan Ridawati, 2009). Pembuatan tepung labu kuning dengan pemberian perlakuan modifikasi asam asetat dilakukan dengan cara mengecilkan ukuran daging buah labu kuning lalu direndam dalam larutan asam selama beberapa menit. Setelah itu, suspensi dipanaskan pada suhu 450C selama beberapa menit lalu dikeringkan dalam oven 600C selama 8 jam. Labu kuning yang telah kering selanjutnya dihaluskan dan diayak dengan ukuran 80 mesh (Triyani dkk, 2013). 4. Pound Cake Cake merupakan salah satu bentuk produk makanan semi basah yang banyak diminati anak-anak hingga orang dewasa. Cake mempunyai rasa manis, kaya akan lemak dan gula yang diperoleh dari proses pembakaran. Dalam pembuatan adonan cake memerlukan empat macam bahan dasar yang paling utama digunakan terpung terigu, telur dan susu serta menggunakan bahan yang berfungsi mengempukkan seperti gula halus dan lemak (Iriyanti, 2012). Cake adalah makanan yang dibuat dari empat bahan dasar yaitu tepung terigu, gula, telur dan lemak (Bogasari Baking Center, 2008). Roti adalah makanan yang dibuat dari tepung terigu yang diragikan dengan ragi roti (yeast) dan dipanggang (Hendrasty, 2013). Biskuit memiliki berbagai bentuk dan mempunyai struktur lebih padat dengan tekstur mulai dari rapuh atau renyah sampai relative keras, serta kadar airnya rendah (Wahyudi, 2003). Pound cake memiliki kandungan lemak yang
lebih tinggi, volumenya yang lebih padat, memiliki rasa yang lebih enak, memiliki aroma yang lebih harum dan daya tahan yang lebih lama (Bogasari Baking Center, 2008). Pada dasarnya ada 3 kategori cake, yaitu mentega (butter cake), cake manis (pound cake) dan busa (foam cake). Butter cake adalah cake yang sebagian besar terdiri dari shortening (mentega), gula, telur, cairan (susu), tepung, garam, pengembang dan perisa (flavor). Pound cake adalah mengandung 1 pound shortening, 1 pound telur dan 1 pound gula. Adonan ini dibuat cream, kemudian dilipat ke dalam tepung. Adonan ini digunakan untuk membuat jenis cake pound, cake buah, cake kacang dan puding kukus. Sedangkan kategori cake yang ketiga adalah cake busa contohnya
angel
cake
dan
chiffon
cake.
Bahan
pengembang
dikontribusikan oleh udara dalam busa telur, walaupun beberapa sponge cake
dan
chiffon
cake
dapat
menggunakan
baking
powder
(Hendrasty, 2013). Cake yang berkualitas baik dapat ditinjau dari empat aspek yaitu warna, aroma, tekstur, dan rasa. Warna dapat dilihat dari warna remah dan warna kerak. Warna baik dan banyak disukai adalah warna krem atau kekuningan cerah. Aroma cake yang baik adalah sedap yaitu seimbang antara manis dan harum. Untuk memperoleh aroma tersebut dapat ditambahkan essens baik dari buah-buahan, biji-bijian, rempah-rempah, sehingga dapat menimbulkan aroma seperti yang dikehendaki. Tekstur cake dapat dilihat dari volume cake, butiran cake dan susunan cake. Volume cake yang baik adalah tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Untuk butirannya cake yang baik rapat contohnya pound cake, ada juga yang butirannya cake harus renggang. Untuk susunan cake yang sempurna seharusnya bergumpal dan tidak kasar serta permukannya harus lembut. Rasa merupakan kombinasi dari dua unsur, yaitu rasa dan bau. Rasa yang diinginkan serupa dengan aroma yang diinginkan. Yang paling baik untuk dapat menentukan rasa cake adalah dengan mencicipi sepotong kue (Masruroh, 2009).
Untuk mendapatkan hasil cake yang baik maka sangat perlu dilakukan pengaturan waktu yang tepat agar pati dapat tergelatinisasi. Jika waktu gelatinisasi terlalu cepat, maka air yang bebas tidak akan tertangkap oleh pati sehingga volume cake menjadi kecil dengan tekstur yang padat. Sebaliknya jika waktu gelatinisasi terlalu lambat maka reaksi pengembangan yang terjadi dari penguapan air dan baking powder tidak disertai terbentuknya struktur pori-pori, sehingga cake akan mengembang tetapi kemudian menyusut kembali (Hendrasty, 2013). Pound cake memiliki volume pendek/padat, rasa lebih enak, aroma lebih harum, daya tahannya lebih lama dan teksturnya kurang lembut. Sponge cake memiliki volume besar/ringan, rasa cukup enak, aroma cukup harum, daya tahannya cukup lama, dan tekturnya cukup lembut. Sedangkan chiffon cake memiliki volume yang lebih besar/ringan, rasa enak,
aroma
harum,
daya
tahannya
lama
dan
lebih
lembut
(Bogasari Baking Centre, 2008). Pada pound cake, bahan mentega (lemak) dan gula diaduk terlebih dahulu, baru ditambahkan telur, sambil terus dicampur sampai adonan menjadi kental. Tepung kemudian ditambahkan secara perlahan. Perbandingan gula, mentega, telur dan tepung adalah 1:1:1:1. Sebagai modifikasi sering ditambahkan bit dan baking powder kemudian dipanggang pada suhu oven yang tidak begitu tinggi, yaitu bekisar 160170°C (Hendrasty, 2013). Seiring dengan perkembangannya, cake tidak hanya menggunakan bahan baku tepung terigu tetapi juga menggunakan bahan lain dengan tujuan
untuk
mengurangi
penggunaan
terigu
maupun
untuk
meningkatkan nilai gizinya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, Astuti dkk (2014); Pato dkk (2014); Hanastiti (2013); Susilo dan Fenny (2007); dan Padmawati (2007), penggunaan tepung-tepung non terigu mampu mensubstitusi tepung terigu sebesar 40% untuk menghasilkan cake yang masih dapat diterima oleh konsumen.
5. Bahan-bahan Pembuatan Pound Cake Bahan baku untuk proses pembuatan pound cake adalah tepung terigu, telur, gula, susu, lemak, air, emulsifier, bahan pengembang dan bahan tambahan. a.
Tepung Terigu Tepung terigu berfungsi sebagai bahan baku utama cake. Tepung yang bisa digunakan untuk cake adalah tepung gandum, jagung, havermouth, dan sebagainya. Untuk cake yang memerlukan pemuaian, lebih baik digunakan tepung gandum, karena beberapa jenis protein yang terdapat pada gandum jika dicampur dengan air akan menghasilkan gluten. Gluten inilah yang dapat membuat cake berkembang dengan baik. Kerjasama gluten dengan ragi dan pati, akan membentuk jaringan sel yang cukup elastis untuk membuat roti mengembang selama proses pembuatan (Sufi, 2006). Komponen pembentuk gluten mengandung 75-80% protein yang terbentuk dari gliadin dan glutenin. Gliadin dan glutenin merupakan faktor penting yang menentukan reologi adonan. Gluten berfungsi untuk mempertahankan gas untuk mendapatkan volume yang diinginkan dan tekstur dalam sistem adonan. Glutenin dan prolamin
adalah
menyediakan
fraksi
viskositas
utama dan
gluten.
Sementara
extensibility
adonan,
prolamin glutenin
bertanggung jawab untuk sifat elastis dan kohesif adonan (Fauzan, 2013). Buckle (1987) menyatakan bahwa gluten adalah massa kenyal yang lengket yang menyatukan komponen-komponen seperti pati dan gelembung gas untuk membentuk dasar tekstur yang lunak. Dengan adanya air dan reaksi mekanik, gluten akan membentuk adonan yang elastis. Adonan akan mengalami peregangan sehingga membentuk lapisan (film) dan dengan adanya tekanan membentuk gas. Cake tidak memerlukan tepung terigu dengan kandungan protein tinggi (hard wheat). Tepung dengan merk Segitiga adalah
tepung terigu yang mempunyai kandungan protein sedang yang sering digunakan untuk pembuatan cake dan muffin (Hendrasty, 2013). Tepung dengan kandungan protein yang rendah membantu selama proses pencampuran karena lebih mudah menyatu dengan bahan-bahan lain. Selain itu, terigu jenis ini lebih mudah terdispersi. Bila yang digunakan adalah tepung terigu keras akan menimbulkan inefisiensi karena semakin keras tepung terigu, maka semakin banyak lemak dan gula yang harus ditambahkan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Tepung terigu keras juga mengandung protein tinggi dan akan menyebabkan tekstur produk (khususnya cake) menjadi liat dan penampakannya kasar (Matz, 1992 dalam Hastuti, 2013). b.
Telur Telur dalam pembuatan produk bakery berfungsi untuk membentuk suatu kerangka yang bertugas sebagai pembentuk struktur. Telur juga berfungsi sebagai pelembut dan pengikat. Fungsi lainnya adalah untuk aerasi, yaitu kemampuan menangkap udara pada saat adonan dikocok sehingga udara menyebar rata pada adonan. Telur dapat mempengaruhi warna, rasa, dan melembutkan tekstur produk bakery dengan daya emulsi dari lesitin yang terdapat pada kuning telur. Pembentukan adonan yang kompak terjadi karena daya ikat dari putih telur (Indrasti, 2004 dalam Rakhmah, 2012). Telur yang digunakan dalam pembuatan cake haruslah telur yang segar, tidak dalam kondisi dingin, tidak rusak/pecah saat sebelum dipakai. (Bogasari Baking Center, 2008). Putih telur dan kuning telur sering digunakan
sebagai
emulsifier
yang
dapat
mempertahankan
kelembaban adonan. Hal ini karena adanya lesitin dalam kuning telur. Bagian putih telur dan kuning telur ini banyak digunakan dalam pembuatan cake (Hendrasty, 2013).
c.
Gula Gula berasal dari penyulingan air tebu. Gula yang sering digunakan pada pembuatan cake adalah gula halus dan gula kastor (gula pasir berbutir halus) karena mudah/cepat larut dalam adonan (Faridah, 2008 dalam Ningrum, 2012). Gula dalam pembuatan cake berfungsi untuk menghaluskan crumb, memberi rasa manis, membantu aerasi, menjaga kelembaban, memberi warna pada kulit, melembutkan crumb, dan memperpanjang umur simpan. Gula yang biasa dipakai dalam pembuatan cake adalah gula kastor (mudah atau cepat larut dalam adonan), gula sirup (madu) (cake menjadi lebih berat, tetapi kelembaban dapat dipertahankan lebih lama), gula palm dan gula coklat (brown sugar) (kekurangannya tekstur akan berubah warna menjadi gelap). Dari berbagai jenis gula diatas, pilihan yang terbaik adalah gula kastor karena sisi tajam dari kristal akan membantu penangkapan udara (Bogasari Baking Center, 2008).
d.
Susu Susu membuat cake lembut dengan hasil lapisan atas kecokelatan, dan membuat cake lebih tahan lama. Susu berfungsi sebagai sumber nutrisi dan penambahan gizi karena susu mengandung protein (kasein), gula laktosa dan mineral kalsium, memberi rasa dan aroma, serta memberi warna pada kulit roti karena terjadi reaksi pencoklatan (Sufi, 2006). Selain itu penggunaan susu untuk produk-produk bakery berfungsi membentuk flavor, mengikat air, sebagai bahan pengisi, membentuk struktur yang kuat dan porous karena adanya protein berupa kasein, menambah keempukan karena adanya laktosa. Susu juga memperkuat gluten karena kandungan kalsiumnya (Koswara, 2009).
e.
Lemak Lemak adalah bahan yang sangat penting dalam pembuatan patiseri. Lemak yang digunakan dalam pembuatan cake adalah margarin. Margarin mengandung 80% lemak, 18% air, garam dapur
(NaCl) maks 4% dan beberapa zat lain (Astawan dan Astawan, 1988 dalam Ningrum, 2006). Margarin sebagai pengganti mentega dengan rupa, bau konsistensi rasa dan nilai gizi yang hampir sama dengan mentega. Margarin merupakan campuran dari air dan minyak (Ningrum, 2006). Margarin terbuat dari lemak tumbuhan. Lemak menambah citarasa pada cake, membuat cake lebih lembut dan membantu pencoklatan cake menjadi lebih baik. Lemak membuat cake mengembang lebih besar tanpa memberi kesempatan gas CO2 terlepas sehingga cake mempunyai volume yang lebih besar (Sufi, 2006). Penambahan
lemak
dalam
adonan
akan
mempermudah
pemotongan cake, juga dapat menahan air, sehingga masa simpan cake lebih panjang dan kulit roti lebih lunak. Penggunaan lemak dalam proses pembuatan cake memperkuat jaringan zat gluten, cake tidak cepat menjadi keras dan daging cake tidak lebih empuk (lemas) sehingga dapat memperpanjang daya tahan simpan roti. Selain itu penambahan lemak menyebabkan nilai gizi dan rasa lezat cake bertambah. Lemak berfungsi sebagai pelumas sehingga akan memperbaiki remah cake (Koswara, 2009). Dalam penggunaannya, mentega yang dicampurkan ke dalam adonan dengan 2 bentuk yaitu mentega kocok atau mentega cair. Mentega kocok akan mudah bercampur saat diaduk dengan adonan telur dan akan menghasilkan cake yang lebih empuk. Hal ini disebabkan karena mentega kocok bersifat lebih ringan sehingga adonan akan lebih ringan yang menyebabkan adonan akan mudah naik/mengembang saat pemanggangan. Apabila cake yang dibuat dengan menggunakan mentega kocok ini disimpan, cake akan bersifat lembab, enak dan lebih gurih karena mentega akan mencair kembali. Apabila mentega cair yang digunakan adonan akan sulit mengembang selama proses pemanggangan karena mentega cair ini lebih berat bila bercampur dengan adonan. Cake yang dihasilkan jika
menggunakan mentega cair akan didapat cake yang lebih kering dan berserat kasar (Hendrasty, 2013). f.
Air Air merupakan bahan yang berperan penting dalam pembuatan cake, antara lain gluten terbentuk dengan adanya air. Air sangat menentukan konsistensi dan karakteristik reologi adonan, yang sangat menentukan sifat adonan selama proses dan akhirnya menentukan mutu produk yang dihasilkan. Air juga berfungsi sebagai pelarut bahan seperti garam, gula, susu dan mineral sehingga bahan tersebut terdispersi secara merata dalam adonan. Air memungkinkan terbentuknya gluten, berperan mengontrol kepadatan adonan, membasahi dan mengembangkan pati serta menjadikannya dapat dicerna. Dalam pembuatan cake, air akan melakukan hidrasi dan bersenyawa dengan protein membentuk gluten dan dengan pati membentuk gel setelah dipanaskan (Koswara, 2009). Kandungan mineral dalam air dapat mempengaruhi kekerasan adonan, terutama untuk beberapa jenis tepung, air yang digunakan harus memenuhi syarat air yang sehat yaitu syarat fisik artinya air tidak berwarna, berasa, berbau, syarat kimia artinya air tidak mengandung bahanbahan kimia seperti Fe, Hg, Pb, kekeruhan dan kesadahan, syarat mikrobiologis
artinya
tidak
mengandung
bakteri
coli
(Ningrum, 2006). Air yang digunakan dalam pemanggangan berupa air yang memang sengaja ditambahkan sebagai ingredient. Hal ini merupakan kunci yang sangat berperan dikaitkan dengan kelarutan ingredient selama proses pencampuran dan pembentukan kompleks gluten. Banyaknya air yang digunakan akan memberikan kualitas produk yang diinginkan dan merupakan optimalisasi sebagai produk intermediate (adonan, batter dan pasta) yang akan menentukan sifat produk akhirnya (Hendrasty, 2013).
g.
Emulsifier Emulsifier dipergunakan sebagai stabilisator adonan dengan menyatukan cairan dengan lemak sehingga dapat membantu aerasi dan meningkatkan stabilitas adonan. Emulsifier dapat meningkatkan tekstur lebih halus, meningkatkan keempukan, memperbaiki atau menambah volume, memperpanjang umur simpan. Beberapa contoh emulsifier antara lain TBM, ovalet, SP, spontan 88 dan lain-lain (Bogasari Baking Center, 2008). Quick 75 ideal digunakan untuk membuat cake. Penggunaan quick 75 ini membuat cake yang dihasilkan memiliki tekstur halus, ringan dan tidak kering. Keuntungan menggunakan bahan ini adalah lebih ekonomis (bahan telur bisa dikurangi), adonan tetap stabil meski lama belum bisa dimasukkan dalam oven, pengocokan bisa dilakukan dalam waktu singkat (cepat pengembang) (Zeelandia, 2013). Cake emulsifier adalah bahan tambahan untuk mengembangkan dan menstabilkan adonan cake. Bentuknya seperti jelly dan biasanya berwarna kuning. Penggunaan cake emulsifier pada adonan akan meningkatkan volume cake, mengawetkan, dan memungkinkan semua bahan diaduk sekaligus. Semua jenis cake emulsifier ini terbuat dari gula bit atau dari gula tebu yang diekstrasi. Dosis pemakaian 2-3% dari berat total adonan, dan dicampurkan pada telur dan gula lalu diaduk dengan mixer. Sponge-28 digunakan untuk membuat bolu kukus/bolu panggang. SP Ryoto digunakan untuk membuat cake mandarin. Spontan-88 digunakan untuk membuat chiffon cake. Starkies digunakan untuk membuat semua jenis fruit cake. Ovalet/TBM/SP Super digunakan untuk harga yang ekonomis (Yong, 2013).
h.
Bahan Pengembang Baking soda atau sodium bikarbonat atau dikenal dengan soda kue merupakan bahan yang bersifat basa (alkali). Umumnya baking soda digunakan sebagai chemical leavener untuk resep cake yang
bersifat asam. Baking soda akan mulai bereaksi dan melepaskan gas CO2 pada saat berada dalam adonan yang bersifat basah (moist) dan asam. Penambahan baking soda yang terlalu banyak mengakibatkan rasa yang getir (soapy) dengan pori-pori (crumb) yang terbuka dan kasar. Jika jumlah asam yang berada di dalam adonan tidak mencukupi saat bereaksi dengan baking soda, maka gas CO2 tidak akan terbentuk dan produk cake yang akan dibuat kurang mengembang (bantat) serta akan timbul rasa pahit atau getir (soapy taste).
Secara
sederhana,
reaksi
kimia
yang
terjadi
dapat
digambarkan seperti berikut: 2NaHCO3
CO2 + H2O + Na2CO3 (sodium carbonat) (gas) (air)
(Syarbini, 2013). Bahan pengembang digunakan sebagai agen aerasi/pengembang, memperbaiki “eating quality” dan memperbaiki warna crumb (lebih cerah). Baking powder dan baking soda biasanya dipergunakan untuk mengkompensasi hilangnya sumber aerasi. Jenis bahan pengembang yang sering digunakan adalah baking soda. Baking soda bereaksi bila dipanaskan atau dicampur dengan asam. Komposisi baking soda terdiri dari Natrium Bikarbonat (NaHCO3) dan bahan pengisi (filler) (Bogasari Baking Center, 2008). Baking soda terdiri dari soda dan Cream of Tartar (COT), yang bila bereaksi dengan air akan membebaskan gas karbondioksida 12% sampai 17%. Baking soda ini mengandung pati jagung yang membantu menyerap air
dan
mencegah
reaksi
dengan
wadah
yang
digunakan
(Hendrasty, 2013). i.
Bahan Tambahan Bahan-bahan tambahan lain yang kemungkinan digunakan dalam pembuatan adonan cake adalah rempah-rempah, buah, kacang-kacangan dan pewarna makanan. Persentase penggunaan bahan tambahan dalam pembuatan adonan cake tergantung dari jenis
cake yang akan dibuat, kemudian macam dan jumlah pemakaiannya disesuaikan dengan ketentuan dalam resep atau formula standar (Masruroh, 2009). Perisa yang basa digunakan adalah vanili. Vanili tidak pernah dalam bentuk minyak, akan tetapi berbentuk ekstrak atau essens. Perisa dari vanili tergantung dari ukuran dan variestas tanamannya (Hendrasty, 2013). 6. Proses Pembuatan Pound Cake Pada prinsipnya proses pembuatan pound cake sendiri terdapat empat langkah atau tahap yaitu penimbangan bahan, pencampuran adonan, pencetakan dan pemanggangan. Berikut adalah uraian tahapannya: a. Penimbangan bahan Dalam pembuatan cake diperlukan ketelitian seperti halnya membuat roti. Hal ini salah satunya terkait dengan ketepatan penimbangan bahan. Semua bahan harus ditimbang secara tepat, bahan cair sebaiknya diukur dengan volume. Demikian juga bahan kering diukur dengan timbangan yang tepat. Ketepatan dalam penimbangan bahan merupakan unsur penting dalam pembuatan produk cake (Ningrum, 2012). b. Pencampuran adonan Pada pembuatan pound cake, menggunakan metode pencampuran flour batter method. Pada metode ini, lemak dikocok sampai membentuk krim, lalu sebagian terigu dimasukkan secara bertahap dan dikocok sampai adonan tercampur rata. Telur dan gula dikocok sampai berbuih di wadah yang lain, lalu dimasukkan ke dalam campuran lemak dan terigu. Sisa tepung terigu diayak bersama baking powder kemudian dimasukkan dan dikocok dengan kecepatan rendah (Bogasari Baking Center, 2008). Pengocokan telur dilakukan dengan menggunakan hand mixer diperlukan waktu 15-20 menit dengan kecepatan tinggi. Kalau pengocokan telur dilakukan lebih lama lagi, maka telur memang akan mengembang tetapi hasil cake akan keriput setelah matang dan
banyak remahnya atau pori-porinya menjadi besar. Penambahan tepung sedikit demi sedikit sambil diaduk pelan dengan menggunakan spatula dan rata jangan dikocok, karena akan menyebabkan cake bantat. Cara pengadukannya dilakukan dari bawah ke atas hingga tepung yang ada di bawah naik ke atas dan tercampur rata (Hendrasty, 2013). c. Pencetakan Dalam pembuatan cake tidak dengan proses pencetakkan melainkan proses pemasukkan adonan ke dalam loyang. Sebelum adonan dimasukkan ke dalam loyang perlu diperhatikan pengolesan loyang yang diklasifikasikan berdasarkan jenis cake. Untuk pound cake
pada
cetakkan
sebaiknya
dipoles
dan
dialasi
kertas
(Ningrum, 2012). d. Pemanggangan Dalam pemanggangan yang penting untuk diperhatikan adalah suhu, serta waktu proses pemanggangan tersebut. Kedua hal tersebut tergantung pada beberapa faktor, yaitu ukuran besar kecilnya produk, kekentalan adonan, kualitas bahan baku, kepadatan adonan, jumlah produk yang dipanggang, dan kelembaban oven. Suhu pemanggangan untuk setiap jenis cake berbeda tergantung jenis, ukuran, jumlah unit, dan formula cake. Semakin lengkap formula cake, maka suhu pemanggangan lebih rendah dan formula yang kurang lengkap dipanggang dengan suhu yang lebih tinggi. Formula lengkap (rich formula) mengandung banyak telur dan lemak serta gas/aerasi diperoleh selama proses pengocokkan. Formula kurang lengkap (lean formula) adalah yang kandungan lemak dan telurnya diganti dengan cairan, sehingga ditambahkan baking powder untuk mengkompensasi hilangnya sumber aerasi/gas. Proses pemanggangan pada pound cake menggunakan suhu 175-180°C dan waktunya sekitar 55-60 menit (Ningrum, 2012).
B. Kerangka Berpikir
Gambar 2.4 Kerangka Berpikir C. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah variasi jumlah substitusi tepung labu kuning termodifikasi asam asetat akan berpengaruh terhadap sifat fisik (kekerasan (Fmax), warna, tingkat pengembangan), kimia (kadar air, kadar β karoten, kadar serat kasar) dan sensoris dari pound cake.