BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Asuransi
2.1.1 Pengertian Asuransi 1. Definisi asuransi menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1992 tentang perasuransian bab 1, pasal 1: “Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 belah pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberika penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya hidup seseorang yang dipertanggungkan"
2. Definisi asuransi menurut kitab Undang-Undang Hukum Dagang pasal 246 merumuskan bahwa: “Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikat diri kepada seseorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan suatu pergantian kepadanya
6
7
karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin diderita karena suatu peristiwa tak menentu”
Berdasarkan definisi tersebut, maka dalam asuransi terkandung empat unsur yaitu: 1. Pihak tertanggung (insured) yang berjanji untuk membayar uang premi kepada pihak penanggung, sekaligus atau berangsur-angsur. 2. Pihak penanggung (insurer) yang berjanji akan membayar sejumlah uang (santunan) kepada pihak tertanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur apabila terjadi sesuatu yang mengandung unsur k menetu 3. Suatu peristiwa (accident) yang tak tertentu (tak diketahui sebelumnya) 4. Kepentingan (interest) yang mungkin akan mengalami kerugian karena peristiwa yang tak tertentu
2.1.2 Bidang Usaha Perasuransian Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1992 bab 2 pasal 2, usaha perasuransian merupakan kegiatan usaha yang bergerak dalam bidang: 1. Usaha asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi dengan memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap
8
kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang. 2. Usaha
penunjang
usaha
asuransi,
yang
menyelanggarakan
jasa
keperantaraan, penilaian kerugian asuransi dan jasa aktuaria.
2.1.3 Jenis Usaha Perasuransian Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1992 bab 3 pasal 3, jenis usaha perasuransian meliputi: 1. Usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam resiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti 2. Usaha asuransi yang memberikan jasa dalam penanggulangan resiko yang dikaitkan
dengan
hidup
atau
meninggalnya
seseorang
yang
dipertanggungkan. 3. Usaha reasuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap resiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian atau perusahaan asuransi jiwa.
2.1.4 Ruang Lingkup Usaha Perasuransian Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1992 bab 4 pasal 4, ruang lingkup usaha perasuransian adalah:
9
1. Perusahaan asuransi kerugian hanya dapat menyelanggarakan usaha dalam bidang asuransi kerugian, termaksud reasuransi. 2. Perusahaan asuransi jiwa hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam bidang asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan diri, dan usaha annuitas, serta menjadi pendiri dan pengurus dana pensiun sesuai dengan peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku 3. Perusahaan
reasuransi
hanya
dapat
menyelenggarakan
usaha
pertanggungan ulang
2.1.5 Asuransi Jiwa Pada hakekatnya asuransi jiwa merupakan bentuk kerja sama antara orangorang yang menghindar atau minimal menghindari resiko yang diakibatkan oleh resiko kematian (yang pasti terjadi tetapi tidak pasti kapan terjadinya), resiko hari tua (yang pasti terjadi dan dapat diperkirakan, tetapi tidak pasti berapa lama) dan resiko kecelakaan (yang tidak pasti terjadi namun tidak mustahil untuk terjadi). Kerja sama mana yang dikoordinasi oleh perusahaan asuransi, yang bekerja atas dasar hukum bilangan besar (the law of large number), yang menyebarkan resiko pada orang-orang yang mau bekerja sama. Yang termaksud dalam program asuransi jiwa seperti asuransi pendidikan pensiun, investasi plus asuransi, tahapan dan kesehatan.
10
2.2
Brand The American Marketing Association(AMA) mendefinisikan brand sebagai
nama, ekspresi, tanda, simbol, atau disain, atau kombinasi dari semuanya, yang digunakan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari satu atau sekelompok penjual dan untuk membedakan mereka dari para pesaingnya. Proses pemberian / menambahkan suatu produk barang atau jasa dengan kekuatan dari suatu brand dikenal dengan istilah branding. Brand adalah sebuah simbol yang kompleks yang mengandung enam arti, yaitu: 1. Atribut (Attributes) Sebuah merek dapat memberikan gambaran kepada konsumen mengenai atribut yang terdapat di dalam merek itu sendiri. Contoh: berkualitas, elegan, tahan lama. 2. Manfaat (Benefit) Atribut dari sebuah merek tersebut harus dapat diterjemahkan dalam bentuk manfaat baik dari sisi fungsi maupun emosi. Contoh: atribut berkualitas dapat diasumsikan dengan arti bahwa produk tersebut menggunakan bahan-bahan yang bermutu tinggi dibandingkan dengan produk pesaingnya. 3. Nilai (Value)
11
Sebuah merek dapat turut serta memberikan nilai lebih bagi produsennya. Contoh: mobil bermerek Mercedes selalu identik dengan mobil yang berperforma tinggi, aman, dan prestisius. 4. Budaya (Culture) Sebuah merek dapat turut mencerminkan budaya tertentu. Contoh: mobil Mercedes mewakili kebudayaan negara Jerman, seperti terorganisir, efisien, dan berkualitas tinggi. 5. Personal (Personality) Sebuah merek dapat mencerminkan kepribadian dari individu pemakainya. Contoh: mobil Mercedes dapat menggambarkan pemiliknya sebagai “nononsense boss”. 6. Pemakai (User) Sebuah merek dapat memberikan sekilas gambaran tentang jenis konsumen yang membeli ataupun menggunakan produk tersebut. Contoh: mobil Mercedes sesuai untuk jenis konsumen yang sudah matang/mapan, baik dari segi usia maupun pekerjaan, misalnya top eksekutif yang berusia 55 tahun bukan sekretaris yang berusia 20 tahun.
Terdapat tiga pendekatan riset yang sering digunakan untuk mendapatkan pengertian merek, yaitu: 1. Asosiasi kata (Word Associations)
12
Dapat ditanyakan kepada konsumen, apa yang terlintas dalam benaknya pertama kali mendengar sebuah nama / merek. 2. Perlambangan dari sebuah merek (Personifying the Brand) Dapat ditanyakan kepada konsumen untuk menjelaskan manusia, hewan atau benda seperti apa yang terlintas ketika sebuah merek disebutkan. 3. Melangkah lebih tinggi untuk mencari intisari dari merek tersebut (Laddering up to find the brand essence) Intisari dari sebuah merek berhubungan dengan kedalaman, tujuan yang lebih abstrak dari konsumen yang mengharapkan kepuasan dari merek tersebut. Mereka akan membantu para pemasar untuk mengetahui motivasi dari konsumen ketika memilih merek tersebut.
David Aaker membedakan lima tingkatan sikap setia konsumen terhadap sebuah merek dari yang paling rendah hingga paling tinggi, antara lain: 1. Konsumen akan mengganti merek yang telah dipakai, biasanya karena alasan harga. Tidak ada kesetiaan terhadap merek tersebut. 2. Konsumen puas dan tidak mempunyai alasan untuk mengganti merek lain. 3. Konsumen puas dan akan mengeluarkan biaya dengan mengganti merek lain. 4. Konsumen menghargai merek tersebut dan melihatnya sebagai teman.
13
5. Konsumen memutuskan untuk tetap setia terhadap merek tersebut.
Ada beberapa alasan mengapa konsumen memilih dan menggunakan sebuah produk atau jasa dari merek tertentu, yaitu : 1. Benefits and Promises (keuntungan dan janji) Konsumen memilih atau menggunakan merek karena merek tersebut menawarkan beberapa keuntungan dan menjanjikan. 2. Norms and values (norma dan nilai) Norma dan nilai akan mempengaruhi konsumen dalam menggunakan suatu produk. Suatu nilai juga akan mempengaruhi kesetiaan konsumen dalam menggunakan sebuah merek. Konsumen memilih atau menggunakan merek, karena sesuai dengan norma dan nilai yang mereka anut serta dapat menimbulkan
kepuasan
serta
kebanggaan tersendiri
apabila
mereka
menggunakan suatu produk atau jasa tertentu. 3. Perception and Programs Sebuah persepsi akan sangat berpengaruh terhadap apa yang ada di pikiran konsumen. Apabila suatu produk terlalu rumit dan abstrak, maka akan sulit sekali bagi konsumen untuk memilih dan menggunakan produk atau jasa tertentu.
14
4. Identify and Self-expression Konsumen memilih dan menggunakan sebuah merek karena dapat mengekspresikan karakter, kepribadian, dan identitas mereka. 5. Emotion and Love Konsumen memilih dan menggunakan sebuah merek karena mereka suka (cinta) akan produk dan jasa yang ditawarkan.
2.3
Brand equity Menurut David Aaker, brand equity adalah kombinasi aset yang dapat dilihat
baik dari sisi perusahaan maupun sisi customer, dengan kata lain brand equity adalah kombinasi dari respon customer dan keuntungan (benefit). Menurut Keller, K. L., customer-based brand equity terjadi ketika konsumen memiliki tingkat awareness dan familiarity yang tinggi pada suatu brand dan memiliki brand associations yang kuat, disukai, dan unik di ingatan mereka. Ada dua elemen yang terkandung dalam brand equity, yakni brand awareness dan brand image / brand associations. Terdapat beberapa tools dalam mengukur brand equity diantaranya ialah : CBBE, Brand Asset valuator, AAKER, Model dan Branz. Untuk penelitian thesis ini kami menggunakan tools CBBE.
15
2.3.1 Brand awareness
Brand awareness terdiri dari brand recognition dan brand recall performance. Brand recognition terkait pada kemampuan konsumen dalam menanggapi suatu brand ketika diberikan petunjuk. Sedangkan brand recall berkaitan dengan kemampuan konsumen untuk mengingat kembali suatu brand ketika diberikan petunjuk berupa kategori produk, kebutuhan yang perlu dipenuhi oleh suatu kategori produk, atau situasi pembelian atau pemakaian. Informasi mengenai tingkatan brand awareness dapat diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Tingkatan dari piramida kesadaran merek dapat dijelaskan sebagai berikut, yaitu: 1. Puncak pikiran (Top of mind) Top of mind adalah merek yang pertama kali diingat oleh konsumen atau pertama kali disebut ketika konsumen ditanya tentang suatu produk tertentu. Top of mind menggunakan single respond questions yang artinya konsumen hanya boleh memberikan satu jawaban untuk pertanyaan ini. 2. Pengingatan kembali terhadap merek (Brand recall) Yang dimaksud dengan brand recall adalah pengingatan kembali merek yang dicerminkan dengan merek lain yang diingat oleh konsumen setelah konsumen menyebutkan merek yang pertama. Brand recall menggunakan multi respond questions yang artinya konsumen memberikan jawaban tanpa dibantu.
16
3. Pengenalan merek (Brand recognition) Yang dimaksud dengan brand recognition adalah pengenalan merek dimana tingkat kesadaran konsumen terhadap suatu merek diukur dengan diberikan bantuan dengan menyebutkan ciri-ciri dari produk tersebut. Pertanyaan diajukan untuk mengetahui berapa banyak konsumen yang perlu diingatkan tentang keberadaan merek tersebut. 4. Tidak menyadari merek (Unaware of brand) Yang dimaksud dengan unaware of brand adalah tingkat paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari adanya suatu merek.
Karena konsumen setiap harinya terus-menerus dihadapkan pada pesan pemasaran (marketing messages) dari berbagai macam produk dan jasa, maka tantangan agar suatu brand terus dikenal harus dilakukan secara sungguh-sungguh. Dua faktor yang harus dilakukan suatu perusahaan dalam menghadapi tantangan ini adalah dengan cara: 1. Mengeluarkan dan memberikan semua sumber daya yang dimiliki suatu perusahaan agar dapat menciptakan suatu tingkat kesadaran, misalnya basis penjualan secara luas. Ini adalah sesuatu hal yang mahal dan jarang terjadi apabila mendukung suatu merek dengan unit penjualan yang sangat kecil. 2. Untuk beberapa waktu yang akan datang, suatu perusahaan akan lebih
17
berpengalaman dan menggunakan beberapa media channel seperti event promotion, sponsorship, publisitas, sampling, serta beberapa pendekatan lainnya, yang merupakan cara yang paling sukses dilakukan untuk membangun sebuah kesadaran merek.
2.3.2 Brand Image Menurut Keller, sebuah brand image yang positif dibuat oleh program pemasaran yang menghubungkan suatu asosiasi brand yang kuat, disukai dan unik di dalam benak konsumen. Definisi dari customer-based brand equity tidak membedakan antara sumber dari brand associaton dan cara / pola mereka terbentuk; semuanya penting dalam menciptakan kekuatan, kebaikan dan keunikan dari brand association tersebut. Aktivis pemasaran harus mengenali pengaruh dari sumbersumber informasi lain dengan mengatur sebaik mungkin dan mempertimbangkannya dalam merancang strategi komunikasi mereka. Program komunikasi pemasaran mencoba untuk menciptakan brand associations yang kuat dan mengawasi efek komunikasi melalui beberapa alat yang digunakan, seperti menggunakan komunikasi-komunikasi kreatif yang menyebabkan konsumen memperoleh informasi tentang brand yang terperinci dan mengkaitkannya secara benar pada pengetahuan yang ada, mengkomunikasikan konsumen secara berulang-ulang, dan meyakinkan bahwa banyak petunjuk sebagai pengingat.
18
Faktor kebaikan / favorability konsumen terhadap suatu brand association juga perlu dikelola. Tingkat keinginan dari konsumen tergantung pada: 1. Seberapa relevan brand association bagi konsumen 2. Seberapa bedanya brand association tersebut dari pesaingnya. 3. Seberapa dapat dipercaya brand association tersebut.
Inti dari brand positioning adalah bahwa suatu brand memiliki keunggulan bersaing yang dapat dipertahankan atau “unique selling proposition” yang memberikan konsumen sebuah alasan yang menarik untuk membelinya.
Brand loyalty (kesetiaan terhadap sebuah merek) adalah termasuk dalam konseptualisasi dari brand equity (kewajaran merek). Ada dua alasan mengapa brand loyalty termasuk dalam konsep brand equity yaitu: pertama, nilai merek (brand value) Sebuah perusahaan dibentuk dari kesetiaan para konsumennya. Kedua, kesetiaan (loyalty) merupakan aset yang mendorong sebuah loyalty-building programs (program pembangun kesetiaan) yang membantu menciptakan serta memperkuat brand equity. Pada kenyataannya, sebuah brand / merek tanpa adanya kesetiaan dari para konsumennya adalah sangat mudah dihancurkan dan akhirnya merek tersebut hilang dengan sendirinya. Fokus pada segmentasi kesetiaan (loyalty segmentation) akan menciptakan suatu strategi dan taktik tersendiri untuk membangun sebuah merek
19
yang kuat. Suatu pasar biasanya dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok yaitu : non customer, price switchers (sensitif terhadap harga), passively loyal ( seseorang yang membeli karena sebuah kebiasaan dan bukan karena suatu alasan), fence sitters ( seseorang yang biasa menggunakan dua merek atau lebih) serta the commited ( seseorang yang terikat pada sebuah merek saja). Tantangan dengan adanya beberapa kelompok konsumen tersebut adalah untuk meningkatkan jumlah konsumen yang tidak sensitif terhadap harga dan konsumen yang terikat pada satu merek saja, serta konsumen yang bersedia membayar lebih untuk menggunakan sebuah merek atau service.
2.4. Model Pengukuran Brand equity Dalam mengukur Brand equity terdapat beberapa tools yang dapat digunakan diantaranya CBBE, AAKER, BRANZ, BRAND ASSETS VALUATOR yang masingmasing memiliki karakteristik masing-masing.
2.4.1 CBBE (Customer Based Brand Equity) Menurut Keller, K. L., model CBBE dibentuk untuk menjadi komprehensif, kohesif (terpadu), sistematis, up to date dan berorientasi aksi. Landasan dasar dari model ini ialah bahwa kekuatan dari suatu brand terletak pada apa yang telah dipelajari oleh konsumen, rasakan, lihat dan dengar mengenai brand tersebut selama ini. Kekuatan dari suatu brand ialah apa yang
tersirat/tertinggal pada pikiran
20
konsumen. Metode CBBE merupakan penyempurnaan dari model sebelumnya yaitu model AAKER. Dalam membangun brand yang kuat, menurut model CBBE, dapat digambarkan sebagai rangkaian dari beberapa langkah. Langkah pertama ialah untuk memastikan identifikasi dari sebuah brand oleh konsumen dan asosiasi terhadap sebuah brand dimata konsumen terhadap suatu produk brand atau terhadap kebutuhan konsumen. Langkah kedua ialah dengan konsisten membuat konsumen sadar(share of mind) akan arti brand tersebut. Langkah ketiga ialah untuk mendapatkan atau menciptakan respon dari konsumen terhadap brand identity dan brand meaning. Langkah terakhir ialah untuk mengubah respon terhadap brand untuk menciptakan intensitas, loyalitas hubungan antara konsumen dan brand.
2.4.1.1 Brand Identity Untuk dapat membangun brand identity yang benar sebelumnya dibutuhkan pembuatan brand salience terhadap konsumen. Brand salience berhubungan dengan aspek brand awareness. Brand salience diartikan menjadi semudah apa konsumen dapat
mendefinisikan
brand tersebut dalam berbagai kondisi dan keadaan.
Membangun brand awareness berarti meyakinkan konsumen akan sebuah brand dari kategorinya dimana terdapat kompetisi dan menciptakan identitas terhadap suatu produk dibawah brand tersebut.
21
2.4.1.2 Brand Association Asosiasi dari merek adalah segala sesuatu yang terhubung kepada ingatan seseorang terhadap suatu brand. Suatu asosiasi dapat terkait dengan pandangan terhadap perceived quality dan positioning dari brand tersebut. Sebelas tipe dari asosiasi terhadap suatu merek adalah atribut produk tersebut intangible, benefit, untuk pelanggan, harga yang relative terhadap pesaing, pemakai produk tersebut, celebrity, gaya hidup dan kepribadian, kelas dari produk, pesaing dan Negara atau area geografis Asosiasi ini menjadi dasar dari keputusan beli dan loyalitas terhadap suatu brand. Asosiasi ini menciptakan nilai tersendiri pada perusahaan melalui: 1. Membantu proses atau memanggil suatu informasi Asosiasi yang tinggi akan membantu terutama pada saat pengambilan keputusan untuk membeli. Melalui asosiasi yang tinggi maka pelanggan dapat dengan mudah mengingat dan mengasosiasikan brand tersebut pada suatu kebutuhannya.
2. Membuat brand tersebut terdiferensiasikan. Suatu asosiasi yang terdiferensiasikan akan menjadi suatu keunggulan kompetitif yang utama. Asosiasi yang tinggi akan menjadi suatu penghalang bagi pesaing untuk menyerang brand tersebut.
22
3. Membangun alasan untuk membeli. Hadirnya brand association akan memberikan alasan yang kuat bagi pelanggan untuk mengkonsumsi produk tersebut.
4. Menciptakan perasaan atau emosi yang positif. Asosiasi akan menstimulasi emosi yang positif antara pelanggan dengan brand
tersebut.
Melalui
pengalaman
yang
diberikan
setelah
mengkonsumsi brand tersebut akan menambah kuat jalinan loyalitas pelanggan.
5. Menyediakan basis untuk melakukan eksistensi brand. Melalui asosiasi yang kuat serta perceived quality yang kuat maka brand eksistensi dapat diakukan untuk memperkuat portfolio suatu perusahaan tanpa harus membuat dari awal.
2.4.1.3 Performa (performance). Produk merupakan bagian terpenting dari brand equity. Produk merupakan bagian terpenting yang dapat mempengaruhi pengalaman konsumen, apa yang mereka dengar, dan tentang apa yang diberitahu produsen terhadap brand dari produk tersebut. Brand performance merupakan metode dimana produk atau jasa dapat
23
memenuhi kebutukan konsumen secara fungsional. Terdapat 5 keuntungan dalam pemenuhan brand performance, yaitu : 1. Karakteristik pokok dan fitur tambahan Konsumen dapat menyadari akan level dimana karakteristik utama dari produt tersebut beroperasi (rendah, medium, tinggi, sangat tinggi)
2. Reliabilitas, durabilitas dari produk dan layanannya. Reliabilitas dapat diartikan sebagai konsistensi terhadap
performance
dari waktu ke waktu selama pembelian-pembelian.
3. Efektifitas, efisiensi dan empati. Konsumen memiliki asosiasi terhadap performance berdasarkan layanan yang mereka dapatkan dari sebuah brand. Efektifitas dari servis berdasarkan pada sebesar apa sebuah brand memenuhi kebutuhan konsumen akan pelayanan sesuai dengan ekspektasinya. Efisiensi servis ialah mengenai bagaimana serivis itu diberikan secara cepat dan tanggung jawab.
4. Ciri khas dan desain. Konsumen dapat memiliki asosiasi terhadap suatu produk diluar dari fungsi produk tersebut kearah aspek estetik seperti ukuran, bentuk, material, dan warna. Performance juga dipengaruhi oleh aspek-aspek visual seperti bentuk produk, kemasan, perasaan, bunyi ataupun bau.
24
5. Harga Peraturan harga terhadap brand dapat menciptakan asosiasi dimata konsumen
dengan
harga
harga
yang
relevan
di
kategori
produknya(low,medium,premium) Brand performance tidak hanya sekedar komposisi yang membangun produk atau jasa yang mencakup aspek dari brand.Beberapa perbedaan dari komposisi juga dapat mendiferensiasikan brand yang satu dengan yang lain.
2.4.1.4 Brand Imagery Brand association juga meliputi brand imagery. Brand imagery berhubungan dengan faktor-faktor ekstrinsik dari produk atau jasa, termasuk bagaimana sebuah brand berperilaku menghadapi konsumen, lebi bersifat psikologis, dan kebutuhan sosial. Empat kategori dari brand imagery ialah : 1. Profil pemakai (User profiles) 2. Pembelian dan situasi pemakaian (Purchase and usage situation) 3. Sifat dan nilai (Personality and values) 4. Sejarah, keturunan, dan pengalaman( History, heritage, and experience)
25
2.4.1.5 Respon Terhadap Brand (Brand Response) Untuk mengimplementasikan model CBBE, perusahaan harus memikirkan bagaimana konsumen menghormati sebuah brand. Respon terhadap brand dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu penilaian terhadap brand (Brand judgement) dan perasaan terhadap brand (Brand feeling).
Penilaian (Judgement) Penilain terhadap brand difokuskan kepada pendapat konsumen terhadap bagaimana mereka memposisikan performance dan imagery.Berikut ialah empat tipe kesimpulan dari penilaian :
Kualitas (Quality)
Kredibilitas (Credibility)
Pertimbangan (Consideration)
Superioritas(Superiority)
Perasaan (Feelings) Brand feeling ialah respon emosional dari pelanggan dan reaksi atas penghargaan terhadap suatu brand. Berikut ini ialah enam tipe utama dalam membangun brand feeling :
Hangat (Warmth)
Senang(Fun)
Ketertarikan(Exitement)
26
Keamanan(Security)
Dihargai(Social approval)
Menghormati diri sendiri (Self respect)
2.4.2 AAKER Model David Aaker, melihat brand equity sebagai 5 set kategori dari brand aset dan kecenderungan dihubungkan kepada suatu brand yang mengambil untuk atau mengurangi dari nilai yang dihasilkan dari produk atau servis kepada suatu perusahaan dan/atau kepada suatu perusahaan pelanggan. Kategori-kategori dari brand asset ini terdiri dari:
Brand loyalty.
Kesiagapan dari brand (Brand awareness).
Kualitas yang diterima (Perceived quality)
Asosiasi brand.
Dan, aset-aset pemilik seperti halnya paten, ciri khas, dan jalur-jalur hubungan.
Menurut dari Aaker, konsep utama yang terpenting untuk membangun brand equity ialah dengan identitas brand, yaitu jajaran keunikan dari suatu asosiasi brand yang menggambarkan apa yang dijanjikan dari brand tersebut kepada para konsumen. Aaker melihat identitas suatu brand sebagaimana terdiri dari 12 dimensi
27
organisasi dari sekitar 4 persepsi, yang diantaranya yaitu: •
Brand sebagai suatu produk (lingkup, atribut, nilai, kegunaan, pemakai, dan dari negara asal).
•
Brand sebagai suatu organisasi (atribut, lokal dengan global).
•
Brand sebagai suatu personalitas (personalitas brand dan brand sebagai hubungan pelanggan)
•
Brand sebagai simbol (penggambaran visual dan brand turunan)
Aaker juga mengkonsepkan identitas dari brand sebagai mencakupi suatu inti dan suatu perluasan identitas. Identitas dari utama-yang terpusat, kepentingan yang tidak terpakut waktu dari brand tersebut- yaitu seperti untuk tetap agar konstan dimana brand itu sendiri berjalan dari pasar atau produk-produk yang baru. Identitas yang diperluas mencakupi identitas dari elemen-elemen brand, pengorganisasian menjadi pengorganisasian yang menjadi partikel-partikel yang berarti dan tersusun. Apabila kita melakukan pendekatan aplikasi menuju saturn, hal yang paling baru dari devisi mobil General Motors mungkin akan dibatasi dengan diikuti:
Identitas utama (Core identity), Sebuah mobil kelas dunia dengan para pekerja yang melayani peanggan dengan baik dan sopan.
Identitas tambahan (Extended Identity),
28
2.4.3 BRANZ Para konsultan riset marketing dari Millward Brown dan WPP telah mengembangkan model BRANZ sebagai kekuatan dari brand, yang dimana terdapat dijantung yang terdapat dalam bentuk dinamic brand piramid. Menurut model ini, pembuatan dari brand diikuti oleh tahap-tahap yang berurutan, dimana setiap tahap kesatuan akan dilalui setelah pemenuhan dari tahap sebelumnya. Tujuan dari masing-masing tahap, secara berurutan dari yang paling terkecil ke besar ialah sebagai berikut:
Kehadiran (Presence), Apakah saya mengetahui mengenai itu?
Relevan (Relevance), Apakah hal tersebut menawarkan sesuatu?
Performa (Perform), Apakah hal tersebut dapat diantar?
Keuntungan (Advantages) Apakah hal tersebut menawarkan sesuatu yang lebih baik dari yang lain?
Pengikatan (Bonding) Tidak ada yang dapat mengalahkan keterikatan.
Riset telah menunjukan bahwa konsumen yang diikat berada pada level tertinggi dari piramid. Banyak konsumen ditemukan pada level yang lebih rendah.
29
2.5 Strategic Brand Management Process Secara mendasar, konsep brand equity menekankan pada pentingnya peranan dari merek pada strategi pemasaran. Strategic brand management process melibatkan perancangan dan pelaksanaan dari program-program dan aktivitas-aktivitas pemasaran untuk membangun, mengukur, dan mengatur brand equity. Langkahlangkah dari strategic brand management adalah: 1. mengidentifikasi dan menetapkan positioning dari merek dan nilai-nilai 2. merencanakan dan melaksanakan program pemasaran merek 3. mengukur dan menerjemahkan kinerja dari merek 4. menumbuhkan dan mempertahankan brand equity
2.6
Bauran Pemasaran (Marketing Mix)
Bauran pemasaran atau marketing mix adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar sasaran yang sudah dibidik. Alat-alat pemasaran itu terdiri dari empat variabel yang kemudian disebut dengan 4P dari marketing, yaitu produk (product), harga (price), promosi (promotion), dan tempat (place) Marketing mix adalah salah satu konsep utama dalam pemasaran modern saat ini. Marketing mix merupakan satu set marketing tools yang dilakukan oleh perusahaan untuk menghasilkan respon yang diinginkan oleh target pasar.
30
Product
Price
Place
Promotion
Product variety Quality Design Features Brand Name Packaging Sizes Services Warranties Returns
List Price Discounts Allowances Payment Period Credit Terms
Channels Coverage Assortments Locations Inventory Transport
Sales Promotion Advertising Sales Force Public Relations Direct Marketing
Gambar 2.1 Komponen 4P
1. Produk (product) Sesuatu yang ditawarkan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dan memuaskan keinginan konsumen. Produk yang ditawarkan dapat berupa barang jadi, jasa pelayanan, properti dan informasi. Produk yang ditawarkan harus
memperhatikan
segi
kualitas,
manfaat,
disain,
jaminan,
dan
pengembangan produk baru. 2. Harga (price) Harga adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh konsumen untuk memperoleh suatu produk.
31
3. Promosi (promotion) Promosi berarti aktivitas-aktivitas yang mengkomunikasikan kelebihankelebihan
dari
produk
dan
mempengaruhi
target
konsumen
untuk
membelinya. 4. Tempat (place) Penempatan sebuah produk melibatkan logistik perusahaan dan kegiatankegiatan pemasaran dikonsentrasikan dengan membuat dan mendistribusikan barang jadi tersebut kepada konsumen.
2.7
Komunikasi Pemasaran Komunikasi pemasaran (marketing communications) adalah alat perusahaan
dalam menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan konsumen secara langsung maupun tidak langsung akan brand yang mereka jual. Pilihan-pilihan dalam komunikasi pemasaran adalah:
Media advertising: televisi, radio, koran, majalah.
Direct response advertising: surat, telepon, media penyiaran, media cetak.
Online advertising: website, iklan interaktif.
Place advertising: billboards dan poster, bioskop, airport, dan lounge, penempatan produk, point of purchase.
Point-of-puchase advertising: shelf talkers, aisle markers, shopping cart ads, in-store radio / TV.
32
Trade promotions: trade deals and buying allowances, point-of-purchase display allowances, push money, contest and dealer incentives, program pelatihan, pameran perdagangan, iklan kooperatif.
Consumer promotions: pemberian contoh, kupon, premiums, refund and rebates, kontes / lomba, paket bonus.
Event marketing and sponsorship: acara olahraga, kesenian, hiburan, pameran dan festival.
2.8
Publisitas dan public relations
Customer Satisfaction Apakah konsumen puas setelah membeli suatu produk tergantung dari
performa barang yang ditawarkan yang berhubungan dengan ekspektasi/ harapan konsumennya. Secara umum, pengertian dari satisfaction (kepuasan) adalah perasaan seseorang yang senang ataupun kecewa yang merupakan hasil dari perbandingan antara performa produk yang dirasakan (outcome/hasil) dengan ekspektasinya. Jika performa suatu produk jauh dari ekspektasi, konsumen akan merasa tidak puas dan kecewa. Jika performanya sesuai dengan ekspektasi, konsumen akan merasa puas. Jika performanya melebihi ekspektasi, konsumen akan merasa sangat puas atau senang.
33
2.9 Customer Expectation Konsumen membentuk ekspektasi/harapan mereka melalui pengalaman membeli sebelumnya, teman, saran rekan, dan informasi serta janji dari para pemasar dan kompetitor. Jika perusahaan membuat ekspektasi terlalu tinggi, hal itu tidak menjamin akan menarik cukup banyak konsumen. Jika perusahaan membuat ekspektasi terlalu rendah, buyer mungkin akan kecewa. Pada saat ini, beberapa perusahaan yang sukses banyak menyesuaikan antara ekspektasi yang diinginkan dengan performa yang diberikan kepada konsumen. Perusahaan-perusahaan ini menerapkan TCS – total customer satisfaction. Mereka sangat mementingkan kepuasan konsumen dengan cara memenuhi bahkan melebihi ekspektasi dari konsumen.
2.10 Customer Loyalty Customer loyalty atau loyalitas konsumen adalah kesetiaan konsumen kepada suatu perusahaan berkaitan dengan produk atau jasa yang ditawarkan dan ternyata konsumen merasa puas dengan produk maupun jasa yang digunakan. Hal ini dapat terjadi kalau perusahaan dapat memahami dan memenuhi kebutuhan dan ekspektasi konsumen terhadap produk mereka. Setelah konsumen merasa puas, biasanya konsumen akan membeli atau menggunakan produk tersebut di kemudian hari dan hal ini dapat terjadi berulangulang (retention) apabila perusahaan terus menjaga kualitas produk serta tetap
34
memenuhi ekspektasi konsumennya. Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk membangun loyalitas terhadap brand: 1. Melihat pola nyata pembelian yang dilakukan oleh pelanggan. Ukuran yang dapat dilakukan adalah ukuran repurchase, presentase pembelian, dan jumlah merek yang dibeli. Namun, analisis ini membutuhkan biaya yang besar dan menyediakan diagnosa yang terbatas tentang merek tersebut dimasa yang akan datang. 2. Analisis terhadap biaya yang harus dikeluarkan oleh pelanggan apabila pelanggan tersebut pindah ke merek lain – switching cost. Analisis ini dapat menjadi landasan bagi tingkat loyalitas tersebut. 3. Kunci dari diagnosa yang dilakukan dalam analisis brand loyalty adalah melalui pengukuran terhadap kepuasan pelanggan maka ketidakpuasan harus tidak ada atau diminimalisasikan untuk menghindari terjadinya perpindahan pelanggan ke merek lain ( switching ). Analisa loyalitas pelanggan ini sifatnya harus terkini, mewakili, dan sensitif terhadap hal-hal yang baru. Apabila diagnosa dilakukan
dengan
benar
maka
kita
dapat
melihat
adanya
kecenderungan negatif pada pelanggan yang tidak terwakili pada riset atau survey-surveyyang selama ini dilakukan. 4. Konsep umum dari kesukaan pelanggan adalah kesukaan pelanggan terhadap suatu brand yang tidak dapat dijelaskan secara gamblang dari persepsi maupun kepercayaan mereka terhadap atribut-atribut brand
35
tersebut. Satu ukuran lagi yang dapat menentukan kesukaan pelanggan adalah refleksi dari harga yang rela untuk konsumen bayar untuk mendapatkan brand tersebut. Ukuran yang dapat ditambahkan pula adalah tambahan harga yang akan dibuat oleh kompetitor sebelum mereka sanggup untuk menarik pembeli loyalnya. 5. Brand yang terkait kuat akan memiliki ekuitas yang sangat tinggi sedemikian rupa sehingga memiliki jumlah pelanggan yang tetap besar.
Piramida loyalitas terhadap brand Tingkatan dari level loyalitas terhadap suatu merek adalah: 1. Level yang terendah adalah tidak adanya loyalitas dimana pelanggan benar-benar tidak terpengaruh terhadap kekuatan suatu brand ( indifferent ) pelanggan seperti ini dapat dikategorikan sebagai pelanggan yang paling sensitif ( swithcer ) 2. Level yang kedua adalah pelanggan yang puas terhadap brand atau paling tidak , pelanggan tersebut tidak merasa tidak terpuaskan, 3. Level yang ketiga adalah mereka yang terpuaskan namun masih memnpunyai switching cost mulai dari biaya,waktu,uang, atau kinerja dari resiko terhadap swithcing, untuk menarik pelanggan seperti ini, pesaing harus mengatasi switching cost yang telah disebutkan dengan menawarkan banyak untungan maupun kompensasi. 4. Level yang keempat adalah mereka yang menganggap brand tersebut
36
sebagai teman karena adanya keterikatan secara emosional ( emosional benefit ) 5. Level yang paling tinggi adalah pelanggan yang mempunyai komitmen, mereka mempunyai keterikatan emosi dan kebanggaan tersendiri karena telah mengkonsumsi brand tersebut.
Nilai strategis dari konsep brand loyalty: 1. Mengurangi biaya pemasaran (reduced marketing cost) Akan mudah bagi perusahaan untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada ketimbang melakukan berbagai pendekatan untuk mendapatkan pelanggan baru. Hal ini dikarenakan pelanggan baru kurang termotivasi untuk pindah dari suatu brand yang biasa mereka konsumsi, sehingga perusahaan perlu untuk melakukan pendekatan yang akan memakan biaya yang tidak sedikit.
2. Trade leverage Pada tingkat yang ekstrim, adanya brand loyalty akan menentukan pilihan belanja pelanggan. Trade leverage penting ketika perusahaan akan memperkenalkan variasi atau brand ekstensi yang baru.
3. Menarik pelanggan yang baru dengan menciptakan brand awareness kepada pelanggan tersebut. Pelanggan yang sudah ada akan meningkatkan pengenalan mereka terhadap brand tersebut, dan rekan-rekan mereka akan
37
menjadi aware terhadap brand tersebut hanya dengan melihat brand tersbut. Pelanggan yang terpuaskan dapat menjadi rujukan referensi terhadap brand awareness yang berguna dalam pengakuisisian pelanggan baru.
4. Waktu untuk merespon terhadap ancaman kompetitor Loyalitas terhadap suatu merek akan memberikan nilai tambah kepada perusahaan dalam menghadapi ancaman dari kompetitor. Dengan hadirnya brand loyalty yang tinggi maka kompetitor akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membuat produk-produk yang lebih baik dengan harga yang lebih kompetitif
2.11 Analisis SWOT Persaingan dalam dunia industri yang semakin ketat mengharuskan setiap perusahaan untuk mengetahui keadaan internal perusahaannya dan keadaan eksternal perusahaan. Keadaan internal perusahaan dapat diketahui dengan memetakan kekuatannya dan kelemahan perusahaan (strength and weaknesses). Sedangkan keadaan eksternal perusahaan dapat diketahui dengan memetakan peluang dan ancaman yang mungkin terjadi (opportunities and threats). Dengan mengetahui keadaan internal dan eksternal, maka dapat dirancang strategi berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada.
38
1. SO Strategies Strategi SO berarti menggabungakn dari strengths dan opportunites yang ada. Perusahaan berusaha untuk mengambil kesempatan yang ada dengan mengandalkan kekuatan yang dimilikinya.
2. WO Strategies Dengan weaknesses yang dimiliki bukan berarti perusahaan tidak dapat memanfaatkannya. Dengan strategi WO, berarti perusahaan harus cermat melihat kesempatan yang dpat dira dengan memanfaatkan elemahan yang dimiliki.
3. ST Strategies Ancaman yang timbul adalah memberikan tantangan bagi perusahaan untuk memanfaatkan ancaman tersebut. Perusahaan akan menyusun strategi dengan memanfaatkan ancaman dan kekuatan yang dimiliki, sehingga perusahaan akan mengatasi ancaman tersebut.
4. WT Strategies Membangun strategi dengam memanfaatkan kelemahan dan ancaman yang ada, akan memberikan manfaat bagi perusahaan dalam menghadapi persaingan yang ada.
39
Tabel 2.1 Tabel Matriks SWOT
Strength strategies
Weakness strategies
Opportunities strategies
SO
WO
Threath strategies
ST
WT
2.12 Riset Pasar Tujuan dari riset pasar adalah untuk mengumpulkan dan mendapatkan data – data dari paradigma pelanggan terhadap beberapa kriteria atau variabel yang berhubungan dengan brand perusahaan, siapakah pelanggan atau konsumen kita, bagaimanakah sikap pelanggan kita terhadap parameter-parameter tertentu, mengapa mereka bersikap seperti itu dan apakah respon atau umpan balik yang akan mereka berikan pada masa yang akan datang. Riset pasar yang dilakukan ini, akan melihat atau mengukur kinerja asuransi jiwa PT. AXA Life Indonesia terhadap perusahaan – perusahaan asuransi jiwa lainnya yang ada di Jakarta. Tugas utama dari riset pasar ini adalah untuk memberikan infomasi yang dapat membantu didalam mendeteksi masalah yang sedang dihadapi oleh PT. AXA Life Indonesia, kesempatan yang dapat dipergunakan oleh pihak PT. AXA Life Indonesia, maupun informasi tentang ancaman-ancaman yang sedang terjadi di Industri asuransi jiwa, melalui riset pasar ini akan timbul tiga pertanyaan yang akan terjawab, yaitu: 1. Atribut-atribut apa saja dari suatu brand perusahaan asuransi jiwa di jakarta, yang memberikan nilai dan keuntungan bagi pelanggannya? 2. Dari atribut-atribut tersebut manakah yang paling penting bagi
40
pelanggan? 3. Bagaimanakah brand awareness dan brand positioning PT. AXA Life Indonesia pada industri asuransi jiwa dibenak pelanggan? Riset pasar menjadi penting karena pihak PT. AXA Life Indonesia tidak pernah melakukan riset pasar sebelumnya untuk menjawab, menilai, dan menyusun kinerja baru untuk PT. AXA Life Indonesia, riset ini sendiri akan berjalan dengan beberapa tahapan sebagai berikut: a. Menyusun tujuan riset dimana hasil riset ini akan digunakan untuk menyusun langkah-langkah strategis yang dapat dan perlu diambil oleh pihak manajemen PT. AXA Life Indonesia. b. Riset seperti apa yang perlu untuk dilakukan oleh tim penulis? Melalui langkah ini tim penulis akan menyusun kuisioner yang mampu mentransformasikan informasi yang diberikan oleh pihak manajemen PT. AXA Life Indonesia kepada pertanyaan – pertanyaan yang akan diberikan kepada pelanggan. c. Riset yang dilakukan akan memberikan gambaran posisi PT. AXA Life Indonesia pada industri asuransi jiwa yang terdapat di Jakarta. d. Pemilihan pendekatan riset, apakah riset bersifat riset primer atau riset sekunder, apakah melakukan riset eksploratori atau riset deskriptif, juga pemilihan metode pengumpulan data dan metode sampling yang akan digunakan e. Metode analisis yang perlu dilakukan, setelah semua data berhasil dikumpulkan.